• Tidak ada hasil yang ditemukan

Harmonisasi Antara Hak Atas Informasi Kesehatan Bagi Masyarakat dengan Kewajiban Menyimpan Rahasia Medis oleh Tenaga Kesehatan dalam Kebijakan Penanggulangan HIV/AIDS di Kabupaten Sragen - UNS Institutional Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Harmonisasi Antara Hak Atas Informasi Kesehatan Bagi Masyarakat dengan Kewajiban Menyimpan Rahasia Medis oleh Tenaga Kesehatan dalam Kebijakan Penanggulangan HIV/AIDS di Kabupaten Sragen - UNS Institutional Repository"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

i

HARMONISASI ANTARA HAK ATAS INFORMASI KESEHATAN BAGI MASYARAKAT DENGAN KEWAJIBAN MENYIMPAN RAHASIA MEDIS OLEH

TENAGA KESEHATAN DALAM KEBIJAKAN PENANGGULANGAN HIV/AIDS DI KABUPATEN SRAGEN

TESIS

Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister Program Studi Ilmu Hukum

Konsentrasi : Hukum Kesehatan

Disusun oleh : WISNU RETNANINGSIH

NIM S301602002

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

(2)

HARMONISASI ANTARA HAK ATAS INFORMASI KESEHATAN BAGI MASYARAKAT DENGAN KEWAJIBAN MENYIMPAN RAHASIA MEDIS OLEH

TENAGA KESEHATAN DALAM KEBIJAKAN PENANGGULANGAN HIV/AIDS DI KABUPATEN SRAGEN

Disusun Oleh : WISNU RETNANINGSIH

NIM : S301602002

Telah disetujui oleh Pembimbing :

Nama Tanda Tangan Tanggal

Dr. Hari Purwadi, S.H., M.H. ……… ……….. NIP. 1964120120051001

Dr. Isharyanto, S.H., M.Hum ……… ……….. NIP. 197805012003121002

Mengetahui,

Ketua Program Studi Magister Ilmu Hukum

(3)

iii

HARMONISASI ANTARA HAK ATAS INFORMASI KESEHATAN BAGI MASYARAKAT DENGAN KEWAJIBAN MENYIMPAN RAHASIA MEDIS OLEH

TENAGA KESEHATAN DALAM KEBIJAKAN PENANGGULANGAN HIV/AIDS DI KABUPATEN SRAGEN

Disusun Oleh : WISNU RETNANINGSIH

NIM : S301602002

Telah disetujui oleh Tim Penguji :

Jabatan Nama Tanda Tangan Tanggal

1. Ketua Dr. Arief Suryono, SH, M.H ... ... NIP. 195809291987021001

2. Anggota Penguji Dr. Hari Purwadi, SH, M.Hum ………... ……... NIP. 1964120120051001

3. Anggota Penguji Dr. Isharyanto, SH, M.Hum ……… ……….. NIP. 197805012003121002

Mengetahui :

Direktur Program Pascasarjana Ketua Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukun

(4)

PERNYATAAN

Nama : WISNU RETNANINGSIH NIM : S 301602002

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa penelitian hukum (tesis) yang berjudul

HARMONISASI ANTARA HAK ATAS INFORMASI KESEHATAN BAGI

MASYARAKAT DENGAN KEWAJIBAN MENYIMPAN RAHASIA MEDIS OLEH TENAGA KESEHATAN DALAM KEBIJAKAN PENANGGULANGAN HIV/AIDS DI

KABUPATEN SRAGEN” adalah benar-benar karya saya sendiri. Hal yang bukan karya saya dalam penulisan hukum (tesis) ini diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka.

Apabila benar dikemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan penulisan hukum (tesis) dan gelar yang saya peroleh dari penulisan hukum (tesis) ini. Selanjutnya untuk keasllian tesis saya, saya bersedia di-upload atau dipublikasi website Program Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Surakarta, Nopember 2017 Yang Membuat Pernyataan

(5)

v

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan begitu banyak nikmat-Nya sehingga tesis yang berjudul “Harmonisasi Antara Hak Atas Informasi Kesehatan Bagi Masyarakat Dengan Kewajiban Menyimpan Rahasia Medis Oleh Tenaga Kesehatan Dalam Kebijakan Penanggulangan HIV/AIDS Di Kabupaten Sragen” ini dapat penulis selesaikan tepat pada waktunya guna memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Magister Program Studi Ilmu Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta. Tesis ini membahas tentang analisis harmonisasi dalam kebijakan penanggulangan HIV/AIDS di Kabupaten Sragen.

