BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Remaja adalah periode perkembangan selama dimana individu
mengalami perubahan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa, biasaya
antara usia 13 dan 20 tahun. Istilah adolesens biasanya menunjukan maturasi
psikologis individu, ketika pubertas menunjukan titik dimana reproduksi
mungkin dapat terjadi. Perubahan hormonal pubertas mengakibatkan
perubahan penampilan pada orang muda dan perkembangan
mental/psikologis. Penyesuaian dan adaptasi dibutuhkan untuk mengatasi
perubahan simultan ini dan usaha untuk membentuk perasaan identitas yang
matur (Potter dan Perry, 2005).
Masalah yang dihadapi individu pada masa remaja akhir relatif sama
dengan masalah yang dihadapi pada masa remaja awal. Perbedaannya terletak
pada cara individu menghadapi masalah yang dimaksud. Jika pada masa
remaja awal individu sering memperlihatkan rasa marah, sering sangat sedih
dan kecewa, maka pada masa remaja akhir, hal yang demikian tidak lagi
sering nampak. Umumnya individu yang tengah memasuki masa remaja akhir
mulai mampu menghadapi permasalahan dengan lebih tenang dan matang.
Ketenangan dan kematangan dalam menghadapi kekecewaan ditunjang oleh
adanya kemampuan berpikir logis dan realistis serta kemampuan untuk
Seseorang yang memiliki ketenangan dan kematangan dalam
menghadapi berbagai masalah ditentukan oleh perilaku asertif yang
dimilikinya. Hayati (2010) menyatakan dalam penelitiannya bahwa perilaku
asertif yang dapat dilihat pada seseorang yaitu mampu mengkomunikasikan
pemikiran dan perasaannya dengan baik ketika ada seseorang yang
menyampaikan suatu informasi, mampu memberikan saran kepada teman,
mengekspresikan perasaannya baik positif maupun negatif. Perubahan
selanjutnya yang dapat diamati pada diri seseorang yang memiliki asertif baik
adalah mampu mengutarakan keinginannya secara baik, mampu memulai dan
mengakhiri pembicaraan dengan baik, berani berkata tidak jika dipengaruhi
untuk berbuat negatif, berani mengambil resiko dan mampu mempertahankan
miliknya dengan tidak emosional.
Secara pendidikan remaja ditahap akhir berada dalam pendidikan
tinggi atau disebut mahasiswa. Mahasiswa merupakan satu golongan dari
masyarakat yang mempunyai dua sifat, yaitu manusia muda dan calon
intelektual, dan sebagai calon intelektual, mahasiswa harus mampu untuk
berpikir kritis terhadap kenyataan sosial, sedangkan sebagai manusia muda,
mahasiswa seringkali tidak mengukur resiko yang akan menimpa dirinya
(Djojodibroto, 2004).
Seseorang mahasiswa menurut Rosita (2004) dituntut untuk menjadi
lebih mandiri, mampu berinisiatif, lebih dewasa, dan lebih matang dalam
berpikir dan berperilaku. Semua hal tersebut dapat dicapai bila individu dapat
dampak baik terhadap orang lain ataupun diri sendiri. Dampak terhadap diri
sendiri misalnya timbulnya rasa percaya diri pada individu tersebut.
Tidak semua mahasiswa dapat berperilaku asertif. Asertif adalah
kemarahan atau rasa tidak setuju yang dinyatakan atau diungkapkan tanpa
menyakiti orang lain, akan memberi kelegaan pada individu dan tidak akan
menimbulkan masalah (Yosep, 2007). Menurut Stuart dan Laraia (2005)
bahwa asertif merupakan bentuk perilaku untuk menyampaikan perasaan diri
dengan kepastian dan memperhatikan komunikasi yang menunjukkan respek
pada orang lain. Mahasiswa laki-laki maupun perempuan sadar bahwa
mereka memiliki hak untuk berperilaku asertif. Banyak pula mahasiswa yang
cemas atau takut untuk berperilaku asertif, atau bahkan banyak individu
selain mahasiswa yang kurang terampil dalam mengekspresikan diri secara
asertif. Hal ini mendapat pengaruh dari latar belakang budaya keluarga
dimana anak remaja itu tinggal, urutan anak tersebut dalam keluarga, pola
asuh orang tua, jenis kelamin, status sosial ekonomi orang tua atau bahkan
sistem kekuasaan orang tua (Novianti dan Tjalla, 2009).
