• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAMPAK PELECEHAN SEKSUAL TERHADAP PERILAKU SOSIAL (STUDI KASUS TERHADAP KORBAN PELECEHAN SEKSUAL) ARTIKEL TUGAS AKHIR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "DAMPAK PELECEHAN SEKSUAL TERHADAP PERILAKU SOSIAL (STUDI KASUS TERHADAP KORBAN PELECEHAN SEKSUAL) ARTIKEL TUGAS AKHIR"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

DAMPAK PELECEHAN SEKSUAL TERHADAP PERILAKU SOSIAL

(STUDI KASUS TERHADAP KORBAN PELECEHAN SEKSUAL)

ARTIKEL TUGAS AKHIR

Diajukan kepada Program Studi Bimbingan dan Konseling untuk memenuhi sebagian syarat dari syarat-syarat guna memperoleh

gelar Sarjana Pendidikan

Oleh Maya Delyana

132013011

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

SALATIGA

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

PENDAHULUAN

Pelecehan seksual merupakan aktivitas atau kontak seksual antara anak (remaja) dengan orang dewasa atau dengan anak yang lain (remaja) dengan unsur paksaan baik secara verbal maupun secara fisik yang menyebabkan korban merasa dirugikan. Pelecehan seksual pada anak saat ini sudah bukan kasus yang baru lagi di masyarakat. Traumatik adalah salah satu dampak yang dapat terjadi pada anak korban pelecehan seksual. Menurut Lonergan (1999), pengalaman traumatik adalah suatu kejadian yang dialami atau disaksikan oleh individu, yang mengancam keselamatan dirinya. Maka dari itu wajar anak mengalami shock ataupun trauma pasca terjadinyapelecehan seksual yang menimpa dirinya. Trauma yang dialami pasca peristiwa tersebut dapat terjadi selang hitungan jam, hari, bulan, bahkan tahunan. Guncangan emosional anak dapat diwujudkan dengan rasa takut yang terus menerus hingga anak menolak untuk berbicara. Hurlock, B. Elizabeth. (1995) mendefinisikan perilaku sosial adalah aktifitas fisik dan psikis seseorang terhadap orang lain atau sebaliknya dalam rangka memenuhi diri atau orang lain yang sesuai dengan tuntutan sosial. Dalam kasus ini tak jarang akibat trauma yang dialami anak mempengaruhi perilaku sosialnya. Karena

takut atas peristiwa yang pernah dialaminya, anak dapat menutup diri bahkan menarik dirinya dari lingkungan sosialnya. Bukan tidak ingin berinteraksi karena malas tetapi karena takut peristiwa kelamnya terulang kembali. Itu sebabnya kenapa banyak anak-anak yang mengalami trauma akibat peristiwa tertentu memiliki kesulitan dalam berperilaku sehari-sehari sesuai dengan keadaan normal pada umumnya. Selain itu anak dapat menjadi semakin menarik diri bahkan mendorong anak menjadi tidak sosial atau anti sosial karena pegalaman tidak menyenangkan terdahulu.

Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah“ Bagaimana dampak pelecehan seksual terhadap perilaku sosial?

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dampak pelecehan seksual terhadap perilaku sosial

LANDASAN TEORI

1. Pelecehan Seksual

Menurut Collier (1992) pelecehan seksual secara Etiologi dapat diartikan sebagai segala macam bentuk perilaku yang

(7)

