• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB III KERANGKA PEMIKIRAN"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III

KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis

3.1.1 Definisi Konsumen

Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen menyatakan bahwa konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan sendiri, keluarga, orang lain, maupun mahluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.

3.1.2 Perilaku Konsumen

Engel et al, (1995) menyatakan bahwa perilaku konsumen adalah tindakan yang langsung terlibat dalam mendapatkan, mengkonsumsi, dan menghabiskan barang dan jasa, termasuk proses keputusan sebelum dan sesudah tindakan dilakukan. Umar (2000) menyatakan bahwa perilaku konsumen terbagi dua bagian, perilaku yang tampak dan perilaku yang tidak tampak. Variabel-variabel perilaku yang tampak antara lain jumlah pembelian, waktu pembelian, karena siapa, dengan siapa, dan bagaimana konsumen melakukan pembelian. Variabel perilaku yang tidak tampak adalah persepsi, ingatan terhadap informasi dan perasaan kepemilikan konsumen.

Menurut America Marketing Association dalam Setiadi (2003) mendefinisikan perilaku konsumen sebagai berikut : Perilaku konsumen merupakan interaksi dinamis antara afeksi dan kognisi, prilaku dan lingkungannya, dimana manusia melakukan kegiatan pertukaran dalam hidup mereka. Berdasarkan definisi tersebut , terdapat tiga ide penting yaitu: (a) perilaku konsumen adalah dinamis; (b) hal tersebut melibatkan interaksi antara afeksi dan kognisi, perilaku dan kajadian di sekitar; serta (c) hal tersebut melibatkan pertukaran.

3.1.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Sikap dan Perilaku Konsumen Engel et al, (1995) Menyatakan bahwa pengambilan keputusan oleh konsumen ditentukan oleh tiga determinan yaitu: (1) pengaruh lingkungan; (2)

(2)

perbedaan individu; dan (3) proses psikologis. Pengambilan keputusan oleh konsumen ini akan berdampak pada jenis dan bentuk bauran pemasaran yang dipilih oleh pemasar. Hal ini diperlihatkan pada Gambar 1.

Gambar 1. Model Perilaku Pengambilan Keputusan Konsumen ( Sumber Engel et al, 1995)

Kotler (2005) menyatakan bahwa perilaku pembelian konsumen dipengaruhi oleh faktor budaya, sosial, pribadi, dan psikologis. Faktor-faktor budaya mempunyai pengaruh yang paling luas dan paling dalam.

3.1.3.1 Faktor Budaya

Budaya, sub-budaya, dan kelas sosial sangat penting bagi perilaku pembelian. Budaya merupakan penentu keinginan dan perilaku yang paling dasar. Masing-masing budaya terdiri dari sejumlah sub-budaya yang lebih menampakan identifikasi dan sosialisasi khusus bagi para anggotanya. Sub-budaya mencakup kebangsaan, agama, kelompok ras, dan wilayah geografis (Kotler, 2005).

Semua manusia di masyarakat memiliki stratifikasi sosial yang sering ditemukan dalam bentuk kelas sosial yang tersusun secara hierarkis dan para

(3)

anggotanya menganut nilai, minat, dan perilaku yang serupa. Kelas sosial tidak hanya mencerminkan penghasilan, tetapi juga indikator lain seperti pekerjaan, pendidikan dan wilayah tempat tinggal. Kelas sosial akan berbeda-beda dalam hal busana, berbicara, rekreasi dan banyak ciri lain, sehingga menunjukkan preferensi atas produk dan merek yang berbeda-beda di sejumlah bidang, yang mencakup pakaian, perabot rumah tangga, kegiatan waktu luang, dan mobil. Kelas sosial berbeda-beda preferensinya atas media, yakni konsumen kelas atas menyukai majalah dan buku, sementara konsumen kelas bawah menyukai televisi (Kotler, 2005).

3.1.3.2 Faktor Sosial

(Kotler, 2005) menyatakan bahwa beberapa faktor sosial yang dapat mempengaruhi proses pembelian konsumen yaitu:

1. Kelompok acuan. Kelompok acuan terdiri dari semua kelompok yang memiliki pengaruh langsung (tatap muka) atau tidak langsung terhadap sikap atau perilaku seseorang. Kelompok yang memiliki pengaruh langsung terhadap seseorang dinamakan kelompok keanggotaan. Beberapa kelompok keanggotaan merupakan kelompok primer, seperti keluarga, teman, tetangga, dan rekan kerja yang berinteraksi dengan seseorang secara terus-menerus dan informal. Contoh kelompok sekunder adalah kelompok keagamaan, profesi, dan asosiasi perdagangan, yang cenderung lebih formal dan membutuhkan interaksi yang tidak begitu rutin (Kotler, 2005).

2. Keluarga. Keluarga merupakan organisasi pembelian konsumen yang paling penting dalam masyarakat, dan para anggota keluarga menjadi kelompok acuan primer yang paling berpengaruh. Keluarga telah menjadi objek penelitian yang luas. Keluarga orientasi terdiri dari orang tua dan saudara kandung seseorang. Berdasarkan interaksi dengan orang tua, seseorang mendapatkan orientasi agama, politik, ekonomi serta ambisi pribadi, harga diri dan cinta. Akan tetapi, walaupun pembeli tersebut tidak lagi berinteraksi secara mendalam dengan orang tuanya, pengaruh orang tua terhadap perilaku pembeli dapat tetap signifikan (Kotler, 2005).

(4)

3. Peran dan Status. Seseorang berpartisipasi dalam banyak kelompok sepanjang hidupnya seperti keluarga, klub dan organisasi. Kedudukan orang pada masing-masing kelompok dapat ditentukan berdasarkan peran dan statusnya. Peran meliputi kegiatan yang diharapkan akan dilakukan oleh seseorang. Setiap peran yang dijalankan seseorang akan menghasilkan status (Kotler, 2005).

