• Tidak ada hasil yang ditemukan

KETERLIBATAN AYAH DALAM PENGASUHAN ANAK PADA KELUARGA JAWA BERDASARKAN PANDANGAN REMAJA Keterlibatan Ayah Dalam Pengasuhan Anak Pada Keluarga Jawa Berdasarkan Pandangan Remaja.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "KETERLIBATAN AYAH DALAM PENGASUHAN ANAK PADA KELUARGA JAWA BERDASARKAN PANDANGAN REMAJA Keterlibatan Ayah Dalam Pengasuhan Anak Pada Keluarga Jawa Berdasarkan Pandangan Remaja."

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

KETERLIBATAN AYAH DALAM PENGASUHAN ANAK

PADA KELUARGA JAWA BERDASARKAN PANDANGAN REMAJA

Oleh:

FITRI APSARI

S. 300 100 024

NASKAH PUBLIKASI

Disusun dan diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan

Mencapai derajat Magister Sains Psikologi

Kekhususan Psikologi Pendidikan

Disusun oleh:

SW KARTIKA SARI

S 300 100 022

PROGRAM MAGISTER SAINS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

(2)

KETERLIBATAN AYAH DALAM PENGASUHAN ANAK

PADA KELUARGA JAWA BERDASARKAN PANDANGAN REMAJA

NASKAH PUBLIKASI

Disusun dan diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan

Mencapai derajat Magister Sains Psikologi

Kekhususan Psikologi Pendidikan

Disusun oleh:

SW KARTIKA SARI

S 300 100 022

PROGRAM MAGISTER SAINS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

(3)
(4)

KETERLIBATAN AYAH DALAM PENGASUHAN ANAK

PADA KELUARGA JAWA BERDASARKAN PANDANGAN REMAJA

SW Kartika Sari

Magister Sains Psikologi, Universitas Muhammadiyah Surakarta

ABSTRACT. This study examined about father involvement on fathering in the

Javanese family. Qualitative method was used to understand how father

involvement happened on fathering phenomenon in the Javanese family. Interview

were used to collect information. Participants include ten groups of adolescence

and their father which were lived in Surakarta and use Javanese as

mother-tongue. Results show that father-child communication and faher’s choice about

fathering influences the fathering style. Communicatoin, closeness, and father

understanding about their child, influence father involevement on transferring

value in the daily activities. “Tarik ulur” style emerged in Javanese family, based

on child’s lageyan (body language).

Keywords: father involvement, fathering, Javanese family.

I. PENDAHULUAN

Masalah yang muncul mengiringi kasus kenakalan remaja biasanya adalah masalah pergaulan, studi, dan keluarga (Hapsari, 2012). Pada harian Kompas disebutkan bahwa kegalauan yang makin meluas pada remaja mendorong mereka untuk berperilaku keluar dari norma (Rejeki, 2011).

Remaja perlu dididik kritis dan didorong membuat keputusan yang terbaik untuk dirinya sendiri. Emosi positif antara anak dan orangtua juga perlu dibangun sehingga remaja yang bermasalah akan dapat diarahkan dengan baik. Hubungan dengan orangtua berpengaruh pada cara remaja menghadapi situasi-situasi yang berpotensi menyebabkan stress (Geldard & Geldard, 2011).

Kurangnya partisipasi orangtua dalam pendidikan anak

banyak disebabkan oleh perubahan pola dan struktur keluarga. Perubahan pola dan struktur keluarga ini salah satu faktor pemicunya adalah partisipasi perempuan di sektor publik. Konsekuensinya, waktu ibu bersama anak menjadi berkurang, sehingga para ayah dituntut untuk berbagi peran dalam mendidik anak (Erawati, 2009).

(5)

dihadapi saat ayah terlibat dalam pengasuhan anak.

Penelitian tentang keterlibatan ayah dalam pengasuhan anak masih jarang di Indonesia, sehingga penting untuk mengadakannya mengingat adanya perbedaan kultur yang berpengaruh terhadap perilaku yang muncul pada kasus yang sama.

Berdasarkan fenomena di atas, maka rumusan masalah penelitian ini mengenai bagaimana keterlibatan ayah dalam pengasuhan anak pada keluarga Jawa berdasarkan pandangan remaja.

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengasuhan Anak

Menurut Baumrind (dalam Leidy et.al, 2011), pola pengasuhan anak merefleksikan dua dimensi perilaku: (1) emosionalitas, yang meliputi seberapa hangat dan seberapa cepat orangtua merespon anak, dan (2) kontrol, yang

mencakup bagaimana

kecenderungan orangtua dalam mengendalikan perilaku anak.

