• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Sosial, Ekonomi dan Lingkungan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Analisis Sosial, Ekonomi dan Lingkungan"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

IV - 1

Analisis Sosial, Ekonomi

dan Lingkungan

AB

Untuk meminimalisir pengaruh negatif pada pelaksanaan pembangunan infrastruktur bidang Cipta Karya terhadap lingkungan permukiman baik di perkotaan maupun di perdesaan, dibutuhkan suatu kajian analisis terhadap aspek sosial, ekonomi dan lingkungan pada dokumen RPIJM bidang Cipta Karya. Kajian terhadap aspek-aspek tersebut meliputi acuan peraturan perundang-undangan, kondisi eksisting sosial, ekonomi dan lingkungan melalui instrumen analisis serta pemetaan antisipasi dan rekomendasi perlindungan yang dibutuhkan.

4.1

Analisis Sosial

4.1.1 Aspek Sosial Pada Perencanaan Pembangunan Bidang Cipta Karya

Aspek sosial pada perencanaan pembangunan bidang Cipta Karya diharapkan mampu melengkapi kajian perencanaan teknis sektoral. Salah satu aspek yang perlu ditindaklanjuti adalah masalah kemiskinan. Kajian aspek sosial lebih menekankan pada manusianya sehingga yang menjadi sasaran adalah kajian mengenai penduduk miskin mencakup data eksisting, persebaran, karakteristik, sehingga diketahui kebutuhan penanganannya.

4.1.1.1 Kemiskinan

(2)

IV - 2 miskin di Kabupaten Asahan sebanyak 84,350 jiwa. Melihat data Kabupaten Asahan yang ada, penduduk miskin di Kabupaten Asahan pada Tahun 2017 mengalami penurunan sebesar 680 jiwa atau sekitar 8,6 %.

Adapun Indikator yang menentukan miskin atau tidaknya seseorang tersebut didasarkan pada perhitungan angka garis kemiskinan (GK). Satuannya dihitung berdasarkan jumlah kalori dibutuhkan manusia untuk melakukan aktivitas sehari-hari yakni sebesar 2.100 kilo kalori atau jika dikonversikan ke dalam rupiah menjadi sebesar Rp 305.868 per kapita per bulan.

Angka itu meningkat sebesar 4,74 % jika dibandingkan dengan angka GK pada tahun 2016. Pada tahun 2016, angka GK Kabupaten Asahan sebesar Rp 292.030 per kapita per bulan. "Jadi, GK ini adalah indikator yang digunakan sebagai batas menentukan miskin atau tidaknya seseorang. Penduduk miskin adalah mereka yang dikategorikan memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan. Di samping itu, peningkatan juga terjadi pada Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2). Pada tahun 2016, P1 Asahan yaitu 1,86. Angka tersebut bertambah 0,18 atau naik 9,6 % menjadi 2,04 pada tahun 2017. Meski kecil, P2 juga meningkat, dari 0,51 pada 2016 menjadi 0,52 pada 2017. "Hal ini, mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin semakin tinggi dan cenderung semakin menjauhi garis kemiskinan dan tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk miskin. Data kemiskinan tersebut bukan merupakan jumlah pasti masyarakat miskin di suatu daerah. Karena BPS bukan lagi menjadi lembaga yang menentukan masyarakat miskin atau tidak, namun pihak Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan yang berhak menentukan warga tersebut miskin atau tidak.

Pemerintah Kabupaten Asahan terus berusaha untuk mengurangi jumlah warga miskin di Kabupaten Asahan dengan berbagai kegiatan yang bersinergi dengan masyarakat. (Sumber: Kepala Dinas Sosial Kabupaten Asahan).

(3)

IV - 3 Tabel IV-1

Garis Kemiskinan dan Penduduk Miskin di Kabupaten Asahan, Tahun 2010 – 2016

Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Asahan Tahun 2017

Keterangan:

r) = Angka Perbaikan

4.1.1.2 Pengarusutamaan Gender

(4)

IV - 4 termasuk di antaranya dalam bidang Cipta Karya. Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender mengamanatkan semua Kementerian, dan Lembaga, Pemerintah Daerah Provinsi, Kabupaten dan Kota untuk melaksanakan pengarusutamaan gender, sehingga seluruh proses penyusunan perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi dari seluruh kebijakan, program dan kegiatan di seluruh sektor pembangunan mempertimbangkan aspek gender.