berkonotasi seksual yang dilakukan secara sepihak dan tidak diharapkan oleh orang yang menjadi sasaran, dan penolakan atau penerimaan korban atas perilaku tersebut dijadikan sebagai bahan pertimbangan baik secara implisit maupun eksplisit. Pelecehan seksual sebenarnya adalah suatu istilah yang diciptakan sebagai padanan apa yang didalam Bahasa Inggris disebut dengan Sexual Harassement. Menurut Collier (1992) pelecehan berasal dari kata “Leceh” yang artinya adalah suatu penghinaan atau peremehan. Dihubungkan dengan kata seksual, maka perbuatan “Harassing” atau pelecehan itu berkaitan dengan perilaku atau pola perilaku (normatif atau tak normatif) yang berkaitan dengan jenis kelamin. Karena kata “Harass” atau pelecehan itu dikonotasikan dengan perilaku seksual yang dinilai negatif dan menyalahi standar. Maka perbincangan tentang pelecehan seksual ini ditinjau dari perspektif sosial budaya adalah untuk menentukan tolok ukur standar, tidak hanya relevan tetapi juga menarik. Dalam setiap perilaku pelecehan seksual selalu terkandung makna yang dinilai negatif, dan yang karena itu mengandung reaksi serta sanksi ialah bahwasanya seks itu boleh dimaknakan sebagai sarana pemuas nafsu dan lawan seks itu boleh dimaknakan

sebagai obyek instrumental guna pemuas nafsu seksual itu.

Menurut Collier (1992) mengungkapkan pengertian pelecehan seksual terhadap perempuan terbagi dalam dua bagian, yaitu adanya hubungan seksual, dan tidak adanya hubungan seksual. Maksud dari adanya hubungan seksual yaitu merupakan suatu bentuk tindakan yang dilakukan terhadap pihak lain, baik yang dilakukan perorangan atau lebih dari seorang. Sebaliknya, maksud dari tidak adanya hubungan seksual yaitu tindakan mana yang tidak mengakibatkan luka atau penderitaan pada fisik si korban, dilakukan si pelaku dengan tidak menggunakan kekerasan fisik dan suara (misalnya seperti : siulan, desakan tertentu, ucapan yang tidak senonoh), pandangan mata yang tidak sopan secara demontratif, sentuhan-sentuhan fisik (tidak dengan kekerasan) pada bagian-bagiantubuh tertentu si korban lebih banyak merupakan akibat mental-mental fisik dan bukan pada akibat pada fisik.Pelecehan seksual merupakan komentar verbal, gerakan tubuh atau kontak fisik yang bersifat seksual yang dilakukan seseorang dengan sengaja, dan tidak dikehendaki atau tidak diharapkan oleh target. Menurut Woodrum (dalam Collier, 1992) pelecehan seksual dapat terjadi atau dialami oleh perempuan. Mboek

(8)

(dalam Basri, 1994) menyatakan bahwa pelecehan seksual merupakan perbuatan yang biasanya dilakukan pria dan ditujukan kepada wanita dalam bidang seksual yang tidak disukai oleh wanita. Sebab ia merasa terhina, tetapi kalau perbuatan itu ditolak ada kemungkinan ia menerima akibat buruknya.Dari beberapa definisi pelecehan seksual diatas dapat disimpulkan bahwa pengertian pelecehan seksual itu sendiri merupakan perilaku atau tindakan yang mengganggu, menjengkelkan, dan tidak diundang yang dilakukan seseorang atau sekelompok orang terhadap pihak lain yang berkaitan langsung dengan jenis kelamin pihak yang diganggunya dan diraskan menurunkan martabat dan harkat diri orang yang diganggunya. Pelecehan seksual itu sendiri bertindak sebagai tindakan yang bersifat seksual atau kecenderungan bertindak seksual yang terintimidasi non fisik (kata-kata, bahasa, gambar) atau fisik (gerakan kasat mata dengan memegang, menyentuh, meraba atau mencium) yang dilakukan seorang laki-laki terhadap perempuan.

2. Bentuk Pelecehan Seksual

Bentuk-bentuk yang dianggap sebagai pelecehan seksual (Collier, 1992) adalah sebagai berikut :

a. Menggoda atau menarik perhatian lawan jenis dengan siulan.

b. Menceritakan lelucon jorok atau kotor kepada seseorang yang merasakannya sebagai merendahkan martabat.

c. Mempertunjukan gambar-gambar porno berupa kalender, majalah, atau buku bergambar porno kepada orang yang tidak menyukainya.

d. Memberikan komentar yang tidak senonoh kepada penampilan, pakaian,atau gaya seseorang.

e. Menyentuh, menyubit, menepuk tanpa dikehendaki, mencium dan memelukseseorang yang tidak menyukai pelukan tersebut.

f. Perbuatan memamerkan tubuh atau alat kelamin kepada orang yang terhina karenanya.

