• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kata Kunci : Kebakaran, Penanggulangan, Permukiman Padat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Kata Kunci : Kebakaran, Penanggulangan, Permukiman Padat"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN UPAYA PENANGGULANGAN KEBAKARAN di KAWASAN RAWAN

KEBAKARAN

Studi Kasus Kelurahan Jembatan Besi, Kalianyar dan Duri Utara

Kecamatan Tambora - Jakarta

Dhonna Tri Melani Tambunan

Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik Universitas Esa Unggul Jl. Arjuna Utara No 9 Jakarta Barat

E-mail: Abstrak

Wilayah DKI Jakarta banyak mengalami perubahan, baik dari segi pembangunan, populasi maupun fisik. Namun perkembangan ini masih belum diikuti oleh penataan yang baik khususnya dalam penataan fisik. Menjadikan perkembangan itu menimbulkan ketimpangan pelayanan yang di berikan oleh pemerintah daerah, yang dapat menimbulkan dampak negative seperti kurangnya keamanan, keselamatan dan kenyamanan. Salah satu dampak yang sering terjadi dan tidak terduga adalah bahaya bencana kebaaran yang banyak memakan kerugian baik materi dan banyak memakan korban, dan jika dilihat dari sisi lain, justru bahaya kebakaran lebih sering terjadi pada kawasan rawan kebakaran yaitu kawasan padat penduduk dan bangunan dengan tingkat ekonomi menengah kebawah. Untuk memperoleh gambaran yang menyeluruh tentang permasalahan dan upaya penanggulangan bahaya kebakaran di kawasan rawan kebakaran, maka dilakukan pengamatan dan penilaan terhadap aspek-aspek yang terkait, seperti kondisi fisik lingkungan, fasilitas pemadam kebakaran yang tersedia serta pemberdayaan masyarakat di lingkungan tersebut. Sehingga secara umum teridentifikasi hubungan permasalahan maupun kebutuhan masyarakat untuk menanggulangi terjadinya bahaya kebakaran. Kata Kunci : Kebakaran, Penanggulangan, Permukiman Padat

Pendahuluan

Sebagai Ibu Kota Negara Republik Indonesia, Jakarta memegang peran yang cukup besar dalam skala nasional maupun internasional. Salah satu peranan yang dimaksud adalah dalam hal penyediaan pelayanan fasilitas, sehingga dapat disimpulkan bahwa kota Jakarta adalah merupakan simpul pembangunan di berbagai sektor.

Namun dengan berjalannya waktu, banyak dampak negatif yang terjadi akibat pembangunan yang pesat dan tidak terkendali, berkembangannya pembangunan fisik kota yang tidak diikuti oleh perkembangan sarana dan prasarana kota, baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Hal ini menyebabkan ketimpangan antara kesuksesan pembangunan fisik dengan ketidaklayakan pelayanan kota yang akan memberi dampak seperti kuangnya keamanan, keselamatan, dan kenyamanan warga kota.

1Dinas Pemadam Kebakaran DKI Jakarta

Salah satu dampak negatif yang sering terjadi tanpa diduga dan tidak dapat dihindari adalah terjadinya kebakaran. Selain kerugian materi yang sangat tinggi, kebakaran pun bisa menyebabkan kematian.

Pada lima tahun terakhir, di DKI Jakarta, rata-rata terjadi 700-800 kali kebakaran. Hampir pada setiap bulannya dapat terjadi rata-rata 60 kali kebakaran1. Untuk tahun 2002 saja jumlah

kebakaran per wilayah kotamadya, sebagai berikut: Jakarta Pusat sebanyak 140 kali, Jakarta Utara 180 kali, Jakarta Barat sebanyak 166 kali kebakaran, Jakarta Selatan sebanyak 174 kali dan Jakarta Timur sebanyak 177 kali kebakaran. Angka ini menjadi rata-rata terjadinya kebakaran pada setiap tahunnya, ataupun dapat meningkat. Dengan jumlah ini, maka dapat menimbulkan keruguian yang sangat tinggi.

