BAB II
LANDASAN TEORI
Pada tahap ini penulis akan memaparkan landasan teori yang berkaitan dengan
judul skripsi ini, yaitu tentang zakat harta dan anak di bawah perwalian.
A. Konsep Zakat
1. Definisi Zakat
Sebelum membahas tentang definisi zakat harta, terlebih dahulu penulis
akan membahas tentang teori zakat secara umum terlebih dahulu.
a. Pengertian zakat dari segi bahasa
Zakat berasal dari bahasa Arab, yaitu:
ًءَامَص
–
ُ٘نٝ
–
َامَص
yang berartimensucikan-atau membayar zakat.1
Sebagaimana kata zakat disebutkan Firman Allah yang terdapat pada
Al-Qur‟an:
At-Taubah ayat: 103
Artinya: “ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu
kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah
untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi)
ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi
Maha mengetahui.”2
b. Pengertian zakat dari segi terminologi atau istilah terdapat pada beberapa
pendapat yang dikemukakan oleh ulama, antara lain:
1) Sayyid Sabiq, dalam kitabnya Fiqh Sunnah
Pada Fiqh Sunnah, Sayyid Sabiq mengatakan bahwa “zakat adalah
sebutan dari sesuatu hak Allah Ta‟ala yang dikeluarkan seseorang
kepada fakir miskin. Dinamakan zakat karena didalamnya terkandung
harapan atau beroleh berkat, membersihkan jiwa dan memupuknya
dengan pelbagai kebaikan.3
2) Yusuf Al-Qardhawi dalam bukunya Hukum Zakat
Pengertian zakat menurut bahasa, zakat merupakan kata dasar (masdar)
dari zaka yang berarti berkah, tumbuh, bersih dan baik. Zaka berarti
tumbuh dan berkembang, dan seseorang itu zaka berarti orang-orang
baik4. Ini berarti juga jika seseorang tersebut mengeluarkan zakat, harta
dan jiwanya akan menjadi bersih dan baik. Secara nyata, harta yang
dikeluarkan untuk zakat memang akan berkurang, namun sebenarnya
harta yang kita miliki adalah harta yang kita keluarkan untuk berzakat,
tidak akan berkurang melainkan akan tumbuh dan berkembang.
2Rifai‟I, H. Moh, Abdulghoni, Rosihin, Op.Cit, hlm. 199 3 Sayyid Sabiq, Op.Cit, hlm. 5
3) Al-Mawardi, dalam kitabnya Al-Hawi yang dikutip oleh Hasby
Ash-Shidiqie
“Zakat itu sebutan untuk pengambilan tertentu dari harta yang tertentu,
menurut sifat-sifat yang tertentu untuk diberikan kepada golongan
tertentu.”
4) Syekh Muhammad Qasim Al-Ghazzi, dalam kitabnya Fatul Qarib
“Zakat berarti sebagian harta yang diambil dari harta seseorang untuk
diberikan kepada orang-orang yang berhak menerimanya dengan
syarat-syarat tertentu.”5
5) Menurut Istilah dalam Syari‟ah
Menurut Syari‟ah zakat ialah sejumlah harta (uang atau benda) yang
wajib dikeluarkan dari milik seseorang, untuk kepentingan kaum fakir
miskin, serta anggota masyarakat lain yang memerlukan bantuan dan
berhak menerimanya.6
Pengertian zakat juga disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat yang disebutkan dalam Pasal 1 butir
2 yaitu, Zakat menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 adalah harta
yang wajib dikeluarkan oleh seorang muslim atau badan usaha untuk
diberikan kepada yang berhak menerimanya sesuai dengan syariat Islam.
5 Muhammad Qasim Al-Hizzi, Fathul Qarib, Alih Bahasa Ibnu Zuhri, (Bandung: Trigenda Karya, 1999), hlm. 127
Orang yang berhak menerima zakat atau disebut juga mustahik disebutkan
dalam Pasal 1 butir 6 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011.
Berdasarkan dari beberapa uraian di atas, penulis menyimpulkan bahwa
yang dimaksud dengan zakat adalah bagian harta kekayaan yang dimiliki oleh
seseorang atau badan hukum yang wajib diberikan kepada orang tertentu
setelah mencapai jumlah tertentu dan setelah dimiliki selama jangka waktu
tertentu pula sesuai yang telah ditentukan oleh syariat. Harta yang sudah
memenuhi syarat-syaratnya wajib untuk dizakati sebagai wujud rasa syukur
seorang hamba atas segala nikmat yang telah Allah berikan dan dalam rangka
mendekatkan diri kepada Allah serta membersihkan jiwa dan hartanya. Harta
yang sudah dizakatkan akan mensucikan dan membersihkan harta lain yang
dimiliki, juga untuk melipat gandakan harta lain yang diperoleh, menghindari
fitnah dan terakhir untuk memberkahkan harta yang dimakannya.
Penyebutan zakat memiliki beberapa macam istilah yang disebutkan di
dalam Al-Qur‟an, antara lain: “infak, shadaqah dan hak”7
Infak, Firman Allah SWT: Q.S At-Taubah 34
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya sebahagian besar dari orang-orang alim Yahudi dan rahib-rahib Nasrani benar-benar memakan harta orang dengan jalan batil dan mereka menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah. dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, Maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih”8
Sedekah, Firman Allah SWT: Q.S At-Taubah: 60
Artinya: “Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang
fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, Para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.9
Hak, Firman Allah SWT: Q.S Al-An‟aam: 141
Artinya: ”dan Dialah yang menjadikan kebun-kebun yang berjunjung dan yang tidak berjunjung, pohon korma, tanam-tanaman yang bermacam-macam buahnya, zaitun dan delima yang serupa (bentuk dan warnanya) dan tidak sama (rasanya). makanlah dari buahnya (yang bermacam-macam itu) bila Dia berbuah, dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya (dengan disedekahkan kepada fakir miskin); dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan.”10
Zakat digunakan untuk beberapa arti, namun yang berkembang dalam
masyarakat, istilah zakat digunakan untuk sedekah wajib dan istilah shadaqah
digunakan untuk sedekah biasa.
2. Dasar Hukum Zakat
Zakat harta merupakan salah satu dari jenis zakat yang wajib dibayarkan
oleh umat Islam saat hartanya sudah memenuhi syarat-syaratnya (tercapai
nisab dan haulnya). Dasar hukum zakat harta terdapat di semua sumber
hukum Islam, diantaranya adalah:
a. Al-Qur‟an
1) Firman Allah dalam Al-Qur‟an Q.S Al-Baqarah: 110
Artinya: “dan dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. dan kebaikan apa
saja yang kamu usahakan bagi dirimu, tentu kamu akan
mendapat pahala nya pada sisi Allah. Sesungguhnya Alah
Maha melihat apa-apa yang kamu kerjakan.”11
2) Firman Allah dalam Al-Qur‟an Q.S At-Taubah: 11
Artinya: “jika mereka bertaubat, mendirikan sholat dan menunaikan
zakat, Maka (mereka itu) adalah saudara-saudaramu seagama.
dan Kami menjelaskan ayat-ayat itu bagi kaum yang
mengetahui.”12
Telah diriwayatkan Ibnu Zaid, dia berkata, “Difardhukan shalat dan
zakat sekaligus, tidak dipisah-pisahkan antara keduanya.”. maka
dibacanya ayat ini, selanjutnya ia berkata “Allah enggan menerima
shalat orang yang tidak berzakat.”. Telah meriwayatkan pula Abdullah
bin Mas‟ud, dia berkata, “Diperintahkan kamu mengerjakan shalat dan
mengerjakan shalat dan mengeluarkan zakat, siapa yang tidak berzakat
maka tidak ada shalat atasnya.” Menurut keterangannya, dia berkata
seperti perkataan Ibnu Zaid yang menyatakan, “Allah SWT.
