• Tidak ada hasil yang ditemukan

Evaluasi penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 : studi kasus di PT. X - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Evaluasi penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 : studi kasus di PT. X - USD Repository"

Copied!
158
0
0

Teks penuh

(1)

Studi Kasus di PT. X

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi

Program Studi Akuntansi

Oleh : Tjitra Tania Sari NIM : 072114081

PROGRAM STUDI AKUNTANSI JURUSAN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(2)

EVALUASI PENGHITUNGAN PAJAK

PENGHASILAN PASAL 21

(Studi Kasus di PT. X)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi

Program Studi Akuntansi

Oleh : Tjitra Tania Sari

072114081

PROGRAM STUDI AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI

(3)
(4)
(5)

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

Dan segala sesuatu yang kamu lakukan dengan perkataan atau perbuatan, lakukanlah semuanya itu dalam nama Tuhan Yesus, sambil mengucap syukur oleh Dia kepada

Allah, Bapa kita. (Kolose 3:17)

Ia membuat segala sesuatu indah pada waktunya, bahkan Ia memberikan kekekalan dalam hati mereka.

(Pengkotbah 3:11a)

Skripsi ini kupersembahkan untuk:

1. Tuhan Yesus Kristus

2. Mama dan Kokoku tersayang 3. Pacarku

(6)

UNIVERSITAS SANATA DHARMA FAKULTAS EKONOMI

JURUSAN AKUNTANSI – PROGRAM STUDI AKUNTANSI YOGYAKARTA

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS SKRIPSI

Yang bertanda tangan dibawah ini, saya menyatakan bahwa Skripsi dengan judul:

EVALUASI PENGHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21, Studi Kasus di PT. X dan dimajukan pada tanggal 22 Juli 2013 adalah hasil karya saya.

Dengan ini saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa yang saya tulis ini tidak terdapat keseluruhan atau sebagian tulisan orang lain yang saya ambil dengan cara menyalin, atau meniru dalam bentuk rangkaian kaliamat atau simbol yang menunjukkan gagasan atau pendapat atau pemikiran dari penulis lain yang saya aku seolah-olah sebagai tulisan saya sendiri dan atau tidak terdapat bagian atau keseluruhan tulisan yang saya salin, tiru. Atau yang saya ambil dari tulisan orang lain tanpa memberikan pengakuan pada penulis aslinya.

Apabila saya melakukan hal tersebut diatas, baik sengaja maupun tidak, dengan ini menyatakan menarik skripsi yang saya ajukan sebagai hasil tulisan saya sendiri ini. Bila kemudian terbukti bahwa saya ternyata melakukan tindakanmenyalin atau meniru tulisan orang lain seolah-olah hasil pemikiran saya sendiri, berarti gelar dan ijasah yang telah diberikan oleh universitas batal saya terima.

Yogyakarta, 8 Juli 2013 Yang membuat pernyataan,

(7)

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan dibawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma : Nama : Tjitra Tania sari

NIM : 072114081

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

EVALUASI PENGHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 Studi Kasus di PT. X

Beserta perangkat yang diperlukan. Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolannya dalam bentuk pangkalan data, mendidtribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu memberikan royalty kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Yogyakarya, 8 Juli 2013 Yang menyatakan,

(8)

ABSTRAK

EVALUASI PENGHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 Studi Kasus di PT. X

Tjitra Tania Sari NIM : 072114081 Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta 2013

Penelitian ini secara garis besar bertujuan untuk memberikan penilaian tentang penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 di PT. X tahun pajak 2011. Latar belakang dalam penelitian ini adalah pentingnya melakukan penghitungan Pajak penghasilan Pasal 21 yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.

Jenis penelitian ini adalah studi kasus di PT. X. Teknik pengumpulan data berupa wawancara dan dokumentasi. Teknik analisis data menggunakan metode komparasi yang bertujuan untuk membandingkan penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 yang dilakukan oleh PT. X dengan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.

(9)

ABSTRACT

An Evaluation of Calculation of Income Tax Article 21 A Case Study at PT. X

Tjitra Tania Sari Student Number: 072114081

Sanata Dharma University Yogyakarta

2013

The purpose of this research is to provide an assessment of the Calculation of Income Tax Article 21 of the PT. X for the tax year 2011. The background of this research is the importance of Income Tax Calculation in order to be in accordance with Article 21 legislation.

This is a case study research at the PT. X. The data are collected by interviews and documentation. The data analysis technique used is comparative methods comparing the process of article 21-Income Tax Calculations done by the PT. X with the taxation legislation.

(10)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yesus Kristus karena dengan rahmat,

berkat dan penyertaan-Nya dalam perencanaan dan penyusunan skripsi ini, sampai

dengan selesainya penulisan skripsi yang berjudul “Evaluasi Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21”. Penyusunan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Ekonomi, Prodi Akuntansi, Fakultas

Ekonomi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

Banyak hal yang selalu memotivasi penulis untuk bersemangat

mengerjakan sampai akhirnya skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Oleh

karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Tuhan Yesus Kristus yang selalu memberikan kekuatan, kasih setiaMu yang

selalu mengalir selama penyusunan skripsi ini.

2. Romo Dr. Ir. Paulus Wiryono Priyotamtama, S.J. selaku Rektor Universitas

Sanata Dharma yang telah memberikan kesempatan untuk belajar dan

mengembangkan kepribadian kepada penulis.

3. Drs. Y.P. Supardiyono, M.Si., Akt., QIA selaku Dosen Pembimbing yang

dengan sabar membimbing, memberi masukan, dan mengarahkan penulis

selama penyusunan skripsi ini.

4. Mama Lionny, Koko Adhen, dan Daniel yang selalu memberikan kasih

sayang dan doa yang tak habis-habisnya agar penulis dapat tetap terus

berusaha untuk melakukan yang terbaik.

(11)

6. Seluruh anggota dari Christ Disciple Ministry, khususnya untuk Pak Tatang,

Bu Firma, Oma Heru, Bu Bambang, Ezra, Esther dan Elsa yang selalu

memberikan semangat dan doa sampai akhirnya skripsi ini dapat diselesaikan.

7. Ci Yeyen, William, Echa, Jojo, Unyil, Tanti, Sela, Babun yang sudah

memberikan masukan dan dorongan sampai akhirnya skripsi ini dapat

diselesaikan.

8. Teman-teman Akuntansi 2007.

9. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, terima kasih atas

bantuannya.

Akhirnya, penulis menyadari bahwa ada banyak keterbatasan saat

mengerjakan skripsi ini sehingga masih banyak kekurangan dan jauh dari

kesempurnaan. Penulis mengharapkan masukan dan saran yang dapat membantu

skripsi ini menjadi lebih baik lagi dan sempurna. Semoga skripsi ini dapat

bermanfaat untuk menambah pengetahuan bagi pembacanya.

Yogyakarta, 8 Juli 2013

(12)

DAFTAR ISI

4. Teori-teori yang Mendukung Pemungutan Pajak…...… 8

5. Tata Cara Pemungutan Pajak…...……….……. 9

6. Sistem Pemungutan Pajak………...……… 10

2. Wajib Pajak Penghasilan Pasal 21…………....…...…... 17

3. Dasar Hukum.………..……..………. 18

4. Subjek Pajak Penghasilan……...…...….……… 19

5. Objek Pajak Penghasilan..……….. 21

6. Pemotong Pajak Penghasilan Pasal 21……….…...…... 21

7. Tarif Pajak dan Penerapannya……… 24

C. Pajak Penghasilan Pasal 21 (PPh Pasal 21)………...… 28

1. Subjek Pajak Penghasilan Pasal 21…………..……..… 29

2. Tidak Termasuk Subjek Pajak Penghasilan Pasal 21.... 31

3. Objek Pajak Penghasilan Pasal 21………... 32

(13)

7. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)……….…. 47 21 atas gaji teratur untuk pegawai tetap yang dilakukan oleh PT.X dengan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku ……..………..……… 63

a. Penentuan seluruh penghasilan bruto yang diterima oleh pegawai tetap selama sebulan……… 63

b. Penentuan jumlah penghasilan neto sebulan …..… 67

c. Penentuan penghasilan neto disetahunkan………… 72

d. Penentuan Penghasilan Kena Pajak……… 75

e. Penetuan PPh Pasal 21 Terutang Setahun..………… 78

f. Penentuan PPh Pasal 21 Terutang Sebulan………… 81

2. Membandingkan penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas penghasilan tidak teratur berupa teratur dantidak teratur setahun yang diterima oleh pegawai tetapselama sebulan………...….… 84

b. Penentuan PPh Pasal 21 Terutang atas Gaji Teratur……….……… 106

c. Penentuan PPh Pasal 21 Terutang atas Gaji TidakTeratur……… 111

3. Membandingkan penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 untuk pegawai tidak tetap yang dilakukan oleh PT. X dengan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku ……… 116

(14)

b. Penentuan upah/uang saku harian atau rata-rata upah/uang saku harian telah melebihi

