• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keterlibatan ayah dalam pengasuhan menurut remaja perempuan perokok.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Keterlibatan ayah dalam pengasuhan menurut remaja perempuan perokok."

Copied!
129
0
0

Teks penuh

(1)

KETERLIBATAN AYAH DALAM PENGASUHAN MENURUT

REMAJA PEREMPUAN PEROKOK

Tiara Luwita Assa NIM 129114135 Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keterlibatan ayah dalam pengasuhan menurut remaja perempuan perokok. Adapun masalah penelitian yang diajukan adalah “bagaimana keterlibatan ayah dalam pengasuhan menurut remaja perempuan perokok?” Jenis penelitian yang dipakai adalah kualitatif dengan metode deskriptif sebagai metode analisis data. Responden penelitian ini ialah remaja perempuan perokok aktif berusia 19-22 tahun yang masih memiliki orangtua khususnya ayah. Pengambilan data penellitian ini dilakukan dengan metode wawancara semi terstruktur. Validitas hasil penelitian ini didapatkan dengan melakukan external auditor dalam hal ini dosen untuk mereview proyek penelitian dan member checking yaitu melaporkan deskripsi dan tema-tema spesifik kepada responden untuk memastikan bahwa deskripsi atas tema yang dibuat telah akurat.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara umum, remaja perempuan perokok memandang ayah mereka memiliki keterlibatan yang rendah dalam pengasuhan. Hal tersebut digambarkan melalui tema-tema yang muncul dalam wawancara yakni peran ayah yang minim dan frekuensi kehadiran ayah yang rendah berdampak pada relasi yang tidak dekat, hangat serta akrab dengan ayah. Keterlibatan ayah yang dipandang rendah membuat peran lingkungan menjadi semakin besar khususnya dalam memberikan peluang untuk melakukan perilaku berisiko seperti merokok.

▸ Baca selengkapnya: kisah-ayah remaja dan burung pipit menurut kamu, bagaimana sikap sang anak terhadap ayahnya

(2)

FATHER INVOLVEMENT IN PARENTING

BY ADOLESCENT FEMALE SMOKING

Tiara Luwita Assa

NIM 129114135

faculty of Psychology

Sanata Dharma

ABSTRACT

This study aims to determine the involvement of fathers in parenting by young women smokers. As for the issue of the proposed research is "how the involvement of fathers in the care of adolescent girls by smokers?" This type of research used is descriptive qualitative method as a method of data analysis. Respondents of this research is active smokers among girls aged 19-22 years who still have parents, especially fathers. Penellitian data retrieval is done using semi-structured interviews. The validity of these results obtained by the external auditor in this case the faculty to review research projects and member checking that report description and specific themes to the respondents to ensure that the descriptions on themes created have been accurate. The results showed that in general, adolescent female smoking assess that their father have low involvement in parenting. This is illustrated through the themes that emerged in the interview that the father's role is minimal and the low frequency of the presence of the father affects the relationship is not close, warm and intimate with the father. Involvement father despised create environments become increasingly large role, especially in providing opportunities for risky behavior such as smoking.

(3)

i

KETERLIBATAN AYAH DALAM PENGASUHAN MENURUT

REMAJA PEREMPUAN PEROKOK

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Psikologi

Oleh:

Tiara Luwita Assa

NIM 129114135

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(4)
(5)
(6)

iv

Karena dengan Engkau aku berani menghadapi

gerombolan dan dengan Allahku aku berani

melompati tembok.

(7)
(8)
(9)

vii

KETERLIBATAN AYAH DALAM PENGASUHAN MENURUT

REMAJA PEREMPUAN PEROKOK

Tiara Luwita Assa NIM 129114135

Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keterlibatan ayah dalam pengasuhan menurut remaja perempuan perokok. Adapun masalah penelitian

yang diajukan adalah “bagaimana keterlibatan ayah dalam pengasuhan menurut remaja perempuan perokok?” Jenis penelitian yang dipakai adalah kualitatif dengan metode deskriptif sebagai metode analisis data. Responden penelitian ini ialah remaja perempuan perokok aktif berusia 19-22 tahun yang masih memiliki orangtua khususnya ayah. Pengambilan data penellitian ini dilakukan dengan metode wawancara semi terstruktur. Validitas hasil penelitian ini didapatkan dengan melakukan external auditor dalam hal ini dosen untuk mereview proyek penelitian dan member checking yaitu melaporkan deskripsi dan tema-tema spesifik kepada responden untuk memastikan bahwa deskripsi atas tema yang dibuat telah akurat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara umum, remaja perempuan perokok memandang ayah mereka memiliki keterlibatan yang rendah dalam pengasuhan. Hal tersebut digambarkan melalui tema-tema yang muncul dalam wawancara yakni peran ayah yang minim dan frekuensi kehadiran ayah yang rendah berdampak pada relasi yang tidak dekat, hangat serta akrab dengan ayah. Keterlibatan ayah yang dipandang rendah membuat peran lingkungan menjadi semakin besar khususnya dalam memberikan peluang untuk melakukan perilaku berisiko seperti merokok.

(10)

viii

FATHER INVOLVEMENT IN PARENTING BY ADOLESCENT FEMALE SMOKING

Tiara Luwita Assa NIM 129114135 faculty of Psychology

Sanata Dharma

ABSTRACT

This study aims to determine the involvement of fathers in parenting by young women smokers. As for the issue of the proposed research is "how the involvement of fathers in the care of adolescent girls by smokers?" This type of research used is descriptive qualitative method as a method of data analysis. Respondents of this research is active smokers among girls aged 19-22 years who still have parents, especially fathers. Penellitian data retrieval is done using semi-structured interviews. The validity of these results obtained by the external auditor in this case the faculty to review research projects and member checking that report description and specific themes to the respondents to ensure that the descriptions on themes created have been accurate. The results showed that in general, adolescent female smoking assess that their father have low involvement in parenting. This is illustrated through the themes that emerged in the interview that the father's role is minimal and the low frequency of the presence of the father affects the relationship is not close, warm and intimate with the father. Involvement father despised create environments become increasingly large role, especially in providing opportunities for risky behavior such as smoking.

(11)

ix

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yesus Kristus atas kasih karuniaNya kepada peneliti sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai prasyarat dalam menyelesaikan program Strata-1 di Fakultas Psikologi. Penyusunan skripsi ini terselesaikan atas bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, peneliti ingin mengucapkan terimakasih kepada :

1. Dr. T. Priyo Widiyanto, M.Si., dekan Fakultas Psikologi, Universitas Sanata Dharma.

2. P. Eddy Suhartanto, M.Si., Kaprodi Psikologi Universitas Sanata Dharma. 3. Drs. Hadrianus Wahyudi, M.Si., dosen pembimbing akademik.

4. Ibu Sylvia Carolina MYM., M.Si, dosen pembimbing.

5. Bapak dan ibu dosen Fakultas Psikologi, Universitas Sanata Dharma. 6. Mama, Papa, Chrysan dan Louis, keluarga yang sangat kukasihi.

7. Buat kak Iza dan koko Fendy, pembimbing rohaniku. Hana, abang Andre, Hafiz, Estu, Marga, dan Wenny, saudara dan adik sevisi yang luar biasa. Ananta, sahabat setia kemana-mana, terima kasih ya.

8. Buat teman-teman seperjuanganku dengan bu Silvi, Patrice, Cia dan semua yang masih dalam proses. Semangat terus ya kalian.

(12)
(13)

xi

DAFTAR ISI

JUDUL ... i

PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii

PENGESAHAN ... iii

MOTTO ... iv

PENGESAHAN KEASLIAN PENELITIAN DAN KARYA ILMIAH LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN ... v

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... xi

BAB I. LATAR BELAKANG ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 11

C. Tujuan Penelitian ... ... 11

D. Manfaat Penelitian ... 12

1. Manfaat Teoritis ... 12

2. Manfaat Praktis ... 12

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 13

(14)

xii

1. Pengertian Keterlibatan Ayah ... 13

2. Peran Ayah dalam Pengasuhan ... 14

3. Indikator Keterlibatan dalam Pengasuhan ... 16

4. Pendekatan dalam Pengukuran Keterlibatan Ayah dalam ... 17

5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keterlibatan Ayah ... 18

B. Perilaku Merokok ... 20

1. Pengertian Merokok ... 20

2. Aspek-aspek Perilaku Merokok ... 22

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Merokok ... 23

4. Dinamika Perilaku Merokok ... 26

C. Remaja... 27

1. Pengertian Remaja ... 27

2. Aspek-aspek Perkembangan Remaja ... 28

D. Dinamika Hubungan Antar Teori... 29

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ... 33

A. Metode Penelitian Yang Digunakan ... 33

B. Fokus Penelitian ... 34

C. Informan Penelitian ... 35

1. Responden ... 35

2. Kriteria Responden... 35

D. Metode Pengumpulan Data ... 35

1. Wawancara Responden ... 36

(15)

xiii

F. Uji Keabsahan Dan Validitas ... 39

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 40

A. Persiapan Dan Pelaksanaan ... 40

1. Persiapan Penelitian dan Perizinan ... 40

B. RESPONDEN PENELITIAN ... 42

1. Demografi Responden ... 42

2. Latar Belakang Responden ... 42

C. Analisis Penelitian Terhadap Responden ... 44

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 67

A. Kesimpulan ... 67

B. Saran ... 68

DAFTAR PUSTAKA ... 69

(16)

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Pedoman Wawancara Responden ... 36

Tabel 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian ... 41

Tabel 4.2 Demografi Responden... 42

Tabel 4.3 Latar Belakang Responden 1 ... 43

Tabel 4.4 Latar Belakang Responden 2 ... 43

Tabel 4.5 Latar Belakang Responden 3 ... 44

(17)

xv

DAFTAR GAMBAR

(18)

1

BAB I

LATAR BELAKANG

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Setiap hari di seluruh dunia, sebanyak 15 miliar batang rokok dihisap. Dalam sepuluh tahun terakhir, konsumsi rokok di Indonesia mengalami peningkatan yakni sebesar 44,1% dan jumlah perokok mencapai 70% dari penduduk Indonesia (Fatmawati, 2006). Merokok sudah menyebar begitu luas dan pesat di seluruh dunia. Bahkan tidak hanya untuk orang dewasa, anak-anak hingga remaja tidak ragu-ragu lagi melakukan hal tersebut.

