ABSTRAK
PENGEMBANGAN BUKU LATIHAN MEMBACA PERMULAAN BERBASIS METODE MONTESSORI
Fransiska Anggraeni Wijayanti Universitas Sanata Dharma
2017
Penelitian ini dimulai dari adanya potensi dan masalah. Potensi yang ada dalam penelitian ini adalah kemampuan membaca siswa pada tahap membaca permulaan. Sedangkan permasalahan yang ada dalam penelitian ini adalah masih ada siswa kelas satu yang kesulitan membaca pada tahap membaca permulaan. Maka dari itu, peneliti mengembangkan alat peraga untuk latihan membaca permulaan berupa buku latihan membaca permulaan berbasis metode Montessori. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian dan pengembangan atau research and development (R&D). Prosedur dalam penelitian ini melalui 6 tahap, yaitu (1) potensi dan masalah, (2) pengumpulan data, (3) desain produk, (4) validasi desain, (5) revisi desain, dan (6) uji coba produk. Hasil penilaian alat peraga oleh tiga ahli yang meliputi ahli bahasa, ahli Montessori, dan guru kelas I, memperoleh skor rerata sebesar 3,46. Skor ini termasuk dalam kategori sangat baik jika dilihat dari segi auto-correction, auto-education, menarik, bergradasi, dan kontekstual.
Uji coba produk dilakukan dengan lima siswa SD kelas I untuk mengetahui proses penggunaan alat peraga. Hasil uji coba menunjukkan bahwa siswa merasa senang dan merasa tertarik belajar membaca menggunakan alat peraga, siswa dapat menggunakan alat peraga secara mandiri, siswa dapat menyadari kesalahan dan dapat menemukan jawaban yang benar dengan menggunakan pengendali kesalahan. Selain itu, hasil uji coba produk menunjukkan bahwa alat peraga buku latihan membaca permulaan berbasis metode Montessori dapat membantu siswa dalam latihan membaca permulaan.
ABSTRACT
The Development of an Initial Reading Exercise Book based on The Montessori Method beginning. While, the problems that exist in this research is that some first grade students actually have difficulty in the reading phase of the beginning. Therefore, researcher developed props for early reading exercises in the form of a Montessori pre-reading practice book.
Research method used in this research is research and development method (R & D). Procedure in this research through 6 stages, namely (1) potential and problem, (2) data collection, (3) product design, (4) design validation, (5) design revision, and (6) product trial. The results of the assessment of props by three experts including linguists, Montessori experts and first grade teachers, obtained an average score of 3.46. This score is included in very good category when viewed in terms of auto-correction, auto-education, interesting, graded, and contextual.
The product trial was conducted with five elementary school students in class I to know the process of using props. The test results show that students feel happy and are interested in learning to read using props, students can use the props independently, students can realize the error and can find the correct answer by using the error handler. In addition, the results of product trials indicate that the early Montessori training tool reading tool can help students in early reading exercises.
i
PENGEMBANGAN BUKU LATIHAN MEMBACA PERMULAAN BERBASIS METODE MONTESSORI
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar
Oleh:
Fransiska Anggraeni Wijayanti NIM: 131134078
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA
iv
PERSEMBAHAN
Skripsi ini saya persembahkan untuk:
Bapa di Surga
Tuhan Yesus Kristus dan Bunda Maria
Kedua orangtua saya, Andreas Haryadi
dan Kristina Damayanti
Saudara-saudari saya
Sahabat-sahabat dan teman-teman seperjuangan
Para dosen pembimbing
Semua orang yang telah mendukung saya dalam bentuk apapun
dengan ikhlas dan tulus hati
Program studi pendidikan guru sekolah dasar
v
MOTTO
“
Janganlah mencari kebahagiaan karena kebahagiaan itu sudah ada”
“Janganlah melihat segala hal hanya dari satu sisi saja, lihatlah dari
semua sisi”
“Bergeraklah, jika menginginkan perubahan!”
“Sebuah tantangan akan menjadi beban jika itu hanya dipikirkan...
Sebuah cita-cita juga adalah beban jika itu hanya angan-
angan.”
“Bersyukur, Berpikir Positif, dan Percaya”
“Anda adalah apa yang Anda pikirkan”
vi
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak
memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan atau daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 22 Mei 2017
Peneliti
vii
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN
PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMS Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma: Nama : Fransiska Anggraeni Wijayanti
Nomor Mahasiswa : 131134078
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :
Pengembangan Buku Latihan Membaca Permulaan Berbasis Metode Montessori.
beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di Yogyakarta Pada tanggal 22 Mei 2017 Yang menyatakan
viii ABSTRAK
PENGEMBANGAN BUKU LATIHAN MEMBACA PERMULAAN BERBASIS METODE MONTESSORI
Fransiska Anggraeni Wijayanti Universitas Sanata Dharma
2017
Penelitian ini dimulai dari adanya potensi dan masalah. Potensi yang ada dalam penelitian ini adalah kemampuan membaca siswa pada tahap membaca permulaan. Sedangkan permasalahan yang ada dalam penelitian ini adalah masih ada siswa kelas satu yang kesulitan membaca pada tahap membaca permulaan. Maka dari itu, peneliti mengembangkan alat peraga untuk latihan membaca permulaan berupa buku latihan membaca permulaan berbasis metode Montessori. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian dan pengembangan atau research and development (R&D). Prosedur dalam penelitian ini melalui 6 tahap, yaitu (1) potensi dan masalah, (2) pengumpulan data, (3) desain produk, (4) validasi desain, (5) revisi desain, dan (6) uji coba produk. Hasil penilaian alat peraga oleh tiga ahli yang meliputi ahli bahasa, ahli Montessori, dan guru kelas I, memperoleh skor rerata sebesar 3,46. Skor ini termasuk dalam kategori sangat baik jika dilihat dari segi auto-correction, auto-education, menarik, bergradasi, dan kontekstual.
Uji coba produk dilakukan dengan lima siswa SD kelas I untuk mengetahui proses penggunaan alat peraga. Hasil uji coba menunjukkan bahwa siswa merasa senang dan merasa tertarik belajar membaca menggunakan alat peraga, siswa dapat menggunakan alat peraga secara mandiri, siswa dapat menyadari kesalahan dan dapat menemukan jawaban yang benar dengan menggunakan pengendali kesalahan. Selain itu, hasil uji coba produk menunjukkan bahwa alat peraga buku latihan membaca permulaan berbasis metode Montessori dapat membantu siswa dalam latihan membaca permulaan.
ix ABSTRACT
The Development of an Initial Reading Exercise Book based on The Montessori Method beginning. While, the problems that exist in this research is that some first grade students actually have difficulty in the reading phase of the beginning. Therefore, researcher developed props for early reading exercises in the form of a Montessori pre-reading practice book.
Research method used in this research is research and development method (R & D). Procedure in this research through 6 stages, namely (1) potential and problem, (2) data collection, (3) product design, (4) design validation, (5) design revision, and (6) product trial. The results of the assessment of props by three experts including linguists, Montessori experts and first grade teachers, obtained an average score of 3.46. This score is included in very good category when viewed in terms of auto-correction, auto-education, interesting, graded, and contextual.
The product trial was conducted with five elementary school students in class I to know the process of using props. The test results show that students feel happy and are interested in learning to read using props, students can use the props independently, students can realize the error and can find the correct answer by using the error handler. In addition, the results of product trials indicate that the early Montessori training tool reading tool can help students in early reading exercises.
x
KATA PENGANTAR
Puji syukur peneliti panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan tugas akhir skripsi yang berjudul “Pengembangan Buku Latihan Membaca Permulaan Berbasis Metode Montessori”. Skripsi ini disusun untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar sarjana pendidikan dalam program studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar.
Peneliti menyadari bahwa ada banyak pihak yang telah membantu, mendukung, dan membimbing peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, peneliti mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapa di Surga atas kemurahan hati-Nya yang telah mengizinkan peneliti menyelesaikan skripsi ini.
2. Tuhan Yesus Kristus yang telah memberikan berkat dan keselamatan sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini.
3. Bunda Maria yang telah dengan sabar dan setia mendampingi peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini.
4. Kedua orangtua, Andreas Haryadi dan Kristina Damayanti yang telah dengan sabar dan setia memberikan dukungan pada peneliti berupa motivasi dan materi.
5. Keluarga dan kerabat yang telah memberikan dukungan dalam bentuk apapun. 6. Rohandi, Ph.D. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan.
7. Christiyanti Aprinastuti, S.Si., M.Pd. selaku Kaprodi PGSD.
8. Apri Damai Sagita Krissandi, S.S., M.Pd. selaku Wakaprodi PGSD.
9. Dra. Ignatia Esti Sumarah, M.Hum. selaku dosen pembimbing skripsi yang telah membimbing dan memberikan masukan kepada peneliti dalam penyelesaian skripsi ini.
