Disampaikan pada:
Pertemuan Forum komunikasi peneliti, widyaiswara Dan Penyuluh Kehutanan ((FKPWP)
Hotel braja Mustika, Bogor 23 Oktober 2014
Oleh: Rachman Effendi dkk
Seiring dengan penurunan luas tutupan dan potensi HP per ha:
- PDB sek. kehutanan: pertumbuhan negara rataan -0,40% (2004-2009). - Sektor industri kayu & produk2 lainnya: - 0,57% (2004-2009).
Bukti telah terjadinya pemanfaatan hutan yang tidak lestari.
Terdapat pandangan:
- Kegiatan investasi di bidang industri hasil hutan kurang menarik dibandingkan industri bukan hasil hutan (mis: perkebunan), dan
- Kebijakan industri & perdagangan hasil hutan belum kondusif.
Dampak krisis finansial global menekan inves. industri & perdagangan.
Untuk meningkatkan kontribusi sektor kehutanan dalam PDB nasional
diperlukan upaya perbaikan tata kelola industri & perdagangan hasil hutan. Tata kelola yang baik pada:
• Investasi industri & perdagangan hasil hutan.
• Perolehan pungutan bukan pajak sektor kehutanan yang meningkat.
Maka: kontribusi sektor kehutanan akan meningkat.
Tujuan Umum :
Untuk mengkaji tata kelola industri dan perdagangan hasil hutan berdasarkan dari hasil-hasil penelitian yang telah dilakukan
Tujuan Khusus :
1. Mengkaji besaran pungutan bukan pajak hasil
hutan tanaman
2. Mengkaji daya saing investasi industri hasil
hutan
Sasaran :
1.
Tersedianya informasi faktor-faktor ekonomi dan
kelembagaan yang mempengaruhi pungutan bukan
pajak hasil hutan tanaman.
2.
Tersedianya informasi faktor-faktor ekonomi dan
kelembagaan yang mempengaruhi daya saing investasi
industri hasil hutan.
3.
Tersedianya informasi faktor-faktor ekonomi dan
kelembagaan
yang
mempengaruhi
daya
saing
perdagangan hasil hutan.
Luaran 1
Rekomendasi kebijakan perhitungan besaran pungutan bukan pajak hasil hutan tanaman.
Luaran 2
Rekomendasi kebijakan peningkatan daya saing investasi industri hasil hutan dari sisi: (a) penawaran dan permintaan kayu, (b) kelayakan finansial usaha hutan tanaman dan (c) Perizinan Usaha Hutan Tanaman.
Luaran 3
Rekomendasi kebijakan peningkatan daya saing perdagangan hasil hutan yang berorientasi ekspor dari sisi: (a) keunggulan produk
kehutanan, (b) efisiensi sistem tata niaga, (c) harmonized system (HS), dan (d) non tariff barrier.
1.
Meningkatnya daya saing produk kehutanan.
2.Terciptanya arah keseimbangan pasokan –
permintaan produk kehutanan.
3.
Terciptanya diversivikasi produk kehutanan.
4.Meningkatnya nilai tambah produk-produk
kehutanan.
5.
Optimalnya nilai tambah dan manfaat produk
kehutanan.
Notes:
Besaran pungutan bukan pajak hasil hutan dan daya saing investasi industri serta perdagangan hasil hutan dipengaruhi oleh faktor-faktor ekonomi dan kelembagaan.
Faktor-faktor tersebut yang menjadi fokus dalam kajian-kajian yang dilakukan. Perekonomian Nasional Kontribusi Sektor Kehutanan
Besaran Pungutan Bukan Pajak Hasil Hutan (DR &
PSDH)
Investasi Industri
Hasil Hutan Perdagangan Hasil Hutan
Daya Saing
Investor Daya Saing Pasar
Faktor-Faktor Ekonomi & Kelembagaan
Metode:
Deskripitif (berdasarkan bahan utama sintesis hasil penelitian
yang tegabung dalam penelitian integratif tata kelola industri dan perdagangan hasil hutan)
Tahapan Pelaksanaan :
