• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. sangat erat kaitannya dengan pembangunan perekonomian daerah atau negara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. sangat erat kaitannya dengan pembangunan perekonomian daerah atau negara"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

1.1 Latar Belakang

Pariwisata merupakan industri gaya baru yang mampu menyediakan pertumbuhan ekonomi yang cepat dalam hal kesempatan kerja, pendapatan, taraf hidup dan dalam mengaktifkan sektor lain di dalam negara penerima wisatawan. Alasan utama pengembangan pariwisata pada suatu daerah tujuan wisata, baik wisata secara lokal, regional, atau ruang lingkup nasional pada suatu negara sangat erat kaitannya dengan pembangunan perekonomian daerah atau negara tersebut. Pengembangan kepariwisataan pada suatu daerah tujuan wisata selalu akan diperhitungkan dengan keuntungan dan manfaat bagi rakyat banyak (Yoeti, 1982: 33). Pembangunan di bidang kepariwisataan merupakan salah satu terobosan untuk meningkatkan pendapatan daerah dan negara. Sektor kepariwisataan akan disejajarkan kedudukannya dengan sektor lain dalam usaha meningkatkan pendapatan negara, maka kepariwisataan dapat disebut sektor industri pariwisata (Sujali, 1989: 7).

Industri pariwisata di Indonesia merupakan salah satu penggerak perekonomian nasional yang potensial untuk memacu pertumbuhan perekonomian yang lebih tinggi di masa yang akan datang. Dampak kepariwisataan terhadap PDB nasional di tahun 2011 sebesar Rp296,97 triliun, yaitu 4 persen dari PDB nasional. Penciptaan PDB di sektor pariwisata terjadi melalui pengeluaran wisatawan nusantara, anggaran pariwisata pemerintah, pengeluaran wisatawan

(2)

mancanegara, dan investasi pada usaha pariwisata. Selain pencipta nilai tambah, sektor pariwisata mampu menyerap banyak tenaga kerja. Tahun 2011, dampak kepariwisataan terhadap penyerapan tenaga kerja sebesar 8,53 juta orang, 7,75 persen dari tenaga kerja nasional. Sektor pariwisata juga merupakan pencipta devisa yang tinggi. Tahun 2012 sektor pariwisata menciptakan devisa sebesar US$ 9,12 miliar, meningkat dari US$ 8,55 miliar di tahun 2011. Peningkatan penerimaan devisa di tahun 2012 tidak saja bersumber dari peningkatan jumlah wisatawan mancanegara dari 7,64 juta di tahun 2011 dan menjadi 8,04 juta di tahun 2012, tetapi juga bersumber dari peningkatan rata-rata pengeluaran dari US$ 1.118,26 di tahun 2011, menjadi US$ 1.133,81 di tahun 2012. Dengan kata lain, peningkatan kuantitas devisa kepariwisataan diikuti dengan peningkatan kualitas. Dari sisi investasi hotel dan restoran, baik PMA maupun PMDN pada tahun 2012 meningkat signifikan di mana hingga kuartal ketiga tahun 2012 realisasi PMA untuk hotel dan restoran telah mencapai 729,7 juta dollar AS naik dibandingkan tahun 2011 senilai 242,2 juta dollar AS (Laporan Akuntabilitas Kinerja Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Tahun 2012).

Berdasarkan uraian data di atas dapat diketahui bahwa pada dasarnya banyak daerah di Indonesia yang memiliki kekayaan alam dan budaya yang potensial untuk dikembangkan dalam kerangka kepariwisataan serta memiliki kemampuan untuk menjadi salah satu destinasi pariwisata kelas dunia. Namun seringkali pengelolaan yang tidak profesional menghambat pertumbuhan industri pariwisata pada suatu daerah. Untuk itu perkembangan dan pertumbuhan pariwisata perlu diantisipasi agar perkembangannya tetap pada jalur dan daya

(3)

dukungnya. Pembangunan kepariwisataan di Indonesia menetapkan strategi empat jalur, yaitu pro poor, pro job, pro growth, dan pro environment. Pilihan strategi tersebut berimbas kepada komitmen pemerintah untuk membangun kepariwisataan yang berbasis prinsip keberlanjutan.