Rp150.000,00 dan sepanjang jumlah kumulatif yang diterima atau diperoleh dalam bulan kalender yang bersangkutan

belum melebihi Rp1.320.000,00……… 118

c. Penentuan jumlah upah kumulatif yang diterima atau diperoleh dalam bulan kalender yang bersangkutan telah melebihi Rp1.320.000,00 dan kurang dari Rp6.000.000,0………..……… 122

C. Pembahasan 1. Pajak Penghasilan Pasal 21 Terutang Pegawai Tetap atas PenghasilanTeratur……… 126

2. Pajak Penghasilan Pasal 21 Terutang Pegawai Tetap atas Penghasilan Tidak Teratur…..……… 130

3. Pajak Penghasilan Pasal 21 Terutang Pegawai Tidak Tetap……….………... 132

BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan……… 135

B. Keterbatasan Penelitian.………..…….……. 136

C. Saran……….. 137

(15)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Lapisan Penghasilan Kena Pajak untuk Wajib

Pajak Orang Pribadi………... 25 Tabel 2.2 Penghitungan PPh bagi Wajib Pajak Orang

Pribadi………...…. 42

Tabel 5.1 Data Pegawai Tetap A………..…. 57

Tabel 5.2 Data Pegawai Tetap B………..………. 58

Tabel 5.3 Penghitungan Jumlah Upah pada hari ke-9

sampai hari ke-12……….. 59 Tabel 5.4 Cara penghitungan penghasilan bruto sebulan PT. X

Tahun 2011……….………... 65 Tabel 5.5 penghitungan penghasilan bruto sebulan menurut

Peraturan Perundang-Undangan Perpajakan Tahun

2011………….……… 65 Tabel 5.6 Cara penghitungan penghasilan bruto sebulan

PT. X Tahun 2011………..……… 66 Tabel 5.7 Cara penghitungan penghasilan bruto sebulan

menurut Peraturan Perundang-Undangan

Perpajakan Tahun 2011……….……… 66 Tabel 5.8 Penghitungan biaya jabatan perbulan Tahun 2011

PT. X dengan Peraturan Perundang-Undangan

Perpajakan ………... 69 Tabel 5.9 Penghitungan penghasilan neto sebulan PT. X

Tahun 2011………...…. 70 Tabel 5.10 Penghitungan Biaya Jabatan perbulan Tahun 2011menurut

Peraturan Perundang-Undangan Perpajakan………. 70 Tabel 5.11 Penghitungan penghasilan neto sebulan PT. X

Tahun 2011………...…. 71 Tabel 5.12 Penghitungan penghasilan neto sebulan Tahun 2011

menurut Peraturan Perundang-Undangan Perpajakan...…... 71 Tabel 5.13 Penghitungan Penghasilan Netto Setahun PT. X Tahun

2011……….……….. 73 Tabel 5.14 Penghitungan Penghasilan Netto Setahun PT. X Tahun

2011……….……….. 73 Tabel 5.15 Penghitungan Penghasilan Neto Setahun PT. X Tahun

2011 ………..………...………. 74 Tabel 5.16 Penghitungan Penghasilan Neto Setahun menurut

Peraturan Perundang-Undangan Perpajakan

Tahun 2011 ………... 74 Tabel 5.17 Penghasilan Tidak Kena Pajak yang dikenakan……..……. 75 Tabel 5.18 Penghitungan Penghasilan Kena Pajak PT. X Tahun

(16)

Perundang-Undangan Perpajakan Tahun 2011………. 76 Tabel 5.20 Penghitungan Penghasilan Kena Pajak PT. X Tahun

2011………..…. 77 Tabel 5.21 Penghitungan Penghasilan Kena Pajak menurut Peraturan

Perundang-Undangan Perpajakan Tahun 2011………. 77 Tabel 5.22 Penghitungan PPh Pasal 21 terutang setahun PT. X 2011.... 79 Tabel 5.23 Penghitungan PPh Pasal 21 terutang setahun menurut

Peraturan Perundang-Undangan Perpajakan Tahun 2011…. 79 Tabel 5.24 Penghitungan PPh Pasal 21 terutang setahun PT. X

Tahun 2011………..……….…. 80 Tabel 5.25 Penghitungan PPh Pasal 21 terutang setahun menurut

Peraturan Perundang-Undangan Perpajakan Tahun 2011…. 80 Tabel 5.26 Penghitungan PPh Pasal 21 terutang sebulan menurut

Peraturan Perundang-Undangan Perpajakan Tahun 2011…. 82 Tabel 5.27 Penghitungan PPh Pasal 21 terutang sebulan menurut

Peraturan Perundang-Undangan Perpajakan Tahun 2011…. 82 Tabel 5.28 Penghitungan PPh Pasal 21 terutang sebulan PT. X

Tahun 2011……….… 83 Tabel 5.29 PPh Pasal 21 terutang sebulan menurut Peraturan

Perundang-Undangan Perpajakan Tahun 2011……..……… 83 Tabel 5.30 Cara penghitungan penghasilan bruto setahun untuk

penghasilan teratur dan tidak teratur PT. X Tahun 2011….. 85 Tabel 5.31 Cara penghitungan penghasilan bruto setahun untuk

penghasilan teratur dan tidak teratur menurut

Peraturan Perundang-Undangan Perpajakan Tahun 2011... 86 Tabel 5.32 Cara penghitungan penghasilan bruto setahun untuk

penghasilan teratur dan tidak teratur PT. X Tahun 2011…… 87 Tabel 5.33 Cara penghitungan penghasilan bruto setahun untuk

penghasilan teratur dan tidak teratur menurut

Peraturan Perundang-Undangan Perpajakan Tahun 2011…. 88 Tabel 5.34 Penghitungan biaya jabatan PT. X Tahun 2011…….……… 90 Tabel 5.35 Penghitungan biaya jabatan menurut Peraturan

Perundang-Undangan Perpajakan Tahun 2011………….… 91 Tabel 5.36 Penghitungan biaya jabatan PT. X Tahun 2011 ……… 92 Tabel 5.37 Penghitungan biaya jabatan menurut Peraturan

Perundang-Undangan Perpajakan Tahun 2011………….… 93 Tabel 5.38 Penghitungan Penghasilan Neto Setahun PT. X

Tahun 2011……… 94 Tabel 5.39 Penghitungan Penghasilan Neto Setahun menurut

Peraturan Perundang-Undangan Perpajakan

Tahun 2011……… 94 Tabel 5.40 Penghitungan Penghasilan Neto Setahun PT. X

(17)

Tabel 5.42 Penghasilan Tidak Kena Pajak yang dikenakan……… 96 Tabel 5.43 Penghitungan Penghasilan Kena Pajak PT. X

Tahun 2011……… 97 Tabel 5.44 Penghitungan Penghasilan Kena Pajak menurut Peraturan

Perundang-Undangan Perpajakan Tahun 2011………. 97 Tabel 5.45 Penghitungan Penghasilan Kena Pajak PT. X Tahun 2011.. 98 Tabel 5.46 Penghasilan Kena Pajak menurut Peraturan

Perundang-Undangan Perpajakan Tahun 2011………... 98 Tabel 5.47 Penghitungan PPh Pasal 21 terutang setahun PT. X

tahun 2011………. 100 Tabel 5.48 Penghitungan PPh Pasal 21 terutang setahun menurut

Peraturan Perundang-Undangan Perpajakan Tahun 2011... 100 Tabel 5.49 Penghitungan PPh Pasal 21 terutang setahun PT. X

Tahun 2011……… 101 Tabel 5.50 Penghitungan PPh Pasal 21 terutang setahun menurut

Peraturan Perundang-Undangan Perpajakan

Tahun 2011……… 101 Tabel 5.51 Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 Terutang Tahun

Pajak 2011 untuk Pegawai Tetap atas Penghasilan

Teratur dan Penghasilan Tidak Teratur berupa THR dan Bonus menurut PT. X………...……….... 102 Tabel 5.52 Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 Terutang Tahun

Pajak 2011 untuk Pegawai Tetap atas Penghasila Teratur dan Penghasilan Tidak Teratur berupa THR dan Bonus berdasarkan Peraturan Perundang-undangan

Perpajakan yang berlaku……….. 103 Tabel 5.53 Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 Terutang Tahun

Pajak 2011 untuk Pegawai Tetap atas Penghasilan Teratur dan Penghasilan Tidak Teratur berupa THR dan Bonus

menurut PT. X………..………. 104 Tabel 5.54 Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 Terutang Tahun

Pajak 2011 untuk Pegawai Tetap atas Penghasilan Teratur dan Penghasilan Tidak Teratur berupa THR dan Bonus berdasarkan Peraturan Perundang-undangan

Perpajakan yang berlaku……… 105 Tabel 5.55 Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 Terutang

Tahun Pajak 2011 atas Penghasilan Teratur

menurut PT.X ……… 107 Tabel 5.56 Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 Terutang

Tahun Pajak 2011 atas penghasilan teratur berdasarkan Peraturan Perundang-undangan Perpajakan

yang berlaku………..… 108 Tabel 5.57 Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 Terutang

Tahun Pajak 2011 atas Penghasilan Teratur

(18)