Menurunkan rahmatnya kepada Abu Bakar. Alangkah pahamnya dia
11Ibid, hlm. 16-17
tentang agama, karena dia berkata, Saya tidak membeda-bedakan antara
dua macam yang telah dikumpulkan Allah yaitu shalat dan zakat.”13
3) Firman Allah dalam Al-Qur‟an Q.S Al-Baqarah: 267
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah)
sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, Padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi
Maha Terpuji.”14
Sayyid Quthb dalam tafsirnya Fii Zhihalil Qur’an15, menafsirkan
bahwa nash tersebut mencakup seluruh hasil usaha manusia yang baik
dan halal yang mencakup pula seluruh yang dikeluarkan Allah SWT
dari dalam dan atas bumi, baik yang terdapat di zaman Rasulullah SAW
maupun di zaman sesudahnya, seperti hasil-hasil pertanian dan
pertambangan seperti minyak semuanya wajib dikeluarkan zakatnya
dengan ketentuan dan kadar sebagaimana diterangkan dalam sunnah
13 Syekh H. Abdul Halim Hasan, Op. Cit, hlm. 476 14Rifai‟I, H. Moh, Abdulghoni, Rosihin, Op.Cit, hlm. 42
Rasulullah SA, baik yang sudah diketahui secara langsung maupun
yang diqiyaskan kepadanya.
b. Hadits
Selain dari Al-Qur‟an, dasar hukum wajibnya zakat dijelaskan dalam
beberapa hadits Nabi SAW, diantaranya:
1) Rasulullah SAW bersabda:
ٍوَََعِب ِّْٜشِبْخَا ٌَََيَعٗ َِْٔٞيَع َُٔيىا َوَص ِِٜبَِْىؤَىَاق ًلاَج ََُا َْْْٔع َُٔيىا َِٜضَس َبَُْ٘ٝا ِْٜبَا َِْع
َلاَٗ ََٔيىا ُذُبْعَت َُٔى َاٍ ٌبَسَا ٌََيَعَٗ َُِٔٞيَعَُٖيىا َوَص ُِٚبَْىا َهَاقَٗ َُٔى َاٍ َهَاق َتََْجْىأ ُِْٜيِخ ْذُٝ
َاََِح َشىا ُوِصَّتَٗ َةَامَضىا ِْٜتْءْؤتَٗ َةَلاَصّىا ٌُِْٞقُتَٗ ًاعَْٞش ِِٔب ُك ِشْشُت
Artinya: “Dari Abi Ayyub RA., bahwa seseorang berkata kepada Nabi
SAW “Beritakanlah kepadaku amal apa yang dapat memasukkan saya ke surga!” Ia berkata, “Apakah yang itu, lalu
apakah untuk itu? Maka hendaklah kamu menyembah Allah, tidak mensekutukan-Nya dengan sesuatu pun, kamu mendirikan shalat, memberikan zakat, dan menyambung
(silaturahim)”16
2) Rasulullah SAW bersabda:
َهَاق َُْْٔع َُٔيىا َِٚضَس َشََُع ِِْبا َِْع
:
ِلإْا َُِْٚبا ٌََيَعَٗ َِْٔٞيَع َُٔيىا َٜيَص َِٔيىا ُهُْ٘عَس َهَاق
ٍظََْخ َٜيَع ًِ لاْع
:
َةَلاَصّىا ًَُاقِإَٗ َِٔيىا ُهُْ٘عَس اَذَََحٍُ ََُأَٗ َُٔيىاَلاِإ ََٔىِإَلا ُْأ ٌةَدَاَٖش
ََُاضٍََس ًَُْ٘صَٗ ِتَْٞبْىا ُخِّحَٗ َةَام َضىا ُءَاتِْٝإَٗ
(
ٌيغٍ ٗ ٛساخبىا ٓاٗس
)
Artinya: “dari Ibnu Ummar r.a berkata: Rasulullah SAW bersabda:
“Islam itu didirikan atas lima sendi: mengaku bahwasannya
tiada Tuhan selain Allah, dan sesungguhnya Muhammad adalah utusan (Rasul) Allah, menunaikan shalat, menunaikan
zakat, mengerjakan haji dan berpuasa Ramadhan.”” (HR.
Bukhari dan Muslim)17
3) Rasulullah SAW bersabda:
ِلَِْٞيَع َُٔيىا َِٜع ََُْ٘ف ٜعء ُْ٘ت َلاَٗ ِلَْٞىَء ُّٔيىا َِٜغْحَُٞف ِْٜحُت َلاَٗ ِٜقِفَّْا
Artinya: “Bersedekahlah dan janganlah engkau menghitung-hitung,
sebab Allah menghitung atas engkau, dan janganlah engkau
mengumpulkan (tanpa zakat), sebab Allah akan
mengumpulkan atas engkau.” (H.R. Ahmad, Bukhari dan
Muslim).
Hadits ini menyatakan larangan memberikan sesuatu di jalan Allah
dengan harapan akan memperoleh balasan lebih banyak dari manusia
(istiksar) dan menghitung-hitung pahala yang akan diperoleh.
Diumpamakan orang mengatakan kepada kita: “Allah lah yang
memberimu rezeki, maka jangan engkau tahan saja hartamu (dalam
dompet atau gudang) tanpa infaq. Sebab Allah mengumpulkan
(memberikan) kepadamu dan Dia satu-satunya yang mencegah
nikmatnya untukmu. Infaq meliputi pengertian zakat dan sedekah.18
Berdasarkan hadits-hadits di atas, maka dapatlah diambil suatu
kesimpulan bahwa menunaikan zakat merupakan salah satu dari lima
17 Muhammad Daud Abd Al-Baqi, Al-Lu’lu’wa Al-Marjan, Juz II, Terjemah oleh Muslih Shabir, (Semarang: Al-Ridha, 1993), hlm. 312
rukun Islam. Zakat itu wajib dikeluarkan atas setiap orang-orang yang
hartanya sudah memenuhi syarat-syarat untuk dizakatkan (orang kaya),
karena sesungguhnya di dalam harta mereka ada hak orang-orang fakir
diantara mereka.
c. Ijma‟
Kaum Muslimin di seluruh dunia sepakat, zakat merupakan kewajiban
yang harus dikeluarkan oleh orang-orang yang mampu. Selain itu, para
shahabat juga telah sepakat untuk memerangi orang-orang yang enggan
untuk mengeluarkan zakat.19
d. Aturan Perundang-Undangan
Selain Al-Qur‟an dan Hadits sebagai dasar hukum zakat, dalam rangka
meningkatkan kualitas umat Islam di Indonesia, pemerintah Indonesia
telah membuat peraturan perunfdang-undangan tentang pengelolaan zakat
sebagai berikut:
1) Undang Nomor 23 Tahun 2011 Tentang Perubahan
Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Zakat.
2) Keputusan Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat dan Urusan Haji
Nomor D/291 Tahun 2000 Tentang Pedoman Teknis Pengelolaan
Zakat.