Melalui RPIJM ini, penyelenggaraan infrastruktur Cipta Karya Kabupaten Asahan harus dimulai dari perencanaan yang tepat sasaran dan memiliki pengaruh terhadap peningkatan kesejahteraan wanita dan anak. Sebagai contoh, dengan adanya akses terhadap air bersih maka ibu rumah tangga di sekitar tempat tersebut dapat mengumpulkan air dalam jarak yang dekat. Disamping itu, kesehatan anak-anak juga terjaga dan terhindar dari penyakit diare karena memiliki akses terhadap sanitasi yang layak. Program pemberdayaan masyarakat juga turut melibatkan perempuan, orang tua, dan difable pada proses perencanaan sehingga prasarana permukiman dapat dimanfaatkan oleh seluruh orang tanpa diskriminasi. Upaya-upaya pengarusutamaan gender di Kabupaten Asahan perlu terus didorong diantaranya melalui perencanaan dan perumusan usulan-usulan kegiatannya sehingga dapat menjamin pembangunan di Kabupaten Asahan yang inklusif.

4.1.2 Aspek Sosial Pada Pelaksanaan Pembangunan Bidang Cipta Karya

Pelaksanaan pembangunan Bidang Cipta Karya di Kabupaten Asahan pada umumnya tidak mengalami banyak kendala dan hambatan terhadap masyarakat. Hal ini dikarenakan lokasi pembangunan kegiatan Bidang Cipta Karya sebagian besar milik Pemerintah Kabupaten Asahan. Bila menggunakan lahan yang bukan milik Pemerintah Kabupaten Asahan maka akan dibebaskan telebih dahulu. Hanya saja untuk meminimalisir terjadinya konflik dengan masyarakat penerima dampak, maka Pemerintah Kabupaten Asahan melakukan sosialisasi melalui Kelurahan setempat di mana lokasi Kegiatan Bidang Cipta Karya dilaksanakan.

(5)

IV - 5 Berpenghasilan Rendah (MBR) sehingga lahan yang mereka miliki ingin dimanfaatkan untuk meningkatkan perekonomian mereka (tidak untuk dihibahkan). Kendala lainnya adalah penolakan dalam pembangunan prasarana persampahan dan air limbah oleh masyarakat di sekitar lokasi pembangunan. Hal tersebut dikarenakan kekhawatiran akan dampak lingkungan yang mungkin ditimbulkan seperti pencemaran udara dan air. Terhadap masalah ini yang dilakukan adalah melakukan sosialisasi dan penjelasan secara teknis untuk meningkatkan () dan mengawasi Pelaksanaan rekomendasi dokumen lingkungan yang terdiri dari Amdal, UKL/UPL, dan SPPLH.

4.1.3 Aspek Sosial Pada Pasca Pembangunan Bidang Cipta Karya

Output kegiatan pembangunan Bidang Cipta Karya harus memberi manfaat bagi masyarakat. Manfaat tersebut diharapkan minimal dapat terlihat secara kasat mata dan secara sederhana dapat terukur, seperti kemudahan mencapai lokasi pelayanan infrastruktur, waktu tempuh yang menjadi lebih singkat, sehingga pengurangan biaya yang harus dikeluarkan oleh penduduk untuk mendapatkan akses pelayanan tersebut

4.2 Analisis Ekonomi

4.2.1 Perindustrian

(6)

IV - 6 Gambar 4.1

Jumlah Industri Kecil Kerajinan Rumah Tangga, 2012-2016

Sumber : Kabupaten Asahan Dalam Angka 2017 (dari Dinas Koperasi dan Perdagangan Kabupaten Asahan)

Tabel IV-2

Jumlah Perusahaan Industri Besar dan Sedang Menurut Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia, 2016

KBLI Besar Sedang Jumlah Industri Kayu, Barang-barang dari

Kayu (Tidak - - -

Termasuk Furniture) dan

Barang-barang anyaman 1 2 3

Industri Kertas dan Barang dari Kertas Industri Penerbitan, Percetakan dan

Reproduksi Media Rekaman Industri Batu Bara, Pengilangan

Minyak Bumi dll

Industri Kimia dan Barang-barang

Kimia, Sabun 1 - 1

Industri Karet dan Barang-barang dari Karet, Perlengkapan Rumah Tangga

4 4 8

Industri Barang Galian Bukan

(7)