Kebakaran banyak terjadi pada daerah-daerah rawan kebakaran, khususnya pada pemukiman padat penduduk atau kita lebih sering

(2)

menyebutnya kawasan kumuh atau pemukiman kumuh. Permukiman kumuh padat timbul terjadi karena tingkat kepadatan penduduk yang sangat tinggi di suatu area. Permukiman kumuh memiliki karakteristik sebagai berikut; merupakan lingkungan permukiman padat bangunan dan pada penghuni material bangunan dari bahan yang dibakar (bangunan jenis semi permanen), jarak antar bangunan rapat, jalan lingkungan sempit (aksesibilitas rendah), jauhnya sumber air seperti hidran, sungai dll, minimnya penyediaan sarana dan prasarana, rendahnya kesadaran masyarakat, karena mayoritas penduduknya dari kalangan berpendidikan dan berpenghasilan rendah. Beberapa hal diatas merupakan permasalahan utama yang akan dibahas lebih mendalam. Oleh sebab itu perlu adanya pengoptimalisasian dari tiga aspek yaitu, kondisi fisik lingkungan, penyediaan fasilitas, serta program pemberdayaan masyarakat yang tergabung dalam bantuan sukarelawan kebakaran (Balakar atau Satlakar) di tiap kelurahan, dengan meninjau lagi upaya penyediaan fasilitas terhadap pemberdayaan masyarakat di lingkungan tersebut, di lihat dari kondisi fisik lingkungannya.

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Melihat upaya penanggulangan kebakaran

di Kelurahan Jembatan Besi, Kalianyar dan Duri Utara. Dilihat lewat tiga aspek yang saling berkaitan yaitu, kerapatan bangunan yang tinggi, minimnya fasilitas dan kurangnya peran serta masyarakat dalam Balakar.

2. Melihat kondisi fisik lingkungan dimana hal ini sangat terkait dengan upaya penaggulangan kebakaran, seperti kerapatan dan tingginya bangunan di lingkungan tersebut.

3. Mengidentifikasi ketersediaan fasilitas pemadam kebakaran terkait dengan

pemberdayaan masyarakat guna

meminimalisasikan terjadi kebakaran, di lingkungan yang memiliki kerapatan bangunan tinggi.

4. Melihat peran serta masyarakat dalam membantu petugas Dinas Pemadam Kebakaran untuk meminimalisasikan terjadinya bahaya kebakaran.

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan atau rekomendasi bagi pemerintah daerah, untuk lebih memperbaiki pelayanan penanggulangan kebakaran di DKI Jakarta.

Meteodologi Penelitian

Berdasarkan tujuan dari studi ini, yang meninjau upaya penanggulangan kebakaran di kawasan rawan kebakaran, dilihat dari tiga aspek yaitu kerapatan bangunan yang tinggi, minimnya fasilitas dan kurangnya peran serta masyarakat dalam Balakar. Pembahasan ini diharapkan dapat meminimalisasikan terjadinya kebakaran serta memberikan suatu rekomendasi yang dapat dipakai untuk pelayanan kebakaran di kawasan rawan kebakaran di masa yang akan datang. Dengan maksud ingin memberikan gambaran tentang sejauh mana pelayanan dari dinas pemadam kebakaran dalam penanggulangan kebakaran di kawasan rawan kebakaran.

Untuk menghasilkan informasi yang valid, tepat dan dipercaya, maka pendekatan dengan menggunakan metode deskriptif melalui pendekatan kebijakan, pendekatan standar, pendekatan lapangan (observasi dan penyebaran kuisioner).

Pada pengumpulan data jenis data yang akan dikompilasikan terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data yang diperoleh melalui observasi langsung ke lapangan atau dengan mengumpulkan pendapat dan masukan secara langsung melalui wawancara (indepth interview) terhadap instansi yang terkait dan anggota Balakar serta penyebaran kuisioner dilakukan diketiga lokasi studi, dengan setiap kelurahan diambil 15 responden secara acak, dengan melihat karakteristik dari segi produktif, berjenis kelamin sebagian pria dan memiliki peekrjaan. Setelah melakukan pengumpulan data peneliti melakukan analisi yang terbagi atas tahapan-tahapan, yaitu:

1. Analisis kerapatan bangunan.

2. Analisis Fasilitas Pendukung Kegiatan Balakar dan Petugas Pemadam. Jumlah fasilitas dan pelayanan melalui perbandingan terhadap standar dan melakukan penilaian terhadap pelayanan yang didapat oleh masyarakat.