10.Irine Kurniastuti, S.Psi., M.Psi. selaku dosen pembimbing skripsi yang telah membimbing dan memberikan masukan kepada peneliti dalam penyelesaian skripsi ini.
11.Galih Kusumo S.Pd., M.Pd. yang telah bersedia memvalidasi alat peraga. 12.Dra. Haniek Sri Pratini, M.Pd. yang telah bersedia memvalidasi alat peraga. 13.Laurensia Aptik Evanjeli, S.Psi., M.Pd. yang telah bersedia memvalidasi
14.Adrianus Sugiarta S.Pd. yang telah bersedia memvalidasi instrumen penelitian.
15.Brigitta Erlita Tri Anggadewi, S.Psi., M.Psi. selaku dosen pembimbing akademik.
16.Maria Agustina Amelia, S.Si., M.Pd. yang telah memberikan masukan yang berguna untuk perbaikan skripsi saya penyelesaian skripsi ini.
17.Mukija S.Pd. SD selaku kepala sekolah SD Negeri Perumnas Condongcatur yang telah mengizinkan peneliti melakukan penelitian di SD Negeri Perumnas Condongcatur.
18.Mukjiati, guru kelas I SD Negeri Perumnas Condongcatur yang telah bersedia memvalidasi alat peraga dan membantu peneliti dalam mengujicobakan alat peraga.
19.Siswa-siswi SD Negeri Perumnas Condongcatur.
20.Louis Wiwawan yang sudah membantu peneliti dalam mendesain gambar untuk alat peraga.
21.Windyatmaka selaku romo yang telah memberikan bantuan beasiswa kepada peneliti dalam proses penyelesaian skripsi ini.
22.Galih Wijaya yang telah dengan sabar dan setia membantu serta mendampingi peneliti selama proses penyelesaian skripsi ini.
23.Bernadeta Dwi Astuti, teman sepayung yang telah setia dan sabar memberikan bantuan, dukungan, dan semangat pada peneliti dalam proses penyelesaian skripsi ini.
24.Mega Widyasanti, teman seperjuangan yang membantu peneliti selama proses penyelesaian skripsi ini.
25.Yoyo selaku teman payung skripsi yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini.
26.Teman-teman Gandroeng Choir yang telah memberi dukungan dalam bentuk apapun.
27.Teman-teman „Grup Makan Pak Edi‟ yang telah memberikan semangat dan dukungan dalam bentuk apapun.
28.Teman-teman Cana Community yang telah memberikan semangat dan dukungan pada peneliti.
30.Segenap pihak yang telah memberikan bantuan dan dukungan, yang tidak dapat peneliti sebutkan satu persatu.
Peneliti menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Peneliti berharap hasil penulisan skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca.
Yogyakarta, 22 Mei 2017 Peneliti,
xiii DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv
HALAMAN MOTTO ... v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vii
ABSTRAK ... viii
1. Keterampilan Membaca Permulaan ... 9
a. Membaca ... 9
BAB III METODE PENELITIAN... 35
A. Jenis Penelitian ... 35
B. Setting Penelitian ... 38
1. Objek Penelitian ... 38
3. Lokasi Penelitian ... 38
4. Waktu Penelitian ... 39
C. Prosedur Penelitian dan Pengembangan ... 39
1. Potensi dan Masalah ... 40
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 64
A. Hasil Penelitian ... 64
B. Keterbatasan Penelitian ... 119
C. Saran ... 119
DAFTAR PUSTAKA ... 121
xv
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 3.1 Kisi-kisi Observasi Ketersediaan Alat Peraga ... 51
Tabel 3.2 Pedoman Penilaian Unjuk Kerja ... 52
Tabel 3.3 Kisi-kisi Wawancara dengan Kepala Sekolah ... 54
Tabel 3.4 Kisi-kisi Wawancara dengan Guru SD kelas I ... 55
Tabel 3.5 Kisi-kisi Wawancara dengan Siswa ... 55
Tabel 3.6 Kisi-kisi Wawancara Analisis Kebutuhan Siswa Kelas I... 56
Tabel 3.7 Kisi-kisi Kuesioner Analisis Kebutuhan Guru ... 58
Tabel 3.8 Kisi-Kisi Kuesioner Penilaian Produk ... 59
Tabel 3.9 Klasifikasi Penilaian Skala Empat ... 63
Tabel 4.1 Hasil Penilaian Instrumen Pedoman Observasi oleh Ahli ... 66
Tabel 4.2 Hasil Observasi Ketersediaan Alat Peraga ... 68
Tabel 4.3 Hasil Penilaian Pedoman Wawancara Kepala Sekolah ... 70
Tabel 4.4 Hasil Penilaian Pedoman Wawancara Guru ... 71
Tabel 4.5 Hasil Penilaian Pedoman Wawancara Siswa ... 73
Tabel 4.6 Hasil Wawancara dengan Kepala Sekolah ... 74
Tabel 4.7 Hasil Wawancara dengan Guru SD Kelas I ... 75
Tabel 4.8 Hasil Wawancara dengan Siswa SD Kelas I ... 78
Tabel 4.9 Hasil Penilaian Kuesioner Analisis Kebutuhan Guru ... 80
Tabel 4.10 Komentar dan Saran Terhadap Instrumnen Analisis Kebutuhan Guru ... 81
Tabel 4.11 Hasil Pengisian Kuesioner Analisis Kebutuhan oleh Guru ... 83
Tabel 4.12 Hasil Penilaian Produk oleh Ahli Bahasa ... 94
Tabel 4.13 Hasil Penilaian Produk oleh Ahli Montessori ... 95
Tabel 4.14 Hasil Penilaian Produk oleh Guru SD Kelas I ... 95
Tabel 4.15 Rekap Komentar Ahli Terhadap Alat Peraga ... 97
Tabel 4.16 Revisi Alat Peraga Berdasarkan Komentar Ahli ... 98
Tabel 4.17 Hasil Observasi Penggunaan Alat Peraga ... 99
Tabel 4.18 Hasil Unjuk Kerja Siswa Sebelum Menggunakan Alat Peraga .... 106
Tabel 4.19 Hasil Unjuk Kerja Siswa Setelah Menggunakan Alat Peraga ... 108
Tabel 4.20 Gradasi Hasil Unjuk Kerja ... 110
xvi
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Bagan Penelitian Relevan ... 32
Gambar 3.1 Langkah-Langkah Penelitian dan Pengembangan ... 36
Gambar 3.2 Prosedur Penelitian dan Pengembangan dalam Penelitian ... 39
Gambar 3.3 Langkah-langkah Prosedur Penelitian ... 45
Gambar 3.4 Triangulasi Teknik Pengumpulan Data Analisis Kebutuhan ... 49
Gambar 3.5 Triangulasi Sumber Data Wawancara ... 50
Gambar 4.1 Triangulasi Data Wawancara ... 79
Gambar 4.2 Kartu Gambar ... 91
Gambar 4.3 Kartu Kata ... 91
Gambar 4.4 Kartu Pengendali Kesalahan (untuk kata) ... 91
Gambar 4.5 Kartu Gambar Kegiatan Dito... 91
Gambar 4.6 Kartu Kalimat ... 91
Gambar 4.7 Kartu Pengendali Kesalahan (untuk kalimat) ... 92
Gambar 4.8 Buku Latihan Membaca Kata ... 92
Gambar 4.9 Buku Latihan Membaca Kalimat Sederhana ... 92
Gambar 4.10 Album Petunjuk Penggunaan Alat Peraga ... 93
Gambar 4.11 Kain Sebagai Alas ... 93
Gambar 4.12 Kotak Penyimpanan Alat Peraga ... 93
Gambar 4.13 Peneliti Memperkenalkan Alat Peraga ... 100
Gambar 4.14 Peneliti Mencontohkan Cara Penggunaan Alat Peraga ... 100
xvii
DAFTAR RUMUS
xviii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1 Surat Izin Melakukan Penelitian ... 125
Lampiran 2 Surat Keterangan Sudah Melakukan Penelitian ... 126
Lampiran 3 Validasi Kuesioner Analisis Kebutuhan Guru ... 127
Lampiran 4 Pengisian Kuesioner Analisis Kebutuhan Guru ... 136
Lampiran 5 Validasi Instrumen Pedoman Wawancara ... 139
Lampiran 6 Validasi Instrumen Pedoman Observasi ... 151
Lampiran 7 Validasi Instrumen Penilaian Produk ... 155
Lampiran 8 Penilaian Alat Peraga oleh Ahli Bahasa ... 161
Lampiran 9 Penilaian Alat Peraga oleh Ahli Montessori ... 168
Lampiran 10 Penilaian Alat Peraga oleh Guru SD Kelas I ... 175
Lampiran 11 Hasil Observasi Ketersediaan Alat Peraga Membaca ... 182
Lampiran 12 Hasil Observasi Penggunaan Alat Peraga Buku Latihan Membaca Permulaan Berbasis Metode Montessori ... 183
Lampiran 13 Hasil Observasi Unjuk Kerja Siswa Sebelum Menggunakan Alat Peraga ... 184
Lampiran 14 Hasil Observasi Unjuk Kerja Siswa Setelah Menggunakan Alat Peraga ... 185
Lampiran 15 Wawancara Peneliti dengan Kepala Sekolah ... 186
Lampiran 16 Wawancara Peneliti dengan Guru SD Kelas I ... 188
Lampiran 17 Wawancara Peneliti dengan Siswa SD Kelas I ... 190
Lampiran 18 Hasil Wawancara Tanggapan Siswa Terhadap Alat Peraga ... 191
Lampiran 19 Komponen Alat Peraga Buku Latihan Membaca Permulaan Berbasis Metode Montessori ... 192
Lampiran 20 Dokumentasi ... 194
Lampiran 21 Buku Petunjuk Penggunaan Alat Peraga ... 196
Lampiran 22 Buku Latihan Membaca Kata ... 214
Lampiran 23 Buku Latihan Membaca Kalimat Sederhana ... 220
1 BAB 1 PENDAHULUAN
Bab ini berisi latar belakang masalah, batasan masalah, rumusan masalah,
tujuan penelitian, manfaat penelitian, definisi operasional, dan spesifikasi produk.