Tabel 5.58 Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 Terutang Tahun Pajak 2011 atas Penghasilan Teratur berdasarkan Peraturan Perundang-undangan Perpajakan yang

berlaku……….. 110 Tabel 5.59 Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 Terutang Tahun

Pajak 2011 atas Penghasilan Tidak Teratur

Menurut PT. X……….. 112 Tabel 5.60 Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 Terutang Tahun

Pajak 2011 atas Penghasilan Tidak Teratur berdasarkan

Peraturan Perundang-undangan Perpajakan yang berlaku.. 113 Tabel 5.61 Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 Terutang

Tahun Pajak 2011 atas Penghasilan Tidak Teratur

Menurut PT. X……….……….. 114 Tabel 5.62 Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 Terutang

Tahun Pajak 2011 atas Penghasilan Tidak Teratur berdasarkan Peraturan Perundang-undangan

Perpajakan yang berlaku……… 115 Tabel 5.63 Penentuan jumlah upah/uang saku harian, atau rata-rata

upah/uang saku yang diterima atau diperoleh dalam

sehari untuk bulan Agustus menurut PT. X Tahun 2011… 117 Tabel 5.64 Penentuan jumlah upah/uang saku harian, atau rata-rata

upah/uang saku yang diterima atau diperoleh dalam sehari untuk bulan Agustus menurut Peraturan

Perundang-Undangan Perpajakan Tahun 2011……… 117 Tabel 5.65 Penghitungan upah/uang saku harian atau rata-rata

upah/uangsaku harian telah melebihi Rp150.000,00 dan sepanjang jumlah kumulatif yang diterima atau diperoleh dalam bulan kalender yang bersangkutan belum melebihi

Rp1.320.000,00 menurut PT. X Tahun 2011……… 120 Tabel 5.66 Penghitungan upah/uang saku harian atau rata-rata

upah/uang saku harian telah melebihi Rp150.000,00 dan sepanjang jumlah kumulatif yang diterima atau diperoleh dalam bulan kalender yang bersangkutan belum melebihi Rp1.320.000,00 menurut Peraturan Perundang-Undangan Perpajakan Tahun 2011……… 121 Tabel 5.67 Penghitungan jumlah upah kumulatif ( 8 hari kerja ) yang

diterima atau diperoleh dalam bulan kalender yang bersangkutan telah melebihi Rp1.320.000,00 dan kurang dari Rp6.000.000,00 menurut PT. X untuk

Bulan Agustus 2011……….…… 123 Tabel 5.68 Penghitungan jumlah upah kumulatif ( 8 hari kerja ) yang

(19)

Tabel 5.69 Penghitungan jumlah upah pada hari ke-9 sampai hari ke-12 yang diterima atau diperoleh dalam bulan kalender yang bersangkutan, jumlah PPh Pasal 2l per hari yang

dipotong menurut PT. X untuk Bulan Agustus 2011……... 125 Tabel 5.70 Penghitungan jumlah upah pada hari ke-9 sampai hari ke-12

yang diterima atau diperoleh dalam bulan kalender yang bersangkutan, jumlah PPh Pasal 2l per hari yang dipotong menurut Peraturan Perundang-Undangan Perpajakan

(20)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Salah satu faktor yang menentukan keberhasilan suatu perusahaan adalah memiliki Sumber Daya Manusia atau pegawai yang berkualitas. Pegawai memiliki peranan penting dalam kegiatan operasional perusahaan, sehingga diharapkan dapat memberikan hasil kerja yang maksimal sesuai dengan target yang diinginkan dalam suatu perusahaan tersebut. Oleh karena itu, pimpinan suatu perusahaan juga diharapkan dapat memberikan motivasi kepada para pegawainya. Salah satu motivasi yang diberikan dapat berupa pemberian gaji dan upah yang sesuai dengan jasa yang telah diberikan oleh seorang pegawai kepada perusahaannya. Gaji dan upah yang diterima oleh pegawai tersebut, nantinya akan dikenai pajak yaitu Pajak Penghasilan Pasal 21. Pajak Penghasilan Pasal 21 yang harus dibayarkan oleh pegawai biasanya telah dipotong badan usaha (pemberi kerja) tempat dimana pegawai tersebut bekerja. Hal ini telah diatur dalam UU Nomor 36 tahun 2008 yang didalamnya terdapat aturan tentang besarnya tarif pajak dan tata cara pembayaran pajak. Hal ini pula yang membuat perusahaan tersebut harus menghitung Pajak Penghasilan Pasal 21 bagi pegawai dan melaporkannya ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP).

(21)

pun perlu dicermati karena kemungkinan besar dapat terjadi ketidaksesuaian dengan praktik sebenarnya. Sehingga dibutuhkan pemahaman tentang undang-undang dan peraturan perpajakan yang terkait. Hal ini dikarenakan, apabila pajak yang dipotong tidak sesuai dengan peraturan yang terkait, maka dapat terjadi dua kemungkinan. Kemungkinan pertama, apabila pajak yang dipotong terlalu besar maka Take Home Pay

yang diterima oleh pegawai menjadi lebih kecil. Dan kemungkinan kedua, apabila pajak yang dipotong terlalu kecil, maka Take Home Pay yang diterima oleh pegawai akan menjadi lebih besar. Dari kesalahan-kesalahan yang muncul tersebut, maka penulis ingin mengevaluasi penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 pada pegawai terhadap peraturan perpajakan untuk mengetahui kebenarannya.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka rumusan masalah yang diajukan penulis adalah apakah penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 untuk pegawai tetap atas penghasilan teratur dan penghasilan tidak teratur serta pegawai tidak tetap di PT X tahun pajak 2011 mengacu pada peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.

(22)

Pajak Penghasilan Pasal 21 Ditanggung Pemerintah atas Penghasilan Pekerja pada Kategori Usaha Tertentu, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 250/PMK.03/2008 tentang Besarnya Biaya Jabatan ayau Pensiun yang Dapat Dikurangkan dari Penghasilan Bruto Pegawai Tetap atau Pensiunan, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 252/PMK.03/2008 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemotongan Pajak atas Penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan orang pribadi, Peraturan Dirjen Pajak Nomor 57/PJ/2009 tentang Perubahan atas Peraturan Dirjen Pajak Nomor Per-31/PJ/2009 tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26 sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan orang pribadi.

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian secara garis besar adalah untuk memberikan penilaian tentang penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 di PT. X tahun pajak 2011.

D. Manfaat Penelitian

Penulis berharap bahwa penelitian ini dapat bermanfaat bagi: 1. Bagi Universitas Sanata Dharma

(23)

2. Bagi Perusahaan yang diteliti

Bagi perusahaan yang diteliti, penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat berupa pengetahuan dan referensi kepada perusahaan dalam meningkatkan kualitas dan evaluasi yang dibutuhkan untuk kemajuan perusahaan tersebut.

3. Bagi penulis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dalam bidang perpajakan, khususnya penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 pada suatu Perusahaan. Serta dapat menerapkan teori yang diperoleh selama kuliah dalam praktek yang sesungguhnya.

E. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan ini berisi tentang penjelasan mengenai urutan dari penulisan, yang disusun sebagai berikut:

BAB I Pendahuluan

Bab ini berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dari penelitian, manfaat yang diharapkan dari penulisan skripsi ini, serta sistematika dari penulisan skripsi ini.

BAB II Tinjauan Pustaka

(24)

terkait dengan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas gaji pegawai tetap dan pegawai tidak tetap.

BAB III Metode Penelitian

Bab ini menggambarkan cara-cara untuk melaksanakan kegiatan penelitian mulai dari rancangan penelitian sampai dengan teknik analisis data yang digunakan dalam melakukan evaluasi penyelesaian masalah.

BAB IV Gambaran Umum Perusahaan

Bab ini berisi mengenai gambaran umum tentang perusahaan yang diteliti.

BAB V Analisis Dan Pembahasan

Bab ini menjelaskan mengenai data-data yang berasal dari perusahaan serta pembahasan masalah yang dihadapi perusahaan berdasarkan tinjauan pustaka yang relevan untuk menentukan alternatif penyelesaian masalah.

BAB VI Penutup

(25)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pajak

1. Pengertian Pajak

Berikut ini adalah pengertian pajak menurut beberapa ahli, yaitu: Menurut Prof. Dr. P. J. A. Adriani:

Pajak adalah iuran masyarakat kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.

Menurut Undang-undang Pajak No.36 Tahun 2008:

Pajak adalah kontribusi wajib kepada Negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Negara, bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

2. Fungsi Pajak(Mardiasmo, 2009: 2)

(26)

a. Fungsi anggaran (budgetair)

Pajak berfungsi sebagai sumber dana yang digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran pemerintah baik pengeluaran rutin maupun pengeluaran pembangunan

b. Fungsi mengatur (regulerend)

Pajak berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijaksanaan pemerintah dalam bidang social dan ekonomi.Sebagai contoh yaitu pajak yang tinggi dikenakan terhadap minuman keras dengan tujuan untuk mengurangi konsumsi minuman keras.