Santrock (2012) lebih lanjut mendeskripsikan dimensi pengasuhan yang diusung Baumrind tersebut dalam kategori gaya pengasuhan: (1) authoritarian

parenting, di mana orangtua

menekankan kepatuhan dan target tertentu untuk dicapai anak tanpa banyak berkomunikasi secara verbal, (2) authoritative parenting, orangtua mendorong kemandirian anak dengan menempatkan beberapa aturan yang terkomunikasikan baik dan tetap

melakukan kontrol dengan kasih sayang, (3) neglectful parenting, orangtua sangat tidak terlibat dengan anak, dan (4) indulgent parenting, di mana keterlibatan orangtua sangat sedikit namun masih menuntut beberapa hal atau melakukan kontrol tertentu.

B. Keterlibatan Ayah

Amato dan Gilreth (dalam Erawati, 2009), dalam penelitiannya tentang ayah, menyatakan bahwa bentuk interaksi ayah-anak meliputi interaksi langsung saat bermain, menghabiskan waktu luang, dan membicarakan hal-hal tentang sekolah. Hal khusus yang secara langsung dimiliki oleh seorang ayah adalah sebagai pengajar sekaligus pembimbing yang efektif.

Day & Lamb (2004) menyatakan empat faktor yang mempengaruhi keterlibatan ayah dalam keluarga, yaitu :

a. Motivasi, dan segala hal yang membuat ayah ingin selalu terlibat dalam aktivitas bersama anaknya.

b. Keterampilan dan kepercayaan diri, atau keterampilan fisik aktual yang dibutuhkan untuk memberikan perlindungan dan kepedulian pada anaknya. c. Dukungan sosial/orang lain,

terutama dari ibu, terhadap keterlibatan ayah.

(6)

C.Masa Remaja

Ditinjau dari perkembangan kognitif menurut Piaget, Yusuf (2010) menyatakan bahwa masa remaja sudah mencapai tahap operasional formal. Remaja telah dapat berpikir logis tentang berbagai gagasan yang abstrak. Berpikir secara operasi formal berarti lebih bersifat hipotesis, abstrak, sistematis, dan ilmiah dalam menyelesaikan masalah.

D.Keluarga Jawa

Masyarakat Jawa merupakan orang-orang yang bertempat tinggal, bergaul, dan berkembang di pulau Jawa yang kemudian mengembangkan tradisi dan kebudayaan yang khas dan berkarakteristik Jawa (Roqib, 2007).

Magnis-Suseno (2003) mendefinisikan orang Jawa adalah orang yang bahasa ibunya adalah bahasa Jawa. Haq (2011) lebih lanjut menyatakan bahwa keluarga Jawa merupakan keluarga yang mendiami tanah Jawa dan dalam hidup kesehariannya menggunakan bahasa Jawa sebagai bahasa yang dipergunakan secara turun temurun.

Orang Jawa membedakan dua golongan sosial-ekonomi: (1) wong cilik (orang kecil), terdiri dari sebagian besar massa petani dan mereka yang berpendapatan rendah di kota, dan (2) kaum priyayi di mana termasuk kaum pegawai dan orang-orang intelektual. Atas dasar keagamaan, orang Jawa dibedakan dalam dua golongan. Golongan pertama lebih ditentukan oleh tradisi Jawa pra-Islam (Kejawen),

sedang yang kedua adalah orang yang berusaha hidup sesuai ajaran agama (Magnis-Suseno, 2003).

Keluarga merupakan kelompok sosial yang pertama dalam kehidupan seseorang. Menurut Oqbum (dalam Haq, 2011) fungsi keluarga itu mencakup fungsi kasih sayang, fungsi ekonomi, fungsi pendidikan, fungsi perlindungan, fungsi perlindungan,fungsi rekreasi, fungsi status, dan fungsi agama. Bierstadt (dalam Haq, 2011) menambahkan bahwa keluarga turut menggerakkan nilai-nilai kebudayaan.

E.Pertanyaan Penelitian

Pertanyaan penelitian yang diajukan dalam penelitian bertema keterlibatan ayah pada keluarga Jawa ini adalah:

1. Bagaimana pandangan remaja tentang gaya pengasuhan ayah?

2. Bagaimana pandangan remaja tentang keterlibatan ayah?

(7)

Metode pengumpulan data pada penelitian ini adalah menggunakan wawancara. Alat bantu yang digunakan peneliti untuk mempermudah pengambilan data selama wawancara berlangsung adalah dengan menggunakan recorder dan buku catatan (panduan wawancara).

