BAB II KAJIAN TEORI
A. Kemampuan komunikasi matematis
Kata “komunikasi” berasal dari bahasa latin yaitu Communicare yang
berarti memberitahukan atau menginformasikan. Menurut Sanjaya (2012; 79)
komunikasi dapat diartikan sebagai suatu proses penyampaian pesan dari
sumber ke penerima pesan dengan maksud untuk mempengaruhi penerima
pesan. Menurut Soekamto dkk (1993 : 77) Komunikasi adalah suatu proses,
bukan hal yang statis, implikasi dari hal ini adalah bahwa komunikasi
memerlukan tempat, dinamis, menghasilkn perubahan dalam usaha mencapai
hasil, melibatkan interaksi bersama, serta melibatkn suatu kelompok. Disini
jelaskan bahwa komunikasi sebagi proses perpindahan informasi yang
berawal dengan pikiran dan diakhiri dengan pikiran. Seperti halnya
komunikasi pada saat pembelajaran, merupakan proses informasi ilmu dari
guru kepada siswa. Dengan demikian kriteria keberhasilnya adalah
keberhasilan penerima pesan menangkap dan memaknai pesan yang
disampaikan sesuai dengan maksud sumber pesan.
Menurut The Intended Learning Outcomes (Armiati, 2009),
komunikasi matematis adalah suatu keterampilan penting dalam matematika
yaitu kemampuan untuk mengekspresikan ide-ide matematika secara koheren
kepada teman, guru dan lainnya melalui bahasa lisan dan tulisan. Hal ini
bagian yang sangat penting dalam matematika dan pendidikan matematika
kerena melalui komunikasi ide dapat dicerminkan dan dikembangkan serta
dapat memperjelas pemahaman.
Menurut Mulyana (2008) menyatakan bahwa komunikasi adalah
proses berbagi makna melalui perilaku verbal dan nonverbal . Segala perilaku
dapat disebut komunikasi jika melibatkan dua orang atau lebih.
Kementrian Pendidikan Ontario (CBS, 2010: 2) mengkategorikan
komunikasi matematis menjadi 3, yaitu: a) Mengekspresikan dan
mengorganisasikan ide dan pemikiran matematis, menggunakan bentuk lisan,
visual, dan tertulis; b) Mengomunikasikan kepada orang lain dan tujuan; c)
Menggunakan perjanjian, kosa kata, dan peristilahan matematis dalam bentuk
lisan, visual, dan tulisan. Sedangkan menurut Dimyati dan Mudjiono (2010)
menyatakan, mengkomunikasikan dapat diartikan sebagai menyampaikan dan
memperoleh fakta, konsep, dan prinsip ilmu pengetahuan dalam bentuk suara,
visual, atau suara visual. Selanjutnya menurut Shadiq (2010) komunikasi.
Siswa mampu menyatakan dan menafsirkan gagasan matematika secara lisan,
tertulis, atau mendemonstrasikan. Hal ini didasarkan bahwa semua orang
mempunyai kebutuhan untuk mengemukakan ide, perasaan dan kebutuhan
orang lain pada diri kita. Komunikasi merupakan bagian yang sangat penting
dalam matematika dan pendidikan matematika karena melalui komunikasi ide
Pendapat tentang pentingnya komunikasi dalam pembelajaran
matematika juga diusulkan NCTM (2000: 63) yang menyatakan bahwa
program pembelajaran matematika sekolah harus memberi kesempatan
kepada siswa untuk : (1) menyusun dan mengaitkan mathematical thinking
mereka melalui komunikasi, (2) mengkomunikasikan mathematical thinking
mereka secara logis dan jelas kepada teman-temannya, guru, dan orang lain,
(3) menganalisis dan menilai mathematical thinking dan strategi yang dipakai
orang lain, (4) menggunakan bahasa matematika untuk mengekspresikan
ide-ide matematika secara benar.
Menurut NCTM (2000: 194) kemampuan komunikasi seharusnya
meliputi berbagai pemikiran, menanyakan pertanyaan, menjelaskan
pertanyaan, dan membenarkan ide-ide. Komunikasi harus terintegrasi dengan
baik pada lingkungan kelas. Siswa harus didorong untuk menyatakan dan
menuliskan dengan, pertanyaan dan solusi.