3. Syarat Pemungutan Pajak (Supramono, 2010: 5)

1. Pemungutan pajak harus adil

Pemungutan pajak yang adil berarti pajak yang dipungut harus adil dan merata sehingga harus sebanding dengan kemampuan membayar pajak dan sesuai dengan manfaat yang diminta Wajib Pajak dari Pemerintah.

2. Pemungutan pajak harus berdasarkan Undang-Undang

(27)

3. Pemungutan pajak tidak mengganggu perekonomian

Pemungutan pajak yang merupakan penyerapan sebagian sumber daya dari masyarakat tidak boleh mengganggu kelancaran kegiatan produksi dan perdagangan yang akan mengakibatkan kelesuan perekonomian negara.

4. Pemungutan pajak harus efesien

Biaya untuk pemungutan pajak harus seminimal mungkin dan hasil pemungutan pajak seharusnya digunakan secara optimal untuk membiayai pengeluaran negara seperti yang tercantum dalam APBN. 5. Sistem pemungutan pajak harus sederhana

Pemungutan pajak secara sederhana sehingga memudahkan Wajib Pajak untuk memenuhi kewajiban perpajakannya.

4. Teori yang Mendukung Pemungutan Pajak(Supramono, 2010: 23) a. Teori Asuransi

Dalam perjanjian asuransi, peserta asuransi wajib untuk membayar premi asuransi dengan tujuan sebagai perlindungan bagi orang yang bersangkutan atas keselamatan dan harta bendanya. b. Teori Kepentingan

(28)

c. Teori Daya Pikul

Teori ini menyatakan bahwa biaya-biaya atas perlindungan yang diberikan oleh Negara kepada warga Negara harus dipikul oleh segenap orang yang menikmatinya dalam bentuk pajak.

d. Teori Asas Daya Beli

Teori ini beranggapan bahwa pajak digunakan untuk menarik daya beli masyarakat.

e. Teori Bakti

Masyarakat dianggap memiliki kewajiban mutlak, yaitu berbakti kepada Negara. Untuk membuktikan baktinya, masyarakat harus menyadari bahwa pajak adalah suatu kewajiban, oleh karena itu Negara memiliki hak mutlak untuk memungut pajak dari masyarakatnya.

5. Tata Cara Pemungutan Pajak

Tata cara atas pemungutan pajak dapat disebut juga dengan stelsel pajak. Pemungutan pajak menurut Prof. Dr. Mardiasmo (2009) dapat dilakukan berdasarkan 3 stelsel, yaitu:

a. Stelselnyata (real stelsel)

(29)

namun baru dapat dikenakan pada akhir periode (setelah penghasilan

riel diketahui).

b. Stelselanggapan (fictieve stelsel)

Pengenaan pajak didasarkan pada suatu anggapan yang diatur oleh undang-undang. Sebagai contoh yaitu penghasilan suatu tahun dianggap sama dengan tahun sebelumnya, sehingga pada awal tahun pajak sudah dapat ditetapkan besarnya pajak yang terutang untuk tahun pajak berjalan. Pada stelsel ini pajak dapat dibayar selama thaun berjalan, tanpa harus menunggu pada akhir tahun namun tidak berdasarkan pada keadaan yang sesungguhnya.

c. Stelselcampuran

Stelsel campuran ini merupakan kombinasi antara stelsel nyata dan stelsel anggapan. Pada awal tahun, besarnya pajak dihitung berdasarkan suatu anggapan, kemudian pada akhir tahun besarnya pajak disesuaikan dengan keadaan yang sebenarnya.

Apabila pajak yang menurut kenyataan lebih besar dari pajak menurut anggapan, maka Wajib Pajak harus menambah namun sebaliknya apabila lebih kecil maka kelebihannya dapat diambil kembali.

6. Sistem Pemungutan Pajak (Supramono dan Damayanti, 2009: 4)

a. Official Assessment system

(30)

(fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak. Ciri-ciri dari sistem ini adalah:

1) Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada fiskus.

2) Wajib Pajak bersifat pasif.

3) Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh fiskus.

b. Self Assessment system

Self assessment system merupakan suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada Wajib Pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang. Ciri-ciri dari sistem ini adalah:

1) Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada Wajib Pajak sendiri,

2) Wajib Pajak aktif (mulai dari menghitung, menyetor dan melaporkan sendiri pajak yang terutang),

3) Fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi. c. Withholding system

(31)

7. Pengelompokkan Pajak (Supramono dan Damayanti, 2009: 5)

a. Jenis pajak menurut golongannya. 1) Pajak langsung

Pajak langsung adalah pajak yang pembebanannya tidak dapat dilimpahkan kepada pihak lain, tetapi harus menjadi beban langsung Wajib Pajak yang bersangkutan. Contoh pajak langsung adalah Pajak Panghasilan (PPh) karena pengenaan pajaknya langsung kepada Wajib Pajak yang menerima penghasilan, tidak dapat di limpahkan.

2) Pajak tak langsung.

Pajak tak langsung adalah pajak yang pembebanannya dapat dilimpahkan ke pihak lain. Contoh pajak tak langsung adalah Pajak Pertambahan Nilai (PPN) karena yang menjadi Wajib Pajak seharusnya adalah penjualnya.

b. Jenis pajak menurut sifatnya 1) Pajak Subjektif

(32)

2) Pajak Objektif

Pajak objektif adalah pajak yang dikenakan tanpa memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak. Contoh pajak objektif adalah Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).

3) Jenis pajak menurut lembaga pemungutnya a) Pajak pusat (Negara)

Pajak pusat adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai pengeluaran negara. Contoh pajak negara adalah Pajak Pengahasilan (PPh) dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). b) Pajak Daerah

Pajak daerah adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan digunakan untuk membiayai pengeluaran daerah.

c) Pajak provinsi

Contoh dari pajak provinsi adalah Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di atas air, serta Bea Balik Nama kendaraan dan Kendaraan di atas air.

d) Pajak Kabupaten/kota

(33)

e) Pajak final

Pajak final berarti pajak yang telah dibayarkan oleh Wajib Pajak melalui pemungutan atau pemotongan pihak lain dalam tahun berjalan tidak dapat dikreditkan atau dikurangkan pada total PPh yang terutang pada akhir tahun saat pengisiian SPT Tahunan PPh.

f) Pajak tidak Final

Pajak tidak final adalah pajak yang telah dibayarkan oleh Wajib Pajak melalui pemungutan atau pemotongan pihak lain dalam tahun berjalan dan dapat dikreditkan pada total PPh yang terutang pada akhir tahun saat pengisian SPT Tahunan PPh.

8. Hambatan Pemungutan Pajak

Hambatan terhadap pemungutan pajak menurut Mardiasmo dalam Purnandika (2005: 17) dapat dikelompokkan menjadi:

a. Perlawanan pasif

Masyarakat enggan (pasif) membayar pajak, yang dapat disebabkan karena:

1) Perkembangan intelektual dan moral masyarakat, 2) Sistem perpajakan yang sulit dipahami masyarakat, dan 3) Sistem kontrol tidak dapat dilakukan atau dilaksanakan

(34)

b. Perlawanan aktif

Perlawanan aktif meliputi semua usaha dan perbuatan yang secara langsung ditujukan kepada fiskus dengan tujuan untuk menghindari pajak.

9. Tarif Pajak

Tarif pajak merupakan tarif yang digunakan untuk menetukan besarnya pajak yang harus dibayar. Tarif pajak digunakan dalam perhitungan besarnya pajak terutang yang secara umum dinyatakan dalam bentuk persentase. Berdasarkan pola persentase, tarif pajak dibagi menjadi 4 macam, antara lain (Supramono dan Theresia, 2009: 7)

a. Tarif pajak proposional/ sebanding

Tarif pajak proposional adalah persentase pengenaan pajak yang tetap atas berapapun dasar pengenaan pajaknya. Contohnya adalah PPN akan dikenakan tarif sebesar 10% atas berapapun penyerahan barang dan jasa kena pajak. PPh badan yang dikenakan tarif sebesar 28% atas berapapun penghasilan kena pajak.

b. Tarif pajak tetap

(35)

c. Tarif pajak degresif

Tarif pajak degresif adalah persentase pajak yang menurun seiring dengan peningkatan dasar pengenaan pajaknya. Contohnya adalah besar tarif Bea Materai untuk cek dan bilyet giro dengan nilai nominal berapapun adalah Rp1.000,00

d. Tarif pajak progresif (Mardiasmo, 2009: 9)

Tarif pajak progresif adalah persentase pajak yang bertambah seiring dengan peningkatan dasar pengenaan pajaknya. Contohnya adalah Pajak Penghasilan (PPh) Wajib Pajak Orang Pribadi, setiap terjadi peningkatan pendapatan dalam level tertentu maka tarif yang dikenakan juga akan meningkat.

Menurut kenaikan persentase tarifnya, tarif progresif dibagi: a) Tarif progresif progresif: kenaikan presentase semakin besar. b) Tarif progresif tetap : kenaikan presentase tetap.

c) Tarif progresif degresif : kenaikan presentase semakin kecil. B. Pajak Penghasilan (PPh)

1. Pengertian Pajak Penghasilan

(36)

nama dan dalam bentuk apapun (Undang-Undang Pajak Penghasilan 2008 Pasal 4 Ayat 1).

b. Pajak penghasilan adalah suatu pungutan resmi yang ditujukan kepada masyarakat yang berpenghasilan atau atas penghasilan yang diterima/diperoleh dalam tahun pajak untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran Negara (Supramono dan Damayanti, 2009).