Keterlibatan ayah diungkap dengan menggunakan teori Krampe & Newton (2006) menggunakan indikator hubungan anak dengan ayah dari berbagai sisi: afektif, perilaku, dan persepsi anak tentang keterlibatan ayah, kemudian dipadukan dengan gaya fundamental pengasuhan ayah yang diungkap Poulter (2004), disajikan dalam panduan wawancara.

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Informan yang digunakan dalam penelitian ini, baik informan utama maupun informan pendukung, memiliki latar belakang yang bervariasi. Informan utama terdiri dari remaja yang berjenis kelamin laki-laki dan perempuan dari berbagai jenjang usia serta tinggal di wilayah perkotaan dan pedesaan.

Informan pendukung, yaitu para ayah, terwakili dari golongan yang bervariasi pada tingkat pendidikan, tingkat ekonomi, dan jenis pekerjaan, yang diilustrasikan pada tabel berikut

No Subjek Usia

Jenis

Tingkat Ekonomi

Kelamin Keluarga

1 YC 15 P Menengah

Pendidikan Pekerjaan

Ayah Ibu Ayah Ibu

(8)

A. Hasil Penelitian

1. Pandangan Remaja tentang Gaya Pengasuhan Ayah

a) Sikap ayah terhadap prestasi anak.

Ada dua sikap ayah terhadap prestasi anak, yaitu: memberikan reward, dan motivasi.

“Ya.. bilang bagus...” (W61,L,R,14); “.Ya.. senyum aja, gitu.” (W71,P,R,14); ”...ya ada hadiahnya...” (W11,L,R,37-38); “Ya.. nggak ngomong apa-apa sih.. tapi dulu yang nyuruh coba belajar piano ya

Bapak.”(W101,L,R,13-15);“Ya.. ndukung, ngasih motivasi, waktu itu juga nglatih pas ikut lomba mocopat

SD.”(W41,P,R,4-5)

Gambar 1. Sikap ayah terhadap prestasi anak

b) Standar norma yang ditetapkan oleh ayah.

Standar norma yang ditetapkan ayah berupa aturan memilih teman yang tepat dan disipilin dalam beraktivitas.

“Ya aku main ya boleh, tapi harus pilih-pilih temen... nggak boleh salah pergaulan. Takut nek jadi nakal atau gimana, gitu..”(W21,L,R,27-29); ”Pergi harus pamit, kalau misalnya pulangnya lama.. gitu, pamit dulu..” (W11,L,R,64-68).

Gambar 2. Standar norma yang ditetapkanoleh ayah

c) Peran ayah dalam keluarga. Terdapat dua tema dalam pembagian peran ini, yaitu: ayah sebagai pusat dalam keluarga dan ayah-ibu memiliki posisi berimbang dalam keluarga.

(9)

(W21,L,R,42-43);“Bapak survei, ngasih pertimbangan, keputusan..”(W51,L,R,40-41); “Ya, dua-duanya sama aja. Kalo masalah kendaraan, rumah, ya sama Bapak. Kalo pendidikan, gitu, ya lebih banyak pertimbangan Ibu.”(W91,P,R,75-78)

Gambar 3. Pusat peran orangtua dalam keluarga

d) Frekuensi berkomunikasi dengan ayah.

Ditemukan dua tema frekuensi komunikasi, yakni jarang dan sering berkomunikasi dengan ayah.

“Jarang ngobrol sama Bapak.”(W71,P,R,35-36);“Sering, sih.. Bapak kan pulang kerja jam satu atau dua (=siang), abis tu biasanya langsung ngobrol. Tiap hari, hihi..”(W31,P,R,52-54).

Gambar 4. Frekuensi komunikasi dengan ayah

e) Cara ayah menstimulus kemajuan anak.

Tema-tema yang muncul pada cara ayah menstimulus anak yaitu: memberikan tantangan, memotivasi, memfasilitasi biaya les, dan memberikan ijin.

“...aku disuruh belajar naik motor... aku disuruh nyamain hafalan Qur’an di atas standar pondokku..”(W51,L,R,87-95); “Ya dicoba dulu. Sesuatu yang belum dicoba kan hasilnya nggak tahu bakal gimana.. Yang penting dah berani nyoba. Yang penting yang baik aja.”(W41,P,R,62-66)

(10)

Gambar 5. Cara ayah menstimulus remaja untuk

berkembang

f) Harapan remaja terhadap pengasuhan anak.

