• Tidak ada hasil yang ditemukan

RAKITAN TEKNOLOGI SEMINAR DAN EKSPOSE TEKNOLOGI BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN JAWA TIMUR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "RAKITAN TEKNOLOGI SEMINAR DAN EKSPOSE TEKNOLOGI BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN JAWA TIMUR"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

RAKITAN TEKNOLOGI

SEMINAR DAN EKSPOSE TEKNOLOGI

BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN

JAWA TIMUR

BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN SOSIAL EKONOMI PERTANIAN Bogor, 2004

(2)

TEKNOLOGI PEMBIBITAN KOBIS BEBAS PENYAKIT AKAR GADA DI LAHAN KERING

Roesmiyanto , Suliyanto, Sukadi dan Andreas A. Suripto

PENDAHULUAN

Pasar terluas hortikultura Jawa Timur adalah jenis sayuran yang merupakan salah satu sumber utama untuk pemenuhan gizi pangan. Kubis, kentang, bawang putih, dan tomat merupakan sayuran primadona di Jawa Timur. Peringkat pertama di antara keempat sayuran tersebut adalah kubis dengan luas areal 9.789 Ha dan produksinya mencapai 154.031 ton pada tahun 1993 (Anonim, 1994).

Luas pertanaman kubis terus bertambah rata-rata 4%, namun peningkatan produksinya tidak selalu mengikuti pertambahan luas areal pertanaman, bahkan sebagian daerah justru terjadi penurunan. Salah satu penyebabnya adalah gangguan hama dan penyakit (Duriat et al 1994).

Asandhi (1998) menyatakan bahwa dalam budidaya kubis, resiko terberat setelah rendahnya harga produk adalah resiko kerugian akibat penyakit akar gada (Plasmodiophara brassicae Wor). Sebelum tahun 1986, penyakit ini baru menyerang petani kobis di Jawa Barat, tahun 1986 menyerang Jawa Tengah. Antara tahun 1989-1990 diberitakan penyakit akar gada telah menghancurkan 60% sentra produksi kubis di daerah Batu, Malang. Petani kubis tidak mengerti cara pemberantasannya, karena jika penanggulangannya hanya setempat, tidak ada artinya. Pengendaliannya harus tuntas dan menyeluruh (Anonim, 1994).

PENYAKIT AKAR GADA

Nama Lain : Akar bengkak, Akar pekuk (Club root)

Penyakit akar gada di Magetan dan Malang dikenal dengan nama “Pentol (-en)” disebabkan oleh jamur Plasmodiophora brassicae. Penyakit ini diketahui pertama kali pada tahun 1975 di daerah Lembang, Bandung (Suhardi dkk, 1976). Pada tahun 1979 penyakit telah menyebar di seluruh Jawa Barat dan tahun 1984 telah diketemukan di Sumatera Utara (Djatnika, 1984). Tahun 1986 penyakit akar gada menyerang Jawa Tengah dan diduga segera menyerang Jawa Timur dan sentra kobis lainnya di Indonesia (Asandhi, 1989). Pada tahun 1990, 60% pertanaman kobis di Pujon Malang rusak karena diserang penyakit akar gada dan sejak saat itu banyak diterima keluhan masalah penyakit akar gada dari sentra kobis di Jawa Timur (Anonim, 1994).

Gejala

Akar kobis yang terinfeksi mengalami pembelahan (hipertropi) dan pembesaran sel (hiperplasia) yang menyebabkan terjadinya bintil atau kelenjar yang tidak teratur. Bintil ini menyatu menjadi bengkakan memanjang yang mirip dengan gada atau bulatan tidak beraturan mirip bola yang tidak beraturan (”pentol”). Tanaman tampak merana , kerdil , daun-daunnya berwarna hijau kelabu dan lebih cepat layu dibandingkan daun pada tanaman sehat terutama pada siang hari.

Morfologi dan daur penyakit

Plasmodiophora brassicae Wor. membentuk spora pada medium yang sesuai, berkecambah , membengkak mencapai ukuran beberap kali dari ukuran semula dan selanjutnya menjadi satu spora kembara (zoospora) yang muncul melalui celah pada dinding sel. Spora akan terbebas dari akar yang sakit jika akar ini terurai oleh organisme

(3)

sekunder. Spora dapat segera tumbuh tetapi dapat pula bertahan sangat lama dalam tanah. Tanah tetap terinfeksi patogen sampai 10 tahun atau lebih walaupun tidak terdapat tumbuhan inang .

