• Tidak ada hasil yang ditemukan

COPING STRES PADA DEWASA AWAL BERDASARKAN URUTAN KELAHIRAN DALAM KELUARGA SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "COPING STRES PADA DEWASA AWAL BERDASARKAN URUTAN KELAHIRAN DALAM KELUARGA SKRIPSI"

Copied!
0
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Oleh : Stephanie Rusli

NIM : 049114059

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(2)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Oleh : Stephanie Rusli

NIM : 049114059

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2009

(3)

COPING STRES PADA DEWASA AWAL BERDASARKAN

URUTAN KELAHIRAN DALAM KELUARGA

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Oleh : Stephanie Rusli

NIM : 049114059

Telah disetujui oleh :

(4)

COPING STRES PADA DEWASA AWAL BERDASARKAN

URUTAN KELAHIRAN DALAM KELUARGA

Dipersiapkan dan ditulis oleh :

Stephanie Rusli NIM : 049114059

Telah dipertahankan di depan Panitia Penguji pada hari Kamis, 04 Desember 2008 dan dinyatakan telah memenuhi syarat.

Susunan Panitia Penguji

Nama Lengkap Tanda Tangan

Penguji I : V. Didik Suryo Hartoko, S.Psi., M.Si. ……… Penguji II : Sylvia Carolina MYM., S.Psi., M.Si. ………

Penguji III : P. Henrietta PDADS., S.Psi. ………

Yogyakarta, Fakultas Psikologi

(5)

Janganlah mengkhawatirkan hari kemarin

maupun hari esok karena masing-masing

memiliki kesulitannya sendiri.

Yang terpenting adalah lakukanlah yang

terbaik untuk hari ini.

Hiduplah dalam jangka waktu terbatas.

(6)

Semua orang yang saya sayangi

(7)

Dengan ini, saya menyatakan sesungguhnya bahwa skrispi saya yang berjudul “Coping Stres pada Dewasa Awal Berdasarkan Urutan Kelahiran Dalam Keluarga” ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 01 Desember 2008 Penulis,

(8)

Stephanie Rusli (2008).CopingStres pada Dewasa Awal Berdasarkan Urutan Kelahiran Dalam Keluarga. Yogyakarta: Fakultas Psikologi, Program Studi Psikologi, Universitas Sanata Dharma.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaancoping

(baik problem-focused maupun emotion-focused) pada dewasa awal berdasarkan urutan kelahiran dalam keluarga. Hipotesis mayor yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada perbedaan coping stres antara anak sulung, anak tengah, dan anak bungsu dewasa awal. Sedangkan hipotesis minor dalam penelitian ini, yaitu (1) Ada perbedaan problem-focused coping antara anak sulung, tengah, dan bungsu dewasa awal dimana PFC Anak Sulung > Anak Tengah > Anak Bungsu; (2) ada perbedaan emotion-focused coping antara anak sulung, tengah, dan bungsu dewasa awal dimana EFC Anak Sulung < Anak Tengah < Anak Bungsu.

Subyek dalam penelitian ini berjumlah 192 orang yang terdiri dari 65 anak sulung, 65 anak tengah, dan 62 anak bungsu dimana 99 diantaranya laki-laki dan 93 perempuan dengan usia antara 22-28 tahun dan memiliki tiga saudara dalam keluarga.

Metode pengambilan data dilakukan melalui skala coping yang dibagikan kepada subyek. Hasil uji reliabilitas skala menghasilkan koefisien reliabilitas untukproblem-focused coping (PFC) sebesar .854, untukemotion-focused coping

(EFC) sebesar .807 dimana aspek seeking meaning menjadi terpisah dari EFC sehingga juga dianalisis terpisah dan didapatkan koefisien reliabilitasnya sebesar .783.

Data penelitian dianalisis menggunakan ANAKOVA untuk PFC dan EFC, sedangkan ANAVA satu-jalur untuk seeking meaning. Hasil uji hipotesis adalah sebagai berikut : (1) Tidak ada perbedaan problem-focused coping antara anak sulung, tengah, dan bungsu dewasa awal (F urutan kelahiran sebesar 2.767 dengan

p>0.05); (2) tidak ada perbedaan emotion-focused coping antara anak sulung, tengah, dan bungsu dewasa awal (F urutan kelahiran adalah 2.660 dengan

p>0.05); (3) tidak ada perbedaanseeking meaningantara anak sulung, tengah, dan bungsu dewasa awal (F urutan kelahiran adalah 1.510 denganp>0.05); (4) kontrol stres memiliki hubungan hanya dengan PFC dan EFC, dimana R terhadap PFC sebesar -.175,p<0.05 danRterhadap EFC sebesar .182,p<0.05.

Kata Kunci :coping, dewasa awal, urutan kelahiran, tiga saudara

(9)

Rusli, S (2008). Coping Stress Among Young Adults in Order of Birth. Yogyakarta : Departement of Psychology, Faculty of Psychology, Sanata Dharma University.

The purpose of this research was to identify whether there was a coping difference (both in problem focused and emotion focused) or not among young adults from a three-siblings family. Major hypothesis in this research is there was a coping stress difference between the older, middle and younger child in early adulthood. While the minor hypothesis were problem-focused coping (PFC) and emotion-focused coping (EFC) difference between the older, middle, and younger child in early adulthood.

192 persons were the subject in this research, consists of 65 older children, 65 middle children and 62 younger children. 99 of them are men and the rest of them are women. The subjects is between 22 until 28 years old in a family with three children.

The data collecting method was done by giving a coping scale to the subject. The result of reliability scale test for problem-focused coping are .854 and .807 for emotion-focused coping, where seeking meaning aspect was analyzed in a separate way and the result for reliability coefficient was .783.

Research data was analyzed using ANAKOVA for PFC and EFC, and one way ANAVA for seeking meaning. The following results were : (1) There was no significant differences on PFC between the older, middle and younger children (F on birth order was 2.767 with p>0.05); (2) There was no significant differences on EFC between the older, middle and younger children (F on birth order was 2.660 with p>0.05); (3) There was no significant differences on seeking meaning between the older, middle and younger children (F on birth order was 1.510 with

p>0.05); (4) stress control only have correlation with PFC and EFC, with R on PFC was -.175 (p<0.05) andRon EFC was .182 (p<0.05).

Keyword :coping, young adults, birth-order, three-siblings

(10)

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma

Nama : Stephanie Rusli

Nomor Mahasiswa : 049114059

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul : Coping Stres Pada Dewasa Awal Berdasarkan Urutan Kelahiran Dalam Keluarga, beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal : 21 Januari 2009

Yang menyatakan,

(11)

Puji dan syukur kepada Bapa MahaKasih karena berkat kasih-Nya yang begitu besar, penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Tanpa bimbingan-Nya, tentu skripsi ini tidak akan tersusun dengan baik.

Banyak hal berharga yang penulis dapatkan saat menyusun skripsi ini, berbagai perasaan juga pernah penulis rasakan baik perasaan gembira, takut, cemas, bosan dan terkadang frustasi terhadap kesulitan yang ada. Namun, semua kesulitan tersebut mampu penulis lalui sehingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Tentunya tidak lupa juga penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah memberikan waktu, tenaga, pikiran, informasi, dan dukungan yang tiada henti sehingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini, secara khusus ditujukan kepada :

1. Papa “Toto Rusli” dan Mama “Rini” yang sangat penulis sayangi. Terima kasih untuk semua perhatian, dukungan, pengertian, nasehat, kesabaran dan doa yang selalu diberikan untuk Nini. Papa dan Mama adalah orang tua yang terbaik dan Nini bangga pada Papa dan Mama.

2. Bapak P.Eddy Suhartanto, S.Psi, M.Si, selaku Dekan Fakultas Psikologi yang telah memberikan kesempatan dalam penyusunan skripsi ini.

3. Ibu Sylvia CMYM, S.Psi., M.Si. selaku Kaprodi Fakultas Psikologi yang juga telah membantu kelancaran penyusunan skripsi ini.

(12)

memberikan masukan demi kesempurnaan skripsi ini.

5. Ibu L. Pratidarmanastiti, MS selaku dosen pembimbing akademik, yang selalu memberikan dukungan dan semangat dalam menyelesaikan studi ini.

6. Bapak Agung Santoso, S.Psi. yang bersedia menjawab pertanyaan-pertanyaan penulis walaupun saat ini sedang studi di luar sehingga penulis dapat menghilangkan kecemasan dan keraguan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

7. Bapak/ Ibu Dosen Fakultas Psikologi yang telah mendidik penulis selama studi di Fakultas Psikologi ini. Terima kasih atas bimbingan Bapak/ Ibu selama ini kepada penulis.

8. Mb. Nanik, Mas Gandung, Mas Muji, Mas Doni dan Pak Gie’ yang dengan sabar membantu dan memberikan kemudahan kepada penulis selama studi. 9. Frederick Rusli ‘my lovely brother’. Thanks ya Fred untuk semuanya,

walaupun terkesan cuek tapi sebenarnya tetap perhatian dan selalu memberikan semangat untuk cc.

10. All my big family : Ce Vesi, Ce Jenny, Cik Lina, Tuako, Akong-Ama Jambi dan yang lainnya yang tidak bisa penulis sebutkan satu per satu. Terima kasih untuk semua dukungan, perhatian dan doa yang diberikan.

11. Hendrik, seseorang yang spesial dalam hidup penulis. Walaupun sikapmu cenderung cuek tapi aku tahu sebenarnya kamu perhatian dan senantiasa

(13)

12. Badai, Dylfa dan Agung. “Onenk” mau mengucapkan makasih untuk persahabatan yang telah kita jalani selama ini. Walaupun sekarang kita dah gak pernah lagi ngumpul bareng tapi “Onenk” yakin kalian selalu mendukung dan mendoakan “Onenk”.