Guntoro Utamadi & Paramitha Utamadi (2001) membagi kategori pelecehan seksual yang dipakai dalam dasar pengukuran dalam Sexual Experience Questionnaire (SEQ), yaitu dalam bentuk yang lebih tersistematis :

a) Gender Harassment yaitu

pernyataan atau tingkah laku yang bersifat merendahkan berdasarkan jenis kelamin.

(9)

b) Seductive Behaviour yaitu permintaan seksual tanpa ancaman, rayuan yang bersifat tidak senonoh atau merendahkan. c) Sexual Bribery yaitu penyuapan

untuk melakukan hal yang berbau seksual dengan memberikan janji akan suatu ganjaran.

d) Sexual Coercion yaitu tekanan

yang disertai dengan ancaman untuk melakukan hal-hal yang bersifat seksual.

e) Sexual Assault yaitu serangan atau paksaan yang bersifat seksual, gangguan seksual yang terang-terangan atau kasar.

3. Penyebab Pelecehan Seksual

Secara umum tentang asal penyebab pelecehan seksual menurut Collier (1992) dibagi menjadi lima bagian, yaitu :

a. Pengalaman pelecehan seksual dari faktor biologik.

b. Peristiwa pelecehan seksual dari faktor sosial budaya.

c. Pengaruh pendidikan terhadap pelecehan seksual.

d. Keluarga dilihat dari faktor ekonomi e. Timbulnya pelecehan seksual yang

diambil dari faktor pembelajaran sosial dan motivasi.

4. Pelaku Pelecehan Seksual

Biasanya yang merupakan pelaku dari pelecehan seksual adalah laki-lakiyang mempunyai kedudukan yang lebih tinggi dan yang mempunyai harga diri (self esteem) yang rendah.Pelaku pelecehan seksual menurut Collier (1992) terbagi dalam :

a. Normal dari sisi kejiwaan, karena baru berani melakukan pelecehan seksual apabila beramai-ramai dan tidak punya keberanian mental apabila sendirian.

b. Abnormal atau mempunyai kelainan kejiwaan dari sisi kejiwaan, karena berani melakukan tindak pelecehan walaupun hanya seorang diri yang biasannya dalam golongan ini tindak pelecehan yang dilakukannya langsung mengarah pada masalah seksualitas.

5. Respon Terhadap Pelecehan Seksual

Seperti yang dikemukakan oleh Collier (1992), yang biasanya dilakukan sebagai respon terhadap pelecehan seksual meliputi :

a. Strategi yang Terfokus Secara Internal

1) Menjaga jarak (detachment) yaitu seseorang yang menggunakan

(10)

strategi memisah atau menjaga jarak.

2) Menyangkal (denial) yaitu seseorang menyangkal pelecehan yang terjadi, menganggapnya tidak ada atau tidak menghiraukannya.

3) Pemberian nama ulang (relabeling) yaitu seseorang menilai ulang situasi sebagai hal yang kurang mengancam, memaafkan peleceh atau menginterprestasikan tingkah laku tersebut sebagai menggoda.

4) Ilusi pengendalian (illusory control), yaitu seseorang berusaha untuk mengontrol dengan mengambil tanggung jawab terhadap kejadian dengan memberikan atribusi pelecehan kepada tingkah lakunya sendiri. 5) Menyerah (endurance), yaitu

secara esensial, seseorang tidak melakukan apa-apa, dia menyerah terhadap tingkah laku tersebut; baik dengan rasa takut karena dia percaya bahwa tak ada sumber yang tersedia untuk dimintai tolong.

b. Strategi yang Terfokus secara Eksternal

1) Menjauh (avoidance), yaitu seseorang berusaha untuk menghindari situasi dengan menjauh dari pelaku pelecehan . 2) Melakukan asertivitas atau

konfrontasi

(assertion/confrontation), yaitu seseorang menolak ancaman seksual atau sosial tersebut.