1. Pengumpulan bahan/materi (hasil-hasil penelitian). 2. Studi literatur (desk study).
3. Pembahasan internal dan eksternal (FGD).
No Luaran/Judul/Tahun Penelitian Peneliti Lokasi I Kebijakan Perhitungan Besaran Pungutan Bukan Pajak Hasil Hutan Tanaman
1. Analisis Nilai Tegakan (stumpage value) hutan Tanaman/2010
Rachman Effendi, Indah Bangsawan, RM Mulyadin
Sumsel, Kaltim, Jateng, Banten
2. Analisis Kebijakan Penyediaan Lahan Hutan Tanaman/2010
Epi Syahadat, OK Karyono, Nunung Parlinah
Kalbar, DI Yogyakarta, Jabar
II Kebijakan Peningkatan Daya Saing Investasi Industri Hasil Hutan
3. Analisis Penawaran dan Permintaan Kayu/2011 Satria Astana, Rachman Effendi, Deden Djaenudin, Handoyo, Mulyadin
Kaltim, Jatim, Jabar
4. Analisis Kelayakan Finansial Usaha Hutan Tanaman dan Perkebunan/2011
Rachman Effendi, Satria astana, Indah Bangsawan
Jabar, Sumsel, Kaltim
5. Analisis Perizinan Usaha Hutan Tanaman dan Perkebunan/2011
OK Karyono, Satria Astana, Handoyo Jambi, Kalbar
III Kebijakan Peningkatan Daya Saing Perdagangan Hasil Hutan
6. Analisis Keunggulan Produk Kehutanan/2012 Magdalena, Andri Setiadi, Rachman Effendi
7. Analisis Efisiensi Tata Niaga Produk kehutanan/2012 Rachman Effendi, Magdalena, Andri Andriadi
Banten, Jateng, Jabar , Kaltim
8. Analisis Harmonized System (HS) Produk Kehutanan/2012
O.K. Karyono, Satria Astana, Rahman Efendi
Jabar, Jateng, Jatim
9. Analisis Non-Tariff Barrier Produk Kehutanan/2012 R. Supriadi, Magdalena, Rachman Effendi, Andri Setiadi
Hasil penelitian:
1) HTI pola kemitraan lebih efisien daripada pola mandiri.
2) NT HTI pola mandiri dan kemitraan > kewajiban pungutan 3) Faktor ekonomi: accessibility, permintaan, sistem
pembayaran, biaya transaksi, modal pembangunan HTI, dan skala produksi.
4) Faktor kelembagaan: kebijakan pengelolaan HTI, TUK dan
retribusi pemda serta kelembagaan masyarakat desa hutan.
5) Pengelolaan : skema dan mekanisme tata kelola industri
perdagangan didasarkan pada Permenhut No. P.55/Menhut-II/2006 dan Revisi SK Menhut No. 126/Kpts-II/2003.
6) Penerapan P.55/2006 cukup baik, efisien, dan efektif namun
koordinasi belum terbangun.
8) Paling tidak ada 3 hal yang perlu dicapai dalam
pelaksanaan tata kelola industri perdagangan: (a) perbaikan pelayanan publik;
(b) memaksimalkan atau melindungi penerimaan negara; (c) peran serta Kemenhut dalam menentukan HPS.
Rekomendasi:
Perlu kebijakan peningkatan PSDH hingga 280% . Perlu penegakan hukum dibidang kehutanan.
Penyederhanaan kebijakan pengelolaan HTI, TUK,
pengenaan PBB, dan retribusi.
Hasil penelitian:
1) Pengurusan izin IUPHHK dengan sistem “pengurusan izin
satu pintu” (one stop service) melibatkan banyak intitusi.
2) Pedoman pemberian rekomendasi dari Bupati/Walikota dan
Gubernur perlu ditetapkan sebagai dasar acuan di seluruh Indonesia dalam memberikan rekomendasi (calon areal IUPHHK dan calon pemegang IUPHHK di wilayahnya).
3) Perlu peningkatan sosialisasi aturan atau kebijakan baru
berkaitan dengan mekanisme proses perijinan IUPHHK.
4) Diperlukan suatu uji coba terhadap materi suatu kebijakan
dalam mekanisme proses pengurusan perijinan IUPHHK sebelum SK. Menteri atau Permen Kehutanan tersebut diterbitkan/dikeluarkan.
Hasil penelitian:
1. Adanya penurunan pasokan (penawaran kayu bulat), tetapi
terjadi kenaikan jumlah unit dan kapasitas produksi primer. Untuk industri sekunder (kayu lapis) juga terjadi kenaikan kapasitas industri.
2. Berdasarkan model pasokan kayu dari ketiga tipe hutan,
model dipengaruhi oleh:
a) Produksi kayu bulat dari hutan alam dipengaruhi oleh
harga ril kayu bulat, produktivitas hutan alam, tingkat upah, dan kebijakan soft landing.
b) Produksi kayu dari hutan tanaman dipengaruhi oleh
produktivitas hutan tanaman, iuran hasil hutan, dan tren waktu.