13. Ce Elvin & keluarga serta Mas Adi. Terima kasih untuk semangat dan dukungannya ya. Kalian selalu dekat di hati walaupun sekarang jarak kita jauh.

14. Buat keluarga besar P2TKP; Bapak Dr. T. Priyo Widiyanto, M.Si; Pak Tonny, dan Mbak Tia serta semua temen-temen asisten P2TKP yang selalu memberikan semangat dan motivasi serta membantu penulis dalam mengumpulkan data : Mas Desta “Ta”, Tinul, Betty, Vania, Budi, Otik, Abe, Mas Rondang, Atiek , Wenny, Lia, Mitha, Wiwied, Gothe, dan Woelan. 15. Teman-teman di Centro Futsal : Irene, Ko Anton, Ko Ahie, Asep, Mas Yanto,

A’an. Terima kasih atas dukungan kalian dan kesempatan untuk mengerjakan skripsi waktu kerja hehe. sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi ini walaupun dibarengi dengan kerja tiap hari.

16. Teman-teman di Padang, Bandung dan Jakarta yang selalu peduli pada penulis : Ko Edy, Ricky, Via, Hendra “Dewa”, Ronny, Jeffri “Kubu”, Joseph Benny. Makasih buat semangat dan doa yang selalu kalian berikan serta bantuan terutama waktu pengumpulan data.

(14)

karena kalian, walaupun kalian juga sibuk tapi tetap mau bantu dengan tulus. Tanpa kalian mungkin skripsi ini belum dapat diselesaikan.

18. Teman-teman di Kost Intan. Terima kasih untuk perhatian dan dukungannya. 19. Teman-teman mahasiswa Fakultas Psikologi USD dan para volunteer yang

bersedia membantu mengisi skala yang telah penulis buat untuk menyelesaikan skripsi ini.

Akhirnya, penulis menyadari bahwa berbagai kekurangan masih ada dalam skripsi ini. Namun demikian, penulis berharap hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi semua yang membaca.

Penulis

(15)

HALAMAN JUDUL... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN MOTTO ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

Pernyataan Keaslian Karya ... vi

Abstrak ... vii

Abstract ... viii

Lembar Persetujuan Publikasi Karya Ilmiah ... ix

Kata Pengantar ... x

Daftar Isi ... xiv

Daftar Tabel ... xviii

Daftar Lampiran ... xix

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 4

C. Tujuan Penelitian ... 4

D. Manfaat Penelitian ... 4

(16)

1. PengertianCoping ...6

2. JenisCoping ...8

3. Faktor-faktor yang mempengaruhicoping ...11

4. Kontrol terhadap stres ... 13

B. Urutan Kelahiran dan Kepribadian 1. Asumsi bahwa Urutan Kelahiran mempengaruhi Kepribadian .... 14

2. Perlakuan Orang Tua dan Kepribadian berdasarkan Urutan Kelahiran ... 16

C. Individu Dewasa Awal 1. Pengertian dan Batasan Usia Dewasa Awal... 19

2. Ciri-ciri Dewasa Awal... 21

D. Perbedaancopingstres pada dewasa awal berdasarkan urutan Kelahiran ... 23

E. Hipotesis ... 29

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 30

B. Identifikasi Variabel Penelitian ... 30

C. Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 30

D. Subyek Penelitian ... 32

E. Prosedur Penelitian ... 33

(17)

2. Pemberian Skor ... 38

G. Estimasi Validitas, Seleksi Item dan Reliabilitas 1. Estimasi Validitas ... 39

2. Seleksi Item ... 40

3. Estimasi Reliabilitas... 42

H. Metode Analisis Data ... 43

BAB IV. HASIL PENELITIAN & PEMBAHASAN A. Pelaksanaan Penelitian ... 44

B. Deskripsi Subyek Penelitian ... 45

C. Hasil Penelitian 1. Uji Korelasi pada Kontrol Stres ... 47

2. Uji Beda pada KelompokGender ...49

3. Deskripsi Data Penelitian ... 51

4. Uji Asumsi a. Uji Normalitas Sebaran ... 53

b. Uji Homogenitas Varian ... 55

c. Uji Linearitas... 56

5. Uji Hipotesis ... 57

D. Pembahasan ... 60

(18)

B. Saran ... 68

DAFTAR PUSTAKA ... 70 LAMPIRAN

(19)

Tabel 3.2 : Distribusi Item SkalaCopinguntuk EFC ... 37

Tabel 3.3 : Skor Jawaban Skala ... 38

Tabel 3.4 : Distribusi Item SkalaCopinguntuk PFC setelah Uji Coba ... 41

Tabel 3.5 : Distribusi Item SkalaCopinguntuk EFC setelah Uji Coba ... 42

Tabel 3.6 : Distribusi Item untukSeeking Meaningsetelah Uji Coba ... 42

Tabel 4.1 : Hasil Uji Korelasi pada Kontrol Stres ... 48

Tabel 4.2 : Ringkasan Hasil Independent Sample t-Test pada PFC ... 49

Tabel 4.3 : Ringkasan Hasil Independent Sample t-Test pada EFC ... 50

Tabel 4.4 : Ringkasan Hasil Independent Sample t-Test pada Seeking Meaning ... 50

Tabel 4.5 : Ringkasan Tabel Data Penelitian PFC ... 51

Tabel 4.6 : Ringkasan Tabel Data Penelitian EFC ... 52

Tabel 4.7 : Ringkasan Tabel Data Penelitian Seeking Meaning ... 53

Tabel 4.8 : Hasil Uji Normalitas pada PFC ... 54

Tabel 4.9 : Hasil Uji Normalitas pada EFC. ... 55

Tabel 4.10 : Hasil Uji Normalitas pada Seeking Meaning ... 55

Tabel 4.11 : Hasil Uji Homogenitas Varian ... 56

Tabel 4.12 : Hasil Uji Linearitas ... 57

Tabel 4.13 : Test of Between-Subject Effects (PFC) ... 58

Tabel 4.14 : Test of Between-Subject Effects (EFC) ... 58

Tabel 4.15 : ANOVA (Seeking Meaning) ... 59

(20)

Skala Penelitian ... 73

Hasil Koefisien Reliabilitas Alpha ... 81

Uji Beda / Uji-T Kelompok Gender ... 85

Uji One Sample t-Test ... 87

(21)

A. Latar Belakang

Masa dewasa awal merupakan periode penyesuaian diri terhadap pola-pola kehidupan baru dan harapan-harapan sosial baru (Hurlock, 1990). Oleh karena itu, masa dewasa awal menjadi suatu periode yang khusus dan sulit dari rentang kehidupan seseorang. Pada masa ini, individu telah dianggap sebagai orang dewasa dan diharapkan telah dapat menyesuaikan diri secara mandiri.

Levinson (dalam Monks, 2004) menyebutkan periode pertama pada masa dewasa awal adalah pengenalan dengan dunia orang dewasa. Individu yang termasuk dalam periode ini adalah individu yang berusia antara 22-28 tahun. Pada masa dewasa awal, individu akan mulai mencari tempat dalam dunia kerja dan dunia hubungan sosial. Hal ini disebabkan karena nantinya individu dewasa awal akan dihadapkan dengan tuntutan dimana mereka harus dapat mandiri dalam hal ekonomi (Santrock, 2002) dan juga harus siap untuk membangun sebuah keluarga serta membuat hubungan dengan suatu kelompok sosial tertentu (Havighurst dalam Monks, 2004).

Banyaknya tuntutan yang harus dihadapi pada masa dewasa awal dapat membuat individu stres apabila tidak berhasil menghadapi tuntutan-tuntutan yang ada. Oleh karena itu, individu dewasa awal merupakan individu yang rawan terhadap stres (Hurlock, 1990).

(22)

Stres yang dialami oleh setiap individu, khususnya individu dewasa awal harus mampu diatasi agar perkembangan emosional dan sosial individu tersebut tidak terganggu. Banyak cara yang dapat dilakukan individu sebagai bentuk penyesuaian dirinya terhadap stres dan setiap individu memiliki cara yang berbeda-beda untuk mengatasi stres yang dialaminya tersebut. Berbagai cara yang dilakukan individu untuk mengurangi atau menghindari stress yang dialami disebut juga sebagai coping. Coping merupakan pikiran-pikiran atau tindakan-tindakan untuk beradaptasi terhadap stres dalam kehidupan sehari-hari (Hardjana, 1997).

Menurut Folkman dan Lazarus (dalam Aldwin & Revenson, 1987) ada dua bentukcoping, yaituproblem-focused copinguntuk mengatur atau mengendalikan situasi yang stressful dan emotion-focused coping untuk mengendalikan emosi-emosi negatif yang muncul. Problem-focused coping digunakan apabila individu merasa mampu menghadapi situasi yang menimbulkan tekanan, sedangkan apabila individu merasa tidak mampu untuk mengubah situasi yang menimbulkan tekanan maka individu akan cenderung menggunakanemotion-focused coping.

(23)

mereka sebagai yang paling tua, tengah, paling muda, atau anak tunggal dalam keluarga mempengaruhi kepribadian mereka dalam beberapa hal seperti kekuasaan, kematangan emosi, rasa tanggung jawab, keramah-tamahan, dan harga diri (Guastello & Guastello, 2002).

