• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Nila (Oreochromis niloticus) 2.1.1. Klasifikasi Ikan Nila - PENGGUNAAN BAWANG PUTIH (ALLIUM SATIVUM) PADA PAKAN UNTUK MENINGKATKAN RESPONS IMUN NON SPESIFIK IKAN NILA (OREOCHROMIS NILOTICUS) - repository perpustakaan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Nila (Oreochromis niloticus) 2.1.1. Klasifikasi Ikan Nila - PENGGUNAAN BAWANG PUTIH (ALLIUM SATIVUM) PADA PAKAN UNTUK MENINGKATKAN RESPONS IMUN NON SPESIFIK IKAN NILA (OREOCHROMIS NILOTICUS) - repository perpustakaan"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Ikan Nila (Oreochromis niloticus) 2.1.1. Klasifikasi Ikan Nila

Khairuman & Khairul (2013) menyatakan bahwa awalnya ikan nila dimasukkan ke dalam jenis Tilapia nilotica, tetapi dalam perkembanganya para pakar perikanan telah memutuskan untuk merubah nama tersebut menjadi

Oreochromis niloticus atau Oreochromis sp. Nama niloticus menunjukkan tempat

nila berasal, yakni sungai Nil di Benua Afrika.

Klasifikasi ikan nila menurut Khairuman & Khairul (2013) adalah sebagai berikut:

Filum :Chordata Subfilum :Vertebrata Kelas :Pisces

Subkelas :Acanthopterigii Famili :Cichlidae Genus :Oreochromis Spesies :Oreochromis sp. 2.1.2. Morfologi Ikan Nila

(2)

buah. Pada sirip punggung terdapat juga garis-garis miring, mata kelihatan menonjol, dan relatif besar dengan bagian tepi mata berwarna putih. Badan relatif lebih tebal dan kekar dibandingkan ikan mujair. Garis lateralis (Gurat sisi di tengah tubuh) terputus dan dilanjutkan dengan garis yang terletak lebih bawah.

Ikan nila memiliki lima buah sirip, yaitu sirip punggung (dorsal fin), sirip dada (pectoral fin), sirip perut (venteral fin), sirip anus (anal fin), dan sirip ekor

(caudal fin). Sirip punggung, sirip perut, dan sirip dubur mempunyai jari-jari

lemah tetapi keras dan tajam seperti duri. Sirip punggung memanjang dari bagian atas tutup insang hingga bagian atas sirip ekor, dan berwarna hitam. Sirip dada ada sepasang dan tampak hitam. Sirip perut berukuran kecil, sirip anus dan sirip ekor ada satu buah, sirip anus berbentuk agak panjang, sedangkan sirip ekor berbentuk bulat. Bagian pinggir sirip punggung berwarna abu-abu atau hitam (Suryani, 2006).

(3)

Gambar 2.1. Morfologi Ikan Nila (O. niloticus)

Menurut Khairuman & Khairul (2013), jika dibedakan berdasarkan jenis kelaminnya, ikan nila jantan memiliki ukuran sisik yang lebih besar daripada ikan nila betina. Alat kelamin ikan nila jantan berupa tonjolan agak runcing yang berfungsi sebagai muara urin dan saluran sperma yang terletak di depan anus. Jika diurut, perut ikan nila jantan akan mengeluarkan cairan bening. Sementara itu, ikan nila betina mempunyai lubang genital terpisah dengan lubang saluran urin yang terletak di depan anus. Perbedaan kelamin antara ikan nila jantan dan betina dapat dilihat pada Gambar 2.2.

(4)

2.1.3. Biologi Ikan Nila

Ikan nila (O. niloticus) merupakan ikan sungai atau danau yang sangat cocok dipelihara di perairan tenang, kolam maupun reservoir. Ikan nila sangat toleran terhadap kadar garam (salinitas) tinggi. Selain dijumpai pada perairan air tawar ikan nila juga sering ditemukan hidup dan berkembang pesat pada perairan payau, misalnya tambak (Susanto, 2009). Salinitas yang cocok untuk nila adalah 0 - 35 ppt (part per thousand), namun salinitas yang memungkinkan nila tumbuh optimal adalah 0 - 30 ppt. Pada salinitas 31 - 35 ppt, nila masih hidup tapi pertumbuhanya lambat (Kordi, 2010). Menurut Saparinto (2011) ikan nila dapat hidup di air tawar hingga air payau, mulai ketinggian 0 - 1.000 m dpl. Melalui aklimatisasi yang baik, nila dapat hidup pada salinitas hingga 30 ppm. Suhu yang baik untuk pertumbuhan adalah 25 - 300C, pH 7 - 8, dan kandungan oksigen 3 - 5 ppm.