Ada tiga tema yang muncul, yaitu: menjalin komunikasi yang baik, memberikan kebebasan yang bertanggung jawab, serta tegas dan mampu menjadi teladan.

“ Kalau aku salah, cuma dinasehatin, suka ngajak ngobrol..itu”. (W51,L,R,107-108); “Ya. Ya kayak Papi gitu. Aku ya kadang-kadang

dibebaskan tapi juga difasilitasi. Tapi anake juga harus tanggung jawab. Nggak boleh sak-sake (=semaunya sendiri), gitu..”(W11,L,R,154-158).

Gambar 6. Harapan remaja tentang pengasuhan anak

2. Pandangan Remaja tentang Keterlibatan Ayah

a) Topik pembicaraan dengan ayah.

Ada empat topik pembicaraan remaja dengan ayah, yaitu: hobi/kesukaan, pendidikan, kegiatan harian, dan teman.

“...motor,

kadang-kadang...kadang-kadang juga olahraga ...

(11)

Gambar 7. Topik pembicaraan ayah-anak

b) Kedekatan

Berdasarkan hasil wawancara tentang kedekatan remaja dengan ayah, muncul dua tema, yaitu: dekat dan tidak dekat.

“Deket. Apalagi kalau ketemu, pasti diajak jalan-jalan, ngobrol..”(W51,L,R,137-138);“.. biasa aja.. nggak terlalu dekat.”(W21,L,R,133); “Ya, yang nganter sekolah tiap hari, les juga..kami.. jarang ngobrol. Kami jarang bicara.”(W101,L,R,122-129)

Gambar 8. Kedekatan ayah-anak

c) Posisi ayah dalam kehidupan remaja

Terdapat empat posisi ayah dalam kehidupan remaja, yaitu: pendukung finansial, pendukung aktivitas, pembuat keputusan, dan pemberi pertimbangan.

“ Ya, Bapak yang mbiayain.. Bapak yang

(12)

Gambar 9. Posisi ayah dalam kehidupan remaja

d) Bentuk dukungan ayah

Ada empat bentuk dukungan ayah, yaitu: memotivasi, mengarahkan, memfasilitasi, dan melatih.

“...sambil bilang ‘kowe mesthi iso’(= kamu pasti bisa).”

(W41,P,R,114-115);“Ya, suruh ati-ati aja..Papa nggak banyak

bicara.”(W21,L,R,154-155);“Ya, memfasilitasi. Kalau butuh biaya, ya dikasih. Kalau tanya masalah apa yang nggak tau itu juga

dijawab...”(W11,L,R,237-238);

Gambar 10. Dukungan ayah

e) Keteladanan ayah

Terdapat tiga tema keteladanan ayah yang ingin diikuti oleh remaja, yaitu: memiliki keahlian tertentu, pekerja keras, dan rajin.

“Ya.. pengen banget bisa kayak gitu. Bapak bisa ngomong di depan banyak orang. Kalau jadi peternak, bisa ngurus-ngurusin hewan, gitu...”

(W51,L,R,165-168); “Aku mau ikutan kerja keras kayak Bapak.”(W81,P,R,121); “Pengennya sih bisa rajin... kerja keras, kayak

(13)

Gambar 11. Keteladanan ayah

f) Kehadiran ayah di acara sekolah.

Terdapat tiga tema kehadiran ayah di acara sekolah, yaitu: rapat orangtua, pengambilan rapot, dan tidak pernah hadir.

“Bapak biasanya yang hadir. Ambil rapot sama rapat orangtua murid.” (W51,L,R,235-236); “Kebanyakan Bapak, sih. Kayak rapat orangtua.. ambil rapot..ngurus keringanan biaya...”(W81,P,R,167-169;)“Acara sekolah.. Nggak pernah. Hihi.. semuanya Ibu...”(W71,P,R,218-219).

Gambar 12. Kehadiran ayah di acara sekolah

g) Kegiatan bersama ayah. Ada empat tema yang muncul dari kegiatan yang dilakukan remaja bersama ayah, yaitu: bidang seni, bidang olahraga, bidang peternakan, dan tidak ada hobi yang sama.

“...pernah diajak Papi bareng nonton.. ke Mangkunegaran.. budaya-budaya Jawa kayak gitu. Terus pernah ada apa itu... acara sakral Bali.” (W11,L,R,188-203);“Trus kalo Bapak itu sukanya badminton, voli, sama main bola.

(14)

Gambar 13. Kegiatan bersama ayah

h) Pendapat ayah tentang masa depan remaja.