Sulloway (dalam Harris, 2007) meyakini bahwa urutan kelahiran mempengaruhi lima sifat-sifat kepribadian yang utama, yaitu kecemasan, keterbukaan, sikap berterus terang, keramah-tamahan, dan sikap berhati-hati. Namun, Alfred Adler (dalam Harris, 2007) tidak meyakini bahwa urutan kelahiran berpengaruh langsung pada kepribadian, tetapi urutan kelahiran akan mempengaruhi bagaimana individu belajar untuk mengatasi permasalahan hidup yang dihadapi dan berhubungan dengan orang lain.

Eckstein (2000) menemukan ada 151 penelitian yang secara statistik menyatakan adanya hubungan yang signifikan antara urutan kelahiran dan kepribadian, dimana dari 151 penelitian tersebut didapatkan adanya beberapa kesamaan karakteristik umum dari tiap urutan kelahiran, yaitu anak sulung, anak tengah, anak bungsu, dan anak tunggal. Dr. Kevin Leman juga berpendapat bahwa konsepsi utama tentang kepribadian manusia berkembang disebabkan karena bawaan urutan kelahiran setiap individu.

(24)

dianggap pencemburu. Dan anak bungsu terlihat kreatif, emosional, terbuka, tidak patuh, tidak bertanggung jawab, dan banyak bicara.

Dari uraian di atas, membuat peneliti tertarik untuk mengetahui lebih lanjut bagaimana coping pada dewasa awal khususnya dilihat berdasarkan urutan kelahiran. Dengan kata lain, peneliti ingin melihat apakah urutan kelahiran ikut mempengaruhicopingindividu khususnya pada individu dewasa awal.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas maka peneliti ingin membatasi permasalahan yang akan diteliti, yaitu apakah ada perbedaan coping

stres pada dewasa awal antara anak sulung, anak tengah, dan anak bungsu.

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan batasan permasalahan di atas maka penelitian ini memiliki tujuan untuk melihat perbedaan copingstres pada dewasa awal antara anak sulung, anak tengah, dan anak bungsu.

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoretis

(25)

dan bagaimana kecenderungan mereka dalam mengatasi permasalahan atau stres yang mereka hadapi.

2. Manfaat Praktis

(26)

A. CopingStres

1. PengertianCoping

Lazarus (dalam Ismudiyati, 2003) memandang copingsebagai kemampuan individu dalam mempersepsi situasi-situasi yang menimbulkan stres dengan mengevaluasi reaksi berupa tindakan. Sedangkan menurut Lavine (dalam Setianingsih, 2003) coping stres merupakan suatu proses yang aktif dalam usaha untuk beradaptasi dengan sungguh-sungguh pada kondisi mengandung stres sebagai komponen utama.

Coping juga didefinisikan oleh Lazarus & rekan-rekannya sebagai usaha kognitif danbehavioralyang terus menerus berubah untuk mengatur tuntutan-tuntutan eksternal dan internal yang dinilai mengganggu atau melebihi kemampuan individu tersebut (dalam Aldwin & Revenson, 1987). Selain itu, Cohen & Lazarus, Lazarus & Folkman, Sarafino, Taylor (dalam Smet, 1994) menggambarkancoping sebagai suatu proses dimana individu mencoba untuk mengelola jarak yang ada antara tuntutan-tuntutan (baik itu tuntutan yang berasal dari individu maupun tuntutan yang berasal dari lingkungan) dengan sumber-sumber daya yang mereka gunakan dalam menghadapi situasi

stressful.

(27)

Berbagai ahli (dalam Ismudiyati, 2003) juga menyimpulkan bahwa perilaku coping merupakan respon tingkah laku atau pikiran terhadap situasi yang menekan menggunakan sumber baik dari dalam dirinya maupun lingkungan; dilakukan secara sadar; bertujuan untuk meningkatkan perkembangan individu, seperti mengembangkan kontrol pribadi. Taylor (1998) juga menyebutkan bahwa coping itu berkenaan dengan usaha-usaha spesifik, baik behavioral maupun psikologis, yang digunakan individu untuk menguasai, bertoleransi, mengurangi atau meminimalkan situasi-situasi

stressful.

Sejumlah peneliti (dalam Setianingsih, 2003) menyatakan bahwa respon

coping individu memegang peranan yang sangat penting dalam menentukan makna dan pengaruh dari kejadian-kejadian dalam kehidupan yang dapat menimbulkan stres. Dengan demikian, coping dilihat sebagai proses dinamis dari usaha yang ditunjukkan pada pemecahan masalah dan akan menuntut individu untuk dapat melakukan penyesuaian diri.

(28)

dari situasi yang tidak menyenangkan yang timbul karena stres yang dialaminya.

2. JenisCoping

Folkman dan Lazarus (dalam Sarafino, 1990) menggolongkancopingyang biasanya digunakan oleh individu ke dalam dua bentuk, yaitu :

a. Problem-Focused Coping

Problem-focused coping merupakan suatu respon yang berusaha mengatasi stres dengan menghadapi masalah yang mendatangkan stres (Hardjana, 1994). Coping ini digunakan oleh individu untuk menghilangkan kondisi atau situasi yang menimbulkan stress, dimana individu secara aktif mencari penyelesaian dari masalah dengan mempelajari cara-cara atau keterampilan-keterampilan baru (Smet, 1994).

Individu akan cenderung menggunakan problem-focused coping

apabila dirinya merasa akan dapat mengubah situasi, biasanya dilakukan oleh orang dewasa. Hal ini didukung juga dengan penelitian Folkman & Lazarus, dkk. (1986) yang menyebutkan bahwa penggunaan problem-focused coping akan meningkat pada situasi yang dinilai mudah untuk diubah.

(29)

1) Cautiousness atau kehati-hatian merupakan strategi yang mempertimbangkan beberapa alternatif pemecahan, selalu bersikap hati-hati sebelum bertindak, dan menahan diri ketika mungkin ingin lebih melakukan yang merugikan atau berbahaya daripada yang baik. 2) Instrumental Action atau tindakan instrumental, yaitu usaha-usaha

yang secara langsung dilaksanakan untuk memecahkan masalah. 3) Negotiation atau negosiasi merupakan usaha yang memusatkan

perhatian pada taktik untuk memecahkan masalah secara langsung dengan orang lain mengenai dirinya.

b. Emotion-Focused Coping

Emotion-focused coping merupakan respon yang berusaha mengatasi stres yang diarahkan pada pengendalian emosi (Hardjana, 1994). Coping

ini digunakan untuk mengatur respon emosional terhadap stres melalui perilaku individu; seperti penggunaan alkohol, bagaimana meniadakan fakta-fakta yang tidak menyenangkan, dan mencari dukungan sosial dari teman atau relasi (Smet, 1994). Emotion-focused coping ini lebih diarahkan pada pengontrolan emosi yang tidak menyenangkan sehingga dapat mengurangi atau mengatasi tekanan emosional yang berkaitan dengan situasi yang terjadi (Sarafino, 1990).

(30)

ia miliki tidak cukup mampu untuk menghadapi tuntutan-tuntutan dari

stressor. Hasil penelitian Folkman & Lazarus, dkk. (1986) juga mengatakan bahwaemotion-focused copingbanyak digunakan pada situasi yang sulit untuk diubah.

Aldwin & Revenson (1987) juga mengemukakan empat aspek dari

emotion-focused coping, yaitu :

1) Escapism atau pelarian diri dari masalah adalah usaha dari individu untuk meninggalkan masalah dengan membayangkan hal-hal yang lebih baik.

2) Minimization atau pengurangan beban masalah, yaitu usaha untuk menolak merenungi suatu masalah dan bertindak seolah-olah tidak terjadi apa-apa.

3) Self Blameatau penyalahan diri, yaitu tindakan pasif yang berlangsung dalam batin kemudian baru pada masalah yang dihadapi dengan jalan menganggap bahwa masalah terjadi karena kesalahannya.

(31)

JenisCoping

Bagan 1. JenisCopingbeserta aspek-aspeknya

3. Faktor-faktor yang mempengaruhiCoping

Menurut Smet (1994), cara mengatasi masalah dan bereaksi terhadap stres bervariasi antara individu yang satu dengan individu lainnya. Selain itu, reaksi terhadap stres juga akan berbeda dari waktu ke waktu pada individu yang sama. Perbedaan ini sering disebabkan karena adanya faktor psikologis dan sosial yang dapat mengubah dampakstressorbagi individu.

Berikut ini beberapa faktor yang mempengaruhi penggunaan coping

(Smet, 1994), antara lain :

a. Kondisi individu seperti umur, jenis kelamin, pendidikan, kebudayaan, status ekonomi dan kondisi fisik.

Problem-focused coping 1. Cautiousnessatau kehati-hatian 2. Instrumental Actionatau

tindakan instrumental 3. Negotiationatau negosiasi

Emotion-focused coping 1. Escapismatau pelarian diri dari

masalah

2. Minimizationatau pengurangan beban masalah

3. Self Blameatau penyalahan diri 4. Seeking Meaningatau pencarian

(32)

b. Karakteristik kepribadian.

Lengua & Stormshak (2000) menyebutkan bahwa karakteristik kepribadian juga dapat memprediksikancoping, misalnyalocus of control. Individu dengan external locus of control kemungkinan besar menggunakancognitive atauavoidant coping karena kurang yakin dengan kemampuan yang dimilikinya untuk menghadapi masalah. Hal ini didukung juga dengan penelitian Parkes (dalam Carver & Scheier, 1989) yang menyebutkan bahwa individu dengan internal locus of controlakan lebih menggunakan planning dan active coping daripada individu dengan

external locus of control.

