• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Paving Block - BAB II ARIEF KHABIBUR TEKNIK SIPIL'16

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Paving Block - BAB II ARIEF KHABIBUR TEKNIK SIPIL'16"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Paving Block

Paving block merupakan komposisi bahan bangunan yang dibuat dari

campuran semen Portland atau bahan perekat hidrolis sejenisnya, air dan agregat

dengan atau tanpa bahan tambahan lainnya yang tidak mengurangi mutu beton (SNI

03-0691-1996).

Paving block sering disebut juga sebagai bata beton (concrete block). Pada

umumnya agregat yang digunakan dalam campuran paving block adalah agregat

halus berupa pasir. Paving block dapat berwarna seperti warna aslinya atau diberi

zat pewarna pada komposisinya.

Paving block merupakan produk bahan bangunan dari semen yangdigunakan

sebagai salah satu alternatif penutup atau pengerasan permukaan tanah. Sebagai

bahan penutup dan pengerasan permukaan tanah paving block sangat luas

penggunaannya untuk berbagai keperluan, biasanya paving block digunakan untuk

pengerasan dan memperindah trotoar jalan di kota-kota, halaman, taman dan jalan

komplek perumahan.

Ketebalan paving block yang sering digunakan (Spesifications for Precast

Concrete Paving Block, 1980) yaitu :

a. Ketebalan 6 cm, digunakan untuk beban lalu lintas ringan yang frekuensinya

(2)

b. Ketebalan 8 cm, digunakan untuk beban lalu lintas yang frekuensinya padat,

seperti sedan, pick up, bus dan truk.

c. Ketebalan 10 cm atau lebih, digunakan untuk beban lalu lintas yang super

berat, seperti crane, loader.

Badan Standarisasi Nasional (SNI 03-0691-1996) mengklasifikasi paving

block (bata beton) dalam 4 jenis, yaitu :

a. Bata beton mutu A, digunakan untuk jalan.

b. Bata beton mutu B, digunakan untuk parkir.

c. Bata beton mutu C, digunakan untuk pejalan kaki

d. Bata beton mutu D, digunakan untuk taman dan pengguna lain.

Menurut SK SNI T–04-1990, pembagian kelas paving block berdasarkan

mutu betonnya, antara lain :

1). Paving block dengan mutu beton I, nilai f’c 34 - 40 Mpa.

2). Paving block dengan mutu beton II, nilai f’c 25,5- 30 Mpa.

3). Paving block dengan mutu beton III, nilai f’c 17- 20 Mpa.

Klasifikasi paving block berdasarkan bentuk menurut SK SNI T-04-1990

terbagi atas dua macam, yaitu :

a). Paving block bentuk segi empat

(3)

Gambar 2.1 Bentuk Paving Block

Pola pemasangan sebaiknya disesuaikan dengan tujuan penggunaannya. Pola

yang umum dipergunakan yaitu pola susun bata (Strecher), anyaman tikar

(Basket Weave) dan tulang ikan (Herring Bone). Untuk perkerasan jalan

diutamakan pola tulang ikan karena mempunyai kuncian yang baik. Dalam proses

pemasangannya pada tepi susunan paving block biasanya ditutup dengan pasak

yang berbentuk topi uskup.

Beberapa pola pemasangan paving block untuk lapis perkerasan yang sering

(4)

Gambar 2.2 Pola Pemasangan Paving Block

Gambar 2.3 Bentuk Pasak Topi Uskup

Berikut ini adalah kombinasi mutu, bentuk, tebal dan pola pemasangan

paving block :

Tabel 2.1 Kombinasi Mutu dan Pola Pemasangan Paving block

No. Penggunaan Kombinasi

Kelas Tebal (mm) Pola

1 Trotoar dan taman III 60 SB, AT,TI

2 Tempat parkir dan garasi II 60 SB, AT, TI

3 Jalan lingkungan I/II 60/80 TI

4 Terminal bus I 80 TI

5 Container Yard, Taxy Way I 100 TI

(5)

2. Syarat Mutu Paving Block

Menurut SNI 03-0691-1996, paving block harus memenuhi persyaratan

tentang Bata beton sebagai berikut :

8. Sifat tampak, bata beton harus mempunyai permukaan yang rata, tidak

terdapat retak-retak dan cacat, bagian sudut dan rusuknya tidak mudah

direpihkan dengan kekuatan jari tangan.