2. Wajib Pajak Penghasilan Pasal 21

Menurut Prabowo (2004: 34) yang menjadi Wajib Pajak PPh Pasal 21 terdiri dari:

a. Pegawai Tetap

Pegawai tetap adalah orang pribadi yang bekerja pada pemberi kerja, yang menerima atau memperoleh gaji dalam jumlah tertentu secara berkala, termasuk anggota dewan komisaris dan anggota dewan pengawas yang secara teratur ikut serta melaksanakan kegiatan perusahaan.

b. Pegawai Tidak Tetap

Pegawai tidak tetap adalah orang pribadi yang bekerja pada pemberi kerja dan hanya menerima upah apabila ornag pribadi yang bersangkutan bekerja.

c. Penerima Honorarium

(37)

d. Penerima Upah

Penerima upah adalah orang pribadi yang menerima upah baik berupa upah harian, upah borongan, maupun upah satuan. Upaha harian adalah upah yang terutang atau dibayarkan atas dasar hari kerja. Upah borongan adalah upah yang terutang atau dibayarkan atas dasar penyelesaian pekerjaan tertentu. Upah satuan adalah upah yang terutang atau dibayarkan atas dasar banyaknya satuan yang dihasilkan.

3. Dasar Hukum

Dasar hukum yang berhubungan dengan Pajak Penghasilan (PPh) adalah peraturan perundang-undangan perpajakan yang mengatur tentang Pajak Penghasilan yang berlaku sejak 1 Januari 1984 adalah UU no.7 tahun 1983 yang sebagaimana telah mengalami empat kali perubahan, yaitu:

a. Nomor 7 Tahun 1991 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1991 dan Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3459)

b. Nomor 10 Tahun 1994 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 dan Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3576)

(38)

d. Nomor 36 Tahun 2008. 4. Subjek Pajak Penghasilan

Subjek pajak diartikan sebagai orang yang dituju oleh Undang-Undang untuk dikenakan pajak. Pajak Penghasilan dikenakan terhadap subjek pajak berkenaan dengan penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak (Supramono dan Damayanti, 2009). Pajak Penghasilan dikenakan terhadap subjek pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam tahun pajak. Menurut UU 36 Tahun 2008, yang termasuk dalam subjek pajak, antara lain :

a. Subjek pajak Orang Pribadi

Orang pribadi sebagai subjek pajak dapat bertempat tinggal atau berada di Indonesia atau di luar Indonesia.

b. Subjek Pajak Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak.

Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak merupakan subjek pajak pengganti, menggantikan mereka yang berhak, yaitu ahli waris. Ketika warisan ini sudah terbagi maka pewaris nyalah yang merupakan subjek pajak. c. Subjek Pajak Badan

(39)

komanditer, perseroan lainnya, BUMN, atau BUMD dengan nama dan bentuk apa pun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik atau organisasi sejenis, lembaga, Bentuk Usaha Tetap, dan badan lainnya. Badan sebagai subjek pajak merupakan perkumpulan yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan untuk memperoleh penghasilan dan/atau memberikan jasa kepada anggota. d. Subjek Pajak Bentuk Usaha Tetap

Yang dimaksud dengan Bentuk Usaha Tetap adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, serta badan yang tidak didirikan dan tidak berkedudukan di Indonesia untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia. Bentuk Usaha Tetap ini ditentukan sebagai subjek pajak tersendiri, terpisah dari badan. Perlakuan perpajakannya disamakan dengan subjek pajak badan.

5. Objek Pajak Penghasilan

(40)

dalam bentuk apapun (Supramono dan Damayanti, 2009). Penghasilan yang termasuk objek pajak dikelompokkan menjadi:

a. Penghasilan dari pekerjaan dala hubungan kerja b. Penghasilan dari usaha atau kegiatan

c. Penghasilan dari modal atau penggunaan harta

d. Penghasilan lain-lain, yaitu penghasilan yang tidak dapat dalam tiga kelompok diatas tersebut.

6. Pemotong Pajak Penghasilan Pasal 21

a. Pengertian Pemotong

Pengenaan PPh Pasal 21 bersifat pemotongan. Pemotongan yang dimaksud adalah ketika pegawai menerima gaji atau upah, maka gaji atau upah yang diterima tidak utuh lagi, tetapi sudah dipotong dengan PPh Pasal 21. Pemotong pajak untuk Pajak Penghasilan Pasal 21 yang biasa disebut sebagai pemotong pajak (Supramono dan Daayanti, 2009:54) terdiri dari:

1) Pemberi kerja yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan oleh pegawai atau bukan pegawai.

(41)

3) Dana pensiun atau badan lain yang membayarkan uang pensiun dan pembayaran lain dengan nama apapun dalam rangka pensiun.

4) Badan yang membayar honorarium atau pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan jasa tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas.

5) Penyelenggara kegiatan yang melakukan pembayaran sehubungan dengan pelaksanaan suatu kegiatan.

Yang tidak termasuk sebagai pemotong pajak yang wajib memotong, menyetorkan dan melaporkan PPh Pasal 21 adalah (Supramono dan Damayanti, 2009:54):

a) Badan perwakilan negara asing,

b) Organisasi internasional yang tercantum dalam Keputusan Menteri Keuangan

b. Kewajiban Pemotong Pajak

Sebagai pemotong pajak penghasilan pasal 21, memiliki beberapa kewajiban, diantaranya (Waluyo, 2008:194-196):

1) Kewajiban menghitung, memotong, dan menyetorkan, sebagai berikut :

(42)

b) Penyetoran pajak dilakukan dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) ke bank BUMN atau BUMD atau bank lain yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Anggaran, atau PT Posindo, selambat-lambatnya tanggal 10 bulan takwim berikutnya.

c) Pemotong pajak wajib melaporkan penyetoran tersebut sekalipun nihil dengan menggunakan Surat Pemberitahuan (SPT) Masa ke Kantor Pelayanan Pajak atau Kantor Penyuluhan Pajak dan Pengamatan Potensi Perpajakan setempat, selambat-lambatnya tanggal 20 bulan takwim berikutnya.

d) Apabila dalam satu bulan takwim terjadi kelebihan penyetoran PPh pasal 21 atau PPh pasal 26, maka kelebihan tersebut dapat diperhitungkan dengan PPh pasal 21 dan pasal 26 yang terutang dalam bulan takwim yang bersangkutan.

(43)

f) Pemotong pajak wajib menerima bukti pemotongan PPh pasal 21 tahunan kepada pegawai tetap, termasuk penerima pensiun bulanan, dengan menggunakan formulir yang ditentukan oleh Direktur Jenderal Pajak dalam waktu 2 (dua) bulan setelah tahun takwim berakhir. Namun, apabila pegawai tetap berhenti bekerja atau pensiun pada bagian tahun takwin, maka bukti pemotongan tersebut diberikan oleh pemberi kerja selambat-lambatnya 1 (satu) bulan setelah pegawai yang bersangkutan berhenti bekerja atau pensiun.

i. Kewajiban mendaftarkan diri.

ii. Kewajiban menghitung kembali PPh pasal 21 yang terutang

iii. Kewajiban mengisi, menandatangani, dan menyampaikan SPT

7. Tarif Pajak dan Penerapannya

(44)

Tarif berdasarkan pasal 17 UU PPh No. 7 Tahun 1983 sebagaimana diubah dengan UU No.36 Tahun 2008, yaitu:

Tabel 2.1 Lapisan Penghasilan Kena Pajak untuk Wajib Pajak Orang Pribadi

Lapisan Kena Pajak Tarif Pajak Sampai dengan Rp 50.000.000,00 (lima puluh

juta rupiah)

5% (lima persen) Di atas Rp 50.000.000 (Lima puluh juta rupiah)–

Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah)

15%

(lima belas persen) Di atas Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh

juta rupiah) – Rp 500.000.000,00 (Lima ratus juta rupiah)

25% (dua puluh lima

persen) Di atas Rp 500.000.000,00 (Lima ratus juta

rupiah)

30%

(tiga puluh persen)

a. Tarif berdasarkan pasal 17 UU PPh No. 7 Tahun 1983 sebagaimana diubah dengan UU No.36 Tahun 2008, diterapkan atas Penghasilan Kena Pajak dari:

1) Pegawai tetap;

2) Penerima pensiun berkala yang dibayarkan secara bulanan;

3) Pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas yang dibayarkan secara bulanan.

Penghasilan Kena Pajak dihitung sebesar: a) Bagi pegawai tetap:

(45)

i. Biaya jabatan.

ii. Iuran yang terkait dengan gaji yang dibayar oleh pegawai kepada dana pensiun, yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan atau badan penyelenggara tunjangan hari tua atau jaminan hari tua yang dipersamakan dengan dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan.