3) Mencari institusi atau organisasi yang dapat menangani (seeking

institutional or ganizational

relief), yaitu seseorang

melaporkan kejadian, mengkonsultasikannya dengan bantuan administrator.

4) Mendapatkan dukungan sosial (social support), yaitu seseorang mencari dukungan dari orang-orang yang signifikan.

5) Mendapatkan kesepakatan (appeasement), yaitu seseorang berusaha untuk mendapat kesepakatan, tanpa konfrontasi atau asertivitas.

6. Perilaku Sosial

Perilaku sosial adalah aktifitas fisik dan psikis seseorang terhadap orang lain atau sebaliknya dalam rangka memenuhi diri atau orang lain yang sesuai dengan tuntutan

(11)

sosial. Macam-macam perilaku sosial menurut Sarlito dibagi menjadi tiga yaitu:

a. Perilaku sosial (social behavior)

Yang dimaksud perilaku sosial adalah perilaku ini tumbuh dari orang-orang yang ada pada masa kecilnya mendapatkan cukup kepuasan akan kebutuhan inklusinya. Ia tidak mempunyai masalah dalam hubungan antar pribadi mereka bersama orang lain pada situasi dan kondisinya.

b. Perilaku yang kurang sosial (under social behavior)

Timbul jika kebutuhan akan inklusi kurang terpenuhi, misalnya: sering tidak diacuhkan oleh keluarga semasa kecilnya. Kecenderungannya orang ini akan menghindari hubungan orang lain. c. Perilaku terlalu sosial (over social

behavior).

Psikodinamikanya sama dengan perilaku kurang sosial, yaitu disebabkan kurang inklusi. Tetapi pernyataan perilakunya sangat berlawanan. Orang yang terlalu sosial cenderung memamerkan diri berlebih-lebihan (exhibitonistik).

Sebagai makhluk sosial, seorang individu sejak lahir hingga sepanjang hayatnya senantiasa berhubungan dengan individu lainnya atau dengan kata lain melakukan relasi interpersonal.Dalam relasi

interpersonal itu ditandai dengan berbagai aktivitas tertentu, baik aktivitas yang dihasilkan berdasarkan naluriah semata atau justru melalui proses pembelajaran tertentu. Berbagai aktivitas individu dalam relasi interpersonal ini biasa disebut perilaku sosial.Seseorang agar bisa memenuhi tuntutan sosial maka perlu adanya pengalaman sosial yang menjadi dasar pergaulan.

1. Pentingnya pengalaman sosial

Banyak peristiwa atau pengalaman sosial yang dialami pada masa anak-anak. Beberapa pandangan pengalaman:

a. Pengalaman yang menyenangkan. Pengalaman yang menyenangkan mendorong anak untuk mencari pengalaman semacam itu lagi. b. Pengalaman yang tidak

menyenangkan.

Pengalaman yang tidak menyenangkan dapat menimbulkan sikap yang tidak sehat terhadap pengalaman sosial dan terhadap orang lain. Pengalaman yang tidak menyenangkan mendorong anak menjadi tidak sosial atau anti sosial. c. Pengalaman dari dalam rumah

(keluarga).

Jika lingkungan rumah secara keseluruhan memupuk

(12)

perkembangan sikap sosial yang baik, kemungkinan besar anak akan menjadi pribadi yang sosial atau sebaliknya.

d. Pengalaman dari luar rumah.

Pengalaman sosial awal anak di luar rumah melengkapi pengalaman di dalam rumah dan merupakan penentu penting bagi sikap sosial dan pola perilaku anak.

2. Mulainya perilaku sosial

Perilaku sosial dimulai pada masa bayi bulan ketiga. Karena pada waktu lahir, bayi tidak suka bergaul dengan orang lain. Selama kebutuhan fisik mereka terpenuhi, maka mereka tidak mempunyai minat terhadap orang lain. Sedangkan pada masa usia bulan ketiga bayi sudah dapat membedakan antara manusia dan benda di lingkungannya dan mereka akan bereaksi secara berbeda terhadap keduanya. Penglihatan dan pendengaran cukup berkembang sehingga memungkinkan mereka untuk menatap orang atau benda juga dapat mengenal suara.Perilaku sosial pada masa bayi merupakan dasar bagi perkembangan perilaku sosial selanjutnya.

