DI KOTA SERANG
SKRIPSIGuna Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Program Studi Ilmu Administrasi Negara Konsentrasi Manajemen Publik
Oleh :
Gaery Rahman Saputra
6661081439
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
SERANG BANTEN
dan Ilmu Politik. Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Pembimbing I: Yeni Widyastuti, S.Sos M.Si. Pembimbing II: Rina Yulianti, S.IP, M.Si.
Pengawasan obat tradisional perlu dilakukan oleh Pemerintah Daerah dan dilaksanakan dengan baik sehingga melindungi hak konsumen. Namun demikian masih terdapat masalah dalam pengawasan peredaran obat tradisional, sehingga masih ada obat tradisional ilegal yang beredar dipasaran. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui dan menganalisis pengawasan peredaran obat tradisional oleh Balai Pengawas Obat dan Makanan Provinsi Banten mengingat masih banyak ditemukan produk obat dan makanan yang berbahan kimia obat (BKO), ilegal, dan kadaluarsa beredar di masyarakat. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori pengawasan dari Joko Widodo. Metode penelitian yang digunakan yaitu kualitiatif dengan teknik kualitatif deskriptif. Hasil penelitian ini yaitu bahwa pengawasan yang dilakukan oleh Balai Pengawas Obat dan Makanan belum optimal, dikarenakan jumlah sumber daya manusia pengawas yang masih minim, kurangnya kelengkapan sarana, kurang meratanya sosialisasi informasi mengenai obat tradisional dan public warning serta terpusatnya pengawasan yang dilakukan pada satu wilayah. Adapun saran yang diberikan adalah melakukan pengajuan rekomendasi penambahan pegawai pada biro kepegawaian BPOM Pusat, pemanfaatan media sosial dalam melakukan sosialisasi, dan pengajuan peningkatan anggaran untuk penambahan sarana transportasi.
Science and Political Science. University of Sultan Agung Tirtayasa. Supervisor I: Yeni Widyastuti, S. Sos, M.Si. Supervisor II: Rina Yulianti, S.IP, M.Si.
Control the circulation of traditional medicine needs to be done by the Local Government and implemented so as to protect the rights of consumers. However, there is still a problem in the control of traditional medicine circulation so there traditional medicine in the market. The purpose of this study to determine and analyze control the circulation of traditional medicine by the Food and Drug Administration Center for Banten considering there are still many drug and food products made from medicinal chemistry (BKO), illegal, and expired circulating in the community. The theory used in this research is the theory of supervision of Joko Widodo. The method used is qualitative descriptive qualitative techniques. The final conclusion is that the surveillance conducted by the Center for Food and Drug Administration is not optimal, because the number of human resources supervisor who is still minimal, the lack of completeness of facilities, less inequality dissemination of information on traditional medicine and public warning and monitoring the concentration in one area. The advice given is to the filing of additional staff recommendation to BPOM central personnel agency, the use of social media to socialize, and the filing of an increase in the budget for additional means of transport.
yang berjuang, posisi terakhir belum tentu kalah selama
pertandingan belum berakhir”
i
Segala puji bagi Allah yang atas nikmatnya penulis telah dapat
merampungkan Skripsi yang berjudul Pengawasan Balai Pengawas Obat dan
Makanan Provinsi Banten dalam Peredaran Obat Tradisional di Kota Serang.
Shalawat dan salam mudah-mudahan tercurahkan untuk panutan penulis,
junjungan Nabi besar Muhammad SAW.
Penulisan Skripsi ini tidak mungkin dapat terselesaikan tanpa adanya
bimbingan, bantuan, nasihat, saran, dan perhatian dari berbagai pihak. Pada
kesempatan ini merupakan suatu kebanggaan bagi penulis untuk menyampaikan
ucapan terima kasih dan penghargaan dengan segala kerendahan hati kepada :
1. Prof. Dr. Sholeh Hidayat, M.Pd, Rektor Universitas Sultan Ageng
Tirtayasa.
2. Dr. Agus Sjafari, M.Si, Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik,
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
3. Kandung Sapto Nugroho, S.Sos, M.Si, Wakil Dekan bidang I Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
4. Mia Dwiana M., S.Sos, M.I.Kom. Wakil Dekan bidang II Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
5. Gandung Ismanto, MM, Wakil Dekan bidang III Fakultas Ilmu Sosial dan
ii
Negara, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sultan Ageng
Tirtayasa.
8. Yeni Widyastuti M.Si, Dosen Pembimbing I Skripsi atas waktu dan
kesabarannya dalam memberikan saran, kritik dan arahan kepada penulis
dalam meyelesaikan Skripsi ini.
9. Rina Yulianti, S.IP, M.Si, Dosen Pembimbing II Skripsi atas waktu dan
kesabarannya dalam memberikan saran, kritik dan arahan kepada penulis
dalam meyelesaikan Skripsi ini.
10.Seluruh Dosen dan Staf Administrasi Jurusan Administrasi Negara,
Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik, Universitas Sultan Ageng
Tirtayasa.
11.Kedua orang tua tercinta yang selalu memberikan kasih sayang yang tiada
henti serta doa dan dukungannya kepada penulis hingga skripsi ini dapat
diselesaikan.
12. Kakak dan Adik-adiku tersayang yang selama ini selalu memberikan
semangat, do’a dan dukungannya kepada penulis sehingga dapat
menyelesaikan skripsi ini.
13.Diah Hardianti Wibowo, ST yang selama ini memberikan semangat, do’a
dan dukungannya baik moril maupun materil kepada penulis sehingga
iii
15.Para rekan-rekan Mahasiswa Prodi Ilmu Administrasi Negara angkatan
2008, Semoga Sukses dalam mengejar Cita-citanya.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan Skripsi ini masih terdapat
banyak kekurangan maka, kritik dan saran yang membangun sangat penulis
harapkan demi kesempurnaan skripsi ini.
Akhirnya penulis berharap semoga Skripsi ini dapat bermanfaat, baik
untuk penulis sendiri pada khususnya dan untuk para pembaca pada umumnya.
Serang, Februari 2015
Penulis
iv LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS LEMBAR PERSETUJUAN
LEMBAR PENGESAHAN
LEMBAR MOTTO DAN PERSEMBAHAN
KATA PENGANTAR... i
DAFTAR ISI... iv
DAFTAR TABEL... vii
DAFTAR GAMBAR... viii
BAB I PENDAHULUAN... 1
1.1 Latar Belakang Masalah... 1
1.2 Identifikasi Masalah... 13
1.3 Batasan dan Perumusan Masalah... 14
1.4 Tujuan Penelitian... 14
1.5 Manfaat Penelitian... 14
1.6 Sistematika Penulisan... 15
BAB II KAJIAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN ASUMSI DASAR PENELITIAN. ………... 21
2.1 Kajian Teori…... 21
2.1.1 Manajemen... 21
v
2.1.6 Sifat dan Waktu Pengawasan... 31
2.1.7 Fungsi Pengawasan... 32
2.1.8 Teknik-Teknik Pengawasan... 33
2.1.9 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengawasan... 33
2.1.10 Obat... 35
2.1.11 Obat Tradisional... 36
2.1.12 Standardisasi Obat Tradisional... 37
2.1.13 Logo Obat Tradisional... 38
2.2 Penelitian Terdahulu... 41
2.2.1 Kerangka Pemikiran... 45
2.2.2 Asumsi Dasar... 48
BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 49
3.1 Metode Penelitian... 49
3.2 Fokus Penelitian... 50
3.3 Lokasi Penelitian...50
3.4 Variabel Penelitian... 50
3.4.1 Definisi Konsep... 50
3.4.2 Definsi Operasional... 51
3.5.Instrumen Penelitian... 52
vi
3.5.2.1Studi Literatur atau kepustakaan... 56
3.5.2.2Studi Dokumentasi... 56
3.6 Informan Penelitian... 57
3.7 Pedoman Wawancara... 58
3.8 Teknik Analisis Data... 58
3.9 Uji Keabsahan Data ... 60
3.10Jadwal Penelitian... 63
BAB IV HASIL PENELITIAN...64
4.1 Deskripsi Objek Penelitian...63
4.2 Deskrpisi Data Penelitian... 77
4.3 Pembahasan... 79
BAB V PENUTUP... 128
5.1 Kesimpulan... 128
5.2 Saran... 129
vii
2013...7
Tabel 2 : Obat Tradisional Yang Memiliki Izin Edar Palsu...9
Tabel 3: Jumlah Sarana Distribusi Obat Tradisional Kota Serang Tahun 2014 ………... 11
Tabel 4: Kisi-Kisi Pedoman Wawancara………... 55
Tabel 5 : Informan Penelitian... 57
Tabel 6 : Jadwal Penelitian... 63
Tabel 7 : Jumlah Sarana Distribusi Obat Tradisional Kota Serang Tahun 2011-2013... 89
Tabel 8 : Jumlah Pegawai BPOM Provinsi Banten... 98
viii
Gambar 2 : Logo Jamu... 39
Gambar 3 : Logo Obat Herbal Terstandar... 40
Gambar 4 : Logo Fitorarmaka... 41
Gambar 5 : Kerangka Berfikir... 47
Gambar 6 : Komponen Dalam Analisis Data... 59
Gambar 7 : Peta Administratif Wilayah Kota Serang... 65
Gambar 8 : Struktur Organisasi Balai BPOM Provinsi Banten... 75
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Sejak jaman dahulu, manusia sangat mengandalkan lingkungan sekitarnya
untuk memenuhi kebutuhannya. Misalnya, untuk makan, tempat tinggal, pakaian
obat, bahkan untuk kecantikan dapat diperoleh dari lingkungan. Salah satunya
dalam menanggulangi masalah kesehatan, manusia menggunakan
tanaman-tanaman sekitarnya yang memiliki khasiat-khasiat tertentu untuk menanggulangi
masalah kesehatan tersebut dan yang pada akhirnya dikenal dengan tanaman obat.