Secara ringkas dapat digambarkan sebagai berikut: PPh Pasal 21:

=(Penghasilan netto - PTKP) x tarif Pajak

=(Penghasilan bruto - Biaya Jabatan – iuran pensiun dan iuran THT yang dibayar sendiri – PTKP) x tarif Pajak b) Bagi penerima pensiun berkala:

Besarnya Penghasilan Kena Pajak adalah bagi penerima pensiun berkala sebesar penghasilan neto dikurangi PTKP. Besarnya penghasilan neto adalah seluruh jumlah penghasilan bruto dikurangi dengan biaya pensiun. Secara ringkas dapat digambarkan sebagai berikut:

PPh Pasal 21:

= ( Penghasilan neto - PTKP) x tarif Pajak

(46)

b. Tarif diterapkan atas jumlah kumulatif dari (Mardiasmo, 2009:171): 1) Penghasilan Kena Pajak sebesar jumlah penghasilan bruto

dikurangi PTKP yang diterima atau diperoleh bukan pegawai (selain tenaga ahli), yang menerima imbalan yang bersifat berkesinambungan yang memenuhi ketentuan:

a) Yang bersangkutan telah mempunyai NPWP,

b) Hanya memperoleh penghasilan dari hubungan kerja dengan Pemotong PPh Pasal 21.

c) tidak memperoleh penghasilan lainnya

2) 50% dari jumlah penghasilan bruto yang diterima atau diperoleh tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas, yang terdiri dari pengacara, akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, penilai, dan aktuaris. PPh Pasal 21:

= (50% x Penghasilan bruto) x tarif Pajak

3) Jumlah penghasilan bruto bersifat tidak teratur yang diterima atau dipeloleh anggota dewan komisaris atau dewan pengawas yang tidak merangkap sebagai pegawai tetap pada Perusahaan yang sama. PPh Pasal 21:

= (Penghasilan bruto x tarif Pajak)

(47)

5) Jumlah penghasilan bruto berupa penarikan dana pensiun oleh peserta program pensiun yang masih berstatus sebagai pegawai, dari dana pensiun pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan. PPh Pasal 21:

= (Penghasilan bruto x tarif Pajak)

c. Tarif diterapkan atas jumlah penghasilan bruto (Mardiasmo, 2009: 172):

1) untuk setiap pembayaran imbalan kepada bukan pegawai yang tidak berisfat berkesinambungan,

2) untuk setiap kali pembayaran yang bersifat utuh dan tidak dipecah, yang diterima oleh peserta kegiatan.

C. Pajak Penghasilan Pasal 21

Penghasilan berdasarkan UU Pajak No.36 Tahun 2008, pasal 4 ayat 1 adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun.

(48)

no.17 tahun 2000 (Waluyo, 2000) dan terakhir diubah dengan UU No.36 tahun 2008.

1. Subjek Pajak Pengahasilan Pasal 21

a. Penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 adalah orang pribadi yang merupakan (Mardiasmo, 2009: 166):

1) Pegawai

2) Penerima uang pesangon, pensiun atau uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua, atau jaminan hari tua. Termasuk alih warisnya.

3) Bukan pegawai yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan antara lain meliputi:

a) Tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas yang terdiri dari pengacara, akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, penilai dan aktuaris;

b) Pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang sinetron, bintarg iklan, sutradara, kru film, foto model, peragawati/peragawati, pemain drama, penari, pemahat, pelukis, dan seniman lainnya.

(49)

1) Peserta perlombaan dalam segala bidang antara lain perlombaan olahraga, seni, ketangkasan, ilmu pengetahuan, teknologi dan perlombaan lainnya

2) Peserta rapat, konferensi, sidang pertemuan atau kunjungan kerja;

3) Peserta atau anggota dalam suatu kepanitiaan sebagai penyelenggara kegiatan tertentu;

4) Peserta pendidikan, pelatihan, dan magang; 5) Peserta kegiatan lainnya.

c. Hak dan kewajiban subjek pajak/ penerima penghasilan

Seorang subjek pajak/penerima penghasilan memiliki beberapa hak dan kewajiban dalam bidang perpajakan, diantaranya adalah (Waluyo, 2008: 197):

1) Pada saat seseorang mulai bekerja atau mulai pensiun, untuk mendapatkan pengurangan PTKP, penerima penghasilan harus menyerahkan surat pernyataan kepada pemotong pajak yang menyatakan jumlah tanggungan keluarga pada permulaan tahun takwim atau pada permulaan menjadi subjek pajak dalam negeri.

(50)

3) Jumlah pajak penghasilan pasal 21 yang dipotong merupakan kredit pajak bagi penerima penghasilan yang dikenakan pemotongan untuk tahun pajak yang bersangkutan, kecuali pajak penghasilan pasal 21 yang bersifat final.

4) Wajib pajak orang pribadi dalam negeri yang menerima penghasilan sehubungan dengan pekerjaan dari badan perwakilan negara asing dan organisasi internasional yang dikecualikan sebagai pemotong pajak penghasilan pasal 21, diwajibkan untuk menghitung dan membayar sendiri jumlah pajak penghasilan yang terutang dalam tahun berjalan dan atas penghasilan tersebut dilaporkan dalam surat pemberitahuan. 2. Tidak Termasuk Subjek Pajak Penghasilan Pasal 21

Yang tidak termasuk dalam pengertian Penerima Penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 (Supramono dan Damayanti, 2009: 50): a. Pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat lain dari

negara asing, dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama mereka dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan lain di luar jabatan atau pekerjaannya tersebut, serta Negara yang bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik.

(51)

penghasilan yang telah beberapa kali diubah, terakhir dengan keputusan Menteri Keuangan Nomor 601/KMK.03/2005 dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan tidak menjalankan usaha atau kegiatan atau pekerjaanm lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia.

3. Objek Pajak Penghasilan Pasal 21

Penghasilan yang dapat dipotong Pajak Penghasilan Pasal 21 adalah (Mardiasmo, 2009: 167):

a. Penghasilan pegawai tetap yang bersifat teratur, yaitu penghasilan bagi pegawai tetap berupa gaji atau upah, segala macam tunjangan dan imbalan dengan nama apapun yang diberikan secara periodik berdasarkan ketentuan yang ditetapkan oleh pemberi kerja, termasuk yang lembur

b. penghasilan yang diterima atau diperoleh penerima pensiun secara teratur uang pensiun atau penghasilan sejenisnya;

c. Penghasilan sehubungan dengan pemutusan hubungan kerja penghasilan sehubungan dengan pensiun yang diterima secara sekaligus berupa uang pesangon, uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua atau jaminan hari tua atau pembayaran lain sejenis;

(52)

e. Imbalan kepada bukan pegawai, antara lain berupa honorarium, komisi,feedan imbalan sehubungan dengan pekerjaan, jasa.

f. Imbalan kepada peserta kegiatan, antara lain berupa uang saku, uang representasi, uang rapat, honorarium, hadiah atau atau penghargaan dengan nama dan dalam bentuk apa pun, dan imbalan sejenis dengan nama apa pun.

g. Penerimaan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan lainnya dengan nama dan dalam bentuk apa pun yang diberikan oleh:

1) Bukan Wajib Pajak;

2) Wajib Pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final; atau

3) Wajib Pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan berdasarkan norma penghitungan khusus

Penghitungan PPh Pasal 21 atas penghasilan berupa penerimaan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan lainnya didasarkan pada harga pasar atas barang yang diberikan atau nilai wajar atas pemberian kenikmatan yang diberikan. Dalam hal penghasilan diterima atau diperoleh dalam mata uang asing, penghitungan PPh pasal 21 didasarkan pada nilai tukar (kurs) yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan yang.berlaku pada saat pembayaran penghasilan tersebut atau pada. saat dibebankan sebagai biaya.

(53)

a) Uang tebusan pensiun yang dibayarkan oleh dana pensiun yang telah disahkan oleh Menteri Keuangan dan tunjangan hari tua yang dibayarkan sekaligus oleh badan penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja.

b) Uang pesangon.

c) Hadiah dan penghargaan lomba.

d) Honorarium atau komisi yang dibayarkan kepada penjaja barang dagangan dan petugas dinas luar asuransi. Barang dagangan yang dimaksud adalah barang dagangan berupa kosmetik, sabun, pasta gigi, buku, dan barang-barang keperluan rumah tangga sehari-hari lainnya.

e) Penghasilan bruto berupa honorarium dan imbalan lain dengan nama apapun yang diterima oleh pejabat negara, pegawai negeri sipil, anggota TNI/POLRI yang sumber dananya berasal dari keuangan negara atau keuangan daerah, kecuali yang dibayarkan oleh pegawai negeri sipil golongan Iid ke bawah dan anggota TNI/POLRI berpangkat pembantu letnan satu ke bawah atau ajun inspektur tingkat satu ke bawah.