9. Ukuran, bata beton harus mempunyai ukuran tebal nominal minimum 60

mm dengan toleransi ± 8 %.

10.Sifat fisik, bata beton harus mempunyai sifat-sifat fisik seperti pada tabel di

bawah ini :

Tabel 2.2 Sifat-Sifat Fisik Paving Block

Kuat Tekan Ketahanan Aus Penyerapan

Menurut British Standart Institution 6717 part I 1986 tentang Precast

Concrete Paving Block, persyaratan untuk paving block antara lain :

a. Paving block sebaiknya mempunyai ketebalan tidak kurang dari 60 mm.

b. Ketebalan paving block yang baik yaitu 60 mm, 65 mm, 80 mm, dan 100

mm.

c. Paving block dengan bentuk persegi panjang sebaiknya mempunyaipanjang

(6)

d. Lebar tali air yang terdapat pada badan paving block sebaiknya tidak lebih

dari 7 mm.

e. Toleransi dimensi pada paving block yang diijinkan yaitu :

3. Kegunaan dan Keuntungan Paving Block

Keberadaan paving block dapat menggantikan aspal dan pelat beton, dengan

banyak keuntungan yang dimilikinya. Paving block mempunyai banyak kegunaan,

diantaranya untuk perkerasan tempat parkir plaza, hotel, tempat rekreasi, tempat

bersejarah, terminal, jalan setapak, trotoar, perkerasan jalan lingkungan pada

kompleks-kompleks perumahan, taman kota dan tempat bermain. Beberapa

keuntungan penggunaan paving block, antara lain :

a. Dapat diproduksi secara massal.

b. Paving block tidak mudah rusak pada kondisi pembebanan normal.

c. Daya serap air melalui paving block menjaga keseimbangan air tanah untuk

menopang betonan atau rumah diatasnya.

d. Paving block lebih mudah dihamparkan dan langsung bisa digunakantanpa

harus menunggu pengerasan seperti pada beton.

e. Paving block menghasilkan sampah konstruksi lebih sedikit dibandingkan

penggunaan pelat beton.

f. Paving block memiliki nilai estetika yang unik terutama jika didesain

(7)

g. Tidak menimbulkan kebisingan dan gangguan debu pada saat pengerjaan.

h. Adanya pori-pori pada paving block meminimalisasi aliran permukaan dan

memperbanyak infiltrasi dalam tanah.

i. Daya serap air yang baik sekitar rumah atau tempat usaha akan menjamin

ketersediaan air tanah sehingga bisa digunakan untuk keperluan sehari-hari

(Nurzal, Joni. 2013).

j. Pemasangannya cukup mudah dan biaya perawatannya pun murah

(www.paving.org.uk)

4. Bahan Penyusun Paving Block

a. Semen Portland

Semen Portland merupakan bahan konstruksi yang paling banyak

digunakan dalam pekerjaan beton. Semen Portland didefinisikan sebagai semen

hidrolis yang dihasilkan dengan cara menggiling kerak besi (klinker) yang

mengandung kalsium silikat hidrolik yang umumnya mengandung satu atau lebih

bentuk kalsium sulfat sebagai bahan tambahan yang digiling bersama-sama dengan

bahan utamanya (ASTM C-150-1985).