Menurut NCTM (2000) indikator komunikasi matematis dapat dilihat
dari: (1) kemampuan mengekspresikan ide-ide matematis melalui lisan,
tulisan, dan mendemonstrasikannya serta menggambarkannya secara visual,
(2) kemampuan memahami, menginterpretasikan, dan mengevaluasi ide-ide
matematis baik secara lisan, tulisan, maupun dalam bentuk visual lainnya, (3)
kemampuan dalam menggunakan istilah-istilah, notasi-notasi matematika dan
struktur-strukturnya untuk menyajikan ide-ide, menggambarkan
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa kemampuan komunikasi
matematika tertulis merupakan kemampuan dalam mengkomunikasikan
secara tertulis gagasan atau ide-ide matematika dengan simbol, tabel,
diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah. Penelitian
ini berfokus pada kemampuan komunikasi matematis tertulis siswa, sebagai
akibat diperkenalkan dengan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair
Share (TPS). Adapun indikator kemampuan komunikasi matematis tertulis
siswa adalah (1) Kemampuan mengekspresikan ide-ide matematika serta
menggambarkannya secara visual, (2) Kemampuan memahami,
menginterpretasikan, dan mengevaluasi ide-ide matematika baik secara lisan
maupun dalam bentuk visual lainnya, (3) Kemampuan dalam menggunakan
istilah – istilah, notasi - notasi dan model-model situasi matematika dan
kemampuan dalam menggunakan simbol matematika dan struktur strukturnya
untuk menyajikan ide.
B. Pembelajaran Kooperatif
1. Pengertian pembelajaran kooperatif
Menurut Abdulmajid (2013) pembelajaran kooperatif adalah model
pembelajaran yang mengutamakan kerja sama untuk mencapai tujuan
pembelajaran. Pembelajaran kooperatif (cooperative learning)
merupakan bentuk pembelajaran dengan cara siswa belajar dan bekerja
dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif, yang anggotanya
terdiri dari 4 sampai dengan 6 orang, dengan struktur kelompok yang
mengemukakan “In cooperative lerning methdos, students work together
in four member teams to master material initially presented by the
teacher”. Disini jelaskan bahwa pembelajaran kooperatif adalah
pembelajaran yang memberikan kesempatan siswa untuk bekerja sama
dengan membentuk kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari beberapa
anggota, yang terdiri dari 4 sampai 6 orang.
Menurut Salvin (2005) pembelajaran kooperatif merujuk pada
berbagi macam metode pengajaran dimana para siswa bekerja dalam
kelompok-kelompok kecil untuk saling membantu sama lainnya dalam
mempelajari materi pelajaran. Sedangkan menurut Suprijono (2013)
pembelajaran kooperatif adalah konsep yang lebih luas meliputi semua
jenis kerja kelompok termasuk bentuk-bentuk yang lebih dipimpin oleh
guru atau diarahkan oleh guru. Selanjutnya menurut Johnson dan
Johnson (Isjoni dan Ismail 2008: 152) dalam Thobroni CL adalah
kegiatan belajar mengajar secara kelompok-kelompok kecil. Siswa
belajar dan bekerja sama untuk sampai kepada pengalaman belajar yang
berkelompok, sama dengan pengalaman individu maupun kelompok.
Berdasarkan definisi-definisi diatas dapat disimpulkan bahwa
pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang membentuk
kelompok-kelompok kecil yang anggotanya terdiri dari 4 sampai dengan
6 orang dan lebih diarahkan oleh guru, dimana guru menetapkan tugas
menyediakan bahan-bahan dan informasi yang dirancang untuk
membantu peserta didik menyelesikan maslah yang dimaksudkan.
2. Langkah-langkah pembelajaran kooperatif
Menurut Abdulmajid (2013), langkah-langkah dalam pembelajaran
kooperatif adalah :
Tabel 2.1 Langkah-langkah pembelajaran kooperatif
Fase Indikator Kegiatan Guru
1 Menyampaikan tujuan dan motivasi siswa
Guru menyampaikan semua tujuan
pembelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut, dan memotivasi siswa belajar
2 Menyajikan informasi Guru menyampaikan informasi kepada siswa dengan jalan mendemonstrasikan, atau melalui bahan bacaan
3 Mengorganisasikan
siswa kedalam
kelompok-kelompok belajar
Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien
4 Membimbing kelompok
bekerja dan belajar
Guru membimbing kelompok-kelompok
belajar pada saat mereka mengerjakan tugas
5 Evaluasi Guru mengevaluasi hasil belajar tentang
materi yang telah dipelajari, atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya
6 Memberikan
penghargaan
Guru mencari cara-cara untuk menghargai upaya atau hasil belajar individu maupun kelompok
3. Kelebihan pembelajaran kooperatif
Kelebihan pembelajaran kooperatif menurut (Johnson dan
Johnson dalam Nurhadi, dkk, 2004: 63-64) dalam Thobroni.