Merokok memang tidak mengenal usia dan status sosial, dari tukang becak hingga pejabat, dari anak remaja hingga golongan orang dewasa, banyak yang tidak mampu berpaling dari daya tarik rokok. Lebih memprihatinkan sebuah penelitian menyebutkan 85% remaja perokok akan terus merokok hingga mereka dewasa (Yudhanti Budi, dalam Fit no.11/II,November,1999, h.26).

Menurut data riset kesehatan dasar tahun 2010, perokok di Indonesia umumnya sudah mulai merokok di usia 15-19 tahun. Bahkan prevalensi merokok pada remaja perempuan lebih tinggi dibandingkan prevalensi pada remaja laki-laki. Berdasarkan hasil riset yang dilakukan Koalisi untuk Indonesia (KuIS), perempuan wanita di Indonesia tercatat sudah atau pernah merokok dengan presentase sebesar 43,3% .

(19)

2

penyakit yang berkaitan dengan merokok menyebabkan kematian sekitar 178.000 perempuan di Amerika Serikat setiap tahun. Rata-rata, para perempuan ini meninggal 14,5 tahun lebih cepat karena mereka merokok.

Perilaku merokok itu sendiri memang jauh lebih berbahaya apabila dilakukan oleh wanita. Dibanding pria, wanita yang merokok menanggung risiko yang lebih besar. Mulai dari kesehatan tubuh, janin yang dikandung, sampai kecantikannya akan terancam (Shantica dalam Femina no.20/XXVII 27 Mei-2 Juni 1999, h.20). Merokok dapat membawa perubahan bentuk badan menjadi lebih kecil, pembuluh darah yang lebih sempit sehingga membuka peluang lebih besar untuk terserang penyakit bahkan sampai pada kematian (Kompas.com health, 2014).

Dalam buku WHO yang berjudul “Gender, Women, and Tobbaco Epidemic” (2010), menyatakan pengaruh negatif dari merokok bagi wanita

salah satunya adalah berisiko tinggi terserang penyakit COPD (Chronic Obsetructive Pulmonary Disease), yang mana dapat menimbulkan bronkitis kronis dan emfisema, serta mengalami risiko tinggi kanker mulut, kanker faring, kanker laring, kanker pankreas, kanker payudara, kanker rahim, kanker serviks, leukimia akut, mengurangi kesuburan wanita. Namun, berbagai resiko tersebut memang tidak membuat gentar para perokok bahkan pada wanita sekalipun.

(20)

tempat-3

tempat tertentu. Semua itu mereka lakukan tanpa ada rasa malu ataupun takut. Mereka terlihat santai dan sudah mahir dalam melakukannya. Hal ini mungkin karena mereka telah terbiasa dengan perilaku tersebut.

Dalam kalangan masyarakat, khususnya di Indonesia, fenomena wanita yang merokok, masih dipandang sebagai sesuatu yang kurang baik untuk dilihat. Sebagian masyarakat masih memandang perilaku merokok lebih pantas dilakukan oleh pria dibanding wanita karena risiko yang lebih besar. Di samping efek buruk bagi kesehatan, wanita yang merokok juga cenderung mendapat sanksi sosial dari masyarakat karena perilaku tersebut dipandang sebagai perilaku yang tidak pantas.

Wanita lebih dipandang sebagai figur yang lembut dan cenderung diharapkan dapat berperilaku yang sopan. Perilaku merokok hanya membawa dampak yang merugikan, baik untuk diri sendiri maupun orang di sekililingnya. Dilihat dari kandungan rokok itu sendiri, pengaruh bahan-bahan kimia berbahaya dapat memicu kinerja sistem syaraf pusat sehingga dapat mengakibatkan tekanan darah meningkat dan membuat detak jantung bertambah cepat yang lalu memicu berbagai penyakit mematikan (Kendal & Hammen, 1998).

(21)

4

dalam Reimondos, dkk., 2010). Pergaulan remaja dengan rokok cenderung mengarahkan pemikiran bahwa merokok dapat menjadi pelarian atau pelampiasan akan tiap masalah sehingga remaja akan merokok ketika mengalami masalah dalam hidupnya.

Merokok juga dapat menghantarkan seseorang jatuh dalam perilaku yang lebih berisiko. Kandungan zat yang terdapat di dalam rokok menimbulkan efek adiksi. Remaja yang mulai merokok sejak dini akan semakin ketergantungan pada nikotin di usia selanjutnya (Lloyd-Richardson, Papandonatos, Kazura, Stanton & Niaura, 2002).

Merokok dan minum alkohol merupakan batu loncatan bagi terbentuknya penyalahgunaan narkoba, walaupun tidak semua remaja yang merokok berakhir menjadi pecandu narkoba (Damayanti, 2007). Pergaulan yang intens dengan perokok dapat membawa seseorang jatuh dalam penggunaan obat-obat terlarang dan pergaulan bebas. Menghisap rokok yang sebenarnya adalah obat terlarang bisa saja terjadi.

Rokok memberikan efek adiksi yang menimbulkan rasa penasaran remaja untuk mencoba hal-hal baru. Drugs addict dapat mungkin terjadi ketika rasa ingin tahu remaja didukung dengan adanya lingkungan yang dapat memberikan informasi. Felming dkk (1989) dalam Wills (2003) mengatakan bahwa sebagian besar remaja pengguna obat-obatan terlarang selalu diawali dengan perilaku merokok secara aktif dan berkelanjutan.

(22)

5

Terkait hal itu, keluarga merupakan lingkungan pertama remaja dalam mempelajari kehidupan sehingga dapat dikatakan bahwa keluarga merupakan salah satu lingkungan yang paling berpengaruh bagi kehidupan remaja.

Orang tua merupakan tempat sekaligus sumber bagi remaja mendapatkan nilai-nilai mendasar yang akan mereka terapkan (Offer & Cruch,1991 dalam Papalia). Hal ini juga diperkuat oleh Bronfenbrenner (dalam Santrock, 2002) yang menyatakan bahwa dalam mikrosistem terjadi interaksi langsung dengan agen-agen sosial yaitu orang tua yang mana sangat mempengaruhi individu. Tak bisa dipungkiri bahwa orang tua memberi kontribusi yang besar terhadap setiap proses remaja dalam menghadapi setiap tantangan perkembangannya. Papalia (dalam Papalia, 2014) mengemukakan bahwa remaja-remaja yang memiliki masalah dalam dirinya cenderung berasal dari keluarga yang berantakan dan biasanya tumbuh menjadi individu yang menolak norma-norma budaya.

(23)

6

Sebuah penelitian mengenai remaja perokok mengatakan bahwa anak-anak muda yang berasal dari rumah tangga yang tidak harmonis seperti tidak memperhatikan anak-anaknya dan memberikan hukuman fisik yang keras cenderung lebih mudah untuk menjadi perokok dibanding mereka yang berasal dari lingkungan rumah tangga yang harmonis (Baer & Corado, 1999).

Pentingnya peran orang tua dalam kehidupan remaja, tidak lepas dari peran ayah yang tahun-tahun terkahir ini mulai mendapat perhatian dalam kaitannya dengan berbagai aspek kehidupan anak. Figur ayah menjadi semakin penting dan dibutuhkan bukan sekedar karena alasan bahwa perempuan telah memiliki kesempatan lebih luas untuk mengembangkan diri dan bekerja di luar rumah sehingga membuat waktu mengurus anak menjadi berkurang. Akan tetapi, terlepas dari hal tersebut, peran ayah memanglah menjadi sangat penting bahkan tidak kalah pentingnya dengan peran ibu (Lamb, 1992;Dagun, 1990).