A. Latar Belakang Masalah
Pada usia tujuh atau delapan tahun, kebanyakan anak memperoleh
pengetahuan tentang huruf, suku kata, dan kata yang diperlukan untuk dapat membaca dari lingkungan sekolah (Zuchdi, 1996: 20). Lingkungan sekolah
merupakan salah satu lingkungan yang baik untuk pengembangan diri siswa. Lewat lingkungan sekolah, siswa dapat belajar berinteraksi, bersosialisasi, dan memperoleh banyak pengetahuan. Hal yang menjadi dasar utama seorang siswa
untuk dapat memperoleh pengetahuan adalah kemampuan membaca.
Membaca merupakan salah satu jenis kemampuan berbahasa tulis yang
reseptif. Disebut reseptif karena dengan membaca, seseorang akan dapat memperoleh informasi ilmu pengetahuan dan pengalaman baru (Slamet, 2014: 24). Semua yang diperoleh melalui bacaan itu akan memungkinkan orang tersebut
mampu mempertinggi daya pikirnya, mempertajam pandangannya, dan memperluas wawasannya. Dengan demikian maka kegiatan membaca merupakan
kegiatan yang sangat diperlukan oleh siapapun yang ingin maju dan meningkatkan diri. Oleh sebab itu, pembelajaran membaca permulaan di sekolah dasar
Pembelajaran membaca di sekolah dasar merupakan pembelajaran membaca tahap awal. Kemampuan membaca yang diperoleh anak-anak pada tahap membaca
permulaan akan sangat berpengaruh terhadap kemampuan membaca permulaan di kelas rendah sekolah dasar. Sebagai kemampuan yang mendasari kemampuan
berikutnya maka kemampuan membaca permulaan benar-benar harus dimiliki oleh siswa kelas I SD (Zuchdi, 1996: 50). Kemampuan membaca merupakan dasar untuk menguasai berbagai bidang studi. Jika anak pada usia sekolah
permulaan tidak segera memiliki kemampuan membaca, maka ia akan mengalami banyak kesulitan dalam mempelajari berbagai bidang studi pada kelas-kelas
berikutnya. Oleh karena itu, anak harus belajar membaca agar ia dapat membaca untuk belajar (Lerner dalam Abdurrahman, 2003: 200). Pembinaan kemampuan membaca secara formal dilaksanakan dalam mata pelajaran bahasa Indonesia.
Pada tahap membaca permulaan, siswa dituntut untuk mampu membaca huruf, suku kata, dan kalimat. Pengajaran membaca di kelas rendah (kelas 1, 2, 3)
biasanya disebut sebagai pelajaran membaca menulis permulaan (MMP), sedangkan di kelas tinggi (kelas 4, 5, 6) disebut dengan pelajaran membaca lanjut.
Kemampuan membaca pada tahap membaca permulaan yang sangat
penting bagi siswa di kelas rendah, ternyata belum dimiliki oleh siswa siswi kelas I di SD Negeri Perumnas Condongcatur. Hal ini dapat diketahui dari hasil
wawancara dengan guru kelas I di SD Negeri Perumnas Condongcatur. Hasil wawancara menunjukkan bahwa masih ada lima siswa-siswi SD kelas I yang masih kesulitan dalam latihan membaca pada tahap permulaan. Berdasarkan hasil
menjadi salah satu penyebab siswa kesulitan dalam latihan membaca. Selain itu, hasil wawancara juga menunjukkan bahwa siswa kurang tertarik untuk belajar
membaca. Padahal, dalam buku tematik siswa, terdapat banyak bacaan-bacaan yang harus dibaca siswa. Melihat permasalahan yang terjadi di SD Negeri
Perumnas Condongcatur terkait membaca permulaan, maka peneliti mengembangkan alat peraga untuk latihan membaca berbasis metode Montessori yang dapat membantu siswa tertarik untuk belajar membaca. Alat peraga yang
dikembangkan peneliti berupa buku latihan membaca permulaan berbasis metode Montessori. Alat beraga berbasis metode Montessori, memiliki lima karakteristik
khas yang menjadi keunggulannya, salah satunya yaitu menarik. Alat peraga membaca yang menarik, mampu menarik minat siswa untuk belajar membaca. Lima karakteristik alat peraga berbasis metode Montessori yaitu auto-education,
auto-correction, bergradasi, menarik, dan kontekstual. Pada penelitian-penelitian
sebelumnya, belum pernah ada yang mengembangkan alat peraga berupa buku
latihan membaca permulaan berbasis metode Montessori. Maka dari itu, peneliti mengembangkan alat peraga berupa buku latihan membaca permulaan berbasis
B. Batasan Masalah
Bila mengulas tentang keterampilan membaca permulaan, akan sangat
banyak pembahasan yang terdapat di dalamnya. Oleh sebab itu, peneliti membatasi permasalahan dalam penelitian ini yaitu pada membaca kata dan
kalimat sederhana. Kata yang dimaksud dalam penelitian ini merupakan kata yang terdiri dari empat huruf yaitu dua huruf vokal dan dua huruf konsonan. Kata yang digunakan merupakan kata yang mewakili nama benda-benda yang sering
dijumpai siswa dalam kehidupan sehari-hari. Kalimat sederhana yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu kalimat yang terdiri dari subjek dan predikat.
Kalimat-kalimat sederhana yang digunakan dalam penelitian ini merupakan Kalimat- kalimat-kalimat yang mewakili kegiatan yang sering dijumpai siswa dalam kehidupan sehari-hari. Selain terdiri dari subjek dan predikat, peneliti juga menambahkan
objek di belakang predikat supaya kalimat dapat menjadi lebih jelas dan lebih mudah dipahami oleh siswa.
C. Rumusan Masalah
1. Bagaimana proses pengembangan buku latihan membaca permulaan berbasis metode Montessori yang dapat membantu siswa membaca
kata dan kalimat sederhana?
2. Bagaimana kualitas buku latihan membaca permulaan berbasis
D. Tujuan Penelitian
1. Memaparkan proses pengembangan buku latihan membaca permulaan
berbasis metode Montessori yang dapat membantu siswa membaca kata dan kalimat sederhana.
2. Mendeskripsikan kualitas buku latihan membaca permulaan berbasis metode Montessori yang dapat membantu siswa membaca kata dan
kalimat sederhana.
E. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini dapat memberi wawasan dan referensi dalam pengembangan alat peraga untuk membantu siswa belajar membaca pada tahap permulaan.
2. Manfaat Praktis a. Bagi Peneliti
Dengan melakukan penelitian ini, peneliti memperoleh pengalaman langsung dalam melakukan uji coba produk, melakukan analisis data, serta mengembangkan alat peraga buku latihan membaca
permulaan berbasis metode Montessori. b. Bagi Siswa
c. Bagi Guru
Guru dapat memperoleh referensi baru mengenai pengadaan,
pengembangan dan penggunaan alat peraga untuk proses belajar mengajar khusunya alat peraga untuk latihan membaca permulaan.
F. Definisi Operasional
1. Membaca adalah kegiatan yang dilakukan untuk memperoleh informasi dari tulisan yang dilihat dengan atau tanpa menyuarakan
tulisan-tulisan tersebut.
2. Membaca permulaan adalah kegiatan membaca pada tahap awal yaitu
memperkenalkan huruf, kata serta kalimat sederhana.
3. Kalimat sederhana adalah suatu kalimat yang terdiri dari subjek dan predikat.
4. Alat peraga adalah sebuah alat bantu yang digunakan dalam proses pembelajaran yang berfungsi untuk memudahkan pembelajar dalam
memahami suatu hal.
5. Alat peraga berbasis metode Montessori adalah alat peraga yang
penggunaannya berdasarkan metode Montessori dan dibuat dengan memperhatikan cirinya yaitu menarik (dapat menarik minat anak), auto-education (dapat digunakan oleh anak secara mandiri tanpa
bimbingan orang lain), auto-correction (memiliki pengendali kesalahan yang berfungsi untuk menemukan jawaban yang benar),
perasa, indra pendengaran, dan lain sebagainya), dan ciri tambahan kontekstual (sesuai dengan lingkungan siswa, berkaitan dengan hal-hal
yang sering dijumpai siswa).
6. Media gambar adalah salah satu media pembelajaran berupa gambar
yang menggambarkan suatu peristiwa ataupun objek, yang dapat membantu memudahkan siswa memahami sesuatu.
G. Spesifikasi Produk
Komponen-komponen alat peraga buku latihan membaca permulaan berbasis metode Montessori yang dikembangkan oleh peneliti dalam
penelitian dan pengembangan adalah sebagai berikut:
1. Kotak sebagai wadah penyimpanan untuk menyimpan kartu kata, kartu kalimat, kartu gambar, kartu pengendali kesalahan, alas, buku latihan
membaca kata (buku benda di sekitarku), buku latihan membaca kalimat (buku kegiatan Dito), serta buku petunjuk penggunaan alat
peraga.
2. Kain hitam sebagai alas.
3. Dito berperan sebagai tokoh dalam cerita (tokoh dalam cerita hanya
satu yaitu Dito).
4. Kartu kata yang terdiri dari sepuluh kartu kata yang mewakili sepuluh
nama benda.
5. Kartu gambar objek yang terdiri dari sepuluh gambar objek.
6. Kartu pengendali kesalahan untuk kata yang terdiri dari sepuluh kartu
7. Buku benda di sekitarku yang terdiri dari sepuluh gambar objek dan sepuluh nama objek. Buku ini digunakan ketika siswa telah dapat
menyelesaikan latihan pertama (memasangkan sepuluh kartu kata dengan sepuluh gambar objek yang sesuai).
8. Kartu kalimat yang terdiri dari sepuluh kalimat sederhana. Sepuluh kalimat sederhana menceritakan sepuluh kegiatan sehari-hari Dito. 9. Kartu gambar kegiatan Dito yang terdiri dari sepuluh gambar kegiatan
Dito. Sepuluh gambar dalam kartu gambar ini menggambarkan sepuluh kegiatan sehari-hari Dito.
10.Kartu pengendali kesalahan untuk kalimat sederhana yang terdiri dari sepuluh gambar kegiatan Dito dan sepuluh kalimat sederhana.
11.Buku kegiatan Dito yang terdiri dari sepuluh gambar kegiatan Dito dan
sepuluh kalimat sederhana. Buku ini digunakan ketika siswa telah dapat menyelesaikan latihan kedua (memasangkan sepuluh kartu
9 BAB II
LANDASAN TEORI
Bab ini menguraikan kajian pustaka, penelitian yang relevan, kerangka berpikir, dan pertanyaan penelitian.
A. Kajian Pustaka
1. Keterampilan Membaca Permulaan a. Membaca
Membaca merupakan suatu aktivitas yang sangat jamak dilakukan
bagi siapapun, di mana pun, dan kapan pun berikut dengan objek yang sangat beranekaragam (Nuriadi, 2008:1). Tujuan melakukan aktivitas ini pun sangat bervariatif dan umumnya adalah untuk memperoleh
pengetahuan sebanyak-banyaknya. Keterampilan membaca dipandang sebagai salah satu pilar utama keahlian dalam berbahasa (Nuriadi, 2008:3).
Membaca merupakan interpretasi (penafsiran) sebuah ide dari tanda-tanda tertulis. Ketika seorang anak telah melihat kata dalam susunan huruf yang diletakkan di atas meja dan anak dapat mengatakan maknanya,
anak tersebut telah membaca (Gutek, 2013: 338).
Slamet (2014: 24) mengungkapkan membaca merupakan salah
satu kemampuan berbahasa tulis yang reseptif. Disebut reseptif karena dengan membaca seseorang akan memperoleh informasi ilmu pengetahuan dan pengalaman-pengalaman baru. Semua yang diperoleh melalui bacaan
Dengan demikian kegiatan membaca merupakan kegiatan yang sangat diperlukan oleh siapapun yang ingin maju dan meningkatkan diri. Oleh
sebab itu pembelajaran membaca permulaan di sekolah dasar mempunyai peranan penting.
Katz (1997: xi) mengatakan bahwa kegiatan membaca merupakan langkah awal pendidikan bagi seorang anak. Membaca merupakan bagian dari penguasaan bahasa–bunyi yang dilukiskan dengan simbol-simbol
visual. Membaca merupakan pemakaian kata-kata kompleks di mana anak sudah mulai menguasainya. Pada usia 5 tahun, seorang anak mungkin
sudah memiliki sekitar 2000 perbendaharaan kata. Belajar memakai kata-kata untuk membentuk percakapan merupakan langkah pertama yang penting. Membaca merupakan kunci ilmu pengetahuan.
Zuchdi (1996: 50) mengungkapkan kemampuan membaca yang diperoleh pada membaca permulaan akan sangat berpengaruh terhadap
kemampuan membaca lanjut. Sebagai kemampuan yang mendasari kemampuan berikutnya maka kemampuan membaca permulaan
benar-benar memerlukan perhatian guru; sebab jika dasar itu tidak kuat, pada tahap membaca lanjut siswa akan mengalami kesulitan untuk dapat memiliki kemampuan membaca yang memadai.
Zuchdi (1996: 50) menuliskan bahwa kemampuan membaca sangat diperlukan oleh setiap orang yang ingin memperluas pengetahuan dan
kelas II harus bersungguh-sungguh agar dapat memberikan dasar kemampuan membaca yang memadai kepada anak didik. Hal itu akan
dapat terwujud melalui pelaksanaan pembelajaran yang baik. Untuk dapat melaksanakan pembelajaran secara baik, perlu ada perencanaan, baik
mengenai materi, metode, maupun pengembangannya.
Kemampuan membaca merupakan dasar untuk menguasai berbagai bidang studi. Jika anak pada usia sekolah permulaan tidak segera memiliki
kemampuan membaca, maka ia akan mengalami banyak kesulitan dalam mempelajari berbagai bidang studi pada kelas-kelas berikutnya. Oleh
karena itu, anak harus belajar membaca agar ia dapat membaca untuk belajar (Lerner dalam Abdurrahman, 2001: 200).
Berdasarkan beberapa pengertian tentang membaca yang
disampaikan dari beberapa ahli di atas maka dapat diketahui bahwa pengertian membaca adalah suatu kegiatan yang bertujuan untuk mencari
informasi dengan cara melihat tulisan-tulisan yang ditulis oleh penulis yang memerlukan konsentrasi agar dapat memahami maksud dari penulis
dan bisa dilakukan dengan bersuara maupun dengan tidak bersuara. Dalam konteks ini, membaca yang dimaksudkan adalah membaca kata dan kalimat yang terdiri dari kata-kata yang sudah dipahami oleh anak usia
enam sampai tujuh tahun dengan suara yang jelas. Kalimat yang dimaksud dalam konteks ini adalah kalimat sederhana yang terdiri dari subjek,
b. Membaca Permulaan
Pengajaran membaca yang paling baik adalah pengajaran membaca
yang didasarkan pada kebutuhan anak dan mempertimbangkan apa yang telah dikusasai anak. Rubin (dalam Slamet, 2014: 107) mengemukakan
beberapa kegiatan yang dilakukan dalam pengajaran membaca, yakni (1) peningkatan ucapan; (2) kesadaran fonemik (bunyi bahasa); (3) hubungan antara huruf-huruf merupakan prasyarat untuk dapat membaca; (4)
membedakan bunyi-bunyi merupakan hal yang penting dalam pemerolehan bahasa, khususnya membaca; (5) kemampuan mengingat; (6)
membedakan huruf; (7) orientasi ke kiri dan ke kanan; (8) keterampilan pemahaman; dan (9) penguasaan kosakata.
Kemampuan membaca yang diperoleh pada membaca permulaan
akan sangat berpengaruh terhadap kemampuan membaca permulaan selanjutnya. Sebagai kemampuan yang mendasari kemampuan berikutnya
maka kemampuan membaca permulaan benar-benar memerlukan perhatian guru, sebab jika dasar tidak kuat, pada tahap membaca
permulaan siswa akan mengalami kesulitan untuk dapat memiliki kemampuan membaca permulaan yang memadai (Slamet, 2014: 24).