Penelitian Carver, Coleman, & Glass; Matthews (dalam Carver & Scheier, 1989) juga menunjukkan bahwa karakteristik kepribadian, seperti

Type kepribadian A juga mempengaruhi coping. Individu dengan Type

kepribadian A tidak akan melepaskan diri dari tujuan-tujuan yang penuh denganstressordan akan lebih memilihactive coping.

c. Variabel sosial-kognitif seperti dukungan sosial yang dirasakan dan kontrol pribadi yang ada pada diri individu.

(33)

4. Kontrol terhadap stres

Dalam hal ini, kontrol terhadap stres diartikan sebagai tanggapan atau penilaian individu mengenai seberapa mampu individu tersebut merasa dapat mengontrol masalahnya.

Pembahasan mengenai kontrol terhadap stres ini menjadi penting karena kontrol terhadap stres juga ikut mempengaruhi coping individu. Dengan kata lain, bentuk coping apa yang akan digunakan individu dalam menghadapi masalahnya juga tergantung dari penilaian individu tersebut terhadap masalah yang dihadapinya. Cara individu menghadapi masalah yang mudah dikontrol tentunya akan berbeda dengan saat individu menghadapi masalah yang sulit dikontrol.

(34)

B. Urutan Kelahiran dan Kepribadian

1. Asumsi bahwa Urutan Kelahiran mempengaruhi Kepribadian

Urutan kelahiran merupakan urutan posisi seseorang diantara saudara sekandungnya yang berkaitan dengan urutan suatu kelahiran. Adler (dalam Boeree, 2006) menyebutkan bahwa kepribadian atau gaya hidup terbentuk pada masa kanak-kanak dan setiap anak yang lahir dalam urutan kelahiran tertentu memiliki perbedaan karakteristik sifat yang disebabkan karena posisinya dan lingkungan keluarga dimana anak tersebut tinggal (dalam Adkins, 2003).

Allport (dalam Syed, 2004) menyebutkan bahwa apa yang individu pelajari tentang diri mereka dalam keluarga mencerminkan bagaimana mereka memahami diri mereka sendiri dalam lingkungan. Cara individu berinteraksi dengan lingkungan mencerminkan keunikan pribadi mereka, yang juga disebut sebagai kepribadian mereka. Syed (2004) juga menyatakan bahwa pengalaman pertama dalam keluarga memainkan peran yang penting dalam perkembangan kepribadian.

(35)

Eckstein (2000) juga mendukung bahwa urutan kelahiran mempengaruhi kepribadian individu, dimana ada 151 penelitian yang secara statistik menyatakan ada hubungan yang signifikan antara urutan kelahiran dan kepribadian. Hal ini ditunjukkan dengan adanya beberapa karakteristik umum dari tiap urutan kelahiran yang diidentifikasi dari 151 penelitian tersebut, yaitu anak sulung memiliki IQ yang tertinggi, pencapaian prestasi tertinggi, sedikit mengalami masalah akademik, memiliki motivasi tertinggi dan ingin mencapai suatu prestasi, menonjol diantara kelompok belajar (seperti mahasiswa), dan paling mudah terkena stres. Anak tengah paling sedikit memiliki masalah perilaku, ramah, dan paling merasa diabaikan. Dan karakteristik umum anak bungsu adalah paling sering terlibat dalam penyimpangan kejiwaan jika berasal dari keluarga kecil, empati, dan memiliki kecenderungan ke arah kecanduan alkohol.

(36)

2. Perlakuan Orang Tua dan Kepribadian berdasarkan Urutan Kelahiran a. Anak Sulung

Anak sulung merupakan anak pertama yang lahir dalam keluarga. Oleh karena itu, pengalaman merawat dan mendidik anak belum dimiliki oleh kedua orang tuanya. Kekurangan pengetahuan dan pengalaman dari orang tua mengakibatkan orang tua cenderung terlalu cemas dan melindungi secara berlebihan (Gunarsa, 2003). Hal ini juga menyebabkan anak sulung cenderung lebih merasa takut (Eisenman dalam Guastello & Guastello, 2002) dan lebih cemas pada situasi yang menimbulkan kecemasan dibandingkan dengan anak yang lahir berikutnya (Schacter dalam Guastello & Guastello, 2002).

Dibandingkan dengan anak tengah dan bungsu, anak sulung lebih cenderung mencari teman apabila merasa cemas (Schacter dalam Guastello & Guastello, 2002). Penelitian Kushnir (dalam Guastello & Guastello, 2002) juga menemukan adanya perbedaan antara urutan kelahiran dalam hal keinginan untuk bersosialisasi atau mencari teman, terutama pada anak sulung perempuan dibandingkan dengan anak tengah dan bungsu perempuan serta hanya muncul pada situasi yang menimbulkan kecemasan terbesar.

(37)

anak-anak yang lahir kemudian (Hansson, Chernovetz, dkk; Howarth dalam Guastello & Guastello, 2002).

Penelitian yang dilakukan oleh Lackie pada alumni di kelompok kerja perguruan tinggi (dalam Guastello & Guastello, 2002) juga menyebutkan bahwa anak sulung baik laki-laki maupun perempuan merasa memiliki rasa tanggung jawab yang lebih terhadap keluarga mereka, sebaliknya anak yang lahir berikutnya (anak tengah dan anak bungsu) baik laki-laki maupun perempuan lebih diidentifikasikan sebagai anak yang masih memiliki sifat kekanak-kanakan.

Anak sulung juga mendapatkan peran sebagai pemimpin ketika adik-adiknya lahir. Hal inilah yang membuat anak sulung lebih bertanggungjawab (Harris, 2007) dan cenderung bisa solider atau mengalah dibandingkan adik-adiknya (Adler dalam Boeree, 2006).

b. Anak Tengah

Saroglou & Fiasse (2003) menyatakan bahwa anak tengah diharuskan untuk menerima posisi atau peran sebagai yang tua saat berhadapan dengan anak bungsu dan sebagai yang muda saat berhadapan dengan anak sulung. Selain itu, definisi sosial untuk masing-masing posisi berdasarkan urutan kelahiran lebih jelas untuk anak sulung dan bungsu daripada anak tengah.

(38)

tidak pernah dimiliki sepenuhnya oleh anak tengah. Hal ini membuat anak tengah merasa adanya sikap pilih kasih dari orang tua mereka (Adler dalam Adkins, 2003) sehingga anak tengah selalu berusaha untuk menghindari konflik, takut ditolak, dan mencoba membina hubungan baik dengan setiap orang. Selain itu, anak tengah juga cenderung sangat loyal terhadap kelompoknya (Harris, 2007).

Dalam teorinya, Adler juga menyatakan bahwa anak tengah tidak pernah merasa mereka memiliki tempat di dalam keluarga. Hal ini menyebabkan anak tengah lebih bisa menguasai diri dan mencoba untuk memecahkan perbedaan-perbedaan. Oleh karena itu, anak tengah tumbuh menjadi lebih diplomatis dan memiliki kemampuan sosial yang baik (Harris, 2007).

(39)

c. Anak Bungsu

Adler (dalam Harris, 2007) menyatakan bahwa anak bungsu merupakan anak terakhir yang lahir dalam keluarga dan memanjakan anak bungsu adalah perilaku yang umum dari para orang tua. Hal ini menyebabkan anak bungsu menjadi tidak bertanggungjawab dan tidak pernah mengembangkan kemampuannya untuk mandiri. Oleh karena itu, anak bungsu mungkin tidak akan pernah menjadi mandiri sepenuhnya (Adler dalam Adkins, 2003). Perilaku orang tua yang cenderung memanjakan anak bungsu membuat anak sulung dan anak tengah merasa bahwa anak bungsu lebih disayang oleh orang tua mereka (Adkins, 2003).

Anak bungsu sering terlihat kekanak-kanakan, cepat putus asa, dan bila menginginkan sesuatu kemudian tidak tercapai maka akan memberikan reaksi yang sifatnya emosional, misalnya cepat menangis, bertingkah laku secara berlebihan, dan lain-lain (Gunarsa, 2003).

Anak bungsu termasuk tipe extrovert, banyak bicara dan emosional, popular, dan berempati. Anak bungsu juga lebih kreatif dibandingkan dengan anak sulung atau anak tengah (Schiller, 2006).

C. Individu Dewasa Awal

1. Pengertian dan Batasan Usia Dewasa Awal

(40)

menerima kedudukan dalam masyarakat bersama dengan orang dewasa lainnya (Hurlock, 1990). Monks (2004) juga berpendapat bahwa kedewasaan adalah masa yang dianggap sebagai masa yang sudah mencapai perkembangan penuh, sudah selesai perkembangannya.

Santrock (2002) mengatakan bahwa tanda seseorang telah memasuki masa dewasa adalah ketika seseorang mendapatkan pekerjaan. Selain itu, masa dewasa awal merupakan masa untuk bekerja dan bercinta serta untuk menunjukkan kemandirian ekonomi dan kemandirian seseorang dalam membuat sebuah keputusan.

Menurut Hurlock (1990), masa dewasa awal merupakan periode penyesuaian diri terhadap pola-pola kehidupan baru dan harapan-harapan sosial baru. Hal inilah yang menjadikan periode ini suatu periode khusus dan sulit dari rentang kehidupan seseorang.

Monks (2004) menyatakan bahwa di Indonesia seorang individu dikatakan memasuki tahap dewasa awal apabila ia telah berumur 21 tahun. Sedangkan menurut Levinson (dalam Monks, 2004) masa dewasa awal mencakup tiga periode, yaitu :

a. Pengenalan dengan dunia orang dewasa (22-28 tahun)

(41)

b. Pada usia 28-33 tahun, pilihan stuktur kehidupan menjadi lebih tetap dan stabil.

c. Fase Kemantapan (33-40 tahun)

Orang dengan keyakinan yang mantap menemukan tempatnya dalam masyarakat dan berusaha untuk memajukan karir sebaik-baiknya. Impian yang ada dalam fase-fase sebelumnya (17-33 tahun) mulai mencapai kenyataan. Usia 40 tahun tercapailah puncak masa dewasa.

Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa batasan usia dewasa awal adalah usia 21-40 tahun.

2. Ciri-ciri Dewasa Awal

Ciri-ciri dewasa awal (Hurlock, 1990) sebagai berikut : a. Masa dewasa awal sebagai usia produktif

Merupakan masa untuk berkeluarga dan memiliki anak. Dengan demikian, masa dewasa awal merupakan masa reproduksi.

b. Masa dewasa awal sebagai masa bermasalah

(42)

c. Masa dewasa awal sebagai masa ketegangan emosional

Ketegangan emosional umumnya tampak dalam bentuk keresahan, apabila individu merasa tidak mampu mengatasi masalah-masalah utama dalam kehidupannya maka individu sering terganggu secara emosional.

d. Masa dewasa awal sebagai masa keterasingan sosial

Individu mencurahkan sebagian besar tenaga untuk pekerjaan dan rumah tangganya sehingga individu hanya memiliki sedikit waktu untuk bersosialisasi. Akibatnya, individu menjadi egosentris dan kesepian. e. Masa dewasa awal sebagai masa komitmen

Individu akan mengalami perubahan tanggungjawab ketika menjadi dewasa. Individu harus menentukan pola hidup baru, memikul tanggungjawab baru, dan membuat komitmen-komitmen baru.

f. Masa dewasa awal sebagai masa perubahan nilai

Perubahan nilai ini disebabkan oleh alasan bahwa untuk diterima dalam masyarakat atau kelompok sosial, individu harus menerima nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat atau kelompok sosial tersebut.

(43)

Ciri-ciri dewasa awal yang telah dijabarkan dapat menjadi petunjuk mengenai masalah-masalah apa saja yang mungkin dihadapi oleh individu dewasa awal dan dapat diperkirakan apakah masalah yang dihadapi tersebut mudah dikontrol atau tidak. Hal ini tentunya akan mempengaruhi penggunaan coping individu dewasa awal.

(44)

Keadaan ini akan dialami sama oleh anak sulung, anak tengah, dan anak bungsu yang berusia dewasa awal walaupun urutan kelahiran mereka berbeda. Hal yang mungkin akan membedakan adalah cara tiap anak dalam menghadapi masalah-masalah yang terkait dengan tugas-tugas perkembangan dewasa awal. Perbedaan ini diasumsikan karena adanya perbedaan kepribadian yang berkaitan dengan urutan kelahiran yang melekat pada masing-masing anak.

Sulloway (dalam Harris, 2007) meyakini bahwa urutan kelahiran memainkan peranan penting dalam pembentukan kepribadian seseorang dimana urutan kelahiran mempengaruhi lima sifat kepribadian yang utama yaitu kecemasan, keterbukaan, sikap berterus terang, keramah-tamahan, dan sikap berhati-hati; namun tidak bisa ditentukan urutan kelahiran mana yang terbaik. Selain itu, perbedaan perlakuan orang tua terhadap masing-masing anak dalam posisi urutan kelahiran tertentu ikut mempengaruhi terbentuknya perbedaan kepribadian pada masing-masing anak (Yuliana, 2002). Hal ini didukung juga oleh Sutton-Smith&Rosenberg (dalam Syed, 2004) yang menyebutkan bahwa banyak peneliti meyakini para orang tua bertanggungjawab terhadap kepribadian anak-anak mereka yang bervariasi.

(45)

Anak sulung juga tumbuh menjadi individu yang bekerja keras, bertanggung jawab, serta memiliki keyakinan terhadap potensi diri mereka. Anak sulung selalu fokus pada sasaran permasalahan, membuat perencanaan berdasarkan pengamatan yang sangat cermat, percaya pada pertimbangan rasional pikirannya.

Saat memasuki usia dewasa awal, anak sulung tidak hanya mendapat tuntutan dari keluarga, seperti yang dikemukakan oleh Rothbart (dalam Santrock, 2002) bahwa orang tua menaruh harapan-harapan yang lebih tinggi pada anak-anak yang lahir terlebih dahulu, tetapi juga mendapat tuntutan dari masyarakat dimana sebagai anak tertua dalam keluarga harus sudah memiliki pekerjaan dan berkeluarga, serta bisa menjadi panutan bagi saudara yang lain.

Sedangkan anak tengah cenderung merasa terabaikan dalam keluarga karena orang tua tidak pernah memberikan perhatian sepenuhnya kepada mereka. Oleh karena itu, anak tengah cenderung tumbuh menjadi individu yang berusaha menunjukkan superioritas, berpikir dan bertindak realistis, belajar untuk bernegosiasi dan berkompromi serta selalu berusaha menghindari konflik.

Seperti halnya anak sulung, anak tengah juga mengalami masalah yang cenderung sama di usia dewasa awal. Anak tengah dewasa awal juga dihadapkan pada tuntutan orang tua dan tuntutan masyarakat yang menjadi tugas perkembangan pada dewasa awal yaitu berkeluarga, memiliki pekerjaan, dan lain sebagainya.

(46)

karena selalu mendapat perhatian dari orang tua maupun kakak-kakaknya. Hal ini juga dikarenakan orang tua yang selalu memanjakan anak bungsu (Adkins, 2003). Akan tetapi, anak bungsu tidak takut untuk berbuat salah dan berani mengambil resiko. Mereka termasuk orang yang ramah dan mudah akrab dengan orang lain. Anak bungsu juga cepat merasa bosan dan sangat takut tidak diterima dalam suatu lingkungan. Selain itu, anak bungsu lebih bersikap cuek dan tidak mau mengurusi hal-hal kecil serta lebih emosional.

Tuntutan-tuntutan yang dialami oleh anak sulung, tengah dan bungsu dewasa awal apabila tidak mampu diatasi tentunya dapat membuat mereka stres sehingga anak sulung, tengah dan bungsu dewasa awal akan mencoba untuk menyesuaikan diri dengan situasi yang ada untuk mengatasi stres yang dialami. Penyesuaian diri ini bisa dilakukan dengan coping, yaitu suatu proses dimana individu berusaha untuk mengontrol adanya ketidakseimbangan antara tuntutan dengan sumberdaya-sumberdaya yang dimilikinya dalam situasi stres (Sarafino, 1990). Coping stres ini selanjutnya akan diwujudkan dalam bentuk strategi coping yang mengarah pada usaha kognitif dan perilaku yang dilakukan individu untuk mengatasi tuntutan internal maupun eksternal dan konflik-konflik yang muncul dalam situasi stres (Taylor, 1998). Usaha-usaha tersebut diharapkan dapat membantu anak sulung, tengah dan bungsu dewasa awal untuk mengatasi, mengurangi atau menurunkan efek negatif dari situasi stres yang dialami.

(47)

1990) menyebutkan bahwa individu cenderung akan menggunakan kombinasi dari kedua bentukcopinguntuk menghadapi situasistressful.

Berdasarkan uraian-uraian sebelumnya, maka dapat diasumsikan bahwa anak sulung dewasa awal akan cenderung menggunakan problem-focused coping

dibandingkan anak tengah dan bungsu. Selain itu, anak bungsu dewasa awal akan lebih cenderung menggunakanemotion-focused copingdibandingkan anak sulung dan tengah.

(48)

Bagan 2.Copingstres pada Dewasa Awal berdasarkan Urutan Kelahiran dalam Keluarga ANAK SULUNG

 Kurang pengetahuan dan pengalaman sehingga terlalu cemas dan terlalu melindungi

 Menaruh harapan yang lebih tinggi dan memberi lebih banyak tekanan untuk berhasil dan bertanggungjawab

 Perhatian yang mulai terbagi saat kelahiran anak berikutnya

 Berhati-hati dalam bertindak

 Fokus pada sasaran permasalahan

 Membuat

perencanaan dengan pengamatan yang cermat

 Percaya pada

pertimbangan rasional pikirannya

 Dll.

 Sering menyalahkan diri sendiri

 Belajar bernegosiasi dan berkompromi

 Bertindak dan berpikir realistis

 Merasa diri tidak mampu apabila gagal melakukan sesuatu

 Sangat loyal terhadap kelompok

 Dll.

Ekstrovert

 Kekanak-kanakan

 Ramah dan mudah bergaul

 Berani mengambil resiko

 Cenderung bereaksi secara emosional

 Impulsif

 Tidak mau mengurusi hal-hal kecil  Dll. Coping: Lebih cenderung menggunakan Problem-focused coping Coping: Problem-focused coping maupunemotion-focused coping Coping: Lebih cenderung menggunakan Emotion-focused coping ANAK TENGAH

(49)

E. Hipotesis

Hipotesis mayor dari penelitian ini adalah ada perbedaan coping stres antara anak sulung, anak tengah, dan anak bungsu dewasa awal.

Hipotesis minor dari penelitian ini, antara lain :

- Ada perbedaan problem-focused coping antara anak sulung, tengah, dan bungsu dewasa awal.

PFC Anak Sulung

>

Anak Tengah

>

Anak Bungsu

- Ada perbedaan emotion-focused coping antara anak sulung, tengah, dan bungsu dewasa awal.

(50)

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah uji perbedaan yang bertujuan untuk melihat perbedaan dua atau lebih jenis sampel penelitian dengan cara membandingkan coping stres antara anak sulung, anak tengah, dan anak bungsu dewasa awal.