3) Keputusan Menteri Agama RI Nomor 373 Tahun 2003 Tentang
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 Tentang
Pengelolaan Zakat.
4) Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Tentang Zakat.
3. Rukun dan Syarat Zakat
Rukun zakat adalah mengeluarkan sebagian dari harta yang telah
mencapai nishab dengan melepaskan kepemilikan sebagai milik orang yang
berhak menerimanya (mustahik) dan menyerahkan harta tersebut kepada
wakilnya, yakni imam atau orang yang bertugas untuk mengumpulkannya
(Badan/Lembaga Amil Zakat). Dapat disimpulkan bahwa rukun zakat adalah:
orang yang berzakat (muzakki), harta yang dizakatkan, orang yang berhak
menerima zakat (mustahiq) atau bisa juga diwakilkan oleh Badan/Lembaga
Amil Zakat untuk dikelola terlebih dahulu sebelum diberikan kepada
mustahik.
Adapun mengenai syarat, para ulama membaginya dalam dua kategori.
Pertama, persyaratan seseorang diwajibkan untuk berzakat. Kedua, meliputi
persyaratan harta yang wajib dikeluarkannya.
a. Syarat seseorang yang diwajibkan untuk berzakat:
1) Islam
Menurut Ijma‟ulama, zakat tidak diwajibkan atas orang kafir. Karena
bukanlah orang yang suci. Mahzab Syafi‟I berbeda pendapat dari
pendapat mahzab lainnya, mahzab ini mewajibkan orang murtad untuk
mengeluarkan zakat atas hartanya sebelum masa riddahnya. Yakni harta
yang dimiliki ketika dia masih menjadi seorang Muslim. Berbeda pula
dengan pendapat Abu Hanifah, beliau berpendapat bahwa riddah tetap
saja menggugurkan kewajiban zakat.
2) Merdeka
Menurut kesepakatan ulama, zakat tidak diwajibkan atas seseorang
yang tidak merdeka, seperti: hamba sahaya, sebab ia tidak mempunyai
hak milik atas harta yang dimilikinya. Sehingga, tuan dari hamba sahaya
tersebut yang kemudian diwajibkan untuk membayar zakatnya, baik atas
harta pribadinya sendiri, ataupun atas harta kepemilikan hamba
sahayanya tersebut.
3) Baligh dan Berakal
Menurut Mahzab Hanafi, hal tersebut dipandang sebagai syarat wajib
zakat, sehingga pada anak kecil dan orang gila tidak wajib untuk
diambil zakatnya. Keduanya tidak termasuk pula dalam ketentuan orang
yang wajib mengerjakan ibadah. Sedangkan menurut jumhur ulama,
dikeluarkan dari harta anak kecil dan orang gila melalui seorang wali
(orang yang mengasuhnya).20
b. Syarat Harta yang Wajib Dikenakan Zakat
1) Harta tersebut harus didapatkan dengan cara yang baik dan halal
Artinya, harta yang haram, baik secara substansi bendanya maupun
cara mendapatkannya jelas tidak dapat dikenakan kewajiban zakat. Di
dalam Sakhih Bukhori terdapat satu bab yang menguraikan bahwa
sedekah (zakat) tidak akan diterima kecuali dari usaha yang halal dan
bersih.
2) Harta tersebut merupakan milik penuh dan berkuasa menggunakannya
Pada hakikatnya, kepemilikan mutlak harta adalah pada Allah SWT,
tetapi Allah SWT memberikan kepemilikan harta kepada manusia
secara terbatas. Harta yang dimiliki manusia secara penuh maksudnya
bahwa manusia berkuasa memiliki dan memanfaatkan secara penuh.
Pemilikan dan pemanfaatan harta harus sesuai dengan aturan-aturan
Islam.21
3) Harta tersebut berkembang dan berpotensi untuk dikembangkan.
Disebut juga dengan istilah harta produktif (Al-Namaa’) seperti
melalui usaha, perdagangan, melalui pembelian saham, atau
ditabungkan baik secara pribadi maupun bersama pihak lain.
20 Wahbah Al-Zuhayly, Zakat Kajian Berbagai Mahzab, (Bandung: PT. Remaja Rosdakaya, 1997), hlm. 100
4) Harta Tersebut Telah Mencapai Nishab
Nishab adalah batasan antara apakah kekayaan itu wajib zakat atau
tidak. Jika harta yang dimiliki seseorang telah mencapai nishab maka
kekayaan tersebut wajib untuk dizakatkan. Jika belum mencapai nishab,
maka zakat tersebut tidak wajib untuk dizakatkan. Batasan nishab itu
sendiri antara sumber zakat yang satu dengan sumber zakat lainnya
berbeda satu sama lain.
5) Harta Tersebut Telah Mencapai Haul
Salah satu syarat kewajiban zakat adalah haul, yaitu kekayaan yang
dimiliki seseorang apabila sudah mencapai satu tahun hijriyah, maka
wajib baginya mengeluarkan zakat apabila syarat-syarat lainnya telah
terpenuhi. Syarat haul ini tidak mutlak, karena ada beberapa sumber
zakat seperti zakat pertanian dan zakat rikaz tidak harus memenuhi
syarat haul satu tahun. 22
4. Jenis-Jenis Zakat
Zakat menurut sumber hukum Islam terbagi menjadi dua, yaitu zakat
fitrah yang dibayarkan pada bulan Ramadhan sampai sebelum shalat Id Fitri
dan zakat harta (zakat mal) yang bisa dibayarkan kapan saja setelah
memenuhi syarat-syaratnya.
a. Zakat Fitrah
Zakat fitrah sesuai dengan namanya, berguna untuk membersihkan
jiwa seorang Muslim. Setelah berpuasa satu bulan penuh, Allah
mewajibkan umat Islam untuk membayarkan zakat fitrah sebagai
penyempurna puasanya, membersihkan jiwa dan kesalahan yang diperbuat.
Selain itu zakat fitrah juga dimaksudkan untuk membantu orang-orang
yang kekurangan atau fakir miskin sehingga sama-sama ikut merasakan
kegembiraan pada hari raya Idul Fitri, sudah sewajarnya hari kemenangan
itu dirayakan dengan kegembiraan dan keceriaan oleh seluruh Muslim
tanpa ada yang merasa sedih disebabkan tidak adanya makanan untuk
keluarganya karena semua Muslim yang tidak mampu telah mendapatkan
bantuan atau haknya dari zakat fitrah.
Zakat fitrah wajib dibayarkan pada bulan Ramadhan, diwajibkan
kepada semua Muslim tanpa terkecuali, baik dewasa maupun anak-anak,
laki-laki ataupun perempuan, merdeka ataupun hamba sahaya selama
mereka masih mempunyai persediaan pembekalan sampai hari raya Idul
Fitri. Ini merupakan kekhususan zakat fitrah dibandingkan zakat mal, jika
zakat mal baru bisa dibayarkan ketika harta seseorang sudah memenuhi
beberapa syarat, zakat fitrah dibayarkan oleh semua Muslim yang masih
memiliki nyawa tanpa terkecuali. Dari bayi yang baru lahir sesaat sebelum
shalat Idul Fitri maupun oleh orang yang sakit parah dan sedang
untuk syarat orang yang diwajibkan membayar zakat fitrah adalah sebabgai
berikut:
1) Islam, ini merupakan syarat mutlak. Allah hanya mewajibkan zakat
kepada Umat Muslim saja.