Sejak diberlakukan otonomi daerah, melalui Undang-undang No. 32 Tahun 2004, Pemerintah Daerah diberikan kewenangan yang luas dengan tujuan untuk mewujudkan kemandirian daerah dalam membiayai dan melaksanakan pembangunannya. Pelaksanaan otonomi yang diatur dalam Undang-undang ini diharapkan akan mendorong daerah untuk lebih bersikap mandiri karena memiliki kewenangan penuh untuk mengurus dan mengontrol daerahnya sendiri. Kemandirian tersebut, bisa menciptakan pertumbuhan ekonomi lebih baik, termasuk pengelolaan pariwisata daerah yang lebih profesional.

Kabupaten Gunungkidul, merupakan kabupaten terluas di wilayah administratif Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, memiliki potensi dan sumber daya yang dapat dikembangkan untuk menunjang program otonomi daerah di bidang pariwisata. Berdasarkan data yang ada, total pendapatan asli daerah dari sektor pariwisata mengalami kenaikan setiap tahunnya, dari tahun 2000–2012.

Tahun 2012, realisasi pendapatan daerah khususnya sektor pariwisata melebihi dari anggaran yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Pada awal penyusunan APBD ditargetkan sebesar Rp2,3 miliar, tetapi pada pertengahan 2012 berdasarkan peningkatan jumlah pengunjung yang di luar perkiraan, target kembali dinaikan menjadi Rp3,1 miliar. Ternyata di luar prediksi, realisasi retribusi tempat rekreasi dan olahraga Kabupaten Gunungkidul tahun 2012

(4)

mencapai 135 persen dari anggaran atau sebesar Rp4,5 miliar, meningkat drastis dibandingkan tahun 2010 yang mencapai Rp1,7 miliar.

Tabel 1.1

Kontribusi Sektor Pariwisata terhadap Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten Gunungkidul, 2000–2012 No Tahun Anggaran Pendapatan Sektor Pariwisata (Rp) PAD Kab. Gunungkidul (Rp) Kenaikan (%) Kontribusi (%) 1 2000 386.923.938,00 5.719.379.104,90 0 6,77 2 2001 718.958.719,00 8.852.286.282,60 85,81 8,12 3 2002 807.159.599,00 13.397.457.070,50 12,27 6,02 4 2003 820.562.319,00 18.855.089.498,80 1,66 4,35 5 2004 856.701.103,00 20.893.617.292,20 4,40 4,10 6 2005 827.355.995,00 23.829.596.887,00 -3,43 3,47 7 2006 638.295.740,00 32.147.191.684,00 -22,85 1,99 8 2007 1.073.795.675,00 28.878.356.546,15 68,23 3,72 9 2008 1.325.521.110,00 28.900.809.941,72 23,44 4,59 10 2009 1.634.734.330,00 38.358.737.587,41 23,33 4,26 11 2010 1.717.937.708,00 42.542.031.388,61 5,09 4,04 12 2011 2.186.912.571,00 54.398.862.616,18 27,30 4,02 13 2012 4.541.066.926,00 67.050.781.893,09 107,65 6,77

Sumber: Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan, dan Aset Daerah Kab. Gunungkidul, Dinas Pariwisata Kab. Gunungkidul Tahun, 2013

Hal tersebut dapat diartikan bahwa Kabupaten Gunungkidul berpotensi untuk dikembangkan sebagai daerah wisata karena Gunungkidul merupakan wilayah karst yang unik serta berbatasan langsung dengan Samudera Hindia. Potensi pariwisata tersebut diharapkan mampu mengurangi tingginya angka kemiskinan yang ada di Kabupaten Gunungkidul. Pada tahun 2010, berdasarkan Garis Kemiskinan yang disusun oleh BPS, di Kabupaten Gunungkidul terdapat 22,05 persen penduduk yang hidup dibawah garis kemisikinan bahkan meningkat