Semen merupakan bahan perekat yang penting dan banyak digunakan dalam

pembangunan konstruksi sipil. Jika ditambah air akan menjadi pasta semen dan jika

ditambahkan agregat halus dan agregat kasar akan menjadi campuran beton segar

yang mengeras akan menjadi beton keras. Fungsi utama semen adalah merekatkan

butir-butir agregat hingga membentuk suatu massa padat dan mengisi

(8)

Pada dasarnya semen portland terdiri dari 4 unsur yang paling penting,

yaitu:

a. Trikalsium silikat (C3S) atau CaO.SiO2

Unsur ini sifatnya hampir sama dengan sifat semen yaitu jika ditambahkan air

akan menjadi kaku dan dalam beberapa jam saja pasta akan mengeras. C3S

menunjang kekuatan awal semen dan menimbulkan panas hidrasi kurang lebih

58 kalori/gram setelah 3 hari.

b. Dikalsium silikat (C2S) atau 2CaO.SiO2

Pada saat penambahan air setelah reaksi yang menyebabkan pasta mengeras

dan menimbulkan panas 12 kalori/gram setelah 3 hari. Pasta akan mengeras,

perkembangan kekuatannya stabil dan lambat pada beberapa minggu

kemudian mencapai kekuatan tekan akhir hampir sama dengan C3S.

c. Trikalsium aluminat (C3A) atau 3CaO.Al2O3

Unsur ini apabila bereaksi dengan air akan menimbulkan panas hidrasi tinggi

yaitu 212 kalori/gram setelah 3 hari. Perkembangan kekuatan terjadi satu

sampai dua hari tetapi sangat rendah.

d. Tetrakalsium aluminoferit (C4AF) atau Al2O3.Fe2O3

Unsur ini saat bereaksi dengan air berlangsung sangat cepat dan pasta terbentuk

dalam beberapa menit, menimbulkan panas hidrasi 68 kalori/gram. Warna

abu-abu pada semen disebabkan oleh unsur ini.

Silikat dan aluminat yang terkandung dalam semen portland jika bereaksi

dengan air akan menjadi perekat yang memadat lalu membentuk massa yang

(9)

Reaksi kimia semen bersifat exothermic dengan panas yang dihasilkan mencapai

110 kalori/gram. Akibatnya dari reaksi exothermic terjadi perbedaan temperatur

yang sangat tajam sehingga mengakibatkan retak-retak kecil (microcrack) pada

beton (Andoyo, 2006).

Berdasarkan SK.SNI T-15-1971-03:2, membagi semen portland menjadi 5

jenis, yaitu :

Tabel 2.3 Klasifikasi Semen Portland

Tipe Keterangan

I Semen portland yang dalam penggunaannya tidak memerlukan persyaratan khusus seperti jenis-jenis lainnya. Biasa digunakan untuk konstruksi bangunan bertingkat tinggi, perumahan, jembatan dan jalan raya, landasan bandara, beton pratekan, bangunan irigasi.

II Semen portland yang dalam penggunaannya memerlukan ketahanan terhadap sulfat dan panas hidrasi sedang serta diaplikasikan pada tempat yang lebar dan luas (bendungan, dermaga, dinding penahan besar, dll).

III Semen portland yang dalam penggunaannya memerlukan kekuatan awal tinggi (cepat mengeras) dalam fase permulaan setelah pengikatan terjadi.

IV Semen portland yang dalam penggunaannya memerlukan panas hidrasi yang rendah. Jenis ini dapat mencapai kekuaan tinggi dengan lambat dan membutuhkan pemeliharaan pengeringan lebih panjang.

V Semen portland yang dalam penggunaannya memerlukan

ketahanan yang tinggi terhadap sulfat dan diaplikasikan untuk pondasi, dinding basement, terowongan, juga beton yang bersentuhan dengan tanah.