2) Masih hidup ataupun terlahir sebelum shalat Ied
3) Memiliki satu sha‟ makanan pokok dan memiliki kelebihan makanan
pokok untuk dirinya dan keluarganya untuk malam hari raya sampai
siangnya.
1 sha‟ yang dimaksudkan dalam syarat tersebut adalah setara dengan
2,5kg makanan pokok yang biasa dimakan oleh pada daerahnya, atau bisa
juga dibayarkan dengan sejumlah uang yang seharga makanan pokok tersebut.
Waktu pembayayran zakat fitrah juga merupakan salah satu hal yang
penting untuk diingat, karena jika terlupa dan membayarkannya setelah shalat
Id maka akibatnya sangat fatal karena nilainya bukan lagi merupakan zakat
fitrah yang wajib dibayarkan muzakki untuk membersihkan jiwanya, namun
hanya bernilai sedekah biasa yang dibayarkan di luar bulan Ramadhan.
Menurut beberapa Ulama, ada beberapa perbedaan pilihan waktu dalam
membayarkan zakat fitrah.
1) Sejak terbenamnya matahari pada hari terakhir bulan Ramadhan sampai
sebelum shalat Id. Hal ini berdasarkan pendapat abu Tsauri, Ahmad, Ishak,
waktu untuk mengeluarkan zakat fitrah adalah saat terbit fajar di hari raya
Idul Fitri.
2) Boleh mulai dari dua hari sebelum hari raya Idul Fitri. Ini merupakan hasil
kesepakatan dari jumhur ulama.
3) Mulai dari awal Ramadhan sampai sebelum shalat Id. Hal ini berdasarkan
pendapat Abu Hanifah dan Imam Syafi‟I.
b. Zakat Harta (Zakat Mal)
Mal berasal dari bahasa Arab yaitu “maal” yang berarti harta benda.
Zakat mal adalah zakat yang dikeluarkan atas harta benda yang kita miliki.
Allah memerintahkan kepada kita untuk berbagi dengan orang yang
membutuhkan karena sesungguhnya di dalam harta kita terdapat suatu
bagian harta orang lain yang tidak mampu yang harus kita bagikan haknya.
Zakat mal dikeluarkan ketika harta yang dimiliki sudah mencapai nishab
dan haulnya. Harta benda yang wajib dibayarkan zakatnya antara lain
hewan ternak, emas dan perak, hasil pertanian, perniagaan atau
perdagangan, zakat profesi atau pekerjaan, hasil tambang (madin) dan
barang temuan (rikaz).23
5. Mustahik Zakat
Zakat sebagai salah satu ibadah yang manfaatnya selain untuk
membersihkan harta juga bermanfaat bagi saudara sesama Muslim yang
berhak untuk menerimanya dalam membangun dan meningkatkan taraf hidup
yang lebih baik. Oleh karena itu, zakat yang disalurkan haruslah tepat sasaran
kepada golongan mustahik sebagaimana yang telah disebutkan dalam
Al-Qur‟an, Firman Allah Q.S. At-Taubah: 60
Artinya: “Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir,
orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, Para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah
Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.”24
Ayat tersebut telah menjelaskan terdapat 8 golongan yang berhak
menerima zakat, dengan penjelasan sebagai berikut:
a. Fuqar, adalah jamak dari faqir yaitu orang yang tidak ada harta untuk
hidup sehari-hari dan tidak mampu bekerja dan berusaha.
b. Masakin, adalah jamak dari miskin yaitu orang yang penghasilan
sehari-harinya tidak mencukupi kebutuhan sehari-sehari-harinya.
c. Amil, yaitu orang-orang yang bertugas mengumpulkan dan membagikan
zakat kepada yang berhak menerimanya.
d. Muallaf, yaitu orang yang baru masuk Islam dan imannya masih lemah.
e. Hamba Sahaya (budak), yaitu orang yang belum merdeka.
f. Gharim, yaitu orang yang mempunyai banyak hutang, sedangkan ia
tidak mampu. Terdapat perbedaan pendapat dalam menafsirkan gharim
ini, aliran Syafi‟iyah menyatakan bahwa gharimin meliputi: 1) hutang
karena mendamaikan dua orang yang bersengketa, (2) hutang untuk
kepentingan pribadi, (3) hutang karena menjamin orang lain.
g. Sabilillah, yaitu orang-orang yang berjuang di jalan Allah SWT. Namun
pada perkembangannya, sabilillah tidak hanya pada jihad, akan tetapi
mencakup semua program yang memberi kemashlahatan pada umat
bahkan termasuk para ilmuwan yang melakukan tugas negara untuk
kepentingan umat Islam, meskipun secara pribadi ia kaya.
h. Ibnu Sabil, yaitu orang yang sedang dalam perjalanan (musafir) seperti
dalam berdakwah dan menuntut ilmu.25
6. Hikmah dan Manfaat Zakat
Zakat adalah salah satu ibadah selain bersifat horizontal terhadap Allah,
juga bersifat vertikal kepada sesama manusia, terutama memberikan manfaat
kepada saudara sesama Muslim yang termasuk dalam golongan mustahik
seperti yang sudah dijelaskan pada Bab I. Tidak hanya itu, beberapa manfaat
dan hikmah yang didapat dengan menunaikan ibadah zakat adalah:
Pertama, sebagai perwujudan keimanan kepada Allah SWT. Mensyukuri
nikmat-Nya, menumbuhkan akhlak mulia dengan rasa kemanusiaan yang
tinggi, menghilangkan sifat kikir, rakus dan matrealistis, menumbuhkan
ketenangan hidup, sekaligus membersihkan dan mengembangkan harta lain
yang dimiliki.
Kedua, zakat merupakan hak mustahik. Zakat berfungsi untuk membantu,
menolong da membina mustahik, terutama fakir miskin ke arah kehidupan
yang lebih baik dan lebih sejahtera, sehingga mereka dapat memenuhi
kebutuhan hidup mereka dengan layak, dapat beribadah kepada Allah SWT.,
terhindar dari bahaya kekufuran, sekaligus menghilangkan rasa iri, dengki dan
hasad yang mungkin timbul dalam diri mereka. Zakat sesungguhnya bukanlah
sekedar memenuhi kebutuhan yang bersifat konsumtif saja dan habis dalam
waktu sebentar, tetapi dapat memberikan kecukupan dan kesejahteraan kepada
mereka dengan cara menghilangkan ataupun memperkecil penyebab
kemiskinan mereka.26
Ketiga, sebagai pilar amal bersama (jama‟i) antara orang-orang yang
berkecukupan hidupnya dan para mujahid yang seluruh waktunya dihabiskan
untuk berjhad di jalan Allah, yang karena kesibukan tersebut ia tidak memiliki
waktu dan kesempatan untuk berikhtiar mencari nafkah untuk ia dan
keluarganya.
Keempat, sebagai salah satu sumber dana bagi pembangunan saran dan
prasarana yang harus dimiliki umat Islam, seperti sarana ibadah, pendidikan,
kesehatan, sosial maupun ekonomi, sekaligus sarana pengembangan kualitas
sumber daya manusia Muslim.27
Kelima, untuk memasyarakatkan etika bisnis yang benar. Sebab, zakat itu
bukanlah membersihkan harta yang kotor, akan tetapi mengeluarkan bagian
dari hak orang lain dari harta yang kita usahakan dengan baik dan benar sesuai
dengan ketentuan Allah SWT.
