• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB III METODOLOGI PENELITIAN"

Copied!
56
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Metode Penentuan Daerah Penelitian

Daerah penelitian ditentukan secara purposive, artinya daerah penelitian didasarkan atas adanya tujuan tertentu (Arikunto, 2010). Penelitian direncanakan akan dilakukan di Kecamatan Besitang, Kabupaten Langkat, Provinsi Sumatera Utara. Kecamatan Besitang dipilih dengan pertimbangan yaitu Kecamatan Besitang termasuk sentra produksi sawit rakyat di Kabupaten Langkat (pada tabel 5) dan peneliti memiliki akses ke daerah tersebut.

Kabupaten Langkat merupakan salah satu daerah yang memiliki luas lahan sawit terluas dan penghasil TBS terbanyak pada tahun 2014. Berikut disajikan data luas tanaman dan produksi kelapa sawit di Sumatera Utara pada Tabel 5.

(2)

Tabel 5. Luas Tanaman dan Produksi Kelapa Sawit Tanaman Perkebunan Rakyat Menurut Kabupaten Tahun, 2014

Kabupaten/Kota Luas Tanaman/Areal (ha) Produksi TBS (ton) Rata-rata Produksi (kg/ha) TBM TM TTM Jumlah Nias - - - - Mandailing Natal 4.210 11.985 23 16.218 49.625 4.140,59 Tapanuli Selatan 2.202 2.945 35 5.182,00 12.325 4.185,05 Tapanuli Tengah 1.602 1.677 34 3.313 6.225 3.711,98 Tapanuli Utara 10 13 11 34 18 1.384,61 Toba Samosir 145 512 11 668 829 1.619,14 Labuhan Batu 2.785 31.845 82 34.712 123.625 3.882,08 Asahan 7.018 66.222 1.592 74.832 172.591 2.606,24 Simalungun 3.385 25.585 70 29.040 114.100 4.459,64 Dairi 37 118 16 171 300 2.542,37 Karo 586 795 12 1.393 1.900 2.389,93 Deli Serdang 2.796 11.784 86 14.666 42.762 3.628,81 Langkat 6.300 39.570 421 46.291 146.521 3.702,83 Nias Selatan 670 26 5 701 32 1.230,76 Humbang Hasundutan 52 180 25 257 150 833,33 Pakpak Barat 143 1.186 83 1.394 1.191 1.019,69 Samosir - - - - Serdang Bedagai 1.945 10.706 35 12.686 40.885 3.818,88 Batu Bara 2.258 6.272 370 8.900 24.685 3.935,74

Padang Lawas Utara 9.365 17.529 120 27.014 68.421 3.903,30 Padang Lawas 7.000 25.830 80 32.910 101.000 3.910,18 Labuhan Batu Selatan 1.762 40.170 608 42.540 142.421 3.545,45 Labuhan Batu Utara 4.632 59.660 624 64.916 192.222 3.221,95

Nias Utara - - - - Nias Barat - - - - Gunung Sitoli - - - - Sumatera Utara 2014 58.903,00 354.592,00 4.343,00 417.838,00 1.241.828,00 3.502,13 2013 62.522,00 327.580,00 3.888,00 393.990,00 6.735.795,45 20.562,29 2012 63.213,86 343.849,70 3.336,86 410.400,42 5.197.209,32 15.114,77 2011 58.550,03 343.669,58 3.579,73 405.799,34 5.428.535,14 15.795,79 Sumber: Dinas Perkebunan Provinsi Sumatera Utara,2014.

Kecamatan yang dipilih untuk menjadi daerah penelitian adalah Kecamatan Besitang, dimana terdapat luas lahan perkebunan kelapa sawit rakyat terluas dan produksi TBS terbanyak seperti yang disajikan pada Tabel 6 berikut.

(3)

Tabel 6. Luas Tanam dan Produksi Tanaman Kelapa Sawit Perkebunan Rakyat Menurut Kecamatan Tahun 2014

Kecamatan Luas Tanaman/Areal (ha) Produksi TBS (ton) Rata-rata Produksi (kg/ha) TBM TM TTM Jumlah Bahorok 729 2.714 5 3.448 52.923,00 19.500,00 Serapit 186 1.213 - 1.399 22.440,50 18.500,00 Salapian 127 3.432 - 3.559 61.776,00 18.000,00 Kutambaru 117 790 5 912 14.615,00 18.500,00 Sei Bingai 201 2.618 21 2.840 48.433,00 18.500,00 Kuala 500 887 - 1.387 16.853,00 19.000,00 Selesai 585 3.409 5 3.999 63.066,50 18.500,00 Binjai 245 267 - 512 4.939,50 18.500,00 Stabat 129 145 - 274 2.682,50 18.500,00 Wampu 212 3.468 - 3.680 62.424,00 18.000,00 Batang Serangan 436 3.970 - 4.406 69.475,00 17.500,00 Sawit Seberang 74 210 - 284 3.675,00 17.500,00 Padang Tualang 205 598 5 808 10.465,00 17.500,00 Hinai 305 453 - 758 8.154,00 18.000,00 Secanggang 290 821 - 1.111 14.778,00 18.000,00 Tanjung Pura 243 1.886 10 2.139 33.005,00 17.500,00 Gebang 405 824 - 1.229 14.420,00 17.500,00 Babalan 86 165 - 251 2.887,50 17.500,00 Sei Lepan 543 2.510 - 3.053 44.873,00 17.799,00 Brandan Barat 40 759 - 799 13.054,80 17.200,00 Besitang 642 6.804 - 7.466 122.472,00 18.000,00 Pangkalan Susu 105 446 - 551 7.626,60 17.098,65 Pematang Raya 125 908 - 1.030 15.617,00 17.199,33 Langkat 6.542 39.308 51 45.901 710.656,50 18.079,18 Tahun 2013 6.114 39.207 86 45.407 708.809,40 18.078,64 Tahun 2012 6.664 38.375 65 45.104 633.047,00 16.496,33 Tahun 2011 3.802 38.121 346 42.269 598.073,30 15.688,81

Sumber: Dinas Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Langkat, 2014.

Berikut ini data luas tanam dan produksi tanaman kelapa sawit perkebunan rakyat menurut desa/kelurahan yang terdapat pada Kecamatan Besitang seperti yang dapat dilihat pada Tabel 7.

(4)

Tabel 7. Luas Tanam dan Produksi Tanaman Kelapa Sawit Perkebunan Rakyat Menurut Desa/Kelurahan Tahun 2013

Desa/Kelurahan Luas Lahan (ha) Produksi (ton) Rata-rata Produksi (kg/ha) Pir ADB 342 5.037 14.728,07 Sekoci 790 11.703 14.813,92 Bukit Mas 257 3.804 14.801,55 Halaban 3.030 44.968 14.840,92 Bukit Selamat 955 14.153 14.819,89 Pekan Besitang 663 9.816 14.805,42 Kamp. Lama 572 8.465 14.798,95 Bukit Kubu 653 9.654 14.784,07 Suka Jaya 189 2.748 14.539,68 Jumlah 7.541 110.348 14.633,07

Sumber: KUPTD Hutbun Kecamatan Besitang, 2013.

3.2 Metode Penentuan Sampel

Populasi responden dalam penelitian ini adalah para petani sawit di Kecamatan Besitang, Kabupaten Langkat, Provinsi Sumatera Utara. Pengambilan sampel petani sawit dilakukan dengan metode sampel acak sederhana (simple random sampling) dimana setiap elementer dari populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk dipilih sebagai sampel serta tanpa memperhatikan strata yang ada dalam populasi.

Pengambilan sampel pedagang perantara sawit dilakukan dengan metode sampel bola salju (snowball sampling), dimana metode ini dilakukan dengan menyelidiki hubungan antar pedagang perantara atau middle man dalam pemasaran TBS, dengan kata lain dengan menyelidiki margin harga yang terdapat di setiap tingkat lembaga pemasaran TBS.

Berdasarkan data Dinas Perkebunan Provinsi Sumatera Utara, dapat diketahui jumlah seluruh KK petani perkebunan kelapa sawit rakyat di Kecamatan Besitang

(5)

adalah sebanyak 2.015 orang. Penentuan besar sampel petani di Kecamatan

Besitang tersebut dapat ditentukan dengan metode Slovin (1967) (dalam Supriana, 2015).

Dimana :

n = Besarnya sampel N = Besarnya populasi E = Margin error (10%)

Dengan menggunakan rumus slovin dan tingkat kesalahan sebesar 10%, maka jumlah sampel dalam penelitian ini yaitu:

sampel

3.3 Metode Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari wawancara dan hasil pengumpulan data secara langsung kepada tiap petani petani sawit, pedagang pengumpul dan PKS di Kecamatan Besitang, Kabupaten Langkat yang dijadikan sampel dengan menggunakan kuesioner. Sedangkan data sekunder merupakan data pelengkap yang diperoleh dari Instansi atau Dinas terkait dengan penelitian ini, hasil studi

(6)

pustaka baik berupa buku ataupun data statistik yang terkait dengan penelitian yang dilakukan.

3.4 Metode Analisis Data

Untuk menguji hipotesis pertama, kedua, ketiga dan keempat, peneliti menggunakan metode deskriptif dan Causal Loop Diagram (CLD). Metode penelitian deskriptif (dalam Supriana, 2015) adalah salah satu cara penelitian dengan menggambarkan serta menginterpretasi suatu objek sesuai dengan kenyataan yang ada, tanpa dilebih-lebihkan. Data yang diperoleh dalam penelitian ini dikumpulkan, disusun, dijelaskan, dan dianalisis agar dapat ditarik kesimpulan untuk memperoleh gambaran yang jelas mengenai masalah yang diteliti. Hal ini dilakukan agar penelitian tercapai dan penarikan kesimpulan dapat dilakukan.

Causal Loop Diagram (CLD) yaitu untuk melihat secara deskriptif simulasi dampak yang dihasilkan oleh kebijakan CSF terhadap harga TBS petani rakyat di Kecamatan Besitang, Kabupaten Langkat.