(5)

menjadi 23,03 persen pada tahun 2011. Tingginya angka kemiskinan di Kabupaten Gunungkidul antara lain disebabkan oleh kondisi geografis yang kurang mendukung. Menurut Semiadi et. al. (2011) dari total luas wilayah 1485,36 km2sebanyak 845 km2adalah kawasan karst yang tidak subur. Kondisi geografis tersebut menjadi salah satu sebab rendahnya kesempatan kerja dan pendapatan masyarakat. Namun demikian dibalik kekurangannya tersebut kawasan karst dapat menjadi kawasan ekowisata yang menarik minat wisatawan dikarenakan keindahan alaminya. Di Kabupaten Gunungkidul sendiri terdapat objek dan daya tarik wisata tidak kurang sebanyak 46 pantai, 10 wisata alam bukit dan gunung, 5 hutan, 58 gua,berbagai budaya daerah, kerajinan tangan, sampai dengan wisata sejarah. Berdasarkan potensi yang dimiliki tersebut diharapkan pariwisata bisa menjadi salah satu sektor andalan yang mampu meningkatkan PAD, memperluas kesempatan kerja, dan meningkatkan pendapatan masyarakat (Wahyuni, 2008: 7).

Salah satu daerah yang perlu dikembangkan pariwisatanya di Gunungkidul adalah Desa Bejiharjo di Kecamatan Karangmojo yang memiliki potensi alam luar biasa, tidak seperti banyak daerah di Kabupaten Gunungkidul yang mengalami persoalan keterbatasan sumber air bersih. Desa Bejiharjo mendapatkan pasokan air bersih setiap saat sepanjang tahun. Selain potensi alam tersebut, Desa Bejiharjo juga menyimpan banyak kekayaan budaya, sejarah dan edukasi. Situs Purbakala Sokoliman yang terdapat di bagian timur desa menjadi warisan ilmu pengetahuan terkait dengan sejarah manusia purba, sedangkan di ujung barat terdapat sentra kerajinan blangkon, dan di tengah desa terdapat khasanah budaya

(6)

yang langka yakni Wayang Beber. Artefak Wayang Beber di seluruh dunia tinggal tersisa dua yang tersimpan di Dusun Gelaran, Desa Bejiharjo.

Desa Bejiharjo mempunyai dua belas Gua alam yang semuanya memiliki keunikan, salah satunya adalah Gua Pindul. Kekhasan Gua Pindul adalah cara menyusur gua yang lain dari wisata susur gua lainnya. Cara susur Gua Pindul sering disebut sebagai atraksi wisata cavetubing, yaitu cara menyusur gua dengan menggunakan ban dalam mobil sebagai pengapung karena di dalam gua ini mengalir sungai. Pengembangan objek Wisata Gua Pindul dimulai pada bulan Juni 2010. Pengembangannya murni dari warga masyarakat sekitar. Dalam waktu singkat, objek wisata Gua Pindul mampu menjadi primadona wisata di Kabupaten Gunungkidul. Hal ini dikarenakan wisata cavetubing yang menjadi atraksi wisata andalan di Gua Pindul merupakan atraksi wisata yang baru ditawarkan di Indonesia, bahkan di dunia hanya ada di 2 tempat lain yaitu di Belize, Amerika Tengah, dan New Zealand, Australia. Pemasaran melalui media sosial gencar dilakukan oleh pihak penyedia jasa, dan pemasaran tersebut terbukti dapat meningkatkan jumlah kedatangan wisatawan baik domestik ataupun mancanegara.

Tabel 1.2

Jumlah Kunjungan Wisatawan Lokal dan Asing ke Gua Pindul, 2010 - 2013

Penyedia Jasa 2010 2011 2012 2013

Lokal Asing Lokal Asing Lokal Asing Lokal Asing

Dewa Bejo 62 - 4.928 493 59.312 891 45.848 1,318 Wira Wisata - - 3.403 237 63.108 1.700 61.123 2.775 Panca Wisata - - - - 22.991 1.113 60.418 1.197 Karya Wisata - - - 15.767 171 Tunas Wisata - - - 8.838 60 Jumlah Total 62 9.061 150.115 197.515