Seperti halnya bangsa Indonesia yang telah lama mengenal dan
menggunakan tanaman obat sebagai salah satu upaya dalam menanggulangi
masalah kesehatan. Pengetahuan tentang tanaman berkhasiat obat ini berdasarkan
pada pengalaman dan keterampilan secara turun menurun yang kemudian diracik
sedemikian rupa dan saat ini dikenal dengan sebutan obat tradisional.
Obat tradisional merupakan ramuan atau bahan yang berupa bahan
tumbuhan, bahan hewan, dan bahan mineral. Penggunaan obat tradisional di
Indonesia merupakan bagian dari budaya bangsa dan banyak dimanfaatkan
masyarakat sejak berabad-abad yang lalu dan penggunaannya terus mengalami
peningkatan dari tahun ke tahun dikarenakan obat tradisional merupakan sarana
paling utama bagi masyarakat tradisional,baik untuk pemeliharaan kesehatan
maupun untuk pengobatan gangguan kesehatan.
Dewasa ini, penggunaan obat tradisional tidak hanya digunakan oleh
masyarakat tradisional saja. Namun, masyarakat modern mulai mencoba
menggunakan obat-obatan tradisional. Faktor pendorong terjadinya peningkatan
penggunaan obat tradisional adalah harapan usia hidup yang lebih panjang disaat
penyakit-penyakit kronis terus meningkat serta adanya kegagalan penggunaan
obat modern untuk penyakit tertentu yang memakan biaya yang cukup tinggi serta
tingginya resiko efek samping yang akan dialami.
Di sisi lain, World Health Organization (WHO) juga merekomendasikan
penggunaan obat tradisional dalam pemeliharan kesehatan masyarakat,
pencegahan dan pengobatan penyakit terutama untuk penyakit kronis, penyakit
degeneratif dan kanker dengan memberikan dukungan terhadap program “back to
nature” atau kembali ke a
lam.(sumber:http://www.itb.ac.id/focus/focus_file/orasi-ilmiah-dies-45.pdf)
Sediaan obat tradisional terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun
berkat dukungan meningkatnya kemajuan teknologi dan pengetahuan. Pada
awalnya sediaan obat tradisional dalam bentuk serbuk dan cair. Namun saat ini
sediaan obat tradisional menjadi bervariasi, yaitu dalam bentuk serbuk, cair,
kapsul, simplisia dan tablet. Dan dengan banyaknya variasi sediaan obat
tradisional serta dukungan kemajuan teknologi, dalam pembuatan obat tradisional
juga mengalami perubahan yang semula diracik dan diproses secara tradisional
saat ini dalam pembuatannya dibantu dengan alat-alat modern.
Komposisi yang digunakan mengalami perubahan dengan adanya campuran
dibutuhkan suatu tata cara atau pedoman cara pembuatan obat tradisional yang
baik untuk menjamin mutu dengan memperhatikan proses produksi dan
penanganan bahan baku.
Dengan meningkatnya perkembangan teknologi dan alat transportasi juga,
para produsen kini mampu memproduksi obat tradisional dengan jumlah yang
banyak dan dapat mengedarkan obat tradisional keseluruh wilayah Indonesia.
Tingginya minat masyarakat terhadap obat tradisional juga memicu
bermunculannya produsen-produsen obat tradisional yang lain, sehingga
masyarakat disuguhkan dengan berbagai macam obat tradisional dengan berbagai
macam pilihan merk, khasiat dan bentuk. Ditambah dengan adanya kebijakan
pemerintah tentang diberlakukannya pasar bebas, kesediaan obat-obatan
tradisional di dalam negeri semakin bertambah dengan adanya obat-obatan
tradisional asing yang masuk ke Indonesia.
Guna memberikan kepastian perlindungan kepada konsumen dalam hal ini
masyarakat, baik terhadap produksi, peredaran dan penggunaan sediaan farmasi
dan makanan yang tidak menuhi persyaratan mutu, keamanan, serta khasiat.
Sebagaimana kewajiban negara dalam melindungi masyarakatnya, yang tertuang
dalam Undang-Undang nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Pemerintahmembuat suatu badan yang bertugas mengawas obat dan
makanan. Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dibentuk berdasarkan
Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi,
Departemen, sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan
Presiden Nomor 64 Tahun 2005.
Berdasarkan peraturan perundang-undangan tersebut, Badan POM
melaksanakan Tugas Pemerintahan di bidang Pengawasan Obat dan Makanan,
yaitu:
1. Pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional di bidang pengawasan
obat dan makanan.
2. Pelaksanaan kebijakan tertentu di bidang pengawasan obat dan
makanan,
3. Koordinasi kegiatan fungsional dalam pelaksanaan tugas BPOM,
4. Pemantauan, pemberian bimbingan dan pembinaan terhadap kegiatan
instansi pemerintahan dan masyarakat di bidang pengawasan obat dan
makanan, dan.
5. Penyelenggaraan pembinaan dan pelayanan administrasi umum di
bidang perencanaan umum, ketatausahaan, organisasi dan tatalaksana,
kepegawaian, keuangan, kearsipan, hukum, persandian, perlengkapan
dan rumah tangga.
Serta dengan ditetapkannya otonomi daerah, BPOM membentuk suatu balai
besar POM di setiap provinsi untuk melakukan pengawasan obat dan makanan.
Salah satunya di Provinsi Banten. Berdasarkan Peraturan Kepala Badan POM RI
Nomor HK.00.05.21.3592 tanggal 9 Mei 2007 tentang perubahan kedua atas
keputusan Kepala Badan POM RI No.05018/SK/KBPOM tahun 2001 tentang
kerja Balai POM Provinsi Banten meliputi seluruhwilayah administrasi Provinsi
Banten, yaitu :
1. Kabupaten Serang
2. Kabupaten Tangerang
3. Kabupaten Lebak
4. Kabupaten Pandeglang
5. Kota Serang
6. Kota Cilegon
7. Kota Tangerang
8. Kota Tangerang Selatan (Data Statistik masuk ke Kab. Tangerang)
Luas wilayah Provinsi Banten yang meliputi wilayah administratif Provinsi
Banten adalah 9018,64 Km2. Seluruh wilayah kerja balai POM Provinsi Banten
dapat dijangkau dengan perjalanan darat (LAPTA BPOM Provinsi Banten, 2009).
Dalam melakukan pengawasan, BPOM Provinsi Banten melakukan pengawasan
Pre-Market dan Post-Market, pengawasan Pre-Market merupakan pengawasan
sebelum barang beredar di masyarakat yaitu dengan melakukan pemeriksaan
produk dan pemeriksaan sarana produksi. Sedangkan pengawasan Post-Market
merupakan pengawasan yang dilakukan setelah barang beredar di masyarakat
dengan melakukan inspeksi langsung ke sarana distribusi, seperti: distributor,
toko, depot, minimarket, dan hypermarket.
Dalam pelaksanaannya, Balai POM Provinsi Banten menetapkan skala
prioritas dimana pengawasan dilakukan secara terfokus pada suatu wilayah atau
sediaan obat dan makanan, serta jumlah industri terbanyak yang ada di suatu
Kabupaten atau Kota dengan membandingkan Kabupaten atau Kota yang lain
dalam satu Provinsi. Di sisi lain penerapan skala prioritas bertujuan untuk
memaksimalkan kinerja pegawai balai POM yang bertugas mengawasi peredaran
obat dan makanan karena luasnya area yang perlu diawasi tidak diimbangi dengan
jumlah pengawas yang memadai.
Skala prioritas pengawasan Balai POM Provinsi Banten saat ini
memusatkan pengawasannya di wilayah Tangerang, Khususnya Kota Tangerang.