Terdapat tiga pendapat ayah terhadap rancangan masa depan remaja, yaitu: memberikan pertimbangan, memberikan dukungan moral, dan tidak pernah memberikan pendapat.

“Diberi gambaran-gambaran. Yang penting aku minat sama mau njalanin

aja.”(W11,L,R,396-397);“Ya Bapak dukung aja, usaha ngumpulin biaya, asal aku usaha

sungguh-sungguh.”(W81,P,R,185-187); “Ya, apa ya, nggak

pernah...Nggak ada gambaran (Itee: menggeleng). Abah nggak terlalu banyak bicara.”(W61,L,R,250-256).

Gambar 14. Pendapat ayah tentang masa depan remaja

i) Cara ayah mengajarkan nilai. Muncul tiga cara ayah mengajarkan nilai, yaitu: memberikan aturan dan mengajak pertimbangan, dan memberikan contoh.

“Ya, kalo aku pulang kemaleman besoknya nggak dikasih uang jajan.” (W101,L,R,261-262);“Aku kan sering curhat sama Bapak. Ya, pas curhat itu aku diajarin milih yang bener dan yang

(15)

Gambar 15. Cara ayah mengajarkan nilai

j) Respon ayah saat

berkomunikasi.

Ada lima respon ayah saat berkomunikasi, yaitu: mendengarkan dengan memberikan tanggapan, mendengarkan sambil memberi sentuhan fisik, mendengarkan sambil beraktivitas, mendengarkan saja, dan tidak pernah mengajak ayah berkomunikasi.

“Ya, biasanya sambil duduk-duduk tuh aku dipeluk, dicium.. gitu..mendengarkan,

nanggepin...”(W41,P,R,201-203);“Ya. Sambil duduk sama liat tivi (=Televisi). Trus ndengerin aku...”(W21,L,R,288-289); “Biasa aja. Nggak pernah bicara...”(W101,L,R,275).

Gambar 16. Respon ayah saat berkomunikasi

k) Cara ayah menyatakan rasa sayang.

Ditemukan tiga tema tentang cara ayah menyatakan rasa sayang, yaitu: memberikan sentuhan fisik, menunjukkan kepedulian terhadap keselamatan, dan tidak pernah menunjukkan rasa sayang.

“Ya, aku masih dipeluk, dicium, diusap kepalanya, gitu...” (W41,P,R,207-208);“Ya, kalau belum pulang ditelpon, kalau kemaleman, dijemput..hihi.. sama kalau sakit dibawa ke dokter.”(W91,P,R,269-271);“Nggak ada.. nggak tau...Bapak

(16)

Gambar 17. Cara ayah menyatakan sayang

l) Tingkat pemahaman ayah. Ada tiga tema mengenai sejauhmana ayah memahami remaja, yakni: paham, cukup paham, dan tidak paham.

“Ya dia tahu tentang aku.. perasaanku..kapan aku seneng, sedih.. bisalah

ngadepin.”(W51,L,R,269-270); “Ya, kadang cukup tahu mana yang aku suka dan enggak. Emm.. Tapi lebih paham Mami, sih, tentang aku.”(W11,L,R,345-347) ; “Enggak tau. Enggak paham.”(W101,L,R,293).

Gambar 18. Pemahaman ayah

m) Sosok ayah di masa kecil. Muncul tiga tema tentang sosok ayah di masa kecil, yaitu: mengajak bermain, mengajak berwisata, dan membantu dalam aktivitas harian.

“Bapak sering ngajak main. Badminton, main bola, gitu...” (W41,P,R,153-154); “Ya sering pergi-pergi... kalau nggak ngajak pergi, ya ngajak maen, atau ngajak makan ke mana... sering diajak wisata

kuliner.”(W11,L,R,467-474);“Seneng, maen, disuapin.. sampai hal kecil-kecil sama Bapak, dicebokin,

(17)

Gambar 19. Sosok ayah di masa kecil

B. Pembahasan 1. Pengasuhan Anak

Faktor kedekatan antara ayah dan remaja sejalan dengan hasil penelitian Erawati (2009), bahwa dimensi closeness memberikan sumbangan besar dalam mengungkap keterlibatan ayah pada pengasuhan. Keterlibatan ayah ini kemudian bermuara pada interaksi ayah-anak yang terjalin.

Keragaman gaya pengasuhan kemudian muncul seiring dengan interaksi ayah-anak yang terjalin. Pengasuhan anak dipilih ayah berdasarkan dimensi emosional dan kontrol, serta memiliki pola, irama, emosi, dam metode tersendiri seperti teori Poulter (2004) dan Baumrind (dalam Leidy et.al, 2011) yang diungkap dalam bab sebelumnya.