Ikan nila sangat toleran terhadap perubahan suhu air dan tahan kisaran pH 7 - 8. Ikan nila air tawar dapat dipindahkan ke air asin dengan proses adaptasi yang bertahap. Kadar garam air dinaikkan sedikit demi sedikit. Pemindahan ikan nila secara mendadak ke air yang kadar garamnya sangat berbeda dapat mengakibatkan stress dan kematian ikan (Suryani, 2006). Menurut Kordi (2010) bahwa keasaman air yang cocok untuk nila adalah 6 - 8,5, namun pertumbuhan optimal terjadi pada pH 7 - 8. pH yang masih ditoleransi nila adalah 5 - 11. Nila dapat hidup pada perairan dengan kandungan oksigen minim, kurang dari 3 ppm

(part per million). Ikan nila membutuhkan kandungan oksigen minimal 3 ppm

(5)

Nila tergolong ikan pemakan segala (omnivora) sehingga bisa mengkonsumsi makanan berupa hewan atau tumbuhan, maka dari itu ikan nila sangat mudah dibudidayakan. Ketika masih benih, makanan yang disukai ikan nila adalah Zooplankton (plankton hewani), seperti Rotifera sp., Moina sp., atau

Daphnia sp. Selain itu, ikan nila juga memangsa alga atau lumut yang menempel

pada benda-benda di habitat hidupnya. Jika telah mencapai ukuran dewasa, ikan nila bisa diberi berbagai makanan tambahan, misalnya pellet (Khairuman & Khairul, 2013). Menurut Kordi (2010), untuk pemeliharaan nila harus diberi pakan buatan (pellet) yang mengandung protein antara 20 - 25%. Menurut penelitian, ikan nila yang diberi pellet dengan kandungan protein 25% dapat tumbuh optimal, sedangkan untuk memacu pertumbuhan, ikan nila harus diberi pakan yang mengandung protein 25-35%.

2.2. Imunostimulan

(6)

Respon imun seluler ikan bersifat non spesifik yang dilakukan oleh “Cell

mediated imunity” (Anderson, 1974). Seperti halnya dengan vaksin,

imunostimulan dapat diberikan melalui injeksi, bersama dengan pakan (per oral) dan perendaman (Anderson, 1992).

Penggunaan immunostimulan sebagai suplemen dalam pakan dapat meningkatkan pertahanan ikan terhadap resistensi patogen pada saat stres, seperti pada saat grading, reproduksi, pemindahan, dan vaksinasi. Pemberian immunostimulan pada larva ikan bertujuan untuk memperbaiki kelangsungan hidup larva. Pemberian immunostimulan tersebut meningkatkan sistem imun non spesifik pada perkembangan larva sampai respon imun spesifik mampu memberikan perlindungan terhadap patogen (Brisknell & Dalmo, 2005). Imunostimulan mendukung fungsi sel fagosit dan meningkatkan aktifitas bakterial dari sel. Beberapa imunostimulan juga menstimulasi cell killer alami, komplemen, lisosim, dan respon antibodi ikan (Ayuningtyas, 2012).

(7)

2.3. Sistem Imun Ikan

Sistem imun adalah semua mekanisme yang digunakan badan untuk melindungi dan mempertahankan keutuhan tubuh dari bahaya yang menyerang tubuh (Tjandrawinata et al., 2005). Dalam pandangan modern, sistem imun memiliki 3 fungsi utama, yaitu untuk pertahanan, homeostasis, dan pengawasan (Subowo, 2009). Sistem pertahanan tubuh ikan atau respon imun ikan terdiri atas dua macam, yaitu sistem pertahanan non spesifik dan spesifik (Davies, 1997

dalam Mulia, 2012).