3.1.3.3 Faktor Individu

(Kotler, 2005) menyatakan bahwa faktor individu dapat dikelompokan menjadi sebagai berikut:

1. Usia dan tahap siklus hidup. Orang membeli barang dan jasa akan berbeda-beda sepanjang hidupnya mulai dari bayi sampai tahap pertumbuhan dan dewasa. Konsumsi dapat dibentuk oleh siklus hidup keluarga. (Kotler, 2005). 2. Pekerjaan dan lingkungan ekonomi. Pilihan produk sangat dipengaruhi oleh

keadaan ekonomi seseorang misalnya penghasilan yang dapat dibelanjakan (level, kestabilan dan pola waktunya), tabungan dan aktiva (termasuk persentase aktiva yang lancar), utang, kemampuan untuk meminjam, dan sikap terhadap belanja atau menabung. Perusahaan bahkan dapat mengkhususkan produknya pada kelompok pekerjaan tertentu. (Kotler, 2005).

3. Gaya hidup.Gaya hidup adalah pola hidup seseorang di dunia yang terungkap pada aktivitas, minat, dan opininya. Gaya hidup menggambarkan keseluruhan diri seseorang yang berinteraksi dengan lingkungannya (Kotler, 2005).

4. Kepribadian dan konsep diri. Kepribadian adalah ciri bawaan psikologi manusia yang berbeda serta menghasilkan tanggapan yang relatif konsisten dan bertahan lama terhadap rangsangan lingkungannya. Kepribadian biasanya digambarkan dengan menggunakan ciri bawaan seperti kepercayaan diri, dominasi, otonomi, kehormatan, kemampuan bersosialisasi, pertahanan diri dan kemampuan beradaptasi (Kotler, 2005).

(5)

3.1.3.4 Faktor Psikologis

Kotler (2005) menyatakan bahwa faktor psikologis terdiri dari empat faktor yaitu:

1. Motivasi. Motivasi adalah kebutuhan yang memadai untuk mendorong seseorang bertindak. Kebutuhan akan menjadi motivasi, jika seseorang didorong hingga mencapai intensitas level yang memadai. Beberapa kebutuhan bersifat biogenis seperti lapar, haus, dan tidak nyaman. Kebutuhan yang lain bersifat psikogenis yaitu kebutuhan yang muncul dari tekanan psikologis seperti kebutuhan akan pengakuan, penghargaan atau rasa keanggotaan kelompok. (Kotler, 2005).

2. Persepsi. Persepsi adalah proses yang digunakan oleh individu untuk memilih, mengorganisasi, dan menginterpretasi masukan informasi guna menciptakan gambaran dunia yang memiliki arti. Persepsi tidak hanya bergantung pada rangsangan fisik tetapi juga pada rangsangan yang berhubungan dengan lingkungan sekitar dan keadaan individu yang bersangkutan (Kotler, 2005).

3. Pembelajaran. Pembelajaran meliputi perubahan perilaku seseorang yang timbul dari pengalaman. Sebagian besar perilaku manusia adalah hasil belajar. Ahli teori pembelajaran yakin bahwa pembelajaran dihasilkan melalui perpaduan kerja antara pendorong, rangsangan, isyarat bertindak, tanggapan dan penguatan (Kotler, 2005).

4. Keyakinan dan sikap. Keyakinan adalah gambaran pemikiran yang dianut seseorang tentang gambaran sesuatu. Keyakinan orang tentang produk atau merek mempengaruhi keputusan pembelian mereka (Kotler, 2005). Sikap merupakan faktor yang sangat berpengaruh dalam pengambilan keputusan pembelian. Untuk menghasilkan sikap positif, pemasar harus berusaha dengan berbagai macam cara, terutama dalam melakukan komunikasi pemasaran, untuk mempengaruhi sikap konsumen. Angel et al. (1994) mendefinisikan sikap sebagai suatu evaluasi menyeluruh yang memungkinkan orang melakukan respon positif atau negatif secara konsisten terhadap suatu objek

(6)

atau alternatif yang diberikan. Sikap yang dimiliki konsumen terhadap atribut suatu produk sangat berperan penting dalam pembentukan sikap terhadap suatu produk.

3.1.4 Keputusan Pembelian

Kotler (2005) menyatakan bahwa pada tahap evaluasi alternatif, para konsumen membentuk preferensi atas merek-merek yang ada di dalam kumpulan pilihan. Konsumen tersebut juga dapat membentuk niat untuk membeli merek yang paling disukai. Pada kondisi tersebut, dua faktor berikut berada di antara niat pembelian dan keputusan pembelian.

Peter dan Olson (1999) mengatakan dalam memperlakukan pengambilan keputusan, konsumen sebagai suatu pemecahan masalah. Konsumen membuat keputusan prilaku mana yang ingin dilakukan untuk dapat mencapai sasaran mereka, dan dengan demikian ”memecahkan masalahnya”. Dalam pengertian ini, pengambilan keputusan konsumen adalah proses pemecahan masalah yang diarahkan pada sasaran.

Konsumen dalam suatu pembelian dipengaruhi oleh kepentingan personal yang dirasakan dan ditimbulkan oleh stimulus. Keterlibatan kosumen dalam keputusan pembelian dibagi menjadi dua kategori : yaitu : Konsumen dengan keterlibatan tinggi (high involvement ) dan konsumen dengan keterlibatan rendah (low involvement).

Assael dalam Sutisna (2001) mengidentifikasi kapan konsumen keterlibatan tinggi terhadap suatu produk sebagai berikut :

1. Apakah produk itu penting bagi konsumen. Dalam hal ini apakah produk itu menjadi citra diri bagi konsumen. (misalnya pemilikan mobil merupakan simbol status dan identitas diri).

2. Apakah produk itu secara terus menerus menarik bagi konsumen. Misalnya kesadaran konsumen pada mode menyebabkan pembelia pakaian.

3. Apakah produk menimbulkan/membawa risiko. Produk-produk yang mempuyai rsiko tinggi baik risiko keuangan maupun risiko sosial, misalnya

(7)

pembelian rumah, pembelian mobil, pembelian komputer dan sebagainya bisa dikategorikan produk keterlibatan tingi

4. Mempunyai daya tarik emosional. Misalnya konsumen yang menyenangi musik akan terdorong untuk membeli stereo baru.

5. Apakah produk itu bisa diidentifikasikan pada norma-norma kelompok . Misalnya produk produk yang menjadi simbol kelompok seperti Harley Davidson, mobil Mercedes, mobil BMW dan lain sebagainya.