a) Memudahkan siswa melakukan penyesuaian sosial.
c) Memungkinkan para siswa saling belajar mengenai sikap,
ketrampilan, informasi, perilaku sosial, dan pandangan.
d) Memungkinkan terbentuk dan berkembangnya nilai-nilai sosial dan
komitmen.
e) Meningkatkan ketrampilan metakognitif.
f) Menghilangkan sifat mementingkan diri sendiri atau egois dan
egosentris.
g) Meningkatkan kepekaan dan kesetiakawanan sosial.
h) Menghilangkan siswa dari penderitaan akibat kesendirian atau
keterasingan.
i) Menjadi acuan bagi perkembangan kepribadian yang sehat dan
terintegrasi.
j) Membangun persahabatan yang dapat berlanjut hingga masa
dewasa.
k) Mencegah timbulnya gangguan kejiwaan.
l) Mencegah terjadinya kenakalan di masa remaja.
m) Menimbulkan perilaku rasional di masa remaja.
n) Berbagai ketrampilan sosial yang diperlukan untuk memelihara
hubungan saling membutuhkan dapat diajarkan dan dipratikkan.
4. Kelemahan pembelajaran kooperatif
Kelemahan pembelajaran kooperatif menurut (Johnson dan
Johnson dalam Nurhadi, dkk, 2004: 63-64) dalam Thobroni.
A. Faktor dari dalam (internal)
1) Guru harus mempersiapkan pembelajaran secara matang, di
samping itu proses pembelajran kooperatif memerlukan lebih
bayak tenaga, pemikiran dan waktu.
2) Membutuhkan dukungan fasilitas, alat, dan biaya yang cukup
memadai.
3) Selama kegiatan diskusi kelompok berlangsung, ada kecendrungan
topik permasalahan yang dibahas meluas. Dengan demikian,
banyak yang tidak sesuai dengan waktu yang ditentukan.
4) Saat diskusi kelas, terkadang didominasi oleh seseorang. Hal ini
mengakibatkan siswa yang lain menjadi pasif.
B. Faktor dari luar (eksternal)
Faktor ini erat kaitannya dengan kebijakan pemerintah, yaitu
pada kurikulum pembelajaran bahasa prancis. Selain itu, pelaksanaan
tes yang terpusat, seperti UN atau UASBN sehingga kegitan belajar
mengajar dikelas cenderung dipersiapkan untuk keberhasilan
C. Strategi Think Pair Share
Strategi Think Pair Share (TPS) atau berpikir berpasangan berbagi
adalah merupakan jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk
mempengaruhi pola interaksi siswa. Strategi TPS berkembang dari penelitian
belajar kooperatif dan waktu tunggu. Pertama kali dikembangkan oleh Frank
Lyman di Universitas Maryland sesuai yang dikutip Arends (1997),
menyatakan bahwa TPS merupakan suatu cara yang efektif untuk membuat
variasi suasan pola diskusi kelas. Dengan asumsi bahwa semua diskusi
membutuhkan pengaturan untuk mengendalikan kelas secar keseluruhan, dan
prosedur yang digunakan dalam TPS dapat memberi siswa lebih banyak
waktu berpikir, untuk merespon dan saling membantu. (Trianto, 2014). Oleh
karena itu, siswa dapat mengembangkan ketrampilan berfikirnya untuk
mengomunikasikan gagasan atau ide–ide melalui model matematika dan
bekerja sama saling membantu dalam kelompok kecil.