Skala prioritas pengawasan dilakukan di Kota Tangerang karena jumlah penduduk
di Kota Tangerang dan jumlah sarana distribusi obatnya juga lebih banyak
dibanding dengan daerah lainnya, sehingga penyimpangan yang terjadi lebih
banyak. Namun selain Kota Tangerang, Balai POM juga memiliki kewajiban
untuk melakukan pengawasan obat dan makanan khususnya peredaran obat
tradisional di Kota dan Kabupaten lainnya, salah satunya yaitu Kota Serang.
Kota Serang merupakan Ibukota Provinsi Banten yang masyarakatnya
masih mengkonsumsi obat tradisional untuk pemeliharaan kesehatan, walaupun
Kota Serang tidak memiliki industri obat tradisional seperti Kota Tangerang,
namun jumlah sarana distribusinya cukup banyak. Data terakhir yang diterima
peneliti dari laporan tahunan BPOM Provinsi Banten pada tahun 2013, Kota
Serang memiliki 28 sarana distribusi.
Jumlah sarana distribusi di Kota Serang dari tahun sebelumnya terus
mengalami peningkatan hingga sekarang. Hal itu membuktikan bahwa masyarakat
memelihara atau menyembuhkan gangguan kesehatan. Sarana distribusi obat
tradisional meliputi: toko, depot, distributor, minimarket, hypermarket, dan
lain-lain.
Tabel 1
Jumlah Sarana Distribusi Obat Tradisional Kota Serang Tahun 2012-2014
Tahun 2012 2013 2014
Sarana Distribusi Obat Tradisional 12 28 34
(Sumber: Laporan Tahunan BPOM Provinsi Banten, 2014)
Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan Ibu Dian selaku pegawai
ULPK (Unit Layanan Pengaduan Konsumen) data tersebut bukan data real jumlah
sarana distribusi yang ada di Kota Serang, melainkan data dari hasil inspeksi yang
dilakukan. Karena sarana distribusi obat tradisional tidak memiliki izin dalam
mendirikan usahanya sehingga BPOM tidak memiliki data real mengenai jumlah
sarana distribusi obat tradisional yang ada di Kota Serang.
Dalam melakukan pengawasan obat dan makanan, BPOM tidak bekerja
sendiri, BPOM melakukan kerjasama lintas sektor dengan instansi terkait. Dalam
pengawasaan obat tradisional di Kota Serang, BPOM melakukan kerja sama
dengan Dinas Kesehatan Kota Serang. Bentuk kerjasama yang dilakukan BPOM
dengan Dinas Kesehatan Kota Serang salah satunya yaitu dengan mengadakan
penyuluhan yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan kepada masyarakat dengan
mengundang BPOM sebagai narasumber.
Berdasarkan hasil observasi peneliti yang dilakukan dilapangan serta
uraian-uraian diatas, terdapat beberapa temuan masalah mengenai pengawasan BPOM
Pertama, ketidakjelasan waktu pengawasan dilapangan yang dilakukan
BPOM dalam mengawasi sarana obat tradisional.dalam melakukan pengawasan
dilapangan BPOM melakukan pengawasan Post-Market yaitu pengawasan yang
dilakukan dengan cara inspeksi langsung ke sarana distribusi, namun berdasarkan
temuan peneliti di lapangan, terdapat beragam tanggapan dari pemilik sarana
distribusi obat tradisional di Kota Serang mengenai waktu pemeriksaan yang
dilakukan oleh BPOM. Ada yang tiga bulan sekali, enam bulan sekali, setahun
sekali, baru sekali dilakukan pemeriksaan, bahkan belum pernah sama sekali
dilakukan pemeriksaan. Salah satu contohnya seperti sarana distribusi obat
tradisional yang berada di daerah Ciracas yang hanya dilakukan pemeriksaan satu
kali saja yaitu pada tahun 2012. Dalam aturan jadwal yang dibuat oleh BPOM
jadwal pengawasan tersebut seharusnya dilakukan minimal satu tahun sekali jika
dirasa temuan yang didapatkan tidak terlalu berbahaya, tapi jika temuan
dilapangan sudah sangat berbahaya maka BPOM akan meningkatkan lagi jadwal
dalam pengawasannya yaitu setiap enam bulan sekali.
Kedua, masih dengan mudahnya ditemukan obat tradisional ilegal yang
beredar di Kota Serang. dalam melakukan pengawasan peredaran obat tradisional,
BPOM selain melakukan pemeriksaan langsung dan penyitaan obat tradisional
yang didiuga berbahaya, BPOM juga melakukan sosialisasi dengan memberikan
selebaran mengenai jenis obat tradisional apa saja yang dilarang edar. Namun
begitu berdasarkan hasil observasi peneliti, kebeberapa sarana distribusi di Kota
Serang contohnya depot jamu ciracas, peneliti masih dengan mudahnya
dimana peneliti membeli salah satu obat tradisional tersebut dan melakukan
pengecekan nomor registrasi di website Badan POM.
Untuk membedakan antara obat tradisional ilegal dengan obat tradisional
legal dapat dilihat dari beberapa ciri-ciri sebagai berikut:
1. Tidak memiliki izin edar atau nomor izin edar tidak sesuai dengan yang
terdaftar di BPOM
2. Bentuk, warna, rasa dan tekstur obat dan kemasan tidak seperti biasanya.
3. Tidak mencantumkan nama dan alamat produsen.
Contoh beberapa merk obat tradisional yang tidak memiliki izin edar yang
ditemukan oleh peneliti masih beredar di Kota Serang.
Tabel 2
Obat Tradisional yang Memiliki Izin Edar Palsu
Merk Obat Khasiat Produksi No. Izin Edar
COBRA Jamu
gata-gatal(eksim)
PT. RAGIL
SENTOSA
993 205 571
Daun Binahong Jamu asam urat
plus pegal linu
Surya Bintang 026 781 326
Daun Tapak
Remasyah Jamu asam urat
dan pegal linu
PJ. Remasyah 993 298 481
Godong Ijo Jamu asam urat
dan pegal linu
Lanjutan…
Dewa Naga Jamu asam urat
dan rematik
PJ. Indo Jaya 073 368 251
Madu Kelenceng Jamu asam urat
dan pegal linu
- -
Africa Black Ant Jamu Perkasa Xizang Jin
Shengli
-
Urat Madu Jamu Perkasa PJ. Air Madu 053 348 661
(Peneliti, 2014)
Ketiga, kurang optimalnya petugas BPOM dalam melakukan pengawasan
dilapangan. Dalam melakukan pengawasannya BPOM memiliki wewenang untuk
melakukan penyitaan obat tradisional yang diduga mengandung bahan berbahaya
atau yang memiliki izin edar palsu. Namun dalam prakteknya dalam melakukan
pemeriksaan masih ada sarana distirbusi yang menjual obat tradisional ilegal yang
tidak dilakukan penyitaan. Salah satu contohnya di depot jamu yang berada di
Kecamatan Cipocok Jaya. Berdasarkan hasil wawancara dengan penjaga toko,
petugas BPOM sudah melakukan inspeksi ke depotnya setiap tahun sebanyak dua
kali, namun hanya memberikan sosialisasi mengenai obat tradisional apa saja
yang dilarang diperjualbelikan dan tidak pernah melakukan penyitaan. Namun
berdasarkan hasil pengamatan peneliti, di depot tersebut terdapat obat tradisional
yang memiliki izin edar palsu.
Keempat, kerjasama lintas sektoral belum optimal. Hal ini dapat dilihat
Kesehatan.BPOM memiliki tugas melakukan pengawasan satu Provinsi
Banten,untuk melakukan pengawasan di Kota Serang diperlukan kerjasama lintas
sektor dengan Dinas Kesehatan Kota Serang. Adapun data yang diperoleh oleh
peneliti dari BPOM dan Dinas Kesehatan Kota Serang mengenai jumlah sarana
distribusi obat tradisional di Kota Serang sebagai berikut:
Tabel 3
Jumlah Sarana Distribusi Obat Tradisional Kota Serang Tahun 2014
Keterangan BPOM
Dinas Kesehatan Kota Serang
Sarana Distribusi Obat Tradisional 34 16
(Sumber: Hasil Olah Data Peneliti, 2014)
Faktanya kerjasama antar BPOM dengan Dinas Kesehatan Kota Serang
belum berjalan dengan baik. Dimana terdapat perbedaan jumlah sarana distribusi
yang dimiliki BPOM dengan Dinas Kesehatan Kota Serang. Sehingga dalam hal
ini pengawasan yang dilakukan kurang optimal karena perbedaan jumlah sarana
distribusi tersebut terdapat sarana yang belum terdata dan terperiksa oleh Dinas
Kesehatan. Dimana seharusnya BPOM menginformasikan ke Dinas Kesehatan
Kota Serang terkait dengan jumlah sarana distribusi yang ada, sebagai tolak ukur
Dinas Kesehatan Kota Serang. Sehingga dalam hal ini pengawasan yang
dilakukan kurang optimal karena perbedaan jumlah sarana distribusi tersebut
terdapat sarana yang belum terdata dan terperiksa serta menyulitkan dalam
melakukan pengawasan. Kerjasama yang dilakukan oleh BPOM saat ini hanya
sebatas sebagai narasumber untuk kegiatan sosialisasi yang diadakan oleh Dinas
Kelima, Kurangnya informasi masyarakat mengenai obat tradisional ilegal
juga membuat peredaran obattradisional ilegal sulit dihentikan. Informasi
merupakan hal yang sangat penting untuk meningkatkan pengetahuan dan
perspektif terhadap sesuatu. Begitu juga dengan informasi mengenai obat
tradisional baik yang ilegal maupun yang resmi, agar masyarakat mendapatkan
cukup informasi mengenai produk yang mereka gunakan. Contohnya:
1. Public warning merupakan program Badan POM RI dalam memberikan
informasi kepada masyarakat mengenai obat dan makanan yang beredar
di masyarakat melalui website Badan POM RI. Namun, dalam
kenyataannya keberadaan public warning belum sepenuhnya diketahui
oleh masyarakat.