3. Analisis Pemberdayaan Masyarakat (Balakar).

4. Analisis Penanganan Kebakaran di Luar Kendali.

(3)

Hasil dan Pembahasan

a. Analisa Kondisi Fisik Lingkungan

Setelah melakukan observasi di tiga kelurahan, yaitu Kelurahan Kalianyar, Kelurahan Jembatan Besi dan Duri Utara, dapat diambil beberapa fokus pengamatan yang berdampak

baik maupun buruk, khususnya dalam mendukung penanggulangan kebakaran di permukiman tersebut. Yang menjadi fokus pengamatan penting dan bermasalah adalah pada kondisi fisik rumah masyarakat, jaringan jalan dan listrik. Adapun hasil pengamatan dapat dilihat pada tabel 1 berikut ini.

Tabel 1. Hasil Pengamatan Kondisi ingkungan Beserta Dampaknya

No. Fokus Pengamatan Dampak Standar

1 Kondisi bangunan

a.Kerapatan bangunan

b.Penggunaan bahan-bahan

mudah terbakar

c.Kepadatan bangunan dari

jumlah 42 unit s/d 188 unit/Ha

 Api cepat menyebar dan sulit dipadamkan

 Bangunan mudah terbakar karena menggunakan bahan-bahan yang mudah terbakar seperti kayu dan triplek

 Sulitnya akses dalam mencapai lokasi kebakaran

Berdasarkan Perda No. 6 Tahun 1999 Tentang RTRW.

Menentukan KLB untuk tipe

bangunan rapat yaitu tinggi

bangunan 1-2 lantai, dengan KDB maksimal 75%.

2 Jaringan jalan

a.Lebar jalan yang sempit b.Kondisi jalan yang rusak

 Mempersulit pencapaian lokasi

bencana.

 Kendaraan pemadam tidak bisa

masuk kedalam lokasi, sehingga membutuhkan selang yang cukup panjang.

 Memperlambat penanganan

peadaman.

Berdasarkan Kepmen PU No. 11 Tahun 2000.

Jalan lingkungan minimal memiliki lebar 3,5 m dengan perkerasan jalan harus sesuai dengan standar, dimana jalan atau akses mudah dilewati oleh mobil pemadam atau kendaraan lainnya. Dan pada saat terjadi kebakaran jalan harus bebas dari hambatan.

3 Fasilitas pemadam kebakaran

a.Jumlah hidran yang kurang dan kondisinya rusak

b.Tidak terdapatnya pos

pemadam tingkat kelurahan

c.Jumlah APAR dan APAB

yang masih kurang

 Hanya memiliki satu hidran dan dalam kondisi rusak, tidak dapat mengeluarkan air akan mempersulit pemadaman api.

 Pemadam sulit mendapatkan api dalam jumlah yang besar untuk memadamkan api.

 Jika terjadi kebakaran petugas

pemadam terkadang datang

terlambat karena jarak dan

kemacetan lalu lintas.  Api lama dipadamkan.

Berdasarkan Modul C 2.5 Dep. Kimpraswil (Pelayanan Minimum

Manajeman Sarana dan

Prasarana Permukiman)

Untuk luasan 150 Ha dengan penduduk 300.000 jiwa, minimal memiliki 3 pos pemadam, anggota Satlakar sebanyak 300 orang, 6 buah mobil pemadam dengan kapasitas 4000 liter serta instalasi air bersih berkapasitas 25.000 liter/hari. Sehingga untuk tiga kelurahan ini, dengan luas ± 155 Ha, maka untuk penanganan bahaya kebakaran di perlukan faslitas pemadam seperti dijelaskan diatas.

(4)

4 Ruang terbuka

Ruang terbuka yang ada

digunakan masyarakat sebagai tempat untuk menjemur pakaian atau kegiatan lainnya.

Minimnya lahan kosong dan ruang terbuka, yang dapat digunakan sebagai

penempatan fasilitas pemadam,

sehingga dinas pemadam kebakaran

kesulitan mencari lokasi untuk

penambahan fasilitas. Sehingga

lingkungan tersebut minim fasilitas.

Menurut Kepmen PU No. 1 Tahun 2000.

Bahwa harus tersedianya ruang terbuka atau RTH yang dapat

digunakan sebagai tempat

penyediaan fasilitas kebakaran.

5 Pemberdayaan masyarakat

a.Masih banyak masyarakat

yang belum mengerti tentang

penanggulanagn bahaya

kebakaran

b.Sebagian warga bersikap acuh dengan pemberitahuan tentang awal terjadinya kebakaran c.Sedikitnya warga yang ikut

serta dalam pelatihan Balakar dan menjadi anggota Balakar

 Bencana kebakaran masih sering terjadi

 Warga tidak mengerti dalam

melakukan pertolongan pertama jika terjadi kebakaran

 Warga tidak mengeri cara

memadamkan api sebelum api membesar.

 Jumlah anggota Balakar sangat sedikit dan tidak terorganisir.

 Kurangnya tenaga dalam

memadamkan api atau membantu warga dalam mengevakuasi lokasi.

Menrut Kepmen PU No. 11 Tahun 2000.

 Di setiap RW disediakan 4

sampai dengan 6 regu Satlakar/ Balakar dan setiap regu terdiri

dari minimal 5 orang.

Diasumsikan satu kelurahan

memiliki 8 RW, sehingga untuk satu kelurahan haus memiliki 32-48 regu dengan jumlah anggota ± 160 orang.

 Masyarakat harus turut aktif

dalam penanggulangan

kebakaran di lingkungannya.

Sumber: Hasil Observasi dan Analisis

b. Analisa Fasilitas Pemadam Kebakaran

Fasilitas pemadam yang ada untuk saat ini, masih belum sesuai dengan standar dan kebijakan yang dipakai di wilayah DKI Jakarta. Dimana jumlah dan kondisi belum dapat memenuhi kebutuhan juka terjadi kebakaran, sehingga pemadaman sering kali berlangsung lama, menjadikan kerugian semakin besar. Fasilitas pendukung pemadaman yang ada di setiap kelurahan sangat dibutuhkan, karena ini penting guna membantu dalam pemberian

bantuan awal pada penanggulangan kebakaran. Kondisi fasilitas pemadam kebakaran yang sebagian besar masih dapat dikatakan baik, namun jumlahnya saja yang minim, sehingga alat yang ada hanya bisa digunakan dalam kondisi kebakaran yang kecil, sehingga jika api semakin besar, maka warga pun kesulitasn dan harus menunggu petugas datang. Hal ini akan dapat mempersulit pemadaman karena kurangnya fasilitas. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada tabel 2 dibawah ini.

Tabel 2. Analisis Fasilitas Pemadam Kebakaran

Fasilitas

Kelurahan

Perda No. 3 Tahun 1992 Tentang Penanggulangan Bahaya Kebakaran Wilayah

DKI Jakarta Analisis Kalianyar Duri Utara Jembatan Besi

Hidran 1 1 1 Minimal setiap RT memiliki 1

hidran sehingga jika kelurahan ada ± 100 RT, maka harus memiliki 100 hidran, dengan kekuatan menyedot air

Jumlah hidran yang minim, serta rusak, sehingga tidak dapat digunakan karena tidak dapat menyedot air. Hal ini dikarenakan selain kurangnya dana, hidran

(5)

pun kurang dirawat serta pasokan air yang tidak ada, sehingga hidran tidak dapat difungsikan dengan maksimal.

Mobil Pemadam

- - - Minimal setiap kelurahan

memiliki 1 mobil pemadam dan 1 pos pemadam kebakaran

Di tiga kelurahan ini belum

memiliki pos pemadam,

dikarenakan faktor minimnya lahan untuk penempatan pos serta

belum adanya dana dari

pemerintah.

Smart Alarm

8 titik 4 titik 7 titik Minimal setiap RT memiliki 1

titik smart alarm (hasil

wawancara dengan Kasie

Tambora)

Seharusnya setiap RT minimal memiliki 1 titik smart alarm. Namun hal ini belu dapat terealisasi, karena harga alat yang cukup mahal dan masih terbatas serta adanya pemasangan yang bertahap.

Motor Pompa

1 1 1 Minimal setiap RW memiliki 1

motor pompa, sehingga jika dalam 1 kelurahan ada 10 RW, harus memiliki 10 motor pompa.

