• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN SANITASI DASAR DENGAN INSIDEN PENYAKIT BERBASIS LINGKUNGAN DI PERUMAHAN ADB I DESA RANTAU PANYANG TIMUR KECAMATAN MEUREUBO KABUPATEN ACEH BARAT SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "HUBUNGAN SANITASI DASAR DENGAN INSIDEN PENYAKIT BERBASIS LINGKUNGAN DI PERUMAHAN ADB I DESA RANTAU PANYANG TIMUR KECAMATAN MEUREUBO KABUPATEN ACEH BARAT SKRIPSI"

Copied!
56
0
0

Teks penuh

(1)

RANTAU PANYANG TIMUR KECAMATAN MEUREUBO KABUPATEN ACEH BARAT

SKRIPSI

Oleh: RUSNI NIM : 07C10104156

PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS TEUKU UMAR KABUPATEN ACEH BARAT

(2)

RANTAU PANYANG TIMUR KECAMATAN MEUREUBO KABUPATEN ACEH BARAT

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

Oleh: RUSNI NIM : 07C10104156

PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS TEUKU UMAR KABUPATEN ACEH BARAT

(3)

1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Kesehatan adalah hak asasi manusia dan sekaligus investasi untuk keberhasilan pembangunan bangsa. Pembangunan kesehatan diarahkan untuk mencapai Indonesia Sehat, yaitu suatu keadaan dimana setiap orang hidup dalam lingkungan yang sehat, berperilaku hidup bersih dan sehat, mempunyai akses terhadap pelayanan kesehatan serta memiliki derajat kesehatan yang setinggi-tingginya (Dinkes, 2009).

Visi pembangunan kesehatan saat ini adalah Indonesia sehat 2014 untuk mewujudkan masyarakat yang mandiri dan berkeadilan. Visi ini dituangkan kedalam empat misi salah satunya adalah meningkatkan kesehatan masyarakat melalui pemberdayaan masyarakat, termasuk swasta dan masyarakat madani (Depkes RI, 2009). Misi pembangunan kesehatan tersebut diwujudkan dengan menggerakkan dan memberdayakan masyarakat untuk berperilaku hidup bersih dan sehat (PHBS). Perilaku hidup bersih dan sehat adalah sekumpulan perilaku yang dipraktikkan atas dasar kesadaran atas hasil pembelajaran yang menjadikan seseorang atau keluarga dapat menolong dirinya sendiri di bidang kesehatan dan berperan aktif dalam mewujudkan kesehatan masyarakat (Dinkes, 2009).

(4)

Lingkungan permukiman dan perumahan merupakan kebutuhan dasar manusia dan juga merupakan determinan kesehatan masyarakat. Hal ini disebabkan hampir separuh hidup manusia akan berada di rumah, sehingga kualitas rumah akan sangat berdampak terhadap kondisi kesehatannya (Depkes RI, 2002). Rumah seharusnya menjadi tempat yang bebas dari gangguan, rasa kebersamaan. Rumah yang sehat mampu melindungi dari panas dan dingin yang ekstrim, hujan dan matahari, angin, hama, bencana seperti banjir dan gempa bumi, serta polusi dan penyakit (Wicaksono, 2009).

Untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, maka paling sedikit yang harus tercakup dalam pelayanan kesehatan dasar adalah: a). Pendidikan kesehatan, b). Peningkatan persediaan pangan dan kecukupan gizi, c). Penyediaan air minum dan sanitasi dasar, d). Pelayanan kesehatan ibu dan anak termasuk keluarga berencana, e). Imunisasi, dan f). Pengobatan dan pengadaan obat (Hasanah, 2010).

Sanitasi dasar adalah sanitasi minimum yang diperlukan untuk menyediakan lingkungan pemukiman sehat yang memenuhi syarat kesehatan meliputi penyediaan air bersih, pembuangan kotoran manusia (jamban/wc), pembuangan air limbah dan pengelolaan sampah (tempat sampah). Sarana sanitasi ini merupakan prasarana pendukung untuk melakukan program Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) (Azwar, 1999).

(5)

penyakit satu dengan yang lain masing-masing mempunyai karakteristik tersendiri. Dalam hal ini faktor lingkungan memegang peranan sangat penting. Interaksi manusia dengan lingkungan telah menyebabkan kontak antara kuman dengan manusia. Sering terjadi kuman yang tinggal di tubuh host kemudian berpindah ke manusia karena manusia tidak mampu menjaga kebersihan lingkungan. Hal ini tercermin dari tingginya kejadian penyakit berbasis lingkungan yang masih merupakan masalah kesehatan terbesar masyarakat Indonesia. Untuk mengurangi masalah kesehatan akibat penyakit-penyakit lingkungan adalah dengan merencanakan dan melaksanakan suatu manajemen penyakit yang berbasis wilayah (Depkes RI, 2002).

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), dari 7 miliar penduduk dunia masih ada sekitar 2,6 miliar orang yang tidak memiliki akses toilet dan fasilitas sanitasi. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) merangking negara-negara dengan sanitasi terburuk di dunia dan Indonesia menduduki peringkat ke-3 (Wahyuningsih, 2011)

Di Indonesia terdapat 4 dampak kesehatan besar disebabkan oleh pengelolaan air dan sanitasi yang buruk yakni diare, tipus, polio dan cacingan. Hasil survei pada tahun 2006 menunjukkan bahwa kejadian diare pada semua usia di Indonesia adalah 423 per 1.000 penduduk dan terjadi satu-dua kali per tahun pada anak-anak berusia dibawah lima tahun. (Elok, 2008).

(6)

Cakupan sanitasi dasar persediaan air bersih 28,263 (57,9%) Kepala Keluarga memiliki persediaan air bersih, yang memiliki jamban 12,693 (26,0%), yang memiliki tempat sampah 4,525 (9,3%), pengelolaan air limbah 2,533 (5,2%). Penyakit 10 besar dalam wilayah Kabupaten Aceh Barat, yang pertama penyakit ISPA 25%, penyakit Hypertensi 22%, Infeksi Kulit (15%), Reumatik (14%), Common Cold (8%), Diare (7%), Bronchitis dan Disentri masing – masing (3%). (Profil Dinas Kesehatan Aceh Barat. 2012).

Keluarga dengan kepemilikan sarana sanitasi dasar di wilayah kerja Puskesmas Meureubo Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh Barat tahun 2012 Berdasarkan data yang diperoleh terdapat 4,725 Kepala Keluarga (KK) dengan jumlah yang diperiksa 1.400 Kepala Keluarga (KK), terdapat persediaan air bersih 1,338 Kepala Keluarga memiliki persediaan air bersih, yang memiliki jamban 1,103, tidak ada yang memiliki tempat sampah dan pengelolaan air limbah. Dengan keadaan pemukiman serta failitas sanitasi yang masih kurang tersebut, menyebabkan masih tingginya angka penyakit ISPA dengan jumlah 2.047 kasus yang menduduki peringkat 1 dalam 10 penyakit terbesar di Wilayah Kerja Puskesmas Meureubo (Laporan Puskesmas Meureubo. 2012).

Selain sarana sanitasi dasar faktor perilaku juga merupakan faktor yang sangat penting dalam usaha kesehatan masyarakat. Walaupun sarana sanitasi dasar tersedia jika tidak didukung oleh perilaku hidup sehat dari masyarakat maka tujuan pembangunan kesehatan tidak akan tercapai.

(7)

sebanyak 130 KK, semua penduduk memiliki rumah permanen, penduduk menggunakan air sumur bor sebagai sumber air bersih, umumnya rumah tangga sudah mempunyai fasilitas WC/jamban, pengelolaan sampah di perumahan ADB I masih kurang hal ini masih banyak di jumpai sampah rumah tangga yang tidak di buang pada tempatnya. Sedangkan pembuangan air limbah rumah tangga masih menggenagi di belakang rumah tangga di karenakan tersumbatnya saluran air yang ada.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka penulis menetapkan rumusan masalah penelitian ini yaitu bagaimanakah hubungan sanitasi dasar di perumahan ADB I Desa Rantau Panyang Timur Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh Barat dengan insiden penyakit berbasis lingkungan?

1.3. Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan sanitasi dasar di perumahan ADB I Desa Rantau Panyang Timur Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh Barat dengan insiden penyakit berbasis lingkungan.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui hubungan sarana penyediaan air bersih terhadap insiden penyakit berbasis lingkungan di perumahan ADB I Desa Rantau Panyang Timur Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh Barat.

(8)

3. Untuk mengetahui hubungan sarana pembuangan kotoran manusia terhadap insiden penyakit berbasis lingkungan di perumahan ADB I Desa Rantau Panyang Timur Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh Barat.