METODE PENELITIAN

1. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan Kualitatif (qualitative research). Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subyek peneliti, misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan (Moleong, 2010).

2. Subyek Penelitian

Subyek dalam penelitian ini adalah seorang remaja berusia 19tahun yang dahulunya pernah mengalami suatu pelecehan seksual yang mengakibatkan dirinya trauma hingga saat ini. Subyek penelitian memiliki kecenderungan diri yang tertutup, takut akan suatu kondisi/situasi yang hampir sama ketika peritiwa tersebut berlangsung, takut akan gerombolan orang yang memiliki ciri yang sama saat peristiwa dahulu berlangsung.

3. Prosedur Penelitian

Menurut Bogdan dan Bikien (1982) langkah-langkah studi kasus dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Pemilihan Kasus

Kasus yang dipilih oleh peneliti dengan menjadikan objek orang, lingkungan, program, dan proses.

(13)

b. Pengumpulan Data

Teknik yang dipakai dalarn penelitian ini adalah observasi dan wawancara.

c. Analisis Data

Setelah data terkumpul peneliti dapat mulai mengagregasi, mengorganisasi, dan mengklasifikasi data menjadi unit-unit yang dapat dikelola. d. Perbaikan (refinement)

Meskipun semua data telah terkumpul, dalam pendekatan studi kasus dilakukan penyempurnaan atau penguatan (reinforcement) kembali.

e. Penulisan Laporan

Laporan ditulis secara komunikatif, mudah dibaca, dan mendeskripsikan suatu gejala.

4. Metode Pengumpulan Data

Berikut teknik pengumpulan data penelitian ini yaitu:

a. Wawancara

Wawancara merupakan alat rechecking atau pembuktian terhadap informasi atau keterangan yang diperoleh sebelumnya.

b. Teknik Observasi

Observasi terus terang dalam penelitian ini. Peneliti dalam melakukan pengumpulan data menyatakan terus terang kepada sumber data, bahwa ia akan melakukan penelitian, sehingga mereka yang diteliti mengetahui sejak awal sampai akhir tentang aktivitas si peneliti.

5. Teknik Analisis Data

Teknik analisa data menurut Miles dan Huberman (dalam Sugiyono, 2011) mengemukakan bahwa aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus-menerus sampai tuntas, sehingga datanya sudah jenuh. Aktivitas dalam analisis data yaitu:

a. Data Reduction (Reduksi Data) Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya.

b. Data display (Penyajian Data) Penyajian data penelitian kualitatif yang paling sering digunakan adalah teks yang bersifat naratif.

(14)

Kesimpulan dalam penelitian kualitatif adalah merupakan temuan yang dapat berupa deskripsi atau gambaran suatu objek

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini dilakukan pada 1 orang subyek yaitu CA namun dalam penelitian ini memerlukan beberapa pihak lain yang dilibatkan antara lain teman subyek dan teman dekat subyek. Subyek mengalami suatu trauma yang disebabkan ia menjadi korban pemerkosaan ketika ia masih kecil. Peristiwa itu terjadi diluar sepengetahuan darikeluarga subyek dan sampai saat inipun keluarganya tidak mengetahui apa yang dulu menimpa subyek. Sejak saat itu subyek menjadi takut dan gemetar ketika melihat laki-laki yang tidak ia kenal sebelumnya, kecuali kakak dan adiknya sendiri. Sampai saat ini kejadian sewaktu ia kecil masih mengiringi kemanapun subyek pergi dan karenanya subyek jadi terbatasi untuk bergaul dengan siapa saja.