Dalam kesempatan ini, penulis juga bermaksud menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis baik secara materiil maupun moril sehingga penulisan tesisi dapat selesai dengan baik dan lancar terutama kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Ravik Kasidi, MS, selaku rektor Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2. Bapak Prof. Dr. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd., selaku Direktur Program Pascasarjana

Universitas Sebelas Maret Surakarta.

3. Bapak Prof. Dr. Supanto, S.H., M.Hum., selaku Dekan Program Studi Magister Ilmu Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.

4. Bapak Dr. Hari Purwadi, S.H., M.Hum, selaku Ketua Program Studi Magister Ilmu Hukum dan selaku pembimbing I yang telah memberikan bimbingan, arahan, petunjuk dan masukan bagi kesempurnaan penulisan tesis ini sehingga tesis ini dapat tersusun dan terselesaikan dengan baik dan lancar Universitas Sebelas Maret Surakarta.

5. Bapak Dr. Isharyanto, SH., M. Hum., selaku dosen pembimbing II yang telah memberikan bimbingan, arahan, petunjuk dan masukan bagi kesempurnaan penulisan tesis ini sehingga tesis ini dapat tersusun dan terselesaikan dengan baik dan lancar. 6. Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Magister Ilmu Hukum Universitas Sebelas Maret

Surakarta yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah memberikan ilmunya dengan penuh dedikasi dan keikhlasan sehingga menambah wawasan dan pengetahuan penulis.

(6)

8. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Sragen dr.H.Hargiyanto, M.Kes beserta jajaran Dinas Kesehatan Kabupaten Sragen, khususnya bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit.

9. Keluarga besar Puskesmas Kedawung 2 Sragen dan keluarga besar Puskesmas Sambirejo Sragen yang selalu memberikan dukungan penulis dalam menyelesaikan penelitian ini.

10.Keluarga tercinta, Ayahanda Rawuh Soeprijanto MS, yang selalu mengiringi langkah penulis dengan doa, suami Tri Raharno, SKM, M.Kes yang selalu sabar mendampingi dan memberikan semangat kepada penulis, anak-anakku Avisena Surya Wihartama, Krishna Rizqy Wihartama, Assyifa Putri Wihartama yang selalu menjadi penyemangat (mood booster) bagi penulis.

11.Teman-teman kelas Hukum Kesehatan dan teman-teman Program Studi Magister Ilmu hukum Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Tahun 2016 yang telah memberikan semangat dan doa sehingga penelitian ini dapat terselesaikan tepat waktu. 12.Semua pihak yang telah yang telah membantu dalam penyusunan tesis ini yang tidak

dapat penulis sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa dalam tesis ini masih banyak kekurangan dan masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi perbaikan pada masa yang akan datang. Dan semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Surakarta, Agustus 2017

(7)

vii

2. Tinjauan terhadap Informasi Kesehatan ... 16

3. Tinjauan Rahasia Kedokteran ... 18

4. Tinjauan terhadap Harmonisasi Hukum ... 21

5. Teori yang digunakan dalam melakukan harmonisasi hukum ... 24

B. Penelitian Yang Relevan ... 26

BAB IV HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN ... 34

(8)

B. Harmonisasi hukum yang perlu dilakukan untuk pengaturan hak atas informasi kesehatan bagi masyarakat terkait dengan penularan penyakit berhubungan dengan kebijakan

penanggulangan HIV AIDS DI Kabupaten Sragen ... 73

BAB V PENUTUP ... 77

A. Kesimpulan ... 77

B. Implikasi ... 79

C. Saran ... 79

(9)

ix

DAFTAR SINGKATAN

AIDS Acquired Immune Deficiency syndrome ANC Antenatal Care

ARV Anti Retroviral

ASI Air susu Ibu

Fasyankes Fasilitas Pelayanan Kesehatan HAM Hak Asasi Manusia

HIV Human Immunodeficiency Virus

IDU Injecting Drug Use

IMS Infeksi Menular Seksual KDS Kelompok dukungan Sebaya KTS Konseling dan Tes Secara Sukarela KIA Kesehatan Ibu dan Anak