2. Kurang meratanya sosialisasi yang dilakukan oleh Balai POM kepada
masyarakat akan bahayanya obat tradisional yang tidak sesuai standar
yang ditentukan oleh Balai POM, sehingga masih banyak masyarakat
yang mengkonsumsinya. Kegiatan sosialisasi yang dilakukan Balai
POM, seperti pelaksanaan kegiatan KIE (Komunikasi Informasi dan
Edukasi)untuk memberikan informasi kepada masyarakat masih
berpusat di wilayah Tangerang.
Informasi mengenai obat tradisional sangat penting bagi masyarakat
disamping untuk mengetahui produk yang digunakan, masyarakat juga minimal
dapat menjaga dirinya sendiri dari efek yang berbahaya yang ditimbulkan akibat
mengkonsumsi obat yang ilegal dan secara tidak langsung dengan adanya
pengawasan tidak akan berjalan dengan baik bila tidak ada kerjasama yang baik
antara instansi dengan masyarakat. Sehingga diperlukannya suatu pengawasan
yang berkesinambungan dari Pemerintah Provinsi Banten khususnya dari Balai
Pengawas Obat dan Makanan Provinsi Banten.
Badan POM mempunyai tugas pengawasan obat dan makanan, namun
dalam prakteknya masih terdapat permasalahan-permasalahan yang sudah
dijelaskan diatas, maka penelititertarik untuk melakukan penelitian dengan judul
“Pengawasan BalaiPengawas Obat dan Makanan dalam Peredaran Obat
Tradisional di Kota Serang”. 1.2Identifikasi Masalah
Pengawasan peredaran obat tradisional merupakan tugas Badan Pengawas
Obat dan makanan, namun setelah ditetapkannya otonomi daerah. Badan POM
menempatkan Balai Besar di setiap Provinsi, Balai POM provinsi merupakan
panjang tangan dari Badan POM pusat yang bertujuan untuk melakukan
pengawasan baik dalam bidang obat-obatan maupun makanan di Provinsi yang
merupakan tanggungjawab Balai POM setempat.
Dalam hal ini peneliti mengidentifikasikan masalah yang terdapat pada
Pengawasan Balai Pengawas Obat dan Makanan, yaitu sebagai berikut:
1. Ketidakjelasan waktu pengawasan di lapangan.
2. Masih dengan mudahnya ditemukan obat tradisional illegal di Kota
Serang.
3. Kurang optimalnya petugas BPOM dalam melakukan pengawasan
4. Kerjasama lintas sektoral belum optimal
5. Kurangnya informasi masyarakat mengenai obat tradisional ilegal juga
membuat peredaran obat tradisional ilegal sulit dihentikan.
1.3Pembatasan dan Perumusan Masalah
Karena adanya keterbatasan dan sisi waktu, dana, dan tenaga, maka peneliti
membatasi penelitian hanya pada masalah Pengawasan Badan Pengawas Obat dan
Makanan dalam peredaran Obat-obatan Tradisional di Kota Serang. Hal ini
supaya penelitian dapat dilakukan lebih mendalam. Adapun perumusan
masalahnya adalah bagaimanakah Pengawasan Badan Pengawas Obat dan
Makanan dalam Peredaran Obat-obatan Tradisional di Kota Serang?.
1.4Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana
Pengawasan Badan Pengawas Obat dan Makanan dalam Peredaran Obat-Obatan
Tradisional di Kota Serang?
1.5Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat baik dari segi keilmuan maupun
dari segi praktis yaitu :
1. Dari segi keilmuan, hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dan
memberikan kontribusi untuk mengembangkan ilmu pengetahuan
khususnya ilmu Administrasi Negara.
2. Dari segi praktis, hasil penelitian ini dapat dijadikan masukan bagi Badan
pengawasan, regulasi dan standarisasi khususnya di sektor obat-obatan
tradisional.
1.6Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan ini menjelaskan :
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang masalah
Latar belakang masalah menggambarkan ruang lingkup dan kedudukan
masalah yang akan diteliti dalam bentuk uraian secara deduktif, dari lingkup
yang paling umum hingga masalah dari masalah yang paling spesifik. Materi
dari uraian ini dapat bersumber pada hasil penelitian yang sudah ada
sebelumnya, hasil seminar ilmiah, hasil pengamatan, dan pemikiran logis.
Latar belakang masalah perlu diuraikan secara logis, jelas dan faktual.
1.2 Identifikasi masalah
Menjelaskan identifikasi peneliti terhadap permasalahan yang memuat
dari uraian pada latar belakang masalah diatas, identifikasi masalah dapat
diajukan pertanyaan atau pernyataan.
1.3 Pembatasan dan Perumusan Masalah
Dari sejumlah masalah hasil identifikasi tersebut diatas, selanjutnya
dilakukan pembatasan masalah sesuai dengan fokus penelitian. Kemudian
ditetapkan masalah yang paling penting yang berkaitan dengan interaksi antar
1.4 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian mengungkapkan tentang sasaran yang ingin dicapai
dengan dilaksanakannya penelitian ini dan rumusan masalah penelitian.
1.5 Manfaat Penelitian
Menjelaskan manfaat teoritis dan praktis dari hasil penelitian.
1.6 Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan menjelaskan tentang isi bab per bab secara singkat
dan jelas.
BAB II KAJIAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN ASUMSI DASAR PENELITIAN
2.1Kajian Teori
Kajian teori memuat hasil kajian terhadap sejumlah teori yang relevan
dengan permasalahan dan variable penelitian kemudian menyusunnya secara
teratur dan rapi yang digunakan untuk menemukan hipotesis. Dengan mengkaji
berbagai teori, maka kita akan memiliki konsep penelitian yang jelas, dapat
menyusun pertanyaan yang detail untuk diteliti. Hasil penting lainnya dari
kajian teori adalah didapatnya kerangka konseptual yang memadai yang
didalamnya tergambar konstruk dan variable yang diukur. Selain itu dari dari
kajian teori akan diturunkan dalam bentuk kisi-kisi instrumen. Kajian teori
harus factual dan up to date. Untuk meningkatkan kualitas kajian teori dan
2.2 Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu adalah kajian penelitian yang pernah dilakukan oleh
peneliti sebelumnya yang dapat diambil dari berbagai sumber ilmiah, baik
Skripsi, Tesis, Disertasi atau Jurnal Penelitian. Jumlah jurnal yang digunakan
minimal 2 jurnal.
2.3 Kerangka Pemikiran
Kerangka berfikir menggambarkan alur pikiran peneliti sebagai sebagai
kelanjutan dari deskripsi teori untuk memberikan penjelasan kepada pembaca
mengapa ia mempunyai anggapan seperti yang ditanyakandalam hipotesis
kemudian. Biasanya untuk memperjelas maksud peneliti, kerangka berfikir
dapat dilengkapi dengan bagan.
2.4 Asumsi Dasar Penelitian
Pada sub bab ini menjelaskan pikiran peneliti berdasarkan teori dan
kerangka berfikir disesuaikan dengan observasi awal yang kemudian peneliti
berasumsi tentang penelitian yang diteliti.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian
Menjelaskan metode yang dipergunakan dalam penelitian.
3.2 Fokus Penelitian
Bagian ini membatasi dan menjelaskan substansi materi kajian penelitian
3.3 Lokasi Penelitian
Menjelaskan tempat (locus) penelitian dilaksanakan. Menjelaskan tempat
penelitian, serta alasan memilihnya jika dipandang perlu dapat memberi
deskripsi tentang tempat penelitian dilaksanakan.