Sumber: Diolah dari masing-masing Penyedia Jasa Wisata Catatan: Data sampai dengan Agustus, 2013

(7)

Dari Tabel 1.2 diketahui bahwa jumlah keseluruhan pengunjung Gua Pindul semenjak dibuka pada bulan September 2010 sampai dengan sekarang (Agustus 2013) adalah 356.753 orang, yang terdiri dari 346.798 orang wisatawan lokal dan 9.955 wisatawan asing. Harga tiket yang berlaku adalah Rp25.000 – Rp35.000. Apabila dihitung berdasarkan harga rata-rata maka jumlah pendapatan dari pengunjung Gua Pindul adalah Rp10,7 Milyar, jumlah tersebut merupakan jumlah minimal, mengingat masih terdapat beberapa aktifitas wisata yang ditawarkan oleh penyedia jasa wisata yang ada di sekitar Gua Pindul seperti susur Sungai Oya, susur Gua Sriti, wisata off road, dan wisata out bond.

Kontras dengan jumlah pendapatan yang diperoleh dari pengelolaan objek wisata Gua Pindul yang terletak di Kecamatan Karangmojo, jumlah rumah tangga miskin yang berada di bawah garis kemiskinan versi BPS yang terdapat pada kecamatan tersebut menempati peringkat kedua terbanyak di Kabupaten Gunungkidul. Berdasarkan data PPLS BPS Tahun 2011, Kecamatan Karangmojo memiliki 6.354 rumah tangga miskin, atau sebesar 45,91 persen dari total 13.839 rumah tangga. Jumlah tersebut menempati peringkat kedua setelah Playen.

Selain masalah kemiskinan tersebut, muncul konflik kepemilikan lahan yang dikhawatirkan akan mengurangi jumlah pengunjung objek wisata Gua Pindul. Konflik terjadi ketika salah seorang warga bernama Atiek Damayanti mengklaim bahwa Objek Wisata Gua Pindul berada pada lahan yang dimiliki olehnya secara sah. Warga tersebut beranggapan bahwa aktifitas pengelolaan objek wisata Gua Pindul harus melalui persetujuannya. Konflik tersebut masih berlanjut hingga sekarang, bahkan pada tanggal 3 Agustus 2013 secara sepihak,

(8)

Atiek Damayanti mengeluarkan pernyataan di surat kabar nasional yang menyatakan bahwa Gua Pindul ditutup untuk umum. Walaupun pada kenyataannya, objek wisata Gua Pindul tetap buka, tetapi pernyataan tersebut sedikit banyak dapat berpengaruh terhadap jumlah kunjungan wisatawan. Pemerintah Kabupaten Gunungkidul telah bereaksi dengan pembahasan draft peraturan daerah tentang pengelolaan desa wisata. Peraturan Daerah tersebut diharapkan dapat memberikan payung hukum bagi penyedia jasa wisata yang ada sekarang untuk dapat mengelola objek wisata Gua Pindul. Pada saat ini wisata Gua Pindul dikelola oleh 5 penyedia jasa wisata mandiri, yaitu Dewa Bejo, Wira Wisata, Panca Wisata, Karya Wisata, dan Tunas Wisata. Semuanya merupakan murni pemberdayaan masyarakat sekitar. Dengan menerapkan prinsip ekonomi yaitu mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya, dikhawatirkan terjadi persaingan tidak sehat diantara penyedia jasa wisata tersebut. Di lain pihak tidak adanya manajemen waktu yang tepat di antara pengelola dapat menyebabkan terjadinya penumpukan pengunjung, sehingga berdampak kepada ketidaknyamanan pengunjung serta risiko terhadap keberlanjutan dari wisata karst Gua Pindul yang masih alami. Hal ini dikarenakan semakin banyaknya pengunjung yang masuk secara bersamaan, akan meningkatkan presentase kemungkinan kerusakan yang ditimbulkan akibat paparan atau interaksi langsung gua alami tersebut dengan pihak luar.