Keenam, dari sisi pembangunan kesejahteraan umat, zakat merupakan
salah satu instrumen pemerataan pendapatan. Zakat yang dikelola dengan baik
dimungkinkan membangun oertumbuhan ekonomi sekaligus pemerataan
pendapatan.28
Ketujuh, dorongan ajaran Islam yang begitu kuat kepada orang-orang yang
beriman untuk berzakat, berinfak dan bersedekah menunjukkan bahwa ajaran
Islam mendorong umatnya untuk mampu bekerja dan berusaha sehingga
memiliki harta kekayaan yang disamping dapat memenuhi kebutuhan hidup ia
dan keluarganya, juga bisa digunakan untuk berzakat.29
27 Sayyid Sabiq, Op.Cit, hlm. 146
28 Monzer Kahf, Ekonomi Islam, Telaah Analitik Terhadap Fungsi Sistem Ekonomi Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1955), hlm. 88
Secara khusus, hikmah zakat juga dapat dilihat dari berbagai sisi, yang
berkaitan dengan orang yang berzakat (muzakki), penerimanya (mustahiq),
harta yang dikeluarkan maupun bagi masyarakat keseluruhan.
a. Bagi Para Muzakki
1) Menghilangkan sifat kikir dan bakhil.
2) Menanamkan perasaan cinta kasih terhadap golongan yang lemah.
3) Mengembangkan rasa dan semangat kesetia kawanan dan kepedulian
sosial.
4) Membersihkan harta dari hak-hak (bagian kecil) para penerima zakat
(mustahik).
5) Menumbuhkan kekayaan si pemilik jika dalam memberikan zakat,
infak dan sedekah tersebut dilandasi rasa tulus dan ikhlas.
6) Terhindar dari ancaman Allah SWT dan siksaan yang pedih.
b. Bagi Para Mustahik
1) Menghilangkan perasaan sakit hati, iri hati, benci dan dendam terhadap
golongan kaya yang hidup serba kecukupan dan mewah yang tidak
peduli dengan masyarakat bawah.
2) Menimbulkan dan menambahkan rasa syukur serta simpati atas
partisipasi golongan kaya terhadap kaum dhuafa.
3) Menjadi modal kerja usaha mandiri yang akan mengangkat taraf hidup.
1) Menunjang keberhasilan pelaksanaan program pembangunan dalam
meningkatkan kesejahteraan umat Islam.
2) Memberikan solusi aktif mengentas kecemburuan sosial di kalangan
masyarakat.
B.Konsep Zakat Harta
1. Definisi Zakat Harta
Pada dasarnya pengertian zakat harta tidak jauh berbeda dengan pengertian
zakat pada umumnya, karena zakat harta merupakan salah satu dari jenis-jenis
zakat. Namun, ada juga beberapa Imam besar Mahzab, Ulama dan juga ahli
fiqih pernah memberikan definisi zakat harta secara khusus.
“Menurut Imam Maliki, Zakat Mal (Zakat Harta) adalah sebagian dari tertentu dari harta tertentu yang telah mencapai nisab bagi orang yang berhak menerimanya dengan ketentuan harta yang dimiliki tersebut dimiliki secara sempurna, telah mencapai haul dan bukan barang tambang. Imam Abu Hanifah mendefinisikan, Zakat Mal adalah pemindah kepemilikan tertetu dari harta tertentu kepada seseorang berdasarkan ketetapan Allah SWT. Imam Syafi‟I mendefinisikan Zakat Mal adalah sesuatu yang dikeluarkan dari harta atau jiwa tertentu dengan cara terentu pula. Ahmad Ibnu Hanbal zakat dengan hak wajib pada harta tertentu pada waktu tertentu pula. Sedangkan, menurut Yusuf Qardhawi, Zakat Mal adalah sejumlah harta tertentu yang diwajibkan Allah
menyerahkan kepada orang yang berhak untuk menerimanya.”30
Menurut Rizal Qosim, dalam bukunya Pengamalan Fiqih beliau
mendefinisikan zakat mal sebagai bagian dari harta kekayaan seseorang atau
badan hukum yang wajib diberikan kepada orang tertentu setelah mencapai
jumlah tertentu dan setelah dimiliki selama jangka waktu tertentu pula.31
Dari beberapa pengertian di atas, penulis menyimpulkan yang dimaksud
dengan zakat harta (Zakat Mal) adalah sebagian harta yang harus dikeluarkan
oleh pemiliknya baik itu perseorangan ataupun badan hukum setelah harta
tersebut tercapai syarat-syaratnya (nisab dan haul) sesuai aturan syara‟ untuk
diberikan kepada orang-orang yang berhak menerimanya.
2. Dasar Hukum Zakat Harta
Zakat harta merupakan salah satu dari jenis harta yang juga wajib untuk
dikeluarkan agar harta lain yang dimiliki tetap suci dan dapat berkembang.
Dasar hukum zakat harta ada di semua sumber hukum Islam, diantaranya
adalah:
a. Al-Qur‟an
1) Firman Allah Q.S. At-Taubah: 35
Artinya: “pada hari dipanaskan emas perak itu dalam neraka
Jahannam, lalu dibakar dengannya dahi mereka, lambung dan punggung mereka (lalu dikatakan) kepada mereka: "Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu
sendiri, Maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang
kamu simpan itu.”32
Ayat ini menjelaskan tentang Allah mengancam orang-orang bakhil
yang menyimpan emas dan perak di dalam peti, tanpa menafkahkannya
di jalan kebaikan, bahwa mereka akan mendapatkan siksa yang lebih
pedih di dalam neraka. Yaitu pada hari ketika harta benda yang mereka
simpan itu dibakar dengan mereka, dan dikatakan kepada mereka
“inilah balasan bagi perbuatan kalian di dunia. Kalian telah menahan
harta agar tidak dimakan oleh orang fakir miskin, supaya kalian
menikmatinya sendiri, maka balasan kalian adalah harta itu menjadi
bencana yang menimpa kalian; pinggang dan punggung kalian dibakar
dengannya, sehingga ia tidak bermanfaat di dalam agama dan dunia.33
2) Firman Allah Q.S Ali-Imran: 14
Artinya: “dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada
apa-apa yang diingini, Yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di
32Rifai‟I, H. Moh, Abdulghoni, Rosihin, Op.Cit, hlm. 174
dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik
(surga).”34
b. Hadits
1) Ketika Rasulullah SAW mengutus Muadz bin Jabal sebagai gubernur
Yaman, salah satu perintah dikeluarkannya adalah untuk memungut
zakat dari orang yang kaya untuk dibagikan kepada penduduk yang
termasuk ke dalam mustahik zakat. Beliau bersabda kepadanya:
اًرَاعٍُ َثَعَب ٌََيَعَٗ َِْٔٞيَع َُٔيىا َٜيَص َِٜبَْىا ََُأ اَََُْْٖع َُٔيىا َِٜضَس ِطاَبَغ ِِبْا َِْع
ََّٜأ َٗ َِٔيىاَلاِإ ََٔىِاَلا َُْا ِةَداََٖش َٜىِإ ٌُُْٖعْدا َهاَقَف َََِِٞىا َٚىا َٜىِإ َُْْٔع َُٔيىا َِٚضَس
ََُِْْٖٗ٘يْع َاَف َلِى َزِىاَْ٘ع َاطًأ ٌُْٕ ُِْئَف َِٔيىا ُهُْ٘عَس
,
ِٜف ًتَقَذَص ٌَِْْٖٞيَع ُضَشَتْقَا ََٔيىا ََُا
ٌِِْٖع اَشَقُف َٜيَع ُداَشُتَٗ ٌِِْٖع َاِْْٞغَأ ٍِِْ ٌزَخُْ٘ت ٌِِْٖىَاٍَْ٘ا
(
ٛاخبىا ٓاٗس
)
Artinya: “dari Ibnu Abbas r.a berkata NabiSAW mengirimkan Mu‟adz
r.a ke Yaman. Beliau bersabda kepadanya: “Ajaklah mereka
supaya mengakui bahwa tidak ada Tuhan selain Allah, dan sesungguhnya aku pesuruh Allah. Jika mereka telah mematuhi yang demikian, terangkanlah kepada mereka, shalat lima waktu sehari semalam. Kalau mereka telah mentaatinya, ajarkanlah bahwa Allah SWT. memerintahkan kepada mereka supaya membayar zakat harta mereka, diambil dari orang yang kaya diantara mereka dan diberikan kepada orang-orang
yang miskin”. (HR. Bukhori)35
2) Menurut Abdul Rahman Al-Jazmi dalam kitabnya menjelaskan
ٍتَصُْ٘صّْخٍُ ِطِئاَشَشِب ِِٔقِحَتْغَُِى ُصُْ٘صّْخٍُ َهَاٍ ُلِيََْت
34Rifai‟I, H. Moh, Abdulghoni, Rosihin, Op.Cit, hlm. 47
Artinya: “Kepemilikan harta yang secara khusus untuk diberikan
kepada yang berhak menerimanya dengan syarat-syarat yang khusus
pula.”36
3. Jenis-jenis dan Nishab Zakat Harta
a. Hewan Ternak
Hewan ternak yang dimiliki seorang Muslim selain telah sampai nisab
dan telah dimiliki lebih dari satu tahun atau telah memenuhi haul harus
juga memenuhi dua syarat lain yaitu digembalakan dan tidak dipekerjakan.