3.4 Variabel Penelitian 3.4.1 Definisi Konsep
Definisi konseptual memberikan penjelasan tentang konsep dari
variabel yang akan diteliti menurut pendapat peneliti berdasarkan
kerangka teori yang akan digunakan.
3.4.2 Definisi Operasional
Definisi Operasional merupakan penjabaran konsep atau variabel
penelitian dalam rincian terukur (indikator penelitian). Variabel
penelitian dilengkapi dengan tabel matriks variabel, indikator, sub
indikator dan nomor pertanyaan sebagai lampiran.
3.5 Instrumen Penelitian
Menjelaskan tentang proses penyusunan dan jenis alat pengumpul data
yang digunakan, proses pengumpulan data, dan teknik penentuan kualitas
instrumen (validitas dan reliabilitas).
3.6 Informan Penelitian
Dalam sub bab ini menjelaskan informan penelitian yang mana akan
3.7 Teknik Pengolahan dan Analisis Data
Menjelaskan teknis analisis dan beserta rasionalismenya. Teknik analisis
data harus sesuai dengan sifat data yang diteliti.
3.8 Tempat dan Waktu
Menjelaskan tempat dan waktu penelitian itu dilaksanakan. Kalau
dirasakan perlu dapat sedikit diberi deskripsi tentang tempat penelitian itu
dilaksanakan.
BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1 Deskripsi Objek Penelitian
Menjelaskan tentang objek penelitian yang meliputi lokasi penelitian yang
secara jelas.
4.2 Deskripsi Data
Menjelaskan hasil penelitian yang diolah dari data mentah dengan
menggunakan teknik analisis data yang relevan baik data kualitatif maupun
data kuantitatif.
4.3 Penyajian Data
Menjelaskan data yang telah didapatkan dari observasi di lapangan dan
menjelaskan informan yang ditentukan dalam penelitian ini yang senantiasa
berkaitan dengan permasalahan yang peneliti teliti.
4.4 Pembahasan Hasil Penelitian
Menghubungkan temuan hasil penelitian di lapangan dengan dasar teori
BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan
Menyimpulkan hasil penelitian yang diungkapkan secara singkat, mudah
dan dipahami. Selain itu kesimpulan penelitian harus sejalan dan sesuai
dengan permasalahan.
5.2 Saran
Berisi rekomendasi terhadap tindak lanjut dari sumbangan penelitian
BAB II
KAJIAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN ASUMSI DASAR PENELITIAN
2.1 Kajian Teori
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan beberapa istilah yang berkaitan
dengan masalah penelitian dengan mengklasifikasikan ke dalam teori yaitu teori
Pengawasan. Adapun penjelasannya sebagai berikut:
2.1.1 Manajemen
Manajemen adalah aktivitas manajerial dasar meliputi perencanaan dan
pengambilan keputusan, pengorganisasian, kepemimpinan dan pengendalian.
Manajer terlihat dalam aktivitas ini untuk mengkombinasikan sumber daya
manusia, finansial, fisik dan informasi secara efisien dan efektif dan untuk
bekerja mencapai tujuan organisasi (Griffin, 2004).
a. Perencanaan dan pengambilan keputusan : menentukan arah tindakan Perencanaan (Planning) berarti menetapkan tujuan organisasi dan menentukan bagaimana cara terbaik untuk mencapainya. Pengambilan keputusan (decision making), yang merupakan bagian dari proses perencanaan adalah pemilihan suatu tindakan dari serangkaian alternatif. Perencanaan dan pengambilan keputusan membantu mempertahankan efektivitas manajerial karena menjadi petunjuk untuk aktivitas di masa depan.
b. Pengorganisasian: Mengkoordinasikan Aktivitas dan Sumber Daya Pengorganisasian (organizing) mencangkup penentuan bagaimana cara mengelompokkan berbagai aktivitas dan sumber daya.
c. Kepemimpinan : memotivasi dan Mengelola Orang
Kepemimpinan (leading) adalah serangkaian proses yang dilakukan agar anggota dari suatu organisasi bekerja sama demi kepentingan organisasi tersebut.
d. Pengendalian : Memonitor dan Mengevaluasi Aktivitas
Pengendalian (controlling), atau pementauan kemajuan organisasi dalam mencapai tujuannya. Ketika organisasi bergerak menuju tujuannya, manajer harus memonitor kemajuan untuk memastikan bahwa organisasi tersebut berkinerja sedemikian rupa sehingga akan mencapai tujuannya pada waktu yang telah ditentukan.
2.1.2 Pengawasan
Berbagai fungsi manajemen dilaksanakan oleh para pimpinan dalam
rangka mencapai tujuan organisasi. Fungsi-fungsi yang ada didalam
manajemen diantaranya adalah fungsi perencanaan (Planning), fungsi
pengorganisasian (Organizing), fungsi pelaksanaan (Actuating) dan fungsi
pengawasan (Controlling).
Menurut Griffin (2004:44), keempat fungsi manajemen tersebut harus
dilaksanakan oleh seorang manajer secara berkesinambungan, sehingga dapat
merealisasikan tujuan organisasi. Pengawasan merupakan bagian dari fungsi
manajemen yang berupaya agar rencana yang sudah ditetapkan dapat tercapai
dengan efektif dan efisien.
Menurut Siagian dalam Makmur (2011:176), mendefinisikan
pengawasan sebagai berikut:
“pengawasan merupakan sebagai proses pengamatan dari pelaksanaan seluruh kegiatan organisasi untuk menjamin agar semua pekerjaan yang sedang dilakukan berjalan sesuai dengan rencana yang telah ditentukan sebelumnya”.
Dalam hal ini pengawasan dapat diartikan sebagai suatu proses untuk
menetapkan yang sudah dilaksanakan, menilainya dan mengoreksi bila perlu
dengan maksud supaya pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan rencana semula.
kelemahan-kelemahan serta kesulitan-kesulitan yang dihadapi dalam pelaksanaan rencana
dan berdasarkan kelemahan dan kesulitan yang telah diketahui tersebut diambil
tindakan untuk memperbaiki pada waktu itu atau waktu-waktu yang akan
datang.
Menurut Situmorang dalam Makmur (2011:176), mendefinisikan
pengawasan sebagai berikut:
“Pengawasan adalah setiap usaha dan tindakan dalam rangka untuk mengetahui sejauh mana pelaksanaan tugas yang dilaksanakan menurut ketentuan dan sasaran yang hendak dicapai”.
Berdasarkan definisi diatas, dalam hal ini pengawasan bisa menjadi
fungsi pengendali bagi manajemen untuk memastikan bahwa rencana-rencana
yang telah mereka tetapkan dapat berjalan secara mulus dan lancar sehingga
organisasi bisa mencapai setiap sasaran yang telah ditetapkannya.
Sedangkan menurut Makmur (2011:176), mendefinisikan pengawasan :
“pengawasan adalah suatu bentuk pola pikir dan pola petindakan untuk memberikan pemahaman dan kesadaran kepada seseorang atau beberapa orang yang diberikan tugas untuk dilaksanakan dengan menggunakan berbagai sumber daya yang tersedia secara baik dan benar, sehingga tidak terjadi kesalahan dan penyimpangan yang sesungguhnya dapat
menciptakan kerugian oleh lembaga atau organisasi yang bersangkutan”.
Berdasarkan definisi diatas dapat diketahui bahwa pengawasan memiliki
perbedaan tergantung tujuan dan sasaran yang hendak dicapai oleh sebab itu
pengawasan yang dilakukan sebelumnya harus memahami dan mengerti
kegiatan apa yang diawasi dan kegiatan apa yang dilakukannya.
Menurut G.R Terry dalam Hasibuan (2001:242) mengemukakan
“Pengawasan dapat didefinisikan sebagai proses penentuan, apa yang harus dicapai yaitu standar, apa yang sedang dilakukan yaitu pelaksanaan, menilai pelaksanaan dan melakukan perbaikan-perbaikan, sehingga pelaksanaan sesuai dengan rencana yaitu selaras dengan
standar”.
Dengan demikian dalam hal ini setiap aktivitas atau pekerjaan yang
dilakukan mendapat pengawasan setiap kali adanya kemajuan yang signifikan,
dimana pengawasan tersebut setiap pekerjaan yang terdapat masalah atau
hambatan langsung dilakukan langkah pengkoreksian atau evaluasi oleh atasan
dan bantuan dari bawahan itu sendiri, sehingga terjadi saling tukar pikiran
untuk menyelesaikan masalah tersebut agar sesuai dengan rencana dan selesai
dengan sempurna.
Menurut Henry Fayol dalam Harahap (2001:10) mengartikan
pengawasan sebagai berikut:
“Pengawasan mencakup upaya memeriksa apakah semua terjadi sesuai dengan rencana yang ditetapkan, perintah yang dikeluarkan, dan prinsip yang dianut. Juga dimaksudkan untuk mengetahui kelemahan dan kesalahan agar dapat dihindari kejadiannya dikemudian hari.”
Sedangkan, Menurut Siagian (2003:30), mendefinisikan pengawasan
sebagai berikut:
“Pengawasan adalah memantau aktivitas pekerjaan karyawan untuk menjaga perusahaan agar tetap berjalan kearah pencapaian tujuan dan membuat koreksi jika diperlukan. Pengawasan secara umum berarti pengendalian terhadap perencanaan apakah sudah dilaksanakan sesuai tujuan atau penyimpangan dari tujuan yang diinginkan. Jika terjadi penyimpangan, pihak manajemen yang terkait dalam pengawasan harus memberikan petunjuk untuk melakukan perbaikan kerja, agar standar perencanaan tidak jauh menyimpang dari hasil yang diperoleh pada saat
pelaksanaan”.
Berdasarkan penjelasan para ahli diatas, maka dapat diketahui bahwa
perusahaan untuk menjamin pencapaian tujuan sesuai dengan rencana yang
ditetapkan sebelumnya dan melakukan tindakan korektif yang diperlukan untuk
memperbaiki kesalahan-kesalahan yang ada sebelumnya. Pengawasan yang
efektif membantu usaha dalam mengatur pekerjaan agar dapat terlaksana
dengan baik.
Fungsi pengawasan merupakan fungsi terakhir dari proses manajemen.
Fungsi ini terdiri dari tugas-tugas memonitor dan mengevaluasi aktivitas
perusahaan agar target perusahaan tercapai. Dengan kata lain fungsi
pengawasan menilai apakah rencana yang ditetapkan pada fungsi perencanaan
telah tercapai.
2.1.3 Sistem Pengawasan
Sistem pengawasan yang efektif harus memenuhi beberapa prinsip
pengawasan yaitu adanya rencana tertentu dan adanya pemberian instruksi
serta wewenang-wewenang kepada bawahan. Rencana merupakan standar atau
alat pengukur pekerjaan yang dilaksanakan oleh bawahan. Rencana tersebut
menjadi petunjuk apakah sesuatu pelaksanaan pekerjaan berhasil atau tidak.
Pemberian instruksi dan wewenang dilakukan agar sistem pengawasan itu
memang benar-benar dilaksanakan secara efektif.
Wewenang dan instruksi yang jelas harus dapat diberikan kepada
bawahan, karena berdasarkan itulah dapat diketahui apakah bawahan sudah
menjalankan tugas-tugasnya dengan baik. Atas dasar instruksi yang diberikan
pengawasan akan efektif bilamana sistem pengawasan itu memenuhi prinsip
fleksibilitas.
Ini berarti bahwa sistem pengawasan itu tetap dapat dipergunakan,
meskipun terjadi perubahan terhadap rencana yang diluar dugaan. Menurut
Manullang (2002:173), mengemukakan bahwa terdapat dua pokok prinsip
pengawasan. Yang pertama, merupakan standar atau alat pengukur daripada
pekerjaan yang dilaksanakan oleh bawahan. Prinsip yang kedua, merupakan
wewenang dan intruksi-intruksi yang jelas harus dapat diberikan kepada
bawahan karena berdasarkan itulah dapat diketahui apakah bawahan sudah
menjalankan tugas-tugasnya dengan baik. Atas dasar instruksi yang diberikan
kepada bawahan dapat diawasi pekerjaan seorang bawahan. Setelah kedua
prinsip pokok diatas, maka suatu sistem pengawasan haruslah mengandung
prinsip-prinsip yang dikemukakan oleh Manullang (2002:173), sebagai berikut:
1. Pengawasan harus dapat mereflektif sifat-sifat dan kebutuhan-kebutuhan dari kegiatan-kegiatan yang harus diawasi.
2. Dapat dengan segera melaporkan penyimpangan-penyimpangan. 3. Pengawasan bersifat fleksibel.
4. Pengawasan bersifat mereflektir pola organisasi. 5. Pengawasan harus bersifat ekonomis.
6. Dapat dimengerti, dan.
7. Pengawasan dapat menjamin diadakannya tindakan korektif.
Masing-masing kegiatan membutuhkan sistem pengawasan tertentu yang
berlainan dengan sistem pengawasan bagi kegiatan lainnya. Sistem
pengawasan haruslah dapat mereflektif sifat-sifat dan kebutuhan dari
kegiatan-kegiatan yang harus diawasi. Tujuan utama dari pengawasan ialah
mengusahakan agar apa yang direncanakan menjadi kenyataan. Oleh karena
merealisasikan tujuannya. Maka suatu sistem pengawasan setidak-tidaknya
harus dapat dengan segera melaporkan adanya penyimpangan-penyimpangan
dari rencana. Apa yang telah terjadi dapat disetir ke tujuan tertentu. Suatu
sistem pengawasan adalah efektif, bilamana sistem pengawasan itu memenuhi
prinsip fleksibilitas. Ini berarti bahwa sistem pengawasan itu tetap dapat
dipergunakan, meskipun terjadi perubahan-perubahan terhadap rencana diluar
dugaan.
2.1.4 Tujuan Pengawasan
Pelaksanaan kegiatan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan
memerlukan pengawasan agar perencanaan yang telah disusun dapat terlaksana
dengan baik. Pengawasan dikatakan sangat penting karena pada dasarnya
manusia sebagai objek pengawasan mempunyai sifat salah dan khilaf. Oleh
karena itu manusia dalam organisasi perlu diawasi, bukan mencari
kesalahannya kemudian menghukumnya, tetapi mendidik dan
membimbingnya. Menurut Husaini (2001: 400), tujuan pengawasan adalah
sebagai berikut :
1. Menghentikan atau meniadakan kesalahan, penyimpangan, penyelewengan, pemborosan, dan hambatan.
2. Mencegah terulang kembalinya kesalahan, penyimpangan, pemborosan, dan hambatan.
3. Meningkatkan kelancaran operasi perusahaan.
Bagan Tujuan Pengendalian:
Gambar 1 Tujuan Pengendalian Sumber : Griffin (2004: 163)
Keterangan Gambar 2.1.Tujuan Pengendalian :
1. Beradaptasi dengan Perubahan Lingkungan
Organisasi akan menghadapi perubahan dalam lingkungan bisnis yang tidak stabil dan bergejolak. Dalam rentang waktu antara penetapan tujuan dan pencapaian tujuan, banyak kejadian dalam organisasi dan lingkungannya yang dapat menuntun pergerakan kearah tujuan atau menyimpangkan tujuan itu sendiri. Sistem pengawasan yang baik dapat membantu para manajer mengantisipasi, memantau, dan merespon perubahan.
2. Membatasi Akumulasi Kesalahan
Kesalahan-kesalahan kecil umumnya tidak menimbulkan kerusakan serius pada kinerja organisasi. Namun dari waktu ke waktu, kesalahan-kesalahan kecil dapat terakumulasi dan berdampak serius. Oleh karena itu pengawasan diperlukan untuk menghindari terjadinya kesalahan-kesalahan kecil yang dapat berulang-ulang. Dengan adanya pengawasan, manajer dapat melihat penyebab terjadinya kesalahan dan dapat mengambil keputusan untuk bekerja lebih cermat.
3. Mengatasi Kompleksitas organisasi
pesaing memerlukan sistem yang canggih untuk membuat pengawasan yang memadai.
4. Meminimalisir Biaya
Pengawasan juga dapat membantu mengurangi biaya dan meningkatkan output apabila dipraktekkan secara efektif. Secara filosofis dikatakan bahwa pengawasan sangat penting karena manusia pada dasarnya mempunyai sifat salah atau khilaf, sehingga manusia dalam organisasi perlu diawasi, bukan untuk mencari kesalahannya kemudian menghukumnya tetapi untuk mendidik dan membimbingnya.
Definisi ini tidak hanya terpaku pada apa yang direncanakan, tetapi
mencakup dan melingkupi tujuan organisasi. Hal tersebut akan mempengaruhi
sikap, cara, sistem, dan ruang lingkup pengawasan yang akan dilakukan oleh
seorang manajer. Pengawasan sangat penting dilakukan oleh perusahaan dalam
kegiatan operasionalnya untuk mencegah kemungkinan terjadinya
penyimpangan–penyimpangan dengan melakukan tindakan koreksi terhadap
penyimpangan tersebut untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan oleh
perusahaan sebelumnya.
Menurut Maringan (2004: 61) menyatakan tujuan pengawasan adalah sebagai berikut:
1. Mencegah dan memperbaiki kesalahan, penyimpangan, ketidaksesuaian dalam pelaksanaan tugas yang dilakukan.
2. Agar pelaksanaan yang dilaksanakan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan sebelumnya.
Tujuan perusahaan dapat tercapai, jika fungsi pengawasan dilakukan
sebelum terjadinya penyimpangan-penyimpangan sehingga lebih bersifat
mencegah (prefentive control). Dibandingkan dengan tindakan-tindakan
pengawasan sesudah terjadinya penyimpangan, maka tujuan pengawasan
adalah menjaga hasil pelaksanaa kegiatan sesuai dengan rencana.
diimplementasikan. Sebab pengawasan yang baik akan tercipta tujuan
perusahaan yang efektif dan efisien.