Gaya pengasuhan yang dipilih ayah ini berdasarkan pola efektif yang diyakini serta pengalaman pola asuh yang dialami oleh ayah pada waktu kecil. Hal ini tercermin

dari kutipan pernyataan ayah berikut.

“Ya kalau di rumah ya, sendiri-sendiri.. nyari konco

sendiri-sendiri.. saya sendiri, dia

sendiri...”(W101,L,A,16-18); “Ya, pokoknya semua harus tidur siang, istirahat, nanti buat persiapan belajar.“(W31,L,A,25-27); “Ya.. ini sebenarnya seperti pola saya dulu waktu kecil.”(W31,L,A,36-37)

Cara pengasuhan yang akan diperankan oleh ayah sejak awal sebenarnya dapat diprediksi, apakah akan mengikuti pola yang diberikan oleh orangtua ayah di masa lampau ataukah akan memperbaruinya. Peran yang dijalankan orangtua memiliki kaitan erat dengan tujuan awal bagaimana peran tersebut akan dibangun (Yaremko & Lawson, 2007).

Perlu diketahui bahwa pengasuhan ayah juga erat kaitannya dengan komunikasi antara ayah dan anak dalam keseharian. Terdapat 50% remaja mengharapkan baiknya jalinan komunikasi dalam memandang gaya pengasuhan yang dilakukan ayah. Sayangnya data yang diperoleh menunjukkan bahwa jarangnya komunikasi mendominasi prosentase hubungan ayah dengan remaja.

2. Keterlibatan Ayah

(18)

yang terjalin juga dengan jelas ditunjukkan oleh 60% respon ayah yang tidak memberikan umpan balik pada saat berkomunikasi dengan remaja serta berujung jumlah ayah yang kurang dapat memahami remaja, yakni sebesar 70%.

Umpan balik dan berbagai pertimbangan yang muncul dari ayah saat remaja akan melakukan sesuatu menduduki posisi penting. Hal itu dibutuhkan remaja saat menyusun rancangan masa depan dan menghadapi masalah, sejalan dengan pendapat yang diungkap Newton & Newton (2009) pada bab sebelumnya.

Keterlibatan ayah dalam kehidupan anak juga mendorong terbentuknya kelekatan. Kelekatan (attachment) yang kokoh dengan orangtua dapat menyangga remaja dari kecemasan dan potensi depresi sehingga menjadi landasan kuat untuk dapat mengenal lingkungan sosial yang lebih luas dan sehat secara psikologis (Santrock, 2002). Brown et.al. (2007) dalam penelitian sebelumnya juga menekankan kualitas pengasuhan untuk menentukan kelekatan ayah-anak.

Ada nilai tertentu yang dikenal pada masyarakat Jawa. Kedudukan suami dan istri tidaklah sama dalam keluarga Jawa. Terutama bagi keluarga Jawa yang tinggal di sekitar kerajaan Mataram didirikan, yakni di wilayah Yogyakarta dan Surakarta (Haq, 2011). Hal ini sejalan dengan data yang diungkap remaja, di mana 80% ayah

bertindak sebagai pusat peran orangtua dalam keluarga.

3. Temuan Penelitian

Variabilitas dan heterogenitas tentang bagaimana individu atau

kelompok individu

mengintepretasikan nilai dan makna tidak dapat dihindari dalam sebuah budaya yang sama (Edwards, et.al, 2006).

Ada hal menarik yang muncul pada pengasuhan anak di keluarga Jawa yang diteliti, seperti kutipan berikut ini.

“Saya lebih cenderung kepada menjaga tawazun, keseimbangan, jadi terus tidak kita langsung

mengambil pola demokratif,

demokrasi, atau otoriter, tidak.. ya pokoknya seimbang, lah. Tarik ulur seperti layangan.”

(W52,L,A,20-26); “Dengan

mengikuti perkembangannya dari dia lahir, minimal kita tahu juga kita tempatkan sebagai subyek, karena dia adalah entitas yang tidak selamanya dapat kita ikuti.”(W11,L,A,27-49).

Muncul istilah “tarik ulur” dalam menggambarkan gaya pengasuhan yang menekankan pada keseimbangan.

Konsep di atas sebenarnya pernah diungkap dalam penelitian Ito & Taylor (2012) yang menyatakan bahwa ayah di

(19)

menyeimbangkan antara pemberian kasih sayang dan penerapan kedisiplinan. Keseimbangan dalam perspektif budaya Jawa ada sedikit perbedaan penekanan. Keseimbangan dalam konsep mulur mungkret bisa dijadikan bahan pertimbangan.