Langkah–langkah strategi think pair share (TPS) menurut Trianto (2014),
sebagai berikut :
1. Langkah 1 : berpikir (thinking).
Guru mengajukan suatu pertanyaan atau masalah yang dikaitkan
dengan pelajaran, dan meminta siswa menggunakan waktu beberapa
menit untuk berpikir sendiri jawaban atau masalah. Proses think dimulai
pada saat guru melakukan demonstrasi untuk menggali konsepsi awal
siswa. Pada tahap ini, siswa diberi batasan waktu ( think time) oleh guru
yang diberikan. Dalam penentuannya, guru harus mempertimbangkan
pengetahuan dasar siswa dalam menjawab pertanyaan yang diberikan.
Siswa berusaha dengan kemampuan berfikirnya untuk mengungkapkan
ide-ide yang dimilikinya, sehingga dapat mengekspresikan,
menginterprestasikan ide-ide matematis baik secara lisan maupun tulisan.
Contoh : Guru membimbing siswa dengan memberikan
pertanyaan-pertanyaan berupa latihan soal pada LKS yang terkait dengan
SPLDV untuk diselesaikan secara individu (mandiri).
2. Langkah 2 : Berpasangan (pairing)
Guru meminta siswa untuk berpasangan dan mendiskusikan apa
yang telah mereka peroleh, dan interkasi selama waktu yang disediakan
dapat menyatukan jawaban jika suatu pernyataan yang di ajukan, atau
menyatukan gagasan apabila suatu masalah khusus yang didefinisikan.
Secara normal guru memberi waktu tidak lebih dari 4 atau 5 menit untuk
berpasangan. Pada tahap ini, guru mengelompokan siswa secara
berpasangan. Kemudian, siswa mulai bekerja dengan pasangannya untuk
mendiskusikan mengenai jawaban atas permaslahan yang telah diberikan
oleh guru. Setiap siswa memliki kesempatan untuk mendiskusikan
berbagai kemungkinan jawaban secara bersama. Melalui diskusi ini siswa
dapat mengembangkan cara berfikirnya, dan saling bertukar pikiran
untuk memberikan gagasan satu sama lain lalu mengembangkannya
Contoh : Guru membimbing siswa untuk berpasangan dan
mendiskusikan jawaban LKS yang telah diberikan
sebelumnya.
3. Langkah 3 : Berbagi (sharing)
Guru meminta setiap pasangan untuk berbagi dengan keseluruhan
kelas yang telah mereka bicarakan. Hal ini efektif untuk berkeliling
ruangan dari pasangan ke pasangan dan melanjutkan sampai sekitar
sebagian pasangan mendapat kesempatan untuk melaporkan. Guru
meminta pasangan-pasangan tersebut untuk berbagi hasil pemikiran
mereka dengan pasangan lain atau dengan seluruh kelas. Langkah ini
merupakan penyempuraan dari langkah-langkah sebelumnya, dalam arti
bahwa langkah ini menolong agar semua kelompok menjadi lebih
memahami mengenai pemecahan masalah yang diberikan berdasarkan
penjelasan kelompok yang lain. Hal ini juga agar siswa benar-benar
mengerti ketika guru memberikan koreksi maupun penguatan di akhir
pemebelajaran.
Contoh : Guru meminta beberapa kelompok (pasangan) untuk
mempresentasikan hasil jawaban dari hasil diskusinya yang
telah mereka lakukan, dan meminta pasangan lain untuk
Kelebihan dan kekurangan strategi TPS menurut Lie (2004) adalah
sebagai berikut :
A. Kelebihan strategi TPS :
1) Optimalisasi partisipasi siswa
2) Cocok untuk tugas sederhana
3) Lebih banyak kesempatan untuk kontribusi masing-masing
anggota kelompok
4) Interaksi lebih mudah
5) Lebih mudah dan cepat membentuknya
B. Kekurangan strategi TPS :
1) Membutuhkan perhatian khusus dalam penggunaan ruangan kelas
2) Banyak kelompok yang melapor dan perlu dimonitori
3) Jika ada perselisihan tidak ada penengah
4) Berdasarkan uraian kelebihan dan kekurangan strategi TPS di
atas, maka dapat disimpulkan bahwa dalam meenggunakan
strategi pembelajaran tersebut tentunya memiliki kelebihan dan
kekurangannya. Sehingga guru harus dapat lebih selektif didalam
mengatasi kekurangan-kekurangan yang ada dengan
menggunakan strategi yang seorang guru miliki serta tidak lupa
selalu meningkatkan kelebihan yang sudah ada.