4. Untuk mengetahui hubungan sarana pengelolaan sampah terhadap insiden penyakit berbasis lingkungan di perumahan ADB I Desa Rantau Panyang Timur Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh Barat.

1.4. Manfaat Penelitian 1.4.1 Teoritis

Untuk mendapatkan tambahan wawasan tentang hubungan sanitasi dasar dengan insiden penyakit berbasis lingkungan.

1.4.2 Aplikatif

1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi masyarakat tentang sanitasi dasar perumahan ADB I Desa Rantau Panyang Timur Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh Barat sehingga masyarakat dapat terhindar dari berbagai penyakit yang mungkin disebabkan oleh lingkungan yang tidak memenuhi syarat kesehatan.

(9)

7

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian dan Ruang Lingkup Kesehatan Lingkungan

Kesehatan lingkungan menurut WHO (World Health Organization) adalah suatu keseimbangan ekologi yang harus ada antara manusia dan lingkungan agar dapat menjamin keadaan sehat dari manusia. Ruang lingkup kesehatan lingkungan meliputi : penyediaan air minum, pengelolaan air buangan dan pengendalian pencemaran, pembuangan sampah padat, pengendalian vektor, pencegahan/pengendalian pencemaran tanah oleh ekskreta manusia, higiene makanan termasuk higiene susu, pengendalian pencemaran udara, pengendalian radiasi, kesehatan kerja, pengendalian kebisingan, perumahan dan pemukiman, aspek kesehatan lingkungan dan transportasi udara, perencanaaan daerah perkotaan, pencegahan kecelakaan, rekreasi umum dan pariwisata, tindakan – tindakan sanitasi yang berhubungan dengan keadaan epidemi/wabah, bencana alam dan perpindahan penduduk, tindakan pencegahan yang diperlukan untuk menjamin lingkungan. (Ghandi, 2010).

2.1.1 Ruang Lingkup Kesehatan Lingkungan

Kontribusi lingkungan dalam mewujudkan derajat kesehatan merupakan hal yang essensial di samping masalah perilaku masyarakat, pelayanan kesehatan dan faktor keturunan. Lingkungan memberikan kontribusi terbesar terhadap timbulnya masalah kesehatan masyarakat.

(10)

1. Menurut WHO

a. Penyediaan air minum

b. Pengelolaan air buangan dan pengendalian pencemaran c. Pembuangan sampah padat

d. Pengendalian vektor

e. Pencegahan/pengendalian pencemaran tanah oleh ekskreta manusia f. Higiene makanan, termasuk higiene susu

g. Pengendalian pencemaran udara h. Pengendalian radiasi

i. Kesehatan kerja

j. Pengendalian kebisingan k. Perumahan dan pemukiman

l. Aspek kesling dan transportasi udara m. Perencanaan daerah dan perkotaan n. Pencegahan kecelakaan

o. Rekreasi umum dan pariwisata

p. Tindakan-tindakan sanitasi yang berhubungan dengan keadaan epidemi/wabah, bencana alam dan perpindahan penduduk.

q. Tindakan pencegahan yang diperlukan untuk menjamin lingkungan.

2. Menurut UU No 23 tahun 1992 Tentang Kesehatan (Pasal 22 ayat 3), ruang lingkup kesehatan lingkungan sebagai berikut :

a. Penyehatan air dan udara

(11)

d. Pengamanan limbah gas e. Pengamanan radiasi f. Pengamanan kebisingan g. Pengamanan vektor penyakit

3. Menurut Kepmenkes RI Nomor HK.03.01/160/I/2010, ruang lingkup kesehatan lingkungan sebagai berikut :

a. Persentase penduduk yang memiliki akses terhadap air minum berkualitas b. Persentase kualitas air minum yang memenuhi syarat

c. Persentase penduduk yang menggunakan jamban sehat

d. Persentase cakupan tempat-tempat umum yang memenuhi syarat

e. Persentase cakupan tempat pengolahan makanan yang memenuhi syarat f. Persentase cakupan rumah yang memenuhi syarat

g. Persentase penduduk stop Buang Air Besar Sembarangan (BABS)

h. Cakupan daerah potensial yang melaksanakan strategi adaptasi dampak kesehatan akibat perubahan iklim

i. Persentase provinsi yang memfasilitasi penyelenggaraan STBM sebesar 100% Kab/Kota

j. Persentase provinsi yang memfasilitasi penyelenggaraan kota sehat yang sesuai standart 50%

k. Persentase Kab/Kota Kawasan yang telah melaksanakan Kab/Kota/Kawasan sehat

Menurut Kusnoputranto ruang lingkup dari kesehatan lingkungan meliputi: 1. Penyediaan air minum.

(12)

3. Pengelolaan sampah padat. 4. Pengendalian vektor penyakit.

5. Pencegahan/pengendalian pencemaran tanah. 6. Hygiene makanan.

7. Pengendalian pencemaran udara. 8. Pengendalian radiasi.

9. Kesehatan kerja, terutama pengendalian dari bahaya-bahaya fisik, kimia dan biologis.

10. Pengendalian kebisingan.

11. Perumahan dan pemukiman, terutama aspek kesehatan masyarakat dari perumahan penduduk, bangunan-bangunan umum dan institusi.

12. Perencanaan daerah dan perkotaan.

13. Aspek kesehatan lingkungan dan transportasi udara, laut dan darat. 14. Pencegahan kecelakaan.

15. Rekreasi umum dan pariwisata.

16. Tindakan-tindakan sanitasi yang berhubungan dengan keadaan epidemi, bencana alam, perpindahan penduduk dan keadaan darurat.

17. Tindakan pencegahan yang diperlukan untuk menjamin agar lingkungan pada umumnya bebas dari resiko gangguan kesehatan (Kusnoputranto, 2003).

2.2 Penyakit Berbasis Lingkungan

(13)

kesulitan. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah berdampak pada kualitas daya dukung lingkungan, yang pada akhirnya akan merusak lingkungan itu sendiri. Eksploitasi sumberdaya yang berlebihan akan berdampak buruk pada manusia (Anies, 2006).

Pengaruh lingkungan dalam menimbulkan penyakit pada manusia telah lama disadari, seperti dikemukakan Blum dalam Planing for health, development and applicationof social change theory, bahwa factor lingkungan berperan sangat besar dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Sebaliknya kondisi kesehatan masyarakat yang buruk, termasuk timbulnya berbagai penyakit juga dipengaruhi oleh lingkungan yang buruk (Anies, 2006).

Interaksi manusia dengan lingkungan telah menyebabkan kontak antara kuman dengan manusia. Sering terjadi kuman yang tinggal ditubuh host kemudian berpindah kemanusia karena manusia tidak mampu menjaga kebersihan lingkungannya. Hal ini tercermin dari tingginya kejadian penyakit berbasis lingkungan yang masih merupakan masalah kesehatan terbesar masyarakat Indonesia. Beberapa penyakit yang timbul akibat kondisi lingkungan yang buruk seperti ISPA, diare, DBD, Malaria dan penyakit kulit (Depkes RI, 2002).

2.2.1 ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut)

(14)

ISPA disebabkan oleh bakteri Streptococcus pneumonia, hemophilhillus influenza, asap dapur, sirkulasi udara yang tidak baik, tempat berkembang biaknya disaluran pernapasan, ISPA dapat ditularkan melalui udara yang terkontaminasi dengan bakteri ketika penderita batuk yang terhirup oleh orang sehat masuk kesaluran pernafasannya (Depkes RI, 2001).

ISPA dapat dicegah dengan cara menjaga sirkulasi udara dalam rumah dengan membuka jendela setiap hari, menghindari polusi udara di dalam rumah seperti asap dapur dan asap rokok, tidak padat penghuni di kamar tidur, menjaga kebersihan rumah dan lingkungan sekitarnya (Depkes RI, 2001).

2.2.2 Diare

Diare adalah buang air besar lembek sampai encer yang lebih dari 3 kali dalam satu hari. Diare dapat disebabkan oleh bakteri/virus seperti : Rotavirus, Escherrichia Coli Enterotoksigenik (ETEC), Shigella, Compylobacter Jejuni,

Cryptospondium(Depkes RI, 2001).

Diare karena bakteri Escherrichia Coli (E.Coli) disebabkan oleh bakteri E.Coli, tempat berkembang biak bakteri ini adalah dalam tinja manusia, cara

penularan melalui makanan yang terkontaminasi dengan bakteri E.Coli yang dibawa oleh lalat yang hinggap pada tinja yang dibuang sembarangan, melalui minum air yang terkontaminasi bakteri E.Coli yang tidak dimasak sampai mendidih, melalui tangan yang terkontaminasi bakteri E.Colikarena sudah buang air besar tidak mencuci tangan dengan sabun (Depkes RI, 2001).