Suryomentaram pernah mengajukan metode mawas diri yang dikenal memiliki konsep mulur mungkret sebagai sarana refleksi untuk mendapatkan pemahaman tentang diri sendiri. Mulur dilakukan untuk memenuhi dan atau meningkatkan target, sedangkan mungkret merupakan cara yang dapat dilakukan untuk menurunkan target agar sesuai dengan kemampuannya (Prihartanti, 2004).

Konsep mulur mungkret tersebut dalam implementasinya hampir sama dengan tarik ulur yang diajukan ayah. Khusus dalam peran sebagai orangtua, konsep tarik ulur ini lebih merujuk pada proses di dalam diri (self) dalam dimensi sosial.

Konsep diri dalam dimensi sosial merujuk pada beragamnya peran seseorang dalam kehidupan sosial, seperti peran sebagai orangtua, anak, dan lain-lain (Buss, 2001). Terdapat perbedaan antara perilaku yang dikendalikan dari dalam diri dengan perilaku yang dimanifestasikan dari proses berinteraksi dengan lingkungan.

Memperhatikan lageyan (body language) anak merupakan salah satu cara ayah dalam membantu kapan ayah dapat menerapkan

konsep tarik ulur dalam pengasuhan anak guna mencapai keseimbangan yang diharapkan. Keterlibatan ayah dan besarnya pemahaman ayah terhadap remaja memiliki pengaruh besar dalam menentukan gaya pengasuhan ayah. Krampe & Newton (2006) menyatakan bahwa penelitian terhadap pengalaman seseorang (periode dewasa awal sampai dewasa) dengan ayah sangat penting karena tiap individu membawa setiap pengalaman tersebut dalam kehidupan mereka selanjutnya.

Pemahaman ayah yang dilandasi filosofi pendidikan anak dalam budaya Jawa mampu memberikan warna gaya pengasuhan yang dapat memberikan pengalaman terbaik bagi anak. Gaya pengasuhan tarik ulur pada ayah pada keluarga Jawa muncul sebagai titik keseimbangan dalam menjaga harmoni dan keselarasan hidup sesuai ajaran keutamaan hidup dalam masyarakat Jawa.

E. KESIMPULAN

Berdasarkan pembahasan dalam bab sebelumnya, kesimpulan yang diperoleh mengenai keterlibatan ayah dalam pengasuhan anak pada keluarga Jawa berdasarkan pandangan remaja adalah sebagai berikut.

(20)

dipilih ayah berdasarkan pola efektif yang diyakini dan pengalaman pengasuhan yang pernah diterima sebelumnya. Pada penelitian ini diperoleh temuan bahwa gaya pengasuhan tarik ulur, dimana dimensi kontrol dan emosional diterapkan ayah secara variatif sesuai lageyan (body language) anak, mendapatkan respon positif oleh remaja pada keluarga Jawa.

2. Pola komunikasi, kedekatan, dan pemahaman ayah terhadap anak mempengaruhi bentuk keterlibatan ayah dalam melakukan transfer nilai dalam keseharian dalam rangka mendampingi remaja mencapai perkembangan yang optimal. Remaja yang memiliki pola komunikasi baik, dekat, dan merasa mendapatkan pemahaman dari ayah, memandang positif bentuk keterlibatan yang terjadi.

Daftar Pustaka

Brown, G.L, McBride, B.A, Shin, N, & Bost, K.K. 2007. “Parenting Predictors of Father-Child Attachment Security: Interactive Effects of Father Involvement and Fathering Quality”. The Men’s Studies Press : Fathering. Vol. 5, No.3, Fall 2007. page 197 – 219.

Buss, A. 2001. Psychological Dimensions of the Self. California: Sage Publications.

Day, R.D & Lamb, M.E. 2004. Conceptualizing and Measuring Father Involvement. New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates.

Edwards,C.P, Knoche,L, Aukrust,V, Kumru,A, Kim, M. 2006. “Parental Ethnotheories of Child Development: Looking Beyond Independence and Indiviualism in American Beliefs Systems”. Journal of International and

Cultural Psychology (in

Indigenous and Cultural

Psychology, Understanding

people in Context (Edited by Uichol Kim, Kuo-Shu Yang, & Kwang-Kuo Hwang). Page 141-174.

Erawati, M. 2009. “ Kajian Metaanalisis : Keterlibatan Ayah dalam Pengasuhan dan Externalizing

Behavior pada Anak”.