Saat ini, peran ayah tidak hanya sekedar berfokus pada pemenuhan kebutuhan ekonomi saja, melainkan juga pada pengasuhan dalam keluarga, partisipasi dalam mengontrol kegiatan anak, hingga masalah yang dihadapi oleh anak. Terdapat beberapa penemuan yang menunjukkan bahwa ayah dapat terlibat dalam pengasuhan dengan cara yang berbeda tidak hanya sebagai teman dalam bermain atau sekedar menjadi role model bagi anak (LeMonda & Caberera, 2002).

(24)

7

Remaja yang mengalami krisis identitas ketika tidak berhasil menciptakan aktivitas yang positif bagi dirinya juga bisa terjerumus ke dalam perilaku yang berisiko besar seperti merokok. Hal ini disebabkan pencarian identitas remaja menentukan cara meninjau diri sendiri dalam pergaulan dan meninjau orang lain dalam pergaulannya (Gunarsa, 1991).

Keterlibatan ayah memberikan pengaruh yang cukup besar dalam proses perkembangan individu, dimana anak yang tidak mendapatkan asuhan dan perhatian ayah, akan membuat perkembangan anak menjadi pincang sehingga menimbulkan krisis perkembangan (Dagun, 1990). Ketika seorang remaja mengalami krisis perkembangan semakin memungkinkan remaja untuk mengambil tindakan yang kurang tepat bahkan berisiko bagi dirinya termasuk perilaku yang menyimpang (Yusuf, 2006).

Allen & Daly (2007) mengemukakan bahwa konsep keterlibatan ayah lebih dari sekedar melakukan interaksi yang positif dengan anak-anak mereka, tetapi juga memperhatikan perkembangan anak-anak mereka, terlihat dekat dengan nyaman, hubungan ayah dan anak yang kaya dan dapat memahami dan menerima anak-anak mereka. Keterlibatan ayah dalam pengasuhan yang efektif dapat dilihat dalam setiap fase, yaitu ketika sang ayah berhadapan dengan anaknya, mendidik, mengasuh, serta membimbing sesuai dengan tingkat perkembangannya.

(25)

8

dipandang sebagai pemimpin, sehingga seharusnya peran ayah lebih banyak dituntut dalam perkembangan anak. Namun, ayah cenderung dipandang sebagai figur yang kurang dekat dengan anak-anak karena lebih sering marah, jarang memiliki waktu untuk ngobrol, ditakuti oleh anak serta cenderung hanya berhubungan dengan ayah umumnya jika diperlukan.

Ayah merupakan peletak dasar kemampuan intelektual, kemampuan memecahkan masalah dan hal-hal yang berkaitan dengan kognitif anak. Bahkan ayahlah yang memegang peran lebih banyak dalam menjaga dan melindungi anak dari berbagai perilaku berisiko ketika menghadapi dunia luar. Hal ini diperkuat dengan pernyataan Gottman dan DeClaire (1997) yang mengatakan bahwa peran ayah dalam kehidupan remaja dapat memperluas wawasan mereka, terutama dalam mengenal dunia sosial. Hal tersebut seharusnya memungkinkan remaja lebih mampu mengidentifikasi, melihat kemungkinan-kemungkinan yang dapat dialaminya ketika ia mengambil sebuah keputusan saat menghadapi dunia luar termasuk memilah manakah pilihan yang merugikan dan yang menguntungkan.

(26)

9

dipenuhi oleh ibu. Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa ayah mempunyai karakteristik perilaku yang khas.

Studi-studi yang dilakukan oleh Day & Lamb (dalam Santrock, 2007) menyatakan bahwa terjadi perubahan yang sangat besar pada keterlibatan peran dalam keluarga di Amerika Serikat. Ayah dipandang sebagai figur yang bertanggung jawab atas pengajaran moral pada saat itu. Menjelang tahun 1970, pengaruh ayah sebagai orang tua aktif dan penyayang mulai muncul. Mereka tidak hanya bertanggung jawab untuk mendisiplinkan dan mengontrol anak, tetapi juga melibatkan diri secara aktif dalam pengasuhan.

Sebuah studi juga dilakukan oleh Mezulis, Hyde & Clark (dalam Santrock, 2007) menyatakan bahwa peran keterlibatan ayah sangat berpengaruh dan penting terutama ketika ibu mengalami depresi. Dalam keluarga yang mengalami kondisi seperti ini, keterlibatan ayah yang aktif dikaitkan dengan resiko yang lebih rendah terhadap munculnya masalah perilaku anak ketika beranjak ke tahap perkembangan selanjutnya.

(27)

10

hanya itu, tetapi dapat juga mengurangi kenakalan dan perilaku yang merugikan pada keluarga dengan status sosial ekonomi yang rendah.

Remaja yang merokok dipandang sebagai salah satu cara mereka untuk menunjukkan otonomi, mengurangi stres, atau mengatur suasana hati menjadi lebih baik (Weiss, dkk., 2005). Merokok sering dianggap sebagai salah satu pelampiasan yang bisa didapatkan di saat mereka mengalami situasi yang menimbulkan kecemasan. Pernyataan ini juga didukung oleh Klinke & Meeker (dalam Aritonang, 1997) yang menyatakan bahwa motif para perokok adalah relaksasi. Dengan merokok dapat mengurangi ketegangan, memudahkan berkonsentrasi dan juga dapat menimbulkan pengalaman yang menyenangkan.

Di samping itu,faktor eksternal lain juga ikut mendukung seperti tekanan dari teman-teman sebaya remaja apalagi ketika remaja kurang mendapatkan kebutuhannya dari keluarga (Oskamp, dkk dalam Smet, 1994). Menurut penelitian, keterlibatan ayah dalam kehidupan remaja memiliki korelasi yang positif dengan kepuasan hidup remaja dan rendahnya pengalaman depresi (Dubowits, dkk, 2001). Penelitian lain dari Susanto (2013) mengemukakan bahwa keterlibatan ayah yang positif dapat membentuk kekuatan dan ikatan emosional, interaksi yang hangat dan penuh kasih sayang pada remaja.

(28)

11

ayah mengetahui lebih banyak tentang teman-teman anak maka semakin besar pula dampaknya terhadap kehidupan remaja ketika berhadapan dengan pilihan yang berisiko. Meski sang ibu juga memiliki kemampuan untuk melakukan hal yang sama, namun ketika sang ayah yang memberi nasihat akan berdampak dua kali lipat (bkkbn.go.id).

Dari beberapa penelitian di atas dapat disimpulkan bawa terdapat kontribusi keterlibatan ayah yang cukup besar dalam pengasuhan anak khususnya ketika anak berada di tahap perkembangan tertentu yang membutuhkan kontrol lebih. Di sisi lain, perilaku merokok pada remaja perempuan semakin banyak terlihat dimana perilaku tersebut memiliki dampak negatif yang jauh lebih berbahaya sehingga peneliti tertarik untuk melihat bagaimana keterlibatan ayah dalam pengasuhan menurut remaja perempuan perokok.

B. RUMUSAN MASALAH

Penjelasan latar belakang di atas menjadi dasar munculnya pertanyaan yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini, yaitu bagaimanakah keterlibatan ayah dalam pengasuhan menurut remaja perempuan perokok?

C. TUJUAN PENELITIAN

(29)

12

D. MANFAAT PENELITIAN

1. Manfaat Teoritis

a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai gambaran keterlibatan ayah dalam pengasuhan dari sudut pandang mahasiswi perokok.

b. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan informasi baru bagi bidang psikologi khususnya dalam ranah psikologi perkembangan remaja.

2. Manfaat Praktis

(30)

13

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A.

TINJAUAN TENTANG KETELIBATAN AYAH.

1. Pengertian Keterlibatan Ayah.

Pengasuhan merupakan suatu perilaku yang pada dasarnya mempunyai kata-kata kunci yaitu hangat, sensitif, penuh penerimaan, bersifat resiprokal, ada pengertian dan respon yang tepat pada kebutuhan anak (Garbarino dan Benn, 1992). ccmengemukakan bahwa konsep

“keterlibatan ayah” lebih dari sekedar melakukan interaksi positif dengan

anak-anak mereka, tetapi juga memperhatikan perkembangan anak-anak mereka, terlihat dekat dengan nyaman, hubungan ayah dan anak yang kaya, dan dapat memahami dan menerima anak-anak mereka.

(31)

14

Dari penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa keterlibatan ayah dalam pengasuhan adalah suatu bentuk partisipasi aktif secara terus menerus dan melibatkan inisiatif, interaksi fisik, kognisi dan afek pada perkembangan anak.

2. Peran ayah dalam Pengasuhan

Ayah memiliki pengaruh terhadap perkembangan anak baik secara langsung maupun tidak langsung. Pengaruh ayah secara langsung dapat dilihat dari bagaimana komunikasi dan partisipasi ayah yang dilakukan secara langsung terhadap anaknya, seperti bermain bersama, menemani melakukan aktivitas tertentu, dan lain sebagainya. Sedangkan pengaruh secara tidak langsung dapat terjadi melalui interaksi ayah dan ibu serta hubungan ayah dengan dunia sosial. Hubungan ayah dan ibu juga mempengaruhi pola pengasuhan terhadap anak-anaknya.