Dampak pelecehan seksual pada subyek yaitu memiliki Kecenderungan Perilaku yang Kurang Sosial. Akibat peristiwa yang membuat subyek mengalami trauma di masa dulu menjadikan subyek

tumbuh menjadi remaja yang asosial. Pribadinya cenderung menarik diri dan tertutup. Ia tak banyak memiliki teman yang dekat dan mengalami kesulitan untuk berinteraksi dengan orang lain terlebih kepada laki-laki. Perilaku kurang sosial yang muncul dalam kehidupan sehari-hari adalah perilaku yang tertutup karena ia biasa melakukan aktivitasnya dengan sendiri. Ia merasa nyaman dan biasa jika harus beraktivitas sendiri meskipun jika subyek harus memiliki partner laki-laki dalam beberapa kali kesempatan di tugas kuliahnya subyek masih mampu untuk mengontrol diri dari rasa takut yang ia hadapi. Tapi pilihan untuk mengerjakan sendiri merupakan yang terbaik menurutnya. Hal itu tentu dikarenakan bayang-bayang masa lalu yang masih menghantui dirinya.

Subyek mengalami ketakutan berlebih sehingga dirinya juga sering berprasangka buruk terhadap orang dengan ciri-ciri seperti yang dulu telah melecehkannya, Subyek lebih memilih untuk menghindari keramaian agar meminimalisir bertemu dengan orang-orang yang berpotensi membuat dirinya takut dan panik.

Sedangkan Menurut Collier (1992), dampak-dampak psikologis pelecehan seksual tergantung pada :

(15)

a. Frekuensi terjadi pelecehan : semakin sering terjadi, semakin dalam pula luka yang ditimbulkan.

Subyek mengalami pelecehan seksual lebih dari satu kali. Hal itu terjadi saat dia belum mulai sekolah hingga masih duduk di bangku sekolah dasar. Tiga kali pelecehan seksual yang ia alami membuat luka yang begitu dalam.

b. Parah tidaknya : semakin parah tindak pelecehan seksual semakin dalam pula luka yang ditimbulkan

Pelecehan seksual yang dilakukan ayah subyek kepadanya merupakan pelecehan seksual yang fatal. Ayah subyek melakukan perbuatan tidak senonoh dengan anak kandungnya sendiri bahkan terjadi lebih dari satu kali. Hal itu membuat subyek merasa malu karena menganggap dirinya sudah tidak perawan lagi.

c. Apakah secara fisik juga mengancam atau hanya verbal : semakin tindakan pelecehan ini dirasakan mengancam korban secara fisik, lebih dalam dampak dan luka yang ditimbulkan.

Setelah terjadinya pelecehan yang dilakukan Ayah subyek dan teman-teman kakak subyek, subyek juga mendapat ancaman dari Ayahnya untuk tidak menceritakan kejadian pelecehan

tersebut kepada siapapun. Subyek memendam itu semua karena dulu dia masih polos tak tak paham apa-apa. Namun sampai sekarangpun ia masih belum menceritakan pelecehan seksual tersebut karena ia berfikir akan sia-sia saja. Subyek hanya ingin tidak tidak terlibat interaksi apapun dengan ayahnya. Hal itu sudah cukup membuat subyek lega karena ia sangat terluka. d. Apakah menggangu kinerja pekerja :

bila ya, maka akan disertai dengan rasa frustasi.

Subyek berfikir untuk tidak ingin menyelesaikan studinya karena tidak mau bertemu atau sekedar berfoto bersama saat wisuda nanti. Hal tersebut terjadi akibat perasaan stress yang dirasakan. Di dalam perkuliahanpun subyek terus dihantui oleh perasaan takut akan dirinya yang sudah tidak perawan lagi. Di rumah subyek malas untuk beraktivitas jika ayahnya sedang ada di rumah.Ia tak mau terlibat dalam aktivitas di kampus atau di rumahnya. Ia memilih untuk diam dan menarik diri, ia lebih suka melakukan aktivitas apapun seorang diri.