Proses pembentukan perilaku asertif tidak terlepas dari pengaruh
lingkungan tempat tinggal baik itu dari keluarga khususnya orangtua maupun
masyarakat sekitar. Komponen pertama dan utama yang diperlukan dalam
penanaman perilaku asertif adalah orang tua. Hal tersebut dikarenakan orang
tua merupakan figur utama yang paling dekat dengan kehidupan seseorang
pada saat masa anak-anak (Sari, 2007). Menurut Hayati (2010) bahwa
kasih sayang, mau menerima anak sebagaimana adanya, menghargai potensi
anak, memberi rangsangan yang kaya untuk segala aspek perkembangan
anak, baik secara kognitif, afektif maupun psikomotorik. Semua dukungan
tersebut merupakan jawaban yang nyata untuk mewujudkan tumbuhnya
generasi yang unggul di masa yang akan datang.
Hasil penelitian Marini dan Andriani (2005) menunjukan bahwa
asertivitas remaja dengan pola asuh demokrasi lebih tinggi daripada remaja
dengan pola asuh permasif dan otoriter. Orangtua yang menerapkan pola asuh
demokrasi membuat suatu tuntutan sesuai dengan kematangan dan
menetapkan batas-batas yang wajar. Pada Saat yang sama mereka
menunjukan kehangatan dan kasih sayang dan mendengarkan keluhan anak
dengan sabar. Sehingga anak akan menunjukan perkembangan emosional,
kognitif dan sosial yang positif.
Namun, jika orangtua memberikan pola asuh yang salah terhadap
anaknya maka secara tidak langsung akan berpengaruh terhadap perilaku
asertif, hal tersebut maka akan merugikan bagi remaja itu sendiri. Penelitian
yang dilakukan Tarkhan, Bazleh dan Sheikmahmoudi (2012) menyimpulkan,
kurangnya perilaku asertif menyebabkan ekspresi seperti berbohong,
sanjungan, dan konflik non-nyata mengancam cara berpikir seseorang. Cacat
pada kemampuan sosial dan kurangnya perilaku asertif membahayakan
kesehatan mental seseorang seperti terjadi kecemasan, ketidakmampuan, dan
psikosomatik dan kurangnya kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan
lingkungan sosial.
Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang telah dilakukan oleh
peneliti terhadap 20 mahasiswa yang ada di Universitas Muhammadiyah
Purwokerto. Diperoleh data bahwa ada 6 mahasiswa mengungkapkan bahwa
jika dia diajak teman untuk melakukan sesuatu hal yang tidak baik mereka
tidak bisa mengungkapkan secara jujur bahwa mereka tidak mau
melakukannya karena merasa tidak enak dan takut menyinggung perasaan, 4
mahasiswa yang sesekali mau mengikuti ajakan teman, 5 mahasiswa yang
menyatakan bahwa mereka selalu berbicara jujur dan tegas dengan cara
meminta maaf bahwa mereka tidak ingin melakukan ajakan teman untuk
melakukan suatu hal yang tidak baik, 2 mahasiswa yang sampai saat ini
orangtuanya selalu mengajarkan untuk selalu berani mengungkapkan
pendapat pada oranglain dan 3 mahasiswa dari masa kanak-kanak sampai saat
ini selalu diberikan kebebasan dalam menentukan sesuatu. Peneliti juga
melakukan observasi terhadap 8 responden di tempat berkumpulnya
mahasiswa diperoleh bahwa ada 4 mahasiswa yang aktif dalam berbicara dan
menguasai pembicaraan, 2 mahasiswa pasif terhadap pembicaraan, 2
mahasiswa yang diam saja ketika teman-temannya sedang berbicara.
Berdasarkan uraian diatas maka peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian dengan judul “Hubungan Pola Asuh Orang Tua dengan Perilaku
Asertif Mahasiswa Keperawatan S1 Universitas Muhammadiyah Purwokerto
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas maka peneliti merumuskan rumusan
masalah yaitu “Bagaimana hubungan pola asuh orang tua dengan perilaku
asertif mahasiswa keperawatan S1 Universitas Muhammadiyah Purwokerto
angkatan 2014”.
C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum
Untuk mendeskripsikan hubungan antara pola asuh orang tua dengan
perilaku asertif mahasiswa keperawatan S1 Universitas Muhammadiyah
Purwokerto angkatan 2014.
2. Tujuan Khusus
a. Mendeskripsikan karakteristik responden (jenis kelamin, umur dan
urutan anak).
b. Mendeskripsikan pola asuh orang tua mahasiswa keperawatan S1
angkatan 2014.
c. Mengetahui perilaku asertif mahasiswa keperawatan S1 angkatan
2014.
d. Mendeskripsikan hubungan antara pola asuh orang tua terhadap
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi responden
Diharapkan hasil dari penelitian dapat dijadikan sebuah informasi dan
ilmu tambahan bagi responden tentang bagaimana hubungan antara pola
asuh dengan perilaku asertif.