KIE Komunikasi, Informasi dan Edukasi LBT Laki-laki Beresiko Tinggi

LKB Layanan Komprehensif Berkesinambungan LSL Lelaki yang berhubungan Seks dengan Lelaki ODHA Orang Dengan HIV/AIDS

PDP Perawatan, Dukungan dan Pengobatan Penasun Pengguna Narkoba Suntik

PMTCT Prevention of Mother to Child Transmission PPIA Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Anak

TB Tuberculosis

TIPK Test HIV atas Inisiatif Pemberi Pelayanan Kesehatan dan Konseling WHO World Health Organization

(10)

ABSTRAK

Wisnu Retnaningsih, S301602002, 2017, Harmonisasi Antara Hak Atas Informasi Kesehatan Bagi Masyarakat Dengan Kewajiban Menyimpan Rahasia Medis Tenaga Kesehatan Dalam Kebijakan Penanggulangan HIV/AIDS di Kabupaten Sragen.

Tesis : Program Studi Magister Ilmu Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penelitian ini mengkaji tentang harmonisasi antara hak atas informasi kesehatan bagi masyarakat dengan kewajiban menyimpan rahasia medis dalam kebijakan penanggulangan HIV/AIDS di Kabupaten Sragen. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif, dengan melakukan pengkajian beberapa peraturan hukum positif. Dalam pelayanan kesehatan dikenal adanya hak atas rahasia medis (medical secrecy). Hak ini merupakan hak dasar individual yang bersumber dari hak asasi manusia, yakni the rights to self determinan. Persoalannya adalah saat rahasia kedokteran tersebut terkait dengan seseorang yang berpotensi menularkan penyakit kepada orang lain, sementara salah satu strategi penanggulangan yang paling awal adalah melalui pelaporan yang merupakan subsistem informasi kesehatan. Problem yang kemudian muncul adalah hak mana yang perlu didahulukan, apakah hak atas informasi kesehatan terkait penyakit menular ataukah hak individu pasien atas rahasia medisnya untuk dilindungi dan tidak diberitahukan mengenai penyakitnya kepada orang lain. Hak atas informasi publik dalam kaitannya dengan pelayanan kesehatan adalah hak setiap orang/masyarakat untuk mendapatkan informasi dari pemerintah selaku penanggung jawab untuk terjaminnya hak hidup sehat bagi setiap orang. Dalam rangka perwujudan hak atas informasi kesehatan tersebut, pemerintah mengembangkan sistem informasi kesehatan. Dalam informasi kesehatan terdapat informasi yang bersifat publik atau dapat diinformasikan kepada publik dan informasi yang bersifat privat atau yang tidak boleh dibuka kepada publik.

(11)

1 Abstract

This research examines abaout the harmonize between the right to health information for the community with the duty to safe medical secrecy in the HIV/AIDS prevention policy in Sragen regency. The type of research used is normative law, by reviewing some positive legal rules. In the health service is known the right of medical secrecy. This right is the basic right of the individual that comes from human rights, namely the right to selh determinant. The problem is when the secret of medicine is related to someone who has the potential to transmit the disease to others, while one of the earliest coping strategies is trough reporting which is a health information subsystem. The next problem arises as to which rights need to take precedence, whether the right to health information relating to infectious diseases or to the individual’s right to the medical secrets to be protected and not informed of his illness to others. The right to public information in relation to health services is the right of every person/ community to obtain information from the government as responsible for ensuring the the right to healthy living for everyone. In order to realize the right to health information, the government develops health information system. In the health information there is information that is private or that should not be opened to the public.