2.1.5 Jenis-Jenis Pengawasan
Menurut Maringan (2004: 62), Pengawasan terbagi 4 yaitu:
1. Pengawasan dari dalam perusahaan. Pengawasan yang dilakukan oleh atasan untuk mengumpul data atau informasi yang diperlukan oleh perusahaan untuk menilai kemajuan dan kemunduran perusahaan. 2. Pengawasan dari luar perusahaan. Pengawasan yang dilakukan oleh
unit di luar perusahaan . Ini untuk kepentingan tertentu.
3. Pengawasan Preventif. Pengawasan dilakukan sebelum rencana itu dilaksakaan. Dengan tujuan untuk mengacah terjadinya kesalahan/kekeliruan dalam pelaksanaan kerja.
4. Pengawasan Represif. Pengawasan Yang dilakukan setelah adanya pelaksanaan pekerjaan agar hasilnya sesuai dengan yang direncanakan.
Dari jenis-jenis pengawasan diatas maka dapat diketahui bahwa
pengawasan merupakan tindakan yang dilakukan oleh para instansi/badan
dalam pelaksanaan kegiatan untuk meminimalisir kesalahan atau
penyimpangan. Dengan begitu dapat diketahui apakah pelaksanaan kegiatan
tersebut sudah sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan
sebelumnya atau malah justru menyimpang dari ketentuan tersebut.
Menurut Ernie dan Saefullah (2005: 327), jenis pengawasan terbagi atas
3 yaitu:
1. Pengawasan Awal. Pengawasan yang dilakukan pada saat dimulainya pelaksanaan pekerjaan. Ini dilakukan untuk mencegah terjadinya penyimpangan dalam pelaksanaan perkerjaan.
2. Pengawasan Proses. Pengawasan dilakukan pada saat sebuah proses pekerjaan tengah berlangsung untuk memastikan apakah pekerjaan tengah berlangsung untuk memastikan apakah pekerjaan yang dilaksanakan sesuai dengan tujuan yang ditetapkan.
Berdasarkan jenis pengawasan diatas dapat diketahui bahwa pengawasan
merupakan pemandu bagi jalannya suatu kegiatan agar sesuai dengan tujuan
yang telah ditetapkan sebelumnya, kegiatan akan berjalan dengan sempurna
bila pengawasan yang dilakukan dari awal kegiatan, hingga proses kegiatan
sampai akhir kegiatan tersebut dilakukan.
2.1.6 Sifat dan Waktu Pengawasan
Menurut Hasibuan (2001 : 247), sifat dan waktu pengawasan terdiri dari :
1. Preventive controll, adalah pengendalian yang dilakukan sebelum kegiatan dilakukan untuk menghindari terjadinya penyimpangan-penyimpangan dalam pelaksanaannya. Preventive controll ini dilakukan dengan cara :
1) Menentukan proses pelaksanaan pekerjaan.
2) Membuat peraturan dan pedoman pelaksanaan pekerjaan.
3) Menjelaskan dan atau mendemonstrasikan cara pelaksanaan pekerjaan itu.
4) Mengorganisasi segala macam kegiatan.
5) Menentukan jabatan, job description, authority, dan responsibility bagi setiap individu karyawan.
6) Menetapkan sistem koordinasi pelaporan dan pemeriksaan.
7) Menetapkan sanksi-sanksi bagi karyawan yang membuat kesalahan.
Preventive controll adalah pengendalian terbaik karena dilakukan
sebelum terjadi kesalahan.
2. Repressive Controll, adalah pengendalian yang dilakukan setelah terjadi kesalahan dalam pelaksanaannya, dengan maksud agar tidak terjadi pengulangan kesalahan, sehingga hasilnya sesuai dengan yang diinginkan.
Repressive controll ini dilakukan dengan cara sebagai berikut : 1) Membandingkan hasil dengan rencana.
2) Menganalisis sebab-sebab yang menimbulkan kesalahan dan mencari tindakan perbaikannya.
3) Memberikan penilaian terhadap pelaksanaannya, jika perlu dikenakan sanksi hukuman kepadanya.
4) Menilai kembali prosedur-prosedur pelaksanaan yang ada.
5) Mengecek kebenaran laporan yang dibuat oleh petugas pelaksana. 6) Jika perlu meningkatkan keterampilan atau kemampuan
3. Pengawasan saat proses dilaksanakan yaitu jika terjadi kesalahan langsung diperbaiki.
4. Pengawasan berkala, adalah pengendalian yang dilakukan secara berkala, misalnya per bulan, per semeter, dan lain-lain.
5. Pengawasan mendadak, adalah pengawasan yang dilakukan secara mendadak untuk mengetahui apakah pelaksanaan atau peraturan-peraturan yang ada telah dilaksanakan atau tidak dilaksanakan dengan baik. Pengawasan mendadak ini sekali-sekali perlu dilakukan, supaya kedisiplinan karyawan tetatp terjaga dengan baik.
6. Pengawasan melekat (waskat) adalah pengawasan yang dilakukan secara integratif mulai dari sebelum, pada saat, dan sesudah kegiatan operasional dilakukan.
Berdasarkan pendapat yang diungkapkan Hasibuan diatas, dapat
diketahui bahwa pengawasan yang baik harus memiliki atau melalui
tahapan-tahapan tertentu sebagai bentuk dari suatu proses kegiatan pengawasan, serta
memiliki waktu-waktu tertentu dalam proses pengawasan agar kegiatan
berjalan sesuai dengan rencana.
2.1.7 Fungsi Pengawasan
Menurut Ernie dan Saefullah (2005: 12), fungsi pengawasan adalah :
1. Mengevaluasi keberhasilan dan pencapaian tujuan serta target sesuai dengan indikator yang di tetapkan.
2. Mengambil langkah klarifikasi dan koreksi atas penyimpangan yang mungkin ditemukan.
3. Melakukan berbagai alternatif solusi atas berbagai masalah yang terkait dengan pencapaian tujuan perusahaan.
Sedangkan, Menurut Maringan (2004: 62), fungsi pengawasan adalah :
1. Mempertebal rasa tanggung jawab terhadap pejabat yang diserahi tugas dan wewenang dalam melaksanakan pekerjaan.
2. Mendidik para pejabat agar mereka melaksanakan pekerjaan sesuai dengan prosedur yang telah ditentukan.
3. Untuk mencegah terjadinya penyimpangan, penyelewengan, kelalaian, dan kelemahan agar tidak terjadi kerugian yang tidak diinginkan.
Berdasarkan penjelasan tersebut, maka tersebut dapat diambil
pekerjaan yang telah dilakukan dalam perusahaan dan melakukan tindakan
koreksi yang diperlukan untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan yang ada
sebelumnya. Pengawasan yang efektif membantu usaha dalam mengatur
pekerjaan agar dapat terlaksana dengan baik.
2.1.8 Teknik-Teknik Pengawasan
Menurut Siagian (2003:112) Proses pengawasan pada dasarnya dilakukan
dengan mempergunakan dua macam teknik yaitu:
1. Pengawasan Langsung, yaitu pengawasan yang dilakukan sendiri oleh pimpinan. Dalam hal ini pimpinan langsung datang dan memeriksa kegiatan yang sedang dijalankan oleh bawahan. Pengawasan langsung dapat berbentuk:
1. Inspeksi langsung
Kunjungan langsung dalam melakukan pengawasan atau pemeriksaan pada sebuah kegiatan yang sedang dilakukan.
2. On-the-Spot observation
Melakukan pengamatan atau peninjauan langsung di lapangan secara cermat, mencatat fenomena yang muncul dalam sebuah kegiatan yang dilakukan.
3. On-the-spot report
Memberikan laporan langsung dilapangan mengenai temuan-temuan masalah yang terjadi dalam sebuah kegiatan yang dilakukan di lapangan.
2. Pengawasan tidak langsung, Pengawasan yang dilakukan dari jarak jauh. Pengawasan dilakukan melalui laporan yang disampaikan oleh para bawahan. Baik itu tertulis maupaun lisan.
2.1.9 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengawasan.