Pada Peraturan Daerah No.6 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Gunungkidul Tahun 2010 – 2030 terdapat klausul yang menyatakan bahwa Pemerintah Daerah akan mengembangkan kawasan

(9)

peruntukan pariwisata yang mendukung terwujudnya daerah tujuan wisata unggulan dengan orientasi penyediaan fasilitas pelayanan pada ekowisata, agrowisata, desa wisata dengan objek wisata alam, wisata budaya, dan wisata minat khusus secara terpadu. Berdasarkan hal tersebut, desa wisata Bejiharjo, khususnya objek wisata Gua Pindul seharusnya menjadi perhatian lebih bagi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul. Diharapkan pengembangan potensi pariwisata yang ada dapat memberikan multiplier effect kepada perekonomian.

Negara Indonesia merupakan negara agraris, mayoritas penduduk Indonesia mengandalkan sektor pertanian sebagai mata pencaharian yang utama. Menurut data yang ada di BPS melalui sensus pertanian tahun 2013 diketahui bahwa terdapat penurunan jumlah penduduk yang bekerja di sektor pertanian pada tahun 2008 sebanyak 42,6 juta orang menjadi 41,2 juta orang pada tahun 2013. Pada sektor jasa terdapat peningkatan yang signifikan sebanyak 20,6 juta pada tahun 2008, menjadi 24 juta orang pada tahun 2012 (Survei Angkatan Kerja Nasional 2008- 2012 BPS). Hal tersebut dikarenakan seiring dengan kemajuan teknologi, terdapat pergeseran jumlah penduduk yang bekerja di pertanian beralih ke sektor industri dan jasa.

Walaupun terjadi pergeseran, sektor pertanian tetap menjadi pilihan utama sebagian besar penduduk Indonesia. Hal yang sama terjadi di Desa Bejiharjo, lahan pertanian yang digarap oleh petani di Desa Bejiharjo sangatlah kecil. Sempitnya penguasaan lahan berpengaruh terhadap pendapatan para petani, ditambah fakta lain bahwa mayoritas petani yang ada di Desa Bejiharjo merupakan petani gurem dan petani buruh, sehingga pendapatan yang diperoleh

(10)

dari usaha sektor pertanian tersebut sangat kecil. Munculnya objek wisata Gua Pindul diharapkan dapat menjadi alternatif solusi peningkatan pendapatan masyarakat disekitarnya melalui penyerapan tenaga kerja di sektor jasa.

1.1.1 Perumusan masalah

Dari uraian di atas maka diketahui bahwa Kabupaten Gunungkidul memiliki potensi di sektor pariwisata yang menjanjikan, sementara tingkat kemiskinan di Gunungkidul tetap tinggi bahkan cenderung meningkat. Hal ini dikarenakan lahan pertanian yang menjadi mayoritas mata pencaharian masyarakat Gunungkidul sangat terbatas, ditambah dengan topografi daerah karst yang identik dengan lahan bebatuan dan terbatasnya ketersediaan air menambah tingkat kesulitan para petani dalam meningkatkan produksi lahan pertaniannya. Pada tahun 2011 Pemerintah Kabupaten Gunungkidul mulai menerapkan kebijakan yang menitikberatkan pada peningkatan promosi di sektor pariwisata, diharapkan sektor ini dapat menjadi penggerak perekonomian daerah tersebut. Desa Bejiharjo merupakan salah satu desa wisata yang ada di Gunungkidul dengan icon wisatanya yang terkenal oleh wisatawan lokal maupun mancanegara yaitu Gua Pindul. Di lain pihak, Desa Bejiharjo terletak di Kecamatan Karangmojo yang menjadi salah satu penyumbang terbesar jumlah penduduk miskin di Gunungkidul.

Pada saat ini di Kabupaten Gunungkidul belum ada penelitian yang meneliti sejauh mana dampak suatu objek wisata terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat sekitar khususnya objek wisata yang dikelola secara mandiri oleh

(11)

masyarakat disekitarnya. Berdasarkan perumusan masalah tersebut pertanyaan penelitian yang hendak dijawab adalah:

1. Bagaimana dampak penyelenggaraan objek wisata Gua Pindul terhadap peningkatan pendapatan masyarakat di sekitarnya?

2. Seberapa besar kontribusi objek wisata Gua Pindul terhadap penyerapan tenaga kerja masyarakat di sekitarnya?

3. Bagaimana tanggapan masyarakat sekitar terhadap kegiatan pariwisata Gua Pindul terkait dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat?