Patogen dapat menyebar melalui air drainase, alat pertanian yang digunakan, tanah yang terbawa, kotoran hewan dan bibit. Tanaman inang utama adalah tanaman jenis kubis-kubisan (Criciferae, Brassicaceae).

Tanah lembab sangat baik untuk infeksi patogen dan perkecambahan spora. Infeksi banyak terjadi pada suhu 9 – 30 C, optimum pada 20C , Perkembangan gejala akar gada sangat cepat pada suhu 25 C (Anonim, 1992)

. Paket teknologi untuk pembibitan kobis adalah penggunaan bedengan di lahan yang tidak terlalu jauh dari kebun dan media semai disterilasi dengan uap air panas selama  2 jam (Duriat dkk, 1994). Penggunaan tanah bedengan di daerah yang tercemar penyakit akar gada adalah berbahaya karena bibit masih berisiko tertular penyakit. Sedangkan sterilisasi media semai dengan uap air panas harus hati-hati karena suhu penghambat perkembangan penyakit (52C) terletak diantara dua suhu pemacu perkembangan penyakit (40C) dan 64C) (Djatnika, 1984).

Perlakuan bibit dengan perendaman biji kobis (2 menit sebelum semai) dalam ekstrak bawang putih(40.000 ppm) yang diterapkan untuk pengendalian penyakit akar gada tidak menunjukkan konsistensi dalam menekan penyakit. Karenanya penelitian pengendalian penyakit tersebut perlu dilanjutkan (Permadi, 11995).

PERMASALAHAN

Penyakit akar gada (phlasmodiophora brassicae). menyerang sejak di pembibitan dan petani kobis tidak mampu mengandalikannya, bibit kobis yang dihasilkan tercemar akar gada dan akan berkembang pada penanaman di lapang. Penyakit yang menular melalui pembibitan telah meluas di sentra penghasil kobis utama Jawa Timur (Malang dan Magetan ) dan dapat mengancam produktivitas kobis Jawa Timur.

RAKITAN TEKNOLOGI PEMBIBITAN KOBIS BEBAS AKAR GADA

Untuk mendukung budidaya kubis dari penyakit akar gada maka diterapkan sistim pembibitan yang bebas hama dan penyakit utamanya yakni penyakit akar gada. Karena penyakit akar gada adalah penyakit tular tanah, maka lahanpembibitan yang digunakan harus terbebas dari cemaran penyebab penyakit, teknologinya sbb :

Rakitan teknologi pembibitan Kobis bebas penyakit dan hama utama

No Komponen Teknologi Rakitan teknologi pembibitan 1. Penyiapan/pembuatan

Bedengan semai

Dibuat dari Para-para bambu/papan diatas tanah (Bagan Pembuatan Lamp.1)

Lokasi Sebaiknya di dekat kebun/rumah

2. Media semai Tanah-pukan-pasir diambil dari lahan yang bebas penyakit (Bagan Pembuatan Lamp. 2) a. Komposisi 1 bag pasir : 1 bag pukan : 1 bag tanah b. Bahan media Tanah diambil dari lahan bebas akar gada/

dianjurkan dari lahan yang berjauhan/ diluar daerah endemik penyakit

c. Soil Treatment/ Dazomet (30 g/m2) selama 10-15 hari, / Benomil

0,1 cc/l disiramkan merata pada lahan persemaian

(4)

No Komponen Teknologi Rakitan teknologi pembibitan Kebutuhan benih 400 gr benih/Ha tan. Kobis ( 28.600

tanaman/Ha)

4. Penyemaian • Bedengan disiram basah, inapkan selama  24 jam, agar air meresap dan sisanya terbuang.

• Buat garitan, jarak 10 cm.

• Benih disemai, kemudian ditutup glangse selama  3 hari.