IV - 7 Industri Radio, Televisi dan

Peralatan komunikasi - - - Reparasi dan Pemasangan Mesin

dan Peralatan - 1 1

Jumlah/Total 19 65 84

Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Asahan 2017 Tabel IV-3

Jumlah Perusahaan Industri Besar/Sedang Menurut Kecamatan, 2012 – 2016

(8)

IV - 8

23 Silo Laut 47 36 32 32 27

24 Kisaran Barat 8 8 8 8 8

25 KisaranTimur 11 11 10 10 10

26 Asahan 116 98 89 90 84

Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Asahan 2017

Tabel IV-4

Jumlah Industri Kecil dan Kerajinan Rumah Tangga Menurut Kecamatan, Tahun 2012 – 2016

Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Asahan 2017

4.2.2 Energi

(9)

IV - 9 yang disalurkan PDAM Kisaran ke wilayah Kabupaten Asahan tahun 2016 sebanyak 335.314 M³ dan jumlah pelanggan air bersih sebanyak 17.921 pelanggan.

Tabel IV-5

Jumlah Pelanggan, Daya Tersambung dan Penjualan Listrik PT. PLN (Persero) Ranting Kisaran Menurut Jenis Tarif Listrik

Prabayar, Tahun 2016

Jenis Tarif Pelanggan Jumlah Jumlah Daya Tersambung Jumlah KWH Terjual Nilai Penjualan

S.2 / 450 VA I 86 38 700 44 447 14434597

Sumber : Kabupaten Asahan Dalam Angka 2017 (dari PLN Wilayah II Ranting Kisaran)

Tabel IV-6

Jumlah Pelanggan Air Bersih Menurut Jenis Konsumen dan Kecamatan, Tahun 2016

Kecamatan

Jenis Konsumen

Rumah Tangga Hotel dan RS Sosial Badan Sosial Ibadah/Umum Tempat

(10)

IV - 10

Sumber : Kabupaten Asahan Dalam Angka 2017

4.3

Analisis Lingkungan

4.3.1 Analisis AMDAL, UKL-UPL, dan SPPLH

(11)

IV - 11 4.3.2 Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS)

Menurut UU No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Kajian Lingkungan Hidup Strategis, yang selanjutnya disingkat KLHS, adalah rangkaian analisis yang sistematis, menyeluruh, dan partisipatif untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah dan/atau kebijakan, rencana, dan/atau program. KLHS perlu diterapkan di dalam penyusunan Dokumen RPIJM karena kajian lingkungan dibutuhkan untuk memastikan bahwa dalam penyusunan dokumen RPIJM Bidang Cipta Karya oleh pemerintah kabupaten/kota telah mengakomodir prinsif perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Adapun amanat perlindungan dan pengelolaan lingkungan adalah sebagai berikut:

1. UU No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup: “Instrumen pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup terdiri dari antara lain Kajian Lingkungan Hidup Strategis.

2. UU No. 17/2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional: “Dalam rangka meningkatkan kualitas lingkungan hidup yang baik perlu penerapan prinsip-prinsip pembangunan yang berkelanjutan secara konsisten di segala bidang”

3. Peraturan Presiden No. 5/2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2010-2015: “Dalam bidang lingkungan hidup, sasaran yang hendak dicapai adalah perbaikan mutu lingkungan hidup dan pengelolaan sumber daya alam di perkotaan dan pedesaan, penahanan laju kerusakan lingkungan dengan peningkatan daya dukung dan daya tampung lingkungan; peningkatan kapasitas adaptasi dan mitigasi perubahan iklim”

4. Permen LH No. 9 Tahun 2011 tentang Pedoman Umum Kajian Lingkungan Hidup Strategis: Dalam penyusunan kebijakan, rencana dan/atau program, KLHS digunakan untuk menyiapkan alternatif penyempurnaan kebijakan, rencana dan/atau program agar dampak dan/atau risiko lingkungan yang tidak diharapkan dapat diminimalkan.

(12)

IV - 12 Lingkungan Hidup atau disebut dengan SPPL bagi kegiatan yang tidak membutuhkan Amdal atau UKL dan UPL.