(12)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Penelitian ini membicarakan analisis harmonisasi hukum dalam kebijakan penanggulangan HIV/AIDS di Kabupaten Sragen. Sesuai Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, yang diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah, ditetapkan bahwa kesejahteraan merupakan urusan pemerintahan yang menjadi urusan daerah. Diantara urusan tersebut adalah penanggulangan penyakit menular. Penyakit menular masih menjadi masalah kesehatan masyarakat yang menimbulkan kesakitan, kematian, dan kecacatan yang tinggi sehingga perlu dilakukan upaya pencegahan, pengendalian, dan pemberantasan yang efektif dan efisien, secara komprehensif berkesinambungan sejak tingkat fasilitas kesehatan tingkat primer sampai tingkat atas.1 Salah satu penyakit yang kini dirasa sebagai permasalahan yang cukup mendapat perhatian dari pemerintah dan pemerintah daerah adalah penyakit HIV/AIDS. HIV/AIDS merupakan isu kesehatan yang cukup sensitif untuk dibicarakan. Hal ini berkaitan dengan sifat yang unik dari penyakit ini. Selain kasusnya yang seperti fenomena gunung es, yaitu persebaran kasus HIV/ AIDS yang tidak dapat diprediksi pada fase awal. Laporan Epidemi HIV Global UNAIDS 2012 menunjukkan bahwa jumlah penderita HIV di dunia mencapai 34 juta orang. Sekitar 50% diantaranya adalah perempuan dan 2,1 juta anak berusia kurang dari 15 tahun. Di wilayah Asia Selatan dan Tenggara terdapat sekitar 4 juta orang dengan HIV dan AIDS. Menurut laporan Kemajuan Program HIV dan AIDS WHO / SEARO 2011, di wilayah Asia Tenggara terdapat sekitar 1,3 juta orang (37 %) perempuan terinfeksi HIV. Jumlah perempuan yang terinfeksi HIV dari tahun ke tahun semakin meningkat, seiring dengan meningkatnya jumlah laki-laki yang melakukan hubungan seksual yang tidak aman,yang selanjutnya mereka

1 Pedoman Manajemen Program Pencegahan Penularan HIV dan Sifilis Ibu ke Anak, 2015, Kementerian

(13)

3

menularkan pada pasangan seksualnya yang lain.2

Sampai tahun 2013, kasus HIV dan AIDS di Indonesia telah tersebar di 368 dari 497 kabupaten/kota (72 %) diseluruh propinsi. Jumlh kasus HIV baru setiap tahunnya mencapai sekitar 20.000 kasus. Pada tahun 2013 tercatat 29.037 kasus baru, dengan 26.527 (90,9%) berada pada usia reproduksi (15-49 tahun).3 Perkembangan kasus HIV/ AIDS di Indonesia masih perlu diwaspadai. Setiap tahunnya masih ditemukan kasus baru. Berdasarkan data dari Komisi Penanggulangan AIDS Provinsi Jawa Tengah, pada tahun 2012 Provinsi Jawa Tengah menduduki peringkat 6 di tingkat nasional. Peringkat ini setelah DKI

Di kabupaten Sragen tercatat oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Sragen jumlah kasus HIV-AIDS setiap tahun mengalami peningkatan. Data kasus sampai dengan bulan Juli 2017 tercatat ada 722 penderita HIV/AIDS yang tersebar merata di 20 kecamatan di Kabupaten Sragen.

Untuk mengatasi masalah tingginya jumlah kasus penyakit HIV/AIDS yang terjadi di Jawa Tengah tersebut, maka pemerintah provinsi menetapkan sebuah peraturan dalam mengendalikan penyakit HIV/AIDS, yaitu yang mengacu pada Perda Provinsi Jawa Tengah Nomor 5 Tahun 2009 tentang Penanggulangan HIV dan AIDS. Target penerima kebijakan ini adalah seluruh masyarakat Jawa Tengah, para stakeholder, dan khususnya para penerima program ini adalah orang yang beresiko terkena HIV dan AIDS ataupun orang yang sudah terkena HIV, dan AIDS (ODHA). Orang-orang yang beresiko terkena HIV dan AIDS seperti kelompok waria, gay, pekerja seks, lelaki beresiko tinggi, orang yang menggunakan NAPZA, dan lainnya. Kelompok-kelompok inilah yang seharusnya sudah mengetahui tentang adanya

Afriani Hanna Sagala, Sri Suwitri, R. Slamet Santoso, 2010, Implementasi Kebijakan

(14)

upaya dalam penanggulangan HIV dan AIDS.