Indigenous: Jurnal Ilmiah

Berkala Psikologi. Vol. 11, No.1, Hal : 2-19.

Geldard, K, & Geldard, D. 2011. Konseling Remaja : Pendekatan

Proaktif untuk Anak Muda.

Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Hapsari, I. “Remaja dan Masalahnya”. Kompasiana edisi 3 Juli 2012.

Diakses dari

http://muda.kompasiana.com/

Haq, M.Z. 2011. Mutiara Hidup

Manusia Jawa. Yogyakarta:

Aditya Media.

(21)

Development and Care, 1-16, Ifirst Article.

Krampe, E.M, & Newton, R.R. 2006. “The Father Presence Questionnaire: A New Measusure of the Subjective Experience of Being Fathered”. The Men’s Studies Press : Fathering. Vol. 4, No.2, Spring 2006, page 159-190.

Leidy, M.S, Schofield, T.J, Miller, M.A, Parke, R.D, Coltrane, S, Braver, S, Cookston, J, Fabricius, W, Saenz, D, & Adams, M. 2011. “Fathering and Adolescent Adjustment: Variations by Family Structure and Ethnic Background”. The Men’s Studies Press : Fathering. Vol. 9, No.1, Winter 2011, page 44-68.

Magnis-Suseno, F. 2003. Etika Jawa: Sebuah Analisa Falsafi tentang

Kebijaksanaan Hidup Jawa.

Jakarta: Gramedia.

Newman, B.M, & Newman, P.R. 2009. Development Trough Life : A Psychosocial Approach (Tenth

Edition). USA : Wadsworth

Cencage Learning.

Poerwandari, E.K. 2005. Pendekatan Kualitatif dalam Penelitian Psikologi. Jakarta: LPSP3-UI.

Poulter, S.B. 2004. Father your Son: How to Become the Father You’ve Always Wanted to Be. USA: The McGraw-Hill Companies, Inc.

Prihartanti, N. 2004. Kepribadian Sehat Menurut Konsep Suryomentaram. Surakarta: Muhammadiyah University Press.

Rejeki, S. “Penyebab kenakalan Remaja Bergeser”. Kompas edisi 12 November 2011. Diakses dari www.kompas.com

Roqib, M. 2007. Harmoni dalam Budaya Jawa: Dimensi Edukasi

dan Keadilan Gender.

Purwokerto: STAIN Purwokerto Press.

Santrock, J.W. 2002. Life-Span

Development: Perkembangan

Masa Hidup (Edisi Kelima). Jakarta: Erlangga.

Santrock, J W. 2012. A Topical

Approach to Life-Span

Development (Sixth Edition). USA: McGraw Hill International Edition.

Yaremko, S.K & Lawson, K.L. 2007. “Gender, Internalization of Expressive Traits, and Expectations of Parenting”. Sex Role Journal .Vol 57 page 675-687.

Gambar

gambar diagram merepresentasikan jawaban responden akan ditampilkan
Gambar 2. Standar norma yang
Gambar 4. Frekuensi komunikasi dengan ayah
Gambar 5. Cara ayah menstimulus remaja untuk
+7

Referensi

Dokumen terkait

Akan tetapi, ia juga memaparkan bahwa salah satu limitasinya ialah sebagian besar menggunakan sampel ayah yang memiliki anak dengan usia dibawah remaja..

Kontribusi variabel keterlibatan ayah pada variabel independen menunjukkan hasil yang tidak terlalu besar secara keseluruhan (2,25 %) dengan demikian ada (97,75%) yang disumbang

Dalam hal menjaga hubungan atau komunikasi, baik antaranggota keluarga inti, keluarga besar, maupun orang lain, juga dituangkan dalam STC. Hal itu tampak ketika tokoh R. Tangkilan

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi mengenai persepsi terhadap keterlibatan ayah dalam pengasuhan dengan intensi perilaku seksual pranikah pada

Dari hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan peran ayah di dalam pengasuhan anak memberikan gambaran yang cukup positif di berbagai aspek, baik waktu, perhatian

Berdasarkan latar belakang di atas penulis tertarik untuk melakukan pene- litian tentang hubungan pola pengasuhan anak yang terdiri dari praktik pemberian makan, praktik

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa remaja yang melaporkan keterlibatan ayah yang tinggi dalam pengasuhan dapat mengurangi tingkat perilaku kenakalan pada

Artinya ayah lebih me- miliki peluang memilih preferensi latar belakang keluarga calon pasangan hidup anak perempuan- nya dibandingkan preferensi karakteristik