• Kemudian dibuka,

(5)

No Komponen Teknologi Rakitan teknologi pembibitan 5. Pemeliharaan

a. Pengairan • Jaga tanah tetap lembab tapi tidak terlalu basah

• Siram air bersih dan siram hati-hati, agar bibit terjaga

b. Pemupukan NPK (Rustica) 1 sendok/15 lt, dua kali selang waktu 15 hari

6. Pengendalian OPT Berdasarkan pemantauan/PHT, penggunaan para-para pakai dan kerodong jaring nyamuk a. Pengendalian hama • Pasang kerodong net/nyamuk

• Telur atau ulat dikumpulkan dan dimusnahkan • Semprot insektisida bila perlu ( 10 tanaman

terserang) b. Pengendalian penyakit

• Akar gada Perlakuan media semai (No.2b, 2c)/ bahan

media bebas akar gada, disterilkan dan media semai dibuat pada para-para bambu (no 1)

• Busuk pangkal Semprot Benomil 0.5 cc/lt atau cabut yang sakit

c. Pengendalian gulma Cabut hati-hati, akar bibit jangan sampai rusak/tercabut

d. Kerusakan lain Bibit yang kurang baik dicabut. Bila hujan agar di- pasang atap plastik

KEUNGGULAN DAN PERSYARATAN PERAKITAN PEMBIBITAN Keunggulan semaian para-para

Keunggulan pembuatan tempat media semaian para-para bambu, dibandingkan pembuatan media semai di lahan bedengan adalah a. Bibit tidak langsung bersentuhan dengan lahan yang telah tercemar akar gada.

b. Penangkar bibit kobis tidak perlu mencari atau menyewa lahan bebas akar gada yang jauh dari lokasi penanaman. c. Penggunaan fungisida Dazomet (Basamit 30 g/m2) untuk mengendalikan akar gada (Anonim, 1984) lebih praktis

penggunaannya dibanding sterilisasi dengan uap air dan hasilnya juga lebih baik dibanding penggunaan ekstrak bawang putih.

d. Penggunaan media yang tidak tercemar akar gada dan diikuti perlakuan sterilisasi dengan penggunaan Dazomet 30 g/m2 dipersemaian dapat menekan serangan akar gada sampai tingkat 0% (Roesmiyanto dkk, 1998).

e. Penggunaan kelambu nyamuk membantu mengurangi serangan ulat dan hama lain yang menyerang pembibitan sehingga mengurangi volume penyemprotan.

Persyaratan yang harus dipenuhi

1. Pada penyiapan media semai bahan harus disiapkan satu bulan sebelum saat pembibitan yang meliputi bahan tanah, pukan, dan pasir serta fungisida sterilant. 2. Dasomet (Basamit G) kemungkinan tidak tersedia di toko pertanian di kota-kota

kecil, sebagai penggantinya dapat digunakan fungisida alternatif Benomil (Duriat dkk,1994).

3. Penggunaan Dasomet, harus hati-hati, bila terlalu keras dosisinya atau kurang lama masa penguapannya dapat mematikan benih yang disemai. Media semai telah siap digunakan bila bau Basamit tidak menyengat.

4. Pada awalnya perlu tenaga dan biaya tambahan untuk membuat para-para dan pembelian jaring nyamuk, tetapi biaya ini bagi penangkar benih sayur dapat segera tertutup bila digunakan pembenihan untuk jenis kobis-kobisan lain.

(6)

EVALUASI TEKNIS RAKITAN

Pada umumnya bibit kubis yang berasal dari media yang tercemar penyakit akar gada meskipun pada penampilan secara visual sehat pada saat dicabut, tetapi bibit tersebut sudah menjadi carier penyakit yang sewaktu-waktu dapat berkembang pada lahan penanaman. Sampai saat ini belum ada varietas kobis yang tahan terhadap akar gada (Permadi,1994; Semangun, 1991). Karenanya bibit yang pertumbuhannya kurang baik/menyimpang sebaiknya segera dibuang.

Penggunaan pupuk NPK (Rustica) dengan anjuran takaran 1 sendok makan/15 lt air di pembibitan sangat mendukung pertumbuhan bibit kobis yang disemai.

• Pencelupan akar sampai sebatas batang bawah bibit kobis sebelum ditanam dalam larutan Benomil 0,5% mampu mengendalikan serangan penyakit busuk hitam (Pseudomonas campestris) yang sering menyerang tanaman kobis di lahan kering.