(15)

dengan sabun sebelum menyiapkan makanan dan setelah buang air besar, mencuci bahan makanan dengan air bersih, memasak air sampai mendidih dan menggunakan air bersih yang memenuhi syarat (Depkes RI, 2001).

2.2.3 Demam Berdarah Dengue (DBD)

Demam Berdarah Dengue disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes Aegypti, dengan cara seseorang yang dalam darahnya mengandung virus Dengue bila digigit nyamuk akan terhisap masuk ke dalam lambung nyamuk dan berkembang biak, kemudian masuk ke dalam kelenjar air liur nyamuk setelah satu minggu di dalam tubuh nyamuk, bila nyamuk menggigit orang sehat akan menularkan virus Dengue, virus ini tetap berada di dalam tubuh nyamuk sehingga dapat menularkan kepada orang sehat lainnya (Depkes RI, 2001).

Nyamuk Aedes Aegypti berkembang biak di dalam dan di luar rumah seperti ember, drum, tempayan, tempat penampungan air bersih, vas bunga, kaleng bekas yang berisi air bersih bak mandi, lubang pohon, lubang batu, pelepah daun, tempurung kelapa, potongan bambu yang dapat menampung air (Depkes RI, 2001).

Upaya praktis yang dapat dilakukan dalam pengendalian vector dan pemberantasan penyakit DBD adalah sebagai berikut (Anies, 2006) :

1. Menguras tempat penyimpanan air seperti bak mandi, drum, gantilah air di vas bunga serta di tempat minum burung sekurang-kurangnya seminggu sekali. 2. Menutup rapat tempat penampungan air seperti drum dan tempayan agar

nyamuk tidak dapat masuk dan berkembang biak.

(16)

4. Tutuplah lubang pagar pada pagar bambu dengan tanah atau adukan semen. 5. Jangan meletakkan pakaian digantungan di tempat terbuka misalnya di

belakang pintu kamar agar nyamuk tidak hinggap.

6. Untuk tempat penampungan air yang sulit dikuras taburkan bubuk abate ke dalam genangan air tersebut, untuk membunuh jentik-jentik nyamuk, ulangi hal ini setiap 2-3 bulan sekali. Takaran penggunaan bubuk abate, untuk 10 liter air cukup dengan 1 gram bubuk abate.

7. Perlindungan diri terhadap gigitan nyamuk misalnya dengan menggunakan anti nyamuk dan memakai kelambu yang diberi intektisida pada saat tidur.

2.2.4 Malaria

Penyakit malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh parasit dari genus Plasmodium yang termasuk golonganprotozoa, yang penularannya melalui vector nyamuk Anopheles spp, dengan gejala demam, pening, lemas, pucat, nyeri otot, menggigil, suhu bias mencapai 40ºC terutama pada infeksi Plasmodium falcifarum. Di Indonesia terdapat 4 spesiesPlasmodiumyaitu (Achmadi, 2008) : 1. Plasmodium vivax, memiliki distribusi geografis terluas, termasuk wilayah

beriklim dingin, subtropik hingga daerah tropic. Demam terjadi setiap 48 jam atau setiap hari ketiga, pada waktu siang atau sore. Masa inkubasi Plasmodium vivak antara 12 hingga 17 hari dan salah satu gejala adalah pembengkakan limpa atau splenomegali.

(17)

3. Plasmodium ovale, masa inkubasi malaria dengan penyebab Plasmodium ovale adalah 12 hngga 17 hari, dengan gejala setiap 48 jam, relatif ringan dan sembuh sendiri.

4. Plasmodium malariae merupakan penyebab malaria guartana yang memberikan gejala demam setiap 72 jam, malaria jenis ini umumnya terdapat pada daerah gunung dataran rendah pada daerah tropic. Biasanya berlangsung tanpa gejala dan ditemukan secara tidak sengaja namun malaria jenis ini sering mengalami kekambuhan.

Beberapa faktor ligkungan sangat berperan dalam berkembangbiaknya nyamuk sebagai vector penular malaria, faktor-faktor tersebut antara lain, lingkungan fisik seperti suhu udara, suhu udara mempengaruhi panjang pendeknya masa inkubasi ekstrinsik yaitu pertumbuhan fase sporogoni dalam perut nyamuk. Kelembaban udara yang rendah, akan memperpendek umur nyamuk, hujan yang diselingi panas semakin besar kemungkinan perkembangbiakannya (Achmadi, 2008).

Tempat berkembangbiak nyamuk Anopheles antara lain : kolam ikan yang tidak dipakai lagi, bekas galian tanah atau pasir yang terisi air hujan, batang bambu yang dapat menampung air hujan, kaleng bekas, ban bekas yang dapat menampung air hujan serta saluran air yang tidak mengalir (Depkes RI, 2001).

Lingkungan biologi juga berperan dalam perkembangbiakan vector penular malaria, misalnya ada lumut, ganggang berbagai tumbuhan air yang membuat Anopheles sundaicus merasa nyaman untuk membesarkan anak keturunannya berupa telur dan larva (Achmadi, 2008).

(18)

masuk ke dalam tubuh nyamuk, parasit tersebut berkembangbiak dalam tubuh nyamuk dan menjadi matang dalam waktu 10-14 hari, setelah parasit matang, jika nyamuk menggigit manusia sehat maka parasit malaria akan masuk ke dalam tubuh orang yang sehat, maka orang yang sehat akan menjadi sakit (Depkes RI, 2001).

Malaria dapat dicegah dengan membasmi tempat perindukan nyamuk seperti menyebarkan ikan pemakan jentik, membersihkan semak belukar di sekitar rumah, mengubur barang-barang bekas yang dapat menampung air hujan, membersihkan tempat air minum burung dan vas bunga secara teratur, menimbun atau mengalirkan air yang tergenang, membersihkan tambak, empang serta saluran irigasi dari tumbuhan air (Depkes RI, 2001).

Pencegahan malaria juga dapat dilakukan dengan memasang kasa nyamuk dan jendela, memasang kelambu yang berinsektisida waktu tidur pada malam hari, menggunakan anti nyamuk, jangan bergadang pada malam hari serta menutup seluruh badan jika diluar rumah pada malam hari (Depkes RI, 2001).

2.2.5 Penyakit Kulit

Penyakit kuliat atau sering disebut dengan kudis/scabies/gudik/budukan yang disebabkan oleh tungau atau sejenis kutu yang sangat kecil (Sarcoptes Scabies), tempat berkembangbiaknya adalah dilapisan tanduk kulit dan membuat terowongan dibawah kulit sambil bertelur.

(19)

dengan menghindar menukar baju, handuk, lingkungan tidak terlalu padat, menjaga kebersihan lingkungan dan personal hygiene (Depkes RI, 2001).

2.3 Upaya Kesehatan Lingkungan

Kesehatan lingkungan pada hakikatnya adalah suatu kondisi atau keadaan lingkungan yang optimum sehingga berpengaruh positif terhadap terwujudnya status kesehatan yang optimal pula (Soekidjo, 2007).

Adapun tujuan dilakukannya upaya kesehatan lingkungan adalah untuk menanggulangi dan menghilangkan unsur-unsur fisik pada lingkungan sehingga faktor lingkungan yang kurang sehat tidak menjadi faktor resiko timbulnya penyakit menular dimasyarakat (Muninjaya, 2004).

Untuk menilai keadaan lingkungan dan upaya yang dilakukan untuk menciptakan lingkungan sehat telah dipilih beberapa indikator, yaitu persentase rumah sehat, persentase keluarga yang memiliki akses air bersih dan air minum, jamban sehat, saluran pembuangan air limbah, tempat pembuangan sampah serta Tempat-Tempat Umum dan Pengolahan Makanan (TTUPM). Beberapa upaya untuk memperkecil resiko turunnya kualitas lingkungan telah dilaksanakan oleh berbagai instansi terkait seperti pembangunan sarana sanitasi dasar, pemantauan dan penataan lingkungan, pengukuran dan pengendalian kualitas lingkungan (Dinkes Dumai, 2008).

2.4 Perumahan Sehat

(20)

sampah, sumber air bersih, lampu jalan, dan lain-lain. Standar arsitektur bangunan terutama untuk perumahan umum pada dasarnya ditujukan untuk menyediakan rumah tinggal yang cukup baik dalam bentuk desain, letak dan luas ruangan, serta fasilitas lainnya agar dapat memenuhi kebutuhan keluarga atau dapat memenuhi persyaratan rumah tinggal yang sehat dan menyenangkan (Budiman, 2006).

Adapun kriteria rumah sehat yang tercantum dalam Residential Environmentdari WHO (2004) antara lain :

1. Harus dapat melindungi dari hujan, panas, dingin dan berfungsi sebagai tempat istirahat.

2. Mempunyai tempat untuk tidur, masak, mandi, mencuci, kakus dan kamar mandi.

3. Dapat melindungi dari bahaya kebisingan dan bebas dari pencemaran. 4. Bebas dari bahan bangunan yang berbahaya.

5. Terbuat dari bahan bangunan yang kokoh, dan dapat melindungi penghuninya dari gempa, keruntuhan dan penyakit menular.

6. Memberi rasa aman dan lingkungan tetangga yang asri.

Sementara itu, kriteria rumah menurut Winslow antara lain : 1. Dapat memenuhi kebutuhan fisiologis.

Terdapat beberapa variabel yang perlu diperhatikan didalam pemenuhan kebutuhan fisiologis yang berkaitan dengan perumahan, diantaranya :

(21)

b. Penerangan. Rumah harus cukup mendapatkan penerangan baik pada siang maupun malam hari. Idealnya, penerangan didapat dengan bantuan listrik. Setiap ruangan diupayakan mendapat sinar matahari terutama dipagi hari. c. Ventilasi. Pertukaran udara yang cukup menyebabkan udara tetap segar

(cukup mengandung oksigen). Dengan demikian, setiap rumah harus memiliki jendela yang memadai. Luas jendela secara keseluruhan kurang dari 15% dari luas lantai. Susunan ruangan harus sedemikian rupa sehingga udara dapat mengalir bebas jika jendela dan pintu dibuka.

d. Jumlah ruangan atau kamar. Ruang atau kamar diperhitungkan berdasarkan jumlah penghuni atau jumlah orang yang tinggal bersama didalam satu rumah atau sekitar 5 m per orang.

2. Dapat memenuhi kebutuhan psikologis.

Disamping kebutuhan fisiologis, terdapat kebutuhan psikologis yang harus dipenuhi dan diperhatikan berkaitan dengan sanitasi rumah. Kebutuhan tersebut, antara lain :

a. Keadaan rumah dan sekitarnya, cara pengaturannya harus memenuhi rasa keindahan sehingga rumah tersebut menjadi pusat kesenangan rumah tangga yang sehat.

b. Adanya jaminan kebebasan yang cukup bagi setiap anggota keluarga yang tinggal dirumah tersebut.

c. Untuk setiap anggota keluarga, terutama yang mendekati dewasa, harus memiliki ruangan sendiri sehingga privasinya tidak terganggu.

(22)

3. Dapat menghindarkan dari terjadinya kecelakaan atau kebakaran.

Ditinjau dari faktor bahaya kecelakaan ataupun kebakaran, rumah yang sehat dan aman harus dapat menjauhkan penghuninya dari bahaya tersebut. Adapun kriteria yang harus dipenuhi dari perspektif ini, antara lain :

a. Konstruksi rumah dan bahan-bahan bangunan harus kuat sehingga tidak mudah runtuh.

b. Memiliki sarana pencegahan kasus kecelakaan di sumur, kolam dan tempat-tempat lain terutama untuk anak-anak.

c. Bangunan diupayakan terbuat dari material yang tidak mudah terbakar. d. Memiliki alat pemadam kebakaran terutama yang menggunakan gas. e. Lantai tidak boleh licin dan tergenang air.

4. Dapat menghindarkan dari terjadinya penularan penyakit.

Rumah atau tempat tinggal yang buruk atau kumuh dapat mendukung terjadinya penularan penyakit dan gangguan kesehatan, seperti : infeksi saluran nafas, infeksi pada kulit, infeksi saluran pencernaan, kecelakaan, dan gangguan mental.

2.5 Sanitasi Dasar

Sanitasi dasar adalah sanitasi minimum yang diperlukan untuk menyediakan lingkungan sehat yang memenuhi syarat kesehatan yang menitikberatkan pada pengawasan berbagai faktor lingkungan yang mempengaruhi derajat kesehatan manusia. (Azwar,1999).

(23)

lingkungan yang sehat adalah keadaan lingkungan yang bebas dari resiko yang membahayakan kesehatan dan keselamatan hidup manusia, melalui pemukiman antara lain rumah tinggal dan asrama atau yang sejenisnya, lingkungan kerja antara perkantoran dan kawasan industri atau sejenis. Sedangkan upaya yang harus dilakukan dalam menjaga dan memelihara kesehatan lingkungan adalah obyek Sanitasi meliputi seluruh tempat kita tinggal/bekerja seperti: dapur, restoran, taman, publik area, ruang kantor, rumah dan sebagainya.

2.5.1 Penyediaan Air Bersih

Air merupakan kebutuhan dasar bagi kehidupan, juga manusia selama hidupnya selalu memerlukan air. Dengan demikian semakin naik jumlah penduduk dan laju pertumbuhannya semakin naik pula laju pemanfaatan sumber-sumber air. Untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup masyarakat yang semakin meningkat diperlukan industrialisasi yang dengan sendirinya akan meningkatkan lagi aktivitas penduduk serta beban penggunaan sumber daya air. Beban pengotoran air juga akan bertambah cepat sesuai dengan cepatnya pertumbuhan. Sebagai akibatnya saat ini sumber air minum dan air bersih semakin langka (Soemirat, 2007).

Ditinjau dari sudut ilmu kesehatan masyarakat, penyediaan sumber air bersih harus dapat memenuhi kebutuhan masyarakat karena persediaan air bersih yang terbatas memudahkan timbulnya penyakit dimasyarakat. Volume rata-rata kebutuhan air setiap individu per hari berkisar antara 150-200 liter. Kebutuhan air tersebut bervariasi dan bergantung pada keadaan iklim, standar kehidupan dan kebiasaan masyarakat.

(24)

pangan, papan dan sandang. Mengingat bahwa berbagai penyakit dapat dibawa oleh air kepada manusia pada saat memanfaatkannya, maka tujuan utama penyediaan air minum/bersih bagi masyarakat adalah untuk mencegah penyakit bawaan air. Dengan demikian diharapkan, bahwa semakin banyak liputan masyarakat dengan air bersih, semakin turun morbiditas penyakit bawaan air ini (Soemirat, 2007).

Penyakit yang menyerang manusia dapat ditularkan dan menyebar secara langsung maupun tidak langsung melalui air. Penyakit yang ditularkan melalui air disebut sebagai waterborne disease atau water-related disease. Berdasarkan cara penularannya, mekanisme penularan penyakit terbagi menjadi empat, yaitu : 1. Waterborne mechanism, didalam mekanisme ini, kuman patogen dalam air

yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia ditularkan kepada manusia melalui mulut atau sistem pencernaan.

2. Waterwashed mechanism, mekanisme penularan semacam ini berkaitan dengan kebersihan umum dan perseorangan. Pada mekanisme ini terdapat tiga cara penularan, yaitu : (a) infeksi melalui alat pencernaan, (b) infeksi melalui kulit dan mata dan (c) penularan melalui binatang pengerat.

3. Water-based mechanism, penyakit yang ditularkan dengan mekanisme ini memiliki agen penyebab yang menjalani sebagian siklus hidupnya didalam tubuh vektor atau sebagai intermediate host yang hidup didalam air.

4. Water-related insect vector mechanism, agen penyakit ditularkan melalui gigitan serangga yang berkembang biak didalam air.

(25)

diusahakan mendekati persyaratan tersebut. Air yang sehat harus mempunyai persyaratan sebagai berikut :

1. Syarat fisik. Persyaratan fisik untuk air minum yang sehat adalah tidak berwarna, tidak berasa, suhu dibawah suhu udara diluarnya. Cara mengenal air yang memenuhi persyaratan fisik ini tidak sukar.

2. Syarat bakteriologis. Air untuk keperluan minum yang sehat harus bebas dari segala bakteri, terutama bakteri patogen. Cara ini untuk mengetahui apakah air minum terkontaminasi oleh bakteri patogen, adalah dengan memeriksa sampel (contoh) air tersebut.

3. Syarat kimia. Air minum yang sehat harus mengandung zat-zat tertentu dalam jumlah yang tertentu pula. Kekurangan atau kelebihan salah satu zat kimia dalam air, akan menyebabkan gangguan fisiologis pada manusia. Penyediaan air bersih, selain kualitasnya, kuantitasnya pun harus memenuhi standar yang berlaku. Untuk ini perusahaan air minum, selalu memeriksa kualitas airnya sebelum didistribusikan kepada pelanggan. Karena air baku belum tentu memenuhi standart, maka seringkali dilakukan pengolahan air untuk memenuhi standart air minum (Soemirat, 2007).

Pengolahan air minum dapat sangat sederhana sampai sangat kompleks, tergantung dari kualitas air bakunya. Apabila air bakunya baik, maka mungkin tidak diperlukan pengolahan sama sekali. Apabila hanya ada kontaminasi kuman, maka desinfeksi saja cukup. Dan apabila air baku semakin jelek kualitasnya maka pengolahan harus lengkap, yakni melalui proses koagulasi, sedimentasi, filtrasi dan desinfeksi (Soemirat, 2007).

(26)

segala makhluk yang membahayakan kesehatan manusia. Tidak mengandung zat kimia yang dapat mengubah fungsi tubuh, tidak dapat diterima secara estetis dan dapat merugikan secara ekonomis (Soemirat, 2007).

2.5.2 Pengelolaan Pembuangan Kotoran Manusia (Jamban)

Ekskreta manusia yang terdiri atas feses dan urine merupakan hasil akhir dari proses yang berlangsung dalam tubuh manusia yang menyebabkan pemisahan dan pembuangan zat-zat yang tidak dibutuhkan oleh tubuh. Zat-zat yang tidak dibutuhkan oleh tubuh tersebut berbentuk tinja dan air seni (Budiman, 2007).

Dengan bertambahnya penduduk yang tidak sebanding dengan area pemukiman, masalah pembuangan kotoran manusia meningkat. Dilihat dari segi kesehatan masyarakat, masalah pembuangan kotoran manusia merupakan masalah yang pokok untuk sedini mungkin diatasi. Karena kotoran manusia (feses) adalah sumber penyebaran penyakit yang multikompleks (Soekidjo, 2007).

Peranan tinja di dalam penyebaran penyakit sangat besar, disamping dapat langsung mengkontaminasi makanan, minuman, sayuran dan sebagainya, juga air, tanah, serangga dan bagian-bagian tubuh kita dapat terkontaminasi oleh tinja-tinja tersebut (Soekidjo, 2007).

Kurangnya perhatian terhadap pengelolaan tinja disertai dengan cepatnya pertambahan penduduk, jelas akan mempercepat penyebaran penyakit yang ditularkan melalui tinja. Beberapa penyakit yang dapat disebarkan oleh tinja manusia antara lain : tifus, disentri, kolera, schistosomiasis dan sebagainya (Soekidjo, 2007).

(27)

pembuangan kotoran harus di suatu tempat tertentu atau jamban yang sehat. Suatu jamban disebut sehat untuk daerah pedesaan apabila memenuhi persyaratan-persyaratan sebagai berikut (Soekidjo, 2007) :

1. Tidak mengotori permukaan tanah disekeliling jamban tersebut 2. Tidak mengotori air permukaan di sekitarnya

3. Tidak mengotori air tanah di sekitarnya

4. Tidak terjangkau oleh serangga terutama lalat dan kecoa dan binatang-binatang lainnya

5. Tidak menimbulkan bau

6. Mudah digunakan dan dipelihara 7. Sederhana desainnya

8. Murah

9. Dapat diterima oleh pemakainya

Teknologi pembuangan kotoran manusia untuk daerah pedesaan sudah tentu berbeda dengan teknologi jamban di daerah perkotaan. Oleh karena itu, teknologi jamban di daerah pedesaan disamping harus memenuhi persyaratan jamban sehat juga harus didasarkan pada sosiobudaya dan ekonomi masyarakat pedesaan (Soekidjo, 2007).

(28)

2.5.3 Pengelolaan air limbah

Air limbah atau air buangan adalah sisa air yang dibuang yang berasal dari rumah tangga, industri maupun tempat-tempat umum lainnya dan pada umumnya mengandung bahan-bahan atau zat-zat yang dapat membahayakan bagi kesehatan manusia serta mengganggu lingkungan hidup. Batasan lain mengatakan bahwa air limbah adalah kombinasi dari cairan dan sampah cair yang berasal dari daerah pemukiman, perdagangan, perkantoran dan industri, bersama-sama dengan air tanah, air permukaan dan air hujan yang mungkin ada (Kusnoputranto, 2003).

Dari batasan tersebut dapat disimpulkan bahwa air buangan adalah air yang sisa dari kegiatan manusia, baik kegiatan rumah tangga maupun kegiatan lain seperti industri, perhotelan dan sebagainya. Meskipun merupakan air sisa, namun volumenya besar, karena lebih kurang 80% dari air yang digunakan bagi kegiatan-kegiatan manusia sehari-hari tersebut dibuang lagi dalam bentuk yang sudah kotor (tercemar). Selanjutnya air limbah ini akhirnya akan mengalir ke sungai dan akan digunakan oleh manusia lagi. Oleh sebab itu, air buangan ini harus dikelola atau diolah secara baik (Soekidjo, 2007).

Air limbah ini berasal dari berbagai sumber, secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi :

1. Air buangan yang bersumber dari rumah tangga, yaitu air limbah yang berasal dari pemukiman penduduk. Pada umumnya air limbah ini terdiri dari ekskreta (tinja dan air seni), air bekas cucian dapur dan kamar mandi, dan umumnya terdiri dari bahan-bahan organik.

(29)

dengan bahan baku yang dipakai oleh masing-masing industri. Oleh sebab itu pengolahan jenis air limbah ini agar tidak menimbulkan polusi lingkungan menjadi lebih rumit.

3. Air buangan kotapraja, yaitu air buangan yang berasal dari daerah : perkantoran, perdagangan, hotel, restoran, tempat-tempat umum, tempat ibadah dan sebagainya. Pada umumnya zat yang terkandung dalam jenis air limbah ini sama dengan air limbah rumah tangga.

Air limbah yang tidak dikelola dengan baik dapat menimbulkan dampak buruk bagi makhluk hidup dan lingkungannya. Beberapa dampak buruk tersebut antara lain : gangguan kesehatan, penurunan kualitas lingkungan, gangguan terhadap keindahan dan gangguan terhadap kerusakan benda (Ricki, 2005).

Pada awalnya tujuan dari pengolahan air limbah adalah untuk menghilangkan bahan-bahan tersuspensi dan terapung, pengolahan bahan organik biodegradable serta mengurangi organisme patogen. Namun sejalan dengan perkembangannya, tujuan pengelolaan air limbah sekarang ini juga terkait dengan aspek estetika dan lingkungan (Ricki, 2005).

Pengolahan air limbah dapat dilakukan secara alamiah maupun dengan bantuan peralatan. Pengolahan air limbah secara alamiah biasanya dilakukan dengan bantuan kolam stabilisasi. Kolam stabilisasi sangat direkomendasikan untuk pengolahan air limbah di daerah tropis dan negara berkembang sebab biaya yang diperlukan untuk membuatnya relatif murah tetapi membutuhkan area yang luas.

(30)

(aerobic/maturation pond). Kolam anaerobik biasanya digunakan untuk mengolah air limbah dengan kandungan bahan organik yang sangat pekat, sedangkan kolam maturasi biasanya digunakan untuk memusnahkan mikroorganisme patogen di dalam air limbah (Ricki, 2005).

Pengolahan air limbah dengan bantuan peralatan biasanya dilakukan pada Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL). Di dalam IPAL, biasanya proses pengolahan dikelompokkan sebagai pengolahan pertama (primary treatment), pengolahan kedua (secondary treatment) dan pengolahan lanjutan (tertiary treatment) (Ricki, 2005).

Sarana pembuangan air limbah yang sehat harus memenuhi persyaratan teknis sebagai berikut:

1. Tidak mencemari sumber air bersih

2. Tidak menimbulkan genangan air yang menjadi sarang serangga/nyamuk 3. Tidak menimbulkan bau

4. Tidak menimbulkan becek, kelembaban dan pandangan yang tidak menyenangkan (DepKes RI, 1993).

2.5.4 Pengelolaan Sampah

(31)

Agar dapat mempermudah pengelolaannya, sampah dapat dibedakan atas dasar sifat-sifat biologis dan kimianya, sebagai berikut (Soemirat, 2006):

1. Sampah yang dapat membusuk, seperti sisa makanan, daun, sampah kebun, pertanian dan lainnya.

2. Sampah yang tidak membusuk seperti kertas, plastik, karet, gelas, logam dan lainnya.

3. Sampah yang berupa debu atau abu.

4. Sampah yang berbahaya terhadap kesehatan, seperti sampah-sampah berasalkan industri yang mengandung zat-zat kimia maupun zat fisis berbahaya.

Sampah ini dalam bahasa inggris disebut garbage, yaitu yang mudah membusuk karena aktivitas mikroorganisme. Dengan demikian pengelolaannya menghendaki kecepatan, baik dalam pengumpulan maupun dalam pembuangannya. Bagi lingkungan sampah jenis ini relatif kurang berbahaya karena dapat terurai dengan sempurna menjadi zat-zat organik yang berguna bagi fotosintesa tumbuh-tumbuhan.