Pengambilan keputusan oleh konsumen untuk melakukan pembelian suatu produk, diawali oleh adanya kesadaran akan atas pemenuhan kebutuhan dan keinginan yang oleh Assael disebut need arousal. Dijelaskan dengan gambar 2 dibawah ini.

Gambar 2. Proses Pengambilan Keputusaan Oleh Konsumen (Sumber: Sutisna 2001)

Evaluasi pasca pembelian

Pengenalan masalah,/keluhan dan keinginan

Pencarian berbagai informasi

Berbagai alternatif merek produk

Pilihan atas merek produk untuk di beli

(8)

3.1.5 Hirarki efek

Menurut Lavidge dalam Suhandang (2005) Perusahaan harus mempertimbangkan penetapan tujuan berdasarkan sikap dan pemikiran konsumen dalam hal memenuhi keinginan dan keperluannya pada saat dihadapkan kepada barang atau jasa yang ditawarkan lewat iklan. Hirark efek adalah sikap khalayak yang merupakan rangkaian kesiapan calon pembeli dari awal mengetahui adanya barang atau jasa yang diiklankan sampai dengan melakukan tindakan akhir. Adapun hirarki efek yang dimaksud adalah :

1. Awearness (mengetahui/menyadari), yaitu tahap di mana konsumen bisa mengenal dan mengingat barang atau jasa yang ditawarkan, minimal mereknya.

2. Interest (perhatian/minat), ialah tahap dimana terjadi peningkatan keinginan konsumen untuk mempelajari beberapa keistimewaan barang atau jasa dari merek yang ditawarkan itu.

3. Evaluation (penilaian), yakni tahap penilaian konsumen terhadap barang atau jasa dari merek yang ditawarkan itu.

4. Trial (percobaan), yaitu tahap dimana timbul kesungguhan konsumen untuk mengawali pembelian dalam rangka mencoba memakai barang atau jasa yang ditawarkan tersebut.

5. Adoption (pengadopsian), ialah tahap dimana konsumen merasakan perlunya membeli kembali dan menggunakan atau seterusnya memakai barang dan jasa dari merek tersebut.

3.1.6 Periklanan

Institut Praktisi Periklanan Inggris mendefinisikan periklanan sebagai berikut: Periklanan merupakan pesan pesan penjualan yang paling persuasif yang diarahkan kepada para calon pembeli yang paling potensial atas produk barang atau jasa tertentu dengan biaya semurah-murahnya. (Jefkins, 1994). Iklan atau advertising didefinisikan sebagai kegiatan berpromosi (barang atau jasa) lewat media masa. Iklan juga sebagai

(9)

bentuk lain dari komunikasi yang dimaksudkan untuk menginterpretasikan kualitas produk jasa dan ide berdasarkan kebutuhan konsumen. Kalangan praktisi bisnis, iklan difungsikan sebagai perangsang dan sekaligus membentuk pembentuk prilaku konsumen. Fungsi dan tujuan penyajian iklan adalah: (a) demi menarik perhatian masyarakat calon konsumen; (b) menjaga atau memelihara citra nama (brand image) yang terpatri di benak masyarakat; dan (c) menggiring citra nama itu sehinggga menjadi prilaku konsumen (Wibowo, 2003). Sedangkan menurut AMA (American Marketing Association) dalam Rangga (2006) mendefinisikan periklanan sebagai berikut: ” Periklanan adalah seluruh proses yang meliputi penyiapan, perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan iklan.

3.1.6.1 Tujuan Periklanan

Langkah pertama dari program periklanan adalah menetapkan tujuan periklanan itu. Tujuan iklan bisa dikelompokkan menjadi 3 macam yaitu :

1. Untuk menyampaikan informasi. Iklan yang bertujuan memberikan informasi kepada konsumen mengenai kegunaan dan cara penggunaan produk yang diiklankan

2. Untuk membujuk. Iklan yang bertujuan untuk menciptakan permintaan yang selektif terhadap suatu merk tertentu.

3. Untuk mengingat. Iklan yang bertujuan untuk mengingatkan konsumen akan suatu produk yang telah dipasarkan terlebih dahulu. (Kotler, 1992)

3.1.6.2 Langkah – Langkah Utama Dalam Memutuskan Periklanan

Langkah- langkah utama dalam memutuskan periklanan dikenal dengan istilah 5 M . Adapun langkah langkah tersebut adalah sebagai berikut:

1. Mission : Menetapkan tujuan pemasaran 2. Money : Menetapkan anggaran iklan

3. Message : Menetapkan pesan yang akan disampaikan 4. Media : Menetapkan media yang harus dipergunakan

(10)

5. Measurement : melakukan evaluasi terhadap hasil yang dicapai ( Kotler, 1992)

3.1.7 Media Periklanan

Menurut Jefkins (1997) Media periklanan adalah meliputi segenap perangkat yang dapat memuat atau membawa pesan-pesan penjualan kepada calon pembeli. Hampir semua jenis media bisa dan telah dimanfaatkan sebagai media periklanan mulai dari angkasa, tiket-tiket bis, kotak korek api, tong sampah di pinggir jalanan, taksi-taksi, karcis parkir, tas belanja dan lain-lain.

3.1.7.1 Jenis Media Iklan

Beberapa jenis media iklan yang sering digunakan antara lain : Iklan cetak, iklan radio/ televisi, kemasan, sistem pos, katalog, film, majalah, brosur, booklet, poster dan leuflet, buku petunjuk cetak ulang dari iklan, bilboard, papan peraga. (Jefkins, 1997)

3.1.7.2 Keunggulan Iklan Televisi

Uraian mengenai kelebihan televisi sebagai media iklan berlaku di mana saja. Contoh yang paling menarik adalah siaran televisi di Jepang, yang siaran niaganya begitu unik. Iklan televisi di Jepang selalu berupa tayangan acara hiburan, lantas dikiuti dengan penonjolan merek produk atau nama perusahaan secara mencolok. Tujuan yang ingin dicapai lebih terarah pada upaya peresapan ingatan di benak konsumen atas nama perusahaan. Beberapa kelebihan iklan televisi yang berlaku secara umum :

1. Kesan realistis. Karena sifatnya yang visual, dan merupakan kombinasi warna-warna, suara dan gerakan, maka iklan di televisi begitu hidup dan nyata. Kelebihan ini tidak dimiliki oleh media lain, kecuali bioskop yang pamornya sekarang jauh menurun.

2. Masyarakat lebih tanggap, karena iklan di televisi disiarkan di rumah-rumah dalam suasana yang serba santai atau rekreatif, maka masyarakat lebih siap

(11)

untuk memberikan perhatian. Perhatian terhadap iklan d televisi akan semakin besar jika materinya dibuat dengan standar teknis yang tinggi, atau menggunakan seorang aktor atau artis yang dapat menyajikan produk secara otentik.

3. Repetisi/ Pengulangan. Iklan televisi bisa ditayangkan hingga beberapa kali dalam sehari sampai dipandang cukup bermanfaat yang memungkinkan sejumlah masyarakat untuk menyaksikannya, dan dalam frekuensi yang cukup sehingga pengaruh iklan itu bangkit.

4. Pemilahan area siaran (zoning) dan jaringan kerja (networking) yang mengefektifkan penjangkauan masyarakat. Seorang pengiklan dapat menggunakan satu atau kombinasi banyak stasiun sekaligus untuk memuat iklannya, bahkan bisa membuat jaringan kerja dengan semua stasiun televisi, sehingga iklannya akan ditayangkan oleh semua stasiun TV secara serentak. 5. Terkait erat dengan media lain. Tayangan iklan di televisi mungkin saja

terlupakan dengan cepat tetapi kelemahan ini bisa diatasi dengan memadukannya pada wahana iklan lain. Jika konsumen memerlukan informasi lebih lanjut.

6. Ideal bagi para pedagang eceran. Iklan televisi dapat menjangkau kalangan pedagang eceran sebaik ia menjangkau konsumen, karena iklan-iklan di televisi memang membantu usaha mereka, bahkan seolah -olah iklan itu ditujukan semata-mata kepada mereka.

3.1.7.3 Kelemahan-kelamahanIklan Televisi

Jika iklan televisi begitu berpengaruh, bahkan terkesan sebagai media iklan yang paling efektif, maka kita dengan sendirinya akan bertanya-tanya, lantas mengapa media pers masih terus dominan sebagai wahana iklan? Hal ini terjadi iklan-iklan di televisi, selain memiliki kelebihan-kelebihan, juga memiliki berbagai kelemahan dan keterbatasan yaitu :

(12)

1. Televisi cenderung menjangkau pemirsa secara massal, sehingga pemilahan (untuk kepentingan pembidikan pangsa pasar tertentu) sulit dilakukan, sehingga kurang efektif dalam membidik pangsa pasar

2. Jika yang diperlukan calon pembeli adalah data-data yang lengkap mengenai suatu produk atau perusahaan pembuatnya, maka televisi tidak bisa menandingi media massa.

3. Hal-hal kecil lainnya dan bisa dikerjakan banyak orang sambil nonton televisi, sama seperti ketika mereka menengarkan siaran radio. Akibatnya, konsentrasi sering terpecah. Ini tidak akan terjadi pada seorang yang tengah membaca koran.

4. Karena pemirsanya sulit dpilah-pilah, maka iklan televisi justru terbilang mahal, apalagi banyak pengiklan lainnya yang bersaing.

5. Karena pembuatan iklan televisi butuh waktu yang cukup lama, maka ia tidak cocok untuk iklan-iklan khusus atau darurat.

6. Di negara-negara yang memiliki cukup banyak stasiun atau yang jumlah total pemirsanya sedikit, biaya siaran mngkin cukup rendah sehingga memungkinkan ditayangkannya iklan yang panjang atau berulang-ulang. Iklan-iklan seperti itu justru membosankan pemirsa

7. Kesalahan serius yang dibuat oleh produser iklan televisi, yaitu dengan menggunakan penyaji atau medel yang sama sebagaimana pengiklan yang lain. Selain membosankan, hal ini juga membingungkan pemirsa. (Jefkins, 1997)

3.1.8 Manfaat Iklan

Menurut Sigit (1992) iklan yang berhasil dapat memberikan keuntungan atau manfaat antara lain :

1. Menghemat biaya

2. Dapat mencapai sasaran yang dimaksud

3. Selalu mengingatkan pada pembeli atau calon-calon pembeli. 4. Menghindarkan hubungan pribadi secara langsung.

(13)

3.1.9 Fungsi Periklanan

Terdapat tujuh fungsi dasar periklanan yaitu :

1. Membangun awareness atas suatu produk dan merek 2. Membentuk image atas produk dan merek

3. Menyediakan informasi atas produk dan merek 4. Membujuk audience

5. Mendorong audience untuk mengambil tindakan 6. Sarana untuk mengingatkan merek terhadap audience

7. Memperkuat minat pembelian dan pengalaman merek (Wells, Moriarity., Burnett. 2006 )

3.1.10 Keterbatasan Iklan

Menurut Sutherland dan Sylvester (2000) Selain efektivitasnya berlandaskan mekanisme psikologis yang tampaknya sangat berpengaruh: belajar tanpa menyadarinya, menjadikan merek sebagai simbol, mengupayakan orang melihat iklan dalam berbagai cara, pengaruh sikap ikut arus dan penggunaan merek untuk mengungkapkan identitas. Lalu, mengapa iklan tidak bisa lebih berpengaruh. Kesulitan yang dihadapi para pengiklan untuk membuat mekanisme psikologis itu bekerja dan betapa tidak mugkinnya iklan untuk memanipulasi setiap perdagangan besar. Lingkungan yang kompetitif yang menjadi tempat iklan beroperasi. Konsumen memilih sesuai kehendak dan keinginan mereka. Hambatan paling besar bagi dunia periklanan adalah kalau sebuah merek atau produk tidak menepati janjinya atau harapannya. Kekuatan iklan terhambat oleh keterbatasan praktis atau keterbatasan absolut. Beberapa hambatan yang ada :

1. Iklan pesaing. Iklan pesaing sering melumpuhkan usaha-usaha seorang pengiklan. Setiap perusahaan dalam meluncurkan iklan pada tingkat dan frekwensi yang lebih terdengar dan mengatasi kebisingan kompetitif .

2. Keterbatasan anggaran. Dalam lingkungan kompetisi dibutuhkan banyak uang, adakalanya dalam jangka panjang, untuk membuat mekanisme itu

(14)

sangat efektif. Bahkan perusahaan besar tidak mampu membiayai iklan yang ”memanipulasi” secara besar-besaran.

3. Menciptakan kebutuhan . Orang yang anti iklan sering merasa bahwa para pengiklan menciptakan kebutuhan dan memaksa kita secara halus untuk membeli barang tersebut. Iklan tidak menciptakan produk-produk ini, yang terjadi iklan hanya membantu laju penyebaran ke pasar luas

4. Bagaimana iklan mengakselerasi pasar luas. Walaupun tanpa persuasi, mengkomunikasikan keberadaan produk baru ke pasar luas berarti memperluas permintaan akan produk itu. Efek keseluruhan bersifat sirkular. Iklan yang pada awalnya mengkomunikasikan produk dan disusul dengan harga terjangkau mempercepat penyebarab inovasinya ke pasar luas.

5. Iklan untuk produk atau merek. Sebagian besar iklan berusaha membujuk kita membeli sebuah merek tertentu ketimbang merek lain dan bukannya membujuk kita membeli sebuah produk baru.

6. Menampik perubahan. Ada keterbatasan lain pada kemampuan iklan dalam menyelenggarakan pengaruh yang tak terbatas. Hal ini tercermin dalam penolakan kita terhadap perubahan dan sifat alami pikiran kita. Tampaknya kita memiliki kebutuhan ajek yang kokoh atas konsistensi kognitif dan cenderung menolak segala sesuatu yang tidak sesuai dengan pengetahuan dan harapan kita.

7. Konsistensi kognitif. Bila kita menerima informasi yang bertentangan atau tidak sesuai dengan kepercayaan kita, kemungkinan kita akan mengalami ketidak konsistenan kognitif. Benak kita secara otomatis akan berupaya menjaga konsistensi antara sikap dan kepercayaan.

8. Iklan merupakan pengaruh lebih lemah. Iklan biasanya memiliki pengaruh lebih lemah dibandingkan dengan sesuatu yang telah kita ketahui atau miliki dalam benak kita. Setiap kampanye iklan pasti gagal kalau pesannya tidak konsisten dengan kepercayaan kita.

9. Menempatkan konsistensi kognitif. Manusia memiliki kemampuan untuk melihat hal yang sama (produk atau iklan yang sama) dengan cara yang

(15)

berbeda, tergantung kerangka acuan mereka. Tantangan bagi biro iklan adalah membuat posisi produk atau iklan sedemikian rupa sehingga terlihat konsisten.

10. Bila semuanya berbeda. Para pengiklan mulai menyadari bahwa iklan tampaknya bisa berfungsi baik kalau mengkomunkasikan manfaat positif atau kalau sebuah merek setidaknya setara dengan merek lain yang ada di pasar. Iklan jarang sekali berhasil kalau merek bersangkutan lebih rendah dibandingkan pesaingnya.

11. Pembalikan/bujukan vs penguatan. Efek utama sebuah iklan adalah menguatkan, bukan membujuk. Iklan menguatkan keputusan kita untuk membeli sebuah merek dan meningkatkan kemungkinan kita membelinya lagi. Penguatan merupakan alasan yang membuat beberapa kampanye dari para pengiklan cerdik berbicara kepada konsumen mereka sendiri.

12. Iklan yang berhasil atau iklan yang menyenangkan penghargaan. Perusahaan sering frustasi dengan dengan ketidak mampuannya merancang kampanye yang memiliki dampak terukur pada penjualan dan pangsa pasar. Banyak negara barat yang sekarang memberlakukan penghargaan (seperti Effies) yang berdasarkan bukti efektifitas iklan melalui pengukuran objektif alih-alih keberhasilan artistik yang berujung memperlakukan mekanisme kajian pasar yang akan membantu mereka menilai berhasil tidaknya iklan.

Penayangan iklan yang baik adalah penayangan yang terikat secara unik terhadap merek dengan memaksimalkan efektifitas iklan mengembangkan gaya yang konsisten dan unik.

3.1.11 Efek Periklanan

Periklanan dapat memberikan efek kepada khalayaknya. Konsumen akan melewati tiga tahapan di dalam menanggapi periklanan yaitu :

1. Coginitive Stage (Tahap kognitif), pada tahap ini, konsumen melakukan proses berpikir yang dapat menimbulkan kesadaran dan dan pengetahuan atas merek yang diiklankan.

(16)

2. Affective Stage (Tahap Afektif) pada tahap ini, terjadi respon perasaan dan emosional atas merek yang diiklankan dan juga terjadi sikap konsumen atas merek.

3. Conative Stage (Tahap Konatif /Prilaku) pada tahap ini, konsumen mengambil tindakan atas suatu merek yang diiklankan seperti melakukan pembelian (Pelsmacker, Geuns., Berg. 2004 )

3.1.12 Teknik Kreativitas Iklan

Dyer (1996), mengemukakan agar iklan yang dibuat sukses. Perusahaan menggunakan lima cara yaitu:

1. Menampilkan permasalahan dalam kehidupan sehari-hari dan rekomendasinya.

2. Menggunakan tampilan hiburan yang dikemas dalam bentuk komedi, tarian, dan musik.

3. Menggunakan artis sebagai endorser untuk produk yang diklankan. Biasanya artis yang digunakan merupakan orang yang dianggap sesuai atau mewakili produk yang diiklankan.

4. Menggunakan karakter kartun yang sedang digemari atau yang populer. Misalnya: menggunakan karakter kartun dari film Walt Disney.

5. Gambaran kehidupan sosial masyarakat sehari-hari.

3.1.13 Endorser Iklan

Menurut Belch dan Belch (2004) mendefinisikan endorser sebagai berikut adalah seorang pendukung yang mengantarkan sebuah pesan dan atau memperagakan sebuah produk atau jasa. Menurut Kertajaya (1997), salah satu cara untuk memaksimalkan suatu iklan dapat ditempuh dengan menggunakan model iklan yang tepat. Hal ini dikarenakan kepribadian model iklan yang dipakai dapat mendukung kepribadian produk yang akan diiklankan. Terdapat sebuah hubungan demografis antara sang bintang dan khalayak sasaran. Hubungan demografis membuktikan bahwa bintang yang berbeda menarik segmen dengan demografis yang

(17)

beraneka ragam meliputi usia, jenis pekerjaan dan lain-lain. (Kulkarni., Gaulkar. 2005)

3.1.13.1 Celebrity Endorser

Friedman & Friedman dalam Kurniawati (2007) Mendefinisikan selebritis yaitu ” A celebrity is a personality (actor, entertainer, or athlete) who is know to the public for his or her accomplisments in areas other than the product class endorsed”. Shimp (1997) mendefinisikan selebritis adalah seorang pribadi (aktor, penghibur atau atlet) yang di kenal di masyarakat. Selebritis adalah: Orang-orang yang terkenal oleh masyarakat secara luas baik itu bintang film, penyanyi, pelawak, atlit, model. Selebritis bukan satu-satunya endorser untuk iklan suatu produk, tiga kategori endorser lainnya adalah:

1. Expert endorser adalah bintang iklan yang memiliki pengetahuan dan kemampuan dalam bidang tertentu.

2. Lay endorser adalah bintang iklan non selebritis

3. Dead endorser adalah bintang iklan orang/tokoh yang telah meninggal dunia26

3.1.13.2Kriteria Celebrity Endorser

Menjadi endorser tidaklah mudah sebab diperlukan karakter khusus yang nantinya dicoba untuk menaikan gengsi produk pada iklannya. (Royan, 2005). Arker dalam” Building Strong Brand” membenarkan mudahnya produk yang diterima oleh konsumen jika iklan yang ditayangkan melakukan personifikasi dengan tokoh selebritis. Pasalnya, tokoh atau selebritis ini ditunjuk budaya yang paling diharapkan bisa mendekati target konsumen dengan baik. Sementara Ohainan dalam Royan, (2005) menulis dalam journal of advertising research yang bertajuk” The impact of Celebrity Spokes person pereceive image on intention to purchase” dalam penelitiannya menyatakan bahwa “ hanya selebritis yang dipersepsikan dengan keahlian dibidangnya yang secara signifikan mempengaruhi responden untuk

(18)

membeli suatu produk atau jasa” dalam penelitian itu, Ohainan membagi tiga faktor penyebab mengapa responden tertarik membeli, antara lain: adanya daya tarik fisik (kecantikan, ganteng dan lain sebagainya), dan dapat dipercaya dan adanya expertise. (keahlian) endorser.

Pemilihan bintang iklan termasuk selebritis pun harus disesuaikan dengan karakter yang ingin dibangun. Susanto (2004) Oleh karena itu untuk mengevaluasi penggunaan selebritis sebagai endorser pendukung dapat dilakukan dengan berbagai alternatif salah satunya adalah konsep FRED yaitu : Familiarity, Relevance, Esteem dan Differentiation dengan penjelasan sebagai berikut :

1. Familiarity

Familiarity merupakan komponen pertama yang penting dalam celebrity edorsment, berarti khalayak sasaran harus mengenal (aware) pada sosok yang selebritis dan melihatnya sebagai pribadi yang tulus, menyenangkan (Likeable) dan bisa dipercaya (trustworthy) kepopuleran dari selebritis tersebut. Simatupang (2004). Efektifitas sebuah pesan pesan bergantung pada familiarity sumber di mata responden. Semakin familiar seorang endorser, semakin suka khalayak untuk membeli produk yang diiklankan. (McGuire,1985). (Ohanian, 1990).

2. Relevance

Dalam relevance harus ada hubungan yang berarti (kecocokan) antara selebritis dan image produk yang diiklankan, serta antara selebritis dan target pasar. Dengan demikian, kemilau selebritis tersebut dapat ditrasferkan dengan mudah pada produk yang bersangkutan. (Simatupang ,2004) Sebuah teori menyatakan bahwa selebritis adalah wujud nyata dari berbagai image atau asosiasi yang dipikirkan oleh khalayak pada suatu merek. Selain itu, selebritis dapat digunakan sebagai alat yang cepat untuk mewakili segmen pasar yang dibidik (Royan, 2005).

3. Esteem

Dalam esteem mensyaratkan adanya respek dan kepercayaan yang tinggi dari masyarakat terhadap selebritis (kredibel). Khalayak sasaran menghormati

(19)

selebritis karena memiliki karir yang unggul serta jiwa salesmanship yang tidak dapat dibantah. Kredibilitas ini ditentukan pada dua hal, yaitu keahlian atau pengetahuan selebritis terhadap produk dan kemampuan menarik rasa percaya diri khalayak sasaran. (Simatupang, 2004).

4. Differentiation

Khalayak yang menjadi target harus melihat endorser sebagai pribadi yang berbeda, unik dan eksklusif atas produk. Hal ini merupakan kontribusi besar bagi efektifitas seorang endorser. Jika tidak punya differensiasi diantara para selebritis, maka strategi tidak akan efektif (Simatupang, 2004). Khalayak harus melihat endorser tersebut adalah berbeda dari yang lainya. Apabila tidak ada perbedaan yang dirasakan diantara selebritis-selebritis maka strategi tersebut adalah tidak berguna (Miciak & Shanklin, 1994)

Model mana yang harus diikuti tergantung dari tujuan iklan (advertising objective). Menurut Mehta (1994) dalam Astosubroto yang mengembangkan model untuk mengukur efektivitas iklan, yakni dengan Advertising Responce Model (ARM) yang menghubungkan secara langsung antara iklan dengan minat beli. Salah satunya adalah bahwa iklan dapat dievaluasi dampaknya ke konsumen tidak hanya secara keseluruhan iklan, tetapi termasuk elemen-elemennya seperti pesaan yang berhubungan dengan produk/merek, dan hal-hal yang berhubungan dengan eksekusi iklan dan figur yang digunakan saebagai penyampai pesan. Beberapa variabel yang menjadi kerangka berpikir dalam model ARM tentang pengaruh iklan terhadap minat beli yaitu :

1. Model berdasar pengaruhnya terhadap pembelian (responce) 2. Model yang memunculkan persuasi iklan pada audiensnya

3. Model yang mendorong keterlibatan (involvment) audiensnya, dan model yang mendasar kepada salience ( kepopulerannya).

(20)

3.1.13.3 Keuntungan Penggunaan Celebrity Endorser

Terdapat beberapa keuntungan dalam menggunakan selebritis sebagai endorser yaitu :

1. Mempunyai kekuatan” menghentikan.” Selebritis sebagai endorser dapat digunakan untuk menarik perhatian dan membantu menyelesaikan/memecahkan yang dibuat oleh iklan-iklan lainnya.

2. Merupakan figur yang disukai dan dipuja. Perusahaan-perusahaan mengharapkan kebanggaan/kekaguman audiens terhadap selebritis sebagai endorser akan berpengaruh pula pada produk atau perusahaan mereka sendiri. Sebelum memutuskan memilih seorang selebritis sebagai endorser, perusahaan diharuskan memeriksa dan mengukur popularitas dan daya tarik selebritis tersebut sebagai orang terkenal

3. Mempunyai keunikan karakteristik yang dapat membantu mengkomunikasikan pesan-pesan yang ingin disampaikan

4. Membantu mengkomunikasikan pesan-pesan yang ingin disampaikan kepada audiens. Selebritis sebagai endorser .yang mempunyai kesesuaian karakteristik dengan produk yang diiklankan akan lebih membantu dalam menyampaikan pesan berupa ide, ukuran dan lain-lain dalam sebuah cara yang dramatis.

5. Celebrity endorser dianggap sebagi ahli yang berpengalaman dibidangnya. Maksudnya adalah untuk mengadakan sebuah hubungan yang bersifat relevan antara keahlian yang dimiliki selebritis dengan merek produk yang diiklankan (Jewler., Drewniany, 2005).

3.1.14 Multi Demension Scale

Menurut Simamora (2005) Persepsi adalah suatu proses, dimana seseorang menerima, menyeleksi, dan menginterprestasi stimulus untuk membentuk gambaran menyeluruh dan berarti tentang dunia. Proses persepsi berlangsung dalam benak konsumen dan bersifat abstrak. Sekalipun individu persepsi dapat memberikan deskripsi, tetapi persepsi yang ada tidak objektif, melainkan subjektif.

(21)

3.1.15 Kruskal Wallis

Uji Kruskal-Wallis, disebut juga uji H Kruskal-Wallis, merupakan generalisasi uji dua contoh Wilcoxon untuk k > 2. Uji ini untuk menguji hipotesis nol Ho bahwa k contoh bebas itu berasal dari populasi yang identik. Uji nonparametrik ini merupakan alternatif bagi uji F untuk pengujian kesamaan beberapa nilai tengah dalam analisis ragam bila kita ingin menghindar dari asumsi bahwa contoh diambil dari populasi yang sama ( Walpole, 1995 ).

Uji Kruskal-Wallis juga sama dengan ANOVA namun hanya memerlukan skala ordinal atau peringkat, dan data berperingkat inilah yang digunakan untuk uji varian. Uji Kruskal- Wallis tidak memerlukan asumsi atau syarat sebagaimana analisis varians.

(

)

(

)

( )

(

)

(

1

)

3 1 12 2 2 2 2 1 2 1 +         + + ∑ + = N n R n R n R N N H k k Dimana :

H = Nilai statistik Kruskal-Wallis N = Jumlah total sampel

R1= Jumlah peringkat sampel 1

Rk= Jumlah peringkat sampai ke-k

n1 = Jumlah sampel 1

nk = Jumlah sampel ke-k ( Suharyadi dan S.K Purwanto, 20004)

3.2 Kerangka Pemikiran Operasional

Persaingan pada industri minuman energi semakin ketat, kondisi tersebut diperkuat dengan banyaknya merek minuman energi baik yang lama maupun yang baru seperti : Ektra Joss, Hemaviton, Kuku Bima Ener-G, Krating Daeng, M-150, Nature Gold dan Ena’O. Extra Joss sebagai merupakan market leader dalam pasar minuman energi namun dalam beberapa tahun ini mengalami penurunan penjualan, bahkan dibeberapa daerah Kuku Bima Ener-G berhasil menggeser posisi Extra Joss. Kuku Bima Ener-G selaku pemain baru dalam bisnis minuman energi telah berhasil

(22)

meraih prestasi yang membanggakan seperti: memperoleh beberapa penghargaan antara lain : Indonesian Customer Satisfaction (ICSA), Indonesian Best Brand Awarad (BBA), Golden Best Brand Award, Platinum Best Award dan Top Brand Award.

Persaingan yang ketat menuntut produsen Kuku Bima Ener-G melaksanakan berbagai macam strategi. Bentuk strategi yang sedang dijalankan oleh produsen Kuku Bima Ener-G adalah mengoptimalkan bauran pemasaran yang terdiri dari 4P. (1) Produk/Product Kuku Bima Ener-G melakukan terobosan dengan meluncurkan produk yang terdiri dari berbagai macam rasa dan warna. (2) Harga/Price Kuku Bima Ener-G memiliki harga 20 persen lebih murah dibandingkan dengan produk yang sejenis di pasaran. (3) Disteribusi/Place Kuku Bima Ener-G memperluas cakupan distribusinya ke toko-toko yang bukan sekedar berjualan jamu, seperti warung, rombong rokok, hingga outlet modern, kurang lebih dari 100.000 pedagang jamu ikut mendistribusikan Kuku Bima Ener-G. (4) Promosi/Promotion program promo yang dilakukan tidak hanya dalam bentuk iklan yang menampilkan tokoh-tokoh yang sedang populer di masyarakat, produsen Kuku Bima Ener-G membuat program yang ditujukan kepada para pedagang dengan memberikan kesempatan untuk memilih hadiah sesuai dengan jumlah penjualan. Kampanye komunikasi Kuku Bima Ener-G selalu bertema CSR (Corporate Sosial Responsibility). Mulai dari Mbah Marijan, Chris John, dan tokoh lainnya dari latar belakang yang berbeda, para TKI yang pernah disiksa di Malaysia, hingga laskar mandiri (pengamen, pengojek, tukang semir sepatu, pedagang jamu gendong, pemulung, dan pengasong )

Televisi adalah media iklan yang paling banyak diminati oleh masyarakat, sekarang ini televisi dinikmati oleh sekitar 56 persen masyarakat Indonesia, dengan menghabiskan waktu sekitar 19,7 jam per minggu dan menempatkan Indonesia pada posisi kelima negara yang penduduknya paling sering menonton televisi. Tayangan

infotainment atau gossip semakin marak ditayangkan televisi dengan jumlah penayangan infotainment 210 episode per minggu atau sebesar 15 jam per hari. Tayangan infotainment banyak mempengaruhi kehidupan masayarakat, artis atau selebritis telah menjadi idola masyarakat dan cenderung semua kehidupannya diikuti

(23)

oleh masyarakat. Kondisi masyarakat yang demikian itu dimanfaatkan oleh banyak kalangan mulai dari parpol sampai produsen menjadikan artis sebagai ikon komunikasi dalam program kampanye atau promosi.

PT Sido Muncul dengan produknya Kuku Bima Ener-G menggunakan tokoh atau artis menjadi endorser iklan. Tokoh yang digunakan diambil dari berbagai latar belakang seperti : Mbah Marijan tokoh fenomenal yang terkenal pada saat gunung merapi meletus, Chris John petinju, Ade Rai atlet binaragawan, Doni Kesuma, Rieke Diah Pitaloka, Vega darwanti Ngatini mewakili dari kalangan artis. Hasil dari penelitian ini ingin mengetahui bagaimana karakteristik responden Kuku Bima Ener-G. Mengetahui sejauh mana persepsi konsumen terhadap endorser iklan, serta membandingkan kinerja endorser iklan dalam mempengaruhi keputusan pembelian. Alat analisis yang digunakan adalah : deskristif untuk mengetahui responden Kuku Bima Ener-G. Multi Dimension Scalling digunakan untuk mengetahui persepsi komsumen terhadap endorser iklan Kuku Bima Ener-G. Analisis Kruskal Wallis

digunakan untuk membandingkan kinerja endorser iklan Kuku Bima Ener-G dan pengaruhnya terhadap pembelian

(24)

Keterangan:

Batasan penelitian

Iklan

•Televisi menjadi media yang paling diminati

•Acara infotainmen ratingnya tinggi

•Kecendrungan selebritis menjadi public figur

•Munculnya bintang iklan Kuku Bima Ener-G yang bukan hanya dari kalangan artis

Bauran Pemasaran/ Marketing Mix ( 4P )

Distribusi (Placement)

Tujuan

•Mendeskripsikan responden Kuku Bima Ener-G

•Persepsi konsumen terhadap endorser iklan Kuku Bima Ener-G

•Penggunaan endorser berpengaruh pada pembelian, dan endorser mana yang paling berpengaruh?

Kruskal-Wallis

Endorser yang paling berpengaruhterhadap keputusan pembelian

Promosi (Promotion)

Kesimpulan MDS

Persepsi Konsumen terhadap endorser

iklan Kuku Bima Ener-G

Persaingan Pasar Minuman Energi Kuku Bima Ener-G menggeser posisi Extra Joss

Harga (Price)

Pruduk (Product)

Gambar

Gambar 1. Model Perilaku Pengambilan Keputusan Konsumen                                            ( Sumber Engel et al, 1995)
Gambar 2.  Proses Pengambilan Keputusaan Oleh Konsumen
Gambar 4 . Kerangka Pemikiran Operasional

Referensi

Dokumen terkait

Pertunjukan tayub biasanya dipandu oleh seorang pengarih, tetapi apabila pertunjukan itu melibatkan beberapa orang joged (biasanya lebih dari empat orang joged) maka

Sehubungan dengan hal tersebut maka timbul permasalahan bagaimana prinsip dan alasan yang menjadi dasar bagi bank sebelum melakukan perikatan dengan asuransi, bagaimana

yang selalu bertambah dan tertuju untuk memperoleh suatu yang lebih baik dari sebelumnya. Contoh dalam mata pelajaran keterampilan tata busana adalah siswa menjahit celana

Kepribadian petani sampel yang berasal dari diri sendiri merupakan bagian dari karakteristik internal dengan melakukan usahatani pemanfaatan lahan pekarangan di

Pendekatan sumber (sytem resources approach) mencoba mengukur efektifitas dari sisi input, yaitu dengan mengukur keberhasilan organisasi dalam usaha memperoleh berbagai sumber

Kebijakan peningkatan pengeluaran pemerintah (G) berpengaruh positif terhadap total produksi daerah dan permintaan agregat yang selanjutnya berpengaruh pada pendapatan

Tujuan penelitian ini dimaksudkan untuk memberikan masukan kepada masyarakat umumnya dan dunia Pasar Modal khususnya tentang mengapa Otoritas Jasa Keuangan lebih sering

Fungsi tabungan adalah fungsi yang menghubungkan tingkat tabungan rumah tangga dalam perekonomian dengan pendapatan nasional (atau pendapatan disposebel) perekonomian