• Pengendalian hama berbasis PHT dengan cara pemantauan yang diikuti perlakuan secara fisik membuang telur dan ulat yang ditemukan dan dikombinasikan dengan penyemprotan insektisida selektif dapat menekan serangan plutella dengan baik.

• Bibit yang rebah/patah karena diserang ulat tanah dicabut. Ulat dicari disekitar pembibitan yang rebah dan dimusnahkan. Bila serangan ulat tanah > 10% Kumpulkan dan musnahkan telur serta larva hama kubis. Gunakan insektisida efektif yang sesuai dosis anjuran.

• Insektisida digunakan bila :

Populasi Plutella  5 ekor/ 100 bibit dan bila populasi telur ulat krop kubis,

Crocidolomia Binotalis,  3 petak pembibitan, gunakan insektisida Pegasus / Curacron 1-1,5 cc/l, dll.

• Gunakan spuyer kipas (flat mozzle) dapat menghemat volume penyemprotan ± 30%.

Keuntungan penggunaan para-para untuk pembibitan kobis

1. Para-para bisa dibuat knock-down (bongkar pasang), dapat digunakan dipakai beberapa kali dan dipindah tempatnya, bahan dari bambu atau papan randu. 2. Kelambu atau jaring nyamuk pengendali hama murah, mudah didapat dan bisa

dipakai beberapa kali.

3. Petani atau penangkar bibit tidak perlu menyewa lahan bebas akar gada yang jauh dari tempat lahan penanaman/pemukiman

4. Sterilisasi dapat dilakukan secara mudah tidak perlu peralatan khusus, cukup ditutup plastik atau langsung masukkan glangse. Sterilisasi juga mematikan OPT tanah lainnya.

5. Pemakain bibit hemat karena tidak tercecer dan terhanyut oleh pengairan atau hujan dan bibit yang disemai bebas banjir dan genangan air. Penyiraman semaian terkendali.

(7)

ANALISIS EKONOMI PEMBIBITAN KOBIS BEBAS PENYAKIT

Sarana produksi Tek Rek. Tek.Petani

 Para2 bambu 10 batang Rp. 50.000,- -

 Jaring/kelambu /Net Nyamuk (1,5x40 m) Rp. 60.000,- -

 Pupuk kandang, pasir, tanah (1 : 1 : 1) Rp. 50.000,- Rp. 50.000,-.

 Benih (Grand 11) 200 gr (2 ktk/ 3 ktk) Rp.385.000,- Rp.577.500.,-*

 Pupuk buatan (Rustica) 2/3 kg Rp. 6.000,- Rp. 9.000,-

 Pestisida Dazomet (G 15 gr) Rp. 24.000,- Rp.-

Rp. 575.000,- Rp. 636.500,-

Tenaga Kerja

Tukang kayu dan pembantu (2 HOK ; 2 orang)

Rp. 40.000,- - Pembuatan media semai (2 HOK ; 2

orang)

Rp. 20.000,- Rp. 10.000,-** Persemaian (2 HOK ; 4 orang) Rp. 40.000,- Rp. 20.000,-** Pemeliharaan s/d cabut bibit (30 HOK,1

org)

Rp. 300.000,- Rp. 300.000,- Rp. 400.000,- Rp. 330.000,- Total Biaya Pembibitan Rp. 975.000,- Rp. 966.500,- Benih kobis untuk 0,5 ha penanaman

perlu

14.300 benih 21.450 benih Perkiraan harga bibit kobis Rp.68,-/tan Rp.45, -/tan

Harga Jual Bibit di penangkar Tumpang + Rp.200,- s/d Rp.250,-/ tan Catatan :

* Pada teknologi yang diterapkan petani benih perlu lebih banyak, karena umumnya benih disebar dipersemaian sehingga banyak tercecer

** Pada teknologi yang diterapkan petani umumnya penyemaian dilakukan persemaian di bedengan tanah sehingga lebih sederhana dan tenaga lebih hemat (1 orang )

• Analisis Biaya disesuaikan keadaan pada Juli 2004.