Sumber : SNI T-15-1971-03

Jumlah kandungan semen sangat berpengaruh terhadap kuat tekan beton. Jika

jumlah semen terlalu sedikit berarti jumlah air juga sedikit, sehingga adukan beton

sulit dipadatkan dan kuat tekan beton rendah. Namun jika jumlah semen berlebihan

maka jumlah air juga berlebihan, sehingga beton mempunyai banyak pori dan

(10)

b. Agregat Halus

Secara umum agregat dapat dibedakan berdasarkan ukurannya yaitu agregat

halus dan kasar. Agregat halus mempunyai ukuran dibawah 4,8 mm (British

Standard) atau 4,75 mm (ASTM). Sedangkan agregat kasar mempunyai ukuran

diatas 4,8 mm (British Standard) atau 4,75 mm (ASTM). Adapun penggolongan

agregat halus berupa pasir alam, pasir olahan atau gabungan dari kedua pasir

tersebut.

Agregat halus adalah agregat berupa pasir alam sebagai hasil disintegrasi

alami dari batuan atau pasir buatan yang dihasilkan oleh industri pemecah batu dan

mempunyai butiran sebesar 4,76 mm (SNI 03-6820-2002). Sedangkan menurut

ASTM C 125-92, agregat halus adalah agregat yang lolos ayakan 3/8 inch (9,5 mm)

dan hampir seluruhnya lolos saringan 4,75 mm (saringan no. 4 Standar ASTM) dan

tertahan ayakan no. 200.

Agregat yang dipakai untuk campuran adukan atau mortar harus memenuhi

syarat yang ditetapkan oleh SNI 03-6821-2002 yakni dengan modulus halus 1,5

sampai 3,8. Modulus halus butir adalah suatu indek yang dipakai untuk menjadi

ukuran kehalusan atau kekasaran butir-butir agregat yang tertinggal diatas suatu set

ayakan dan kemudian dibagi seratus. Semakin besar nilai modulus halusnya

(11)

Tabel di bawah ini merupakan table zona gradasi agregat halus yang

Gradasi agregat adalah distribusi ukuran butiran dari agregat. Bila butir-

butir agregat memiliki ukuran yang sama (seragam) volume pori akan besar,

sebaliknya bila ukuran butir-butirnya bervariasi maka volume porinya kecil. Hal

ini karena butiran yang kecil akan mengisi pori diantara butiran yang besar,

sehingga pori-porinya sedikit atau dengan kata lain kemampatannya tinggi (M.Tri

Wibowo, 2007).

Menurut SII-0052, agregat halus yang dipakai untuk campuran adukan

(12)

1. Agregat halus terdiri dari butiran yang tertinggal diatas ayakan no. 200 dan

terdiri dari butiran tajam dan keras dan modulus halus butirnya 1,5 – 3,8.

2. Kadar lumpur atau bagian yang lebih kecil dari 70 mikron (0,074 mm)

maksimum 5 % dari berat kering, jika kadar lumpur lebih dari 5 % maka pasir

harus dicuci.

3. Kadar zat organik yang terkandung ditentukan dengan mencampur agregat

halus dengan larutan natrium sulfat (NaSO4) 3%, jika dibandingkan dengan

warna standar atau pembanding tidak lebih tua dari pada warna standar.

4. Agregat halus tidak boleh mengandung bahan atau zat yang sifatnya merusak

beton, termasuk yang menimbulkan karat pada tulangan (PBBI 1971).

5. Tidak boleh menggunakan pasir laut, kecuali dengan petunjuk staff ahli karena

pasir laut mengandung garam yang dapat merusak beton/baja tulangan (Andre,

2012).

c. Tailing

Tailing adalah limbah batuan atau tanah halus sisa-sisa dari pengerusan dan

pemisahan (estraksi) mineral yang berharga (tembaga, emas, perak) dengan bahan

tambang. Tailing terdiri dari 50% praksi pasir halus dengan diameter sekitar 0,075

– 0,4 mm dan 50 % terdiri dari praksi lempung dengan diameter kurang dari 0,075

mm.