2. Bagi Fakultar Ilmu Kesehatan
Diharapkan hasil penelitian dapat dijadikan sebagai referensi tambahan
dalam memberikan materi perkuliahan tentang bagaimana hubungan
antara pola asuh orang tua dengan perilaku asertif.
3. Bagi Peneliti Selanjutnya
Diharapkan hasil penelitian dapat dijadikan sebagai refrensi tambahan
bagi peneliti yang ingin melakukan penelitian sama dengan tema
penelitian ini.
E. Penelitian Terkait
1. Gunawan (2013)
Judul: Hubungan konsep diri, lingkungan dan pergaulan teman sebaya
dengan perilaku asertif siswa SMA Negeri 1 Salem Kabupaten Brebes.
Tujuan penelitian ini adalah ntuk mengetahui hubungan konsep diri dan
lingkungan pergaulan teman sebaya dengan perilaku asertif siswa SMA
Negeri 1 Salem Kabupaten Brebes. Metode penelitian ini merupakan
penelitian korelasional dan menggunakan pendekatan cross sectional.
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X SMA Negeri 1
pengambilan sampel proportional random sampling dengan jumlah
sampel 64 dan untuk analisa data menggunakan uji chi square. Hasil dari
penelitian ini menunjukan ada hubungan antara konsep diri (p value =
0,014), lingkungan (p value = 0,001) dan pergaulan teman sebaya (p value
= 0,000) dengan perilaku asertif.
Perbedaan dalam peneltian ini adalah variabel bebas (konsep diri,
lingkungan dan pergaulan teman sebaya), sampel siswa, tempat penelitian
SMA di Brebes, teknik pengambilan sampel proportional random
sampling, Persamaan variabel terikat perilaku asertif, cross sectional dan
uji chi square.
2. Marini dan Andriani (2005)
Judul: Perbedaan asertivitas remaja ditinjau dari pola asuh orangtua.
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui perbedaan asertivitas remaja
ditinjau dari pola asuh orangtua. Penelitian ini didasarkan pada 4 tipe pola
asuh orangtua yaitu pola asuh authotritative, authoritarian, permassive,
uninnvolved sedangkan teori asertif digunakan teori Esler, Miler dan
Heinsen, Jinshon dan Pinkton dalam Martin dan Polan (1980). Penelitian
ini merupakan penelitian lapangan, data dikumpulkan dengan skala
asertivitas dan pola asuh orangtua. Sampel yang digunakan adalah remaja
usia 15-18 tahun sebanyak 100 responden yang ada di SMU 01 Medang
yang masih memiliki orang tua lengkap. Pengambilan sampel
menggunakan purposive sampling dan uji analisis menggunakan
Perbedaan penelitian ini adalah jenis penelitan lapangan, data
dikumpulkan skala asertivitas, sampel 100 responden, jumlah sampel 100,
uji analisis dengan uji ANOVA, sedangkan persamaannya yaitu
sama-sama meneliti pola asuh dan perilaku asertif.
3. Karima dan Anindyajati (2012)
Judul: Peran harga diri terhadap asertivitas remaja penyalahguna narkoba
(penelitian pada remaja penyalahguna narkoba di tempat-tempat
rehabilitasi penyalahguna narkoba). Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui kesignifikansian hubungan serta peran antara harga diri
terhadap asertivitas pada remaja penyalahguna narkoba. Penelitian ini
adalah penelitian kuantitatif, dengan menggunakan teknik statistik regresi
yaitu melihat kesignifikansian hubungan serta peran antara harga diri
yang dianggap sebagai variabel prediktor terhadap asertivitas yang
dianggap sebagai variabel kriteria. Sampel penelitian ini adalah para
residen di beberapa tempat rehabilitasi penyalahguna narkoba, yang
termasuk dalam kategori remaja akhir atau berusia 19-22 tahun, diambil
dengan teknik purpossive sampling. Pengumpulan data dilakukan melalui
alat ukur berupa angket yang dimodifikasi dari teori Palmer & Froehner
untuk skala asertivitas dan Frey & Carlock untuk skala harga diri.
Perbedaan penelitian ini yaitu variabel bebas harga diri,variabel terikat
asertivitas, teknik sampling purposive sampling, jenis sampel, sedangkan
persamaan dalam penelitian ini yaitu sama-sama meneliti perilaku asertif,