Dari pengertian mengenai membaca permulaan di atas, dapat
diketahui bahwa ada sembilan kegiatan yang biasa dilakukan dalam pengajaran membaca yaitu (1) peningkatan ucapan, (2) kesadaran bunyi
kanan, (8) keterampilan pemahaman, serta (9) penguasaan kosakata. Dalam penelitian ini, kegiatan yang ditekankan dalam membaca yaitu (1)
peningkatan ucapan yaitu siswa dengan jelas dapat mengucapkan setiap kata, (2) kemampuan mengingat yaitu siswa dapat mengingat setiap kata
yang telah dibacanya, (3) orientasi kiri ke kanan yaitu konsistensi dalam membaca dengan melihat tulisan dari arah kiri ke kanan, (4) keterampilan pemahaman yaitu mampu memahami gambar yang berkaitan dengan teks
bacaan, dan (5) penguasaan kosakata yaitu siswa sudah menguasai kosakata sederhana yang biasa didengarnya dalam kehidupan sehari-hari.
c. Kalimat Sederhana
Dalam bahasa Indonesia, kalimat sederhana merupakan tuturan atau paparan yang paling elementer. Kalimat sederhana adalah dasar dari
semua macam ragam kalimat yang lain dan secara alamiah telah dilatih sejak kecil menggunakannya. Tiap kali seseorang berbicara, kalimat
sederhanalah yang hampir selalu diucapkan. Oleh sebab itu, kalimat sederhana popular dalam kehidupan sehari-hari (Razak, 1985: 17).
Sebuah kalimat sederhana itu memang sederhana baik bentuk maupun isinya. Dari segi bentuk, unsur katanya tidak banyak, sedangkan dari segi isi hanya memberikan informasi atau sebuah pikiran. Oleh sebab
itu memahaminya sangat mudah (Razak, 1985: 17).
Tiap kalimat merupakan sebuah pola. Pola kalimat merupakan
Hal yang berubah adalah kata yang digunakannya sebagai pendukung pengertian yang hendak disampaikannya (Razak, 1985: 18).
Bagaimanapun sederhananya sebuah kalimat, polanya selalu terdiri dari dua bagian dan di dalam setiap bagian itulah terdapat unsur kalimat.
Baik unsur subjek maupun unsur predikat merupakan unsur utama di dalam sebuah kalimat. Kedua unsur itulah yang membangun sebuah kalimat sebagai suatu kesatuan terkecil bahasa. Tanpa salah satu darinya,
kesatuan itu akan rusak, tidak merupakan suatu kesatuan yang utuh dan bulat, dan tidak dapat disebut sebuah kalimat (Razak, 1985: 21).
Razak (1985: 21) mengatakan bahwa dalam sebuah kalimat harus mempunyai pola dasar. Pola dasar sebuah kalimat sederhana adalah subjek dan predikat. Pola itu akan rusak apabila salah satu dari kedua unsur
tersebut tidak ada. Sebaliknya, bila kedua unsur itu ada, pola tersebut akan tetap utuh, walaupun jumlah katanya dilenyapkan. Sebuah kalimat
haruslah jelas dan harus dapat mengantarkan apa yang dimaksud kepada pembaca. Dengan jumlah kata yang sedikit yang hanya mewakili subjek
dan predikat saja kadang-kadang terasa sukar untuk mencapai kejelasan itu. Supaya kalimat bisa menjadi jelas, maka perlunya menambahkan sejumlah kata lain. Dengan demikian kata yang digunakan akan menjadi
lebih banyak dan kalimat akan menjadi lebih jelas.
Dari beberapa pengertian menurut para ahli mengenai kalimat
subjek dan unsur predikat, kalimat sederhana dapat ditambahkan unsur keterangan/kata keterangan sehingga kalimat dapat menjadi lebih jelas.
Dalam penelitian ini, kalimat sederhana yang dimaksudkan adalah kalimat yang terdiri dari subjek, predikat, dan objek. Objek dalam kalimat
sederhana ini berfungsi untuk memperjelas predikat. Kalimat sederhana dalam penelitian ini mengunakan tokoh Dito sebagai subjeknya. Predikat yang digunakan dalam kalimat sederhana ini menggunakan kegiatan
sehari-hari yang biasa dijumpai oleh siswa. Sedangkan untuk objeknya, peneliti menggunakan kata-kata (yang mewakili nama benda misalnya
buku, bola, dll) yang sering didengar siswa. d. Media Gambar
Hamalik (1980: 57) mengatakan gambar adalah segala sesuatu yang
diwujudkan secara visual dalam bentuk dua dimensi sebagai curahan perasaan atau pikiran. Jenis-jenis gambar menurut Hamalik yaitu lukisan,
ilustrasi, karikatur, kartun, poster, gambar seri, potret, dan slide. Gambar-gambar yang baik, pada lazimnya terdapat beberapa kriteria, yaitu:
1) Keaslian gambar
Gambar menunjukkan situasi yang sebenarnya, seperti melihat keadaan atau benda sesungguhnya. Kekeliruan dalam hal ini akan
2) Kesederhanaan
Gambar itu sederhana dalam warna, menimbulkan kesan tertentu,
mempunyai nilai estetis secara murni dan mengandung nilai praktis. Jangan sampai anak-anak menjadi bingung dan tak tertarik pada
gambar tadi. 3) Perbuatan
Gambar hendaknya menunjukkan hal yang sedang melakukan suatu
perbuatan. Anak-anak lebih tertarik dan akan lebih memahami gambar-gambar yang kelihatannya sedang bergerak.
Kriteria-kriteria memilih gambar yang telah dikemukakan di atas juga berfungsi untuk menilai apakah suatu gambar efektif atau tidak untuk digunakan dalam pengajaran kelas (Hamalik, 1980: 86). Gambar
adalah salah satu alat yang penting bagi pengajaran dan pendidikan. Oleh sebab itu gambar yang akan dipergunakan hendaknya memenuhi
kriteria-kriteria tertentu. Gambar sebagai media pendidikan akan berhasil dengan efektif apabila disesuaikan dengan faktor kematangan
anak, tujuan yang akan dicapai, dan teknik pengunaan dalam situasi belajar (Hamalik, 1980: 87).
Sadiman (1986: 31) mengatakan bahwa ada enam syarat yang
1) Harus autentik
Gambar tersebut haruslah secara jujur melukiskan situasi seperti kalau
melihat benda sebenarnya. 2) Sederhana
Komposisinya hendaklah cukup jelas menunjukkan point-point pokok dalam gambar.
3) Ukuran relatif
Gambar atau foto dapat membesarkan atau memperkecil objek/benda sebenarnya. Apabila gambar/foto tersebut tentang benda/objek yang
belum dikenal atau belum pernah dilihat anak maka anak akan sulit membayangkan berapa besar benda/objek tersebut. Untuk menghindari hal tersebut hendaknya dalam gambar/foto terdapat sesuatu yang telah
dikenal anak-anak sehingga dapat memudahkan anak untuk membayangkan gambar.
4) Mengandung gerak
Gambar/foto sebaiknya mengandung gerak atau perbuatan. Gambar
yang baik tidaklah menunjukkan objek dalam keadaan diam tetapi memperlihatkan aktivitas tertentu.
Gambar yang bagus belum tentu baik untuk mencapai tujuan
pembelajaran. Walaupun dari segi mutu kurang, gambar/foto karya siswa sendiri seringkali lebih baik. Tidak setiap gambar yang bagus
hendaklah bagus dari sudut seni dan sesuai dengan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai.
Arsyad (2007: 115) membedakan gambar menjadi dua jenis yaitu gambar jadi dan gambar garis. Gambar jadi merupakan
gambar-gambar yang sudah ada dan dapat diperoleh dari berbagai sumber misalnya majalah, booklet, brosur, selebaran, dan lain sebagainya. Sedangkan gambar garis (sketsa atau stick figure) merupakan gambar
yang menunjukkan aksi atau sikap. Gambar garis dapat menyampaikan cerita atau pesan-pesan penting. Dalam membuat gambar garis, ciri
utama objek, aksi, atau situasi yang ingin dilukiskan harus tetap ada. Wajah yang ceria dapat dibedakan dengan garis-garis lengkung pada wajah misalnya mulut dan alis. Gambar garis dapat digunakan pada
media flashcard (kartu kecil yan berisi gambar, teks, atau tanda simbol yang mengingatkan atau menuntun siswa kepada sesuatu yang
berhubungan dengan gambar itu). Flashcard biasanya berukuran 8 x 12 cm, atau dapat disesuaikan dengan besar kecilnya kelas yang
dihadapi. Kartu abjad, misalnya dapat digunakan untuk latihan mengeja lancar (dalam bahasa Arab atau bahasa Inggris). Kartu yang berisi gambar-gambar (benda-benda, binatang, dan sebagainya) dapat
digunakan untuk melatih siswa mengeja dan memperkaya kosakata. Kartu-kartu tersebut menjadi petunjuk dan rangsangan bagi siswa
memperlancar bacaan-bacaan shalat, gambar setiap gerakan dalam shalat dibuat di atas flashcard (Arsyad, 2007: 120-121).