Fakor-faktor yang mempengaruhi pengawasan, berikut akan
dikemukakan oleh para ahli sebagai berikut. Menurut Mulyadi (2007: 770),
mengemukakan beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi pengawasan
1. Perubahan yang selalu terjadi baik dari luar maupun dari dalam organisasi.
2. Kompleksitas organisasi memerlukan pengawasan formal karena adanya desentralisasi kekuasaan.
3. Kesalahan/Penyimpangan yang dilakukan anggota organisasi.
MacRae (2003:28) menjelaskan bahwa pemantauan (monitoring)
menyediakan pengetahuan yang relevan dengan kebijakan tentang akiat dari
kebijakan yang di ambil sebelumnya. Ini membantu pengambil kebijakan pada
tahap implementasi kebijakan. Banyak badan secara teratur memantau hasil
dan dampak kebijakan dengan menggunakan beberapa indikator kebijakan
dibidang kesehatan, pendidikan, perumahan, kesejahteraan, kriminalitas dan
ilmu dan teknologi.
Pemantauan membantu menilai tingkat kepatuhan, menemukan
akibat-akibat yang tidak diinginkan dari kebijakan dan program, mengidentifikasi
hambatan dan rintangan implementasi dan menemukan letak pihak-pihak yang
beranggung jawab pada setiap kebijakan. Strategi pemantauan menurut
Widodo (2011:94-96) sama dengan implementasi yaitu;
“menetapkan siapa yang melakukan, bagaimana SOP untuk melakukan kontrol, berapa besar anggaran, peralatan yang diperlukan, dan jadwal
pelaksanaan pengawasan”.
1. Pelaku Kontrol Pelaksanaan Kebijakan
Pelaku kontrol pelaksanaan kebijakan dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu kontrol eksternal dan kontrol internal.Pelaku kontrol internal (internal control) dapat dilakukan oleh unit atau bagian monitoring dan pengendalian, dan badan pengawas daerah.Pelaku kontrol eksternal (external control) dapat dilakukan oleh DPRD, LSM dan komponen masyarakat.
2. Strandar Operasional Pemantauan
SOP kontrol atas pelaksanaan kebijakan dapat digambarkan sebagai berikut:
2. Alat monitoring harus disusun untuk mengukur kinerja individu, program, atau system secara keseluruhan
3. Pengukuran diperoleh melalui penerapan berbagai alat monitoring untuk mengoreksi setiap penyimpangan yang berarti.
4. Tindakan korektif dapat mencakup usaha-usaha yang mengarah pada kinerja yang ditetapkan dalam rencana atau modifikasi rencana ke arah mendekati kinerja.
3. Sumber Daya Keuangan dan Peralatan
Untuk melakukan kontrol atas pelaksanaan suatu kebijakan, disamping memerlukan dana yang cukup juga diperlukan peralatan yang memadai. Besarnya anggaran dan jenis peralatan untuk melakukan kontrol sangat tergantung pada variasi dan kompleksitas pelaksanaan suatu kebijakan. Sumber anggaran dapat berasal dari anggaran pendapatan belanja Negara (APBN), anggaran pendapatan belanja daerah (APBD), lembaga swadaya masyarakat (LSM), dan swadaya masyarakat.
4. Jadwal Pelaksanaan Kontrol
Dalam kontrol internal, pelaksanaan dapat dilakukan setiap bulan, setiap triwulan, atau setiap semester sekali. Namun dalam kontrol eksternal berada di luar organisasi dan bukan menjadi kewenangan organisasi yang menjadi pelaku kontrol untuk melakukan penjadwalan. Selain itu kontrol eksternal sulit dilakukan intervensi.
Dari penjelasan tersebut dapat diketahui bahwa pengawasan merupakan
aspek yang sangat penting dari suatu kebijakan yang sudah diimplementasikan.
Dengan adanya pengawasan, kita dapat menilai sejauh mana kinerja para
pegawai dalam melaksanakan tugasnya. Selain itu, pengawasan juga dapat
dijadikan bahan evaluasi dari suatu kebijakan yang dikeluarkan, apakah sudah
berjalan secara efektif atau belum. Sehingga, menjadi masukan kedepannya
dalam pencapaian suatu kebijakan tersebut.
2.1.10 Obat
Salah satu komponen kesehatan yang sangat penting adalah tersedianya
obat sebagai sebagian pelayanan kesehatan masyarakat. Hal itu karena obat
digunakan untuk mencegah, mengurangkan, menghilangkan, menyembuhkan
rohaniah pada manusia. Dalam pelayanan kesehatan, obat merupakan
komponen yang penting karena diperlukan dalam sebagian besar upaya
kesehatan.
Definisi Obat menurut PerMenKes/1010/MenKes/Per/XI/2008:
1) Obat adalah obat jadi yang merupakan sediaan atau paduan bahan-bahan termasukproduk biologi dan kontrasepsi, yang siap digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosa, pencegahan, penyembuhan, pemulihan dan peningkatan kesehatan.
Definisi Obat menurut UU no.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan:
2) Obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi yang digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi, untuk manusia.
Dari penjelasan tersebut dapat diketahui pengertian obat adalah semua
bahan tunggal/campuran yang dipergunakan oleh semua makhluk hidup untuk
bagian dalam dan luar tubuh guna mencegah, meringankan, dan
menyembuhkan penyakit.
2.1.11 Obat Tradisional
Sesuai Pasal 1 Peraturan Kepala Badan POM No. HK.00.05.4.1384
Tahun 2005 tentang Kriteria dan Tata Laksana Pendaftaran Obat Tradisional,
Obat Herbal Terstandar dan Fitofarmaka, ditetapkan bahwa :
1) Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran dari bahan tersebut, yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman.
2) Jamu adalah Obat Tradisional Indonesia.
4) Fitofarmaka adalah sediaan obat bahan alam yang telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji praklinik dan klinik, bahan baku dan produk jadinya telah distandardisasi.
5) Sediaan galenik adalah hasil ekstraksi simplisia yang berasal dari tumbuh-tumbuhan atau hewan.
(Unit Layanan Pengaduan Konsumen BPOM, 2013)
Dalam PermenKes Republik Indonesia Nomor 006 Tahun 2012
TentangIndustri Dan Usaha Obat Tradisional, ditetapkan bahwa:
1) Obat Tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik), atau campuran dari bahan tersebut yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan, dan dapat diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat
Dalam UU No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, di sebutkan bahwa:
2) Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yangberupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral,sediaan sarian (galenik), atau campuran dari bahantersebut yang secara turun temurun telah digunakanuntuk pengobatan, dan dapat diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat.
2.1.12 Standardisasi Obat Tradisional
Standardisasi Obat Tradisional pada dasarnya mencakup bahan atau
simplisia, produk jadi dan proses pembuatan. Dewasa ini standar produk obat
tradisional masih terbatas pada aspek mutu dan keamanan, belum mencakup
pada aspek khasiat/kemanfaatan.
Adapun untuk standar proses pembuatan telah ditetapkan dalam bentuk
Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB). CPOTB belum
dilaksanakan di sebagian besar industri obat tradisonal terutama Industri Kecil
Obat Tradisional (IKOT). Secara garis besar obat tradisional dapat dibagi
1. Hasil Tanaman Obat Keluarga (TOGA), Obat tradisional hasil TOGA yang pemanfaatannya pada umumnya digunakan oleh keluarga yang bersangkutan, standardisasi yang perlu dilakukan adalah kebenaran tanaman yang digunakan dan kebersihan dalam proses pembuatannya.
2. Jamu,Digunakan untuk pengobatan sendiri terdiri yang tidakmemerlukan izin produksi (sesuai Permenkes no.246/Menkes/ per/V/1990), meliputi:
1) Jamu Racikan 2) Jamu Gendong
Seperti halnya dengan obat tradisional hasil TOGA standar yang dibutuhkan adalah kebenaran tanaman yang digunakan dan kebersihan proses pembuatannya. Harus ada izin produksi dan izin edar, yaitu Jamu yang diproduksi dan diedarkan oleh:
1) Industri Obat Tradisional (IOT)
2) Industri Kecil Obat Tradisional (IKOT)
Standar yang harus dipenuhi adalah standar mutu dan keamanan, sedangkan untuk proses pembuatannya harus sesuai dengan ketentuan CPOTB terutama untuk IOT.
3. Fitofarmaka :
Dapat digunakan pada Pelayanan Kesehatan Formal. Berbagai Uji Laboratorium merupakan persyaratan mutlak yang harus dilakukan untuk sediaan fitofarmaka, beberapa uji yang harus dilakukan antara lain :
1) Penapisan fitokimia untuk mengetahui jenis kandungan senyawa pada tanaman tersebut.
2) Uji Toksisitas untuk mengetahui keamanan bila dikonsumsi untuk pengobatan.
3) Uji Farmakologi eksperimental terhadap binatang percobaan. 4) Uji Klinis untuk memastikan efek Farmakologi, keamanan dan
manfaat klinis untuk pencegahan, pengobatan penyakit atau gejala penyakit. (Sumber: kancil9.blogspot.com)
2.1.13 Logo Obat Tradisional
Obat tradisional dibagi menjadi 3 jenis yaitu, jamu, obat herbal