Digembalakan maksudnya adalah dengan sengaja diurus sepanjang
tahun untuk maksud memperoleh susu, bibit baru, pembiakkan dan
dagingnya. Binatang gembalaan adalah binatang yang memperoleh
makanan di lapangan penggembalaan terbuka sebagai konsekwensi,
pemilik harus memberi binatang itu makan, tidak mesti dalam seluruh hari
dalam setahun tetapi jika sudah digembalakkan pada sebahagian besar hari
dalam setahun sudah dapat memenuhi syarat. Hukum ini tidak gugur,
sekalipun hanya digembalakkan di lapangan dalam beberapa saat saja
dikarenakan padang rumput tidak ada atau hanya sedikit atau oleh keadaan
apapun juga.
Tidak dipekerjakan maksudnya adalah tidak dipekerjakan untuk
kepentingan pemiliknya, seperti menggarap tanah pertanian, dijadikan alat
untuk mengambil air guna menyirami tanaman, dipergunakan untuk alat
pengangkut barang dan lain sebagainya. Pendapat ini dikemukakan oleh
Abu Ubaid.37
Ulama sepakat dalam menetapkan wajib zakat untuk binatang-binatang
tersebut, tetapi berbeda pendapat tentang macam-macam binatang yang
wajib dizakatkan. Mereka sepakat menetapkan zakat wajib terhadap unta,
lembu dan kerbau, sapi, kambing dan biri-biri. Namun ada juga ulama yang
memasukkan ayam, unggas dan ikan sebagai hewan terrnak yang wajib
untuk dizakatkan dengan hitungan keuntungan yang diperoleh di akhir
tahun bukan dihitung perekor.38
Kebanyakan ulama menetapkan bahwa binatang-binatang tersebut
diwajibkan zakat jika mencari makan sendiri dengan pengembalaan.
Adapun jika diberi umpannya, atau dipekerjakan tidak ada zakat untuknya.
Demikian pendapat yang diungkapkan Abu Hanifah, Asy-Syafi‟I dan
Ahmad. Abu Hanifah dan Ahmad mengatakan binatang yang digembala
dalam sebagian tahun wajib zakat. Sedangkan, Asy-Syafi‟I mengatakan,
binatang yang wajib zakat ialah yang digembala sepanjang tahun.39
37 Yusuf Al-Qardhawi, Op.Cit, hlm. 170-174
1) Unta
Unta, baik unta Khursani maupun unta Arab campur masing-masing
2,5. Tidak ada zakat bagi unta yang kurang dari lima ekor, jantan atau
betina.40
Tabel 2.1 Nishab Zakat Unta
Telah sepakat pula para ulama, banyaknya wajib zakat unta adalah
sampai 120 ekor, adapun lebih dari 120 ekor, maka pendapat yang dipakai
menurut jumhur Ulama setiap 50 ekor unta zakatnya 1 ekor anak unta betina
(umur 3 tahun lebih) dan setiap 40 ekor unta zakatnya 1 ekor anak unta betina
(umur 2 tahun lebih).
40 Agus Thayib Afifi dan Shabibi Ika, Op.Cit., hlm. 71-72
Jumlah Ekor Unta Jumlah Zakat
5-9 ekor unta 1 ekor kambing
10-14 ekor unta 2 ekor kambing
15-19 ekor unta 3 ekor kambing
20-24 ekor unta 4 ekor kambing
25-35 ekor unta 1 ekor anak unta betina (berumur
1 tahun lebih)
36-45 ekor unta 1 ekor anak unta betina (berumur
2 tahun lebih)
46-60 ekor unta 1 ekor anak unta betina (berumur
3 tahun lebih)
61-75 ekor unta 1 ekor anak unta betina (berumur
4 tahun lebih)
76-90 ekor unta 2 ekor anak unta betina (berumur
2 tahun lebih)
91-120 ekor unta 3 ekor anak unta betina (berumur
2) Lembu dan Kerbau
Nishab zakat antara lembu dan kerbau disamakan, digabungkan
masing-masing setengahnya. Sebagian ulama mengatakan, tidak ada zakat bagi
lembu yang kurang dari 50 ekor, jika ada 50 ekor maka zakatnya adalah
seekor lembu, jika ada 100 ekor lembu maka zakatnya 2 ekor lembu, begitu
seterusnya. Tidak ada zakat terhadap yang lebih sebelum sampai 50 ekor.
Golongan yang lain mengatakan bahwa terhadap 5 ekor lembu, zakatnya
adalah seekor kambing, 10 ekor lembu zakatnya 2 ekor kambing, 15 ekor
lembu zakatnya 3 ekor kambing, 20 ekor lembu zakatnya 4 ekior kambing
dan terhadap 25 ekor lembu zakatnya 1 lembu
Golongan ulama yang lainnya juga mengatakan tidak ada zakat terhadap
lembu hingga berjumlah 30 ekor, terhadapnya zakatnya seekor tabi’ (anak
lembu yang berumur 2 tahun). Apabila sampai 40 ekor lembu zakatnya
seekor lembu betina musinah (lembu yang berumur 4 tahun). Terhadap 60
ekor lembu zakatnya 2 ekor tabi’. Terhadap 70 ekor lembu zakatnya seekor
musinah dan seekor tabi’. Demikian pendapat yang diungkapkan Ahmad,
Asy-Syafi‟I dan Malik.41
3) Sapi
Sapi merupakan salah satu hewan yang banyak diternakkan, sapi baru
wajib untuk dibayarkan zakatnya jika sudah berjumlah 30 ekor atau lebih.42
41 Hasbi ash-Shiddieqy, Op.Cit, hlm. 123
Tabel 2.2 Nishab Zakat Sapi
Jumlah Sapi Besar Zakat
30-39 ekor sapi 1 ekor sapi jantan/betina tabi’
40-59 ekor sapi 1 ekor sapi jantan/betina musinnah
60-69 ekor sapi 2 ekor sapi jantan/betina tabi’
70-79 ekor sapi 1 ekor sapi musinnah dan betina
tabi’
80-89 ekor sapi 2 ekor sapi musinnah
Selanjutnya, setiap jumlah sapi bertambah 30 ekor zakatnya bertambah
1 ekor tabi’. Sementara itu, jika setiap jumlah sapi tersebut bertambah 40
ekor maka zakatnya bertambah 1 ekor musinnah.