Bahan tambang baik itu batuan, pasir maupun tanah setelah digali dan dikeruk, lalu

estrak bumi (mineral berbahaya) yang persentasenya sangat kecil dipisahkan lewat

proses pengerusan, bahan tambang yang begitu banyak disirami dengan zat-zat

(13)

sedangkan tailing akan terbawa bersama zat-zat kimia yang mengandung logam

berat/beracun lainnya.

d. Air

Air diperlukan pada pembuatan beton untuk memicu proses kimiawi semen

yang menyebabkan pengikatan dan berlangsungnya proses pengerasan dalam

pekerjaan beton. Air yang digunakan sebagai campuran beton adalah yang tidak

mengandung senyawa-senyawa berbahaya, garam, minyak, gula atau bahan kimia

lainnya (Tjokrodimuljo, 1996).

Untuk bereaksi dengan semen, air hanya diperlukan sekitar 25% dari berat

semen. Perbandingan jumlah air dengan semen yang biasa disebut Faktor Air

Semen (FAS) penting untuk diperhatikan. Jika air berlebihan maka akan

menyebabkan banyaknya gelembung air setelah proses hidrasi, sedangkan air yang

terlalu sedikit akan menyebabkan proses hidrasi tidak tercapai seluruhnya, sehingga

akan mempengaruhi kekuatan beton.

Menurut SK SNI S-04-1989-F, persyaratan air sebagai bahan bangunan harus

memenuhi kriteria sebagai berikut :

a. Tidak mengandung lumpur atau benda tersuspensi lebih dari 2 gr/lt.

b. Air harus bersih.

c. Derajat keasaman (pH) normal ± 7.

d. Tidak mengandung lumpur, minyak dan benda terapung lainnya yang dapat

(14)

e. Metode Pembuatan Paving Block

Metode pembuatan paving block yang biasa digunakan oleh masyarakat,

dapat diklasifikasikan menjadi dua metode yaitu :

1) Metode Konvensional

Metode ini adalah metode yang paling banyak digunakan oleh masyarakat

kita dan lebih dikenal dengan metode gablokan. Pembuatan paving block cara

konvensional dilakukan dengan menggunakan alat gablokan/alat pukul dengan

beban pemadatan yang berpengaruh adalah tenaga orang yang mengerjakannya.

Mutu beton dari paving block jenis ini tergolong dalam mutu beton kelas D (K 50

– 100).

Gambar 2.5 Alat Gablokan Metode Konvensional

(15)

Metode mekanis didalam masyarakat biasa disebut dengan press.

ini masih jarang digunakan karena untuk pembuatan paving block dengan metode

ini membutuhkan alat yang harganya relatif mahal. Metode ini biasanya digunakan

oleh pabrik dengan skala industri, sedang atau besar. Pembuatan paving block cara

mekanis dilakukan dengan menggunakan mesin press. Mesin press yang biasa

digunakan yaitu :

a) Mesin Press Vibrasi/Getar (K 150 – 250)

Pada umumnya paving block press mesin vibrasi tergolong sebagai paving

block dengan mutu beton kelas C – B (K150 – 250). Paving block dengan

mesin press vibrasi ini diproduksi dengan mesin press sistem getar dan dapat

digunakan sebagai alternatif perkerasan lahan pelataran parkir.

b) Mesin Press Hidrolik (K 300 – 450)

Paving block jenis ini diproduksi dengan cara dipress menggunakan mesin

press hidrolik dengan kuat tekan diatas 300 kg/cm2. Paving block press

hidrolik dapat dikategorikan sebagai paving block dengan mutu beton kelas B

– A (K 300 – 450). Paving block jenis ini dapat digunakan untuk keperluan non

struktural maupun untuk keperluan struktural yang berfungsi menahan beban

berat yang dilalui di atasnya, seperti areal jalan lingkungan hingga sebagai

perkerasan lahan pelataran terminal peti kemas di pelabuhan.

(16)

Gambar 2.8 Prinsip Kerja Metode Mekanis

f. Proses Pembuatan Paving Block

1) Pembuatan Dengan Cara Manual

Pembuatan paving block dimulai dengan mencampur semen, air, pasir,

penambahan fly ash dan kapur (pengganti sebagian semen) dan penambahan abu

batu (sebagai filler) dengan komposisi tertentu. Setelah adukan homogen, kemudian

dimasukkan ke dalam cetakan dan dipress dengan kekuatan tekan tenaga manusia.