Menurut Latuheru (1988: 43-44), ada beberapa hal yang perlu diperhatikan bila menggunakan gambar, yaitu:
1) Gunakanlah gambar yang sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan siswa (isi, ukuran, warna).
2) Saat memegang/memperlihatkan gambar, usahakan agar gambar
tersebut jangan sampai bergerak.
3) Hindari pengunaan gambar dalam jumlah dan jenis yang terlampau
banyak; sebab hal ini cenderung membingungkan siswa. Kecuali jika ingin membandingkan beberapa gambar, maka perlihatkanlah gambar itu satu per satu agar perhatian siswa hanya tertuju pada
gambar yang sedang diamati.
4) Jika ingin memperlihatkan gambar pada siswa tanpa pengawasan
secara khusus dari guru, usahakan agar ada keterangan tertulis pada bagian bawah dari gambar tersebut. Keterangan tersebut harus
singkat tetapi jelas (tidak membuat siswa bingung dan bertanya-tanya pada dirinya sendiri atau pada orang lain).
5) Lebih baik jika guru menulis pertanyaan-pertanyaan dan
jawabannya di samping gambar tersebut, tetapi tutupilah jawabannya dengan kertas. Biarkan setiap siswa menguji sendiri
Dari beberapa pengertian tentang media gambar menurut beberapa ahli di atas maka dapat diketahui bahwa gambar merupakan salah satu
media yang dapat digunakan untuk membantu siswa belajar memahami sesuatu. Media gambar yang menggambarkan suatu benda/objek dapat
dipergunakan sebagai salah satu media pendidikan. Dalam penelitian ini, media gambar yang digunakan adalah flashcard. Flashcard ini memuat gambar tokoh yang sedang melakukan kegiatan sehari-hari. Flashcard ini
memiliki beberapa kriteria antara lain (1) kesederhanaan yaitu gambar tidak terlalu rumit dan mudah dipahami oleh siswa, (2) ukuran relatif yaitu
ukuran objek pada gambar dapat diperbesar ataupun diperkecil dari ukuran objek yang sesungguhnya, (3) mengandung gerak yaitu gambar memperlihatkan gerakan atau kegiatan yang sedang dilakukan oleh tokoh,
dan (4) sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan siswa yaitu gambar yang digunakan adalah gambar-gambar kegiatan yang sering dijumpai
siswa dalam kehidupan sehari-hari. 2. Teori Perkembangan Anak
Istilah “perkembangan” (development) dalam psikologi merupakan
sebuah konsep yang cukup rumit dan kompleks, di dalamnya terkandung banyak dimensi. Oleh sebab itu untuk dapat memahami konsep
perkembangan, perlu terlebih dahulu memahami beberapa konsep lain yang terkandung di dalamnya, diantaranya: pertumbuhan, kematangan,
berkesinambungan dan progresif dalam organisme, dari lahir sampai mati, (2) pertumbuhan, (3) perubahan dalam bentuk dan dalam integrasi dari
bagian-bagian jasmaniah ke dalam bagian-bagian fungsional, (4) kedewasaan atau kemunculan pola-pola asasi dari tingkah laku yang tidak
dipelajari. Menurut Reni Akbar Hawadi (dalam Desmita, 2007: 4), perkembangan secara luas menunjuk pada keseluruhan proses perubahan dari saat pembuahan dan berakhir dengan kematian. Menurut Monks, dkk
(dalam Desmita, 2007: 4) pengertian perkembangan menunjuk pada suatu proses ke arah yang lebih sempurna dan tidak dapat diulang kembali.
Menurut Piaget (dalam Dahar, 2011: 136) setiap individu mengalami tingkat-tingkat perkembangan intelektual sebagai berikut.
a. Sensori-motor (0-2 tahun)
Tingkat sensori-motor menempati dua tahun pertama dalam kehidupan. Selama periode ini, anak mengatur alamnya dengan indra
(sensori) dan tindakannya (motor). Selama peroide ini, bayi tidak mempunyai konsepsi object permanence. Bila suatu benda
disembunyikan, ia gagal untuk menemukannya. Sambil pengalamannya bertambah sampai mendekati periode ini, bayi menyadari sesudah dilihatnya benda itu disembunyikan.
Tahap sensori-motor berlangsung dari kelahiran hingga kira-kira 2 tahun. Selama tahap ini, perkembangan mental ditandai dengan kemajuan
tindakan-tindakan fisik (Desmita: 2007: 104). Dalam hal ini, bayi yang baru lahir bukan saja menerima secara pasif rangsangan-rangsangan terhadap alat
indranya, melainkan juga aktif memberikan respon terhadap rangsangan tersebut, yakni melalui gerak-gerak refleks.
b. Tingkat Pra-Operasional (2-7 tahun)
Tingkat ini terjadi antara umur 2 sampai 7 tahun. Periode ini disebut pra-operasional karena pada umur ini anak belum mampu untuk
melaksanakan operasi mental yaitu menambah, mengurangi, dan lain-lain. Tingkat pra-operasional terdiri atas dua subtingkat. Subtingkat pertama
antara 2 hingga 4 tahun yang disebut subtingkat pralogis. Subtingkat kedua ialah antara 4 hingga 7 tahun yang disebut dengan tingkat berpikir intuitif. Pada subtingkat pralogis, penalaran anak sudah transduktif. Kita
mengetahui bahwa deduksi ialah menalar dari umum ke khusus. Sebagai contoh diasumsikan bahwa semua anak baik. Jika kita melihat seorang
anak, kita mendeduksikan bahwa anak itu baik. Sebaliknya dari deduksi ialah induksi, yaitu mengambil generalisasi dari hal-hal yang khusus.
Sebagai contoh jika kita bertemu dengan beberapa orang anak yang baik, kita simpulkan bahwa semua anak itu baik Namun menurut Piaget, berpikir anak itu bukan deduksi atau induksi. Mereka bergerak dari khusus
ke khusus tanpa menyentuh pada yang umum. Anak itu melihat suatu hubungan hal-hal tertentu yang sebenarnya tidak ada. Piaget menyebut ini
ketika menggunakan sebuah objek atau tindakan untuk mempresentasekan sesuatu yang tidak hadir (dalam Crain, 2007: 182).
c. Tingkat Operasional Konkret (7-11 tahun)
Periode operasional konkret adalah antara umur 7-11 tahun. Tingkat
ini merupakan permulaan berpikir rasional. Ini berarti anak memiliki operasi-operasi logis yang diterapkannya pada masalah-masalah yang konkret. Bila menghadapi suatu pertentangan antara pikiran dan persepsi,
anak dalam periode opeasional konkret memilih mengambil keputusan logis, dan bukan keputusan perseptual seperti anak pra-operasional.
Operasi-operasi dalam periode ini terkait pada pengalaman perorangan. Operasi-operasi itu konkret, bukan operasi formal. Anak belum dapat berurusan dengan materi abstrak, seperti hipotesis dan proposisi verbal
(dalam Dahar, 2011: 138).
d. Tingkat Operasional Formal (>11 tahun)
Pada umur kira-kira 11 tahun, timbul periode operasi baru. Pada periode ini, anak dapat menggunakan operasi-operasi konkretnya untuk
membentuk operasi yang lebih kompleks. Kemajuan utama pada anak selama periode ini adalah ia tidak perlu berpikir dengan pertolongan benda atau peristiwa konkret; ia mempunyai kemampuan untuk berpikir abstrak
(dalam Dahar, 2011: 139).
Dari pendapat ahli di atas mengenai perkembangan anak, dapat
tahun, (3) tahap operasional konkret pada usia 7-11 tahun, (4) tahap operasional formal pada usia lebih dari 11 tahun. Dalam penelitian ini,
siswa yang menjadi subjek penelitian termasuk dalam tahap perkembangan anak yang kedua yaitu pada tahap pra-operasional (usia 2-7
tahun). Seperti yang telah dituliskan di atas bahwa pada tahap ini, anak-anak mulai menggunakan simbol-simbol dalam mempresentasikan suatu objek. Dalam konteks ini, simbol yang digunakan oleh peneliti berupa
gambar-gambar dengan teks yang berkaitan.