Dalam pelaksanaan kebijakan penanggulangan HIV dan AIDS ada beberapa upaya yang dilakukan untuk mencapai tujuan dalam kebijakan Perda ini. Ketiga upaya (upaya pencegahan, upaya penanganan, dan upaya rehabilitasi) tersebut telah dilakukan oleh agen-agen pelaksana misalnya seperti telah ada sosialisasi yang dilakukan kepada masyarakat umum ataupun ODHA, adanya pemberian layanan kesehatan, pengembangan kapasitas orang-orang yang terkena HIV dan AIDS, adanya Kelompok Dukungan Sebaya (KDS) yang berjalan lancar, pemberian jarum suntik steril dalam langkah pencegahan sebagai program pengurangan dampak buruk Narkotika, Psikotropika dan Zat Aditif lainnya (NAPZA) suntik, dan upaya lainnya. Akan tetapi, upaya-upaya yang ada belum berjalan maksimal sehingga masih ada tujuan-tujuan kebijakan yang belum sepenuhnya dapat direalisasikan.

Diantara persoalan yang menyebabkan upaya-upaya penanggulangan HIV/AIDS tidak maksimal adalah ketentuan Perda Jateng Nomor 5 Tahun 2009 dalam penanggulangan HIV/AIDS di Kabupaten Sragen terkait dengan Bab X KETENTUAN PIDANA pasal 18, adanya ancaman pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak Rp 50.000.000 (lima puluh juta rupiah) bagi setiap orang yang melanggar pasal 12 khususnya ayat (3) yaitu setiap orang yang karena pekerjaannya dan atau jabatannya mengetahui dan memiliki informasi status HIV dan AIDS seseorang wajib merahasiakannya. Dengan adanya ketentuan ini menyebabkan ketakutan terhadap petugas kesehatan sehingga diantara petugas layanan kesehatan dan diantara fasyankes yang ada di Kabupaten Sragen menjadi tidak ada keterbukaan dalam penanganan seorang penderita HIV/AIDS yang pada akhirnya justru akan berdampak yang tidak baik kepada petugas pemberi layanan kesehatan itu sendiri, masyarakat pada umumnya, dan bahkan berdampak pada penanggulangan penyakit HIV/AIDS.

Secara hukum, hal ini berhubungan dengan informasi medis adalah informasi tentang kondisi kesehatan seseorang, yang merupakan salah satu

(15)

5

edukasi tentang kesehatan yang seimbang dan bertanggungjawab”.

Selanjutnya pada Pasal 8 dinyatakan bahwa, “Setiap orang berhak memperoleh informasi tentang data kesehatan dirinya termasuk tindakan dan pengobatan

yang telah maupun yang akan diterimanya dari tenaga kesehatan”. Pada

ketentuan ini dapat dijelaskan pula bahwa informasi kesehatan dalam konteks ketentuan ini adalah informasi kesehatan yang bersifat privat, sehingga yang boleh mengetahui hanyalah yang berhak terutama pasien yang bersangkutan.

Data kesehatan pasien dicatat dalam suatu berkas yang disebut rekam medis, yang memiliki nilai kerahasiaan. Ketentuan tentang medical records

dirumuskan dalam Permenkes Nomor 269 Tahun 2008 tentang Rekam Medis. Menurut Permenkes ini yang dimaksud medical record, adalah berkas yang berisi catatan dan dokumen antara lain identas pasien, hasil pemeriksaan, pengobatan yang telah diberikan, serta tindakan dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien. Catatan merupakan tulisan-tulisan yang dibuat oleh dokter atau dokter gigi mengenai tindakan-tindakan yang dilakukan kepada pasien dalam rangka pelayanan kesehatan. Selanjutnya disebutkan bahwa bentuk medical record dapat berupa manual yaitu tertulis lengkap dan jelas atau dalam bentuk elektronik sesuai ketentuan. Rekam medis terdiri dari catatan-catatan data pasien yang dilakukan dalam pelayanan kesehatan. Catatan-catatan tersebut sangat penting untuk pelayanan bagi pasien karena data yang lengkap dapat memberikan informasi yang menentukan berbagai keputusan baik pengobatan, penanganan, tindakan medis dan lainnya. Dokter atau dokter gigi diwajibkan membuat rekam medis sesuai aturan yang berlaku.