Peran ayah dibagi dalam tiga komponen (Lamb, Pleck, Charnov, adn Levine, 1987) yakni, (a) keterhubungan ayah dan anak, melalui interaksi langsung dengan anak, seperti bermain bersama, memberikan perasaan nyaman; (b) aksesibilitas (ketersediaan) ayah untuk anak secara fisik maupun psikologis, dan (c) tanggung jawab, mencakup tanggung jawab untuk memastikan bahwa kebutuhan anak terpenuhi dan mendapatkan perawatan dengan baik.

(32)

15

stimulus, seperti : keterbukaan, kedekatan, arti penting keterlibatan, tingkat keterbukaan.

Hart (dalam Yuniardi, 2006) menegaskan bahwa ayah memiliki peran dalam keterlibatannya dengan keluarga yaitu :

a) Economic Provider, yaitu ayah dianggap sebagai pendukung financial dan perlindungan bagi keluarga. Sekalipun tidak tinggal serumah dengan anak, namun ayah tetap dituntut untuk menjadi pendukung financial.

b) Friend & Playmate, ayah dianggap sebagai “fun parent” serta memiliki waktu bermain yang lebih banyak dibandingkan dengan ibu. Ayah banyak berhubungan dengan anak dalam memberikan stimulasi yang bersifat fisik.

c) Caregiver, ayah dianggap sering memberikan stimulasi afeksi dalam berbagai bentuk, sehingga memberikan rasa nyaman dan penuh kehangatan.

d) Teacher & Role Model, sebagaimana dengan ibu, ayah juga bertanggung jawab dalam terhadap apa saja yang dibutuhkan anak untuk masa mendatang melalui latihan dan teladan yang baik bagi anak.

(33)

16

f) Protector, ayah mengontrol dan mengorganisasi lingkungan anak, sehingga anak terbebas dari kesulitan/bahaya.

g) Advocate, ayah menjamin kesejahteraan anaknya dalam berbagai bentuk, terutama kebutuhan anak ketika berada di institusi di luar keluarganya.

h) Resource, dengan berbagai cara dan bentuk, ayah mendukung keberhasilan anak dengan memberikan dukungan di belakang layar. 3. Indikator Keterlibatan Ayah dalam Pengasuhan Anak

Pada tahun 1985, Lamb, Pleck, Charnov dan Levine (dalam McBridge, Schoppe, dan Rane, 2002) kemudian mengenalkan dimensi-dimensi keterlibatan ayah, yaitu :

a. Paternal engangement merupakan pengasuhan secara langsung, interaksi satu lawan satu dengan anak, mempunyai waktu untuk bersantai atau bermain. Interaksi ini meliputi kegiatan seperti memberi makan, mengenakan baju, berbincang, bermain, mengerjakan PR (pekerjaan rumah).

b. Paternal accessibility merupakan bentuk keterlibatan yang lebih rendah. Orangtua ada di dekat anak tetapi tidak berinterkasi secara langsung dengan anak.

(34)

17

4. Pendekatan dalam Pengukuran Keterlibatan Ayah dalam Pengasuhan Allen & Dally (2007) merangkum beberapa pendekatan dalam pengukuran keterlibatan ayah dalam pengasuhan, yaitu :

a. Keterlibatan ayah diukur sebagai waktu yang dihabiskan bersama. Hal ini mencakup frekuensi bertemu, jumlah waktu yang dihabiskan bersama (melakukan suatu aktivitas atau kegiatan bersama), dan dipersepsi mudah dijangkau (accessibility) dan adanya ayah (availibilty). Ini dapat juga termasuk jumlah waktu ayah menghabiskan waktu bermain bersama anak dan seberapa efektif interaksi timbal balik ketika ayah-anak bermain.

b. Keterlibatan ayah diukur dari kualitas hubungan ayah-anak.

Seorang ayah dapat dikatakan sebagai ayah yang terlibat jika terdapat hubungan yang hangat, dekat, peka, akrab dengan anak. Ayah juga mendukung, mengasihi, merawat, membesarkan hati, memberi kenyamanan dan menerima anak. Sebagai tambahan, ayah diklasifikasikan sebagai ayah yang terlibat jika anak mereka telah mengembangkan kelekatan yang aman dan kuat pada sang ayah.

(35)

18

tingkat dimana ayah memfasilitasi dan memberi perhatian pada kebutuhan anak, dan jumlah dukungan yang diberikan pada anak yang berhubungan dengan aktivitas yang berhubungan dengan sekolah.

5. Faktor-faktor yang mempengaruhi Keterlibatan Ayah

Andayani & Koentjoro (2004) mengemukakan faktor-faktor yang mempengaruhi keterlibatan ayah berdasarkan beberapa penelitian sebagai berikut :

a. Faktor kesejahteraan psikologis.

Faktor kesejahteraan psikologis diteliti dari dimensi negatif misalnya tingkat depresi, tingkat stres, atau dalam dimensi yang lebih positif seperti tingkat wellbeing. Selain itu, identitas diri yang menunjuk pada harga diri dan kebermaknaan diri sebagai individu dalam lingkungan sosialnya juga berkaitan dengan dimensi ini. Apabila kesejahteraan psikologis orangtua dalam kondisi rendah, orientasi orang tua adalah lebih kepada pemenuhan kebutuhannya sendiri sehingga dapat diprediksi bahwa perilaku orangtua terhadap anak lebih terpusat pada bagaimana orang tua mencapai keseimbangan diri.

b. Faktor kepribadian

(36)

19

individu, termasuk salah satu diantaranya adalah kemampuan seseorang untuk mengenali dan mengelola emosinya. Selanjutnya, dalam proses pengasuhan anak ekspresi emosi dapat berperan pula pada proses pembentukan pribadi anak.

c. Faktor sikap

Sikap adalah suatu kumpulan keyakinan, perasaan dan perilaku terhadap orang atau objek. Secara internal sikap akan dipengaruhi oleh kebutuhan, harapan, pemikiran dan keyakinan yang diwarnai pula oleh pengalaman individu. Secara eksternal, sikap dipengaruhi oleh nilai-nilai dan budaya dimana individu berada. Dalam konteks pengasuhan anak, sikap muncul dalam area seputar kehidupan keluarga dan pengasuhan, seperti sikap tentang siapa yang bertanggungjawab atas pengasuhan anak. Perubahan perspektif tentang pengasuhan anak mengalami perubahan pada akhir abad 20 sehingga faktor komitmen menjadi satu aspek dari sikap positif terhadap pengasuhan anak. Apabila orangtua mempersepsi dan mempunyai sikap bahwa pekerjaan adalah hal yang paling penting dalam hidupnya, pekerjaan akan menjadi lebih penting daripada pengasuhan anak.

d. Faktor keberagamaan

(37)

20

dan anak-anak. Mereka tidak keberatan untuk mengerjakan tugas rumah tangga dan mengasuh anak. Selanjutnya, sikap egalitarian inilah yang meningkatkan keterlibatan ayah dengan anak-anak.

B. PERILAKU MEROKOK

1. Pengertian Perilaku Merokok

Manusia tidak bisa terlepas dari berperilaku untuk mencapai tujuan. Perilaku adalah segala sesuatu yang dilakukan oleh individu yang satu dengan yang lainnya yang bersifat nyata (Saworno, 2000). Hal ini selaras dengan pendapat McLeich (1986) yang mendefinisikan perilaku sebagai sesuatu yang konkret yang dapat diobservasi dan diamati.

Chaplin (1999) mengartikan perilaku dalam dua arti. Pertama perilaku dalam arti luar sebagai segala sesuatu yang dialami oleh seseorang. Pengertian kedua, perilaku didefinisikan dalam arti sempit yaitu segala sesuatu yang mencakup reaksi yang dapat diamati. Perilaku menurut Gunarsa (1995) adalah setiap tindakan yang dipergunakan sebagai alat atau cara agar dapat mencapai sesuatu, sehingga kebutuhan terpenuhi atau suatu kehendak terpuaskan.

(38)

21

dilakukan oleh suatu organisme, sedangkan secara khusus dapat dikatakan sebagai bagian dari satu kesatuan pola reaksi.

Salah satu bentuk perilaku yang sering dilakukan oleh kebanyakan orang adalah perilaku merokok. Merokok telah banyak dilakukan pada zaman tiongkok kuno dan romawi. Pada saat itu orang sudah menggunakan asap dan menimbulkan kenikmatan dengan jalan dihisap melalui hidung dan mulut (Danusantoso,1991).

Poerwardaminta (1995), mengartikan merokok sebagai menghisap rokok, sedangkan rokok itu sendiri adalah gulungan tembakau yang berbalut daun nipah atau kertas. Danusantoso (1991) mengatakan bahwa asap rokok selain dapat merugikan diri sendiri juga dapat berakibat bagi orang-orang lain di sekitarnya. Perilaku merokok adalah sesuatu yang dilakukan seseorang berupa membakar dan menghisapnya serta dapat menimbulkan asap yang dapat terhisap oleh orang-orang di sekitarnya (Levy, Dignan, dan Shirrets, 1984).