4) Kambing
Nisab kambing adalah 40 ekor. Jadi, seorang Muslim yang memelihara
kambing yang berjumlah 40 ekor atau lebih wajib membayarkan zaka
hartanya.
Tabel 2.3 Nishab Zakat Kambing
Jumlah Kambing Besar Zakat
40-120 ekor kambing 1 ekor kambing 2 tahun atau
domba 1 tahun
121-200 ekor kambing 2 ekor kambing/domba
Selain kambing, domba juga memiliki ketentuan nishab dan pembayaran
zakat yang sama seperti perhitungan zakat kambing.43
5) Ayam/Unggas/Ikan
Nishab ayam, unggas dan ikan dihitung berdasarkan keuntungan di
akhir tahun, yaitu keuntungannya mencapai jumlah seharga 85 gram
emas atau tidak. Jika keuntungannya lebih besar dari harga 85 gram
emas, maka wajib dibayarkan zakatnya sebanyak 2,5% dari keuntungan
tersebut.
Namun, sejalan dengan perkembangan ekonomi, objek zakat tidak lagi
secara langsung hanya masuk pada satu bagian tertentu saja, khususnya
pada zakat hewan ternak ini. Kadangkala terjadi tumpang tindih antara
yang satu dan yang lainnya. Sebagai contoh, kini berkembang perusahaan
yang berbasis pada peternakan. Apakah zakatnya dimasukkan pada zakat
peternakan ataukah zakat perdagangan.
Salah satu syarat utama dalam zakat peternakan adalah al-saum,
bahwasannya ternak-ternak tersebut mencari rumput sendiri selama atau
sebagian waktu tahun dan bukan binatang yang diupayakan pakannya
dengan biaya pemilikan. Kenyataan yang banyak terjadi, hampir semua
jenis peternakan sekarang tidak lagi memenuhi persyaratan al-saum, akan
tetapi dipelihara, diberikan pakan dan ditempatkan pada tempat-tempat
atau kandang yang telah dipersiapkan dengan baik. Menurut Yusuf
Qardhawi tidak boleh terjadi penetapan dua kali dalam menetapkan
kewajiban zakat, maka Didin Hafiduddin memberikan pendapat44 bahwa
jika terdapat peternakan yang dikelola, dipelihara dan juga diternakkan,
tidak memenuhi persyaratan kewajiban zakat seperti tersebut diatas,
sementara niat pemeliharaanya untuk dijadikan sebagai komoditas
perdagangan, maka zakatnya termasuk ke dalam zakat perdagangan.
Nishabnya seharga 85 gram emas dan kadar zakatnya sebesar 2,5%,
dikeluarkan setiap tahun satu kali.
b. Emas dan Perak
1) Emas
Apabila seseorang telah memiliki emas yang sudah mencapai nishab
dan sudah cukup haulnya, maka wajib untuk dikeluarkan zakatnya. Jika
tidak sampai nishabnya maka tidak wajib untuk dizakatkan, kecuali jika
emas tersebut diperjual belikan.
Nishab emas adalah 85 gram dengan lama kepemilikan satu tahun
dan jumlah zakat yang dikeluarkan adalah 2,5% dari jumlah keseluruhan
emas. Orang yang memiliki sama dengan atau lebih emas 85 gram wajib
membayar zakat emasnya.
Ibnu Mundzir mengatakan, “Para ahli ilmu ijma’ telah sepakat bahwa
emas apabila ada 20 mitsqal dan harganya 200 dirham, sudah wajib
zakat. Tegasnya, nishab emas adalah 20 mitsqal dengan tidak melihat
harganya.” Demikian pendapat Abu Hanifah, Malik, Asy-Syafi‟I dan
Ahmad.
Sebagian ulama diantaranya Hasan Bishri dan kebanyakan sahabat
Daud ibn Ali mengatakan “Nishab emas adalah 40 mitsqal.”. Pendapat
lain juga diungkapkan Malik dalam buku Al-Muwaththa‟, ia
mengatakan “Sunnah yang tidak ada perselisihan menurut kami ialah
zakat emas ialah wajib pada 20 dinar, sebagaimana wajib pada 200
dirham.”45
Satu dinar bernilai seharga 2,25 gram emas, sedangkan menurut
hadis riwayat Ahmad, Abu Daud dan Baihaqi yang dishahihkan oleh
Imam Bukhari mengatakan “Tidak ada kewajiban bagi dirimu taas
sesuatu, sehingga kamu mempunyai dua puluh dinar…”, 20 dinar
bernilai seharga 85 gram emas. Maka dapat disimpulkan menurut hadits
shahih di atas, nishab emas adalah 20 dinar atau senilai dengan 85 gram
emas.
Bagaimana dengan zakat emas campuran (tidak murni). Ada
beberapa pendapat, diantaranya menurut Imam Syafi‟I tidak ada
kewajiban zakat, kecuali pada emas yang terpisah dari campurannya.
Pendapat lain diungkapkan oleh Abu Hanifah yang mengatakan zakat
yang harus dikeluarkan dari emas campuran yang seharga 20 dinar
adalah setengah dinar, sedangkan yang jumlahnya melebihi 20 dinar
maka tidak ada kewajiban zakat yang lebih atasnya, kecuali jumlah
tambahan itu mencapai 4 dinar, zakatnya dadalah 1/40 dinar. Menurut
Ibnu Hazm, jika pencampuran emas itu tidak mengubah warna dan
kadarnya maka gugur hukum pencampurannya, sehingga wajib untuk
dikeluarkan zakatnya. Sedangkan menurut sebagian tabiin nishab emas
campuran adalah 200 dirham dengan kadar zakatnya 5 dirham dan
setiap penambahan 40 dirham zakatnya 1 dirham dan 1 dinar untuk
penambahan 40 dinar.
2) Perak
Nishab perak adalah 595 gram dengan satu tahun atau lebih masa
kepemilikan sebagai haulnya dan jumlah zakat yang harus deikeluarkan
adalah 2,5%. Adapun tata cara perhitungannya sama dengan zakat
emas.46
Ulama sepakat menetapkan nishab perak sebesar 5 auqiyah yang
senilai dengan 200 dirham. Jumlah zakatnya adalah 2,5%. Ibnu Hazm
mengatakan, tidak ada zakat perak, baik ia masih terurai atau sudah
ditempa, tidak dicampurinya oleh sesuatu hingga cukup 5 auqiyah bila
sampai setahun lamanya maka nilainya 5 dirham. Apabila lebih dan
cukup setahun maka terhadap yang lebih banyak atau sedikit,
rubu’usyer-nya. Bila kurang dari 5 auqiyah walaupun sedikit saja tidak
ada zakat. Demikian pendapat Umar, Al-Hasan, Al-Bishri, Asy-Sya‟bi,
Sufyan, Abu Sulaiman dan Asy-Syafi‟i.