B. Identifikasi Variabel Penelitian

Variabel-variabel yang terdapat dalam penelitian ini, yaitu : 1. Variabel Tergantung :copingstres

a. Problem-focused coping(PFC) b. Emotion-focused coping(EFC)

2. Variabel Bebas : urutan kelahiran 3. Kovariabel : kontrol terhadap stres

C. Definisi Operasional Variabel Penelitian 1. Copingstres

Coping stres merupakan suatu bentuk usaha yang spesifik, baik pikiran maupun perilaku yang dilakukan individu untuk mengurangi atau menghilangkan stres yang berasal dari tuntutan internal maupun eksternal

(51)

dengan menggunakan sumber daya yang ada baik dari dalam diri individu itu sendiri maupun dari lingkungan.

a. PFC

Problem-focused coping merupakan bentukcoping yang berorientasi pada masalah, dimana individu berusaha untuk memodifikasi sumber stres dengan menghadapi situasi sebenarnya.

b. EFC

Emotion-focused coping merupakan bentuk coping yang berorientasi pada emosi, dimana individu berusaha mengendalikan penyebab stres yang berhubungan dengan emosi.

Skala coping akan digunakan sebagai alat ukur, namun akan dipisahkan ke dalam dua bagian. Bagian pertama dalam skala coping akan mengungkap PFC, sedangkan bagian kedua mengungkap EFC.

2. Urutan Kelahiran

Urutan kelahiran merupakan posisi seorang anak diantara saudara sekandung di dalam keluarganya, seperti anak sulung, anak tengah, dan anak bungsu.

(52)

3. Kontrol terhadap Stres

Dalam penelitian ini, kontrol terhadap stres merupakan kovariabel.

Kovariabel adalah variabel bebas bukan kategori melainkan berupa variabel berskala interval yang harus memiliki hubungan linear dengan variabel tergantung (Azwar, 2003).

Kontrol terhadap stres diartikan sebagai tanggapan atau penilaian subyek tentang seberapa mampu subyek dapat mengontrol masalahnya dan untuk mendapatkan keterangan mengenai tanggapan subyek terhadap masalahnya maka sebelum memilih pernyataan yang ada subyek diminta untuk menuliskan terlebih dahulu masalah apa yang sedang dihadapi subyek dalam jangka waktu tertentu kemudian subyek diminta untuk memberikan skor pada setiap masalah yang telah dituliskan tersebut. Semakin tinggi skor yang diberikan subyek terhadap masalahnya maka menurut subyek semakin sulit pula masalah tersebut dikontrol.

D. Subyek Penelitian

Subyek dalam penelitian ini adalah anak sulung, anak tengah, dan anak bungsu dewasa awal dengan batasan sebagai berikut :

1. Usia antara 22 tahun sampai dengan 28 tahun

(53)

perkembangan usia subyek, dimana pada rentang usia ini subyek juga baru mengenal dunia orang dewasa. Selain itu, pada usia ini kepribadian individu lebih stabil.

2. Jumlah saudara dalam keluarga

Dalam penelitian ini hanya dibatasi pada subyek yang memiliki tiga saudara. 3. Pendidikan subyek minimal SMU

Pengambilan sample dalam penelitian ini dilakukan dengan metode purposive sampling, yaitu dengan memilih sekelompok subyek berdasarkan cirri-ciri atau sifat-sifat tertentu yang dipandang mempunyai sangkut paut yang erat dengan ciri-ciri atau sifat-sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya (Hadi, 2007).

E. Prosedur Penelitian

Langkah-langkah yang akan dilakukan dalam penelitian ini, antara lain : 1. Membuat skalacopingberdasarkanblue print

2. Melakukan uji coba atautry outskalacopingyang telah dibuat

3. Melakukan pengujian validitas dan reliabilitas terhadap skala coping yang telah diujicobakan

4. Memilih item-item yang layak

5. Melakukan analisis data menggunakan ANAKOVA (Analisis Kovarians) 6. Membuat pembahasan dan kesimpulan dari data yang didapatkan sebagai hasil

(54)

F. Metode dan Alat Pengumpul Data 1. SkalaCoping

Alat yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini adalah skala yang dibagikan langsung pada subyek penelitian untuk diisi. Skala merupakan kumpulan pernyataan yang disusun berkaitan dengan objek yang hendak diungkap dari diri subjek dan subjek diminta untuk memberikan jawaban terhadap pernyataan tersebut.

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan skala coping yang disusun sendiri oleh peneliti dan didasarkan tujuh aspek coping yang diajukan oleh Aldwin & Revenson (1987), dimana tiga aspek termasuk dalam PFC dan empat aspek lainnya termasuk dalam EFC.

Tiga aspek yang termasuk dalam PFC adalah sebagai berikut : a. Cautiousnessatau kehati-hatian meliputi 5 hal, yaitu :

1) Berhati-hati dalam membuat keputusan

2) Menganalisa permasalahan yang sedang dihadapi 3) Tidak mudah emosional

4) Berkonsentrasi pada apa yang akan dilakukan untuk menyelesaikan masalah

b. Instrumental Actionatau aksi instrumental meliputi 3 hal, yaitu : 1) Selalu membuat perencanaan sebelum melakukan sesuatu

2) Memperhitungkan waktu dan kemampuan yang dibutuhkan untuk menyelesaikan masalah

(55)

c. Negotiationatau negosiasi meliputi 2 hal, yaitu :

1) Bisa berkompromi dengan orang-orang yang menjadi sumber masalah 2) Mau meminta pendapat dan mencari bantuan orang lain bila ada

masalah

Sedangkan empat aspek lainnya termasuk dalam EFC, antara lain: a. Escapismatau pelarian dari masalah meliputi 3 hal, yaitu :

1) Berkhayal jika menghadapi masalah yang sulit 2) Menghindari masalah

3) Melakukan pelarian diri dari masalah dengan cara merokok, minum-minum serta makan yang berlebihan

b. Minimizationatau pengurangan beban masalah meliputi 2 hal, yaitu : 1) Menganggap seolah-seolah tidak ada masalah

2) Tidak mau tahu terhadap permasalahan yang dihadapi c. Self Blameatau menyalahkan diri sendiri meliputi 3 hal, yaitu :

1) Menghukum dan menyalahkan diri sendiri

2) Terlalu menyesali apa yang telah terjadi dengan dirinya

3) Menganggap diri adalah orang yang paling bodoh atau paling malang d. Seeking Meaningatau pencarian makna meliputi 3 hal, yaitu :

1) Mencari makna kegagalan yang dialami

(56)

Skala coping ini terdiri dari tiga bagian yakni bagian identitas, bagian pertanyaan dan bagian pernyataan. Bagian identitas berguna untuk mendapatkan keterangan mengenai diri subyek, bagian pertanyaan berguna untuk mengetahui sejauh mana subyek mampu mengontrol masalahnya, sedangkan bagian pernyataan dimaksudkan untuk mengungkap coping yang biasanya digunakan oleh subyek dalam menghadapi masalahnya.

Skala coping ini memiliki enam kategori jawaban yang didasarkan pada metode Summated Ratingdari Likert, yaitu Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Agak Sesuai (AS), Agak Tidak Sesuai (ATS), Tidak Sesuai (TS), dan Sangat Tidak Sesuai (STS). Alternatif jawaban yang dibuat dalam enam kategori ini dimaksudkan untuk menghindari kecenderungan subjek menjawab pernyataan dengan jawaban netral atau ragu-ragu.

Pernyataan-pernyataan yang akan digunakan dalam skala dituangkan dalam bentukitemyangfavorabledanunfavorable.Item-item favorabeladalahitem-item

yang isinya mendukung atau menunjukkan ciri adanya atribut yang diukur. Item-item unfavorable merupakan item-item yang isinya tidak mendukung atau tidak menunjukkan ciri atribut yang diukur.

(57)

Tabel 3.1

DistribusiItemSkalaCopinguntuk PFC Item

Aspek

Favorable Unfavorable

Jumlah

Cautiousnessatau kehati-hatian 1,8,9,16,20,29 4,11,17,25,26,33 12

Instrumental Actionatau aksi

instrumental 2,5,13,14,28,32 10,18,22,30,31,34 12

Negotiationatau negosiasi 3,7,15,21,27,35 6,12,19,23,24,36 12

Total 18 18 36

Tabel 3.2

DistribusiItemSkalaCopinguntuk EFC Item

Aspek

Favorable Unfavorable Jumlah

Escapismatau pelarian dari

masalah 6,13,21,25,26,44 2,8,16,29,30,45 12

Minimizationatau pengurangan

beban masalah 4,12,19,31,35,48 9,17,24,36,38,41 12

Self Blameatau menyalahkan

diri sendiri 1,14,15,27,32,39 7,20,23,34,42,46 12

Seeking Meaningatau pencarian

makna 5,10,11,22,33,40 3,18,28,37,43,47 12

(58)

2. Pemberian Skor

Pemberian skor dalam skala ini adalah skor untuk item yang favorable

bergerak dari 6 sampai 1, yaitu dari Sangat Sesuai sampai dengan Sangat Tidak Sesuai. Dan untuk item yang unfavorable, skor akan bergerak dari 1 sampai 6, yaitu dari Sangat Sesuai sampai dengan Sangat Tidak Sesuai. Untuk lebih jelasnya, dapat kita lihat pada tabel berikut.

Tabel 3.3 Skor Jawaban Skala

Pernyataan atauItem Alternatif Jawaban

Favorable Unfavorable

Sangat Sesuai 6 1

Sesuai 5 2

Agak Sesuai 4 3

Agak Tidak Sesuai 3 4

Tidak Sesuai 2 5

Sangat Tidak Sesuai 1 6

(59)

Demikian juga untuk bagian EFC, skor pada item-item yang termasuk bagian EFC akan dijumlahkan sehingga menjadi skor total. Semakin tinggi skor yang diperoleh subjek menunjukkan bahwa subjek cenderung lebih tinggi dalam menggunakan EFC. Sebaliknya, semakin rendah skor yang diperoleh subjek, menunjukkan bahwa subjek cenderung lebih rendah dalam menggunakan EFC untuk mengatasi masalah.

G. Estimasi Validitas, SeleksiItemdan Reliabilitas 1. Estimasi Validitas

Validitas merupakan ketepatan dan kecermatan suatu skala dalam menjalankan fungsi ukurnya. Hal ini juga dapat diartikan sejauh mana suatu alat ukur atau skala mampu mengukur atribut yang memang hendak diukur. Suatu alat ukur atau skala dapat dikatakan memiliki validitas yang tinggi apabila menghasilkan eror pengukuran yang kecil (Azwar, 2004).

Pada penelitian ini, pengukuran validitas alat ukur atau skala dilakukan dengan menggunakan validitas isi. Validitas isi merupakan validitas yang diestimasi melalui pengujian terhadap isi skala dengan analisis rasional atau

(60)

2. SeleksiItem

Prosedur seleksi item didasarkan pada data empiris yaitu data hasil uji coba

item pada kelompok subjek yang karakteristiknya setara dengan subjek yang hendak dikenai skala. Kualitas item diukur dengan analisis butir menggunakan parameter daya beda atau daya diskriminasi item, yaitu sejauh mana itemmampu untuk membedakan antara individu atau kelompok individu yang memiliki atribut yang diukur dengan individu yang tidak memiliki atribut yang diukur. Item yang memiliki daya beda tinggi adalah item yang mampu membedakan mana subjek yang bersikap positif dan mana subjek yang bersikap negatif (Azwar, 2004).

Pengujian daya diskriminasi item dilakukan dengan komputasi koefisien korelasi antara distribusi skor pada setiapitemdengan distribusi skor total sebagai kriteria. Komputasi koefisien korelasi ini akan menghasilkan koefisien korelasi

item total (rix) yang dikenal dengan indeks daya beda item. Semakin baik daya

diskriminasi sebuah item, maka koefisien korelasinya semakin mendekati angka 1,00.

(61)

Pemilihan item dilakukan dengan menyeleksi seluruh item pada masing-masing bagian (PFC, EFC, dan seeking meaning), dimana dipilihitem-item yang memiliki daya diskriminasi > 0.25 dan apabila < 0.25 makaitemdianggap gugur. Berdasarkan analisis item pada PFC, terdapat korelasi item total berkisar antara 0.251-0.602 dimana dari 36 item terdapat 10 item yang gugur sehingga ada 26

item yang dinyatakan valid. Pada EFC juga dilakukan analisis yang sama dan didapatkan korelasi item total berkisar antara 0.259-0.603, dimana dari 36 item

yang dianalisis terdapat 14itemyang gugur sehingga ada 22itemyang dinyatakan valid. Sedangkan untuk seeking meaning, setelah dilakukan analisis terdapat korelasi itemtotal berkisar antara 0.318-0.586 dan 10 itemyang dinyatakan valid dari 12itemyang ada. Berikut ini disertakan tabel spesifikasi skala copingsetelah uji coba.

Tabel 3.4

DistribusiItemSkalaCopinguntuk PFC Setelah Uji Coba

Aspek PFC NomorItem Koefisien rix

Jumlah Item F 1, 8, 9, 16, 20, 29 .511 .334 .594 .389 .537

.444 6

Cautiousnessatau kehati-hatian

UF 4, 25, 26, 33 .310 .513 .422 .422 4

F 2, 5, 13, 28 .434 .441 .602 .362 4

Instrumental

Actionatau aksi instrumental

UF 22, 30, 31, 34 .301 .316 .480 .501

4 F 3, 7, 15, 27, 35 .302 .346 .336 .306 .399 5

Negotiationatau

negosiasi UF 12, 23, 36 .370 .337 .251 3

(62)

Tabel 3.5

DistribusiItemSkalaCopinguntuk EFC Setelah Uji Coba

Aspek EFC NomorItem Koefisien rix JumlahItem

F 6, 25, 26 .500 .303 .489 3

Escapismatau pelarian dari

masalah

UF 2, 8, 16, 29, 30 .379 .309 .378 .386

.419 5

F 4, 31 .271 .383 2

Minimizationatau pengurangan beban

masalah

UF 17, 24, 36 38 .399 .603 .352 .420 4

F 1, 14, 15, 32 .325 .348 .266 .390 4

Self Blameatau menyalahkan diri

sendiri

UF 7, 20, 23, 42 .513 .290 .259 .301

4 22

Tabel 3.6

DistribusiItemuntukSeeking MeaningSetelah Uji Coba

NomorItem Koefisien rix JumlahItem

5, 10, 11, 18, 22, 28, 33, 37, 40, 47

.435 .451 .388 .534 .585 .332 .280

.575 .607 .500 10

3. Estimasi Reliabilitas

(63)

Perhitungan estimasi reliabilitas alpha dalam penelitian ini menggunakan

SPSS versi 12.0 for Windows dan diperoleh koefisien reliabilitas alpha sebagai berikut :

a) PFC sebesar 0.854 dari 26item.

b) EFC (denganseeking meaning) sebesar 0.449 dengan48 item.

Berdasarkan hasil tersebut, dapat dilihat bahwa reliabilitas EFC rendah dan semua item (12 item) yang mengungkap seeking meaning gugur. Oleh karena itu,seeking meaningdiuji secara terpisah dari EFC.

Setelah seeking meaning dipisahkan dari EFC, reliabilitasnya menjadi lebih baik, yaitu 0.807 dengan 22item.

c) Seeking meaningsebesar 0.783 dari 10item.

H. Metode Analisis Data

(64)

A. Pelaksanaan Penelitian

Pengambilan data penelitian dilaksanakan pada bulan Mei-Agustus 2008 di daerah Yogyakarta dan beberapa di luar Yogyakarta. Dalam pengambilan data, peneliti menyebarkan skala kepada siapa saja yang berumur antara 22-28 tahun baik yang berada di lingkungan kampus maupun di luar kampus terutama yang tiga bersaudara dalam keluarga. Oleh karena itu, peneliti menanyakan urutan kelahiran dan umur subyek terlebih dahulu sebelum memberikan skala penelitian kepada subyek yang peneliti temui. Selain mencari sendiri subyek penelitian, peneliti juga meminta bantuan beberapa teman untuk menyebarkan skala, sedangkan untuk di luar Yogyakarta peneliti mengirimkan skala penelitian lewat email.

Subyek penelitian ternyata tidak mudah didapatkan karena adanya pembatasan karakteristik subyek tetapi akhirnya setelah dibantu oleh teman-teman, peneliti berhasil menyebarkan skala penelitian kepada 222 orang.

Informasi mengenai karakteristik subyek diperoleh pada bagian identitas yang terdapat dalam skala yang disebarkan oleh peneliti. Dalam skala tersebut terdapat beberapa hal yang harus diisi oleh subyek berkaitan dengan karakteristik subyek penelitian, diantaranya adalah urutan kelahiran, jenis kelamin, usia dan tingkat pendidikan.

(65)

B. Deskripsi Subyek Penelitian

Peneliti mendapatkan 222 orang yang berusia antara 22-28 tahun, namun yang memenuhi syarat untuk dijadikan subyek penelitian (tiga bersaudara dalam keluarga) hanya 192 orang dimana 99 orang diantaranya laki-laki dan perempuan 93 orang yang terdiri atas :

1. Anak sulung sebanyak 65 orang 2. Anak tengah sebanyak 65 orang 3. Anak bungsu 62 orang

Selain data mengenai urutan kelahiran, peneliti juga mengumpulkan data mengenai tingkat pendidikan dan gambaran masalah-masalah yang dihadapi oleh subyek. Data ini juga diperlukan karena tingkat pendidikan dan masalah apa yang dihadapi subyek ikut mempengaruhicopingindividu.

Data mengenai tingkat pendidikan subyek dapat dilihat pada tabel berikut.

Frequency Percent

Cumulative Percent

SMU 113 58.9 58.9

D3 7 3.6 62.5

S1 70 36.5 99.0

S2 2 1.0 100.0

Total 192 100.0

(66)

Data mengenai gambaran masalah-masalah yang pada umumnya dihadapi oleh subyek dapat dilihat pada tabel berikut.

Jenis Masalah Frequency Percent

Cumulative Percent

Kuliah/Skripsi/Tugas 58 30.2 30.2

Pekerjaan/ sulit mencari pekerjaan 31 16.1 55.2

Hubungan dengan orang lain

(sahabat, rekan kerja) 22 11.5 69.8

Keuangan 21 10.9 80.7

Keluarga (orang tua, saudara) 17 8.9 89.6

Hubungan dengan pacar/ mencari

pasangan hidup 17 8.9 39.1

Masalah dalam diri sendiri 14 7.3 99.0

Membagi waktu 6 3.1 58.3

Kehilangan (orang terdekat, benda) 3 1.6 91.1

Persiapan pernikahan 2 1.0 100.0

Kesehatan 1 .5 91.7

Total 192 100.0

(67)

Selain masalah perkuliahan, subyek dalam penelitian ini juga cenderung menghadapi masalah-masalah seperti sulitnya mencari pekerjaan atau masalah pekerjaan bagi yang sudah bekerja, masalah dalam berhubungan dengan orang lain seperti sahabat atau rekan kerja, masalah keuangan, masalah dalam keluarga baik dengan orang tua maupun saudara, hubungan dengan pacar atau sedang mencari pasangan hidup, masalah dalam diri sendiri, masalah kesehatan, membagi waktu, kehilangan orang terdekat maupun benda berharga dan masalah persiapan pernikahan.