2.3.1. Sistem Pertahanan Nonspesifik

(8)

perbedaan-perbedaan kecil yang ada diantara substansi-substansi asing itu. Respons imun nonspesifik umumnya merupakan imunitas bawaan (innate immunity) yang memberikan pertahanan terdepan dalam menghadapi serangan berbagai organisme, oleh karena itu dapat memberikan respons langsung terhadap antigen walaupun tubuh sebelumnya tidak pernah terpapar pada zat tersebut (Sawitri, 2003).

Selain fagositosis, manifestasi respon imun nonspesifik yang lain adalah reaksi inflamasi. Sel-sel sistem imun tersebar di seluruh tubuh, tetapi bila terjadi infeksi di satu tempat perlu upaya untuk memusatkan sel-sel sistem imun itu dan produk-produk yang dihasilkannya ke lokasi infeksi. Mekanisme fisiologik imunitas nonspesifik berupa komponen normal tubuh yang selalu ditemukan pada individu sehat dan siap mencegah mikroba masuk tubuh dan dengan cepat menyingkirkan mikroba tersebut. Sistem pertahanan nonspesifik tidak ditujukan terhadap mikroba tertentu. Mekanismenya tidak menunjukkan spesifitas terhadap bahan asing dan mampu melindungi tubuh terhadap banyak patogen potensial. Sistem tersebut merupakan pertahanan terdepan dalam menghadapi serangan berbagai mikrobia dan dapat memberikan respon secara langsung (Baratawidjaya, 2004 dalam Ayuningtyas, 2012).

(9)

pertumbuhan mikrobia (Mulia, 2012). Sistem pertahanan nonspesifik menggunakan mekanisme efektor seluler berupa aktivitas fagositosis yang melibatkan sel-sel organ dan sel-sel motil. Sel-sel organ meliputi sel jaringan penghubung (fibroblast), jaringan lymphoid dari saluran pencernaan, sel reticuloendothelial, sel dinding kapiler, dan jaringan monosit. Sel motil terdiri dari makrofag, leukosit nongranular (monosit dan limfosit), dan leukosit granular (neutrofil, eosinofil, dan basofil) (Schaperclaus, 1982 dalam Mulia, 2012).

2.3.2. Sistem Pertahanan Spesifik

(10)

dikendalikan oleh sel limfosit B. Respon imun terhadap suatu antigen tergantung oleh dosis dan cara pemasukannya ke dalam tubuh (Mulia, 2012). Pada umumnya, cara pemasukan antigen ke dalam tubuh dapat langsung melalui kulit, organ pernafasan, saluran pencernaan atau disuntikkan, dan masing-masing cara tersebut dapat menimbulkan respon imun yang berbeda intensitasnya (Subowo, 1993

dalam Mulia, 2012).

Limfosit T atau sel T berperan pada sistem imun seluler. Sel tersebut berasal dari sel yang sama seperti sel B (Baratawidjaja, 2004). Adapun pemeran utama dalam sistem imun humoral adalah limfosit B atau sel B dan produknya yaitu berupa antibodi. Sel B berasal dari sel asal multipoten di sumsum tulang. Bila sel B dirangsang oleh benda asing, sel tersebut akan berpoliferasi, berdiferensiasi dan berkembang menjadi sel plasma yang membentuk antibodi. Antibodi yang dilepas dan ditemukan di dalam serum. Fungsi utama antibodi ini adalah sebagai pertahanan terhadap infeksi ekstraselular, virus dan bakteri serta menetralisir toksinnya (Baratawidjaja, 2004 dalam Ayuningtyas, 2012).

2.4. Bawang Putih (Allium sativum) 2.4.1. Klasifikasi Bawang Putih

Klasifikasi bawang putih menurut Cronquist (1981) adalah sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

(11)

Familia : Liliaceae Genus : Allium

Spesies : Allium sativum

Menurut Satya (2013), di Indonesia penamaan bawang putih berbeda-beda di setiap daerah tergantung bahasa yang dipakai di wilayah tersebut. Di Indonesia, karena bahasa daerah yang ada cukup banyak, sebutan untuk bawang putih juga banyak seperti, bawang bodas (Sunda), bhabang pote (Madura), dasun putih (Minang), bawang pulak (Tarakan), lasuna moputih (Minahasa), pia moputi (Gorontalo), lasuna kebo (Makassar), bawa de are (Halmahera), bawa bodudo (Ternate), bawa fiufer (Papua), lasuna (Karo), dan kesuna (Bali).

2.4.2. Deskripsi Bawang Putih

(12)

menyebar ke seluruh Asia, Eropa, dan akhirnya ke seluruh penjuru dunia (Satya, 2013). Di Indonesia, bawang putih dibawa oleh pedagang Cina dan Arab, kemudian dibudidayakan di daerah pesisir atau daerah pantai. Seiring dengan berjalannya waktu, kemudian masuk ke daerah pedalaman dan akhirnya bawang putih akrab dengan kehidupan masyarakat Indonesia. Peranannya sebagai bumbu penyedap masakan sampai sekarang tidak tergoyahkan oleh penyedap masakan modern yang banyak ditemui di pasaran yang dikemas sedemikian menariknya. (Purwaningsih, 2005).

2.4.3. Morfologi Bawang Putih

(13)

menyerupai payung, berwarna putih. Baunya muncul di setiap anak umbi, mempunyai 1-3 daun pelindung, seperti selaput (Junaedi et al., 2013). Bentuk umbi bawang putih dapat dilihat pada Gambar 2.3.

Gambar 2.3. Bawang Putih (A. sativum)

2.4.4. Kandungan Kimia Bawang Putih

Bawang putih merupakan tanaman medis yang terkenal karena mengandung vitamin dengan kadar yang tinggi, asam amino, dan beberapa kandungan organosulfurnya. Herliana (2013) menyatakan bahwa bawang putih

(A. sativum) mengandung senyawa sulfida yang terdiri dari allicin, allisatin,

allinase, allypropyl disulphide, dan diallyl trisulphide. Bawang putih juga

mengandung kadar air, kalsium, besi, protein, karbohidrat, asam askorbat, dan serat (crude fibre).

(14)

merugikan dan memberikan peluang pertumbuhan mikroorganisme yang menguntungkan di dalam saluran pencernaan secara optimum sehingga pemanfaatan makanan untuk pertumbuhan dapat maksimum (Bidura, 1991 dalam Sunanti 2007).

Allicin adalah salah satu zat aktif yang diduga dapat membunuh

kuman-kuman penyakit (bersifat antibakteri). Allicin menimbulkan bau menyengat pada bawang putih, selain itu allicin juga merupakan zat aktif yang mempunyai daya antibiotika yang cukup ampuh. Allicin berperan ganda membunuh bakteri, yaitu bakteri Gram positif maupun Gram negatif karena mempunyai gugus amino para amino benzoat (Palungkun & Budiarti, 2001). Allicin pertama kali ditemukan oleh C.V. Cacalito pada tahun 1944, zat ini berupa minyak tidak berwarna yang secara kimia tidak stabil dengan dayaguna antibiotik. Menurut Cavalito dalam Watanabe (2001), satu miligram allicin mempunyai suatu daya kemampuan sebanding dengan 15 unit standar penisilin. Allicin juga dapat bergabung dengan protein dan mengubah strukturnya agar protein tersebut mudah dicerna. Kemampuan allicin untuk bergabung dengan protein akan mendukung daya antibiotiknya, karena

allicin menyerang protein mikroba dan akhirnya membunuh mikroba tersebut.

(15)

Bawang putih juga mengandung minyak atsiri yang bersifat anti bakteri dan antiseptik (Susilowati, 2013), serta mengandung senyawa sulfur yaitu allin,

allicin, disulfide, trisulfida, serta enzim seperti alinase, perinase, asam amino

seperti arginin dan mineral seperti selenium (Kemper, 2000 dalam Lengka et al., 2013). Kandungan gizi pada bawang putih per 100 gram disajikan pada Tabel 2.1. Tabel 2.1. Kandungan Gizi Bawang Putih per 100 gram

NO KANDUNGAN GIZI BAWANG PUTIH

1 Kalori 122 kal

Sumber: Direktorat Gizi, Departemen Kesehatan RI (1979).

Kemampuan bawang putih dalam meningkatkan daya tahan tubuh dan menyembuhkan berbagai jenis penyakit pada manusia dan hewan vertebrata telah banyak diteliti, diduga karena mengandung berbagai macam zat yang mempunyai daya antibakteria dan antiseptic, di antaranya adalah zat allicin dan scordinin (Wibowo, 1989). Allicin dapat menghambat kerja enzim bakteri yaitu dalam pembentukan enzim toksin seperti protease dan elastase yang diduga menyebabkan kerusakan pada permukaan tubuh yang terinfeksi Aeromonas

(16)

mampu mencegah infeksi bakteri dengan target utama menghambat sintesis protein, sintesis DNA, dan sintesis RNA.

2.5. Kualitas Air

Air berfungsi sebagai media internal dan eksternal bagi ikan. Sebagai media internal, air berfungsi sebagai bahan baku untuk metabolisme tubuh, pengangkut bahan makanan ke seluruh tubuh, pengangkut sisa metabolisme untuk dikeluarkan dari dalam tubuh. Sementara sebagai media eksternal, air berfungsi sebagai habitat. Oleh karena itu, peran air sangat esensial dalam kehidupan ikan. Kualitas dan kuantitas air harus dijaga agar sesuai kebutuhan ikan peliharaan (Kordi, 2010)

(17)

karena energinya terkuras untuk bertahan dari kondisi yang ekstrim itu. Beberapa parameter kualitas air yang perlu diperhatikan adalah oksigen, pH, suhu, ammonia, nitrit dan kecerahan (Kordi, 2010).

Khairuman & Khairul (2013) secara umum menyatakan kualitas air yang baik untuk pemeliharaan dan pertumbuhan ikan nila adalah:

1. Kandungan oksigen dan Karbondioksida

Ikan Nila termasuk jenis ikan yang tahan dalam kondisi kekurangan oksigen. jika terjadi kekurangan oksigen, akan nila akan mengambil langsung oksigen dari udara bebas. Bahkan,ikan nila bisa bertahan hidup beberapa lama di darat tanpa air. Kandungan oksigen yang baik untuk ikan nila minimal 4mg/liter air dan kandungan karbondioksidanya kurang dari 5mg/liter air

2. Derajat Keasaman (pH)

Derajat keasaman atau lebih popular disebut pH (Puisanche of the H) merupakan ukuran konsentrasi ion hidrogen yang menunjukan suasana asam atau basa suatu perairan. Derajat keasaman (pH) yang baik untuk budidaya ikan Nila sekitar 5-9.

3. Senyawa beracun

(18)

karbondioksidanya meningkat. Batas konsentrasi kandungan ammoniak yang bisa mematikan ikan nila adalah 0,1-0,3 mg/liter air

4. Kekeruhan

Gambar

Gambar 2.2. Kelamin Ikan Nila jantan dan Ikan Nila betina
Tabel 2.1. Kandungan Gizi Bawang Putih per 100 gram

Referensi

Dokumen terkait

Dan terdapat pengaruh yang positif dan signifikan dari model pembelajaran problem solving untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis terhadap hasil belajar siswa pada

Kriterianya adalah infeksi malaria simptomatik yang baru saja dialami dengan tidak ditemukan parasit dalam darah, kesadaran pulih sempurna pada kasus malaria

Beberapa pengertian tentang warga negara juga diatur oleh Undang-Undang Dasar 1945, Pasal 26 menyatakan "warga negara adalah bangsa Indonesia asli dan bangsa lain yang

Menurut Balitbang Kemendikbud (2013) dalam Mulyasa (2014:81- 2), pengembangan Kurikulum 2013 yang berbasis karakter dan kompetensi perlu memerhatikan dan

Satu hal yang menjadikan Gudeg Bu Tjitro berbeda yakni saos sambal yang digunakan adalah saos kering atau arek bening yang tidak digoreng... Dengan lokasi strategis untuk

pandangan tokoh gereja abad permulaan. Kita harus lebih mempercayai kesaksian para tokoh gereja abad permulaan karena mereka hidup berdekatan dengan waktu Kristus dan Para

Dalam penelitian ini komunikasi transendental yang terjadi di setiap adegan film stigmata, menggambarkan bagaimana sebuah proses komunikasi yang terjadi antara

Adalah setiap orang (perseorangan, kelompok orang, masyarakat, badan usaha berbadan hukum, dan/atau badan usaha bukan berbadan hukum), instansi Pemerintah, atau instansi