Dari uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa perilaku merokok pada remaja perempuan adalah perilaku menghisap gulungan tembakau yang bersalut nipah atau kertas yang ujungnya telah disulut dengan api. Perilaku tersebut telah dilakukan oleh remaja perempuan.

(39)

22

perokok. Rokok memiliki kandungan yang sangat berbahaya. Bahkan masyarakat umum pun mengerti bahwa rokok dapat membahayakan kesehatan. Dampak perilaku merokok bagi kesehatan yaitu dapat menyebabkan kanker, serangan jantung, impotensi, gangguan kehamilan dan janin, penyakit stroke, katarak, merusak gigi, osteoporosis, kelainan sperma (Aula, 2010). Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku merokok pada setiap individu satu dengan yang lain berbeda-beda.

2. Aspek-aspek perilaku merokok

Menurut Twiford (Trihandini, 2003,h.18) pada umumnya setiap perilaku dapat digambarkan ke dalam tiga dimensi, yaitu :

a. Frekuensi, yaitu sering tidaknya muncul

Frekuensi sangatlah bermanfaat untuk mengetahui sejauh mana perilaku merokok seseorang sering muncul atau tidak. Dari frekuensi merokok seseorang yang sebenarnya. Menurut definisi, usaha-usaha sistematis untuk mengubah perilaku dianggap sebagai usaha untuk mempengaruhi frekuensi munculnya suatu perilaku, akibatnya pengumpulan data frekuensi menjadi salah satu ukuran yang paling banyak digunakan dalam penilaian program.

b. Lamanya berlangsung, yaitu waktu yang diperlukan seseorang untuk melakukan setiap tindakan.

(40)

23

lagi. Pengukuran lamanya berlangsung adalah cara yang paling tepat untuk menyatakan secara jelas dan terperinci perubahan-perubahan dalam perilaku.

c. Intensitas yaitu banyaknya daya yang dikeluarkan oleh perilaku tersebut.

Intensitas digunakan untuk mengukur seberapa dalam dan seberapa banyak seseorang menghisap rokok. Intensitas mungkin merupakan cara yang paling subyektif dalam mengukur perilaku merokok seseorang.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa aspek-aspek perilaku merokok adalah frekuensi, lamanya berlangsung dan intensitas.

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi seseorang merokok (Kholasoh, 2007) : a. Pengaruh orang tua

Keluarga merupakan lingkungan sosial pertama dalam interaksi, membentuk pola perilaku dan sikap seseorang yang dipengaruhi norma dan nilai yang terdapat dilingkungan keluarga, kemungkinan seseorang menjadi perokok lebih tinggi pada keluarga yang orang tuanya perokok.

Selain itu seseorang yang dari keluarga konservatif yang menekan nilai-nilai sosial dan agama dengan tujuan jangka panjang lebih sulit untuk terlibat dengan merokok atau tembakau atau obat-obatan dibandingkan dengan keluarga yang permisif dengan

(41)

24

paling kuat pengaruhnya apabila orang tua sendiri menjadi figur contoh yaitu sebagai perokok berat maka anak-anaknya akan mungkin untuk sekali mencontohnya.

b. Pengaruh teman

Teman merupakan lingkungan sosial kedua yang mempengaruhi perilaku merokok.. Faktor yang mempermudah seseorang untuk menjadi perokok adalah sahabat yang merokok.

c. Faktor kepribadian

Orang mencoba untuk merokok awalnya karena ingin tahu atau ingin melepaskan diri dari rasa sakit fisik atau jiwa, membebaskan diri dari kebosanan. Namun satu sifat kepribadian yang bersifat prediktif pada pengguna obat-obatan (termasuk rokok) ialah konformitas sosial. Orang yang memilki skor tinggi pada berbagai tes konformitas sosial lebih mudah menjadi pengguna dibandingkan dengan mereka yang memiliki skor yang rendah. Faktor kepribadian merupakan faktor penyabab dari dalam diri individu (intrinsik). Ada beberapa tipe-tipe kepribadian pada diri seseorang yang dapat memicu untuk merokok, misalnya konformitas sosial dan kepribadian lemah.

d. Pengaruh iklan

(42)

25

sebuah produk. Selain itu, iklan menyebabkan seseorang membeli produk atau jasa yang tidak mereka butuhkan

e. Stres

(43)

26

C. REMAJA

1. Pengertian remaja

Masa remaja merupakan salah satu tahap dari perkembangan manusia. Tahap ini terjadi setelah masa kanak-kanak menuju ke masa dewasa. Papalia (2014) mendefinisikan remaja sebagai masa perubahan perkembangan antara masa anak-anak dan masa dewasa yang mengakibatkan perubahan fisik, kognitif, dan psikososial. Hal tersebut diperjelas oleh pernyataan Calon (dalam Monks, dkk 1994) yang mengatakan bahwa dalam masa remaja tampak jelas sifat transisi atau peralihan karena remaja belum memperoleh status dewasa namun tidak lagi memiliki status anak. Hal tersebut membuat masa remaja dipandang masa yang cukup labil bagi individu.

Zakiah Darajat (1990) juga menggambarkan remaja sebagai masa dimana individu mengalami proses pertumbuhan dan pekembangan dari segi fisik maupun perkembangan psiksinya. Mereka bukanlah anak-anak baik bentuk tubuh maupun cara berpikir atau bertindak, tetapi bukan pula orang dewasa yang tergolong matang.

(44)

27

menerima tantangan untuk tetap dapat memenuhi tugas perkembangannya, belajar untuk mengambil keputusan secara mandiri yang dipandang baik bagi kehidupannya.

Dari beberapa pengertian remaja di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa remaja adalah masa transisi perkembangan individu dari kanak-kanak menuju dewasa yang melibatkan proses perubahan emosi, kognitif maupun fisik.

Menurut Santrock (2003), masa remaja terbagi atas :

a. Masa remaja awal (early adolescence) berlangsung di masa sekolah menengah pertama atau sekolah menengah akhir dan terjadi perubahan pubertas.

b. Masa remaja akhir (late adolescene) kurang lebih terjadi pada pertengahan dasawarsa yang kedua dari kehiduapn, kira-kira setelah usia 15 tahun. Minat, karir, pacaran dan eksplorasi identitas sering kali lebih menonjol di masa remaja akhir dibandingkan di masa remaja awal.

2. Aspek-Aspek Perkembangan Remaja

Aspek-aspek perkembangan pada remaja dapat dibagi menjadi dua yaitu :

a. Perkembangan fisik

(45)

28

tinggi dan berat tubuh, pertumbuhan tulang dan serta kematangan organ seksual dan fungsi reproduksi. Tubuh remaja mulai beralih dari tubuh kanak-kanak yang cirinya adalah pertumbuhan menjadi tubuh orang dewasa yang cirinya adalah kematangan. Perubahan fisik otak sehingga strukturnya semakin sempurna meningkatkan kemampuan kognitif (Piaget dalam Papalia dan Olds, 2001).

b. Perkembangan Kognitif

Menurut Piaget (dalam Santrock, 2001), seorang remaja termotivasi untuk memahami dunia karena perilaku adaptasi secara biologis mereka. Dalam pandagan Piaget, remaja aktif membangun dunia kognitif mereka. Informasi yang didapatkan tidak langsung diterima begitu saja ke dalam skema kognitif mereka. Remaja dipandang sudah mampu membedakan antara hal-hal atau ide-ide yang lebih penting dibanding ide lainnya, lalu remaja juga menghubungkan ide-ide tersebut. Seorang remaja tidak saja mengorganisasikan apa yang dialami dan diamati, tetapi remaja mampu mengolah cara berpikir mereka sehingga memunculkan suatu ide baru.

D. DINAMIKA HUBUNGAN ANTAR TEORI

(46)

29

melanggar norma-norma budaya. Namun, jika berbagai situasi lingkungan tidak mendukung dapat membuat remaja hanya akan mengabaikan risiko yang dapat diterimanya.

Tidak hanya efek buruk bagi kesehatan, rokok juga dipandang cukup identik dengan pergaulan yang lebih rentan akan kenakalan dibandingkan dengan pergaulan tanpa merokok. Pergaulan remaja dengan rokok cenderung mengarahkan pikiran bahwa merokok dapat menjadi pelarian atau pelampiasan akan tiap masalah sehingga remaja akan merokok ketika mengalami masalah dalam hidupnya. Hal ini diperkuat oleh Meeker (dalam Aritonang, 1997) yang mengatakan bahwa motif para perokok adalah relaksasi. Dengan merokok dapat mengurangi ketegangan, memudahkan berkonsentrasi, dan pengalaman yang menyenangkan.

Pada dasarnya, remaja yang terlibat dalam perilaku berisiko karena tidak adanya keseimbangan peran orangtua dalam hidupnya. Salah satu faktor penting yang mendukung keberhasilan remaja dalam menyelesaikan permasalahannya adalah keluarga. Telah banyak penelitan yang mengemukakan betapa pentingnya peran orangtua dalam proses perkembangan anak di masa remaja. Hampir setiap hal yang terjadi pada diri anak merupakan hasil representasi pengasuhan orangtua.