Causal Loop Diagram

Menurut Vennix (dalam Nagara, 2009) menguraikan secara sederhana tentang salah satu perangkat yang digunakan dalam pemodelan yaitu Causal Loop Diagram (CLD). CLD menyatakan hubungan sebab akibat diantara sekumpulan variabel yang berjalan didalam sistem. Elemen dasar CLD terdiri atas variabel (faktor) dan panah (links). Variabel merupakan kondisi, situasi, aksi, atau keputusan yang mempengaruhi dan dapat dipengaruhi oleh variabel lainnya. Variabel dapat berbentuk kuantitatif (dapat terukur) dan kualitatif (soft).

(7)

Elemen CLD lainnya adalah panah (link) yang mengindikasikan hubungan antar dua variabel, atau perubahan yang terjadi didalam variabel-variabel. Setelah hubungan sebab akibat dibuat, maka perlu diketahui bagaimana varibel-variabel tersebut terhubungkan. Pada umumnya terdapat dua kemungkinan:

1. Dua variabel dapat bergerak pada arah yang sama (+); 2. Dua variabel bergerak pada arah yang berlawanan (-).

Causal loop diagrams adalah diagram yang digunakan untuk menampilkan atau menunjukkan sebab dan akibat dari berbagai sudut pandang dan hubungan timbal balik dari sebab dan akibat itu sendiri. Dengan causal loop diagram ini dapat ditunjukkan pengaruh antar aspek baik itu memperkuat atau memperlemah dengan ditandai tanda “+” atau “-“. Simbol “+” digunakan jika suatu aspek memperkuat aspek yang lain, sedangkan “-“ digunakan jika suatu aspek memperlemah aspek yang lain. Memperkuat disini artinya jika suatu aspek meningkat maka aspek yang dipengaruhinya pun meningkat atau jika suatu aspek menurun maka aspek yang dipengaruhinya menurun. Sedangkan jika suatu aspek meningkat dan aspek yang dipengaruhinya menurun atau jika suatu aspek yang dipengaruhinya meningkat maka itu dikatakan memperlemah.

(8)

+ - + - - + + - + + + + +

Secara sederhana, causal loop diagram penelitian ini dapat digambarkan seperti:

Gambar 6. Causal Loop Diagram (CLD). Anak panah bertanda positif (+) berarti sebab akan menambah akibat atau sebab mempengaruhi akibat dalam arah perubahan yang sama. Anak panah bertanda negatif (–) berarti sebab akan mengurangi akibat atau sebab mempengaruhi akibat dalam arah perubahan yang berlawanan.

Volume CPO Ekspor

Persediaan CPO Domestik Pungutan CSF

Harga TBS Petani Harga CPO Domestik

Harga TBS Tingkat PKS

Harga TBS Tingkat Pedagang Pengumpul

Persediaan CPO Dunia

Harga CPO Dunia

Harga CPO Ekspor

Marjin Harga CPO

Marjin Harga TBS

Marjin Harga CPO

(9)

Untuk hipotesis ketiga dan keempat, yaitu untuk mengetahui marjin harga di daerah penelitian digunakan metode analisis marjin pemasaran (marketing margin).

Marketing Margin

Perhitungan analisis marjin pemasaran dilakukan untuk mengetahui perbedaan harga per satuan di tingkat petani atau tingkat konsumen atau pada tiap rantai pemasaran. Secara sistematis, marjin pemasaran (dalam Sihombing, 2011) dapat dihitung sebagai berikut:

Keterangan:

MP = Margin Pemasaran Pr

P

= Harga di tingkat pengecer f = Harga di tingkat petani/produsen

= Jumlah biaya tiap lembaga perantara ke-i = Jumlah keuntungan tiap lembaga perantara ke-i

3.5 Definisi dan Batasan Operasional

Untuk menghindari kesalahpahaman atas pengertian dan penafsiran penelitian ini maka penulis membuat defenisi dan batasan operasional sebagai berikut :

3.5.1 Definisi

1. Dampak yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pengaruh yang diakibatkan oleh kebijakan CPO Supporting Fund terhadap harga TBS di tingkat petani dimana pungutan dari kebijakan tersebut akan menurunkan volume CPO ekspor sehingga dapat menaikkan harga ekspor CPO tersebut,

(10)

harga domestik turun, keadaan ini menyebabkan harga beli terhadap TBS di tingkat petani juga turun.

2. Petani sawit adalah petani yang mengusahakan komoditi kelapa sawit diareal lahan yang dimilikinya.

3. Petani sampel adalah petani sawit di Kecamatan Besitang, Kabupaten Langkat.

4. Tandan Buah Segar merupakan buah sawit yang tersusun dalam sebuah tandan dan bagian tanaman kelapa sawit yang bernilai ekonomi tinggi dalam satuan kilogram (kg).

5. CPO merupakan hasil ekstraksi TBS yang dihasilkan dari bagian serabut (mesocarp) kelapa sawit dalam satuan kilogram (kg).

6. Bahan bakar nabati merupakan bahan bakar yang dibuat dari minyak nabati yakni turunan dari tumbuh-tumbuhan.

7. Marjin harga merupakan selisih antara harga yang dibayarkan oleh konsumen dengan harga yang diterima produsen dalam satuan Rupiah (Rp).

8. CPO Supporting Fund (CSF) adalah kebijakan yang ditetapkan oleh Pemerintah berupa pungutan ekspor dengan menghimpun dana dari pelaku usaha perkebunan kelapa sawit yang akan digunakan sebagai pendukung program pengembangan kelapa sawit yang berkelanjutan.

9. Pungutan CSF merupakan pungutan yang dikenakan kepada para eksportir produk kelapa sawit berupa ekspor minyak sawit mentah (CPO) dan ekspor produk-produk minyak sawit olahan dalam satuan Rupiah (Rp).

10. Harga ekspor CPO merupakan harga yang seharusnya dibayar atau akan dibayar untuk CPO yang diekspor berdasarkan harga FOB yang berarti

(11)

bahwa penjual bertanggung jawab atas barang dan semua biaya transportasi, asuransi, dll, sampai dengan barang dimuat di pelabuhan keberangkatan dalam satuan Rupiah (Rp).

11. Free on board (FOB) adalah istilah dalam impor/ekspor yang berkaitan dengan titik di mana tanggungjawab atas barang berpindah dari penjual (eksportir) kepada pembeli (importir).

12. Harga TBS di tingkat petani merupakan harga yang diterima petani pada tingkat usaha tani dalam satuan Rupiah (Rp).

13. Harga TBS di tingkat pedagang pengumpul merupakan harga yang diterima pedagang pada lokasi secara ekonomi oleh produsen dan pedagang perantara atau antar pedagang dalam satuan Rupiah (Rp).

14. Harga CPO di tingkat PKS merupakan harga yang dibayarkan pada saat tingkat PKS dalam satuan Rupiah (Rp).

15. Kebijakan B15 adalah kebijakan Pemerintah berkaitan dengan pemanfaatan biodiesel untuk bahan bakar mobil bermesin diesel. “B15” mengacu pada biosolar hasil pencampuran minyak solar dengan minyak sawit 15%.

16. Eksportir produk kelapa sawit adalah pelaku usaha yang melakukan ekspor produk kelapa sawit baik itu minyak mentah maupun produk olahannya.

3.5.2Batasan Operasional

1. Petani sampel adalah petani sawit rakyat yang memiliki luas lahan ≥ 1 ha.

2. Daerah penelitian dilakukan di Kecamatan Besitang, Kabupaten Langkat, Provinsi Sumatera Utara.

(12)

rakyat dan pedagang pengumpul Kecamatan Besitang, harga CPO domestik PT. Anugerah Langkat Makmur, harga CPO Ekspor PT. SMART dan marjin harga saluran pemasaran kelapa sawit rakyat Kecamatan Besitang Kabupaten Langkat.

(13)

BAB IV

DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN DAN

KARAKTERISTIK SAMPEL

4.1 Deskripsi Daerah Penelitian 4.1.1 Letak dan Geografis

Kecamatan Besitang berada di Kabupaten Langkat, Provinsi Sumatera Utara. Kecamatan ini berjarak 61 km dari kantor Bupati Kabupaten Langkat. Kecamatan ini berada 6 meter diatas permukaan laut.

Kecamatan ini mempunyai luas wilayah sekitar 72.075 Ha atau 720,75 km2

- Sebelah Utara : Kecamatan Pematang Jaya dan Pangkalan Susu dengan batas wilayah sebagai berikut:

- Sebelah Selatan : Kecamatan Batang Serangan dan Sei Lepan - Sebelah Barat : Provinsi Aceh

- Sebelah Timur : Kecamatan Berandan Barat dan Sei Lepan

Kecamatan Besitang memiliki curah hujan tercatat 2.066 mm dan hari hujan sebanyak 114 hari. Selama tahun 2014, curah hujan tertinggi terjadi pada Bulan Mei sebesar 279 mm dengan lamanya hari hujan sebanyak 16 hari seperti yang dicantumkan pada tabel 8 berikut ini.

Tabel 8. Statistik Geografi dan Iklim Kecamatan Besitang

Uraian Satuan Tahun 2014

Luas km2 720,75

Lahan Pertanian km2 29,943

Sawah km2 1,406

Bukan Sawah km2 28,537

Lahan Non Pertanian km2 42,131

Ketinggian dpl m 6

(14)

4.1.2 Keadaan Penduduk

Jumlah penduduk Kecamatan Besitang mencapai 45.678 jiwa pada tahun 2014 yang terdiri dari berbagai suku. Sebagaian besar penduduk kecamatan ini bersuku Melayu 75%, Suku Aceh 10%, Suku Jawa 8%, Batak 3%, dan lain-lain. Dengan kepadatan penduduk sebanyak 64 orang tiap km2

Tabel 9. Luas, Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk Dirinci Menurut Desa/Kelurahan pada Tahun 2014

tahun 2014. Sedangkan, jumlah rumah tangga di Kecamatan Besitang berjumlah 11.241 rumah tangga dengan rata-rata angota rumah tangga 4 jiwa per rumah tangga. Secara umum jumlah laki-laki lebih banyak dibandingkan dengan jumlah penduduk perempuan. Hal ini dapat terlihat dari sex ratio yang nilainya lebih besar dari 100 yaitu sebesar 102,04 persen. Artinya bila penduduk perempuan sebanyak 10.000 jiwa maka penduduk laki-laki sebanyak 10.204 jiwa..