4. Bagaimana dampak penyelenggaraan objek wisata Gua Pindul terhadap kesejahteraan masyarakat di sekitarnya?

1.2 Keaslian Penelitian

Berbagai penelitian telah dilakukan oleh peneliti-peneliti sebelumnya berkaitan dengan dampak sektor pariwisata terhadap peningkatan pendapatan daerah secara umum maupun peningkatan pendapatan masyarakat disekitarnya secara khusus. Sebagai acuan dan pembanding maka perlu diuaraikan penelitian yang pernah dilakukan terkait dengan topik ini dapat dilihat dalam Tabel 1.4 berikut ini :

Tabel 1.3

Hasil Penelitian Terdahulu tentang Dampak Sektor Pariwisata Terhadap Peningkatan Pendapatan Daerah dan Masyarakat

No Peneliti Tujuan Metode Hasil

1. Guha dan Ghosh (2007)

1. Menguji kontribusi objekwisata “The Sundarban Tiger Reserve”yang terletak di sebuah desa terpencil Sundarban, India terhadap peningkatan Analisis Ordinary Least Square (OLS) dan Seemingly Unrelated

Re-1. Hanya 8,2 persen penduduk setempat yang ikut terlibat langsung dengan pariwisata STR. Terdapat ruang yang luas terhadap peningkatan partisipasi

masyarakat lokal terhadap pengelolaan Objek wisata STR 2. Objek wisata STR terbukti mampu

(12)

pendapatan masyarakat lokal 2. Mengetahui persepsi masyarakat desa setempat mengenai kemungkinan dampak sosial yang positif dan negatif pariwisata tersebut terhadap konservasi hutan secara keseluruhan. gression (SURE) meningkatkan pendapatan

masyarakat karena penduduk yang terlibat langsung dengan objek wisata tersebut menghabiskan pengeluaran perkapita 19 persen lebih banyak pada kebutuhan pangan dan 38 persen lebih banyak pada kebutuhan non pangan dibandingkan penduduk yang tidak terlibat.

3. Secara survei, ketergantungan masyarakat lokal terhadap hutan mangrove sedikit dapat dikurangi dengan adanya keterlibatan pada sektor pariwisata

2. Sulaksmi (2007)

1. Mengetahui faktor-faktor yang dapat mempengaruhi tingkat pendapatan masyarakat sekitar. 2. Mengetahui tingkat kesejahteraan rumah tangga masyarakat sekitar kawasan Taman Wisata Alam Laut (TWAL) Pulau Weh. Analisis deskriptif, Analisis uji paired sample test, Analisis regresi linier berganda, Analisis Chi-Square

1. Tingkat pendapatan dan

kesejahteraan rumah tangga yang aktif lebih baik dari pada rumah tangga yang tidak aktif dalam kegiatan pariwisata.

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya pendapatan rumah tangga yang aktif di pariwisata meliputi: umur, pendidikan, jumlah anggota keluarga,

konsumsi, dan jarak dari kawasan wisata.

3. Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya pendapatan rumah tangga yang tidak aktif dalam kegiatan pariwisata adalah, pendidikan, jumlah anggota keluarga, pengeluaran, dan curahan waktu kerja. 3. Tian, Mak, dan Leung (2011) 1. Menghitung kontribusi sektor pariwisata terhadap PDB perekonomian terbuka Hawaii. 2. Meneliti apakah TSA

(Tourism Satelit Account) dapat secara komperhensif menghitung kontribusi secara langsung dan tidak langsung sektor pariwisata terhadap PDB suatu negara TSA (Tourism Satelit Account) dan Penggan da IO (Input– Output)

1. Tidak bisa menggunakan TSA dalam perhitungan kontribusi sektor pariwisata direct dan indirect terhadap PDB suatu negara atau daerah kecuali impor pariwisatanya

bernilai 0.

2. Pada tahun 2010, pengeluaran wisatawan baik mancanegara maupun domestik di Hawaii mencapai $14,735 Miliar, dari total PDB Hawaii $66,760 Miliar.

(13)

4. Hysa (2012)

Meneliti faktor-faktor yang mempengaruhi PDB khususnya sektor pariwisata yang ada di Albania pada tahun 1995

–2010. Multiple Regression Model mengguna kan Annova

Secara bersama-sama, variabel investasi sektor pariwisata, jumlah wisatawan asing, dan jumlah hunian kamar hotel yang digunakan oleh wisatawan asing maupun wisatawan domestik, signifikan mempengaruhi PDB sektor pariwisata Albania sebesar 98,1 persen. Secara mandiri, ternyata variabel jumlah hunian kamar hotel tidak signifikan mempengaruhi PDB sektor pariwisata. Hal ini dikarenakan banyak muncul homestay yang memiliki harga murah dan kualitas yang sebanding, sehingga banyak digunakan oleh wisatawan. Tetapi justru jenis usaha penginapan ini tidak tercatat secara resmi. 5.

Ma-nurung (2012)

Tujuan penelitian untuk menganalisis kontribusi pengembangan objek wisata perdesaan terhadap kesejahteraan masyarakat dan pengembangan wilayah (PAD) Kabupaten Simalungun. Analisis Deskriptif

Kontribusi pengembangan objek wisata perdesaan memberi pengaruh terhadap kesejahteraan masyarakat, hal ini disebabkan masyarakat memperoleh pendapatan atas peluang memperoleh pekerjaan

pembangungan hotel, losmen dan rerstoran serta membuka usaha dengan cara berdagang/berjualan makanan, minuman, souvenir. Pengembangan objek wisata perdesaan berperan dalam meningkatkan PAD Kab. Simalungun, disebabkan adanya peningkatan kontribusi sektor perdagangan, hotel, dan restoran, dan sektor jasa.

6. Mukti (2013)

Tujuan penelitian ini untuk mengkaji kontribusi pariwisata terhadap total pendapatan rumah tangga dan juga menganalisis tingkat kesejahteraan keluarga melalui kontribusi sektor wisata di Pulau Pramuka. Metode Sampling, data primer dan data sekunder. Analisis Kualitatif dan Kuantitatif.

1. Hasil penelitian terhadap 30 responden menunjuk

kan bahwa tingkat kesejahteraan masyarakat di Pulau Pramuka rata-rata memiliki pendapatan

(Rp/bulan) secara total adalah Rp9.451.667,- sedangkan untuk pendapatan sektor pariwisata sebesar Rp8.606.667,-. 2. Hal ini menunjukan bahwa 91

persen kontribusi pendapatan berasal dari sektor pariwisata, sedangkan sisanya yaitu 9 persen berasal dari sektor non pariwisata. Dengan demikian 100 persen responden masyarakat di Pulau Pramuka tergolong tidak miskin.

(14)

Perbedaan mendasar dari penelitian ini dengan penelitian tersebut di atas adalah lokasi dan waktu penelitian. Kelebihan dari penelitian ini adalah penggunaan metode analisis statistik deskriptif berupa pendeskripsian tanggapan masyarakat sekitar terhadap kegiatan pariwisata yang ada terkait dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Hasil analisis tersebut akan digunakan sebagai pendukung hasil analisis statistik parametrik sampel independen mengenai pendapatan masyarakat Desa Bejiharjo. Kelebihan lain dari penelitian ini adalah metode indepth interview dengan pelaksana pariwisata serta pemerintah daerah untuk mendukung hasil analisis dimaksud.