• Biaya pembibitan untuk luas lahan 0,5 ha

PENUTUP

Rakitan Teknologi Pembibitan Kobis Bebas Penyakit Akar Gada di lahan kering adalah berbasis hasil penelitian yang dilakukan pada tahun 1995/1996 di desa Singolangu dan desa Gemutri , Kecamatan Plaosan Kabupaten Magetan (Roesmiyanto dkk, 1998).

Analisis ekonomi berbasis pada perhitungan biaya saat ini dan kenyataan di lapang, diharapkan dapat memberikan gambaran untuk prospek kegiatan agribisnis pembibitan Kobis di lahan kering Jawa Timur.

(8)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim.1984. Soil Sterilant Basamid Granular. BASF, Germany.91 p. Anonim.1994. Laporan Tahunan 1993. Diperta TK I Jawa Timur.

Anonim.1994. Akar Gada Si Penebar Maut. Dalam Agribisnis, No.56 dan 57, Tahun 1994. Anonim, 1992. Pengenalan dan Pengendalian Penyakit Hortikultura Prioritas. Dir. Jenral

tan. Pangan, Dir. Bina Perlindungan Tanaman, Jakarta. 64 hal.

Asandhi, A.A. 1989. Penelitian dan Pengembangan Sayuran dan Tanaman Hias dalam Repelita IV untuk Mencapai Sistem Pertanian Tangguh. Balithort Lembang, Bandung.pp 74-95.

Djatnika, I. 1984. Upaya Penanggulangan Plasmodiophora Brasisscae Wor pada tanaman kobis-kobisan. Dalam risalah seminar hama dan penyakit sayuran. BALITBANG PERT., Cipanas. Pp 30-32.

Djatnika, I. Dan N. Hajundair, 1983. Pengaruh Pemanasan Tanah terhadap Keganasan Cendawan, Plasmodiophora Brasisscae Wor. Pada Tanaman Caisin. Laporan penelitian, Unpublish. Sub Balithor Segunung.

Duriat, A,S, T.A. Soetiarso, L. Prabaningrum dan R. Sutarya. 1994. penerapan pengendalian hama penyakit terpadu pada bididaya kobis. Balithort Lembang.20p Roesmiyanto, Suliyanto, H. Sutanto dan Sukadi. 1998. Uji Rakitan Teknologi Pengendalian Terpadu Penyakit Akar Gada pada Tanaman Kobis di Jawa Timur. Dalam Prosiding Seminar Hasil Penelitian dan Pengkajian SUT di Jawa Timur. BPTP Karangploso. pp 236 - 244

Semangun, H., 1991. Penyakit- penyakit kobis dan kobis-kobisan lain. Dalam penyakit-penyakit tanaman hortikultura. Gadjah Mada Univ. Perss, Yogyakarta pp173-203. Permadi, A.H., 1994. hasil-hasil penelitian kobis. Dalam RATEK PUSLITBANGHORT

(9)

Lampiran. Bagan para-para pembibitan kobis

Referensi

Dokumen terkait

Dari gambar 26 - 31.diperoleh bahwa flow rate yang paling optimal untuk proses filtrasi ini adalah pada flow rate 7 liter/menit, dimana pada data hasil

Praktik Pengalaman Lapangan (PPL) diharapkan dapat menjadi bekal bagi mahasiswa sebagai wahana pembentukan tenaga kependidikan profesional yang siap memasuki dunia

Selama ini urea hanya dikenal sebagai bahan aktif yang digunakan sebagai pupuk tanaman, dan sudah dapat di produksi oleh industri di Indonesia, ternyata pada pengembangan

Berdasarkan latar belakang tersebut, masalah penelitian adalah: Bagaimana pengaruh media konseling keluarga berencana terhadap pengetahuan vasektomi dan keterampilan

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan menentukan besar pengaruh kombinasi tebal dan orientasi sudut lamina terhadap defleksi pada batas proporsional dan

Dalam pembuatan animasi stop motion, hal-hal yang perlu diperhatikan secara visual, di antaranya adalah konsep dari set dan properti yang haruslah harmoni, tone

Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin tinggi kolom packing zeolit alam maka kadar bioetanol yang diperoleh lebih besar, hal ini menunjukkan bahwa zeolit alam

Koefisien-koefisien tersebut dapat disusun dalam suatu segitiga yang disebut segitiga Pascal, yang merupakan suatu pola bilangan yang disusun membentuk segitiga dengan