(16)

mengelola data tersebut dengan sebaik-baiknya.

Jaminan perlindungan hak atas medical records diatur pada Pasal 79 huruf b UU Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktek Kedokteran dalam rumusan tentang sanksi pidana yang menyebutkan bahwa: “Dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak

Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah), setiap dokter atau dokter gigi yang:

dengan sengaja tidak membuat rekam medis sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 46 ayat (1).”5

Permenkes Nomor 269 Tahun 2008 Tentang Rekam Medis juga mengatur bahwa sarana pelayanan kesehatan bertanggung jawab terhadap rekam medis. Di samping itu, sarana pelayanan kesehatan juga membuat atau mencatat semua kejadian terkait dengan layanan yang dilakukan terhadap pasien; mengelola sebaik-baiknya; dan menjaga kerahasiaannya. Oleh karena itu, rekam medis yang berisi data pribadi pasien sifatnya rahasia dan dikecualikan dalam ketentuan keterbukaan informasi publik. Hal tersebut dikarenakan informasi yang tercatat dalam rekam medis merupakan data seseorang (personal), bersifat rahasia, hak pribadi dan terkait rahasia jabatan.

Dengan demikian, timbul disharmoni hukum antara kewajiban memegang rahasia rekam medis yang berhubungan informasi status HIV/AIDS seseorang dengan kebutuhan dasar untuk memperoleh data informasi kesehatan sebagai dasar penyusunan kebijakan penanggulangan HIV/AIDS. Jika diterima secara kaku, maka kewajiban rahasia rekam medis itu akan menegaskan maksud Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2009 Tentang Penanggulangan HIV dan AIDS dan pada tataran paling akhir, akan memberikan sumbangan bagi tidak efektifnya pelaksanaan kebijakan terkait termasuk di lingkungan Kabupaten Sragen. Oleh sebab itu, persepsi mengenai karakter penyediaan informasi kesehatan dihubungkan dengan kewajiban merahasiakan rekam medis perlu ditelaah lebih lanjut sehubungan dengan kepentingan publik yang lebih luas.

Dalam informasi kesehatan terdapat informasi yang bersifat publik atau dapat diinformasikan kepada publik dan informasi yang bersifat privat atau yang tidak boleh dibuka kepada publik. Informasi kesehatan yang dapat diinformasikan kepada publik terdiri dari bermacam bentuk dan jenis. Sebagai

5 Sanksi pidana kurungan dinyatakan tidak mengikat secara hukum melalui putusan Mahkamah Konstusi

(17)

7

contoh, sistem informasi kesehatan di rumah sakit yang diinformasikan kepada publik antara lain: menyangkut bentuk dan jenis layanan rumah sakit, prosedur layanan, biaya, fasilitas pelayanan kesehatan, dan sistem pembiayaan. Contoh yang lebih khusus adalah sistem informasi terkait pemberantasan penyakit antara lain berupa: informasi hasil survei jenis penyakit tertentu (melalui pelaporan, pendataan, pemetaan), program pencegahan penyakit, tindakan penanggulangan penyakit, data perkembangan jenis-jenis penyakit menular dan daerah penularannya, informasi tentang angka kejadian penyakit tertentu, yang kesemuanya diamanatkan oleh undang-undang.

Adapun informasi kesehatan yang bersifat privat adalah data dan kondisi kesehatan, baik yang dituangkan dalam medical record maupun yang diketahui, dilihat, atau didengar oleh tenaga kesehatan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 269 Tahun 2008 tentang Rekam Medis dan Permenkes Nomor 36 Tahun 2012 tentang Rahasia Kedokteran.

Hak atas informasi kesehatan bagi masyarakat terkait dengan penularan penyakit yang membahayakan merupakan hak yang harus dipenuhi agar melalui informasi tersebut masyarakat dapat terhindar dari penularan penyakit. Hak ini merupakan salah satu hak dasar sosial yang bersumber dari HAM.6 Sementara itu, hak atas rahasia medis dari seseorang yang diduga terindikasi penyakit menular merupakan hak dasar individual yang juga harus dihormati.

Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk melakukan

penelitian dengan judul “HARMONISASI ANTARA HAK ATAS INFORMASI KESEHATAN BAGI MASYARAKAT DAN KEWAJIBAN MENYIMPAN RAHASIA MEDIS OLEH TENAGA KESEHATAN DALAM KEBIJAKAN PENANGGULANGAN HIV/AIDS DI KABUPATEN SRAGEN.

6

(18)

B. Rumusan Masalah

1. Mengapa terjadi disharmonisasi antara hak atas informasi kesehatan bagi masyarakat dengan kewajiban menyimpan rahasia medis oleh tenaga kesehatan dalam kebijakan penanggulangan HIV/AIDS di Kabupaten Sragen ?

2. Bagaimanakah harmonisasi hukum yang perlu dilakukan untuk pengaturan hak atas informasi kesehatan bagi masyarakat terkait dengan penularan penyakit berhubungan dengan kebijakan penanggulangan HIV/AIDS di Kabupaten Sragen?

C. Tujuan Penelitian 1.Tujuan Umum :

a. Untuk mengetahui terjadinya disharmonisasi antara hak atas informasi kesehatan bagi masyarakat dengan kewajiban menyimpan rahasia medis oleh tenaga kesehatan terkait penularan penyakit dalam hal ini berhubungan dengan kebijakan penanggulangan HIV/AIDS di Kabupaten Sragen.

b. Untuk mengetahui dan menganalis harmonisasi hukum yang perlu dilakukan untuk pengaturan hak atas informasi kesehatan bagi masyarakat terkait dengan kebijakan penanggulangan HIV/AIDS di Kabupaten Sragen.

2.Tujuan Khusus :

a. Untuk menambah pengetahuan penulis dalam bidang hukum khususnya yang terkait dalam kebijakan penanggulangan HIV/AIDS.

b. Untuk memenuhi tugas akhir sebagai syarat memperoleh gelar Magister Ilmu Hukum Konsentrasi Hukum Kesehatan pada Program Pasca Sarjana Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk : 1.Manfaat Teoritis

(19)

9

terkait dengan hak atas informasi kesehatan bagi masyarakat dan kewajiban menyimpan rahasia medis penderita HIV/AIDS oleh tenaga kesehatan.

b. Hasil penelitian ini dapat menjadi sumber referensi atau acuan bagi peneliti berikutnya dibidang ilmu hukum kesehatan.

2.Manfaat Praktis

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gagasan baru kepada pihak-pihak terkait dalam hal ini pemangku kebijakan dalam penanggulangan HIV/AIDS.

Referensi

Dokumen terkait

Sistem pakar untuk pemilihan unit gawat darurat rumah sakit di Kota Surakarta dapat membantu tenaga medis saat menangani pasien gawat darurat untuk mengambil

Menurut Houglum (2005), prinsip rehabilitasi harus memperhatikan prinsip- prinsip dasar sebagai berikut: 1) menghindari memperburuk keadaan, 2) waktu, 3) kepatuhan, 4)

a. Para pihak datang kembali ke Notaris untuk membuat akta pembatalan atas akta tersebut, dan dengan demikian akta yang dibatalkan sudah tidak mengikat lagi para pihak,

Dalam RUU AP Pasal 1 ayat (5) Rancangan Undang Undang Administrasi Pemerintahan (RUU AP) ditegaskan, diskresi merupakan kewenangan Pejabat Administrasi Pemerintahan yang

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kuantitatif, metode penelitian kuantitatif dapat diartikan sebagai metode penelitian yang digunakan

Mengenai kebenaran beliau, Hadrat Masih Mau'ud ‘alaihis salaam menulis: 'Aku melihat bahwa orang yang mau mengikuti alam dan hukum alam telah diberikan kesempatan bagus oleh

Alhamdulillah puji syukur penulis panjatkan kehadirat ALLAH SWT atas berkah dan rahmatnya serta karunia dan anugrah yang luar biasa dalam hidup saya hingga detik ini,

- Untuk indikator ini belum dapat direalisasikan sehingga capaian kinerjanya 0%, karena proses rekomendasi untuk menjadi kebijakan harus menjalani beberapa tahapan yakni :