Malik mengatakan kalau kurangnya sedikit benar yang dapat
dimaafkan dalam timbangan, terhadapnya wajib zakat.47
3) Zakat Pertanian
Para ulama sepakat tentang kewajiban wajib zakat terhadap zakat
pertanian, karena berdasarkan pada dalil Al-Qur‟an dan hadits yang
bersifat qath’I, namun berbeda pendapat dalam menentukan jenis-jenis
tanaman yang dikenakan wajib zakat. Pendapat yang paling kuat untuk
dipegang adalah pendapat Abu Hanifah yang bersumber dari penegasan
Umar bin Abdul Aziz, Mujtahid, Hamid, Daud, dan Nakha‟I, bahwa
semua tanaman wajib untuk dikenakan zakat tanpa membedakan
makanan pokok ataupun bukan.
Pengeluaran zakatnya tidak harus dilakukan setiap kali panen. Kadar
zakatnya kalau dialiri dengan air sungai atau air hujan adalah 1/10 (10%),
namun jika dialiri dengan kincir angin yang ditarik oleh binatang atau
disirami dengan alat yang memakai biaya, zakatnya adalah 1/20 (5%).
Selebihnya dari satu nishab (300 sha‟) dihitung zakatnya menurut
perbandingan tersebut di atas.48
47 Hasbi ash-Shiddieqy, Op.Cit, hlm. 69-70
4) Zakat Perdagangan
Zakat perdagangan adalah zakat yang dikeluarkan dari kepemilikan
harta yang digunakan untuk berdagang. Berikut adalah beberapa
ketentuan mengenai zakat perdagangan:
a) Nishab zakat perdagangan sama dengan nishab zakat emas, yaitu
senilai dengan harga 85 gram emas.
b) Kewajiban membayar zakatnya adalah 2,5% dari keseluruhan harta.
c) Dapat dibayarkan dengan uang atau barang.
d) Zakat ini dikenakan pada perdagangan ataupun perseroan.
e) Pada badan usaha yang berbentuk serikat (kerja sama) maka jika
semua anggota serikat tersebut beragama Islam, zakat dikeluarkan
terlebih dahulu sebelum dibagikan kepada pihak-pihak yang
berserikat, namun jika anggota berserikat terdapat orang yang
non-Muslim maka zakat hanya dikeluarkan dari anggota serikat yang
Muslim saja.49
Yusuf Al-Qardhawi berpendapat bahwa kepemilikan satu tahun
(haul) terhadap nishab bukan merupakan salah satu syarat zakat
perdagangan, karena tidak memiliki dalil yang kuat. Apabila harta
perdagangan telah sempurna mencapai nishab pada akhir tahun, maka
pada saat itulah kewajiban zakat telah ada pada seorang Muslim,
demikianlah berlangsung setiap tahunnya meskipun di tengah tahun
terjadi pengurangan pada ukuran nishab.
Imam Abu Hanifah dan Imam Syafi‟I dalam salah satu pendapatnya
juga mengungkapkan bahwa pedagan diperkenankan memilih unutk
mengeluarkan zakatnya dalam bentuk barang ataupun uang, hal ini
dikaitkan dengan kebutuhan dan kemashlahatan dari mustahik. Jika
mustahik merasa lebih memerlukan benda maka berikanlah benda
tersebut dan jika mustahik lebih membutuhkan uang untuk keperluan
lainnya, maka berikanlah uang kepadanya.50
Zakat kekayaan dagangan dilakukan setiap tutup buku setelah
perdagangan berjalan satu tahun lamanya, uang yang ada dan semua
barang yang ada dihitung harganya. Dari jumlah itu dikeluarkan
zakatnya 2,5%.51
Penghitungan zakat perdagangan ini juga diqiyaskan pada zakat
profesi lainnya. Zakat profesi dikeluarkan saat pendapatan yang telah
dikurangi kebutuhan, jika harta tersebut masih mencapai nishab maka
dikeluarkan zakatnya sebesar 2,5%. Zakat profesi ini bisa dikeluarkan
setiap bulan ataupun pada akhir tahun.
5) Zakat Barang Tambang (Ma’din)
50 Didin Khafidhuddin, Op.Cit, hlm. 47-48
Ma’din dan rikaz merupakan barang-barang yang terpendam di
dalam bumi, ma’din merupakan bagian dari rikaz yang berupa benda
logam berharga, seperti: emas, perak, tembaga dan barang tambang
lainnya.
Kewajiban untuk menunaikan zakat barang-barang tambang adalah
setiap kali barang itu selesai dibersihkan (diolah), nishab barang
tambang adalah seharga nilai emas 96 gram atau perak 672 gram, kadar
zakatnya adalah 2,5%. Kewajiban untuk menunaikan zakat barang
tambang adalah setiap kali orang menemukan barang tersebut.52
Di samping apa yang telah disebutkan di atas, sumber-sumber zakat
lainnya masih perlu digali sesuai perkembangan zaman. Sumber-sumber
penggalian zakat, menurut Sechul Hadi Poernomo, adalah semua hasil bumi
yang bernilai ekonomis. Yaitu seluruh hasil manusia yang menguntungkan.53
C. Konsep Perwalian
1. Konsep Perwalian Menurut Hukum Positif
a. Definisi Perwalian Menurut Hukum Positif
Kamus Hukum menyebutkan bahwa perkataan “wali” dapat diartikan
pula sebagai orang yang mewakili. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974
Tentang Perkawinan, hal perwalian diatur dalam Pasal 50 Ayat (1), berbunyi:
52 Mohammad Daud Ali, Op.Cit, hlm. 47
“Anak yang belum mencapai 18 (delapan belas) tahun atau belum pernah
melangsungkan perkawinan, yang tidak berada di bawah kekuasaan orang tua,
berada di bawah kekuasaan wali”
Perwalian menurut KUHPerdata terdapat pada Pasal 330 ayat (3) yang
menyatakan “Mereka yang belum dewasa dan tidak berada di bawah
kekuasaan orang tua, berada di bawah perwalian atas dasar dan cara
sebagaimana teratur dalam bagian ketiga, keempat, kelima dan keenam bab
ini.”
Perwalian sendiri menurut Sudarsono, memiliki pengertian yaitu
pengurusan terhadap harta kekayaan dan pengawasan pribadi seorang anak
yang belum dewasa sedangkan anak tersebut tidak berada di bawah kekuasaan
orang tua.54
Menurut Subekti, perwalian adalah pengawasan terhadap anak di bawah
umur, yang tidak berada di bawah kekuasaan orang tua serta pengurusan
benda atau kekayaan anak tersebut diatur oleh Undang-Undang.55
Berdasarkan beberapa pengertian di atas, penulis menyimpulkan bahwa
pengertian dari perwalian adalah pengawasan terhadap harta dan anak-anak
yang belum dewasa dan belum pernah menikah sebelumnya secara pribadi
yang anak tersebut tidak berada dalam pengawasan orang tua kandungnya.
Adapun yang termasuk dalam anak di bawah perwalian, adalah;