Tugas dan wewenang pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota dalam aspek lingkungan terkait Bidang Cipta Karya mengacu pada UU No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yaitu: 1. Pemerintah Pusat

a) Menetapkan kebijakan Nasional.

b) Menetapkan norma, standar, prosedur, dan kriteria. c) Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai KLHS.

d) Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai amdal dan UKL-UPL. e) Pengawasan kepada kabupaten/kota di bidang program dan kegiatan. g) Melaksanakan standar pelayanan minimal.

2. Pemerintah Kabupaten/Kota

a) Menetapkan kebijakan tingkat kabupaten/kota.

b) Menetapkan dan melaksanakan KLHS tingkat kabupaten/kota.

c) Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai amdal dan UKL-UPL. d) Mengembangkan dan menerapkan instrumen lingkungan hidup.

e) Melaksanakan standar pelayanan minimal.

(13)

IV - 13 Tahapan pelaksanaan KLHS diawali dengan penapisan usulan rencana/program dalam RPIJM per sektor dengan mempertimbangkan isu-isu pokok seperti (1) perubahan iklim, (2) kerusakan, kemerosotan, dan/atau kepunahan keanekaragaman hayati, (3) peningkatan intensitas dan cakupan wilayah bencana banjir, longsor, kekeringan, dan/atau kebakaran hutan dan lahan, (4) penurunan mutu dan kelimpahan sumber daya alam, (5) peningkatan alih fungsi kawasan hutan dan/atau lahan, (6) peningkatan jumlah penduduk miskin atau terancamnya keberlanjutan penghidupan sekelompok masyarakat; dan/atau (7) peningkatan risiko terhadap kesehatan dan keselamatan manusia. Isu-isu tersebut menjadi kriteria apakah rencana/program yang disusun teridentifikasi menimbulkan resiko atau dampak terhadap isu-isu tersebut.

4.3.3 Pendekatan dan Prinsip-prinsip KLHS

KLHS ditujukan untuk menjamin pengarusutamaan pembangunan berkelanjutan dalam pembangunan. Ada tiga nilai penting dalam penyelenggaraan KLHS yang dapat mencerminkan penerapan prinsip pembangunan berkelanjutan, yaitu keterkaitan (interdependency), keseimbangan (equilibrium) dan keadilan (justice).

Keterkaitan (interdependency) dijadikan nilai penting agar penyelenggaraan KLHS dapat menghasilkan kebijakan, rencana atau program yang mempertimbangkan keterkaitan antar sektor, wilayah, global-lokal. Nilai ini juga mengandung makna dihasilkannya KLHS yang bersifat holistik berkat adanya keterkaitan analisis antar komponen fisik-kimia, biologi dan sosial ekonomi. Keseimbangan (equilibrium) dijadikan nilai penting agar penyelenggaraan KLHS senantiasa dijiwai keseimbangan antara kepentingan sosial-ekonomi dengan kepentingan lingkungan hidup, antara kepentingan jangka pendek dan jangka panjang, antara kepentingan pembangunan pusat dan daerah, dan keseimbangan lainnya.

(14)

IV - 14 sekelompok atau golongan tertentu masyarakat karena adanya pembatasan akses dan kontrol terhadap sumber-sumber alam atau modal atau pengetahuan.

KLHS dibangun melalui pendekatan pengambilan keputusan berdasarkan masukan berbagai kepentingan. Makna pendekatan tersebut adalah bahwa penyelenggaraan KLHS tidak ditujukan untuk menolak atau sekedar mengkritisi kebijakan, rencana dan/atau program, melainkan untuk meningkatkan kualitas proses dan produk kebijakan, rencana dan/atau program, khususnya dari perspektif pembangunan berkelanjutan. KLHS adalah strategi yang cenderung bersifat ”persuasif” dalam pengertian lebih mengutamakan proses pembelajaran dan pemahaman para pemangku kepentingan yang terlibat dalam penyusunan dan evaluasi kebijakan, rencana dan/atau program agar lebih memperhatikan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan. Dalam kerangka pendekatan ini, 6 (enam) prinsip KLHS seyogyanya dianut, sebagaimana dijelaskan berikut ini:

Prinsip 1: Penilaian Diri (Self Assessment)

Makna prinsip ini adalah sikap dan kesadaran yang diharapkan muncul dari diri pemangku kepentingan yang terlibat dalam proses penyusunan dan evaluasi kebijakan, rencana dan/atau program agar lebih memperhatikan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan dan mempertimbangkan prinsip-prinsip tersebut dalam setiap keputusannya. Prinsip ini berasumsi bahwa setiap pengambil keputusan secara apriori mempunyai tingkat kesadaran dan kepedulian atas lingkungan.