4. Penghasilan yang dikecualikan dari Pajak Pengahasilan Pasal 21

Tidak termasuk dalam pengertian penghasilan yang dipotong PPh pasal 21 (Mardiasmo, 2009: 169) adalah:

(54)

kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi beasiswa.

b. Penerimaan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dalam bentuk apa pun diberikan oleh Wajib pajak atau Pemerintah, yang diberikan wajib Pajak yang dikenakan pajak penghasilan yang bersifat final dan yang dikenakan pajak penghasilan berdasarkan penghitungan khusus.

c. Iuran pensiun yang dibayarkan kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan, iuran tunjangan hari tua atau badan penyelenggaran jaminan sosial yang dibayar oleh pemberi kerja.

d. Zakat yang diterima oleh orang pribadi yang berhak dari badan atau lembaga amal zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia yang diterima oleh orang pribadi yang berhak dari lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah.

e. Beasiswa, beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu. 5. Biaya Jabatan dan Biaya Pensiun

(55)

untuk penghitungan pemotongan Pajak Penghasilan bagi pegawai tetap, ditetapkan sebesar 5% dari penghasilan bruto, setinggi-tingginya Rp.6.000.000,00 setahun atau RP. 500.000,00 sebulan. Besarnya biaya pensiun yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto untuk penghitungan pomotongan pajak penghasilan bagi pensiunan, ditetapkan sebesar 5% dari penghasilan bruto, setinggi-tingginya Rp. 2.400.000,00 setahun atau Rp. 200.000.00 sebulan. (PMK Nomor 250/PMK.03/2008). 6. Cara menghitungan PPh 21

a. Menurut Peraturan Direktur Jenderal Pajak PER-31/ PJ/ 2009 penghitungan PPh Pasal 21 atas penghasilan teratur bagi pegawai tetap yaitu:

1) Untuk menghitung PPh Pasal 21 atas penghasilan pegawai tetap, terlebih dahulu dihitung seluruh penghasilan bruto yang diterima atau diperoleh selama sebulan, yang meliputi seluruh gaji, segala jenis tunjangan dan pembayaran teratur lainnya, termasuk uang lembur (overtime) dan pembayaran sejenisnya.

(56)

pemberi kerja untuk pegawai kepada perusahaan asuransi lainnya. Dalam menghitung PPh Pasal 21, premi tersebut digabungkan dengan penghasilan bruto yang dibayarkan oleh pemberi kerja kepada pegawai.

3) Selanjutnya dihitung jumlah penghasilan neto sebulan yang diperoleh dengan cara mengurangi penghasilan bruto sebulan dengan biaya jabatan, serta iuran pensiun, iuran Jaminan Hari Tua, dan/ atau Tunjangan Hari Tua yang dibayar sendiri oleh pegawai yang bersangkutan melalui pemberi kerja kepada Dana Pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan atau kepada Badan Penyelenggara Program Jamsostek 4) Selanjutnya dihitung penghasilan neto setahun, yaitu jumlah

penghasilan neto sebulan dikalikan 12.

5) Dalam hal seorang pegawai tetap dengan kewajiban pajak subjektifnya sebagai Wajib Pajak dalam negeri sudah ada sejak awal tahun, tetapi mulai bekerja setelah bulan Januari, maka penghasilan neto setahun dihitung dengan mengalikan penghasilan neto sebulan dengan banyaknya bulan sejak pegawai yang bersangkutan mulai bekerja sampai dengan bulan Desember.

(57)

dengan PTKP.

7) Setelah diperoleh PPh terutang dengan menerapkan Tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh terhadap Penghasilan Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada huruf c, selanjutnya dihitung PPh Pasal 21 sebulan, yang harus dipotong dan/ atau disetor ke kas negara, yaitu sebesar:

a) Jumlah PPh Pasal 21 setahun atas penghasilan sebagaimana dimaksud pada huruf a dibagi dengan 12; atau

b) Jumlah PPh Pasal 21 setahun atas penghasilan sebagaimana dimaksud pada huruf b dibagi banyaknya bulan yang menjadi faktor pengali sebagaimana dimaksud pada huruf b.

Contoh penghitungan PPh Pasal 21 terutang atas penghasilan teratur bagi pegawai tetap.

Pada tahun 2009, Susanto bekerja pada perusahaan Makmur Jaya dengan memperoleh gaji sebulan Rp3.000.000,00 dan membayar iuran pensiun sebesar Rp200.000,00. Susanto menikah namun belum memiliki anak. Penghitungan PPh Pasal 21 adalah sebagai berikut:

Gaji sebulan Rp 3.000.000,00

Pengurangan: (1)Biaya Jabatan:

(58)

Rp 350.000,00 Penghasilan neto sebulan Rp 2.650.000,00 Penghasilan neto setahun adalah

12 x Rp2.650.000,00 Rp31.800.000,00 PTKP setahun

- untuk WP sendiri Rp15.840.000,00 - tambahan WP kawin Rp 1.320.000,00

Rp17.160.000,00 Penghasilan Kena Pajak setahun Rp14.640.000,00 PPh Pasal 21 terutang

5% x Rp 14.640.000,000 = Rp732.000,00 PPh Pasal 21 sebulan

Rp732.000,00 : 12 = Rp61.000,00

a. Cara Menghitung PPh Pasal 21 terutang atas Penghasilan Tidak Teratur Bagi Pegawai Tetap

1) Apabila kepada pegawai tetap diberikan jasa produksi, tantiem, gratifikasi, bonus, premi, tunjangan hari raya, dan penghasilan lain semacam itu yang sifatnya tidak tetap dan biasanya dibayarkan sekali setahun, maka PPh Pasal 21 dihitung dan dipotong dengan cara sebagai berikut:

(59)

b) Dihitung PPh Pasal 21 atas penghasilan teratur yang disetahunkan tanpa tantiem, jasa produksi, dan sebagainya. c) Selisih antara PPh Pasal 21 menurut penghitungan huruf a

dan huruf b adalah PPh Pasal 21 atas penghasilan tidak teratur berupa tantiem, jasa produksi, dan sebagainya.

2) Dalam hal pegawai tetap yang kewajiban pajak subjektifnya sudah ada sejak awal tahun, namun baru mulai bekerja setelah bulan Januari, maka PPh Pasal 21 atas penghasilan yang tidak teratur tersebut dihitung dengan cara sebagaimana pada butir 1 dengan memperhatikan ketentuan mengenai Penghitungan PPh Pasal 21 Bulanan atas Penghasilan Teratur pada huruf a angka 5, 6, dan 7 di atas.

Contoh penghitungan PPh Pasal 21 atas penghasilan teratur dan penghasilan tidak teratur bagi pegawai tetap.

Maman (tidak kawin) bekerja pada PT Gudang Gula memperoleh gaji sebesar Rp2.500.000,00 sebulan. Dalam tahun yang bersangkutan Maman menerima bonus sebesar Rp6.500.000,00. Setiap bulannya Maman membayar iuran pensiun ke Dana Pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan sebesar Rp100.000,00

(1) PPh Pasal 21 atas Gaji dan Bonus (penghasilan setahun): Gaji setahun (12x2.500.000,00) Rp30.000.000

(60)

Penghasilan Bruto setahun Rp36.500.000 Pengurang:

Biaya Jabatan:

5% x Rp36.500.000,- Rp1.825.000 Iuran pensiun setahun

12 x Rp100.000,- 1.200.000

Rp 3.025.000 Penghasilan neto setahun Rp33.475.000 PTKP

- untuk WP sendiri Rp15.840.000

Penghasilan Kena Pajak Rp17.635.000 PPh Pasal 21 terutang

5% x Rp17.635.000 = Rp881.750 (2) PPh Pasal 21 atas Gaji setahun

Gaji setahun Rp30.000.000

Pengurang: 1. Biaya Jabatan:

5% x Rp30.000.000,- Rp1.500.000 2. Iuran pensiun setahun

12 x Rp100.000,- 1.200.000

Rp 2.700.000

(61)

PTKP

untuk WP sendiri Rp15.840.000

Penghasilan Kena Pajak Rp11.460.000 PPh Pasal 21 terutang

5% x Rp11.460.000 = Rp573.000 (3) PPh Pasal 21 atas Bonus

PPh Pasal 21 atas Bonus adalah: Rp881.750– Rp573.000 = Rp308.750 Cara penghitungan PPh Pasal 21:

Tabel 2.2 Penghitungan PPh bagi Wajib Pajak Orang Pribadi

b. Cara Menghitung PPh Pasal 21 terutang Bagi Pegawai Tidak Tetap 1. Apabila upah dibayar secara harian maka penentuan jumlah

upah/uang saku harian, atau rata-rata upah/uang saku yang diterima atau diperoleh dalam sehari sebagai berikut:

a) Upah/uang saku mingguan dibagi banyaknya hari bekerja dalam seminggu.

b) Upah satuan dikalikan dengan jumlah rata-rata satuan yang dihasilkan dalam sehari.

c) Upah borongan dibagi dengan jumlah hari yang digunakan Sumber: Waluyo: 196

PPh = Penghasilan Kena Pajak x tarif Pasal 17 = (penghasilan neto - PTKP) x tarif Pasal 17

(62)

untuk menyelesaikan pekerjaan borongan.

2. Dalam hal upah/uang saku harian atau rata-rata upah/uang saku harian belum melebihi Rp150.000,00 dan jumlah kumulatif yang diterima atau diperoleh dalam bulan kalender yang bersangkutan belum melebihi Rp1.320.000,00 maka tidak ada PPh Pasal 2l yang harus dipotong.

