• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGAWASAN BALAI PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN (BPOM) PROVINSI BANTEN DALAM PEREDARAN OBAT TRADISIONAL DI KOTA SERANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "PENGAWASAN BALAI PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN (BPOM) PROVINSI BANTEN DALAM PEREDARAN OBAT TRADISIONAL DI KOTA SERANG"

Copied!
236
0
0

Teks penuh

(1)

DI KOTA SERANG

SKRIPSI

Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Program Studi Ilmu Administrasi Negara Konsentrasi Manajemen Publik

Oleh :

Gaery Rahman Saputra

6661081439

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA

SERANG BANTEN

(2)

dan Ilmu Politik. Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Pembimbing I: Yeni Widyastuti, S.Sos M.Si. Pembimbing II: Rina Yulianti, S.IP, M.Si.

Pengawasan obat tradisional perlu dilakukan oleh Pemerintah Daerah dan dilaksanakan dengan baik sehingga melindungi hak konsumen. Namun demikian masih terdapat masalah dalam pengawasan peredaran obat tradisional, sehingga masih ada obat tradisional ilegal yang beredar dipasaran. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui dan menganalisis pengawasan peredaran obat tradisional oleh Balai Pengawas Obat dan Makanan Provinsi Banten mengingat masih banyak ditemukan produk obat dan makanan yang berbahan kimia obat (BKO), ilegal, dan kadaluarsa beredar di masyarakat. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori pengawasan dari Joko Widodo. Metode penelitian yang digunakan yaitu kualitiatif dengan teknik kualitatif deskriptif. Hasil penelitian ini yaitu bahwa pengawasan yang dilakukan oleh Balai Pengawas Obat dan Makanan belum optimal, dikarenakan jumlah sumber daya manusia pengawas yang masih minim, kurangnya kelengkapan sarana, kurang meratanya sosialisasi informasi mengenai obat tradisional dan public warning serta terpusatnya pengawasan yang dilakukan pada satu wilayah. Adapun saran yang diberikan adalah melakukan pengajuan rekomendasi penambahan pegawai pada biro kepegawaian BPOM Pusat, pemanfaatan media sosial dalam melakukan sosialisasi, dan pengajuan peningkatan anggaran untuk penambahan sarana transportasi.

(3)

Science and Political Science. University of Sultan Agung Tirtayasa. Supervisor I: Yeni Widyastuti, S. Sos, M.Si. Supervisor II: Rina Yulianti, S.IP, M.Si.

Control the circulation of traditional medicine needs to be done by the Local Government and implemented so as to protect the rights of consumers. However, there is still a problem in the control of traditional medicine circulation so there traditional medicine in the market. The purpose of this study to determine and analyze control the circulation of traditional medicine by the Food and Drug Administration Center for Banten considering there are still many drug and food products made from medicinal chemistry (BKO), illegal, and expired circulating in the community. The theory used in this research is the theory of supervision of Joko Widodo. The method used is qualitative descriptive qualitative techniques. The final conclusion is that the surveillance conducted by the Center for Food and Drug Administration is not optimal, because the number of human resources supervisor who is still minimal, the lack of completeness of facilities, less inequality dissemination of information on traditional medicine and public warning and monitoring the concentration in one area. The advice given is to the filing of additional staff recommendation to BPOM central personnel agency, the use of social media to socialize, and the filing of an increase in the budget for additional means of transport.

(4)
(5)
(6)
(7)

yang berjuang, posisi terakhir belum tentu kalah selama

pertandingan belum berakhir”

(8)

i

Segala puji bagi Allah yang atas nikmatnya penulis telah dapat

merampungkan Skripsi yang berjudul Pengawasan Balai Pengawas Obat dan

Makanan Provinsi Banten dalam Peredaran Obat Tradisional di Kota Serang.

Shalawat dan salam mudah-mudahan tercurahkan untuk panutan penulis,

junjungan Nabi besar Muhammad SAW.

Penulisan Skripsi ini tidak mungkin dapat terselesaikan tanpa adanya

bimbingan, bantuan, nasihat, saran, dan perhatian dari berbagai pihak. Pada

kesempatan ini merupakan suatu kebanggaan bagi penulis untuk menyampaikan

ucapan terima kasih dan penghargaan dengan segala kerendahan hati kepada :

1. Prof. Dr. Sholeh Hidayat, M.Pd, Rektor Universitas Sultan Ageng

Tirtayasa.

2. Dr. Agus Sjafari, M.Si, Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik,

Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

3. Kandung Sapto Nugroho, S.Sos, M.Si, Wakil Dekan bidang I Fakultas

Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

4. Mia Dwiana M., S.Sos, M.I.Kom. Wakil Dekan bidang II Fakultas Ilmu

Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

5. Gandung Ismanto, MM, Wakil Dekan bidang III Fakultas Ilmu Sosial dan

(9)

ii

Negara, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sultan Ageng

Tirtayasa.

8. Yeni Widyastuti M.Si, Dosen Pembimbing I Skripsi atas waktu dan

kesabarannya dalam memberikan saran, kritik dan arahan kepada penulis

dalam meyelesaikan Skripsi ini.

9. Rina Yulianti, S.IP, M.Si, Dosen Pembimbing II Skripsi atas waktu dan

kesabarannya dalam memberikan saran, kritik dan arahan kepada penulis

dalam meyelesaikan Skripsi ini.

10.Seluruh Dosen dan Staf Administrasi Jurusan Administrasi Negara,

Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik, Universitas Sultan Ageng

Tirtayasa.

11.Kedua orang tua tercinta yang selalu memberikan kasih sayang yang tiada

henti serta doa dan dukungannya kepada penulis hingga skripsi ini dapat

diselesaikan.

12. Kakak dan Adik-adiku tersayang yang selama ini selalu memberikan

semangat, do’a dan dukungannya kepada penulis sehingga dapat

menyelesaikan skripsi ini.

13.Diah Hardianti Wibowo, ST yang selama ini memberikan semangat, do’a

dan dukungannya baik moril maupun materil kepada penulis sehingga

(10)

iii

15.Para rekan-rekan Mahasiswa Prodi Ilmu Administrasi Negara angkatan

2008, Semoga Sukses dalam mengejar Cita-citanya.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan Skripsi ini masih terdapat

banyak kekurangan maka, kritik dan saran yang membangun sangat penulis

harapkan demi kesempurnaan skripsi ini.

Akhirnya penulis berharap semoga Skripsi ini dapat bermanfaat, baik

untuk penulis sendiri pada khususnya dan untuk para pembaca pada umumnya.

Serang, Februari 2015

Penulis

(11)

iv LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS LEMBAR PERSETUJUAN

LEMBAR PENGESAHAN

LEMBAR MOTTO DAN PERSEMBAHAN

KATA PENGANTAR... i

DAFTAR ISI... iv

DAFTAR TABEL... vii

DAFTAR GAMBAR... viii

BAB I PENDAHULUAN... 1

1.1 Latar Belakang Masalah... 1

1.2 Identifikasi Masalah... 13

1.3 Batasan dan Perumusan Masalah... 14

1.4 Tujuan Penelitian... 14

1.5 Manfaat Penelitian... 14

1.6 Sistematika Penulisan... 15

BAB II KAJIAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN ASUMSI DASAR PENELITIAN. ………... 21

2.1 Kajian Teori…... 21

2.1.1 Manajemen... 21

(12)

v

2.1.6 Sifat dan Waktu Pengawasan... 31

2.1.7 Fungsi Pengawasan... 32

2.1.8 Teknik-Teknik Pengawasan... 33

2.1.9 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengawasan... 33

2.1.10 Obat... 35

2.1.11 Obat Tradisional... 36

2.1.12 Standardisasi Obat Tradisional... 37

2.1.13 Logo Obat Tradisional... 38

2.2 Penelitian Terdahulu... 41

2.2.1 Kerangka Pemikiran... 45

2.2.2 Asumsi Dasar... 48

BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 49

3.1 Metode Penelitian... 49

3.2 Fokus Penelitian... 50

3.3 Lokasi Penelitian...50

3.4 Variabel Penelitian... 50

3.4.1 Definisi Konsep... 50

3.4.2 Definsi Operasional... 51

3.5.Instrumen Penelitian... 52

(13)

vi

3.5.2.1Studi Literatur atau kepustakaan... 56

3.5.2.2Studi Dokumentasi... 56

3.6 Informan Penelitian... 57

3.7 Pedoman Wawancara... 58

3.8 Teknik Analisis Data... 58

3.9 Uji Keabsahan Data ... 60

3.10Jadwal Penelitian... 63

BAB IV HASIL PENELITIAN...64

4.1 Deskripsi Objek Penelitian...63

4.2 Deskrpisi Data Penelitian... 77

4.3 Pembahasan... 79

BAB V PENUTUP... 128

5.1 Kesimpulan... 128

5.2 Saran... 129

(14)

vii

2013...7

Tabel 2 : Obat Tradisional Yang Memiliki Izin Edar Palsu...9

Tabel 3: Jumlah Sarana Distribusi Obat Tradisional Kota Serang Tahun 2014 ………... 11