3. Hakikat Montessori
a. Membaca dalam Montessori
Maria Montessori berpendapat bahwa periode sensitif anak akan sangat menguntungkan bagi perkembangan anak. Anak akan lebih mudah
belajar membaca pada periode sensitif. Peranan alfabet sangat penting dalam membantu memperbaiki pengucapan anak. Untuk anak usia enam
tahun, belajar untuk mengucapkan kata-kata lebih sulit daripada anak usia empat tahun. Pada usia empat tahun, anak masih berada dalam periode
sensitif. Dalam mempelajari bahasa di usia empat tahun, anak tidak perlu berusaha secara sadar (terjadi secara alamiah). Pada usia enam tahun, untuk belajar pengucapan bahasa, akan memerlukan usaha sadar untuk
mengendalikan otot-otot lidahnya.
Pengajaran membaca tahap awal dalam Montessori, dilakukan
vokal dan warna biru untuk huruf konsonan. Terdapat pula sejumlah kartu yang memuat huruf-huruf dalam warna dan ukuran yang sama. Selain
kartu huruf, terdapat pula gambar benda-benda yang huruf awalnya mewakili alfabet. Gambar-gambar tersebut berfungsi untuk memapankan
memori tentang bunyi dari huruf tersebut. Pembelajaran membaca dimulai dengan mengenalkan huruf-huruf vokal. Direktris memperlihatkan huruf vokal, meraba dengan jari sambil menyebutnya nama huruf tersebut.
Meraba huruf-huruf dan melihatnya pada saat yang bersamaan dapat menyimpan gambaran huruf-huruf lebih cepat karena melalui kerjasama
indera-indera.
b. Peran Direktris Montesssori
Peran direktris Montessori adalah memandu proses pembelajaran
anak-anak tanpa melakukan campur tangan. Kebutuhan pertama dari sang direktris adalah mengkreasi-kembali lingkungan pembelajaran sehingga
anak-anak mendapatkan lingkungan yang tepat untuk belajar. Sementara tidak melaksanakan tugas-tugas atau kegiatan pada anak-anak, sang
direktris secara jelas mengikuti aturan-aturan dasar yang didasarkan pada prinsip-prinsip Montessori. Direktris mencatat perkembangan fisik dari sang anak, pembelajaran sebelumnya, dan kesiapan untuk pembelajaran
yang baru. Direktris memastikan bahwa lingkungan pembelajaran mengandung bahan-bahan dan kesempatan-kesempatan yang merangsang
Dalam metode Montessori, direktris memperkenalkan tiga huruf dalam waktu yang bersamaan. Direktris memilih huruf yang kontras dalam
bentuk dan suara karena akan memudahkan anak untuk membedakannya. Direktris Montessori juga mengambil peran dalam pengucapan suara
untuk membantu anak membuat perbedaan bunyi. c. Alat Peraga Montessori
Alat peraga yang digunakan dalam pembelajaran Montessori
merupakan alat yang didesain oleh Montessori sendiri dengan menyesuaikan kebutuhan anak sebagai pengguna. Seluruh perabot yang
ada di Montessori didesain sesuai dengan ukuran anak agar anak dapat mengambil dan mengembalikan sendiri alat peraga ke tempatnya (Magini, 2013: 51). Alat peraga Montessori memiliki karakteristik mengoreksi-diri,
artinya, anak yang mengunakan alat peraga Montessori dapat secara mandiri menemukan kesalahan yang dilakukannya selama menggunakan
alat peraga. Bahan-bahan pembelajaran yang bersifat mengoreksi-diri ini membuat masing-masing anak dapat bekerja dalam kecepatan mereka
sendiri dan hanya membutuhkan sedikit intervensi (bantuan) dari sang pengajar (Gutek, 2013: 27). Alat peraga Montessori memiliki lima karakteristik yaitu menarik, bergradasi, auto-correction, auto-education,
dan kontekstual.
Ciri alat peraga Montessori yang pertama adalah menarik. Alat peraga
mendalam. Dengan demikian, pembelajaran yang disampaikan akan lebih mudah untuk diterima dan dipahami oleh anak. Ciri alat peraga Montessori
yang kedua adalah bergradasi. Bergradasi dalam hal ini berarti memiliki ragam warna, keras-lembut, berat-ringan, serta rangsangan-rangsangan
yang dimunculkan oleh anak. Alat peraga dibuat untuk melatih berbagai indera dan dapat digunakan untuk berbagai usia (Gutek, 2013: 235-239). Dalam konteks ini, alat peraga buku latihan membaca permulaan berbasis
metode Montessori dapat digunakan oleh anak yang belum bisa membaca kata ataupun kalimat yang pada umumnya berusia enam sampai tujuh
tahun. Ciri alat peraga Montessori yang ketiga adalah auto-correction. Alat peraga Montessori memiliki pengendali kesalahan sebagai control of error. Pengendali kesalahan yang dimaksud adalah petunjuk yang dapat
membantu siswa menyadari kesalahan ketika sedang menggunakan alat peraga dan membantu siswa menemukan jawaban yang benar. Dalam
konteks ini, pengendali kesalahan pada alat peraga buku latihan membaca permulaan berbasis metode Montessori adalah kartu gambar dengan teks
yang berkaitan. Ciri alat peraga Montessori yang keempat adalah auto-education. Alat peraga dalam pembelajaran Montessori dirancang
berdasarkan tahap perkembangan anak sehingga sesuai dengan kebutuhan
anak. Alat peraga Montessori juga didesain untuk mudah dibawa ataupun dipindahan oleh anak sehingga anak secara bebas dan nyaman dapat
membantu siswa menyadari kesalahan dan menemukan jawaban yang benar secara mandiri. Ciri alat peraga Montessori yang kelima adalah
kontekstual. Pembelajaran yang disesuaikan dengan konteks akan lebih mendalam dan lebih memperkaya lingkungan siswa. Kontekstual berarti
sesuai dengan lingkungan anak, dekat dengan anak, dan mudah dijumpai di lingkungan sekitar. Dalam hal ini, ciri kontekstual Nampak dalam gambar-gambar kegiatan tokoh pada alat peraga yang menunjukkan
kegiatan yang biasa dilakukan dalam kehidupan sehari-hari.
Dari beberapa pemaparan di atas mengenai Montessori, peran direktris
Montessori dan alat peraga Montessori, dapat diketahui bahwa, peran direktris Montessori adalah sebagai pengamat yang mengamati anak-anak ketika sedang menggunakan alat peraga. Alat peraga Montessori yang
dikembangkan dalam penelitian ini, memiliki lima ciri yang khas yaitu menarik, bergradasi, auto-correction, auto-education, dan kontekstual.
Dalam penelitian ini, alat peraga yang dikembangkan mengadaptasi dari alat peraga Montessori yaitu pink reading books dan pink sentence strips.
Alat peraga dalam penelitian ini terdiri dari kartu bergambar, kartu kata, kartu kalimat, serta buku cerita bergambar.
B. Penelitian Relevan
Berikut ini merupakan beberapa penelitian yang berkaitan dengan pengembangan buku latihan membaca permulaan berbasis metode
metode SAS dan media gambar pada siswa SD kelas I. Permasalahan yang mendasari penelitian ini adalah rendahnya keterampilan membaca
dan menulis pada sebagian besar siswa kelas I SD Kanisius Ganjuran pada tahun ajaran 2011/2012. Penelitian yang dilakukan oleh Suprapti ini
menunjukkan hasil adanya peningkatan terhadap keterampilan membaca dan menulis permulaan pada siswa kelas I SD Kanisius Ganjuran. Suprapti menuliskan bahwa, media gambar yang digunakannya dapat memudahkan
siswa dalam mengikuti pembelajaran (Suprapti, 2012: 56). Alasan penggunaan media gambar dalam penelitian yang dilakukan oleh Suprapti
adalah karena penggunaan media gambar dalam membaca dan menulis permulaan dapat mempermudah siswa memahami kalimat yang disajikan oleh guru sehingga menjadi lebih realistis (Suprapti, 2012: 58).
Penelitian lainnya terkait membaca permulaan dilakukan oleh Wahyuningsih (2014: vii). Permasalahan yang dibahas dalam penelitian
yang dilakukan oleh Wahyuningsih adalah kurangnya kemampuan membaca pada anak usia dini di RA Uswatun Hasanah Trenten
Candimulyo. Hal yang menjadi penyebab munculnya permasalahan yaitu belum sesuainya media dalam pembelajaran membaca. Tujuan penelitian adalah untuk mendeskripsikan penggunaan kartu kata bergambar dalam
upaya meningkatkan kemampuan membaca pada anak usia dini. Metode yang digunakan adalah penelitian tindakan kelas dengan dua siklus. Hasil
meningkatkan kemampuan membaca pada anak usia dini di RA Uswatun Hasanah Trenten Candimulyo berhasil baik.
Penelitian terbaru terkait membaca permulaan dilakukan oleh Theresia Tri Wulandari. Wulandari (2016: viii) telah melakukan penelitian yang
berkaitan dengan membaca permulaan.Wulandari melakukan penelitian menggunakan metode Montessori. Alat peraga yang dikembangkan oleh Wulandari yaitu Large Movable Alphabet (LMA). Alat peraga LMA
terdiri dari kotak huruf, kartu huruf diftong, kartu suku kata, kartu gambar, kotak garis, papan petunjuk huruf, dan papan tulis. Hal yang
melatarbelakagi penelitian yang dilakukan oleh Wulandari adalah permasalahan membaca dan menulis yang dialami oleh siswa kelas I SD Karangwuni serta terbatasnya jumlah alat peraga yang tersedia untuk
belajar membaca dan menulis permulaan. Hasil dari penelitian yang dilakukan oleh Wulandari menunjukkan bahwa alat peraga membaca dan
menulis permulaan yang dikembangkan dari alat peraga Montessori dapat membantu siswa dalam menguasai keterampilan membaca dan menulis
permulaan (Wulandari, 2016: 106). Kesamaan dari penelitian yang dilakukan oleh Suprapti, Wahyuningsih, dan Wulandari adalah adanya media gambar yang digunakan dalam penelitian. Media gambar yang
digunakan dalam penelitian Suprapti berupa gambar-gambar yang dapat membantu siswa memahami kalimat-kalimat yang disajikan. Dalam
berupa kartu gambar objek. Berdasarkan kesamaan komponen alat peraga dalam ketiga penelitian tersebut, maka peneliti mengembangkan alat
peraga yang salah satu komponennya adalah kartu bergambar yaitu berupa buku latihan membaca permulaan berbasis metode Montessori. Kartu
bergambar yang dalam alat peraga ini berupa kartu gambar objek, serta kartu gambar yang menunjukkan gambar kegiatan sehari-hari yang sering dijumpai siswa. Tak hanya ada dalam kartu, gambar dalam alat peraga ini
Secara ringkas, kerangka penelitian dalam penelitian ini dapat dilihat dalam dalam bagan berikut ini.
Gambar 2.1 Bagan Penelitian Relevan
C. Kerangka Berpikir
Masalah yang dihadapi dalam konteks ini adalah masih ada siswa
SD kelas I yang mengalami kesulitan dalam belajar membaca. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan jenis penelitian research and
development. Penelitian research and development merupakan
penelitian pengembangan yang dilakukan untuk mengembangkan suatu media yang sudah ada. Sesuai dengan namanya, research and
development dipahami sebagai kegiatan yang dimulai dengan research
(penelitian) dan development (pengembangan). Kegiatan research
dilakukan untuk mendapatkan informasi tentang kebutuhan pengguna sedangkan kegiatan development dilakukan untuk pengembangan media.
Pada penelitian ini, peneliti meneliti tentang kemampuan membaca siswa usia 6-7 tahun atau siswa SD kelas I. Peneliti mengembangkan
alat peraga buku latihan membaca permulaan berbasis metode Montessori. Dengan alat peraga buku latihan membaca permulaan
berbasis metode Montessori ini, diharapkan siswa SD kelas I dapat terbantu dalam belajar membaca pada tahap permulaan sehingga siswa tidak mengalami kesulitan dalam belajar membaca pada tahap
berikutnya.
Alat peraga berbasis metode Montessori yang dikembangkan
dengan ciri alat peraga Montessori yaitu education, auto-correction, bergradasi, menarik, dan kontekstual. Dengan adanya alat
peraga buku latihan membaca permulaan berbasis metode Montessori ini diharapkan dapat menyelesaikan permasalahan yang ada terkait
membaca permulaan pada siswa SD kelas I.
D. Pertanyaan Penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti merumuskan dua pertanyaan penelitian,
yaitu sebagai berikut:
1. Bagaimana proses pengembangan alat peraga buku latihan membaca permulaan berbasis metode Montessori yang dapat
membantu siswa membaca kata dan kalimat sederhana?
2. Bagaimana kualitas alat peraga buku latihan membaca permulaan
35 BAB III
METODE PENELITIAN
Dalam bab ini akan diuraikan jenis penelitian, setting penelitian, prosedur penelitian dan pengembangan, teknik pengumpulan data, instrumen penelitian,
dan teknik analisis data. A. Jenis Penelitian
Pada penelitian ini, peneliti mengembangkan alat peraga Montessori untuk
pembelajaran bahasa (language). Penelitian ini berfokus pada keterampilan membaca permulaan siswa SD kelas I. Produk yang dihasilkan dalam penelitian
ini adalah produk yang mengadopsi dari alat peraga Montessori yaitu pink reading books dan pink sentence strips maka jadilah sebuah produk baru yaitu buku
latihan membaca permulaan berbasis metode Montessori.
Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian dan pengembangan atau yang biasa disebut dengan R&D (Research and Development). Penelitian dan
pengembangan merupakan suatu metode penelitian yang digunakan untuk menghasilkan produk tertentu, dan menguji keefektifan produk tersebut
(Sugiyono, 2015: 407). R&D menekankan produk yang berguna atau bermanfaat dalam berbagai bentuk sebagai perluasan, tambahan, dan inovasi dari bentuk-bentuk yang sudah ada (Putra, 2015).
Prosedur metode research and development yang dipaparkan oleh Sugiyono mencantumkan 10 tahap. Tahap-tahap tersebut dapat dilihat pada
Gambar 3.1 Langkah-langkah penelitian dan pengembangan (Sugiyono, 2015: 409)
Langkah-langkah research dan development menurut gambar di atas, dimulai dari menemukan potensi dan masalah. Potensi merupakan segala sesuatu yang bila didayagunakan akan memiliki nilai tambah
(Sugiyono, 2015: 409). Masalah merupakan penyimpangan antara yang diharapkan dengan yang terjadi. Dengan kata lain, masalah akan muncul
jika terjadi penyimpangan antara yang diharapkan dengan yang terjadi sesungguhnya. Data tentang potensi dan masalah tidak harus dicari sendiri, tetapi bisa berdasarkan laporan penelitian oranglain atau dokumentasi
laporan kegiatan dari perorangan atau instansi tertentu yang masih up to date (Sugiyono, 2015: 411).
Langkah kedua adalah mengumpulkan informasi atau mengumpulkan data. Informasi yang dikumpulkan kemudian digunakan
sebagai bahan perencanaan produk tertentu yang diharapkan dapat mengatasi permasalahan yang muncul. Langkah ketiga adalah desain
produk. Produk yang dihasilkan dalam penelitian research and development bermacam-macam. Dalam bidang pendidikan, produk-produk
yang dihasilkan diharapkan dapat meningkatkan produktivitas pendidikan.
Langkah keempat yaitu melakukan validasi desain. Validasi desain merupakan proses kegiatan untuk menilai apakah rancangan produk secara
rasional baik atau efektif (Sugiyono, 2015: 414). Langkah kelima adalah perbaikan desain yang dilakukan peneliti. Langkah keenam yaitu uji coba produk. Produk yang telah dibuat oleh peneliti kemudian diujicobakan di
lapangan secara terbatas.
Langkah ketujuh adalah revisi produk. Setelah melakukan
pengujian produk, produk yang telah diujicobakan perlu direvisi sehingga menjadi produk yang benar-benar baik dan efektif untuk digunakan.
Langkah kedelapan yaitu uji coba pemakaian. Pada langkah ini, ruang lingkup untuk pengujicobaan produk lebih luas dibandingkan dengan ruang lingkup pada langkah keenam. Langkah kesembilan yaitu revisi
produk. Setelah peneliti melakukan uji coba produk pada ruang lingkup yang lebih luas, maka produk dapat disempurnakan lagi. Langkah
diujicobakan dan direvisi tadi diproduksi secara massal (dalam jumlah
banyak).
B. Setting Penelitian
Setting penelitian menjelaskan objek penelitian, subjek penelitian,
lokasi penelitian, dan waktu penelitian. 1. Objek Penelitian
Objek penelitian ini adalah alat peraga untuk latihan membaca
permulaan berbasis metode Montessori berupa buku latihan membaca permulaan berbasis metode Montessori. Alat peraga ini dirancang untuk
membantu siswa melatih kemampuan membaca permulaan. Kemampuan membaca permulaan yang dikembangkan melalui alat peraga buku latihan membaca permulaan ini yaitu membaca kata dan kalimat sederhana
2. Subjek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah lima siswa kelas I SD Negeri
Perumnas Condongcatur. Siswa-siswi ini terdiri dari dua siswi perempuan dan tiga siswa laki-laki. Siswa-siswi yang menjadi subjek penelitian merupakan siswa-siswi yang direkomendasikan oleh guru kelas I SD
Negeri Perumnas Condongcatur. 3. Lokasi Penelitian