Sampah yang tidak membusuk, dalam bahasa inggris disebut refuse. Sampah ini apabila memungkinkan sebaiknya didaur ulang sehingga dapat bermanfaat kembali baik melalui suatu proses ataupun secara langsung. Apabila tidak dapat didaur ulang, maka diperlukan proses untuk memusnahkannya, seperti pembakaran.

(32)

Yang dimaksud dengan sampah berbahaya (B3) adalah sampah yang karena jumlahnya, atau konsentrasinya, atau karena sifat kimiawi, fisika dan mikrobiologinya dapat (a) meningkatkan mortalitas dan morbiditas secara bermakna atau menyebabkan penyakit yang tidak reversible, (b) berpotensi menimbulkan bahaya sekarang maupun di masa yang akan datang terhadap kesehatan ataupun lingkungan apabila tidak diolah, ditransport, disimpan dan dibuang dengan baik.

Sampah, baik kualitas maupun kuantitasnya sangat dipengaruhi oleh berbagai kegiatan dan taraf hidup masyarakat. Beberapa faktor yang penting antara lain adalah:

1. Jumlah penduduk. Dapat dipahami dengan mudah bahwa semakin banyak penduduk, semakin banyak pula sampahnya. Pengelolaan sampah ini pun berpacu dengan laju pertambahan penduduk.

2. Keadaan sosial ekonomi. Semakin tinggi keadaan sosial ekonomi masyarakat, semakin banyak jumlah per kapita sampah yang dibuang. Kualitas sampahnya pun semakin banyak bersifat tidak dapat membusuk. Perubahan kualitas sampah ini, tergantung pada bahan yang tersedia, peraturan yang berlaku serta kesadaran masyarakat akan persoalan persampahan.

(33)

Untuk dapat mengatasi dan mengurangi produksi sampah kita dapat melakukan teknik pembuangan sampah. Teknik pembuangan sampah dapat dilihat mulai dari sumber sampah sampai pada tempat pembuangan akhir sampah. Baik dari segi kualitas maupun kuantitas dengan meningkatkan pemeliharaan dan kualitas barang sehingga tidak cepat menjadi sampah, meningkatkan efisiensi pengunaan bahan baku, dan meningkatkan pengunaan bahan yang dapat terurai secara alamiah. Semua usaha ini memerlukan kesadaran masyarakat serta peran sertanya (Soemirat, 2006).

Selanjutnya pengelolaan ditujukan pada pengumpulan sampah mulai dari produsen sampai pada tempat pembuangan akhir (TPA) dengan membuat tempat penampungan sampah sementara (TPS), transportasi yang sesuai lingkungan dan pengelolaan pada TPA. Sebelum dimusnahkan, sampah dapat pula diolah dahulu baik untuk memperkecil volume, untuk didaur ulang atau dimanfaatkan kembali. 2.6 Landasan Teori

Soemirat, 2007

(34)

2.7 Kerangka Konsep Penelitian

Variabel Independen Variabel Dependen

Gambar 2.1 Kerangka konsep penelitian

2.8 Hipotesis Penelitian

Hipotesis dalam penelitian ini adalah :

1. Ada hubungan sarana penyediaan air bersih terhadap insiden penyakit berbasis lingkungan di perumahan ADB I.

2. Ada hubungan sarana pembuangan air limbah terhadap insiden penyakit berbasis lingkungan di perumahan ADB I

3. Ada hubungan sarana pembuangan kotoran manusian terhadap insiden penyakit berbasis lingkungan di perumahan ADB I

Ada hubungan sarana pengelolaan sampah terhadap insiden penyakit berbasis lingkungan di perumahan ADB I

Sarana Penyediaan Air Bersih

Sarana Pembuangan Air Limbah

Sarana Pengelolaan Sampah Sarana Pembuangan Kotoran Manusia

(35)
(36)
(37)

33

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis dan Rancangan Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif suatu pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan atau melukiskan objek penelitian (seseorang, lembaga, masyarakat dan lain-lain) pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adannya (Notoatmodjo, 2005).

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di perumahan ADB I Desa Ranto Panyang Timur Kecamatan Meureubo pada tanggal 14 Juni sampai dengan 21 Juni 2013.

3.3. Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi

Yang menjadi populasi dari penelitian ini adalah semua penduduk diperumahan ADB I yang berjumlah 699 orang.

3.3.2 Sampel

Sampel penelitian adalah sebagian dari populasi penelitian yang besarnya ditentukan dengan memakai rumus Slovin :

n =

1 + (d )

Keterangan:

N = Besar populasi n = Besar sampel

(38)

n = 699 1 + 699 (0,1 )

n = 87

Dari rumus di atas diperoleh sampel minimal yaitu sebanyak 87 orang. Tehnik sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah purposive sampling yaitu mengambil sampel yang ada, tersedia dan memenuhi kriteria. Sampel dalam penelitian ini adalah kepala keluarga di perumahan ADB I.

3.4. Metode Pengumpulan Data 3.4.1 Data Primer

Data yang diperoleh langsung di lokasi penelitian melalui pengisian kuesioner oleh responden yang telah dipersiapkan sebelumnya.

3.4.2 Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari kantor kepala Desa, puskesmas Meureubo, Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Barat dan literatur kepustakaan.

(39)

2. Pembuangan Air Limbah

Definisi Sarana pembuangan air sisa dari kegiatan manusia, baik kegiatan rumah tangga maupun kegiatan lain

Definisi Sarana yang digunakan untuk pembuangan feses dan urine merupakan hasil akhir dari proses yang berlangsung dalam tubuh manusia

4. Pengelolaan Sampah Definisi Sarana pembuangan sesuatu bahan atau benda padat yang sudah tidak

Definisi Penyakit yang timbul akibat kondisi lingkungan yang buruk

(40)

3.6.2 Pembuangan Air Limbah

Baik : jika responden mendapatkan nilai > 6 dari total skor. Kurang : jika responden mendapatkan nilai < 6 dari total skor 3.6.3 Pembuangan Kotoran Manusia (Jamban)

Baik : jika responden mendapatkan nilai > 9 dari total skor. Kurang : jika responden mendapatkan nilai < 9 dari total skor 3.6.4 Pengelolaan Sampah

Baik : jika responden mendapatkan nilai > 4,5 dari total skor. Kurang : jika responden mendapatkan nilai < 4,5 dari total skor 3.6.5 Penyakit Berbasis Lingkungan

Baik : jika responden mendapatkan nilai > 7,5 dari total skor. Kurang : jika responden mendapatkan nilai < 7,5 dari total skor

3.7. Analisis Data

Analisis data dalam penelitian ini menggunakan metode sebagai berikut : 3.7.1 Analisis Univariat

Analisis ini dilakukan terhadap tiap variabel dari hasil penelitian. Data hasil penelitian dideskripsikan dalam bentuk tabel distribusi frekwensi dan narasi untuk megevaluasi besarnya proporsi masing-masing faktor yang ditemukan pada sampel untuk masing-masing variabel yang diteliti.

3.7.1 Analisis Bivariat

(41)
(42)

38

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

4.1.1 Gambaran Umum Perumahan ADB I Gampong Rantau Payang Timur Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh Barat

Perumahan ADB I terletak di Gampong Rantau Payang Timur Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh Barat yang mempunyai luas 3 ha. Perumahan ADB I sampai sekarang jumlah penduduk perumahan ADB I sebanyak 699 jiwa dengan jumlah kepala keluarga sebanyak 130 KK dengan kepala dusun ADB I adalah Bapak Irwan Sunardi.

Perumahan ADB I Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh Barat mempunyai jarak 3 Km dari ibu kota kecamatan dan 8 Km dari Ibu kota Kabupaten Aceh Barat dengan bentuk wilayahnya berbentuk daratan. Secara administrasi perumahan ADB I yang di batasi oleh:

Sebelah Utara : Berbatasan dengan Lueng Bako

Sebelah Selatan : Berbatasan dengan Jalan Gedung Pramuka Sebelah Barat : Berbatasan dengan Jalan

Sebelah Timur : Berbatasan dengan Jalan Alpen

4.1.2 Hasil Penelitian Analisa Univariat

(43)

Tabel 4.1 Distribusi Responden Menurut Umur di Perumahan ADB I Desa Rantau Panyang Timur Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh Barat

No Umur Frekuensi (n) Persentase (%)

1. < 41 Tahun 49 56,3

2. > 41 Tahun 38 43,7

Total 87 100

Dari tabel 4.1 dapat diketahui bahwa distribusi responden menurut umur yang terbanyak adalah berumur < 41 tahun yaitu sebanyak 49 responden (56,3%) dan yang paling sedikit adalah berumur > 41 tahun yaitu 38 responden (43,7%). Tabel 4.2 Distribusi Responden Menurut Penyediaan Air Bersih di

Perumahan ADB I Desa Rantau Panyang Timur Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh Barat

No Penyediaan Air Bersih Frekuensi (n) Persentase (%)

1. Baik 74 85,1

2. Kurang 13 14,9

Total 87 100

Dari tabel 4.2 dapat diketahui bahwa distribusi responden menurut penyedian air bersih yang terbanyak adalah penyedian air bersih yang baik yaitu sebanyak 74 responden (85,1%), dan penyedian air bersih kurang yaitu 13 (14,9%).