3. Dalam hal upah/uang saku harian atau rata-rata upah/uang saku harian telah melebihi Rp150.000,00 dan sepanjang jumlah kumulatif yang diterima atau diperoleh dalam bulan kalender yang bersangkutan belum melebihi Rp1.320.000,00 maka PPh Pasal 21 yang harus dipotong adalah sebesar upah/uang saku harian atau rata-rata upah/uang saku harian setelah dikurangi Rp150.000,00 dikalikan 5% .

4. Dalam hal jumlah upah kumulatif yang diterima atau diperoleh dalam bulan kalender yang bersangkutan telah melebihi Rp1.320.000,00 dan kurang dari Rp6.000.000,00, maka PPh Pasal 21 yang harus dipotong adalah sebesar upah/uang saku harian atau rata-rata upah/uang saku harian setelah dikurangi PTKP sehari dikalikan 5% .

(63)

yang disetahunkan setelah dikurangi PTKP dan PPh pasal 21 yang harus dipotong adalah sebesar PPh Pasal 21 hasil perhitungan tersebut dibagi 12.

6. Apabila upah dibayar secara bulanan maka PPh Pasal 21 dihitung dengan menerapkan tarif pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh atas jumlah upah bruto yang disetahunkan setelah dikurangi PTKP, dan PPh Pasal 21 yang harus dipotongadalah sebesar PPh Pasal 21 hasil perhitungan tersebut dibagi 12. - Contoh penghitungan PPh Pasal 21 bagi pegawai tidak tetap

dibayar secara harian.

Sentot dengan status belum menikah pada bulan Januari 2009 bekerja sebagai buruh harian pada PT Harapan Sentosa. la bekerja selama 10 hari dan menerima upah harian sebesar Rp150.000, Penghitungan PPh Pasal 21 terutang:

Upah sehari Rp 150.000,00

Dikurangi batas upah harian tidak dilakukan

pemotongan PPh Rp1 50.000,00

(64)

Pada hari ke-9 jumlah kumulatif upah yang diterima melebihi Rp1.320.000,00, maka PPh Pasal 21 terutang dihitung berdasarkan upah setelah dikurangi PTKP yang sebenarnya.

Upah s.d hari ke-9 (Rp150.000,00 x 9 ) Rp 1.350.000,00 PTKP sebenarnya:

9 x (Rp1 5.840.000,00/360) Rp 396.000,00 Penghasilan Kena Pajak s.d hari ke-9 Rp 954.000,00 PPh Pasal 2l terutang s.d hari ke-9

5% x Rp 954.000,00 Rp 47.700,00 PPh Pasal 21 yang telah dipotong s.d hari ke-8

Rp 0,00 PPh Pasal 21 yang harus dipotong pada hari ke-9

Rp 47.700,00 Sehingga pada hari ke-9, upah bersih yang diterima Sentot sebesar: Rp150.000,00 – Rp47.700,00 = Rp102.300,00

Misalkan Sentot bekerja selama 10 hari, maka penghitungan PPh Pasal 21 yang harus dipotong pada hari ke-10 adalah sebagai berikut:

Pada hari kerja ke-10 jumlah PPh Pasal 21 yang dipotong adalah:

Upah sehari Rp150.000,00

PTKP sehari

(65)

PPh Pasal 21terutang

5% x Rp 106.000,00 Rp 5.300,00

Sehingga pada hari ke-10 Sentot menerima upah bersih sebesar: Rp150.000,00 - Rp5.300,00 =Rp144.700,00

- Contoh penghitungan PPh Pasal 21 bagi pegawai tidak tetap dibayar secara bulanan.

Wardi bekerja pada perusahaan elektronik dengan dasar upah harian yang dibayarkan bulanan. Dalam bulan Januari 2009 Wardi hanya bekerja 20 hari kerja dan upah sehari adalah Rp 120.000,00. Wardi menikah tetapi belum memiliki anak. Penghitungan PPh Pasal 21:

Upah Januari 2009

20 x Rp120.000,00 = Rp2.400.000,00 Penghasilan neto setahun

12 x Rp2.400.000,00 = Rp28.800.000,00 PTKP (K/-) adalah sebesar:

untuk WP sendiri Rp15.840.000,00 tambahan karena menikah Rp1.320.000,00

Rp17.160.000,00 Penghasilan Kena Pajak Rp11.640.000,00 PPh Pasal 21 setahun adalah sebesar:

(66)

7. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)

Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) menurut Supramono adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana administrasi perpajakan, yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak.

Fungsi NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak) adalah sebagai tanda pengenal atau identitas Wajib Pajak serta sebagai sarana administrasi perpajakan.

Dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP -161/PJ./2001 pasal 2 ayat (2) menyebutkan bahwa:

WP orang pribadi yang tidak menjalankan usaha atau pekerjaan bebas, apabila sampai dengan suatu bulan memperoleh penghasilan yang jumlahnya telah melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) setahun, wajib mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP paling lambat pada akhir bulan berikutnya.

(67)

Ada ketentuan pengenaan pajak lebih tinggi bagi pegawai yang tidak memiliki NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak) dibanding dengan pegawai yang memiliki NPWP. Ketentuan ini terdapat dalam UU Nomor 36 tahun 2008 pasal 21 ayat (5a) yang menyebutkan bahwa:

(68)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian dilakukan dengan cara studi kasus, yaitu penelitian dengan karakteristik masalah yang berkaitan dengan latar belakang dan kondisi saat ini dari subjek yang diteliti serta interaksinya dengan lingkungan. Kesimpulan yang diambil nantinya hanya berlaku untuk PT X.

B. Subjek dan Objek Penelitian

1. Subjek Penelitian

Pada penelitian ini, yang menjadi subjek penelitian adalah pegawai tetap dan pegawai tidak tetap sebagai Wajib pajak orang pribadi di perusahaan yang diteliti.

2. Objek Penelitian

Yang menjadi objek penelitian adalah pajak terutang yang dipotong perusahaan selaku pemberi kerja atas penghasilan pegawai tetap dan pegawai tidak tetap tidak tetap selama tahun 2011.

C. Waktu dan Tempat Penelitian

1. Waktu penelitian April 2012 – Mei 2012 2. Tempat penelitian PT. X

D. Data yang diperlukan

(69)

2. Rekap daftar gaji pegawai tetap dan pegawai tidak tetap E. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang dilakukan pada penelitian ini ada 2 cara, antara lain:

1. Wawancara

Penelitian ini dilakukan dengan wawancara, yaitu pengumpulan data secara langsung dengan mengajukan pertanyaan kepada pihak yang bersangkutan untuk mendapatkan informasi yang diperlukan, data singkat perusahaan, dan melakukan tanya jawab kepada karyawan bagian keuangan yang menangani penghitungan gaji karyawan pada perusahaan tersebut.

2. Dokumentasi

Selain dengan wawancara, penelitian ini juga dilakukan dengan cara dokumentasi, yaitu dengan pengumpulan data, dokumen serta mempelajarinya dokumen tersebut agar dapat bermanfaat untuk penelitian ini.

F. Teknik Analisis Data

Gambar

Tabel 5.70Penghitungan jumlah upah pada hari ke-9 sampai hari ke-12
Tabel  2.1 Lapisan Penghasilan Kena Pajak untuk Wajib Pajak Orang Pribadi
Tabel 2.2 Penghitungan PPh bagi Wajib Pajak Orang Pribadi
Tabel 5.3 C
+7

Referensi

Dokumen terkait

telah ditetapkan berakhir, belum/tidak ada yang menawar. b) Sampai batas waktu pengadaan yang telah ditetapkan berakhir, kriteria/spesifikasi yang disyaratkan PT PJB tidak

Seperti yang ditunjukkan dalam pernyataan tersebut, pendekatan untuk pemetaan aktivitas ke aliran pengetahuan yang digunakan dalam pengembangan Moxie ini dilihat dari tujuan

Berdasarkan hasil pengujian Alpha yang telah dilakukan dapat ditarik kesimpulan bahwa aplikasi sudah berjalan cukup maksimal, tetapi tidak menutup kemungkinan dapat terjadi

Perbedaan jenis kelamin: laki-laki dan perempuan, dalam hubungan suami istri tidak perlu menyebabkan yang satu merasa lebih superior (lebih tinggi) daripada yang lain atau

Tidak salah jika rakyat ketakutan bahwa dana BLSM akan dikorupsi oleh pihak yang tidak bertangggung jawab.. Rakyat juga menilai bahwa Presiden SBY adalah

Metode yang digunakan dalam pencarian pola adalah memanfaatkan Association Rule Mining dengan Cumulative Support Thresholds yang secara otomatis menghasilkan nilai

Melalui Program Kreativitas mahasiswa (PKM) ini disusun suatu langkah solusi yaitu dengan melakukan penelitian pembuatan nanofiber kitosan berbahan dasar cangkang..

scoping excercise dengan mitra FTA ASEAN. Template akan dilaporkan kepada SEOM agar SEOM dapat membahasnya secara inter-sessional sebelum dikirim kepada mitra FTA