3.
Analisis Penawaran dan Permintaan Kayu
c) Produksi kayu dari hutan rakyat dipengaruhi oleh harga
kayu bulat hutan alam dan luas tebangan hutan rakyat. 3. Terdapat gap antara penawaran dan permintaan,
dikhawatirkan kekurangan bahan kayu ini akan diisi dengan kayu illegal, untuk itu diperlukan kebijakan untuk menanggulangi hal tersebut.
4. Analisis Kelayakan Finansial Usaha Hutan Tanaman dan
Perkebunan
Hasil Penelitian:
1) Usaha hutan tanaman dan kebun sawit cukup menguntungkan
dan layak ditumbuh kembangkan secara finansial & ekonomi.
2) Faktor ekonomi yang berpengaruh nyata terhadap daya saing
usaha hutan tanaman adalah harga jual kayu bulat, kebijakan larangan ekspor kayu bulat, jaminan pemberian kredit Bank (Bankable), biaya transaksi, kepastian dan permintaan pasar, aksessibilitas, skala Produksi, nilai tukar rupiah terhadap USD, biaya transaksi, dan kemampuan teknologi budidaya.
3) Faktor kelembagaan yang berpengaruh nyata terhadap daya
saing usaha hutan tanaman adalah kebijakan pengelolaan hutan tanaman, TUK, retribusi pemda, dan kelembagaan masyarakat desa.
4) Untuk meningkatkan daya saing, antara lain:
(a) harga jual kayu bulat setara dengan harga internasional; (b) dibukanya kran ekspor kayu bulat dari hutan tanaman; (c) adanya Jaminan investasi dari perbankan dan
peningkatan daya saing industri hasil hutan.
5) Daya saing usaha hutan tanaman kurang mempunyai
keunggulan komparatif dan kompetitif dibandingkan usaha perkebunan dikarenakan usaha hutan tanaman bersifat tidak reaktif terhadap perubahan harga ekspor industri hasil hutan tanaman dan kurang peka terhadap perubahan nilai tukar rupiah terhadap USD.
Hasil penelitian:
1) Tidak ada gap kebijakan dalam penyediaan lahan hutan
tanaman, pemda mengikuti mekanisme yang sudah ditentukan oleh Kemenhut yang tertera dalam P.19/2007 Jo
P.11/2008 (untuk HTI), P.37/2007 Jo P.18/2009 (untuk HKm), dan P.23/2007 Jo P.05/2008 (untuk HTR).
2) Proses perijinan IUPHHK melalui mekanisme permohonanan
kepada Menhut belum efektif dan efisien, dengan beberapa pertimbangan diantaranya, yaitu:
a) belum adanya ketentuan yang baku mengenai besarnya biaya dalam proses permohonan ijin.
b) adanya ketidak singkronan pasal di dalam P.63/2008 dengan P.11/2008 mengenai permohonan rekomendasi gubernur.
5. Analisis Perizinan Usaha Hutan Tanaman dan Perkebunan
Hasil penelitian:
1. Biaya yang diperlukan untuk SVLK lebih mahal dibandingkan dengan
sertifikasi sukarela, terutama pada industri, SVLK cenderung lebih tinggi. Namun pada prakteknya ada kecenderungan biaya yang diperlukan untuk sertifikasi ketiga sistem tidak jauh berbeda.
2. Jika sumber daya manusia di industri sudah cukup, tidak perlu diadakan
pelatihan SVLK.
3. Dibanding FSC dan LEI, SVLK melibatkan banyak pihak yaitu pemerintah,
badan akreditasi (KAN), auditor, dan LSM.
4. Ketiga sistem verifikasi umumnya sama-sama melakukan penilaian
terhadap keterlacakan produk, namun FSC dan LEI melihat aspek kualitas manajemen sedangkan SVLK tidak secara eksplisit menilai hal tersebut.
5. Pemerintah perlu meningkatkan negoisasi SVLK kepada negara importir
termasuk pihak Uni Eropa (terkait FLEGT- Voluntary Parnership Agreement) untuk meningkatkan rekognisi SVLK.
6. Jika SVLK dilaksanakan dengan benar, maka tidak akan ada
masalah menembus Lacey Act di USA karena secara umum kriteria yang diminta LA telah tercantum dalam SVLK.