No. Desa/Kelurahan Luas (km2 Jumlah Penduduk (orang) ) Kepadatan Penduduk/km2 1. Pir ADB 21,74 2.996 138 2. Sekoci 36,42 4.218 116 3. Bukit Mas 468,80 5.292 11 4. Halaban 48,51 8.646 178 5. Bukit Selamat 64,74 5.655 87 6. Pekan Besitang 37,14 7.543 203 7. Kampung Lama 13,06 3.794 291 8. Bukit Kubu 17,84 5.329 299 9. Suka Jaya 12,50 2.201 176 Jumlah 720,75 45.674 63

Sumber : BPS Kabupaten Langkat, 2015.

Berdasarkan tabel 9 diatas, jumlah penduduk terbanyak terdapat di Desa Halaban yaitu sebanyak 8.646 jiwa dengan kepadatan penduduk 178 jiwa per km², Kelurahan Pekan Besitang sebanyak 7.543 jiwa dan Desa Bukit Selamat sebanyak 5.655 jiwa. Sedangkan, penduduk paling sedikit berada di Desa Suka Jaya

(15)

sebanyak 2.201 jiwa. Kelurahan Bukit Kubu merupakan kelurahan yang paling padat penduduknya dengan kepadatan 299 jiwa per km² dan Desa Bukit Mas merupakan desa dengan kepadatan penduduk terkecil yaitu sebanyak 11 jiwa per km².

Tabel 10. Banyaknya Tenaga Kerja yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan dan Desa/Kelurahan pada Tahun 2014

Desa/Kelurahan Pertanian Industri/ Kerajinan

PNS/ ABRI

Perda- gangan

Angkutan Buruh Lainnya

Pir ADB 120 0 9 30 2 78 0 Sekoci 416 3 32 48 24 116 0 Bukit Mas 2.019 0 32 0 0 0 0 Halaban 4.762 124 26 42 58 1.296 2.210 Bukit Selamat 2.838 4 36 12 48 825 0 Pekan Besitang 419 467 87 128 11 95 743 Kampung Lama 458 18 6 10 5 385 470 Bukit Kubu 329 73 52 38 17 405 243 Suka Jaya 638 86 53 47 26 149 23 Jumlah 11.999 775 333 355 191 3.349 3.689

Sumber : Kantor Desa/Lurah se- Kec. Besitang, 2015

Berdasarkan pada tabel 10 diatas, sektor pertanian memiliki jumlah tenaga kerja terbanyak di Kecamatan Besitang sebanyak 11.999 tenaga kerja. Kemudian diikuti tenaga kerja yang bekerja pada sektor lainnya sebanyak 3.689 tenaga kerja dan sektor buruh sebanyak 3.349 tenaga kerja.

Jumlah rumah tangga usaha pertanian sub sektor perkebunan di Kecamatan Besitang adalah sebesar 47,21 persen atau 4.596 rumah tangga dan jumlah rumah tangga usaha pertanian sub sektor peternakan adalah sebesar 21,79 persen atau 2.121 rumah tangga. Sedangkan sub sektor tanaman pangan sebesar 21,25 persen atau 2.069 rumah tangga seperti yang terlihat pada gambar 7.

(16)

Gambar 7. Jumlah Rumah Tangga Pertanian Menurut Sub Sektor di Kecamatan Besitang 2013 (%)

4.2 Karakteristik Sampel

4.2.1 Karakteristik Petani Sawit Rakyat

Petani sawit adalah petani yang mengusahakan komoditi kelapa sawit diareal lahan yang dimilikinya. Karakteristik sosial sampel petani sawit yang akan disajikan meliputi umur petani sawit, pendidikan petani sawit, pengalaman bertani, dan jumlah tanggungan keluarga. Karakteristik petani sawit diperoleh dari para sampel dengan melakukan wawancara secara langsung di daerah penelitian yaitu di Kecamatan Besitang, Kabupaten Langkat.

1. Umur Petani Sawit

Adapun umur petani sawit merupakan salah satu faktor yang berkaitan erat dengan kemampuan kerja dalam melaksanakan kegiatan usaha tani sawit. Faktor umur memberikan kontribusi yang tinggi terhadap kegiatan pemeliharaan tanaman yang akhirnya mempengaruhi produksi dan pendapatan petani sawit. Keadaan

(17)

umur petani sawit sampel di daerah penelitian ini dapat disajikan pada tabel 11 dibawah ini.

Tabel 11. Keadaan Kelompok Umur Petani Sawit Responden Di Kecamatan Besitang, Tahun 2016

No Kelompok Umur (Tahun) Jumlah (Orang) Persentase (%)

1. 26-35 8 8,4 2. 36-45 30 31,6 3. 46-55 31 32,7 4. 56-65 20 21,0 5. >65 6 6,3 Jumlah 95 100

Sumber : Data Primer diolah, Lampiran 1

Dari tabel 12 tentang kelompok umur petani sampel diketahui bahwa 90,5% masuk ke dalam kelompok umur produktif (umur 15-64 tahun), sedangkan sisanya (9,5%) masuk kedalam kelompok umur tidak produktif.

2. Pendidikan Petani Sawit

Adapun tingkat pendidikan petani sawit di Kecamatan Besitang yang menjadi sampel sangat bervariasi mulai dari tidak pernah bersekolah hingga S1. Tingkat pendidikan petani sampel di Kecamatan Besitang disajikan pada tabel 12 dibawah ini.

Tabel 12. Tingkat Pendidikan Sampel Petani Sawit di Kecamatan Besitang, Tahun 2016

No Tingkat Pendidikan Jumlah (Orang) Persentase (%)

1. Tidak Pernah Bersekolah 5 5,3

2 SD 34 35,8 3. SMP 25 26,4 4. SMA 29 30,5 5. D3/Sederajat 1 1,0 6. S1/Sederajat 1 1,0 Jumlah 95 100

(18)

Dari tabel 13 dapat diketahui sebanyak 90 orang petani sampel (94,7%) dapat mengecam bangku pendidikan dari SD sampai Universitas. Ada 5 (lima) sampel tidak pernah menduduki bangku sekolah. Sampel ini pada saat penelitian berumur diatas 50 tahun.

3. Pengalaman Bertanam Sawit

Pengalaman bertanam sawit merupakan salah satu faktor yang menentukan kemampuan petani sawit dalam produktivitas usahanya. Semakin tinggi pengalaman usahanya maka besar peluang memiliki kapasitas teknis dan manajerial yang lebih baik, sehingga akan turut mempengaruhi pendapatan yang diterima. Tingkat pengalaman usaha tani petani sawit di Kecamatan Besitang disajikan pada tabel 13 dibawah ini.

Tabel 13. Pengalaman Usaha Sampel Petani Sawit di Kecamatan Besitang, Tahun 2016

No Pengalaman Usaha Tani Sawit (Tahun)

Jumlah (orang) Persentase (%)

1. 1-10 44 46,4

2. 11-15 28 29,5

3. 16-20 17 17,8

4. >20 6 6,3

Jumlah 95 100

Sumber :Data Olahan Primer, Lampiran 1

Dari tabel 13 tentang pengalaman usaha petani sawit diketahui bahwa rata-rata pengalaman usaha tani sawit di Kecamatan Besitang sudah cukup tinggi (12,8 tahun).

(19)

4. Jumlah Tanggungan Keluarga

Jumlah tanggungan keluarga adalah jumlah orang yang harus dibiayai oleh keluarga petani sawit. Besar tanggungan keluarga petani sawit sampel disajikan pada tabel 14 dibawah ini.

Tabel 14. Jumlah Tanggungan Petani Sawit di Kecamatan Besitang, Tahun 2016

No Jumlah Tanggungan (orang) Jumlah (Orang) Persentase (%)

1. 0 2 2,1 2. 1 27 28,5 3. 2 16 16,9 4. 3 18 18,9 5. 4 19 20 6. 5 6 6,3 7. 6 5 5,2 8. 7 2 2.1 Jumlah 95 100

Sumber :Data Olahan Primer, Lampiran 1

Dari tabel 14 tentang tanggungan petani sawit dapat diketahui bahwa rata-rata jumlah tanggungan keluarga petani sawit di Kecamatan Besitang adalah 2 orang. Dari hasil penelitian diperoleh data bahwa petani sampel yang tidak memiliki tanggungan sebanyak 2 (dua) orang adalah masuk dalam usia 50-65 tahun.

5. Luas Lahan

Lahan merupakan salah satu faktor produksi dalam usahatani selain tenaga kerja dan permodalan. Luas lahan berbanding lurus dengan produksi dan tingkat pendapatan. Artinya semakin luas lahan seseorang akan semakin besar pula hasil produksi dan pendapatan yang diperoleh. Berikut disajikan data luas lahan petani sawit pada tabel 15.

(20)

Tabel 15. Luas Lahan Petani Sawit di Kecamatan Besitang, Tahun 2016 No Luas Areal (Ha) Jumlah (Orang) Persentase (%)

1. 1 26 27,3 2. 1.5 13 13,7 3. 2 28 29,5 4. 2.5 7 7,4 5. 3 7 7,4 6. >3 14 14,7 Jumlah 95 100

Sumber :Data Olahan Primer, Lampiran 1

Dari tabel 15 tentang luas lahan petani sawit dapat diketahui bahwa rata-rata luas areal petani sawit di Kecamatan Besitang adalah 2 Ha. Dari hasil penelitian diperoleh data bahwa petani sampel yang memiliki luas lahan >5 Ha sebanyak 6 (enam) orang.

4.2.2 Karakteristik Pedagang Pengumpul

Pedagang pengumpul adalah pedagang perantara yang membeli TBS petani untuk dijual kembali ke PKS. Karakteristik sosial sampel pedagang pengumpul yang akan disajikan meliputi umur, tingkat pendidikan, pengalaman usaha, dan jumlah tanggungan keluarga. Karakteristik pedagang pengumpul diperoleh dari para sampel dengan melakukan wawancara secara langsung di daerah penelitian yaitu di Kecamatan Besitang, Kabupaten Langkat dengan jumlah responden sebanyak 6 (enam) orang.