Tabel 4.3 Distribusi Responden Menurut Pembuangan Air Limbah di Perumahan ADB I Desa Rantau Panyang Timur Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh Barat

No Pembuangan Air Limbah Frekuensi (n) Persentase (%)

1. Baik 52 59,8

2. Kurang 35 40,2

Total 87 100

(44)

dan yang kurang sebanyak 35 responden (40,2%).

Tabel 4.4 Distribusi Responden Menurut Pembuangan Kotoran Manusia di Perumahan ADB I Desa Rantau Panyang Timur Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh Barat

No Pembuangan Kotoran Manusia Frekuensi (n) Persentase (%)

1. Baik 65 74,7

2. Kurang 22 25,3

Total 87 100

Dari tabel 4.4 dapat diketahui bahwa distribusi responden menurut pembuangan kotoran manusia adalah yang baik yaitu 65 responden (74,7%) dan yang kurang sebanyak 22 responden (25,3%).

Tabel 4.5 Distribusi Responden Menurut Pengelolaan Sampah di Perumahan ADB I Desa Rantau Panyang Timur Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh Barat

No Pengelolaan Sampah Frekuensi (n) Persentase (%)

1. Baik 48 55,2

2. Kurang 39 44,8

Total 87 100

Dari tabel 4.5 dapat diketahui bahwa distribusi responden menurut pengelolaan sampah yang baik adalah sebanyak 48 responden (55,2%) dan yang kurang adalah 39 responden (44,8%).

Tabel 4.6 Distribusi Responden Menurut Penyakit Berbasis Masyarakat di Perumahan ADB I Desa Rantau Panyang Timur Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh Barat

No Penyakit Berbasis Masyarakat Frekuensi (n) Persentase (%)

1. Baik 33 37,9

2. Kurang 54 62,1

Total 87 100

(45)

penyakit berbasis masyarakat yang baik adalah sebanyak 33 responden (37,9%) dan yang kurang adalah 54 responden (62,1%).

4.2 Analisa Bivariat

4.2.1 Hubungan Penyediaan Air Bersih dengan Penyakit Berbasis Lingkungan

Tabel 4.7 Hubungan Penyediaan Air Bersih dengan Penyakit Berbasis Lingkungan di Perumahan ADB I Desa Rantau Panyang Timur Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh Barat

Dari data tabel 4.7 diatas dapat dilihat bahwa variabel penyediaan air bersih, persentase penyediaan air bersih yang baik yang penyakit berbasis lingkungan yang baik sebanyak 21 orang (28,4%). Bila dibandingkan dengan responden yang penyediaan air bersih kurang yang penyakit berbasis lingkungan yang baik sebanyak 21 orang (92,3%).

(46)

0,033 kali untuk terhindar dari penyakit berbasis lingkungan dibandingkan responden yang kurang mempunyai penyediaan air bersih.

4.2.2 Hubungan Pembuangan Air Limbah dengan Penyakit Berbasis Lingkungan

Tabel 4.8 Hubungan Pembuangan Air Limbah dengan Penyakit Berbasis Lingkungan di Perumahan ADB I Desa Rantau Panyang Timur Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh Barat

Dari data tabel 4.8 diatas dapat dilihat bahwa variabel pembuangan air

limbah, persentase pembuangan air limbah baik yang penyakit berbasis masyarakat

baik sebanyak 10 orang (19,2%). Bila dibandingkan dengan pembuangan air

limbah yang penyakit berbasis lingkungan yang kurang sebanyak 23 orang

(65,7%).

(47)

4.2.3 Hubungan Pembuangan Kotoran Manusia dengan Penyakit Berbasis Lingkungan

Tabel 4.9 Hubungan Pembuangan Kotoran Manusia dengan Penyakit Berbasis Lingkungan di Perumahan ADB I Desa Rantau Panyang Timur Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh Barat

No Pembuangan

Dari data tabel 4.9 diatas dapat dilihat bahwa variabel pembuangan kotoran

manusia, persentase pembuangan kotoran manusia yang baik yang penyakit

berbasis lingkungan yang baik sebanyak 15 orang (23,1%). Bila dibandingkan

dengan responden yang pembuangan kotoran manusia kurang yang penyakit

berbasis lingkungan yang baik sebanyak 18 orang (81,8%).

Setelah dilakukan uji statistik dengan menggunakan uji chi-square dengan

tingkat kepercayaan 95% pada df 1, diperoleh nilai p-value 0,001 yang berarti lebih

kecil dari α-value (0,05). Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa ada

hubungan antara pembuangan kotoran manusia dengan penyakit berbasis

lingkungan. Dari hasil penelitian ini juga menunjukkan Odd Rasio (OR) sebesar

0,067 yang artinya responden yang mempunyai pembuangan kotoran manusia yang

baik mempunyai peluang 0,067 kali untuk terhindar dari penyakit berbasis

lingkungan dibandingkan responden yang kurang mempunyai pembuangan

(48)

4.2.4 Hubungan Pengelolaan Sampah dengan Penyakit Berbasis Lingkungan Tabel 4.10 Hubungan Pengelolaan Sampah dengan Penyakit Berbasis Lingkungan di Perumahan ADB I Desa Rantau Panyang Timur Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh Barat

Dari data tabel 4.10 diatas dapat dilihat bahwa variabel pengelolaan sampah, persentase pengelolaan sampah baik yang penyakit berbasis masyarakat baik sebanyak 1 orang (2,1%). Bila dibandingkan dengan pengelolaan sampah yang penyakit berbasis masyarakat yang kurang sebanyak 32 orang (82,1%).

Setelah dilakukan uji statistik dengan menggunakan uji chi-square dengan tingkat kepercayaan 95% pada df 1, diperoleh nilai p-value 0,001 yang berarti lebih kecil dari α-value (0,05). Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa ada hubungan antara pengelolaan sampah dengan penyakit berbasis lingkungan. Dari hasil penelitian ini juga menunjukkan Odd Rasio (OR) sebesar 0,005 yang artinya responden yang mempunyai pengelolaan sampah yang baik mempunyai peluang 0,005 kali untuk terhindar dari penyakit berbasis lingkungan dibandingkan responden yang kurang mempunyai pengelolaan sampah.

4.3 Pembahasan

4.3.1 Hubungan Penyediaan Air Bersih dengan Penyakit Berbasis Lingkungan

(49)

hubungan antara penyediaan air bersih dengan penyakit berbasis lingkungan di perumahan ADB I Desa Rantau Panyang Timur Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh Barat, masyarakat di perumahan ADB I Desa Rantau Panyang Timur Kecamatan Meureubo telah memiliki penyediaan air bersih yang cukup memadai yang penyediaan air bersih telah memenuhi syarat kesehatan secara fisik yaitu tidak berbau, tidak berwarna, tidak berasa. Hail ini merupakan suatu hal yang cukup baik mengigat telah terpenuhinya persyaratan dasar suatu penyehatan penyediaan air bersih untuk kebutuhan sehari hari serta mengindentifikasi bahwa tingkat kesehatan dalam penggunaan penyediaan air bersih telah cukup baik, sementara itu masih ada juga masyarakat yang penyediaan airbersih tidak memenuhi persyaratan kesehatan yang baik, kualitas air secara fisik yaitu berbau, berasa, dan berwarna. Apalagi air merupakan sumber dan media yang paling cocok dalam penularan berbagai macam penyakit.

Menurut Juli Soemirat S, (2007) air mempunyai hubungan yang erat dengan kesehatan. Air merupakan hal yang paling esensial bagi kesehatan, tidak hanya dalam upaya produksi tetapi juga untuk konsumsi domestik dan pemanfaatannya (minum masak, mandi, dan lain-lain). Persentase yang meningkat dari penyakit – penyakit infeksi yang bisa mematikan maupun merugikan kesehatan ditularkan melalui air yang sudah tercemar. Sebagian penyakit yang berkaitan dengan air yang bersifat menular, penyakit-penyakit tersebut umumnya diklasifikasikan menurut berbagai aspek lingkungan yang dapat di intervensi oleh manusia (Sanropie, 2001).

4.3.2 Hubungan Pembuangan Air Limbah dengan Penyakit Berbasis Lingkungan

(50)

memberikan hubungan dengan penyakit berbasis lingkungan. Dengan kata lain ada hubungan antara pembuangan air limbah dengan penyakit berbasis lingkungan di perumahan ADB I Desa Rantau Panyang Timur Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh Barat,

Berdasarkan hasil observasi di perumahan ADB I Desa Rantau Panyang Timur Kecamatan Meureubo, air limbah dialirkan kesaluran air limbah yang tertutup dan terbuka. Saluran yang terbuka sering menimbulkan bau dan aroma tidak sedap. Selain itu saluran ini mudah tercemar dengan benda lain selain air limbah, sehingga terjadi penggenangan air yang dapat memunculkan bibit penyakit. Saluran terbuka ini berada sekitar 10 meter dari jarak terdekat perumahan.

Lingkungan yang tidak sehat akibat tercemar air buangan dapat menyebabkan gangguan terhadap kesehatan masyarakat. Air buangan dapat menjadi tempat berkembangbiaknya mikroorganisme patogen, larva nyamuk ataupun serangga lainnya yang dapat menjadi media transmisi penyakit, terutama penyakit-penyakit yang penularannya melalui air yang tercemar seperti kolera, tipus abdominalis, disentri dan sebagainya (Kusnoputranto,H, 2003).

4.3.3 Hubungan Pembuangan Kotoran Manusia dengan Penyakit Berbasis Lingkungan

Berdasarkan hasil penelitian didapat bahwa pembuangan kotoran manusia memberikan hubungan dengan penyakit berbasis lingkungan. Dengan kata lain ada hubungan antara pembuangan kotoran manusia dengan penyakit berbasis lingkungan di perumahan ADB I Desa Rantau Panyang Timur Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh Barat.

(51)

penyakit diantaranya tipus, kolera, disentri, poliomyelitis, ascariasis, dan sebagainya. Kotoran manusia merupakan buangan padat yang selain menimbulkan bau, mengotori lingkungan, juga merupakan media penularan penyakit pada masyarakat. Oleh sebab itu perlu sekali menjaga kebersihan jamban dan kamar mandi, sehinggan tidak terjadi penularan penyakit yang diakibatkan oleh tinja (Azwar, A, 1999).

4.3.4 Hubungan Pengelolaan Sampah dengan Penyakit Berbasis Lingkungan Berdasarkan hasil penelitian didapat bahwa pengelolaan sampah memberikan hubungan dengan penyakit berbasis lingkungan. Dengan kata lain ada hubungan antara pengelolaan sampah dengan penyakit berbasis lingkungan di perumahan ADB I Desa Rantau Panyang Timur Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh Barat,

Berdasarkan hasil observasi dapat diketahui bahwa di perumahan ADB I Kecamatan Meureubo kurang terdapat sarana pembuangan sampah sementara maupun akhir, yang ada hanya tempat pengumpulan sampah saja. Tempat sampahnya berupa keranjang sampah yang disediakan di setiap rumah. Biasanya dibersihkan oleh masing-masing orang setiap hari. Sampah berserakan dan tumpah dari tempatnya. Hal ini bisa menyebabkan dan tempat yang baik bagi bibit penyakit untuk tumbuh dan berkembang biak.

(52)

kebakaran dan lain sebagainya (Azwar, A, 1999).

(53)

49

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Adanya hubungan antara penyediaan air bersih dengan penyakit berbasis lingkungan dengan nilai p=0,001yang bearti lebih kecil dari α= 0,05.

2. Adanya hubungan antara pembuangan air limbah dengan penyakit berbasis lingkungan dengan nilai p=0,001yang bearti lebih kecil dari α= 0,05.

3. Adanya hubungan antara pembuangan kotoran manusia dengan penyakit berbasis lingkungan dengan nilai p=0,001 yang bearti lebih kecil dariα= 0,05 4. Adanya hubungan antara pengelolaan sampah dengan penyakit berbasis

lingkungan dengan nilai p=0,001yang bearti lebih kecil dari α-value 0,05 5. Kondisi penyakit berbasis lingkungan di perumahan ADB I Kecamatan

Meureubo yang baik 37,9% dan yang kurang adalah 62,1%

5.2 Saran

1. Diharapkan bagi pihak Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Barat agar memberikan pembinaan dan penuluhan tentang sarana penyediaan air bersih, pembuangan air limbah, pembuangan kotoran manusa/jamban keluarga dan pengelolaan sampah sehingga masyarakat mau mampu menyediakan fasilitas tersebut dengan cara sendiri-sendiri maupun gotong royong.

2. Diharapkan bagi pihak pukesmas Kecamatan Meureubo agar meningkatkan pengetahuan dengan memberikan bimbingan, arahan maupun informasi tentang kesehatan lingkungan umunya dan informasi rumah sehat sehingga terjadi perubahan hidup masyarakat ke arah yang sesuai dengan kesehatan.

(54)
(55)

50

Azwar, Azrul, 1999. Pengantar Ilmu Kesehatan Lingkungan, Mutiara Sumber Widya. Jakarta.

Chandra, Budiman. 2007. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Penerbit Buku Kedokteran. Jakarta.

Depkes RI. 1990. Permenkes No. 416/Menkes/SK/VIII/1990 tentang Pemantauan Kualitas Air Minum, Air Bersih, Air Kolam Renang dan Air Pemandian Umum. Jakarta.

___________. 1993, Persyaratan Kesehatan Tempat-Tempat Umum, Direktorat Jendral PPM & PLP, Jakarta.

___________. 2000. Prinsip-prinsip Higiene dan Sanitasi Makanan, Jakarta ___________. 2002. Pedoman Teknis Penilaian Rumah Sehat, Direktorat

Jenderal PPM & PL, Jakarta.

___________. 2005. Rencana Strategis Departemen Kesehatan 2005-2009. Jakarta.

Hadi, Sudharto P, 2000, Manusia dan lingkungan. Semarang : Badan penerbit Universitas Diponegoro.

Hernowo B., 2007,Kiat Kerja Sanitasi di Lingkungan Kumuh. Bappenas. Jakarta. Kusnnoputranto, H., 2003. Kesehatan lingkungan. Fakultas kesehatan

Masyarakat. Universitas Indonesia. Jakarta

Notoadmodjo S, 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Rineka Cipta. . Jakarta.

____________. 2005. Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasinya. Rineka Cipta. Jakarta.

____________. 2003. Ilmu Kesehatan Lingkungan. Rineka Cipta, Jakarta

Sastra M Suparno, Endi Marlina. 2005. Perencanaan dan Pengembangan Perumahan. : Andi. Yogyakarta.

(56)

Sanropie, Djasio, 2001, Penyedian Air Bersih, Depkes RI.

Gambar

Gambar 2.1 Kerangka konsep penelitian
Tabel 3.1 Variabel Penelitian
Tabel 4.3 Distribusi Responden Menurut
Tabel 4.6 Distribusi Responden Menurut Penyakit Berbasis Masyarakat di
+4

Referensi

Dokumen terkait

Dengan timbulnya isu sebegini, umat Islam seharusnya mengambil langkah pro-aktif dengan menerangkan kepada mereka-mereka yang 'belum faham' ini akan apakah hikmah disebalik

Sehingga dapat dipaparkan bahwa tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui secara mendalam mengenai dampak hasil referendum Inggris dalam keanggotaan Uni

Hal ini dapat dilihat dari parameter panjang tanaman tertinggi terdapat pada tanaman tomat yang diinduksi giberelin dengan konsentrasi 100 ppm Giberelin dapat

Jika dibandingkan dengan server VoIP standalone dengan jumlah host server yang sama, server VoIP dengan metode parallel processing lebih baik dalam jumlah panggilan simultan yang

Dari hasil pengamatan dan pengukuran pertumbuhan Saprolegnia sp., respon zona hambat ekstrak metanol, etil asetat, dan n-heksana daun sirsak pada rentang konsentrasi 0 –

Tengah. Penelitian ini menggunakan uji Chi Square untuk menganalisis data. Hasil juga menunjukkan gambaran pola pemberian ASI eksklusif sebesar 17,6% dan pemberian MPASI

Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan antara kejadian KPD dengan kejadian asfiksia di Rumah Sakit Panembahan Senopati Bantul yang ditunjukkan oleh hasil uji chi

Nilai konversi ransum merupakan nilai dari hasil pembagian antara konsumsi bahan kering ransum dengan nilai pertambahan bobot badan harian dalam satuan bobot dan