C. Hasil Penelitian

1. Uji Korelasi pada Kontrol Stres

Sebelum melakukan uji hipotesis, uji korelasi ini perlu dilakukan untuk mengetahui apakah ada hubungan antara kontrol stres dengan PFC, EFC, dan

(68)

Tabel 4.1

Hasil Uji Korelasi pada Kontrol Stres

N Pearson

Correlation Sig. (2-tailed)

PFC 192 -.175 .015

EFC 192 .182 .012

Seeking meaning 192 -.071 .327

Berdasarkan tabel 4.1, dapat dilihat bahwa :

a. Ada hubungan negatif yang signifikan antara kontrol stres dengan PFC. Hasil analisis menunjukkan korelasi Pearson sebesar -.175 dengan p

sebesar .015 (p<0.05). Dengan kata lain, skor PFC akan semakin rendah apabila individu merasa permasalahannya semakin sulit dikontrol.

b. Ada hubungan positif yang signifikan antara kontrol stres dengan EFC. Hasil analisis menunjukkan korelasi Pearson sebesar .182 dengan p

sebesar .012 (p<0.05). Hal ini menunjukkan bahwa apabila individu merasa semakin sulit permasalahannya untuk dikontrol, semakin tinggi pula skor EFC individu.

c. Tidak ada hubungan yang signifikan antara kontrol stres dengan seeking meaning, dimana hasil analisis menunjukkan korelasi Pearson sebesar -.071 denganpsebesar .327 (p>0.05).

(69)

metode, yaitu ANAKOVA untuk PFC & EFC dan ANAVA satu jalur untuk

seeking meaning.

2. Uji Beda pada KelompokGender

Selain uji korelasi, peneliti juga melakukan uji beda pada kelompok

gender terhadap PFC, EFC, dan seeking meaning. Hal ini dilakukan untuk melihat apakah ada atau tidak perbedaan coping stres antara laki-laki dan perempuan, apabila ada perbedaan maka penelitian ini akan terdiri dari dua kelompok yaitu kelompokgenderdan kelompok berdasarkan urutan kelahiran. Namun, apabila tidak ada maka dalam penelitian ini kelompok gender dapat dihilangkan. Dengan kata lain, hanya ada satu kelompok sample yaitu berdasarkan urutan kelahiran (anak sulung, tengah, dan bungsu). Uji beda ini dilakukan dengan menggunakanIndependent Sample t-Test.

a. PFC

Tabel 4.2

Ringkasan Hasil Independent Sample t-Test pada PFC Jenis

Kelamin N Mean SD df t p Laki-laki 99 114.65 14.482 190 -.527 .599 PFC Perempuan

93 115.67 12.159 187.684 -.530 .597

Dari tabel 4.2, dapat dilihat bahwa tidak ada perbedaan problem-focused coping antara laki-laki dan perempuan secara signifikan, dimana terlihat p

(70)

b. EFC

Tabel 4.3

Ringkasan Hasil Independent Sample t-Test pada EFC Jenis

Kelamin N Mean SD df t p Laki-laki 99 52.23 11.207 190 -.873 .384 EFC Perempuan

93 53.63 11.034 189.575 -.873 .384

Berdasarkan tabel 4.3, dapat dilihat bahwa tidak ada perbedaan emotion-focused coping antara laki-laki dan perempuan secara signifikan, dimana terlihatpsebesar .384 baik untuk laki-laki maupun perempuan (p>0.05).

c. Seeking Meaning

Tabel 4.4

Ringkasan Hasil Independent Sample t-Test pada Seeking Meaning Jenis

Kelamin N Mean SD df t p Laki-laki 99 48.14 6.101 190 -1.206 .229 seeking

meaning Perempuan

93 49.15 5.451 189.533 -1.210 .228

Dari tabel 4.4, dapat dilihat bahwa tidak ada perbedaan seeking meaning

antara laki-laki dan perempuan secara signifikan, dimana terlihat p sebesar .229 untuk laki-laki dan .228 untuk perempuan (p>0.05).

Berdasarkan hasil uji beda terhadap kelompokgenderdi atas, dapat dilihat bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara laki-laki dan perempuan baik terhadap PFC, EFC maupunseeking meaning. Oleh karena itu, kelompok

(71)

dalam penelitian ini yaitu berdasarkan urutan kelahiran (anak sulung, anak tengah, dan anak bungsu).

3. Deskripsi Data Penelitian

Skala coping dalam penelitian ini terdiri atas PFC 26 item dan EFC 22

item dimana saat seleksi item aspek seeking meaning menjadi terpisah dari EFC. Dengan demikian, perhitungannya juga dipisah dan seeking meaning

memilikiitemsebanyak 10item.

Perhitungan kategorisasi dilakukan pada PFC, EFC, dan seeking meaning

secara terpisah dengan membandingkan meanhipotetik dengan meanempiris. Perhitungan ini dilakukan menggunakan One Sample t-Test dengan bantuan program SPSS 12.0for Windows.

a. PFC

Tabel 4.5

Ringkasan Tabel Data Penelitian PFC N Mean Std.

Deviation df

Sig. (2-tailed)

PFC Seluruh Subyek 192 115.14 13.382 191 .000 Anak Sulung 65 118.25 13.035 64 .000 Anak Tengah 65 113.78 13.594 64 .000 Anak Bungsu 62 113.31 13.149 61 .000

Test Value = 91

(72)

Berdasarkan data tersebut, dapat dilihat bahwa mean empiris keseluruhan subyek lebih besar darimeanhipotetiknya. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa problem-focused coping subyek (baik anak sulung, tengah dan bungsu) dewasa awal termasuk tinggi. Data selengkapnya dapat dilihat dalam lampiran.

b. EFC

Tabel 4.6

Ringkasan Tabel Data Penelitian EFC N Mean Std.

Deviation df

Sig. (2-tailed) EFC Seluruh Subyek 192 52.91 11.117 191 .000

Anak Sulung 65 50.46 11.522 64 .000 Anak Tengah 65 55.35 10.569 64 .000 Anak Bungsu 62 52.92 10.850 61 .000

Test Value = 77

Berdasarkan tabel 4.6, dapat dilihat mean hipotetik EFC adalah 77, sedangkanmean empiris untuk seluruh subyek sebesar 52.91, anak sulung sebesar 50.46, anak tengah sebesar 55.35, dan anak bungsu sebesar 52.92 dengan taraf signifikansi sebesar .000.

(73)

c. Seeking Meaning

Tabel 4.7

Ringkasan Tabel Data Penelitian Seeking Meaning N Mean DeviationStd. df Sig. (2-tailed)

Seeking Meaning Seluruh Subyek 192 48.63 5.802 191 .000 Anak Sulung 65 49.48 6.055 64 .000 Anak Tengah 65 48.68 5.172 64 .000 Anak Bungsu 62 47.69 6.102 61 .000

Test Value = 35

Berdasarkan tabel 4.7, dapat diketahui bahwa mean hipotetik seeking meaningadalah 35, sedangkan mean empiris untuk seluruh subyek adalah 48.63, anak sulung sebesar 49.48, anak tengah sebesar 48.68, dan anak bungsu sebesar 47.69 dengan taraf signifikansi sebesar .000.

Seperti halnya dengan PFC, dari data di atas juga terlihat bahwamean

empiris keseluruhan subyek lebih besar dari mean hipotetiknya. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa seeking meaning subyek (baik anak sulung, tengah dan bungsu) dewasa awal juga termasuk tinggi. Data selengkapnya dapat dilihat dalam lampiran.

4. Uji Asumsi

Ada beberapa hal yang harus dipenuhi sebelum melakukan analisis data, salah satu diantaranya yaitu melakukan uji asumsi yang terdiri dari uji normalitas sebaran dan uji homogenitas varian.

a. Uji Normalitas Sebaran

(74)

digunakan dalam uji normalitas ini adalah Kolmogorov-Sminorv Test

bukan Shapiro-Wilk karena jumlah subyek dalam penelitian in

Gambar

Tabel 3.1
Tabel 3.3Skor Jawaban Skala
Tabel 3.4
Tabel 3.5
+7

Referensi

Dokumen terkait

Informan yang digunakan dalam penelitian ini, baik informan utama maupun informan pendukung, memiliki latar belakang yang bervariasi. Informan utama terdiri dari

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat diungkapkan beberapa saran lebih lanjut guna perbaikan dan kemanfaatan penelitian mengenai hubungan antara

Penelitian ini menggunakan adaptasi skala self-esteem dalam konteks organisasi 10 aitem dari Pierce, dkk (1989) dan skala stres kerja terdiri dari 30 aitem. Pengujian

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perempuan fatherless karena perceraian memiliki persepsi (pengetahuan, harapan dan peilaian) yang cenderung negatif pada sembilan

Dalam penelitian ini pengukuran dihasilkan dari subyek yang disesuaikan dengan kriteria yang didapatkan oleh peneliti di kelurahan Mojoroto, kecamatan Mojoroto, kota Kediri,

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan perilaku merokok ditinjau dari tingkat stres pada wanita dewasa awal di Yogyakarta.. Metode dalam penelitian ini

Habis tu anak-anak pulang jo mereka pu orang tua tanya kenapa tidak sekolah jo anak-anak jawab ibu tidak masuk, padahal ada kepala sekolah yang PNS tetapi

Hipotesis yang diajukan adalah ada hubungan positif antara dukungan sosial keluarga dengan intimasi dalam berpacaran pada mahasiswa. Subyek penelitian merupakan mahasiswa