(16)

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil pembahasan dapat disimpulkan bahwa dampak pelecehan seksual terhadap perilaku sosial subyek adalah perilaku yang kurang sosial. Hal tersebut juga terlihat dari dampak psikologis yang juga mempengaruhi perilaku sosial subyek penelitian, yaitu:

a) Korban marah bahkan sangat benci kepada pelaku pelecehan seksual

b) Korban merasa tidak berdaya dan menarik diri dari interaksi di lingkungan c) Korban menjadi minder dan takut

bergaul dengan orang lain

d) Korban merasa berdosa karena secara fisik sudah tidak perawan

e) Korban takut bahkan jijik terhadap laki-laki yang memiliki ciri-ciri seperti pelaku pelecehan seksual

SARAN

Berikut ini dikemukakan saran-saran untuk berbagai pihak, yaitu :

1. Mahasiswa

Hasil penelitian ini dapat memberi pengetahuan mengenai cara memperlakukan korban pelecehan seksual

serta merangkulnya agar tidak memiliki perilaku yang kurang sosial.

2. Orang tua

Hasil penelitian ini diharapkan menjadi informasi orang tua untuk perlu siaga dalam memantau pergaulan anak di lingkungannya. Selain itu orang tua juga hendaknya memberikan bekal berupa pendidikan seks dalam menjaga diri dari kemungkinan terjadinya pelecehan seksual.

3. Peneliti lain

Bagi peneliti yang tertarik untuk meneliti dampak pelecehan seksual terhadap perilaku sosial, penelitian ini dapat sebagai acuan peneliti untuk dapat dikembangkan.

DAFTAR PUSTAKA

Basri, H (1994). Remaja Berkualitas : Problematika Remaja dan Solusinya. Yogyakarta : Pustaka Pelajar Yogyakarta

Collier Edward,(1992). Pelecehan Seksual, cet ke-1, Yogyakarta: PT Gloria Usaha Mulia.

Hurlock, B. Elizabeth. (1995). Perkembangan Anak. Jakarta: Erlangga Lonergan, B.A. (1999). The Development of Trauma Therapist : A Qualitative Studi

(17)

of the Therapist’s Perspectives and Experiences. Colorado : Counselling Psychology.

Utamadi, Guntoro dan Paramita Utamadi (2001). Pelecehan Seksual ? Hiiii… Seraam !. Kompas.

Kelly, Liz (1988). Surviving Sexsual Violence. Minneapolis : University of Minnesota Press

Moleong, L.J (2002). Metode Penelitian

Kualitatif. Bandung : Remaja

Rodaskarya.

Bogdan dan Biklen, (1982).Pengantar studi

Penelitian, PT ALFABETA,

Referensi

Dokumen terkait

Adapun penelitian-penelitian terdahulu terkait dengan judul penelitian yang saya lakukan adalah dari Afifah 23 dengan judul Analisis Perbandingan tingkat Kualitas

Equiptment mempunyai umur ekonomis 8 tahun, metode penyusutan Garis Lurus, nilai residu ditaksir sebesar Rp.17.000.000,- Penyusutan diperhitungkan dan dicatat setiap bulan

Pemantauan dan evaluasi dilakukan terhadap kinerja UNNES yang mencakup aspek teknis, adminstrasi, dan pengelola kegiatan atau program pendidikan UNNES. Pemantauan dan evaluasi pada

Langkah ini dilakukan untuk mengetahui kebihan dan kekurangan dari angket penelitian ini, sehubungan dengan bahasa yang digunakan serta makna yang terkandung dalam

Kawan-kawan Teknik Informatika angkatan 2011, selama 4,5 tahun kita lewati bersama dan terima kasih yang selalu memberi dukungan dan motivasi sampai akhir, sehingga saya

Telkomsel sebagai perusahan yang bergerak dalam bidang telekomunikasi dalam menghadapi persaingan mempunyai beberapa strategi yang dapat menarik konsumen dengan menerbitkan

Benturan tersebut antara pengaturan mengenai syarat tidak pernah dinyatakan pailit yang terdapat pada pasal 93 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang

Salah satu cara mempertahankan kondisi yang aerob adalah dengan memberikan pengadukan pada kultur fermentasi, karena peranan agitasi diantaranya adalah menaikan kecepatan