Hasil penelitian:
1. Kayu bulat hutan alam dari luar Jawa yang masuk melalui
Pelabuhan Karangantu dan Pelabuhan Tanjung Mas berasal dari Provinsi Sulsel, Kalbar, Kalsel, Sumut, Papua, dan Papua Barat.
2. Rotan yang masuk melalui Pelabuhan Semarang berasal
adalah Provinsi Kalteng, Kaltim, Kalbar, Kalsel, Sulawesi, dan NTB dengan tujuan ke pedagang, industri kerajinan, dan furniture rotan di Cirebon.
3. Rantai tata niaga kayu bulat yang paling efisien dimulai dari
IUPHHK Industri Primer Industri Lanjutan.
4. Rantai tata niaga rotan yang lebih efisien diawali dari
Petani/pengumpul rotan Pedagang Pengumpul
Pedagang Pengumpul Antar Pulau Industri Pengolah Barang Jadi.
7.
Analisis Efisiensi Tata Niaga Produk Kehutanan
Hasil penelitian:
1. Empat produk yang di ekspor tapi belum memiliki HS. Dua
jenis produk yang di ekspor memiliki ukuran tidak sesuai dengan ukuran yang tercantum dalam HS. Negara dirugikan atau tidak ada penerimaan negara dari kegiatan ekspor produk tersebut.
2. Perlu penyempurnaan kebijakan ekspor produk kehutanan
salah satunya mengefektifkan penerapan pengkodeaan HS.
Hasil penelitian:
1. Bentuk non-tariff barrier bagi produk kayu yang diekspor ke
pasar Uni Eropa digolongkan ke dalam 2 kategori: Technical Barrier to Trade (TBT) dan Voluntary Export Restraints (VER),
karena isu illegal logging yang terus berkembang.
2. Pemerintah Indonesia merespon persyaratan teknis produk
kayu yang diekspor ke Uni Eropa melalui kebijakan SVLK.
3. Perlu diupayakaan yang sistematis dan berkelanjutan agar
produk kayu dapat menembus pasar Uni Eropa.
9.
Analisis
Non-Tariff Barrier
Produk Kehutanan
1. Besaran pungutan bukan pajak hasil hutan tanaman dapat
dimaksimalkan dari pungutan pengelolaan hasil hutan kayu dengan cara peningkatan peran serta Kemenhut dalam menentukan harga patokan kayu setempat (HPS) yang didasarkan pada harga ekspor kayu bulat atau harga internasional.
2. Tidak ada gap kebijakan dalam penyediaan lahan hutan
tanaman, hanya proses perijinan IUPHHK melalui mekanisme permohonanan kepada Menhut belum efektif dan efisien.
3. Pembayaran DR dan PSDH perlu difungsikan sebagai
instrumen kebijakan fiskal dalam menjaga kelestarian hutan,
4. Kebijakan ekspor kayu bulat HT perlu diberlakukan guna
memperkecil ketimpangan harga kayu bulat dan pulp.
5. Daya saing usaha hutan tanaman berpeluang untuk
ditingkatkan hingga produk industri hilir dalam menyikapi keunggulan komparatif dan kompetitif usaha perkebunan.
6. Peningkatan daya saing perdagangan produk kayu dilakukan
dengan peningkatan proses negosiasi Pemerintah Indonesia dengan Uni Eropa dan USA, agar SVLK dikenal dan dapat kemudahan di kedua negara tersebut, selain itu peningkatan peran pemerintah sebagai fasilitator dalam pengurusan SVLK bagi industri skala kecil, menengah, dan besar.
7. Penerapan pengkodeaan HS diperlukan terhadap seluruh
produk kehutanan yang diekspor dalam upaya peningkatan penerimaan negara.
8. Efisiensi tata niaga produk kayu dimulai dari IUPHHK,
industri primer hingga industri lanjutan, sedangkan untuk rotan lebih banyak lembaga yang terlibat.
9. Penanganan non-tariff barrier bagi produk kayu yang
diekspor ke pasar Uni Eropa dengan kategori Technical Barrier to Trade (TBT) dan Voluntary Export Restraints (VER)
perlu dituntaskan.
SINTESIS… (Lanjutan)
Researchers...
++
Jika pohon terakhir telah ditebang…
Ikan telah ditangkap dan air telah tercemar,
Maka manusia akan sadar bahwa dia tidak
Terima Kasih
Di sana gunung, di sini gunung,
Di tengah-tengah bunga melati
Saya bingung kamu pun bingung
Kenapa ada bunga melati ???
Puspijak 2014