Tabel 4: Kisi-Kisi Pedoman Wawancara………... 55

Tabel 5 : Informan Penelitian... 57

Tabel 6 : Jadwal Penelitian... 63

Tabel 7 : Jumlah Sarana Distribusi Obat Tradisional Kota Serang Tahun 2011-2013... 89

Tabel 8 : Jumlah Pegawai BPOM Provinsi Banten... 98

(15)

viii

Gambar 2 : Logo Jamu... 39

Gambar 3 : Logo Obat Herbal Terstandar... 40

Gambar 4 : Logo Fitorarmaka... 41

Gambar 5 : Kerangka Berfikir... 47

Gambar 6 : Komponen Dalam Analisis Data... 59

Gambar 7 : Peta Administratif Wilayah Kota Serang... 65

Gambar 8 : Struktur Organisasi Balai BPOM Provinsi Banten... 75

(16)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Sejak jaman dahulu, manusia sangat mengandalkan lingkungan sekitarnya

untuk memenuhi kebutuhannya. Misalnya, untuk makan, tempat tinggal, pakaian

obat, bahkan untuk kecantikan dapat diperoleh dari lingkungan. Salah satunya

dalam menanggulangi masalah kesehatan, manusia menggunakan

tanaman-tanaman sekitarnya yang memiliki khasiat-khasiat tertentu untuk menanggulangi

masalah kesehatan tersebut dan yang pada akhirnya dikenal dengan tanaman obat.

Seperti halnya bangsa Indonesia yang telah lama mengenal dan

menggunakan tanaman obat sebagai salah satu upaya dalam menanggulangi

masalah kesehatan. Pengetahuan tentang tanaman berkhasiat obat ini berdasarkan

pada pengalaman dan keterampilan secara turun menurun yang kemudian diracik

sedemikian rupa dan saat ini dikenal dengan sebutan obat tradisional.

Obat tradisional merupakan ramuan atau bahan yang berupa bahan

tumbuhan, bahan hewan, dan bahan mineral. Penggunaan obat tradisional di

Indonesia merupakan bagian dari budaya bangsa dan banyak dimanfaatkan

masyarakat sejak berabad-abad yang lalu dan penggunaannya terus mengalami

peningkatan dari tahun ke tahun dikarenakan obat tradisional merupakan sarana

paling utama bagi masyarakat tradisional,baik untuk pemeliharaan kesehatan

maupun untuk pengobatan gangguan kesehatan.

(17)

Dewasa ini, penggunaan obat tradisional tidak hanya digunakan oleh

masyarakat tradisional saja. Namun, masyarakat modern mulai mencoba

menggunakan obat-obatan tradisional. Faktor pendorong terjadinya peningkatan

penggunaan obat tradisional adalah harapan usia hidup yang lebih panjang disaat

penyakit-penyakit kronis terus meningkat serta adanya kegagalan penggunaan

obat modern untuk penyakit tertentu yang memakan biaya yang cukup tinggi serta

tingginya resiko efek samping yang akan dialami.

Di sisi lain, World Health Organization (WHO) juga merekomendasikan

penggunaan obat tradisional dalam pemeliharan kesehatan masyarakat,

pencegahan dan pengobatan penyakit terutama untuk penyakit kronis, penyakit

degeneratif dan kanker dengan memberikan dukungan terhadap program “back to

nature” atau kembali ke a

lam.(sumber:http://www.itb.ac.id/focus/focus_file/orasi-ilmiah-dies-45.pdf)

Sediaan obat tradisional terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun

berkat dukungan meningkatnya kemajuan teknologi dan pengetahuan. Pada

awalnya sediaan obat tradisional dalam bentuk serbuk dan cair. Namun saat ini

sediaan obat tradisional menjadi bervariasi, yaitu dalam bentuk serbuk, cair,

kapsul, simplisia dan tablet. Dan dengan banyaknya variasi sediaan obat

tradisional serta dukungan kemajuan teknologi, dalam pembuatan obat tradisional

juga mengalami perubahan yang semula diracik dan diproses secara tradisional

saat ini dalam pembuatannya dibantu dengan alat-alat modern.

Komposisi yang digunakan mengalami perubahan dengan adanya campuran

(18)

dibutuhkan suatu tata cara atau pedoman cara pembuatan obat tradisional yang

baik untuk menjamin mutu dengan memperhatikan proses produksi dan

penanganan bahan baku.

Dengan meningkatnya perkembangan teknologi dan alat transportasi juga,

para produsen kini mampu memproduksi obat tradisional dengan jumlah yang

banyak dan dapat mengedarkan obat tradisional keseluruh wilayah Indonesia.

Tingginya minat masyarakat terhadap obat tradisional juga memicu

bermunculannya produsen-produsen obat tradisional yang lain, sehingga

masyarakat disuguhkan dengan berbagai macam obat tradisional dengan berbagai

macam pilihan merk, khasiat dan bentuk. Ditambah dengan adanya kebijakan

pemerintah tentang diberlakukannya pasar bebas, kesediaan obat-obatan

tradisional di dalam negeri semakin bertambah dengan adanya obat-obatan

tradisional asing yang masuk ke Indonesia.

Guna memberikan kepastian perlindungan kepada konsumen dalam hal ini

masyarakat, baik terhadap produksi, peredaran dan penggunaan sediaan farmasi

dan makanan yang tidak menuhi persyaratan mutu, keamanan, serta khasiat.

Sebagaimana kewajiban negara dalam melindungi masyarakatnya, yang tertuang

dalam Undang-Undang nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

Pemerintahmembuat suatu badan yang bertugas mengawas obat dan

makanan. Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dibentuk berdasarkan

Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi,

(19)

Departemen, sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan

Presiden Nomor 64 Tahun 2005.

Berdasarkan peraturan perundang-undangan tersebut, Badan POM

melaksanakan Tugas Pemerintahan di bidang Pengawasan Obat dan Makanan,

yaitu:

1. Pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional di bidang pengawasan

obat dan makanan.

2. Pelaksanaan kebijakan tertentu di bidang pengawasan obat dan

makanan,

3. Koordinasi kegiatan fungsional dalam pelaksanaan tugas BPOM,

4. Pemantauan, pemberian bimbingan dan pembinaan terhadap kegiatan

instansi pemerintahan dan masyarakat di bidang pengawasan obat dan

makanan, dan.

5. Penyelenggaraan pembinaan dan pelayanan administrasi umum di

bidang perencanaan umum, ketatausahaan, organisasi dan tatalaksana,

kepegawaian, keuangan, kearsipan, hukum, persandian, perlengkapan

dan rumah tangga.

Serta dengan ditetapkannya otonomi daerah, BPOM membentuk suatu balai

besar POM di setiap provinsi untuk melakukan pengawasan obat dan makanan.

Salah satunya di Provinsi Banten. Berdasarkan Peraturan Kepala Badan POM RI

Nomor HK.00.05.21.3592 tanggal 9 Mei 2007 tentang perubahan kedua atas

keputusan Kepala Badan POM RI No.05018/SK/KBPOM tahun 2001 tentang

(20)

kerja Balai POM Provinsi Banten meliputi seluruhwilayah administrasi Provinsi

Banten, yaitu :

1. Kabupaten Serang

2. Kabupaten Tangerang

3. Kabupaten Lebak

4. Kabupaten Pandeglang

5. Kota Serang

6. Kota Cilegon

7. Kota Tangerang

8. Kota Tangerang Selatan (Data Statistik masuk ke Kab. Tangerang)

Luas wilayah Provinsi Banten yang meliputi wilayah administratif Provinsi

Banten adalah 9018,64 Km2. Seluruh wilayah kerja balai POM Provinsi Banten

dapat dijangkau dengan perjalanan darat (LAPTA BPOM Provinsi Banten, 2009).

Dalam melakukan pengawasan, BPOM Provinsi Banten melakukan pengawasan

Pre-Market dan Post-Market, pengawasan Pre-Market merupakan pengawasan

sebelum barang beredar di masyarakat yaitu dengan melakukan pemeriksaan

produk dan pemeriksaan sarana produksi. Sedangkan pengawasan Post-Market

merupakan pengawasan yang dilakukan setelah barang beredar di masyarakat

dengan melakukan inspeksi langsung ke sarana distribusi, seperti: distributor,

toko, depot, minimarket, dan hypermarket.

Dalam pelaksanaannya, Balai POM Provinsi Banten menetapkan skala

prioritas dimana pengawasan dilakukan secara terfokus pada suatu wilayah atau

(21)

sediaan obat dan makanan, serta jumlah industri terbanyak yang ada di suatu

Kabupaten atau Kota dengan membandingkan Kabupaten atau Kota yang lain

dalam satu Provinsi. Di sisi lain penerapan skala prioritas bertujuan untuk

memaksimalkan kinerja pegawai balai POM yang bertugas mengawasi peredaran

obat dan makanan karena luasnya area yang perlu diawasi tidak diimbangi dengan

jumlah pengawas yang memadai.

Skala prioritas pengawasan Balai POM Provinsi Banten saat ini

memusatkan pengawasannya di wilayah Tangerang, Khususnya Kota Tangerang.