Namun pada kenyataannya hal ini belum terpenuhi, dikarenakan faktor dana serta adanya tahapan

pemberian alat oleh dinas

pemadam kebakaran.

APAR uk 4,5 Kg

81 79 85 Minimal setiap RT memiliki 1

APAR sehingga jika 1 kelurahan ada ±100 RT, maka harus memiliki 100 APAR

Jumlah saat ini sudah hampir tercukupi. Namun masih perlu penambahan, hal ini dikarenakan APAR adalah alat pertolongan awal sebelum api membesar.

Sehingga diharapkan dapat

memberikan pertolongan pertama jika terjadi kebakaran.

APAR uk 9 Kg

7 7 7 Minimal setiap RT memiliki 1

APAR sehingga jika 1 kelurahan ada ± 100 RT, maka harus memiliki 100 APAR

Setiap RT minimal memiliki 10 APAR dengan isi bersih 10 Kg.

masih kurangnya penyediaan

APAR disebsbkan

APAB 4 3 4

(6)

Selain fasilitas pemadam kebakaran yang terdapat pada tabel diatas, pemadam kebakaran membutuhkan air sebagai media saat memadamkan api, adapun kebutuhan air saat memadamkan kebakaran, dapat dihitung dengan cara sebagai berikut :

Lokasi uji petik : Permukiman kumuh

Diperkirakan bangunan yang terbakar adalah 10%

Pasokan Air Total

 𝐿𝑢𝑎𝑠 = 200 𝑚 𝑥 100 𝑚 656,17 𝑓𝑒𝑒𝑡 𝑥 328,08 𝑓𝑒𝑒𝑡  𝑇𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 = 4 𝑚 = 13,12 𝑓𝑒𝑒𝑡

 ARK = perumahan = 7

 AKK = bahan kayu, batu bata = 1

 Faktor bahaya dari bangunan yang berdekatan = 1,5

Laju Pengaliran Air (Delivery Rate)

𝑃𝐴𝑇

=656,17 𝑓𝑒𝑒𝑡 𝑥 328,08 𝑓𝑒𝑒𝑡 𝑥 13,12 𝑓𝑒𝑒𝑡 𝑥 1,5 𝑥 1 4

= 605.394,3 𝑔𝑎𝑙𝑜𝑛

Jika PAT = 605.394,3 galon, maka laju pengaliran air yang diperlukan adalah 1000 gpm.

Laju Penerapan Air (Application Rate)

𝐴𝑅 =656,17 𝑓𝑒𝑒𝑡 𝑥 328,08 𝑓𝑒𝑒𝑡 𝑥 13,12 𝑓𝑒𝑒𝑡 𝑥 10% 100 𝑔𝑝𝑚

= 2.825 𝑔𝑝𝑚

Jika 1 mobil hanya dapat mengalirkan air sebesar 250 gpm maka untuk 10 menit air yang dialirkan 2500 gpm. Untuk memadamkan api dibutuhkan : 2.825

2.500= 1,13 𝑚𝑜𝑏𝑖𝑙

Keterangan:

PAT = Pasokan Air Total (galon) V = Volume Total Bangunan (m3)

ARK = Angka Resiko Kebakaran AKK = Anka Klasifikasi Konstruksi

FB = faktor Berbahaya dari bangunan yang berdekatan LTA = Laju Pengaliran Air (gpm = galon per menit) P = Panjang Bangunan (feet)

L = Lebar Bangunan (feet) T = Tinggi Bangunan (feet)

Sumber : Masterplan Dinas Pemadam Kebakaran DKI Jakarta 2001-2006

c. Analisa Pemberdayaan Masyarakat dan

Balakar

Pemberdayaan masyarakat sangat penting guna meminimalisasikan terjadinya bahaya kebakaran, karena jika kondisi fisik lingkungan

tidak memungkinkan seperti kurangnya fasilitas dan air bersih, maka pertolongan awal yang diperlukan adalah dari kesigapan masyarakat itu sendiri dalam memadamkan api sebelum api semakin membesar. Sehingga hal ini akan sangat membantu petugas pemadam serta memperkecil terjadinya kerugian materi maupun jiwa.