(47)

30

intelektual, kemampuan memecahkan masalah dan hal-hal kognitif anak. Gottman dan DeClaire (1997) juga mengatakan bahwa peran ayah dalam kehidupan remaja dapat memperluas wawasan mereka, terutama dalam mengenal dunia sosial. Ayah juga dipandang memiliki kontribusi besar dalam menjaga anak terhadap perilaku-perilaku beresiko yang dapat dilakukan.

Ayah juga memiliki pengaruh yang besar dalam tugasnya untuk menjadi sumber informasi bagi remaja tentang dunia luar. Selain itu juga menjadi figur contoh atau model yang dapat dijadikan patokan dalam remaja mengambil sikap, menentukan pilihan dan mengeksplor kebutuhan-kebutuhannya.

Ketika remaja memutuskan untuk melakukan tindakan berisiko berbahaya, hal ini mungkin bahwa terdapat gambaran keterlibatan ayah dalam diri remaja yang berbeda dibandingkan remaja lain karena untuk memilih menjadi perokok cukup banyak resiko yang berbahaya diambil, remaja tidak hanya membahayakan dirinya sendiri tetapi membawa dampak yang buruk bagi orang lain yang berada di sekitarnya. Merokok bagi wanita pun membawa dampak yang jauh lebih buruk dibandingkan laki-laki.

(48)

31

dipandang sebagai role model atau contoh dalam mempersiapkan anak untuk mengenal dunia luar dengan benar. Ketika tidak terdapat aturan yang jelas, hubungan yang hangat antara anak dan ayah, hal tersebut bisa saja mempengaruhi perkembangan anak secara langsung maupun tidak langsung baik terhadap lingkungan sekolahnya maupun pergaulannya. Di tahap perkembangan remaja, mereka akan cenderung mencari pelarian di luar rumah ketika ada masalah. Salah satu bentuk perilaku yang sering terlihat pada remaja perempuan sebagai cara mereka untuk rileks atau mengurangi beban adalah dengan merokok.

Adapun skema kerangka konseptual sebagai berikut :

Gambar 2.1

Skema Dinamika Hubungan Antar Teori

Keterlibatan Ayah

Terlibat Tidak Terlibat

Remaja Perempuan Merokok -Economic provider, Friend

& Playmate,

Caregiver,Teacher &Role Model, Monitor and disclipinary, protector, advocate, resource.

Dampak Merokok: Kesehatan fisik, pintu masuk penggunaan obat-obat terlarang, rentan akan kenakalan serius.

Keterangan :

(49)

32

BAB III

METODE PENELITIAN

A. METODE PENELITIAN YANG DIGUNAKAN

Penelitian ini, peneliti menggunakan metode penelitan kualitatif yaitu penelitian yang bertujuan untuk memahami suatu fenomena tentang peristiwa atau apa yang dialami oleh subjek seperti motivasi, persepsi, pengalaman yang berkaitan dengan konsep yang ditentukan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa pada suatu konteks yang alamiah (dalam Moleong, 2010).

Creswell mendefinisikan penelitian kualititatif sebagai suatu proses penelitian ilmiah untuk memahami masalah-masalah manusia dalam konteks sosial dengan menciptakan gambaran menyeluruh dan kompleks yang dilakukan dalam setting alamiah (Creswell, 1998). Penelitian ini juga bertujuan untuk memahami suatu fenomena dalam konteks sosial secara alamiah dengan mengedepankan proses interaksi komunikasi yang mendalam antara peneliti dengan fenomena yang diteliti (Moleong, 2005).

(50)

33

ayah terkait perilaku merokok pada remaja perempuan; 3) Metode kualitatif dapat memberi rincian yang lebih lengkap tentang fenomena yang sulit untuk diungkap oleh metode kuantitatif (Strauss dan Corbin, 2003). Peneliti akan mendapatkan data yang lebih mendalam dan menjabarkan lebih lengkap mengenai gambaran keterlibatan ayah menurut remaja perempuan perokok dengan metode kualitatif dibandingkan kuantitatif.

Pada penelitian ini digunakan pendekatan naratif yaitu salah satu pendekatan yang bersifat narasi yang menceritakan peristiwa secara berurutan dan terperinci. Clandinin & Connely (2000) menyebutkan bahwa dalam desain penelitian ini, peneliti menggambarkan kehidupan individu, mengumpulkan cerita tentang orang-orang dan menulis narasi pengalaman individu.

B. FOKUS PENELITIAN

(51)

34

kemampuan ayah untuk menjadi orangtua yang otoritatif (melakukan kontrol secara tepat, bertanggung jawab terhadap disiplin yang diterapkan, memonitor aktivitas anak), tingkat dimana ayah memfasilitasi dan memberi perhatian pada kebutuhan anak, dan jumlah dukungan yang diberikan pada anak yang berhubungan dengan aktivitas yang berhubungan dengan sekolah.

C. INFORMAN PENELITIAN

1. Responden

Penelitian ini membutuhkan responden dengan kriteria-kriteria yang khusus. Oleh karena itu, pemilihan responden dilakukan dengan metode purposefully selected, yaitu pemilihan responden yang dilakukan untuk situasi khusus dan dengan tujuan yang spesifik sehingga dapat menjawab pertanyaan penelitian (Creswell, 2014). 2. Kriteria Repsonden

Adapun pembatasan ciri-ciri subyek penelitian sebagai berikut : a. Perempuan perokok

b. Usia 18-22 tahun

c. Masih memiliki orangtua terutama ayah.

D. METODE PENGUMPULAN DATA

(52)

35

dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) dan terwawancara (interviewee). Interviewer adalah orang yang mengajukan pertanyaan sedangkan interviewee adalah orang yang memberikan jawaban atas pertanyaan yang diajukan (Moelong, 2008,h.186).

Pada metode ini, peneliti menggunakan jenis wawancara semi terstruktur. Menurut Smith (2015), teknik wawancara semi terstruktur memungkinkan peneliti untuk mengubah urutan pertanyaan sesuai dengan respon responden. Selain itu, peneliti juga dapat memberikan probing

sesuai dengan hal penting yang muncul atau ketertarikan responden. 1. Wawancara Responden

Peneliti mewawancarai responden terkait aspek keterlibatan ayah, Relasi ayah dan ibu, dan gambaran perilaku merokok. Hal ini dikarenakan untuk mengungkap gambaran keterlibatan ayah perlu melihat aspek lain juga yang mempengaruhi seperti relasi dengan ibu, dan melihat kaitannya dengan perilaku merokok. Berikut ini pertanyaan yang digunakan sebagai pedoman wawancara terhadap responden :

Tabel 3.1

Pedoman Wawancara Responden

Aspek Pertanyaan

Keterlibatan Ayah

(53)

36

waktu anda dengan ayah anda?

Bagaimana anda memandang peran ayah dalam keluarga?

Relasi ayah dan ibu

Bagaimana anda memandang relasi antara ayah dan ibu?

Seperti apa anda menggambarkan peran ibu bagi ayah?

Perilaku merokok Bagaimana awal mula anda menjadi perokok? Apa yang anda rasakan ketika merokok? Bagaimana peran ayah saat itu ketika anda mulai menjadi perokok?

E. Metode Analisis Data

Creswell (2014) mendefinisikan analisis sebagai proses berkelanjutan terhadap data. Analisis data dilakukan untuk memaknai data yang diperoleh sehingga data memberikan pemahaman yang luas dan mendalam. Berikut merupakan proses analisis data kualitatif menurut Creswell (2014) :

1. Mengolah dan mempersiapkan data

(54)

37

mengelompokkan data ke dalam kategori yang sesuai dengan sumber informasi.

2. Membaca keseluruhan data

Langkah berikutnya adalah membangun kesan umum atas informasi yang diperoleh dan merefleksikan maknanya secara keseluruhan. Dalam hal ini, perlu diperhatikan cara responden menyampaikan pendapatnya dan mencatat hal tersebut sebagai keterangan.

3. Menganalisis lebih rinci dengan meng-coding data

Dalam tahap ini, peneliti melakukan kategorisasi terhadap data-data yang berupa kalimat-kalimat atau paragraf-paragraf. Data-data-data yang memiliki makna atau tema yang sama dikumpulkan kemudian diberi label dengan istilah khusus.

4. Mendeskripsikan data dengan proses coding

Data penelitian yang menginformasikan orang-orang, lokasi-lokasi, atau peristiwa-peristiwa dideskripsikan dalam setting tertentu. Selanjutnya, peneliti melakukan proses coding terhadap data-data tersebut dan menganalisisnya. Tema-tema yang dihasilkan dari proses

coding ini sering digunakan sebagai judul atau hasil penelitian yang dapat diperkuat dengan beberapa perspektif.

5. Menarasikan deskripsi dan tema-tema

(55)

tema-38

tema, atau kaitan antar tema dapat disusun dalam bentuk narasi. Selain itu, peneliti dapat menyajikan gambar atau label untuk mendeskripsikan hasil analisis.