Pembuatan cara manual ini umumnya menghasilkan mutu paving block yang

rendah karena tekanan yang diberikan pada saat mengempa tidak maksimal.

2) Pembuatan Dengan Mesin

Mencampurkan bahan material penyusun ke dalam mesin molen, kemudian

di masukkan ke dalam mesin cetak paving block. Pada mesin ini dapat disetting

tekanan yang akan diterima untuk menghasilkan paving dengan mutu tertentu.

Umumnya pembuatan paving block dengan menggunakan mesin akan

menghasilkan mutu beton yang tinggi, keseragaman dan kestabilan tekanan pada

saat penempaan atau pengepressan memberikan kontribusi peningkatan mutu

paving block, Meskipun demikian, komposisi material penyusun bata beton (paving

(17)

B. Tinjauan Pustaka

1. Penelitian Terdahulu

Fitriana (2016), dalam skripsinya telah melakukan penelitian tentang pengaruh fly ash dan kapur dalam pembuatan paving block. Isi dari penelitian

tersebut mengatakan bahwa contoh fly ash yang digunakan berasal dari PLTU

Cilacap. Dalam penelitian ini, setiap variasi

penggantian sebagian bahan pengikat (fly ash dan kapur) sebanyak 0 %, 6 %, 12

%, 18 %, dan 24 % berturut-turut yaitu sebesar 198 kg/cm2, 223 kg/cm2, 207

kg/cm2, 241 kg/cm2, 185 kg/cm2.

Nilai kuat tekan tertinggi sebesar 241 kg/cm2 yaitu pada paving block

dengan penggantian sebagian bahan pengikat (fly ash dan kapur) sebanyak 18 %

yang terdiri dari 9 % fly ash dan 9 % kapur dan nilai kuat tekan terkecil sebesar

185 kg/cm2 pada variasi 24 % yang terdiri dari 12 % fly ash dan 12 % kapur.

Lestari (2007), melakukan test kokoh tekan hancur pada kubus/silinder beton. Analisa kekuatan untuk kubus, diperoleh tegangan hancur 308,2kg/cm2

untuk komposisi Semen : pulverized fly ash : Pasir : Batu Pecah adalah 1 : 1 : 1 : 2.

kemudian untuk komposisi 1 : 1,5 : 2 : 3 diperoleh tegangan hancur 312,3 kg/cm2.

selain itu, pada komposisi 1 : 1 : 2 : 3 diperoleh tegangan hancur sebesar 350,4

kg/cm2.

Saputro (2008), dalam skripsinya melakukan penelitiandengan tujuan untuk meningkatkan kuat desak dan kuat tarik beton mutu tinggi dan untuk mengetahui

sejauh mana pengaruh penggantian sebagian semen dengan abu terbang yang

berasal dari PLTU Cilacap terhadap mutu kuat desak dan kuat tarik beton.

Penelitian yang dilakukan di Laboratorium Bahan Konstruksi Teknik (BKT),

(18)

30% dan 35% dari berat semen. Benda uji yang digunakan adalah berbentuk

silinder, mutu beton yang direncanakan 45 MPa yang diuji pada umur 28 hari. Dari

penelitian ini, dihasilkan bahwa akibat penggantian sebagian semen dengan

Fly Ash, kuat desak dan kuat tarik beton mengalami peningkatan. Hasil yangpaling

optimum yaitu pada komposisi 1 : 2 : 3 dengan penggantian abu terbang (fly ash)

sebesar 35% dari berat semen dengan kuat tekannya sebesar 55,07 Mpa dan 3,93

MPa untuk kuat tariknya. Butiran Fly Ash yang jauh lebih kecil membuat beton

lebih padat karena rongga antara butiran agregat diisi oleh Fly Ash sehingga dapat

memperkecil pori-pori yang ada dan memanfaatkan sifat pozzolan dari Fly Ash

dalam memperbaiki mutu beton. Penggunaan Fly Ash memperlihatkan dua

pengaruh abu terbang di dalam beton yaitu sebagai agregat halus dan sebagai

pozzolan. Selain itu abu terbang di dalam beton menyumbang kekuatan yang lebih

baik dibanding dengan beton normal.