Oleh sebab itu untuk lokasi-lokasi padat penduuk dan bangunan, sangat perlu diadakan pelatihan kebakaran, penyuluhan dan yang terpenting adalah pemberdayaan masyarakat dalam organisasi Balakar. Untuk dapat melihat kelebihan serta kekurangan Balakar dalam menjalankan fungsinya, dapat dilihat penjelasannya pada tabel 3 di bawah ini.

d. Analisa Penanganan di Luar Kendali

Setelah menganalisis kondisi lingkungan, fasilitas, akses serta pemberdayaan amsyarakat ditiap kelurahan, maka hal ini saling terkait dalam meminimalisasikan terjadi kebakaran. Namun jika salah satu dari aspek diatas tidak terpenuhi, contohnya kurangnya fasilitas atau pasokan air, akses yang sulit dijangkau, maka kebakaran yang besar tidak dapat dihindari, sehingga diperlukan penanganan yang terpadu dari setiap kelurahan, dimana tiga kelurahan ini perlu adanya rencana penanganan kebakaran terpadu dan saling terkoordinasi. Dengan kata lain, jika terjadi bahaya kebakaran diluar kendai atau bencana sangat besar disalah satu kelurahan ini, maka penanganannya adalah kelurahan yang terdekatlan yang memberi bantuan, maka dari tiga lokasi ini perlu adanya pos pemadam tersendiri, pemadam yang bertanggung jawab terhadap wilayah manajemen tersebut langsung berkoordinasi dengan pos sektor terdekat yang ada di Jakarta Barat atau wilayah Jakarta lainnya yang lebih dekat ke lokasi kejadian, seperti wilayah Jakarta Pusat.

Hal ini perlu dikarenakan faktor lokasi yang sangat berdekatan. Sehingga jika terjadi bencana akan lebih baik jika banuan datang dari salah satu pos di kelurahan tersebut. Untuk saat ini memang sudah terdapat satu pos pemadam di Kelurahan Krendang, namun hal ini belum dapat mencukupi jika terjadi bahaya kebakaran yang besar.

(7)

Table 3. Balakar Dalam Menjalankan Fungsinya

No. Balakar Kelebihan Kekurangan

1 Pelayanan  Masyarakat mengenal anggota Balakar karena sebagian besar merupakan anggota Linmas kelurahan, sehingga mempermudah dalam memberikan pelayanan dalam penanggulangan kebakaran

 Aktif dalam mengikuti berbagai kegiatan dilingkungan kelurahan

 Sangat membantu jika terjadinya kebakaran

dalam memadamkan api, mengevakuasi

korban, serta membantu petugas pemadam.

Jumlah anggota yang masih sedikit, mempersulit dalam pelaksanaan tugas.

2 Pelatihan mendapatkan pelatihan dan materi tentang

penanggulangan bahaya kebakaran yang

dilaksanakan selama 2 minggu secara gratis.

Belum ada jadwal latihan rutin setiap bulannya untuk menambah materi.

3 Fasilitas Mendapatkan seragam unuk mengikuti pelatihan Balakar tidak mendapatkan fasilitas keselamatan yang lain, guna menunjang pada saat membantu memadamkan api. 4 Tingkat

Keaktifan

 Karena sebagian besar anggota adalah Linmas, sehingga jika ada egiatan didalam lingkungkan kelurahan, mereka selalu ikut serta.

 Selalu aktif membantu pemadam kebakaran dalam memberikan pertolongan.

 Masih belum terorganisir, sehingga belum memiliki kegiatan rutin.  Banyaknya anggota yang tidak aktif

setelah pelatihan dikarenakan ada kegiatan lain

5 Organisasi  Balakar organisasi diluar dinas pemadam kebakaran dan kelurahan, yang diakui secara resmi.

 Organisasi Balakar langsung dibawah

komando lurah.

 Dengan memiliki struktur organisasi, maka kegiatan Balakar dapat lebih jelas dan terarah.

 Di tiga kelurahan yang dijadikan lokasi

studi, belum memiliki susunan

organisasi. Dikarenakan kurangnya personil yang aktif.

 Masih banyak anggota yang kurang mengeti tentang organisasi.