6. Menginetrpretasikan data

Pada tahap ini, peneliti menarik esensi atau gagasan dari data-data penelitian yang telah diolah. Gagasan tersebtu dapat berupa interpretasi pribadi peneliti yang didasarkan pada kebudayaan, sejarah, dan pengalaman hidup peneliti. Interpretasi juga dapat berupa makna dari perbandingan antara hasil penelitian dengan literatur atau teori. Dalam hal ini, peneliti dapat membenarkan maupun menyangkal teori yang telah ada sebelumnya. Selain itu, interpretasi juga dapat berupa pertanyaan baru yang perlu dijawab pada penelitian selanjutnya.

F. Uji Keabsahan dan Validitas

(56)

39

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. PERSIAPAN DAN PELAKSANAAN PENELITIAN

1. Persiapan Penelitian dan Perizinan

Penelitan ini melibatkan tiga orang remaja perempuan yang merupakan perokok aktif dan memiliki orangtua khususnya ayah. Pemilihan responden ini disesuaikan dengan kriteria penelitian yang dibutuhkan, yakni mahasiswi perokok yang berusia 18-22 tahun serta memiliki orangtua khususnya ayah. Kemudian, peneliti menanyakan kepada ketiga responden yang terpilih apakah bersedia menjadi responden penelitian. Kesediaan responden penelitian ditandai dengan pengisian

inform consent untuk terlibat dalam penelitian.

Pelaksanaan penelitian dengan tiga responden dilakukan secara terpisah sesuai dengan kesepakatan peneliti dan responden. Sebelumnya, peneliti mempersiapkan terlebih dahulu protokol wawancara yang akan digunakan dan handphone yang dilengkapi dengan alat perekam untuk merekam wawancara.

(57)

kegiatan-40

kegiatan yang sedang diikuti. Pada saat dirasa sudah cukup, peneliti pun melanjutkan dengan pertanyaan wawancara penelitian. Dalam hal ini, peneliti menggunakan jenis pertanyaan wawancara semi terstruktur agar lebih mudah bagi peneliti untuk menyesuaikan alur pertanyaan wawancara yang nyaman bagi responden dan untuk melakukan probing.

Tabel 4.1

Waktu dan Tempat Penelitian

No Keterangan Responden 1 (Mw)

Responden 2 (Cl)

Responden 3 (Vf)

1 Wawancara responden

a. 13 Juni 2016 (15.30-16.30) di Chacha Milktea, Condong Catur b. 14 Juni

2016 (10.00- c. 24 Juli

2016 (15.00-15.35) di Es Bang Jo, Mrican

a. 24 Juni 2016

(16.00-17.15) di Kos

responden b. 22 Juli

2016 (16.00-17.05) di Hall Sanata Dharma Paingan.

a.1 Agustus 2016 (18.00-19.30) di cafe

(58)

41

B. RESPONDEN PENELITIAN

1. Demografi Responden

Tabel 4.2 Demografi Responden

No Keterangan Responden 1 Responden 2 Responden 3 1. Inisial Mw Cl Vf

2. Usia 19 tahun 20 tahun 21 tahun 3. Jenis

Kelamin

Perempuan Perempuan Perempuan

4. Urutan kelahiran

Anak tunggal Anak pertama Anak pertama

5. Jumlah Saudara

- 1 4

6. Pendidikan terakhir

SMA SMA SMA

7. Pekerjaan Mahasiswa Mahasiswa Mahasiswa 8. Suku Jawa Toraja Timor Leste 9. Agama Katolik Kristen Katolik

2. Latar Belakang Responden

(59)

42

a. Responden 1

Tabel 4.3

Latar Belakang Responden 1

Awal mula merokok Semenjak bergabung dalam komunitas alam kelas 3 SMP.

Frekuensi merokok 6-8 batang per hari.

Efek yang didapatkan Perasaan nyaman dan lega.

Relasi dengan Ayah Sejak kecil relasi responden dengan ayahnya tidak dekat. Merasa canggung dan terutup untuk bercerita dan ada ketakutan ditolak ayah.

Pekerjaan Ayah Guru SD. Pendidikan terakhir ayah S1.

b. Responden 2

Tabel 4.4

Latar Belakang Responden 2

Awal mula merokok Kelas 3 SMP. Tertarik dengan penjelasan guru mengenai rokok dan pada akhirnya ikut mencoba bersama dengan teman kelasnyanya.

Frekuensi merokok 3-4 batang per hari.

Efek yang didapatkan Perasaan nyaman dan lega.

Relasi dengan Ayah Sejak kecil tidak dekat secara fisik dan emosi dengan ayah karena jarang bersama. Ayah selalu sibuk bekerja dan sering tidak berada di rumah bersama responden.

(60)

43

c. Responden 3

Tabel 4.5

Latar Belakang Responden 3

Awal mula merokok Pada saat responden kelas 3 SD ketika melihat ibunya merokok dan meminta kepada ibu untuk mencoba. Responden mulai aktif merokok kelas 5 SD

Frekuensi merokok 10-12 batang per hari

Efek yang didapatkan Perasaan lega, mengurangi beban pikiran, tidak mudah lapar.

Relasi dengan Ayah Cukup dekat pada saat kelas 1-2 SD. Namun setelah itu menjadi semakin tidak dekat sejak kelas 3 hingga SMP karena sikap ayah yang keras dan menekan. Pekerjaan Ayah Menteri Perhutani

Pendidikan terakhir ayah S1

C. ANALISIS DATA PENELITIAN

1. Responden 1

a. Peran ayah bagi Responden

Responden memandang ayahnya memiliki peran yang cukup besar dalam hal membentuk responden menjadi pribadi yang terbuka pada orang lain. Secara tidak langsung sikap ayahnya yang terbuka pada orang lain membuat responden juga terbiasa untuk bergaul dengan orang lain. Hal tersebut ditunjukkan dengan pernyataan responden seperti berikut :

(61)

44

ya..bisa dibilang aku tuh mirip banget sama bapak, karakter. Lebih kentel diem gitu..terus hobi, lebih kayak gitu sih kak.kayak hobi, seneng ini seneng itu, tapi nah.. bapak itu juga yang berteman-berteman, dia itu gampang berteman, aku juga kayak gitu. (Mw1:174-192)

Selain itu, dalam hal kebutuhan finansial responden memandang bahwa ayahnya merupakan pribadi yang tidak pelit dalam hal memberi atau memenuhi kebutuhan responden sekalipun ayah bukan merupakan pendukung finansial utama dalam keluarga. Kebutuhan responden dipenuhi ayahnya tanpa diminta terlebih dahulu oleh responden. Hal tersebut ditunjukkan dari pernyataan responden sebagai berikut :

Trus bapak itu sebenernya ngga pelit sama aku. tapi bapak yang nawarin dulu baru aku jawab. Aku bukan tipe orang yang minta. (Mw1:88-92)

Di sisi lain responden memandang ayahnya kurang berperan sebagai pengontrol sehingga tidak terdapat aturan yang jelas di rumah yang diterapkan. Berikut merupakan pernyataan responden mengenai hal tersebut :

Sebenernya aku tuh nggak pernah ngerti sebenernya di keluargaku tuh ada aturannya atau nggak, tapi ada beberapa hal yang aku tuh “mbok bapak tuh bilang jangan to” , aku pengen kayak gitu. Kalau ditanya bapak ngontrol apa aja, sebenernya nggak ada yang jelas, cuman negur aja. (Mw1 :316-326)

b. Ketidaktersediaan Ayah

(62)

45

bersama. Hal tersebut tampak dari pernyataan responden sebagai berikut :

Jarang kak. soalnya jarang ketemu. Paling sabtu minggu pas libur. Ni aja belakangan belum pulang. Paling lewat grup whatsapp keluarga. (Mw1:140-144)

ehmm..pokoknya lebih kecil daripada intensitas pertemanan aku sama temen-temenku. Soalnya kan aku ya itu jarang ketemu, aku lebih sering sama temen-temen.

(Mw2:195-200)

ya kami jarang berkomunikasi kan, jadi ya menurutku nggak ada hubungannya dan ya masih baik-baik saja. Jarang banget loh kak itu berkomunikasi sampe jarang banget. (Mw3:417-423)

Responden juga mengatakan bahwa ayahnya hanya berkomunikasi padanya untuk hal-hal yang menurut ayahnya penting untuk dibahas misalnya ketika ada masalah tertentu yang dialami oleh responden.

Jadi tuh menurut bapak tuh kalo terbuka kalo aku tuh butuh banget penjelasan gitu loh kayak misalnya aku bikin masalah apa yang itu udah berkali kalo bapak diemin terus nggak bisa gitu loh. Itu sih kak, lebih ke hal-hal yang penting aja. (Mw3:364-372)

Kalau ada problem. Terakhir kami berdiskusi tuh ya itu pas bapak ga bilang waktu itu kalau bapak nggak suka kalau aku pacaran sama orang yang bukan orang jawa. Udah gitu doang. (Mw2:305-311)

Jadi sebenernya bapak tuh orangnya lebih sederhana dalam berbicara gitu loh , yang perlu diomongin ya diomongin, yang enggak ya enggak. beda sama ibu.