Skala prioritas pengawasan dilakukan di Kota Tangerang karena jumlah penduduk

di Kota Tangerang dan jumlah sarana distribusi obatnya juga lebih banyak

dibanding dengan daerah lainnya, sehingga penyimpangan yang terjadi lebih

banyak. Namun selain Kota Tangerang, Balai POM juga memiliki kewajiban

untuk melakukan pengawasan obat dan makanan khususnya peredaran obat

tradisional di Kota dan Kabupaten lainnya, salah satunya yaitu Kota Serang.

Kota Serang merupakan Ibukota Provinsi Banten yang masyarakatnya

masih mengkonsumsi obat tradisional untuk pemeliharaan kesehatan, walaupun

Kota Serang tidak memiliki industri obat tradisional seperti Kota Tangerang,

namun jumlah sarana distribusinya cukup banyak. Data terakhir yang diterima

peneliti dari laporan tahunan BPOM Provinsi Banten pada tahun 2013, Kota

Serang memiliki 28 sarana distribusi.

Jumlah sarana distribusi di Kota Serang dari tahun sebelumnya terus

mengalami peningkatan hingga sekarang. Hal itu membuktikan bahwa masyarakat

(22)

memelihara atau menyembuhkan gangguan kesehatan. Sarana distribusi obat

tradisional meliputi: toko, depot, distributor, minimarket, hypermarket, dan

lain-lain.

Tabel 1

Jumlah Sarana Distribusi Obat Tradisional Kota Serang Tahun 2012-2014

Tahun 2012 2013 2014

Sarana Distribusi Obat Tradisional 12 28 34

(Sumber: Laporan Tahunan BPOM Provinsi Banten, 2014)

Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan Ibu Dian selaku pegawai

ULPK (Unit Layanan Pengaduan Konsumen) data tersebut bukan data real jumlah

sarana distribusi yang ada di Kota Serang, melainkan data dari hasil inspeksi yang

dilakukan. Karena sarana distribusi obat tradisional tidak memiliki izin dalam

mendirikan usahanya sehingga BPOM tidak memiliki data real mengenai jumlah

sarana distribusi obat tradisional yang ada di Kota Serang.

Dalam melakukan pengawasan obat dan makanan, BPOM tidak bekerja

sendiri, BPOM melakukan kerjasama lintas sektor dengan instansi terkait. Dalam

pengawasaan obat tradisional di Kota Serang, BPOM melakukan kerja sama

dengan Dinas Kesehatan Kota Serang. Bentuk kerjasama yang dilakukan BPOM

dengan Dinas Kesehatan Kota Serang salah satunya yaitu dengan mengadakan

penyuluhan yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan kepada masyarakat dengan

mengundang BPOM sebagai narasumber.

Berdasarkan hasil observasi peneliti yang dilakukan dilapangan serta

uraian-uraian diatas, terdapat beberapa temuan masalah mengenai pengawasan BPOM

(23)

Pertama, ketidakjelasan waktu pengawasan dilapangan yang dilakukan

BPOM dalam mengawasi sarana obat tradisional.dalam melakukan pengawasan

dilapangan BPOM melakukan pengawasan Post-Market yaitu pengawasan yang

dilakukan dengan cara inspeksi langsung ke sarana distribusi, namun berdasarkan

temuan peneliti di lapangan, terdapat beragam tanggapan dari pemilik sarana

distribusi obat tradisional di Kota Serang mengenai waktu pemeriksaan yang

dilakukan oleh BPOM. Ada yang tiga bulan sekali, enam bulan sekali, setahun

sekali, baru sekali dilakukan pemeriksaan, bahkan belum pernah sama sekali

dilakukan pemeriksaan. Salah satu contohnya seperti sarana distribusi obat

tradisional yang berada di daerah Ciracas yang hanya dilakukan pemeriksaan satu

kali saja yaitu pada tahun 2012. Dalam aturan jadwal yang dibuat oleh BPOM

jadwal pengawasan tersebut seharusnya dilakukan minimal satu tahun sekali jika

dirasa temuan yang didapatkan tidak terlalu berbahaya, tapi jika temuan

dilapangan sudah sangat berbahaya maka BPOM akan meningkatkan lagi jadwal

dalam pengawasannya yaitu setiap enam bulan sekali.

Kedua, masih dengan mudahnya ditemukan obat tradisional ilegal yang

beredar di Kota Serang. dalam melakukan pengawasan peredaran obat tradisional,

BPOM selain melakukan pemeriksaan langsung dan penyitaan obat tradisional

yang didiuga berbahaya, BPOM juga melakukan sosialisasi dengan memberikan

selebaran mengenai jenis obat tradisional apa saja yang dilarang edar. Namun

begitu berdasarkan hasil observasi peneliti, kebeberapa sarana distribusi di Kota

Serang contohnya depot jamu ciracas, peneliti masih dengan mudahnya

(24)

dimana peneliti membeli salah satu obat tradisional tersebut dan melakukan

pengecekan nomor registrasi di website Badan POM.

Untuk membedakan antara obat tradisional ilegal dengan obat tradisional

legal dapat dilihat dari beberapa ciri-ciri sebagai berikut:

1. Tidak memiliki izin edar atau nomor izin edar tidak sesuai dengan yang

terdaftar di BPOM

2. Bentuk, warna, rasa dan tekstur obat dan kemasan tidak seperti biasanya.

3. Tidak mencantumkan nama dan alamat produsen.

Contoh beberapa merk obat tradisional yang tidak memiliki izin edar yang

ditemukan oleh peneliti masih beredar di Kota Serang.

Tabel 2

Obat Tradisional yang Memiliki Izin Edar Palsu

Merk Obat Khasiat Produksi No. Izin Edar

COBRA Jamu

gata-gatal(eksim)

PT. RAGIL

SENTOSA

993 205 571

Daun Binahong Jamu asam urat

plus pegal linu

Surya Bintang 026 781 326

Daun Tapak

Remasyah Jamu asam urat

dan pegal linu

PJ. Remasyah 993 298 481

Godong Ijo Jamu asam urat

dan pegal linu

(25)

Lanjutan…

Dewa Naga Jamu asam urat

dan rematik

PJ. Indo Jaya 073 368 251

Madu Kelenceng Jamu asam urat

dan pegal linu

- -

Africa Black Ant Jamu Perkasa Xizang Jin

Shengli

-

Urat Madu Jamu Perkasa PJ. Air Madu 053 348 661

(Peneliti, 2014)

Ketiga, kurang optimalnya petugas BPOM dalam melakukan pengawasan

dilapangan. Dalam melakukan pengawasannya BPOM memiliki wewenang untuk

melakukan penyitaan obat tradisional yang diduga mengandung bahan berbahaya

atau yang memiliki izin edar palsu. Namun dalam prakteknya dalam melakukan

pemeriksaan masih ada sarana distirbusi yang menjual obat tradisional ilegal yang

tidak dilakukan penyitaan. Salah satu contohnya di depot jamu yang berada di

Kecamatan Cipocok Jaya. Berdasarkan hasil wawancara dengan penjaga toko,

petugas BPOM sudah melakukan inspeksi ke depotnya setiap tahun sebanyak dua

kali, namun hanya memberikan sosialisasi mengenai obat tradisional apa saja

yang dilarang diperjualbelikan dan tidak pernah melakukan penyitaan. Namun

berdasarkan hasil pengamatan peneliti, di depot tersebut terdapat obat tradisional

yang memiliki izin edar palsu.

Keempat, kerjasama lintas sektoral belum optimal. Hal ini dapat dilihat

(26)

Kesehatan.BPOM memiliki tugas melakukan pengawasan satu Provinsi

Banten,untuk melakukan pengawasan di Kota Serang diperlukan kerjasama lintas

sektor dengan Dinas Kesehatan Kota Serang. Adapun data yang diperoleh oleh

peneliti dari BPOM dan Dinas Kesehatan Kota Serang mengenai jumlah sarana

distribusi obat tradisional di Kota Serang sebagai berikut:

Tabel 3

Jumlah Sarana Distribusi Obat Tradisional Kota Serang Tahun 2014

Keterangan BPOM

Dinas Kesehatan Kota Serang

Sarana Distribusi Obat Tradisional 34 16

(Sumber: Hasil Olah Data Peneliti, 2014)

Faktanya kerjasama antar BPOM dengan Dinas Kesehatan Kota Serang

belum berjalan dengan baik. Dimana terdapat perbedaan jumlah sarana distribusi

yang dimiliki BPOM dengan Dinas Kesehatan Kota Serang. Sehingga dalam hal

ini pengawasan yang dilakukan kurang optimal karena perbedaan jumlah sarana

distribusi tersebut terdapat sarana yang belum terdata dan terperiksa oleh Dinas

Kesehatan. Dimana seharusnya BPOM menginformasikan ke Dinas Kesehatan

Kota Serang terkait dengan jumlah sarana distribusi yang ada, sebagai tolak ukur

Dinas Kesehatan Kota Serang. Sehingga dalam hal ini pengawasan yang

dilakukan kurang optimal karena perbedaan jumlah sarana distribusi tersebut

terdapat sarana yang belum terdata dan terperiksa serta menyulitkan dalam

melakukan pengawasan. Kerjasama yang dilakukan oleh BPOM saat ini hanya

sebatas sebagai narasumber untuk kegiatan sosialisasi yang diadakan oleh Dinas

(27)

Kelima, Kurangnya informasi masyarakat mengenai obat tradisional ilegal

juga membuat peredaran obattradisional ilegal sulit dihentikan. Informasi

merupakan hal yang sangat penting untuk meningkatkan pengetahuan dan

perspektif terhadap sesuatu. Begitu juga dengan informasi mengenai obat

tradisional baik yang ilegal maupun yang resmi, agar masyarakat mendapatkan

cukup informasi mengenai produk yang mereka gunakan. Contohnya:

1. Public warning merupakan program Badan POM RI dalam memberikan

informasi kepada masyarakat mengenai obat dan makanan yang beredar

di masyarakat melalui website Badan POM RI. Namun, dalam

kenyataannya keberadaan public warning belum sepenuhnya diketahui

oleh masyarakat.

2. Kurang meratanya sosialisasi yang dilakukan oleh Balai POM kepada

masyarakat akan bahayanya obat tradisional yang tidak sesuai standar

yang ditentukan oleh Balai POM, sehingga masih banyak masyarakat

yang mengkonsumsinya. Kegiatan sosialisasi yang dilakukan Balai

POM, seperti pelaksanaan kegiatan KIE (Komunikasi Informasi dan

Edukasi)untuk memberikan informasi kepada masyarakat masih

berpusat di wilayah Tangerang.

Informasi mengenai obat tradisional sangat penting bagi masyarakat

disamping untuk mengetahui produk yang digunakan, masyarakat juga minimal

dapat menjaga dirinya sendiri dari efek yang berbahaya yang ditimbulkan akibat

mengkonsumsi obat yang ilegal dan secara tidak langsung dengan adanya

(28)

pengawasan tidak akan berjalan dengan baik bila tidak ada kerjasama yang baik

antara instansi dengan masyarakat. Sehingga diperlukannya suatu pengawasan

yang berkesinambungan dari Pemerintah Provinsi Banten khususnya dari Balai

Pengawas Obat dan Makanan Provinsi Banten.

Badan POM mempunyai tugas pengawasan obat dan makanan, namun

dalam prakteknya masih terdapat permasalahan-permasalahan yang sudah

dijelaskan diatas, maka penelititertarik untuk melakukan penelitian dengan judul

Pengawasan BalaiPengawas Obat dan Makanan dalam Peredaran Obat

Tradisional di Kota Serang”. 1.2Identifikasi Masalah

Pengawasan peredaran obat tradisional merupakan tugas Badan Pengawas

Obat dan makanan, namun setelah ditetapkannya otonomi daerah. Badan POM

menempatkan Balai Besar di setiap Provinsi, Balai POM provinsi merupakan

panjang tangan dari Badan POM pusat yang bertujuan untuk melakukan

pengawasan baik dalam bidang obat-obatan maupun makanan di Provinsi yang

merupakan tanggungjawab Balai POM setempat.

Dalam hal ini peneliti mengidentifikasikan masalah yang terdapat pada

Pengawasan Balai Pengawas Obat dan Makanan, yaitu sebagai berikut:

1. Ketidakjelasan waktu pengawasan di lapangan.

2. Masih dengan mudahnya ditemukan obat tradisional illegal di Kota

Serang.

3. Kurang optimalnya petugas BPOM dalam melakukan pengawasan

(29)

4. Kerjasama lintas sektoral belum optimal

5. Kurangnya informasi masyarakat mengenai obat tradisional ilegal juga

membuat peredaran obat tradisional ilegal sulit dihentikan.

1.3Pembatasan dan Perumusan Masalah

Karena adanya keterbatasan dan sisi waktu, dana, dan tenaga, maka peneliti

membatasi penelitian hanya pada masalah Pengawasan Badan Pengawas Obat dan

Makanan dalam peredaran Obat-obatan Tradisional di Kota Serang. Hal ini

supaya penelitian dapat dilakukan lebih mendalam. Adapun perumusan

masalahnya adalah bagaimanakah Pengawasan Badan Pengawas Obat dan

Makanan dalam Peredaran Obat-obatan Tradisional di Kota Serang?.

1.4Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana

Pengawasan Badan Pengawas Obat dan Makanan dalam Peredaran Obat-Obatan

Tradisional di Kota Serang?

1.5Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat baik dari segi keilmuan maupun

dari segi praktis yaitu :

1. Dari segi keilmuan, hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dan

memberikan kontribusi untuk mengembangkan ilmu pengetahuan

khususnya ilmu Administrasi Negara.

2. Dari segi praktis, hasil penelitian ini dapat dijadikan masukan bagi Badan

(30)

pengawasan, regulasi dan standarisasi khususnya di sektor obat-obatan

tradisional.

1.6Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan ini menjelaskan :

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang masalah

Latar belakang masalah menggambarkan ruang lingkup dan kedudukan

masalah yang akan diteliti dalam bentuk uraian secara deduktif, dari lingkup

yang paling umum hingga masalah dari masalah yang paling spesifik. Materi

dari uraian ini dapat bersumber pada hasil penelitian yang sudah ada

sebelumnya, hasil seminar ilmiah, hasil pengamatan, dan pemikiran logis.

Latar belakang masalah perlu diuraikan secara logis, jelas dan faktual.

1.2 Identifikasi masalah

Menjelaskan identifikasi peneliti terhadap permasalahan yang memuat

dari uraian pada latar belakang masalah diatas, identifikasi masalah dapat

diajukan pertanyaan atau pernyataan.

1.3 Pembatasan dan Perumusan Masalah

Dari sejumlah masalah hasil identifikasi tersebut diatas, selanjutnya

dilakukan pembatasan masalah sesuai dengan fokus penelitian. Kemudian

ditetapkan masalah yang paling penting yang berkaitan dengan interaksi antar

(31)

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian mengungkapkan tentang sasaran yang ingin dicapai

dengan dilaksanakannya penelitian ini dan rumusan masalah penelitian.

1.5 Manfaat Penelitian

Menjelaskan manfaat teoritis dan praktis dari hasil penelitian.

1.6 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan menjelaskan tentang isi bab per bab secara singkat

dan jelas.

BAB II KAJIAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN ASUMSI DASAR PENELITIAN

2.1Kajian Teori

Kajian teori memuat hasil kajian terhadap sejumlah teori yang relevan

dengan permasalahan dan variable penelitian kemudian menyusunnya secara

teratur dan rapi yang digunakan untuk menemukan hipotesis. Dengan mengkaji

berbagai teori, maka kita akan memiliki konsep penelitian yang jelas, dapat

menyusun pertanyaan yang detail untuk diteliti. Hasil penting lainnya dari

kajian teori adalah didapatnya kerangka konseptual yang memadai yang

didalamnya tergambar konstruk dan variable yang diukur. Selain itu dari dari

kajian teori akan diturunkan dalam bentuk kisi-kisi instrumen. Kajian teori

harus factual dan up to date. Untuk meningkatkan kualitas kajian teori dan

(32)

2.2 Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu adalah kajian penelitian yang pernah dilakukan oleh

peneliti sebelumnya yang dapat diambil dari berbagai sumber ilmiah, baik

Skripsi, Tesis, Disertasi atau Jurnal Penelitian. Jumlah jurnal yang digunakan

minimal 2 jurnal.

2.3 Kerangka Pemikiran

Kerangka berfikir menggambarkan alur pikiran peneliti sebagai sebagai

kelanjutan dari deskripsi teori untuk memberikan penjelasan kepada pembaca

mengapa ia mempunyai anggapan seperti yang ditanyakandalam hipotesis

kemudian. Biasanya untuk memperjelas maksud peneliti, kerangka berfikir

dapat dilengkapi dengan bagan.

2.4 Asumsi Dasar Penelitian

Pada sub bab ini menjelaskan pikiran peneliti berdasarkan teori dan

kerangka berfikir disesuaikan dengan observasi awal yang kemudian peneliti

berasumsi tentang penelitian yang diteliti.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian

Menjelaskan metode yang dipergunakan dalam penelitian.

3.2 Fokus Penelitian

Bagian ini membatasi dan menjelaskan substansi materi kajian penelitian

(33)

3.3 Lokasi Penelitian

Menjelaskan tempat (locus) penelitian dilaksanakan. Menjelaskan tempat

penelitian, serta alasan memilihnya jika dipandang perlu dapat memberi

deskripsi tentang tempat penelitian dilaksanakan.

3.4 Variabel Penelitian 3.4.1 Definisi Konsep

Definisi konseptual memberikan penjelasan tentang konsep dari

variabel yang akan diteliti menurut pendapat peneliti berdasarkan

kerangka teori yang akan digunakan.

3.4.2 Definisi Operasional

Definisi Operasional merupakan penjabaran konsep atau variabel

penelitian dalam rincian terukur (indikator penelitian). Variabel

penelitian dilengkapi dengan tabel matriks variabel, indikator, sub

indikator dan nomor pertanyaan sebagai lampiran.

3.5 Instrumen Penelitian

Menjelaskan tentang proses penyusunan dan jenis alat pengumpul data

yang digunakan, proses pengumpulan data, dan teknik penentuan kualitas

instrumen (validitas dan reliabilitas).

3.6 Informan Penelitian

Dalam sub bab ini menjelaskan informan penelitian yang mana akan

(34)

3.7 Teknik Pengolahan dan Analisis Data

Menjelaskan teknis analisis dan beserta rasionalismenya. Teknik analisis

data harus sesuai dengan sifat data yang diteliti.

3.8 Tempat dan Waktu

Menjelaskan tempat dan waktu penelitian itu dilaksanakan. Kalau

dirasakan perlu dapat sedikit diberi deskripsi tentang tempat penelitian itu

dilaksanakan.

BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1 Deskripsi Objek Penelitian

Menjelaskan tentang objek penelitian yang meliputi lokasi penelitian yang

secara jelas.

4.2 Deskripsi Data

Menjelaskan hasil penelitian yang diolah dari data mentah dengan

menggunakan teknik analisis data yang relevan baik data kualitatif maupun

data kuantitatif.

4.3 Penyajian Data

Menjelaskan data yang telah didapatkan dari observasi di lapangan dan

menjelaskan informan yang ditentukan dalam penelitian ini yang senantiasa

berkaitan dengan permasalahan yang peneliti teliti.

4.4 Pembahasan Hasil Penelitian

Menghubungkan temuan hasil penelitian di lapangan dengan dasar teori

(35)

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan

Menyimpulkan hasil penelitian yang diungkapkan secara singkat, mudah

dan dipahami. Selain itu kesimpulan penelitian harus sejalan dan sesuai

dengan permasalahan.

5.2 Saran

Berisi rekomendasi terhadap tindak lanjut dari sumbangan penelitian

(36)

BAB II

KAJIAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN ASUMSI DASAR PENELITIAN

2.1 Kajian Teori

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan beberapa istilah yang berkaitan

dengan masalah penelitian dengan mengklasifikasikan ke dalam teori yaitu teori

Pengawasan. Adapun penjelasannya sebagai berikut:

2.1.1 Manajemen

Manajemen adalah aktivitas manajerial dasar meliputi perencanaan dan

pengambilan keputusan, pengorganisasian, kepemimpinan dan pengendalian.

Manajer terlihat dalam aktivitas ini untuk mengkombinasikan sumber daya

manusia, finansial, fisik dan informasi secara efisien dan efektif dan untuk

bekerja mencapai tujuan organisasi (Griffin, 2004).

a. Perencanaan dan pengambilan keputusan : menentukan arah tindakan Perencanaan (Planning) berarti menetapkan tujuan organisasi dan menentukan bagaimana cara terbaik untuk mencapainya. Pengambilan keputusan (decision making), yang merupakan bagian dari proses perencanaan adalah pemilihan suatu tindakan dari serangkaian alternatif. Perencanaan dan pengambilan keputusan membantu mempertahankan efektivitas manajerial karena menjadi petunjuk untuk aktivitas di masa depan.

b. Pengorganisasian: Mengkoordinasikan Aktivitas dan Sumber Daya Pengorganisasian (organizing) mencangkup penentuan bagaimana cara mengelompokkan berbagai aktivitas dan sumber daya.

c. Kepemimpinan : memotivasi dan Mengelola Orang

Kepemimpinan (leading) adalah serangkaian proses yang dilakukan agar anggota dari suatu organisasi bekerja sama demi kepentingan organisasi tersebut.

(37)

d. Pengendalian : Memonitor dan Mengevaluasi Aktivitas

Pengendalian (controlling), atau pementauan kemajuan organisasi dalam mencapai tujuannya. Ketika organisasi bergerak menuju tujuannya, manajer harus memonitor kemajuan untuk memastikan bahwa organisasi tersebut berkinerja sedemikian rupa sehingga akan mencapai tujuannya pada waktu yang telah ditentukan.

2.1.2 Pengawasan

Berbagai fungsi manajemen dilaksanakan oleh para pimpinan dalam

rangka mencapai tujuan organisasi. Fungsi-fungsi yang ada didalam

manajemen diantaranya adalah fungsi perencanaan (Planning), fungsi

pengorganisasian (Organizing), fungsi pelaksanaan (Actuating) dan fungsi

pengawasan (Controlling).

Menurut Griffin (2004:44), keempat fungsi manajemen tersebut harus

dilaksanakan oleh seorang manajer secara berkesinambungan, sehingga dapat

merealisasikan tujuan organisasi. Pengawasan merupakan bagian dari fungsi

manajemen yang berupaya agar rencana yang sudah ditetapkan dapat tercapai

dengan efektif dan efisien.

Menurut Siagian dalam Makmur (2011:176), mendefinisikan

pengawasan sebagai berikut:

“pengawasan merupakan sebagai proses pengamatan dari pelaksanaan seluruh kegiatan organisasi untuk menjamin agar semua pekerjaan yang sedang dilakukan berjalan sesuai dengan rencana yang telah ditentukan sebelumnya”.

Dalam hal ini pengawasan dapat diartikan sebagai suatu proses untuk

menetapkan yang sudah dilaksanakan, menilainya dan mengoreksi bila perlu

dengan maksud supaya pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan rencana semula.

(38)

kelemahan-kelemahan serta kesulitan-kesulitan yang dihadapi dalam pelaksanaan rencana

dan berdasarkan kelemahan dan kesulitan yang telah diketahui tersebut diambil

tindakan untuk memperbaiki pada waktu itu atau waktu-waktu yang akan

datang.

Menurut Situmorang dalam Makmur (2011:176), mendefinisikan

pengawasan sebagai berikut:

“Pengawasan adalah setiap usaha dan tindakan dalam rangka untuk mengetahui sejauh mana pelaksanaan tugas yang dilaksanakan menurut ketentuan dan sasaran yang hendak dicapai”.

Berdasarkan definisi diatas, dalam hal ini pengawasan bisa menjadi

fungsi pengendali bagi manajemen untuk memastikan bahwa rencana-rencana

yang telah mereka tetapkan dapat berjalan secara mulus dan lancar sehingga

organisasi bisa mencapai setiap sasaran yang telah ditetapkannya.

Sedangkan menurut Makmur (2011:176), mendefinisikan pengawasan :

“pengawasan adalah suatu bentuk pola pikir dan pola petindakan untuk memberikan pemahaman dan kesadaran kepada seseorang atau beberapa orang yang diberikan tugas untuk dilaksanakan dengan menggunakan berbagai sumber daya yang tersedia secara baik dan benar, sehingga tidak terjadi kesalahan dan penyimpangan yang sesungguhnya dapat

menciptakan kerugian oleh lembaga atau organisasi yang bersangkutan”.

Berdasarkan definisi diatas dapat diketahui bahwa pengawasan memiliki

perbedaan tergantung tujuan dan sasaran yang hendak dicapai oleh sebab itu

pengawasan yang dilakukan sebelumnya harus memahami dan mengerti

kegiatan apa yang diawasi dan kegiatan apa yang dilakukannya.

Menurut G.R Terry dalam Hasibuan (2001:242) mengemukakan

(39)

Pengawasan dapat didefinisikan sebagai proses penentuan, apa yang harus dicapai yaitu standar, apa yang sedang dilakukan yaitu pelaksanaan, menilai pelaksanaan dan melakukan perbaikan-perbaikan, sehingga pelaksanaan sesuai dengan rencana yaitu selaras dengan

standar”.

Dengan demikian dalam hal ini setiap aktivitas atau pekerjaan yang

dilakukan mendapat pengawasan setiap kali adanya kemajuan yang signifikan,

dimana pengawasan tersebut setiap pekerjaan yang terdapat masalah atau

hambatan langsung dilakukan langkah pengkoreksian atau evaluasi oleh atasan

dan bantuan dari bawahan itu sendiri, sehingga terjadi saling tukar pikiran

untuk menyelesaikan masalah tersebut agar sesuai dengan rencana dan selesai

dengan sempurna.

Menurut Henry Fayol dalam Harahap (2001:10) mengartikan

pengawasan sebagai berikut:

Pengawasan mencakup upaya memeriksa apakah semua terjadi sesuai dengan rencana yang ditetapkan, perintah yang dikeluarkan, dan prinsip yang dianut. Juga dimaksudkan untuk mengetahui kelemahan dan kesalahan agar dapat dihindari kejadiannya dikemudian hari.”

Sedangkan, Menurut Siagian (2003:30), mendefinisikan pengawasan

sebagai berikut:

“Pengawasan adalah memantau aktivitas pekerjaan karyawan untuk menjaga perusahaan agar tetap berjalan kearah pencapaian tujuan dan membuat koreksi jika diperlukan. Pengawasan secara umum berarti pengendalian terhadap perencanaan apakah sudah dilaksanakan sesuai tujuan atau penyimpangan dari tujuan yang diinginkan. Jika terjadi penyimpangan, pihak manajemen yang terkait dalam pengawasan harus memberikan petunjuk untuk melakukan perbaikan kerja, agar standar perencanaan tidak jauh menyimpang dari hasil yang diperoleh pada saat

pelaksanaan”.

Berdasarkan penjelasan para ahli diatas, maka dapat diketahui bahwa

(40)

perusahaan untuk menjamin pencapaian tujuan sesuai dengan rencana yang

ditetapkan sebelumnya dan melakukan tindakan korektif yang diperlukan untuk

memperbaiki kesalahan-kesalahan yang ada sebelumnya. Pengawasan yang

efektif membantu usaha dalam mengatur pekerjaan agar dapat terlaksana

dengan baik.

Fungsi pengawasan merupakan fungsi terakhir dari proses manajemen.

Fungsi ini terdiri dari tugas-tugas memonitor dan mengevaluasi aktivitas

perusahaan agar target perusahaan tercapai. Dengan kata lain fungsi

pengawasan menilai apakah rencana yang ditetapkan pada fungsi perencanaan

telah tercapai.

2.1.3 Sistem Pengawasan

Sistem pengawasan yang efektif harus memenuhi beberapa prinsip

pengawasan yaitu adanya rencana tertentu dan adanya pemberian instruksi

serta wewenang-wewenang kepada bawahan. Rencana merupakan standar atau

alat pengukur pekerjaan yang dilaksanakan oleh bawahan. Rencana tersebut

menjadi petunjuk apakah sesuatu pelaksanaan pekerjaan berhasil atau tidak.

Pemberian instruksi dan wewenang dilakukan agar sistem pengawasan itu

memang benar-benar dilaksanakan secara efektif.

Wewenang dan instruksi yang jelas harus dapat diberikan kepada

bawahan, karena berdasarkan itulah dapat diketahui apakah bawahan sudah

menjalankan tugas-tugasnya dengan baik. Atas dasar instruksi yang diberikan

(41)

pengawasan akan efektif bilamana sistem pengawasan itu memenuhi prinsip

fleksibilitas.

Ini berarti bahwa sistem pengawasan itu tetap dapat dipergunakan,

meskipun terjadi perubahan terhadap rencana yang diluar dugaan. Menurut

Manullang (2002:173), mengemukakan bahwa terdapat dua pokok prinsip

pengawasan. Yang pertama, merupakan standar atau alat pengukur daripada

pekerjaan yang dilaksanakan oleh bawahan. Prinsip yang kedua, merupakan

wewenang dan intruksi-intruksi yang jelas harus dapat diberikan kepada

bawahan karena berdasarkan itulah dapat diketahui apakah bawahan sudah

menjalankan tugas-tugasnya dengan baik. Atas dasar instruksi yang diberikan

kepada bawahan dapat diawasi pekerjaan seorang bawahan. Setelah kedua

prinsip pokok diatas, maka suatu sistem pengawasan haruslah mengandung

prinsip-prinsip yang dikemukakan oleh Manullang (2002:173), sebagai berikut:

1. Pengawasan harus dapat mereflektif sifat-sifat dan kebutuhan-kebutuhan dari kegiatan-kegiatan yang harus diawasi.

2. Dapat dengan segera melaporkan penyimpangan-penyimpangan. 3. Pengawasan bersifat fleksibel.

4. Pengawasan bersifat mereflektir pola organisasi. 5. Pengawasan harus bersifat ekonomis.

6. Dapat dimengerti, dan.

7. Pengawasan dapat menjamin diadakannya tindakan korektif.

Masing-masing kegiatan membutuhkan sistem pengawasan tertentu yang

berlainan dengan sistem pengawasan bagi kegiatan lainnya. Sistem

pengawasan haruslah dapat mereflektif sifat-sifat dan kebutuhan dari

kegiatan-kegiatan yang harus diawasi. Tujuan utama dari pengawasan ialah

mengusahakan agar apa yang direncanakan menjadi kenyataan. Oleh karena

(42)

merealisasikan tujuannya. Maka suatu sistem pengawasan setidak-tidaknya

harus dapat dengan segera melaporkan adanya penyimpangan-penyimpangan

dari rencana. Apa yang telah terjadi dapat disetir ke tujuan tertentu. Suatu

sistem pengawasan adalah efektif, bilamana sistem pengawasan itu memenuhi

prinsip fleksibilitas. Ini berarti bahwa sistem pengawasan itu tetap dapat

dipergunakan, meskipun terjadi perubahan-perubahan terhadap rencana diluar

dugaan.

2.1.4 Tujuan Pengawasan

Pelaksanaan kegiatan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan

memerlukan pengawasan agar perencanaan yang telah disusun dapat terlaksana

dengan baik. Pengawasan dikatakan sangat penting karena pada dasarnya

manusia sebagai objek pengawasan mempunyai sifat salah dan khilaf. Oleh

karena itu manusia dalam organisasi perlu diawasi, bukan mencari

kesalahannya kemudian menghukumnya, tetapi mendidik dan

membimbingnya. Menurut Husaini (2001: 400), tujuan pengawasan adalah

sebagai berikut :

1. Menghentikan atau meniadakan kesalahan, penyimpangan, penyelewengan, pemborosan, dan hambatan.

2. Mencegah terulang kembalinya kesalahan, penyimpangan, pemborosan, dan hambatan.

3. Meningkatkan kelancaran operasi perusahaan.

(43)

Bagan Tujuan Pengendalian:

Gambar 1 Tujuan Pengendalian Sumber : Griffin (2004: 163)

Keterangan Gambar 2.1.Tujuan Pengendalian :

1. Beradaptasi dengan Perubahan Lingkungan

Organisasi akan menghadapi perubahan dalam lingkungan bisnis yang tidak stabil dan bergejolak. Dalam rentang waktu antara penetapan tujuan dan pencapaian tujuan, banyak kejadian dalam organisasi dan lingkungannya yang dapat menuntun pergerakan kearah tujuan atau menyimpangkan tujuan itu sendiri. Sistem pengawasan yang baik dapat membantu para manajer mengantisipasi, memantau, dan merespon perubahan.

2. Membatasi Akumulasi Kesalahan

Kesalahan-kesalahan kecil umumnya tidak menimbulkan kerusakan serius pada kinerja organisasi. Namun dari waktu ke waktu, kesalahan-kesalahan kecil dapat terakumulasi dan berdampak serius. Oleh karena itu pengawasan diperlukan untuk menghindari terjadinya kesalahan-kesalahan kecil yang dapat berulang-ulang. Dengan adanya pengawasan, manajer dapat melihat penyebab terjadinya kesalahan dan dapat mengambil keputusan untuk bekerja lebih cermat.

3. Mengatasi Kompleksitas organisasi

(44)

pesaing memerlukan sistem yang canggih untuk membuat pengawasan yang memadai.

4. Meminimalisir Biaya

Pengawasan juga dapat membantu mengurangi biaya dan meningkatkan output apabila dipraktekkan secara efektif. Secara filosofis dikatakan bahwa pengawasan sangat penting karena manusia pada dasarnya mempunyai sifat salah atau khilaf, sehingga manusia dalam organisasi perlu diawasi, bukan untuk mencari kesalahannya kemudian menghukumnya tetapi untuk mendidik dan membimbingnya.

Definisi ini tidak hanya terpaku pada apa yang direncanakan, tetapi

mencakup dan melingkupi tujuan organisasi. Hal tersebut akan mempengaruhi

sikap, cara, sistem, dan ruang lingkup pengawasan yang akan dilakukan oleh

seorang manajer. Pengawasan sangat penting dilakukan oleh perusahaan dalam

kegiatan operasionalnya untuk mencegah kemungkinan terjadinya

penyimpangan–penyimpangan dengan melakukan tindakan koreksi terhadap

penyimpangan tersebut untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan oleh

perusahaan sebelumnya.

Menurut Maringan (2004: 61) menyatakan tujuan pengawasan adalah sebagai berikut:

1. Mencegah dan memperbaiki kesalahan, penyimpangan, ketidaksesuaian dalam pelaksanaan tugas yang dilakukan.

2. Agar pelaksanaan yang dilaksanakan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan sebelumnya.

Tujuan perusahaan dapat tercapai, jika fungsi pengawasan dilakukan

sebelum terjadinya penyimpangan-penyimpangan sehingga lebih bersifat

mencegah (prefentive control). Dibandingkan dengan tindakan-tindakan

pengawasan sesudah terjadinya penyimpangan, maka tujuan pengawasan

adalah menjaga hasil pelaksanaa kegiatan sesuai dengan rencana.

(45)

diimplementasikan. Sebab pengawasan yang baik akan tercipta tujuan

perusahaan yang efektif dan efisien.

2.1.5 Jenis-Jenis Pengawasan

Menurut Maringan (2004: 62), Pengawasan terbagi 4 yaitu:

1. Pengawasan dari dalam perusahaan. Pengawasan yang dilakukan oleh atasan untuk mengumpul data atau informasi yang diperlukan oleh perusahaan untuk menilai kemajuan dan kemunduran perusahaan. 2. Pengawasan dari luar perusahaan. Pengawasan yang dilakukan oleh

unit di luar perusahaan . Ini untuk kepentingan tertentu.

3. Pengawasan Preventif. Pengawasan dilakukan sebelum rencana itu dilaksakaan. Dengan tujuan untuk mengacah terjadinya kesalahan/kekeliruan dalam pelaksanaan kerja.

4. Pengawasan Represif. Pengawasan Yang dilakukan setelah adanya pelaksanaan pekerjaan agar hasilnya sesuai dengan yang direncanakan.

Dari jenis-jenis pengawasan diatas maka dapat diketahui bahwa

pengawasan merupakan tindakan yang dilakukan oleh para instansi/badan

dalam pelaksanaan kegiatan untuk meminimalisir kesalahan atau

penyimpangan. Dengan begitu dapat diketahui apakah pelaksanaan kegiatan

tersebut sudah sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan

sebelumnya atau malah justru menyimpang dari ketentuan tersebut.

Menurut Ernie dan Saefullah (2005: 327), jenis pengawasan terbagi atas

3 yaitu:

1. Pengawasan Awal. Pengawasan yang dilakukan pada saat dimulainya pelaksanaan pekerjaan. Ini dilakukan untuk mencegah terjadinya penyimpangan dalam pelaksanaan perkerjaan.

2. Pengawasan Proses. Pengawasan dilakukan pada saat sebuah proses pekerjaan tengah berlangsung untuk memastikan apakah pekerjaan tengah berlangsung untuk memastikan apakah pekerjaan yang dilaksanakan sesuai dengan tujuan yang ditetapkan.

(46)

Berdasarkan jenis pengawasan diatas dapat diketahui bahwa pengawasan

merupakan pemandu bagi jalannya suatu kegiatan agar sesuai dengan tujuan

yang telah ditetapkan sebelumnya, kegiatan akan berjalan dengan sempurna

bila pengawasan yang dilakukan dari awal kegiatan, hingga proses kegiatan

sampai akhir kegiatan tersebut dilakukan.

2.1.6 Sifat dan Waktu Pengawasan

Menurut Hasibuan (2001 : 247), sifat dan waktu pengawasan terdiri dari :

1. Preventive controll, adalah pengendalian yang dilakukan sebelum kegiatan dilakukan untuk menghindari terjadinya penyimpangan-penyimpangan dalam pelaksanaannya. Preventive controll ini dilakukan dengan cara :

1) Menentukan proses pelaksanaan pekerjaan.

2) Membuat peraturan dan pedoman pelaksanaan pekerjaan.

3) Menjelaskan dan atau mendemonstrasikan cara pelaksanaan pekerjaan itu.

4) Mengorganisasi segala macam kegiatan.

5) Menentukan jabatan, job description, authority, dan responsibility bagi setiap individu karyawan.

6) Menetapkan sistem koordinasi pelaporan dan pemeriksaan.

7) Menetapkan sanksi-sanksi bagi karyawan yang membuat kesalahan.

Preventive controll adalah pengendalian terbaik karena dilakukan

sebelum terjadi kesalahan.

2. Repressive Controll, adalah pengendalian yang dilakukan setelah terjadi kesalahan dalam pelaksanaannya, dengan maksud agar tidak terjadi pengulangan kesalahan, sehingga hasilnya sesuai dengan yang diinginkan.

Repressive controll ini dilakukan dengan cara sebagai berikut : 1) Membandingkan hasil dengan rencana.

2) Menganalisis sebab-sebab yang menimbulkan kesalahan dan mencari tindakan perbaikannya.

3) Memberikan penilaian terhadap pelaksanaannya, jika perlu dikenakan sanksi hukuman kepadanya.

4) Menilai kembali prosedur-prosedur pelaksanaan yang ada.

5) Mengecek kebenaran laporan yang dibuat oleh petugas pelaksana. 6) Jika perlu meningkatkan keterampilan atau kemampuan

(47)

3. Pengawasan saat proses dilaksanakan yaitu jika terjadi kesalahan langsung diperbaiki.

4. Pengawasan berkala, adalah pengendalian yang dilakukan secara berkala, misalnya per bulan, per semeter, dan lain-lain.

5. Pengawasan mendadak, adalah pengawasan yang dilakukan secara mendadak untuk mengetahui apakah pelaksanaan atau peraturan-peraturan yang ada telah dilaksanakan atau tidak dilaksanakan dengan baik. Pengawasan mendadak ini sekali-sekali perlu dilakukan, supaya kedisiplinan karyawan tetatp terjaga dengan baik.

6. Pengawasan melekat (waskat) adalah pengawasan yang dilakukan secara integratif mulai dari sebelum, pada saat, dan sesudah kegiatan operasional dilakukan.

Berdasarkan pendapat yang diungkapkan Hasibuan diatas, dapat

diketahui bahwa pengawasan yang baik harus memiliki atau melalui

tahapan-tahapan tertentu sebagai bentuk dari suatu proses kegiatan pengawasan, serta

memiliki waktu-waktu tertentu dalam proses pengawasan agar kegiatan

berjalan sesuai dengan rencana.

2.1.7 Fungsi Pengawasan

Menurut Ernie dan Saefullah (2005: 12), fungsi pengawasan adalah :

1. Mengevaluasi keberhasilan dan pencapaian tujuan serta target sesuai dengan indikator yang di tetapkan.

2. Mengambil langkah klarifikasi dan koreksi atas penyimpangan yang mungkin ditemukan.

3. Melakukan berbagai alternatif solusi atas berbagai masalah yang terkait dengan pencapaian tujuan perusahaan.

Sedangkan, Menurut Maringan (2004: 62), fungsi pengawasan adalah :

1. Mempertebal rasa tanggung jawab terhadap pejabat yang diserahi tugas dan wewenang dalam melaksanakan pekerjaan.

2. Mendidik para pejabat agar mereka melaksanakan pekerjaan sesuai dengan prosedur yang telah ditentukan.

3. Untuk mencegah terjadinya penyimpangan, penyelewengan, kelalaian, dan kelemahan agar tidak terjadi kerugian yang tidak diinginkan.

Berdasarkan penjelasan tersebut, maka tersebut dapat diambil

(48)

pekerjaan yang telah dilakukan dalam perusahaan dan melakukan tindakan

koreksi yang diperlukan untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan yang ada

sebelumnya. Pengawasan yang efektif membantu usaha dalam mengatur

pekerjaan agar dapat terlaksana dengan baik.

2.1.8 Teknik-Teknik Pengawasan

Menurut Siagian (2003:112) Proses pengawasan pada dasarnya dilakukan

dengan mempergunakan dua macam teknik yaitu:

1. Pengawasan Langsung, yaitu pengawasan yang dilakukan sendiri oleh pimpinan. Dalam hal ini pimpinan langsung datang dan memeriksa kegiatan yang sedang dijalankan oleh bawahan. Pengawasan langsung dapat berbentuk:

1. Inspeksi langsung

Kunjungan langsung dalam melakukan pengawasan atau pemeriksaan pada sebuah kegiatan yang sedang dilakukan.

2. On-the-Spot observation

Melakukan pengamatan atau peninjauan langsung di lapangan secara cermat, mencatat fenomena yang muncul dalam sebuah kegiatan yang dilakukan.

3. On-the-spot report

Memberikan laporan langsung dilapangan mengenai temuan-temuan masalah yang terjadi dalam sebuah kegiatan yang dilakukan di lapangan.

2. Pengawasan tidak langsung, Pengawasan yang dilakukan dari jarak jauh. Pengawasan dilakukan melalui laporan yang disampaikan oleh para bawahan. Baik itu tertulis maupaun lisan.

2.1.9 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengawasan.

Fakor-faktor yang mempengaruhi pengawasan, berikut akan

dikemukakan oleh para ahli sebagai berikut. Menurut Mulyadi (2007: 770),

mengemukakan beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi pengawasan

(49)

1. Perubahan yang selalu terjadi baik dari luar maupun dari dalam organisasi.

2. Kompleksitas organisasi memerlukan pengawasan formal karena adanya desentralisasi kekuasaan.

3. Kesalahan/Penyimpangan yang dilakukan anggota organisasi.

MacRae (2003:28) menjelaskan bahwa pemantauan (monitoring)

menyediakan pengetahuan yang relevan dengan kebijakan tentang akiat dari

kebijakan yang di ambil sebelumnya. Ini membantu pengambil kebijakan pada

tahap implementasi kebijakan. Banyak badan secara teratur memantau hasil

dan dampak kebijakan dengan menggunakan beberapa indikator kebijakan

dibidang kesehatan, pendidikan, perumahan, kesejahteraan, kriminalitas dan

ilmu dan teknologi.

Pemantauan membantu menilai tingkat kepatuhan, menemukan

akibat-akibat yang tidak diinginkan dari kebijakan dan program, mengidentifikasi

hambatan dan rintangan implementasi dan menemukan letak pihak-pihak yang

beranggung jawab pada setiap kebijakan. Strategi pemantauan menurut

Widodo (2011:94-96) sama dengan implementasi yaitu;

“menetapkan siapa yang melakukan, bagaimana SOP untuk melakukan kontrol, berapa besar anggaran, peralatan yang diperlukan, dan jadwal

pelaksanaan pengawasan”.

1. Pelaku Kontrol Pelaksanaan Kebijakan

Pelaku kontrol pelaksanaan kebijakan dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu kontrol eksternal dan kontrol internal.Pelaku kontrol internal (internal control) dapat dilakukan oleh unit atau bagian monitoring dan pengendalian, dan badan pengawas daerah.Pelaku kontrol eksternal (external control) dapat dilakukan oleh DPRD, LSM dan komponen masyarakat.

2. Strandar Operasional Pemantauan

SOP kontrol atas pelaksanaan kebijakan dapat digambarkan sebagai berikut:

(50)

2. Alat monitoring harus disusun untuk mengukur kinerja individu, program, atau system secara keseluruhan

3. Pengukuran diperoleh melalui penerapan berbagai alat monitoring untuk mengoreksi setiap penyimpangan yang berarti.

4. Tindakan korektif dapat mencakup usaha-usaha yang mengarah pada kinerja yang ditetapkan dalam rencana atau modifikasi rencana ke arah mendekati kinerja.

3. Sumber Daya Keuangan dan Peralatan

Untuk melakukan kontrol atas pelaksanaan suatu kebijakan, disamping memerlukan dana yang cukup juga diperlukan peralatan yang memadai. Besarnya anggaran dan jenis peralatan untuk melakukan kontrol sangat tergantung pada variasi dan kompleksitas pelaksanaan suatu kebijakan. Sumber anggaran dapat berasal dari anggaran pendapatan belanja Negara (APBN), anggaran pendapatan belanja daerah (APBD), lembaga swadaya masyarakat (LSM), dan swadaya masyarakat.

4. Jadwal Pelaksanaan Kontrol

Dalam kontrol internal, pelaksanaan dapat dilakukan setiap bulan, setiap triwulan, atau setiap semester sekali. Namun dalam kontrol eksternal berada di luar organisasi dan bukan menjadi kewenangan organisasi yang menjadi pelaku kontrol untuk melakukan penjadwalan. Selain itu kontrol eksternal sulit dilakukan intervensi.

Dari penjelasan tersebut dapat diketahui bahwa pengawasan merupakan

aspek yang sangat penting dari suatu kebijakan yang sudah diimplementasikan.

Dengan adanya pengawasan, kita dapat menilai sejauh mana kinerja para

pegawai dalam melaksanakan tugasnya. Selain itu, pengawasan juga dapat

dijadikan bahan evaluasi dari suatu kebijakan yang dikeluarkan, apakah sudah

berjalan secara efektif atau belum. Sehingga, menjadi masukan kedepannya

dalam pencapaian suatu kebijakan tersebut.

2.1.10 Obat

Salah satu komponen kesehatan yang sangat penting adalah tersedianya

obat sebagai sebagian pelayanan kesehatan masyarakat. Hal itu karena obat

digunakan untuk mencegah, mengurangkan, menghilangkan, menyembuhkan

(51)

rohaniah pada manusia. Dalam pelayanan kesehatan, obat merupakan

komponen yang penting karena diperlukan dalam sebagian besar upaya

kesehatan.

Definisi Obat menurut PerMenKes/1010/MenKes/Per/XI/2008:

1) Obat adalah obat jadi yang merupakan sediaan atau paduan bahan-bahan termasukproduk biologi dan kontrasepsi, yang siap digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosa, pencegahan, penyembuhan, pemulihan dan peningkatan kesehatan.

Definisi Obat menurut UU no.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan:

2) Obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi yang digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi, untuk manusia.

Dari penjelasan tersebut dapat diketahui pengertian obat adalah semua

bahan tunggal/campuran yang dipergunakan oleh semua makhluk hidup untuk

bagian dalam dan luar tubuh guna mencegah, meringankan, dan

menyembuhkan penyakit.

2.1.11 Obat Tradisional

Sesuai Pasal 1 Peraturan Kepala Badan POM No. HK.00.05.4.1384

Tahun 2005 tentang Kriteria dan Tata Laksana Pendaftaran Obat Tradisional,

Obat Herbal Terstandar dan Fitofarmaka, ditetapkan bahwa :

1) Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran dari bahan tersebut, yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman.

2) Jamu adalah Obat Tradisional Indonesia.

(52)

4) Fitofarmaka adalah sediaan obat bahan alam yang telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji praklinik dan klinik, bahan baku dan produk jadinya telah distandardisasi.

5) Sediaan galenik adalah hasil ekstraksi simplisia yang berasal dari tumbuh-tumbuhan atau hewan.

(Unit Layanan Pengaduan Konsumen BPOM, 2013)

Dalam PermenKes Republik Indonesia Nomor 006 Tahun 2012

TentangIndustri Dan Usaha Obat Tradisional, ditetapkan bahwa:

1) Obat Tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik), atau campuran dari bahan tersebut yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan, dan dapat diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat

Dalam UU No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, di sebutkan bahwa:

2) Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yangberupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral,sediaan sarian (galenik), atau campuran dari bahantersebut yang secara turun temurun telah digunakanuntuk pengobatan, dan dapat diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat.

2.1.12 Standardisasi Obat Tradisional

Standardisasi Obat Tradisional pada dasarnya mencakup bahan atau

simplisia, produk jadi dan proses pembuatan. Dewasa ini standar produk obat

tradisional masih terbatas pada aspek mutu dan keamanan, belum mencakup

pada aspek khasiat/kemanfaatan.

Adapun untuk standar proses pembuatan telah ditetapkan dalam bentuk

Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB). CPOTB belum

dilaksanakan di sebagian besar industri obat tradisonal terutama Industri Kecil

Obat Tradisional (IKOT). Secara garis besar obat tradisional dapat dibagi

(53)

1. Hasil Tanaman Obat Keluarga (TOGA), Obat tradisional hasil TOGA yang pemanfaatannya pada umumnya digunakan oleh keluarga yang bersangkutan, standardisasi yang perlu dilakukan adalah kebenaran tanaman yang digunakan dan kebersihan dalam proses pembuatannya.

2. Jamu,Digunakan untuk pengobatan sendiri terdiri yang tidakmemerlukan izin produksi (sesuai Permenkes no.246/Menkes/ per/V/1990), meliputi:

1) Jamu Racikan 2) Jamu Gendong

Seperti halnya dengan obat tradisional hasil TOGA standar yang dibutuhkan adalah kebenaran tanaman yang digunakan dan kebersihan proses pembuatannya. Harus ada izin produksi dan izin edar, yaitu Jamu yang diproduksi dan diedarkan oleh:

1) Industri Obat Tradisional (IOT)

2) Industri Kecil Obat Tradisional (IKOT)

Standar yang harus dipenuhi adalah standar mutu dan keamanan, sedangkan untuk proses pembuatannya harus sesuai dengan ketentuan CPOTB terutama untuk IOT.

3. Fitofarmaka :

Dapat digunakan pada Pelayanan Kesehatan Formal. Berbagai Uji Laboratorium merupakan persyaratan mutlak yang harus dilakukan untuk sediaan fitofarmaka, beberapa uji yang harus dilakukan antara lain :

1) Penapisan fitokimia untuk mengetahui jenis kandungan senyawa pada tanaman tersebut.

2) Uji Toksisitas untuk mengetahui keamanan bila dikonsumsi untuk pengobatan.

3) Uji Farmakologi eksperimental terhadap binatang percobaan. 4) Uji Klinis untuk memastikan efek Farmakologi, keamanan dan

manfaat klinis untuk pencegahan, pengobatan penyakit atau gejala penyakit. (Sumber: kancil9.blogspot.com)

2.1.13 Logo Obat Tradisional

Obat tradisional dibagi menjadi 3 jenis yaitu, jamu, obat herbal

Gambar

Tabel 1 Jumlah Sarana Distribusi Obat Tradisional Kota Serang
Tabel 2 Obat Tradisional yang Memiliki Izin Edar Palsu
Tabel 3 Jumlah Sarana Distribusi Obat Tradisional Kota Serang
Tujuan PengendalianGambar 1
+7

Referensi

Dokumen terkait

Server menunggu data inisialisasi dari pembaca RFID, saat server menerima data, dilakukan pencatatan ID pembaca dan pengubahan status pembaca tersebut menjadi aktif,

Inovasi teknologi Augmented Reality atau biasa disingkat dengan AR berbasis aplikasi, ditampilkan dengan desain grafis, dan juga disertai informasi lengkap yang ada pada brosur

(2) Manfaat secara praktis: Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk memberi masukan pada para penegak hukum semua pihak yang berkompeten

KATA PENGANTAR Assalammu’alaikum Warramatullahi Wabarakatuh Puji dan syukur kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala atas rahmat dan karunia-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan

[r]

Pada penelitian ini kita dapat mengetahui bahwa keterampilan proses sains yang mendapatkan perlakuan model pembelajaran inquiry training lebih baik daripada siswa yang

Nilai ini memperlihatkan bahwa 66,1% perubahan pada kinerja instansi dipengaruhi oleh variabel- variabel penentu yang digunakan dalam model penelitian (yaitu