Loveta (2013), dalam skripsinya melakukan penelitian dengan tujuanuntuk mengetahui nilai kuat tekan dan daya serap air dari paving block menggunakan

bahan tanah lempung dengan bahan tambahan kapur dan fly ash. Sampel tanah yang

diuji pada penelitian ini yaitu tanah lempung yang berasal dari daerah Karang

Anyar, Lampung Selatan. Variasi kadar campuran yang digunakan adalah 6%, 8%,

dan 10%, perbandingan antara kapur dan fly ash adalah 1 : 1 dan dilakukan

pemeraman dengan variasi waktu pemeraman 7 hari, 14 hari, dan 28 hari serta

dengan perlakuan pembakaran dan tanpa pembakaran sampel paving block.

(19)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembuatan paving block menggunakan bahan

tanah lempung dengan bahan tambahan kapur dan fly ash tidak memenuhi SNI

paving block. Akan tetapi, penambahan bahan aditif tersebut dan pemeraman yang

dilakukan dapat meningkatkan sifat fisik dan mekanik tanah. Hal ini terbukti

dengan meningkatnya berat jenis tanah campuran. Untuk nilai kuat tekan paving

block tanpa pembakaran dan dengan proses pembakaran paling baik ditunjukkan

pada penambahan kadar campuran 10% dengan waktu pemeraman 28 hari.

Yulianti (2013), dalam skripsinya melakukan penelitian tentang

“Pemanfaatan Fly Ash Sebagai Bahan Campuran Tanah dengan Kapur Untuk

Perkuatan Paving BlockPasca Pembakaran Untuk Jalan Lingkungan”.

Dari Tabel 6 dapat dijelaskan bahwa penambahan kadar kapur dan fly ash

berpengaruh terhadap kekuatan campuran tersebut, hal ini dapat dilihat dari nilai

Gambar

Gambar 2.1 Bentuk Paving Block
Gambar 2.2 Pola Pemasangan Paving Block
Tabel 2.2 Sifat-Sifat Fisik Paving Block
Tabel 2.3 Klasifikasi Semen Portland
+5

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pemberian pupuk organik cair daun gamal (P4) merupakan perlakuan terbaik yang mampu meningkatkan pertumbuhan dan

Dalam penelitian ini dirumusan masalah disusun dalam bentuk pertanyaan, yaitu: bagaimana kondisi obyektif masyarakat Desa Limbangan Kecamatan Losari Kabupaten Brebes Jawa

Tujuan – Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh variabel sosialisasi, kualitas pelayanan, sanksi, penghargaan, dan faktor demografi (umur, pendidikan, pekerjaan, dan

Dalam optimalisasi layanan transaksi e-government dilakukan berbagai upaya dan kerjasama antara BP2T dan Diskominfo Kota Malang diantaranya pengembangan Sistem

(2006), “Analisis faktor psikologis konsumen yang mempengaruhi keputusan pembelian roti merek Citarasa di Surabaya”, skripsi S1 di jurusan Manajemen Perhotelan, Universitas

Miskonsepsi yang dialami EW adalah hambatan pada rangkaian seri lebih kecil sehingga arus yang mengalir lebih besar dan lampu lebih terang.Miskonsepsi ini serupa dengan yang

Project : Embankment Rehabilitation and Dredging Work of West Banjir Canal and Upper Sunter Floodway of Jakarta Urgent Flood Mitigation Project (JUFMP/JEDI) – ICB Package

proses dan capaian pembelajaran peserta didik dalam penerapan sikap spiritual dan sikap sosial, penguasaan pengetahuan, dan penguasaan keterampilan yang