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan penelitian

Berdasarkan permasalahan yang dipaparkan di atas, penelitian ini memiliki beberapa tujuan yaitu:

1. menganalisis dampak objek wisata Gua Pindul terhadap pendapatan pekerja usaha sarana pariwisata dibandingkan dengan pekerja yang bekerja di luar usaha sarana pariwisata yang ada di Desa Bejiharjo;

2. menganalisis kontribusi objek wisata Gua Pindul terhadap penyerapan tenaga kerja bagi masyarakat Desa Bejiharjo;

3. mendeskripsikan tanggapan masyarakat sekitar terkait dampak objek wisata Gua Pindul bagi peningkatan pendapatan dan penyerapan tenaga kerja masyarakat Desa Bejiharjo;

(15)

4. menganalisis pengeluaran pekerja usaha sarana pariwisata dibandingkan dengan pekerja di luar usaha sarana pariwisata ditinjau dari garis kemiskinan dan rata-rata pengeluaran perkapita penduduk di Kabupaten Gunungkidul. 1.3.2 Manfaat penelitian

Dengan penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

1. memberikan masukan bagi Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Gunungkidul mengenai dampak sektor pariwisata di Desa Wisata Bejiharjo bagi masyarakat sekitar. Dampak yang dimaksud disini adalah dampak terhadap pendapatan yang diterima akibat terciptanya kesempatan kerja dari sektor pariwisata, sehingga objek wisata potensial yang ada bisa dikembangkan secara maksimal;

2. memberikan motivasi kepada Dinas Pariwisata dan Kebudayaan baik di Kabupaten Gunungkidul maupun Provinsi DIY untuk meningkatkan promosi maupun pengembangan sarana dan prasarana penunjang objek dan daya tarik wisata di Kabupaten Gunungkidul, sehingga pariwisata benar-benar menjadi sektor andalan dalam meningkatkan pendapatan daerah sekaligus dapat memperluas kesempatan kerja dan pendapatan bagi masyarakat sekitar; 3. menambah referensi atau pembanding bagi peneliti lain, khususnya yang

(16)

1.4 Sistematika Penulisan

Penelitian ini disusun terdiri dari 4 (empat) bab, dengan sistematika sebagai berikut : Bab I Pengantar, dalam bab ini dideskripsikan mengenai latar belakang, keaslian penelitian, tujuan dan manfaat penelitian, serta sistematika penelitian. Bab II Tinjauan Pustaka dan Alat Analisis, memuat tinjauan pustaka yang disadur dari berbagai buku, jurnal, dan sumber literatur lainnya, landasan teori yang berisi berbagai konsep, teori, maupun model yang diacu dalam penelitian, serta alat analisis yang digunakan untuk menjawab permasalahan penelitian. Bab III Analisis dan Pembahasan, membahas mengenai metode penelitian, analisis dan pengolahan data disertai pembahasannya. Akhirnya Bab IV Kesimpulan dan Saran, memuat kesimpulan hasil analisis dan saran dalam penelitian.

Referensi

Dokumen terkait

Menurut, Toshikabu Hayashi dalam tesisnya yang berjudul “On Islamic Accounting”, Akuntansi Barat (Konvensional) memiliki sifat yang dibuat sendiri oleh kaum kapital dengan

Untuk menentukan adanya perbedaan antar perlakuan digunakan uji F, selanjutnya beda nyata antar sampel ditentukan dengan Duncan’s Multiples Range Test (DMRT).

Hadirnya filsafat ilmu adalah sebuah upaya falsafati untuk terus melihat ilmu tidak dalam menara gadingnya masing-masing tetapi keluar untuk terus memba!lgun relasi

Medical Surgical and Critical Care Nursing Community Health and Primary Care Nursing Geriatric Nursing. Room 2

d. Saat kejadian kapal menabrak benda keras, Saksi sedang dinas jaga di kamar mesin bersama dengan Masinis II, kemudian setelah diketahui adanya kebocoran Saksi membantu

pemasran, untuk mencapai sasaran pasar yang dituju sekaligus mencapai tujuan dan sasaran perusahaan, keempat unsur atau variabel strategi bauran pemasaran

Hal tersebut didukung oleh hasil uji beda statistik yang menyatakan bahwa terdapat perbedaan secara nyata antara petani yang menggunakan benih sertifikat dengan

dengan menggunakan Unity 3D ini tidak hanya mudah dalam menggunakan atau mengerjakan suatu pekerjaaan, tetapi aplikasi Unity 3D ini juga dapat bekerja dengan aplikasi lainnya