6 Komunikasi dan koordinasi

Dekat dengan lingkungan kelurahan serta selalu berkoordinasi dengan lurah sebagai komando Balakr.

Masih banyak warga yang tidak mengenal anggota Balakr sehingga komunikasi belum terjalin dengan baik.

Sumber: Hasil Observasi dan wawancara

Kesimpulan

Setelah melakukan pengamatan,

mengidentifikasi dan menganalisa masalah serta menentukan jumlah fasilitas berdasarkan standar yang ada, maka kesimpulan yang didapat adalah sebagai berikut:

1. Kerapatan bangunan yang tinggi, penggunaan bahan yang mudah terbakar, membuat resiko kebakaran sangat tinggi. 2. Akses pencapaian yang sulit dan sempit,

mempersulit petugas mencapai lokasi untuk memadamkan api.

(8)

3. Masih kurangnya kepedulian masyarakat dala penanggulangan kebakaran.

4. Program pemberdayaan masyarakat belum berjalan efektif.

5. Minimanya jumlah fasilitas pemadam

kebakaran, dapat mempersulit

penanggulangan kebakaran.

6. Belum terjadinya koordinasi yang baik antara dinas pemadam kebakatan, instansi setempat dan masyarakat dalam meminimalisasikan terjadinya kebakaran. 7. Tidak adanya koordinasi pemantauan

dalam upaya penegakan hukum (kebijakan yang berlaku) dan tidak adanya sanksi yang tegas terhadap pelanggarannya.

Daftar Pustaka

Sugandhy, Aca. 2002. Upaya Pemantapan Kebijakan dan Strategi Nasional Perumahan dan Permukiman. Lokakarya Nasional Perumahan dan Permukiman.

Poerbowo, Hasan. 1990. Meremajakan Lingkungan

Kumuh tanpa Menggusur Warganya. hal. 31. Harian Pelita.

Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah. Standar Pelayanan Minimum Manajemen Sarana dan Prasarana Permukiman.

DKI Jakarta. 1992. Peraturan Daerah No. 3 Tentang

Penanggulangan Bahaya Kebakaran Dalam

Wilayah DKI Jakarta.

DKI Jakarta. 1999. Peraturan Daerah No. 6 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah DKI Jakarta. IFCAA (International Fire Chiefs Association of Asia) &

Media Pemadam Kebakaran. 2004. hal. 113 Republik Indonesia. 2000. Keputusan Mentri Pekerjaan

Umum No. 11 Tentang Ketentuan Teknis

Manajemen Penanggulangan Kebakaran di

Gambar

Tabel 1. Hasil Pengamatan Kondisi ingkungan Beserta Dampaknya
Tabel 2. Analisis Fasilitas Pemadam Kebakaran
Table 3. Balakar Dalam Menjalankan Fungsinya

Referensi

Dokumen terkait

Reaksi amidasi pada asam risinoleat dengan dietanolamina menghasilkan senyawa risinoleil dietanolamida yang berupa cairan kental berwarna coklat kekuningan dengan

Kombinasi ekstrak kulit jeruk bali dan susu tinggi kalsium berpotensi meningkatkan densitas tulang tikus betina terovariektomi karena adanya fitoestrogen yang

Web service dapat diakses oleh user interface di sisi client untuk mengakses service- service yang ada pada sistem informasi medis klinik dokter gigi XYZ..

Independensi merupakan kode etik yang harus dimiliki oleh setiap auditor, maka setiap KAP yang memiliki auditor dengan disiplin yang tinggi akan kepatuhan terhadap kode etik

Selisih kompensasi bagi pegawai yang berakhir hubungan kerja karena memasuki usia pensiun sesuai dengan ketentuan Pasal 167 UU No 1312003, dibandingkan dengan Uang

Konsultansi Perencanaan Pembangunan Reklame Informasi Kesehatan JB: Barang/jasa JP: Jasa Konsultansi 1 Kegiatan Rp. DINAS KESEHATAN Pengadaan Alkes Laboratorium Kesehatan

total penjualan minimal sama sesuai dengan data.. penjualan yang ada dengan persentase

Sehingga, dalam perancangan pabrik asam laktat dari tongkol jagung ini, kami memilih untuk mempergunakan proses fermentasi secara konvensional yang sudah lama diterapkan