Berdasarkan uraian kelebihan dan kekurangan strategi TPS di atas,
maka dapat disimpulkan bahwa dalam meenggunakan strategi
Sehingga guru harus dapat lebih selektif didalam mengatasi
kekurangan-kekurangan yang ada dengan menggunakan strategi yang seorang guru
miliki serta tidak lupa selalu meningkatkan kelebihan yang sudah ada.
Tabel 2.2. langkah – langkah pembelajaran TPS
Fase Indikator Kegiatan Guru
1 Menyampaikan
tujuan dan motivasi siswa
Guru menyampaikan semua tujuan pembelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut, dan memotivasi siswa belajar
2 Menyajikan informasi
Guru menyampaikan informasi kepada siswa dengan jalan mendemonstrasikan, atau melalui bahan bacaan serta memberiakan umpan berupa pertanyaan kepada siswa dan membimbing siswa untuk berpikir secara mandiri (think)
3 Mengorganisasikan siswa kedalam kelompok-kelompok belajar
Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana
membentuk kelompok belajar dengan
berpasangan (pair) serta membimbing mereka untuk berdiskusi
4 Membimbing
kelompok bekerja dan belajar
Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas
5
Evaluasi Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari dan masing-masing kelompok mempresentasikan (share) hasil kerjanya
6 Memberikan
penghargaan
D. Materi Pembelajaran
Sesuai dengan silabus, pokok bahasan SPLDV diajarkan dikelas VIII C
semster 1. Pokok bahasan meliputi :
Tabel 2.3 SK, KD, dan Indikator Matematika Kelas VIII Semester I STANDAR
Untuk mengantisipasi hal tersebut maka akan dilakukan penerapan
pembelajaran yang diharapkan mampu untuk meningkatkan kemampuan
komunikasi matematis siswa, yaitu pembelajaran kooperatif tipe think Pair
share (TPS) dengan kerangka pikir sebagai berikut :
1) Tahap 1 yaitu orientasi pada masalah. Pada tahap ini guru menjelaskan
tujuan pembelajaran, memotivasi siswa untuk terlibat aktif dalam
pemecahan masalah.
2) Tahap 2 yaitu mengorganisaikan siswa untuk belajar. Guru membantu
siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang
dalam pengorganisasiannya agar berpikir secara individu (think) dengan
menggunakan semua kemampuan berpikirnya. Pada tahap ini siswa
dituntut mampu mengekspresikan ide-ide matematis melalui tulisan dan
mendemonstrasikannya serta menggambarkannya secara visual. Siswa
juga dituntut mampu memahami, menginetrprestasikan, dan
mengevaliasi ide-ide matematis secara tulisan maupun dalam bentuk
visual lainnya, serta siswa juga mampu menggunakan istilah-istilah,
notasi-notasi matematika dan struktur-strukturnya untuk menyajikan
ide-ide, menggambarkan hubungan-hubungan dengan model-model situasi.
3) Tahap 3 yaitu membimbing penyelidikan individu dan kelompok. Pada
tahap ini guru meminta siswa untuk berpasangan (pair) dan mendorong
siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan
eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah.
Oleh karena itu pada tahap ini dapat digunakan untuk meningkatkan
ketiga indikator komunikasi.
4) Tahap 4 yaitu mengembangkan dan menyajikan hasil karya. Pada tahap
ini guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan hasil
karya yang sesuai seperti laporan, model dam membantu mereka untuk
berbagai tugas dengan pasangannya. Guru meminta agar siswa berbagi
untuk menyajikan hasil diskusinya dalam keseluruhan kelas (share).
Dengan adanya ide yang saling bermunculan sehingga tahap ini dapat
5) Tahap 5 yaitu menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan
masalah. Pada tahap ini guru membantu siswa melakukan refleksi dan
evaluasi terhadap proses proses penyelidikan mereka.
6) Tahap 6 yaitu pada tahap ini guru mencari cara-cara untuk menghargai
baik upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok.
Dari uraian di atas dengan pembelajaran kooperatif tipe think pair share
(TPS), diharapkan dapat meningkatkan kemampuan komunikasi
matematis.
F. Hipotesis Tindakan
Berdasarkan kerangka pikir di atas, maka hipotesis dalam penelitian
ini adalah melalui pembelajaran kooperatif tipe think pair share (TPS)
kemampuan komunikasi matematis siswa kelas VIII C SMP Muhammadiyah