(63)

46

Ayah juga dipandang sebagai figur yang jarang ada untuk membantu responden. Hal ini terlihat dari pernyataan responden seperti berikut :

Selama ini itu, ya itu aku lebih seneng sama orang lain daripada sama keluargaku kak, karna bapak tuh jarang bantuin aku hehe. Cuman ya kayak bapak sering ngebiarin aku. (Mw2:263-269)

c. Relasi dengan Ayah

Responden mengatakan bahwa sifat ayah yang pendiam membuat responden merasa tidak nyaman untuk terbuka pada ayahnya khususnya dalam hal mengungkapkan perasaan atau pendapat. Berikut ini pernyataan responden terkait hal tersebut :

Aku ngga ngerti ya kak, aku ngerasa ngga enak gitu, bapak juga kan orangnya pendiem mungkin karna ini si kak, kalo bapak sama ibu tu lain ya, bapak tu jarang ajak cerita juga. (Mw1:100-106)

Selain itu, komunikasi responden dengan ayah yang sangat jarang membuat responden merasa semakin canggung pada ayahnya. Hal tersebut disebabkan karena perasaan takut akan penolakan dari ayah serta pandangan mengenai ayahnya yang tidak dapat memahami diri responden seperti pada pernyataan responden seperti berikut :

Aku udah takut ditolak duluan, tertolak. Jarang.. Sebenernya aku merasa canggung itu, karna aku udah nggak pernah sharing lagi sama bapak. Orang itu kan semakin jarang sharing kan semakin canggung.

(Mw3:479-486)

(64)

47

Responden juga mengatakan bahwa terkadang ia tidak mematuhi dan cenderung cuek pada apa yag dikatakan ayah karena ia merasa tidak melihat adanya contoh seperti yang dinasehatkan ayahnya. Demikian pernyataan responden terkait hal tersebut :

Misalnya gini ya kak bapak tuh udah bilang dek jangan gini, terus tapi aku tuh belum melihat contoh gitu loh, jadi aku nggak mau nurut-nurut. (Mw2:206-210)

Ya aku cuek-cuek aja bapak mau bilang apa hehe. Kayak misalnya pulang ke rumah, ngikut acara gereja, dulu tuh waktu aku di SMA masih rada-rada peduli sekarang sih udah nggak terlalu. (Mw3:448-455)

Responden mengatakan bahwa sikap acuhnya terhadap orangtuanya juga dikarenakan ia tidak menemukan perasaan damai di rumahnya dan menjadi takut tertolak ketika ingin bercerita. Hal tersebut terlihat pada pernyataan responden seperti berikut :

Aku juga heran kenapa aku sekarang secuek ini terhadap keluarga ku kak soalnya aku merasa aku nggak menemukan kedamaian..di rumah. Soalnya rumah tuh bukan tempat aku bisa bercerita soalnya aku ngerti apa yang pengen dicerita udah tertolak duluan. (Mw3:487-498)

Responden berharap bahhwa ayahnya bisa menjadi figur yang bisa diajak berdiskusi, terbuka dan dapat memahami dirinya. Selain itu responden juga berharap ayahnya mampu menjadi figur yang mampu mengatur dirinya. Berikut merupakan pernyataan responden terkait hal tersebut :

(65)

48

gitu. Kalau ditanya bapak ngontrol apa aja, sebenernya nggak ada yang jelas, cuman negur aja.(Mw1:321-333)

Aku pengen bapak tuh bener-bener bisa diajak diskusi yang apa ya, yang terbuka gitu loh bukan ketika ada masalah atau ya kayak gitu. Aku pengen bapak tuh lebih memahami aja sekarang. (Mw1:336-342)

d. Relasi Ayah dan Ibu

Dibandingkan dengan ayah, responden memandang ibunya sebagai figur yang berperan lebih dalam hal finansial dimana ibu sebagai pemenuh kebutuhan responden. Hal ini sesuai dengan pernyataan responden seperti berikut :

Bapak lebih kaya ngingetin tapi kalo soal perekonomian lain soalnya gaji bapak sama ibu tu jauh karna ibu kerja di kota juga kan, jadi ibu tu yang mbeliin macem-macem, kalau bapak tu lain. (Mw1:114-120)

Responden juga mengatakan bahwa relasi antara ayah dan ibu respoden juga tertutup khususnya terhadap ayah jika mengalami masalah keluarga. Berikut adalah pernyataan responden terkait hal tersebut :

Menurut aku tertutup ya kak, aku tuh sebenernya nggak terlalu menyukai kalau ada masalah yaudah bilang.

(Mw1:285-288)

e. Awal Mula Perilaku Merokok

(66)

49

adanya lingkungan yang mendukung seperti pada pernyataan responden seperti berikut :

Baik cewek ataupun cowok mereka ngerokok. Jadi padahal waktu aku kelas 3 SMP itu sebenernya aku udah berhenti ngerokok, soalnya udah apa ya, menurutku udah ngga nyaman gitu lho, cuman pas SMA jadi mau lagi karna anak club. (Mw1:23-32)

Ya selama nggak ada yang ngerti, why not. hehe dan aku juga masih seneng dan nggak masalah buat aku, itu nggak mengganggu apapun. Kalo aku sih kayak gitu kak.

(Mw3:470:475)

Perilaku merokok aktif yang mulai dilakukan responden membuat responden melakukan pelanggaran-pelanggaran selama di bangku SMA, seperti membolos dan membuat keterangan sakit palsu agar dapat mencari tempat khusus untuk merokok. Berikut pernyataan responden terkait hal tersebut :

Aku tu jarang masuk sekolah, sampe aku liat rapotku dari kelas 1 sampai kelas 3, ternyata tu paling engga aku tu bisa 15 kali ngga masuk. Aku sering bikin surat keterangan sakit palsu gitu. karna selama aku itu kan aku cari tempat spot buat aku bisa ngerokok gitu lho. (Mw1:47-56)

Namun, di sisi lain responden mengatakan bahwa ia selalu mendapatkan perasaan nyaman atau lega setiap kali merokok dan merasa kurang nyaman jika tidak merokok. Hal ini seperti pada pernyataan responden berikut :

(67)

50

Berikut ini merupakan skema ringkasan dari tema-tema penjelasan di atas pada responden 1:

Gambar 4.1 Skema Responden 1

Relasi Ayah dan Ibu

- Tertutup satu sama lain jika ada masalah.

Peran Ayah

1. Mengajarkan untuk bersosialisasi dengan orang lain (Mw1:174-192) 2. Memenuhi kebutuhan finansial

(Mw1:88-92)

3. Hanya menegur tetapi tidak mengontrol (Mw1 :316-326)

Relasi dengan Ayah

1. Tertutup satu sama lain (Mw1:100-106) 2. Takut ditolak ayah (Mw3: 479-486)

3. Responden tidak patuh pada ayah (Mw2:206-210) 4. Ayah dipandang sebagai figur yang tidak dapat

memahami responden (Mw1:98-104)

Frekuensi Kehadiran Ayah

1. Jarang bertemu (Mw1:140-144, Mw2:195-200,Mw3:417-423)

2. Hanya berkomunikasi jika dianggap perlu atau penting (Mw3:364-372, Mw2:305-311, Mw3:373:378)

3. Ayah jarang hadir untuk membantu (Mw2:263-269)

Lingkungan Teman

- Sejak kecil hingga remaja bergaul dengan lingkungan perokok dan orang-orang yang jauh lebih dewasa.

Gambar

Tabel 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian ..............................................................
Gambar 2.1 Skema Dinamika Hubungan Antar Teori
Tabel 3.1 Pedoman Wawancara Responden
gambar atau
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kendala yang dihadapi oleh seorang Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Malang dalam Peningkatan Disiplin Pegawai Negeri Sipil Daerah adalah Kurangnya profesionalisme

Kabupaten Sukamara agar lebih mengoptimalkan hnplementasi Kebijakan Penegakan Disiplin Kerja Aparatur Sipil Negara (ASN) di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Sukamara,

Hubungan Dana Bagi Hasil (DBH) dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dengan Kapasitas Fiskal adalah positif dan signifikan yang berarti bahwa setiap perubahan yang terjadi

Kegiatan Usaha Pertanian, Perdagangan Umum, Pengangkutan, Perindustrian dan Jasa Atau Pelayanan Jumlah Saham yang ditawarkan 240.000.000 Saham Biasa Atas Nama dengan Nilai

Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan proses perancangan silabus berbasis teks yang dilakukan oleh guru di dalam kelas menulis akademik bahasa Inggris dengan

Sanggup membayar seluruh biaya pendidikan dan sumbangan sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan oleh pihak UNJANI, dan tidak akan meminta dispensasi pembayaran dengan

Hasil analisis deskriptif menunjukkan bahwa faktor situasional (lingkungan keluarga, lingkungan sekolah asal, lingkungan sosial masyarakat), maupun faktor psikologis

Berdasarkan hasil identifikasi terhadap karakteristik individu res- ponden, diperoleh informasi bahwa sebagian besar mahasiswa IPB peserta PKMK dan PPKM berjenis kelamin laki-