(21)

1. Umur Pedagang Pengumpul

Keadaan umur sampel pedagang pengumpul di daerah penelitian ini dapat disajikan pada tabel 16 berikut ini.

Tabel 16. Keadaan Kelompok Umur Pedagang Pengumpul Responden Di Kecamatan Besitang, Tahun 2016

No Kelompok Umur (Tahun) Jumlah (Orang) Persentase (%)

1. 30-40 4 66,6

2. 40-50 1 16,7

3. >50 1 16,7

Jumlah 6 100

Sumber : Data Primer diolah, Lampiran 2

Dari tabel 16 tentang kelompok umur pedagang pengumpul sampel diketahui bahwa 100% masuk ke dalam kelompok umur produktif (umur 15-64 tahun). 2. Pendidikan Pedagang Pengumpul

Adapun tingkat pendidikan pedagang pengumpul di Kecamatan Besitang disajikan pada tabel 17 berikut ini.

Tabel 17. Tingkat Pendidikan Sampel Pedagang Pengumpul di Kecamatan Besitang, Tahun 2016

No Tingkat Pendidikan Jumlah (Orang) Persentase (%) 1. 2. SMP SMA 1 5 16,6 83,4 Jumlah 6 100

Sumber :Data Olahan Primer, Lampiran 2

Dari tabel 17 dapat diketahui sebagian besar pedagang pengumpul sampel (83,4%) dapat mengecam bangku pendidikan SMA.

(22)

3. Pengalaman Usaha

Tingkat pengalaman usaha pedagang pengumpul di Kecamatan Besitang disajikan pada tabel 18 berikut ini.

Tabel 18. Pengalaman Usaha Sampel Pedagang Pengumpul di Kecamatan Besitang, Tahun 2016

No Pengalaman Usaha (Tahun) Jumlah (orang) Persentase (%)

1. 1-10 2 33,3

2. 11-15 2 33,3

3. 16-20 2 33,3

Jumlah 6 100

Sumber :Data Olahan Primer, Lampiran 2

Dari tabel 18 tentang pengalaman usaha pedagang pengumpul diketahui bahwa rata-rata pengalaman usaha pedagang pengumpul di Kecamatan Besitang sudah cukup tinggi (10 tahun).

4. Jumlah Tanggungan Keluarga

Jumlah tanggungan keluarga adalah jumlah orang yang harus dibiayai oleh keluarga pedagang pengumpul. Besar tanggungan keluarga pedagang pengumpul sampel disajikan pada tabel 19 berikut ini.

Tabel 19. Jumlah Tanggungan Pedagang Pengumpul di Kecamatan Besitang, Tahun 2016

No Jumlah Tanggungan (orang) Jumlah (Orang) Persentase (%)

1. 3 5 83,4

2. 4 1 16,6

Jumlah 6 100

Sumber :Data Olahan Primer, Lampiran 2

Dari tabel 19 tentang tanggungan pedagang pengumpul dapat diketahui bahwa rata-rata jumlah tanggungan keluarga pedagang pengumpul di Kecamatan Besitang adalah 3 orang.

(23)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Simulasi Dampak Pungutan CPO Supporting Fund Terhadap Harga TBS Tingkat Petani Kecamatan Besitang Kabupaten Langkat

5.1.1 Perkembangan Harga TBS Sebelum Pungutan CPO Supporting Fund Perkembangan harga rata-rata TBS petani di Kecamatan Besitang Kabupaten Langkat sebelum adanya pungutan CSF terlihat berfluktuasi seperti yang terdapat pada Gambar 8 berikut ini.

Sumber : Lampiran 3

Gambar 8. Perkembangan Harga Rata-Rata TBS Petani Sebelum Pungutan CSF (Januari-Juni 2015)

Dari Gambar 8. dapat diuraikan bahwa perkembangan harga rata-rata TBS petani sebelum pungutan CSF (Januari – Juni 2015) cenderung mengalami fluktuasi dimana pada bulan Januari ke Februari turun sekitar Rp 5,26/kg. Pada bulan Februari ke Maret mengalami kenaikan sekitar Rp 41,26/kg. Bulan Maret ke bulan April mengalami penurunan sekitar Rp 45,05/kg. Bulan April ke bulan Mei mengalami penurunan kembali sekitar Rp 34,21/kg. Tetapi pada bulan Mei ke

(24)

5.1.2 Perkembangan Harga TBS Setelah Pungutan CPO Supporting Fund Sedangkan perkembangan harga rata-rata TBS petani setelah pungutan CPO Supporting Fund di Kecamatan Besitang Kabupaten Langkat disajikan pada Gambar 9.

Sumber : Lampiran 3

Gambar 9. Perkembangan Harga Rata-Rata TBS Petani Setelah Pungutan CSF (Juli-Desember 2015)

Dari Gambar 9. dapat diuraikan bahwa perkembangan harga rata-rata TBS petani setelah pungutan CSF (Juli – Desember 2015) cenderung mengalami penurunan yang cukup jauh dari harga sebelum pungutan dijalankan. Pada bulan Juli ke Agustus turun sekitar Rp 129,47/kg. Pada bulan Agustus ke September mengalami penurunan kembali sekitar Rp 36,21/kg. Bulan September ke bulan Oktober baru naik kembali sekitar Rp 62,53/kg. Bulan Oktober ke November harga TBS turun kembali sekitar Rp 45,47/kg. Tetapi menuju akhir tahun pada bulan November ke Desember mengalami kenaikan kembali sekitar Rp 64,11/kg. Harga TBS petani setelah adanya pungutan CSF, memang mengalami penurunan pada awal-awal bulan CSF dijalankan. Tetapi pada bulan Oktober sampai Desember tahun 2015, harga TBS petani mulai bergerak naik kembali. Ini

(25)

menyatakan bahwa pungutan CSF tidak berdampak kepada harga TBS di tingkat petani. Walaupun Dinas Perkebunan Kabupaten Langkat mengetahui kebijakan pungutan CPO Supporting Fund ini, tetapi para petani di Kecamatan Besitang Kabupaten Langkat, banyak yang tidak mengetahui kebijakan tersebut. Mereka hanya mengetahui bahwa harga TBS sedang turun dikarenakan pedagang pengumpul atau PKS yang menentukan harga TBS mereka.

Sebelum adanya pungutan CSF, harga rata-rata TBS berfluktuasi dimana harga tertinggi mencapai Rp 1.340/kg dan harga terendah mencapai Rp 1.261/kg. Sebelum adanya pungutan tersebut, harga TBS masih dapat mencapai lebih dari Rp 1.000/kg. Sedangkan setelah pungutan CSF diberlakukan, harga rata-rata TBS mulai menunjukkan tren negatif dimana pada 3 (tiga) bulan awal yaitu bulan Juli, Agustus dan September harga TBS sedang turun-turunnya. Memang pada bulan selanjutnya harga TBS mulai naik tapi tidak terlalu besar. Harga tertinggi TBS hanya mencapai Rp 1.000/kg dan harga terendah TBS mencapai Rp 842/kg.

Berdasarkan hasil wawancara dengan para petani, mereka mengaku belum mengetahui kebijakan CSF yang sedang berjalan sekarang ini. Memang pada pertengahan tahun 2015 harga TBS di Kecamatan Besitang sedang menurun dan mencapai harga dibawah Rp 1.000/kg. Tetapi, mereka mengatakan harga TBS turun dikarenakan sedang musim hujan sehingga produksi TBS sedang melimpah. Mereka juga mengatakan bahwa pihak PKS maupun pedagang pengumpul tidak memberi informasi apapun mengenai adanya pungutan tersebut. Mereka hanya diberitahu harga TBS sedang turun dikarenakan harga CPO dunia juga sedang turun. Selain itu, mereka juga mengatakan tidak ada pungutan yang dilakukan

(26)

Berdasarkan hasil wawancara dengan pedagang pengumpul, mereka mengatakan juga tidak mengetahui informasi mengenai kebijakan CSF. Tetapi, harga TBS pada pertengahan tahun 2015 mengalami penurunan sampai mencapai harga dibawah Rp 1.000/kg. Mereka hanya diberi informasi oleh pihak PKS bahwa harga TBS sedang turun dikarenakan harga CPO dunia juga sedang turun. Mereka juga tidak dapat memprotes apapun mengenai ketentuan harga yang diberi oleh pihak PKS.

Lain halnya dengan Dinas Perkebunan Kabupaten Langkat yang mengetahui mengenai kebijakan CSF ini tetapi mereka mengaku bahwa belum ada bantuan dari Pemerintah yang berasal dari dana pungutan tersebut. Mereka berharap bahwa Pemerintah dapat merealisasikan bantuan dana untuk petani sawit yang ada di Kabupaten Langkat sehingga para petani dapat juga merasakan dampak yang positif dari kebijakan CSF tersebut.

Berdasarkan hasil di lapangan, memang belum dapat dipastikan pungutan tersebut menyebabkan harga TBS rendah. Pihak PKS pada saat ditanya mengenai kebijakan CSF ini, mereka hanya mengatakan bahwa ada dampak pungutan CSF terhadap harga CPO yang dijual. Tetapi mereka tidak bisa menjelaskan lebih lanjut mengenai hal ini karena merupakan rahasia perusahaan terkait soal biaya pungutan tersebut. Hal ini menyebabkan pungutan CSF bukanlah faktor yang dapat menyebabkan rendahnya harga TBS petani.

(27)

+ - + - - +

5.1.3 Simulasi Dampak Kebijakan CPO Supporting Fund Terhadap Harga TBS Petani Rakyat

Simulasi yang dimaksud disini adalah penggambaran suatu sistem atau proses dari kebijakan pungutan CPO Supporting Fund tersebut bisa mempengaruhi harga TBS petani rakyat. Adapun causal loop diagram diuraikan pada Gambar 10 berikut ini:

Gambar 10. Causal Loop Diagram (CLD). Anak panah bertanda positif (+) berarti sebab akan menambah akibat atau sebab mempengaruhi akibat dalam arah perubahan yang sama. Anak panah bertanda negatif (–) berarti sebab akan mengurangi akibat atau sebab mempengaruhi akibat dalam arah perubahan yang berlawanan.

Dari Gambar 10. dapat diuraikan bahwa secara teori kebijakan CPO Supporting Fund memungkinkan dapat mengakibatkan penurunan volume ekspor CPO. Penurunan ini akan berimbas kepada persediaan CPO domestik. Hal ini

Volume CPO Ekspor

Persediaan CPO Domestik Pungutan CSF

Harga TBS Petani

Harga CPO Domestik

Harga CPO Tingkat PKS

Harga TBS Tingkat Pedagang Pengumpul

(28)

CPO domestik yang melimpah akan menurunkan harga CPO domestik. Ketika harga CPO domestik turun maka harga CPO yang akan dijual PKS juga ikut turun. Harga CPO yang turun mengakibatkan pihak PKS akan membeli TBS dengan harga rendah baik dari pihak pedagang pengumpul maupun petani.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa volume ekspor CPO Sumatera Utara mengalami penurunan setelah pungutan CSF tersebut diberlakukan berdasarkan data yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) berikut ini.

Tabel 20. Volume Ekspor CPO Sumatera Utara Tahun 2015

Periode Bulan Berat Bersih (kg) Nilai (U$ Dolar) Sebelum adanya

pungutan CSF Januari-Juni 317.990.338 $194.630.431 Sesudah adanya

pungutan CSF Juli-Desember 291.323.860 $150.183.137

Sumber : Statistik Perdagangan Luar Negeri Ekspor Impor Tahun 2015

Dari Tabel 20. dapat disimpulkan bahwa volume ekspor CPO Provinsi Sumatera Utara pada saat pungutan CSF belum diberlakukan dengan sesudah diberlakukan, terlihat mengalami penurunan sebesar 26.666.478 kg. Begitu juga dengan nilai ekspor CPO Provinsi Sumatera Utara yang mengalami penurunan sebesar $44.447.294.

Nilai ekspor CPO mengalami penurunan dikarenakan harga CPO dunia yang juga mengalami penurunan. Berdasarkan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara oleh Bank Indonesia (2016), menurunnya permintaan dan melimpahnya pasokan menyebabkan penurunan harga CPO. Selain itu, produk CPO yang belum dapat diterima baik oleh Eropa, terkait dengan intensi perlindungan industri minyak nabati lokal, turut menyebabkan tersendatnya

(29)

adanya peningkatan produksi CPO dari tahun 2014 ke tahun 2015 seperti yang disajikan pada Tabel 21. berikut ini.

Tabel 21. Produksi Tanaman Perkebunan Kelapa Sawit (CPO)

Wilayah Produksi CPO (ton)

2014 2015

Langkat 403.077,25 714.192,29

Sumatera Utara 4.029.832,71 11.027.357,98

Sumber: Dinas Perkebunan Provinsi Sumatera Utara

Berdasarkan data dari Dinas Perkebunan Provinsi Sumatera Utara (Tabel 21.) menunjukkan bahwa produksi CPO Kabupaten Langkat mengalami peningkatan dari tahun 2014 ke tahun 2015 sebesar 311.115,04 ton. Begitu juga dengan produksi CPO Sumatera Utara yang mengalami peningkatan juga sebesar 6.997.525,27 ton. Produksi CPO disajikan pada Tabel 22. berikut ini.

Tabel 22. Harga CPO Domestik Provinsi Sumatera Utara Tahun 2015

Periode Bulan Harga (Rp/kg)

Sebelum diberlakukan pungutan CSF Januari 7.895,92 Februari 7.696,98 Maret 7.805,83 April 7.196.54 Mei 7.236,45 Juni 7.604,22 Sesudah diberlakukan pungutan CSF Juli 7.143,98 Agustus 6.468,67 September 5.742,58 Oktober 6.426,18 November 5.805,35 Desember 6.069,84

Sumber: Dinas Perkebunan Provinsi Sumatera Utara

Tabel 22. menyatakan bahwa harga CPO domestik secara bertahap mengalami penurunan yang signifikan. Dimana pada saat pungutan CSF belum diberlakukan harga CPO domestik masih mencapai harga diatas Rp 7.000/kg, tetapi setelah pungutan CSF tersebut diberlakukan harga CPO domestik turun mencapai harga

(30)

dibawah Rp 6.000/kg. Secara grafik, harga CPO domestik Provinsi Sumatera Utara Tahun 2015 ditunjukkan pada Gambar11 berikut ini.

Gambar 11. Harga CPO Domestik Provinsi Sumatera Utara Tahun 2015 Turunnya harga CPO domestik menyebabkan harga di PKS ikut turun juga. Disini peneliti mendapatkan harga CPO domestik dari PT. Anugerah Langkat Makmur yang berada di Kecamatan Besitang Kabupaten Langkat. Selain memiliki kebun sendiri, PT. Anugerah Langkat Makmur juga membeli TBS dari petani rakyat yang ada di Kecamatan Besitang Kabupaten Langkat. Harga CPO PT. Anugerah Langkat Makmur diuraikan pada Tabel 23. berikut ini.

Tabel 23. Harga CPO PT. Anugerah Langkat Makmur Tahun 2015

Periode Bulan Harga (Rp/kg)

Sebelum diberlakukan pungutan CSF

Januari 7.974 Februari 8.125 Maret 8.154 April 7.522 Mei 7.710 Juni 7.658

Sesudah diberlakukan pungutan CSF

Juli 7.056 Agustus 5.692 September 5.806 Oktober 6.177 November 5.766 Desember 6.270

(31)

Tabel 23. menunjukkan bahwa harga CPO domestik PT. Anugerah Langkat Makmur mengalami fluktuasi tetapi secara keseluruhan mengalami penurunan dimana harga pada periode sebelum diberlakukannya pungutan CSF dapat mencapai harga diatas Rp 7.000/kg, tetapi setelah pungutan CSF tersebut diberlakukan harga CPO PT. Anugerah Langkat Makmur mengalami penurunan mencapai harga dibawah Rp 6.000/kg. Secara grafik, harga CPO PT. Anugerah Langkat Makmur Tahun 2015 ditunjukkan pada Gambar 12 berikut ini.

Gambar 12. Harga CPO PT. Anugerah Langkat Makmur Tahun 2015

Penurunan yang terjadi pada harga CPO PT. Anugerah Langkat Makmur menyebabkan pabrik membeli TBS dari pedagang pengumpul di Kecamatan Besitang Kabupaten Langkat dengan harga yang rendah pula. Ini bisa dilihat pada Tabel 24.

Tabel 24. Harga Rata-RataTBS Tingkat Pedagang Pengumpul Tahun 2015

Periode Bulan Harga (Rp/kg)

Sebelum diberlakukan pungutan CSF

Januari 1.358,33 Februari 1.400,00 Maret 1.416,67 April 1.378,33 Mei 1.320,00 Juni 1.391,67 Juli 1.025,00

(32)

Oktober 941,67

November 928,33

Desember 1.000,00

Sumber: Lampiran 4 diolah

Dari Tabel 24. dapat diuraikan bahwa harga rata-rata TBS tingkat pedagang pengumpul berfluktuasi dimana harga TBS sebelum diberlakukannya pungutan CSF dapat mencapai harga diatas Rp 1.300/kg, sedangkan pada saat pungutan CSF diberlakukan harga TBS menurun sampai mencapai harga Rp 900/kg. Secara grafik, harga rata-rata TBS pedagang pengumpul Tahun 2015 ditunjukkan pada Gambar 13 berikut ini.

Gambar 13. Harga Rata-Rata TBS Pedagang Pengumpul Tahun 2015

Penurunan harga TBS yang diterima oleh pedagang pengumpul menyebabkan mereka juga membeli TBS dari petani rakyat dengan harga yang rendah pula seperti yang terdapat pada Tabel 25.

Tabel 25. Harga Rata-RataTBS Tingkat Petani Rakyat Tahun 2015

Periode Bulan Harga (Rp/kg)

Sebelum diberlakukan pungutan CSF

Januari 1.302,95 Februari 1.297,68 Maret 1.338,95 April 1.293,89 Mei 1.259,68 Juni 1.313,16

Sesudah diberlakukan pungutan CSF

Juli 1.010,00

(33)

Oktober 906,84

November 861,37

Desember 925,47

Sumber: Lampiran 3 diolah

Dari Tabel 25. menunjukkan bahwa harga rata-rata TBS tingkat petani rakyat berfluktuasi dimana harga TBS sebelum diberlakukannya pungutan CSF dapat mencapai harga diatas Rp 1.200/kg, sedangkan pada saat pungutan CSF diberlakukan harga TBS menurun sampai mencapai harga dibawah Rp 900/kg pada bulan Agustus, September dan November. Secara grafik, harga rata-rata TBS petani Kecamatan Besitang Kabupaten Langkat Tahun 2015 ditunjukkan pada Gambar 14 berikut ini.

Gambar 14. Harga Rata-Rata TBS Petani Kecamatan Besitang Tahun 2015

Turunnya harga TBS setelah adanya pungutan tidaklah berlangsung lama atau hanya dalam jangka pendek saja (Juli 2015 – Desember 2015). Pada bulan Januari tahun 2016 sampai bulan Mei 2016 harga TBS meningkat kembali. Ini bisa saja disebabkan karena permintaan bahan bakar nabati (biodiesel) meningkat karena kebijakan B15 sudah dijalankan dimana ini merupakan salah satu tujuan dari dibuatnya kebijakan CPO Supporting Fund tersebut. Harga TBS petani yang

(34)

dampak dari pungutan CSF tersebut. Harga TBS yang bergerak turun disebabkan karena harga CPO dunia juga sedang mengalami penurunan.

5.2 Simulasi Dampak Pungutan CPO Supporting Fund Terhadap Harga CPO Ekspor

5.2.1 Perkembangan Harga CPO Ekspor Sebelum Pungutan CPO Supporting Fund

Perkembangan harga ekspor CPO sebelum pungutan CPO Supporting Fund

disajikan pada Gambar 15.

Sumber : Lampiran 6

Gambar 15. Perkembangan Harga Rata-Rata TBS Petani Sebelum Pungutan CSF (Januari-Juni 2015)

Dari Gambar 15. dapat diuraikan bahwa perkembangan harga ekspor CPO sebelum pungutan CSF (Januari – Juni 2015) cenderung mengalami kenaikan walaupun ada masa dimana harga ekspor CPO turun. Pada bulan Januari ke Februari harga ekspor naik sekitar Rp 84. Pada bulan Februari ke Maret mengalami kenaikan kembali sekitar Rp 86. Bulan Maret ke bulan April mengalami penurunan sekitar Rp 233. Bulan April ke bulan Mei mengalami

(35)

kenaikan sekitar Rp 70. Dan pada bulan Mei ke Juni mengalami kenaikan kembali sekitar Rp 260.

Naik turun harga ekspor CPO disebabkan oleh beberapa faktor yaitu harga CPO dunia dan pajak atau pungutan yang ditetapkan oleh Pemerintah terhadap barang ekspor. Harga CPO dunia yang tinggi dapat menyebabkan harga ekspor CPO juga menjadi naik sehingga pihak eksportir akan mengekspor CPO dalam jumlah banyak. Ini dapat menyebabkan harga CPO domestik menjadi tinggi karena persediaan di domestik berkurang. Dan keadaan ini dapat meningkatkan daya beli TBS petani.

Pajak atau pungutan yang ditetapkan oleh Pemerintah terhadap barang ekspor biasanya akan dibebankan kepada pihak eksportir. Pihak eksportir akan menurukan volume ekspor dikarenakan pungutan tersebut. Hal ini mengakibatkan jumlah CPO di pasar domestik akan melimpah dan menyebabkan harga jual CPO menjadi rendah. Pada saat harga CPO rendah maka daya beli TBS pun ikut turun pula.

5.2.2 Perkembangan Harga CPO Ekspor Setelah Pungutan CPO Supporting Fund

Adapun perkembangan harga CPO ekspor setelah pungutan CPO Supporting Fund disajikan pada Gambar 16.

(36)

Sumber : Lampiran 6

Gambar 16. Perkembangan Harga CPO Ekspor Setelah Pungutan CSF (Juli-Desember 2015)

Gambar 16. menunjukkan bahwa perkembangan harga CPO ekspor setelah pungutan CSF (Juli – Desember 2015) cenderung mengalami penurunan pada bulan-bulan awal kebijakan tersebut dijalankan. Pada bulan Juli ke Agustus harga ekspor mengalami penurunan yang cukup banyak sekitar Rp 1.054 per kg. Pada bulan Agustus ke September naik sedikit sekitar Rp 68. Bulan September ke bulan Oktober mengalami kenaikan kembali sekitar Rp 362. Bulan Oktober ke November turun kembali sekitar Rp 574. Tetapi menuju akhir tahun pada bulan November ke Desember harga ekspor CPO mengalami kenaikan kembali sekitar Rp 399 per kg.

Harga ekspor CPO cenderung mengalami penurunan yang cukup jauh dibandingkan dengan penurunan harga TBS petani. Perbedaan harga CPO ekspor sebelum (Januari 2015) dan sesudah (Desember 2015) pungutan CPO Supporting Fund berkisar Rp 872/kg.

(37)

+ -

-

+

Rp 6.788/kg. Harga ekspor CPO biasanya berpatokan kepada harga CPO dunia. Dimana ketika harga CPO dunia naik maka harga ekspor CPO akan naik sedangkan bila harga CPO dunia turun maka harga ekspor CPO juga ikut turun. Harga ekspor CPO menunjukkan adanya perubahan dikarenakan harga CPO dunia juga sedang turun.

5.2.3 Simulasi Dampak Pungutan CPO Supporting Fund Terhadap Harga CPO Ekspor

Simulasi dari dampak kebijakan pungutan CPO Supporting Fund terhadap harga CPO ekspor diuraikan pada Gambar 17 berikut ini:

Gambar 17. Causal Loop Diagram (CLD). Anak panah bertanda positif (+) berarti sebab akan menambah akibat atau sebab mempengaruhi akibat dalam arah perubahan yang sama. Anak panah bertanda negatif (–) berarti sebab akan mengurangi akibat atau sebab mempengaruhi akibat dalam arah perubahan yang berlawanan.

Dari Gambar 17. dapat diuraikan bahwa secara teori kebijakan pungutan CPO Volume CPO Ekspor

Persediaan CPO Dunia Pungutan CSF

Harga CPO Ekspor Harga CPO Dunia

(38)

CPO. Penurunan volume ekspor akan mengakibatkan persediaan CPO dunia mengalami penurunan pula. Ketika persediaan CPO dunia berkurang maka harga CPO dunia akan mengalami peningkatan. Meningkatnya harga CPO dunia akan berimbas kepada harga ekspor CPO yang ikut meningkat pula.

Hasil penelitian pada Tabel 21. volume ekspor CPO Sumatera Utara terlihat mengalami penurunan setelah diberlakukannya kebijakan pungutan CSF tersebut. Hal ini mendukung teori dimana pungutan CSF dapat menyebabkan volume ekspor CPO menjadi turun. Harga CPO dunia terlihat menurun di sepanjang tahun 2015. Hal ini dikarenakan jumlah persediaan minyak nabati dunia yang tetap melimpah. Harga CPO dunia disajikan pada Tabel 26. berikut ini.

Tabel 26. Harga CPO Dunia Tahun 2015

Periode Bulan Harga (Rp/kg)

Sebelum diberlakukan pungutan CSF

Januari 8.521 Februari 8.611 Maret 8.681 April 8.485 Mei 8.562 Juni 8.854

Sesudah diberlakukan pungutan CSF

Juli 8.453 Agustus 7.546 September 7.609 Oktober 7.990 November 7.570 Desember 7.852 Sumber: smart-tbk.com

Tabel 26. menunjukkan bahwa harga CPO dunia mengalami penurunan yang cukup signifikan pada saat periode pungutan CSF tersebut diberlakukan. Sebelum diberlakukannya pungutan CSF (Januari-Juni), harga CPO dunia mencapai harga diatas Rp 8.000/kg, sedangkan pada saat periode pungutan CSF diberlakukan (Juli-Desember) harga CPO dunia lebih dominan dikisaran harga dibawah

(39)

Rp 8.000/kg. Secara grafik, harga CPO dunia tahun 2015 ditunjukkan pada Gambar 18 berikut ini.

Gambar 18. Harga CPO Dunia Tahun 2015

Penurunan harga CPO dunia ini disebabkan adanya panen raya CPO di beberapa negara produsen utama di tengah permintaan yang masih relatif stagnan sehingga menyebabkan lambatnya perbaikan harga. Naik turunnya harga CPO dunia juga mempengaruhi harga ekspor CPO seperti yang disajikan pada Tabel 27 berikut ini.

Tabel 27. Harga CPO Ekspor Tahun 2015

Periode Bulan Harga (Rp/kg)

Sebelum diberlakukan pungutan CSF

Januari 8.059 Februari 8.143 Maret 8.229 April 7.996 Mei 8.066 Juni 8.326

Sesudah diberlakukan pungutan CSF

Juli 7.986 Agustus 6.932 September 7.000 Oktober 7.362 November 6.788 Desember 7.187 Sumber: smart-tbk.com

(40)

Pada Tabel 27. dapat dilihat bahwa harga CPO ekspor juga mengalami keadaan yang sama seperti harga CPO dunia yang mengalami penurunan pada saat setelah diberlakukannya pungutan CSF. Periode bulan Januari sampai bulan Juni harga ekspor CPO dominan berada diatas Rp 8.000/kg, sedangkan periode bulan Juli sampai bulan Desember harga CPO ekspor rata-rata berada dibawah Rp 8.000/kg. Secara grafik, harga CPO ekspor tahun 2015 ditunjukkan pada Gambar 19 berikut ini.

Gambar 19. Harga CPO Ekspor Tahun 2015

Penurunan harga CPO ekspor dipengaruhi oleh harga CPO dunia yang sedang turun juga. Volume ekspor CPO Sumatera Utara yang mengalami penurunan tidak dapat meningkatkan harga CPO dunia bisa saja disebabkan karena masih banyaknya persediaan minyak nabati dunia sehingga harga CPO dunia juga relatif turun.

Menurut teori, ketika ada pungutan CSF, volume ekspor CPO akan mengalami penurunan. Ketika persediaan CPO dunia menurun, harga CPO dunia akan meningkat. Harga CPO dunia yang tinggi akan berimbas kepada harga CPO ekspor yang ikut meningkat. Hasil yang saya peroleh, volume ekspor memang

(41)

volume ekspor tidak dapat menaikkan harga CPO dunia yang rendah setelah adanya pungutan CSF tersebut. Berdasarkan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara oleh Bank Indonesia (2016), kemerosotan harga CPO disebabkan adanya panen raya CPO di beberapa negara produsen utama di tengah permintaan yang masih relatif stagnan. Hal ini menyebabkan lambatnya perbaikan harga. Sehingga walaupun volume ekspor CPO mengalami penurunan, harga CPO dunia dan harga CPO ekspor masih mengalami penurunan juga. Hal ini menunjukkan bahwa kebijakan pungutan CSF tidak berdampak kepada harga ekspor CPO.

5.3 Simulasi Dampak Pungutan CPO Supporting Fund Terhadap Marjin Harga TBS dan CPO

5.3.1 Perkembangan Marjin Harga Sebelum Pungutan CPO Supporting Fund Marjin harga merupakan selisih antara harga yang dibayar kepada penjual pertama dan harga yang dibayar oleh pembeli terakhir. Dalam penelitian ini terdapat marjin harga TBS dan marjin harga CPO. Kedua marjin harga tersebut tidak bisa digabungkan karena perbedaan produk (barang). Marjin harga TBS merupakan selisih antara harga yang dibayar oleh pedagang pengumpul kepada petani dengan harga yang dibayar oleh PKS kepada pedagang pengumpul. Sedangkan marjin harga CPO merupakan selisih antara harga CPO domestik dengan harga CPO ekspor dan harga CPO ekspor dengan harga CPO dunia. Perkembangan marjin harga TBS sebelum pungutan CPO Supporting Fund disajikan pada Gambar 20.

(42)

S umber : Lampiran 8

Gambar 20. Perkembangan Marjin Harga TBS Sebelum Pungutan CSF (Januari-Juni 2015)

Dari Gambar 20. dapat diuraikan bahwa perkembangan marjin harga TBS sebelum pungutan CSF (Januari – Juni 2015) cenderung mengalami fluktuasi dimana terdapat beberapa bulan yang mengalami kenaikan dan penurunan marjin harga TBS. Pada bulan Januari ke Februari marjin harga TBS naik sekitar Rp 46,98/kg. Pada bulan Februari ke Maret mengalami penurunan sekitar Rp 24,61/kg. Bulan Maret ke bulan April mengalami kenaikan sekitar Rp 6,73/kg. Bulan April ke bulan Mei mengalami penurunan sekitar Rp 24,12/kg. Dan pada bulan Mei ke Juni mengalami kenaikan kembali sekitar Rp 18,18/kg.

Naik turunnya marjin harga TBS dipengaruhi oleh naik turunnya harga TBS yang dibayar oleh pedagang pengumpul ke petani dan pihak PKS ke pedagang pengumpul. Biasanya perbedaan harga TBS yang diterima masing-masing pelaku pemasaran kelapa sawit berkisar Rp 50/kg sampai Rp 100/kg.

Adapun perkembangan marjin harga CPO (PKS- Ekspor) sebelum pungutan CPO Supporting Fund disajikan pada Gambar 21.

(43)

Sumber : Lampiran 9

Gambar 21. Perkembangan Marjin Harga CPO (PKS-Ekspor) Sebelum Pungutan CSF (Januari-Juni 2015)

Dari Gambar 21. dapat diuraikan bahwa perkembangan marjin harga CPO sebelum pungutan CSF (Januari – Juni 2015) cenderung mengalami kenaikan setiap bulannya. Pada bulan Januari ke Februari marjin harga CPO turun sekitar Rp 67/kg. Pada bulan Februari ke Maret mengalami kenaikan sekitar Rp 57/kg. Bulan Maret ke bulan April mengalami kenaikan kembali sekitar Rp 399/kg. Bulan April ke bulan Mei mengalami penurunan sekitar Rp 118/kg. Dan pada bulan Mei ke Juni mengalami kenaikan kembali sekitar Rp 312/kg.

Sedangkan perkembangan marjin harga CPO (Ekspor-Dunia) sebelum pungutan

(44)

Sumber : Lampiran 10

Gambar 22. Perkembangan Marjin Harga CPO (Ekspor-Dunia) Sebelum Pungutan CSF (Januari-Juni 2015)

Dari Gambar 22. dapat diuraikan bahwa perkembangan marjin harga CPO (Ekspor-Dunia) sebelum pungutan CSF (Januari – Juni 2015) cenderung mengalami kenaikan setiap bulannya. Pada bulan Januari ke Februari marjin harga CPO naik sekitar Rp 6/kg. Pada bulan Februari ke Maret mengalami penurunan sekitar Rp 16/kg. Bulan Maret ke bulan April mengalami kenaikan sekitar Rp 37/kg. Bulan April ke bulan Mei mengalami kenaikan kembali sekitar Rp 7/kg. Dan pada bulan Mei ke Juni masih naik lagi sekitar Rp 32/kg.

5.3.2 Perkembangan Marjin Harga Setelah Pungutan CPO Supporting Fund Perkembangan marjin harga TBS setelah pungutan CPO Supporting Fund

(45)

Sumber : Lampiran 8

Gambar 23. Perkembangan Marjin Harga TBS Setelah Pungutan CSF (Juli - Desember 2015)

Dari Gambar 23. dapat diuraikan bahwa perkembangan marjin harga TBS setelah pungutan CSF (Juli – Desember 2015) cenderung berfluktuasi. Pada bulan Juli ke Agustus marjin harga TBS mengalami kenaikan yang cukup banyak sekitar Rp 62,80/kg. Pada bulan Agustus ke September turun sekitar Rp 22,12/kg. Bulan September ke bulan Oktober mengalami penurunan kembali sekitar Rp 20,86/kg. Bulan Oktober ke November mulai naik kembali sekitar Rp 32,14/kg. Pada bulan November ke Desember marjin harga naik kembali sekitar Rp 7,57/kg.

Marjin harga TBS yang mengalami kenaikan drastis pada saat awal bulan kebijakan CSF tersebut dijalankan. Karena marjin harga TBS pada bulan Juli 2015 sekitar Rp 15,00/kg dan bulan Agustus 2015 sekitar Rp 77,80/kg. Perbedaan marjin harga TBS sekitar Rp 62,80/kg.

Perkembangan marjin harga CPO (PKS-Ekspor) setelah pungutan CPO Supporting Fund disajikan pada Gambar 24.

(46)

Sumber : Lampiran 9

Gambar 24. Perkembangan Marjin Harga CPO (PKS-Ekspor) Setelah Pungutan CSF (Juli - Desember 2015)

Dari Gambar 24. dapat diuraikan bahwa perkembangan marjin harga CPO (PKS-Ekspor) setelah pungutan CSF (Juli – Desember 2015) cenderung mengalami penurunan. Pada bulan Juli ke Agustus marjin harga CPO mengalami kenaikan sekitar Rp 310/kg. Pada bulan Agustus ke September turun sekitar Rp 46/kg. Bulan September ke bulan Oktober mengalami penurunan kembali sekitar Rp 9/kg. Bulan Oktober ke November kembali turun sekitar Rp 163/kg. Pada bulan November ke Desember marjin harga turun lagi sekitar Rp 105/kg.

Sedangkan perkembangan marjin harga CPO (Ekspor-Dunia) setelah pungutan

(47)

Sumber : Lampiran 10

Gambar 25. Perkembangan Marjin Harga CPO (Ekspor-Dunia) Setelah Pungutan CSF (Juli - Desember 2015)

Dari Gambar 25. dapat diuraikan bahwa perkembangan marjin harga CPO (Ekspor-Dunia) setelah pungutan CSF (Juli – Desember 2015) cenderung mengalami peningkatan. Pada bulan Juli ke Agustus marjin harga CPO mengalami kenaikan sekitar Rp 147/kg. Pada bulan Agustus ke September turun sekitar Rp 5/kg. Bulan September ke bulan Oktober mengalami kenaikan kembali sekitar Rp 19/kg. Bulan Oktober ke November kembali naik sekitar Rp 154/kg. Pada bulan November ke Desember marjin harga turun lagi sekitar Rp 117/kg. 5.3.3 Simulasi Dampak Pungutan CPO Supporting Fund Terhadap Marjin

Harga TBS dan CPO

Simulasi dari dampak pungutan CPO Supporting Fund terhadap marjin harga TBS dan CPO diuraikan pada Gambar 26.

(48)

+ - + - - + + - + + + + +

Gambar 26. Causal Loop Diagram (CLD). Anak panah bertanda positif (+) berarti sebab akan menambah akibat atau sebab mempengaruhi akibat dalam arah perubahan yang sama. Anak panah bertanda negatif (–) berarti sebab akan mengurangi akibat atau sebab mempengaruhi akibat dalam arah perubahan yang berlawanan.

Dari Gambar 26. dapat diuraikan bahwa secara teori kebijakan pungutan CPO

Supporting Fund memungkinkan dapat mengakibatkan marjin harga yang diterima oleh pelaku pemasaran kelapa sawit mengalami perubahan. Perubahan ini akibat dari harga CPO yang diterima PKS mengalami peningkatan ataupun

Volume CPO Ekspor

Persediaan CPO Domestik Pungutan CSF

Harga TBS Petani Harga CPO Domestik

Harga TBS Tingkat PKS

Harga TBS Tingkat Pedagang Pengumpul

Persediaan CPO Dunia

Harga CPO Dunia

Harga CPO Ekspor

Marjin Harga CPO

Marjin Harga TBS

Marjin Harga CPO

(49)

penurunan karena adanya pungutan CSF tersebut. Ketika harga CPO mengalami perubahan maka harga TBS juga ikut berubah baik itu meningkat ataupun menurun. Perubahan marjin harga TBS disajikan pada Tabel 28. berikut ini.

Tabel 28. Marjin Harga TBS Tahun 2015

Periode Bulan Harga (Rp/kg)

Sebelum diberlakukan pungutan CSF

Januari 55,38 Februari 102,32 Maret 77,71 April 84,44 Mei 60,32 Juni 78,50

Sesudah diberlakukan pungutan CSF

Juli 15,00 Agustus 77,80 September 55,68 Oktober 34,82 November 66,96 Desember 74,53

Sumber: Lampiran 8 diolah

Tabel 28. menunjukkan bahwa selisih harga yang diterima dari PKS ke pedagang pengumpul dan dari pedagang pengumpul ke petani pada waktu sebelum dan sesudah diberlakukannya pungutan CSF tidak terlalu berbeda jauh. Ini artinya tidak ada perubahan yang terjadi pada marjin harga TBS. Selisih harga tidak terlalu besar hanya berkisar Rp 15/kg sampai dengan Rp 102/kg. Secara grafik, marjin harga TBS tahun 2015 ditunjukkan pada Gambar 27 berikut ini.

(50)

Gambar 27. Marjin Harga TBS Tahun 2015

Gambar 27. menunjukkan bahwa marjin harga TBS pada saat kebijakan pungutan CSF sebelum dan sesudah dijalankan, tidak ada perubahan yang signifikan. Hal ini berbeda dengan marjin harga CPO yang disajikan pada Tabel 29. berikut ini. Tabel 29. Marjin Harga CPO (PKS-Ekspor) Tahun 2015

Periode Bulan Harga (Rp/kg)

Sebelum diberlakukan pungutan CSF

Januari 85 Februari 18 Maret 75 April 474 Mei 356 Juni 668

Sesudah diberlakukan pungutan CSF

Juli 930 Agustus 1.240 September 1.194 Oktober 1.185 November 1.022 Desember 917

Sumber: Lampiran 9 diolah

Tabel 29. menunjukkan bahwa marjin harga CPO (PKS-Ekspor) pada periode sebelum pungutan tersebut diberlakukan hanya mencapai Rp 600/kg, sedangkan periode sesudah pungutan CSF diberlakukan meningkat sampai mencapai diatas Rp 1.000/kg. Ini bisa saja disebabkan karena adanya pungutan yang dikenakan kepada pihak eksportir sehingga eksportir membeli CPO dari pabrik dengan harga yang berbeda sekitar Rp 1.000/kg dengan harga ekspor CPO. Secara grafik,

(51)

marjin harga CPO (harga CPO PKS- harga CPO ekspor) tahun 2015 ditunjukkan pada Gambar 28 berikut ini.

Gambar 28. Marjin Harga CPO (PKS-Ekspor) Tahun 2015

Dari Gambar 28. dapat disimpulkan bahwa marjin harga CPO (PKS-Ekspor) sesudah kebijakan pungutan CSF dijalankan terlihat mengalami peningkatan. Marjin harga CPO (PKS-Ekspor) mengalami peningkatan dikarenakan harga CPO dunia juga sedang mengalami penurunan. Penurunan harga CPO dunia mengakibatkan harga CPO ekspor dan CPO PKS mengalami penurunan juga. Sedangkan untuk marjin harga CPO dari selisih harga antara CPO ekspor dengan CPO dunia disajikan dalam Tabel 30.

Tabel 30. Marjin Harga CPO (Ekspor-Dunia) Tahun 2015

Periode Bulan Harga (Rp/kg)

Sebelum diberlakukan pungutan CSF

Januari 462 Februari 468 Maret 452 April 489 Mei 496 Juni 528

Sesudah diberlakukan pungutan CSF

Juli 467 Agustus 614 September 609 Oktober 628 November 782 Desember 665

(52)

Tabel 30. Menunjukkan bahwa marjin harga CPO (Ekspor- Dunia) pada periode sebelum dan sesudah pungutan tersebut diberlakukan terlihat meningkat walaupun dengan pergerakan marjin harga yang tidak terlalu besar. Secara grafik, marjin harga CPO (Ekspor-Dunia) tahun 2015 ditunjukkan pada Gambar 29 berikut ini.

Gambar 29. Marjin Harga CPO (Ekspor-Dunia) Tahun 2015

Dari Gambar 29. dapat disimpulkan bahwa marjin harga CPO (Ekspor-Dunia) sesudah kebijakan pungutan CSF dijalankan terlihat mengalami peningkatan. Walaupun harga CPO dunia dan CPO ekspor pada saat setelah pungutan CSF tersebut diberlakukan mengalami penurunan, berbeda dengan marjin harganya. Selisih antara harga CPO dunia dengan CPO ekspor mengalami peningkatan perbulannya sepanjang tahun 2015.

Hasil ini menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan pada marjin harga TBS sebelum dan sesudah kebijakan CSF. Hasil ini berbanding terbalik dengan hipotesis dikarenakan seberapa besarpun kenaikan atau penurunan harga TBS yang ditetapkan PKS, pedagang pengumpul tidak akan mengambil keuntungan terlalu besar. Biasanya keuntungan yang didapat oleh pedagang pengumpul dan petani berkisar antara Rp 50/kg – Rp 100/kg. Sehingga pergerakan marjin harga

(53)

Marjin harga CPO (PKS-Ekspor) sebelum adanya pungutan hanya berkisar Rp 300/kg. Tetapi setelah adanya pungutan CSF, marjin harga CPO (PKS-Ekspor) berkisar Rp 1.000/kg. Marjin harga CPO (PKS-Ekspor) yang cenderung mengalami peningkatan setelah adanya pungutan CSF, tidak dapat disimpulkan bahwa pungutanlah yang menyebabkan marjin harga CPO (PKS-Ekspor) menjadi lebih tinggi dari sebelumnya. Karena harga CPO dunia pada saat itu juga sedang mengalami penurunan.

Marjin harga CPO (Ekspor-Dunia) juga mengalami peningkatan. Tetapi, peningkatan marjinnya tidak terlalu besar. Marjin harga CPO (Ekspor-Dunia) sebelum adanya pungutan hanya berkisar Rp 500/kg. Tetapi setelah adanya pungutan CSF, marjin harga CPO (Ekspor-Dunia) berkisar Rp 600/kg. Hasil ini menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan marjin harga CPO (Ekspor-Dunia) sebelum dan sesudah adanya pungutan CSF tersebut.

(54)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

1. Harga TBS petani sebelum dan sesudah pungutan CSF dijalankan terlihat sama-sama berfluktuasi sehingga tidak ada dampak yang dihasilkan oleh pungutan CSF ini terhadap harga TBS di tingkat petani.

2. Harga ekspor CPO sebelum dan sesudah pungutan CSF dijalankan terlihat menurun sehingga tidak ada dampak yang dihasilkan oleh pungutan CSF ini terhadap harga ekspor CPO.

3. Marjin harga TBS sebelum dan sesudah pungutan CSF dijalankan terlihat stabil sehingga tidak ada dampak yang dihasilkan oleh pungutan CSF ini terhadap marjin harga TBS.

4. Marjin harga CPO terlihat sama sama mengalami peningkatan tetapi hal ini disebabkan oleh harga CPO dunia yang berfluktuasi pada saat setelah pungutan CSF tersebut dijalankan, yaitu:

a. Marjin harga CPO (PKS-Ekspor) sebelum dan sesudah pungutan CSF dijalankan terlihat meningkat tetapi bukan dikarenakan pungutan CSF sehingga tidak ada dampak yang dihasilkan oleh pungutan CSF ini terhadap marjin harga CPO (PKS-Ekspor).

b. Marjin harga CPO (Ekspor-Dunia) sebelum dan sesudah pungutan CSF dijalankan terlihat meningkat tetapi bukan dikarenakan pungutan CSF sehingga tidak ada dampak yang dihasilkan oleh pungutan CSF ini terhadap marjin harga CPO (PKS-Ekspor).

(55)

6.2 Saran

1. Diharapkan pemerintah dapat memperluas daerah penyaluran bantuan dana pungutan CSF secara menyeluruh kepada petani sehingga petani kelapa sawit rakyat dapat ikut merasakan kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah tersebut. Selain itu, diharapkan tujuan diberlakukannya CSF dapat terwujud dimana salah satunya adalah untuk menstabilkan harga TBS petani agar tidak terpengaruh dengan harga CPO internasional. Pemerintah kabupaten diharapkan dapat memberikan informasi mengenai kebijakan ini kepada semua pihak terkait pada pemasaran kelapa sawit, salah satunya adalah petani agar mereka lebih memperbaharui informasi mengenai kebijakan yang ada mengenai sawit.

2. Diharapkan kepada petani untuk lebih aktif dalam mencari informasi mengenai harga TBS yang sedang mengalami penurunan ataupun peningkatan. Misalnya saja dengan menanyakan kepada pengumpul ataupun PKS mengenai harga CPO dunia, domestik ataupun apabila ada kebijakan yang berkaitan dengan sawit. Untuk petani yang sudah menerima dana bantuan CSF ini seperti yang ada di Riau dan Sumatera Selatan, dana yang disalurkan oleh BPDPKS ini dapat dipergunakan sebaik-baiknya yaitu untuk peremajaan (replanting) kelapa sawit.

3. Diharapkan kepada peneliti selanjutnya untuk meneliti dampak kebijakan

CPO Supporting Fund ini dalam jangka panjang misalnya saja 5 tahun ke depan dimulai dari tahun ini sehingga dampak yang terlihat lebih jelas apakah memang merugikan petani dalam jangka panjang atau tidak. Serta

(56)

domestik maupun internasional dimana minyak goreng merupakan produk olahan dari CPO.

Gambar

Tabel 5. Luas Tanaman dan Produksi Kelapa Sawit Tanaman Perkebunan    Rakyat Menurut Kabupaten Tahun, 2014
Tabel 6. Luas Tanam dan Produksi Tanaman Kelapa  Sawit Perkebunan   Rakyat Menurut Kecamatan Tahun 2014
Gambar 6.  Causal Loop Diagram (CLD).  Anak panah bertanda positif (+) berarti  sebab akan menambah akibat atau sebab mempengaruhi akibat dalam  arah perubahan yang sama
Tabel 8. Statistik Geografi dan Iklim Kecamatan Besitang
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian yang dilakukan Purwanto Widodo (2007) menemukan bahwa inflasi berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap return IHSG dan return LQ45, tetapi variabel suku bunga

• Peserta didik diberi kesempatan untuk mendiskusikan, mengumpulkan informasi, mempresentasikan ulang, dan saling bertukar informasi mengenai Pengertian ilmu ekonomi,

Berdasarkan hasil penelitian ini maka dapat disimpulkan keefektifan diperoleh dari penilaian tes keterampilan berpikir kritis, aktivitas keterampilan berpikir kritis

Hal ini menggambarkan bahwa hasil yang dicapai mencakup ketiga ranah hasil belajar (kognitif, afektif, psikomotorik). Sedangkan menurut Soedijarto hasil belajar adalah tingkat

Tahapan dari analisis penelitian meliputi: (1) menentukan model tren yang paling sesuai dari kedua peubah di antara empat model analisis tren, (2) menduga dan meramal

Partisipasi adalah suatu keterlibatan mental dan emosi seseorang kepada pencapaian tujuan dan ikut bertanggung jawab di dalamnya. Partisipasi siswa dalam pembelajaran

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh rasio keuangan (rasio likuiditas, rasio leverage, rasio aktivitas, rasio profitabilitas) dan ukuran

Untuk menguji permasalahan kedua yaitu untuk mengetahui ramalan penjualan pertahun dari penjualan kopi rakyat di Desa Sidomulyo dan Desa Garahan digunakan analisa trend