KLHS menjadi media atau katalis agar kesadaran dan kepedulian tersebut terefleksikan dalam proses dan terformulasikan dalam produk pengambilan keputusan untuk setiap kebijakan, rencana dan/atau program.

Prinsip 2: Penyempurnaan Kebijakan, Rencana dan/atau program (Improvement of the Policy, Plan, and/or Program)

Prinsip ini menekankan pada upaya untuk penyempurnaan pengambilan keputusan suatu kebijakan, rencana dan/atau program. KLHS tidak menghambat proses perencanaan kebijakan, rencana dan/atau program, melainkan menjadi media atau katalisator untuk memperbaiki proses dan produk kebijakan, rencana

(15)

IV - 15 berkelanjutan secara optimal dan KLHS dapat memicu perbaikan atau penyempurnaan kebijakan, rencana dan/atau program bersangkutan.

Prinsip 3: Peningkatan Kapasitas dan Pembelajaran Sosial (Social Learning and Capacity Building)

Prinsip ini menekankan bahwa integrasi KLHS dalam perencanaan kebijakan, rencana dan/atau program harus menjadi media untuk belajar bersama khususnya tentang isu-isu pembangunan berkelanjutan, baik bagi masyarakat umum dan khususnya bagi para birokrat dan pengambil keputusan. KLHS harus memungkinkan seluruh pemangku kepentingan yang terlibat dalam perencanaan kebijakan, rencana dan/atau program untuk meningkatkan kapasitasnya mengapresiasi lingkungan hidup dalam keputusannya. Melalui KLHS, dapat dicapai masyarakat, birokrat, dan pengambil keputusan yang lebih cerdas dan kritis dalam menentukan keputusan pembangunan agar berkelanjutan.

Prinsip 4: Memberi Pengaruh pada Pengambilan Keputusan (Influencing Decision Making).

Prinsip ini menekankan bahwa KLHS harus memberikan pengaruh yang positif pada pengambilan keputusan. KLHS akan mempunyai makna apabila pada akhirnya dapat mempengaruhi pengambilan keputusan, khususnya untuk memilih atau menetapkan kebijakan, rencana dan/atau program yang lebih menjamin pembangunan yang berkelanjutan.

Prinsip 5: Akuntabel

(16)

IV - 16 Prinsip 6: Partisipatif

Gambar

Tabel IV-1  Garis Kemiskinan dan Penduduk Miskin di Kabupaten Asahan,
Tabel IV-2  Jumlah Perusahaan Industri Besar dan Sedang Menurut
Tabel IV-3
Tabel IV-4
+3

Referensi

Dokumen terkait

Manajemen konflik termasuk pada suatu pendekatan yang berorientasi pada proses yang mengarahkan pada bentuk komunikasi dari pelaku maupun pihak luar dan bagaimana mereka

Pengembangan instrumen penilaian ini akan difokuskan kepada tes bersifat formatif yang dalikukan untuk mengevaluasi hasil belajar anak setelah memperoleh materi dari

Premis P 1 : Jika prestasi belajar siswa tidak tinggi, maka bebera siswa belajar tidak dengan.. sungguh-sungguh, maka prestasi belajar

Tulisan yang berbunyi “RADIOAKTIF” digunakan jika Pengangkutan Zat Radioaktif dilakuan di dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, sedangkan tulisan yang berbunyi “

Kemudian pengambilan data Hewan Khas Indonesia saya dapat didalam buku dengan nama penulis Betty,S.Si yang berjudul “Ensiklopedia Mini Hewan Khas Indonesia”...

Tetapi semua yang Allah lakukan dalam diri saya dan untuk saya, tergantung pada satu hal: Saya harus percaya bahwa Dia mendengar ketika saya memanggil-Nya, bahwa Dia membotolkan

dan sikap terhadap program swaliba negatif maka perilaku untuk partisipasi dalam melakukan program swaliba juga akan negatif atau rendah, sebaliknya apabila

Predictors: (Constant), Price to Book Value, Debt to Equity Ratio, Price Earning Ratio. Dependent Variable: