• Tidak ada hasil yang ditemukan

Divisi Profesi dan Pengamanan Polri

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Divisi Profesi dan Pengamanan Polri"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

Divisi Profesi dan Pengamanan Polri

DIVISI PROFESI DAN PENGAMANAN

KODE ETIK PROFESI POLRI

I. PENDAHULUAN

Kode Etik Profesi Polri berdasarkan rumusan pasal 1 angka 5 Peraturan Kapolri Nomor 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Polri merupakan norma - norma atau aturan-aturan yang merupakan kesatuan landasan Etik atau Filosofis yang berkaitan dengan prilaku maupun ucapan mengenai hal-hal yang diwajibkan, dilarang, patut atau tidak patut dilakukan oleh anggota Polri dalam melaksanakan tugas wewenang dan tanggungjawab jabatan.

Pasal 34 Undang-Unadang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri memeberikan mandat bahwa sikap dan prilaku pejabat Polri terikat pada Kode Etik Profesi Polri sealnjutnya dimandatkan juga bahwa Kode Etik Profesi Polri dapat menjadi pedoman bagi pengemban fungsi Kepolisian lainnya dalam melaksanakan tugas sesuai dengan peraturan perundang-uandangan yang berlaku dilingkuangannya, dimana dalam pasal 32 diatur bahwa pembinaan kemampuan profesi pejabat Polri diselenggarakan melalui pembinaan Etika Profesi dan pengembangan pengetahuan serta pengalamannya dibidang tekhnis Kepolisian melalui pendidikan, pelatihan, dan penugasan secara berjenjang dan berlanjut.

Bahwa Institusi Polri sejak mandiri tidak bergabung dengan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) yang ditandai dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri telah memiliki payung hukum terkait dengan Kode Etik Profesi Polri yaitu Peraturan Kapolri Nomor: Kep/32/VII/2003 tentang Kode Etik Profesi Polri dan telah diterbitkan juga Peraturan tentang Tata Cara Penegakan Pelanggaran Kode Etik yaitu Peraturan Kapolri Nomor: Kep/33/VII/2003 tentang Tata Cara Sidang Komisi Kode Etik, kemudian dirubah dengan Peraturan Kapolri Nomor 7 tahun 2006 dengan ketentuan acaranya berupa peraturan Kapolri Nomor 8 tahun 2006 tentang Organisasi Dan Tata Kerja Komisi Kode Etik Polri, kemudian telah dirubah lagi dengan Peraturan Kapolri Nomor 14 tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Polri dan terhadap ketentuan acara sebagaimana diatur dalam Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2006 saat ini dalam tahap final direvisi.

Kode Etik Profesi Polri sebagaimana diatur dalam Perkap Nomor 14 Tahun 2011 terdiri dari 6 BAB dan 32 Pasal yang meliputi 6 Pasal norma tentang peraturan kewajiban dan 5 Pasal norma tentang peraturan larangan bagi anggota Polri dalam melaksanakan tugas, fungsi dan kewenangannya, sedangkan berkaitan dengan peraturan menyangkut hukum acara sebagaimana diatur dalam Peraturan Kapolri Nomor 8 tahun 2006 terdiri dari 11 BAB dengan 19 Pasal yang mengatur tentang tata cara pembentukan Komisi Kode Etik, tugas wewenang dan kwewajiban komisi, keanggotaan, mekanisme penanganan pelanggaran, hak dan kewajiban terperiksa, tata tertib, administrasi dan tata cara tentang pelaksanaan sidang tanpa kehadiran pelanggar.

(2)

Divisi Profesi dan Pengamanan Polri

Terhadap Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2006 tersebut saat ini sedang dalam revisi dalam tahap finalisasi menunggu pengukuhan dari Kapolri yang mengatur secara lebih terperinci dimuali dari pembentukan Komisi Kode Etik Profesi Polri, susunan keanggotaan, tugas dan kewenangan, kesekretariatan, sekretaris, penuntut, banding, sidang Komisi kode etik, sidang banding, dan tata cara penegakannya meliputi pemeriksaan pendahuluan, pemberkasaan, pelaksanaan putusan, pengawasan pelaksanaan putusan, dan rehabilitasi.

II. LANDASAN TEORI ETIKA PROFESI

1. Pengertian Etika

Pendapat MARTIN (1993) Etika didefinisikan sebagai “the discpline which can act as the performance index or reference fou our control system” yang dapat diterjemahkan etika merupakan standar aturan yang akan mengatur pergaulan manusia dalam kelompok sosialnya yang dituangkan secara sistematik berdasarkan prinsip-prinsip moral. Ditinjau dari asal usul tata etik atau etika berasal dari kata ethos (bahasa yunani) yang berarti norma-norma, nilai-nilai, kaidah-kaidah, dan ukuran-ukuran bagi tingkah laku manusia yang baik atau buruk.

Drs. SIDI GAJALBA dalam buku Sistematika Filsafat berpendapat bahwa Etika adalah teori tentang tingkah laku perbuatan manusia dipandang dari segi baik dan buruk sejauh yang dapat ditentutkan oleh akal, sedangkan Drs. H BURHANUDIN SALAM menyebutkan Etika merupakan ilmu cabang filsafat yang mengupas tentang nilai dan norma moral yang mennetukan prilaku manusia dalam hidupnya.

Secara Umum Etika dapat ditinjau dari 2 (dua) aspek meliputi : a. Etika Umum

merupakan norma terkait dengan kondisi-kondisi dasar bagaimana manusia bertindak secara etis, mengambil keputusan secara etis, teori-teori etika dan prinsip-prinsip moral dasar yang menjadi pegangan bagi manusia dalam bertindak serta tolak ukur dalam menilai baik atau buruknya suatu tindakan, sehingga etika umum ini dapat dianalogikan sebagai cabang ilmu pengetahuan yang membahas pengertian umum dan teori-teori;

b. Etika Khusus

merupakan penerapan prinsip-prinsip moral dasar dalam kehidupan yang khusus tentang bagaimana seseorang menilai prilakunya dan orang lain dalam bidang kegiatan dan kehidupan khusus yang dilatarbelakangi oleh kondisi yang memungkinkan manusia bertindak etis, sehingga etika khusus

(3)

Divisi Profesi dan Pengamanan Polri

ini dapat berbentuk etika individual yang menyangkut kewajiban dan sikap manusia terhadap dirinya sendiri dan atau dalam bentuk etika sosial yang mengatur taentang kewajiban, sikap dan pola prilaku manusia sebagai anggota komunitas sosial, oleh karena itu dalam etika sosial menyangkut banyak hal antara lain Sikap terhadap sesama, etika keluarga, etika profesi, etika politik, etika lingkungan, dan etika idiologi.

Penilaian Etika dapat ditinjau dari 2 (dua) aspek yaitu menilai pada perbuatan baik atau jahat, susila atau tidak susila dan menilai tentang perbuatan atau prilaku seseorang yang tealah menjadi sifat baginya yang dikenal dengan sebutan akhlak atau budi pekerti.

2. Pengertian Profesi

R. RIZAL ISNANTO dalam buku tentang Etika Profesi menyebutkan Profesi merupakan pekerjaan yang dilakukan sebagai kegitan pokok untuk menghasilkan nafkah hidup dan yang mengandalkan suatu keahlian yang memiliki ciri-ciri antara lain:

a. Adanya pengetahuan khusus yang biasanya berupa keahlian dan keterampilan yang dimiliki seseorang berkat pendididkan, pelatihan, dan pengalaman yang terus menerus;

b. Adanya kaidah standar moral yang sangat tinggi yang dituangkan dalam Kode Etik Profesi;

c. Mengabdi pada kepentingan masyarakat artinya setiap pelaksana profesi harus meletakan kepentingan pribadi dibawah kepentinagan masyarakat; d. Ada ijin khusus atau pengakuan atau sertifikasi khusus untuk menjalankan

profesi yang berkaitan dengan kepentinagan masyarakat; e. Memiliki tolak ukur tentang suatu pekerjaan.

3. Prinsip – prinsip Etika Profesi

a. Tanggungjawab terhadap pelaksanaan itu sendiri dan terhadap output dari pekerjaan tersebut, serta tanggungjawab terhadap kemanfaatan atau ekses dari penyelenggaraan profesi tersebut untuk kehidupan orang lain dan atau masyarakat pada umumnya;

b. Keadilan, prinsip ini menuntut penyelenggara profesi untuk memberikan pelayanan kepada siapa saja tentang apa yang menjadi haknya;

c. Otonomi, prinsip ini menuntut setiap profesional wajib memiliki dan diberi kebebasan dalam menjalankan profesinya;

(4)

Divisi Profesi dan Pengamanan Polri

4. Syarat - syarat suatu profesi :

a. Melibatkan kegiatan intelektual;

b. Menggeluti suatu batang tubuh ilmu yang khusus;

c. Memerlukan persiapan profesional yang alami dan bukan sekedar latihan; d. Memerlukan latihan dalam jabatan yang berkesinambungan;

e. Menjanjikan karir hidup dan keanggotaan yang permanen; f. Mementingkan layanan diatas kepentingan pribadi;

g. Mempunyai organisasi profesional yang kuat dan terjalin erat; h. Menentukan baku standarnya sendiri dalam bentuk Kode Etik. 5. Kode Etik Profesi

Kode Merupakan tanda-tanda atau simbol-simbol berupa kata-kata tulisan atau benda yang disepakati untuk maksud tertentu atau kumpulan peraturan yang sistematis. Sedangkan Kode Etik adalah norma-norma atau azas yang diterima oleh suatu kelompok tertentu sebagai landasan tinagkah laku sehari-hari dimasyarakat maupun ditempat kerja.

Pada Undang-Undang pokok kepegawaian pengertian Kode Etik Profesi adalah pedoman sikap, tingkah laku dan perbuatan dalam melaksanakan tugas dan dalam kehidupan sehari-hari.

Kode Etik Profesi menurut Pasal 1 angka 5 Peraturan Kapolri Nomor 14 Tahun 2011 disebutkan bahwa Kode Etik Profesi Polri disingkat dengan KEPP adalah norma-norma atau aturan-aturan yang merupakan kesatuan landasan etik atau filosofis yang berkaitan dengan prilaku maupun ucapan mengenai hal-hal yang diwajibkan, dilarang, patut, atau tidak patut dilakukan oleh anggota Polri dalam melaksanakan tugas, wewenang dan tanggungjawab jabatan.

Selanjutnya Pasal 34 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Polri mengatur sebagai berikut:

(1) Sikap dan prilaku pejabat Polri terikat pada Kode Etik Profesi Polri;

(2) Kode Etik Profesi Polri dapat menjadi pedoman bagi pengemaban fungsi Kepolisian lainnya dalam melaksanakan tugas sesuai dengan pertauran Perundang-Undangan yang berlaku dilingkungannya;

(3) Ketentuan mengenai Kode Etik Profesi Polri diatur dengan keputusan Kapolri;

Ketentuan sanksi dimandatkan dalam Pasal 35 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Polri yang mengatur sebagai berikut:

(1) Pelanggaran terhadap Kode Etik Profesi Polri oleh pejabat polri diselsaikan oleh Komisi Kode Etik Polri disingkat KKEP;

(2) Ketentuan mengenai Susunan Organisasi Dan Tata Kerja Komisi Kode Etik Polri diatur dengan Keputusan Kapolri.

(5)

Divisi Profesi dan Pengamanan Polri

III. NORMA-NORMA HUKUM ATAU KETENTUAN TENTANG KODE ETIK PROFESI

POLRI

Norma-norma hukum atau ketentuan Kode Etik Profesi Polri diwujudkan dalam peraturan yang bersifat Materil, yang berisi norma-norma tentang kewajiban dan larangan yang mengikat setiap anggota Polri dalam melaksanakan tugas, fungsi, peranan, jabatan, dan wewenang Kepolisian.

Peraturan yang bersifat materil tersebut telah ada sejak tahun 2003 dan telah mengalami perubahan dan penggantian sebanyak 3 (tiga) kali sebagai berikut:

1. Peraturan Kapolri Nomor: Kep/32/VII/2003 tentang Kode Etik Profesi Polri; 2. Peraturan Kapolri Nomor 7 tahun 2006 tentang Kode Etik Profesi Polri; 3. Peraturan Kapolri Nomor 14 tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Polri.

Norma norma hukum atau peraturan meteril Kode Etik Profesi Polri diatur dalam Pasal 6 s/d Pasal 16 Peraturan Kapolri Nomor 14 Tahun 2011 yang memuat peraturan tentang kewajiban dan larangan sebagai berikut:

1. Norma-norma hukum atau peraturan tentang kewajiban, diatur dalam pasal 6 s/d pasal 11 sebagai berikut:

Etika Kenegaraan Pasal 6 Setiap Anggota Polri wajib:

a. setia kepada NKRI yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

b. menjaga keamanan dalam negeri yang meliputi terpeliharanya keamanan dan ketertiban masyarakat, tertib dan tegaknya hukum, terselenggaranya perlindungan, pengayoman, dan pelayanan masyarakat serta terbinanya ketentraman masyarakat dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia; c. menjaga terpeliharanya keutuhan wilayah NKRI;

d. menjaga terpeliharanya persatuan dan kesatuan bangsa dalam kebhinekatunggalikaan dengan menjunjung tinggi kedaulatan rakyat;

e. mengutamakan kepentingan bangsa dan NKRI dari pada kepentingan sendiri, seseorang, dan/atau golongan;

f. memelihara dan menjaga kehormatan bendera negara sang merah putih, bahasa Indonesia, lambang negara Garuda Pancasila, dan lagu kebangsaan Indonesia Raya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; g. membangun kerja sama dengan sesama pejabat penyelenggara negara dan

pejabat negara dalam pelaksanaan tugas; dan h. bersikap netral dalam kehidupan berpolitik.

(6)

Divisi Profesi dan Pengamanan Polri

Etika Kelembagaan

Pasal 7 (1) Setiap Anggota Polri wajib:

a. setia kepada Polri sebagai bidang pengabdian kepada masyarakat, bangsa, dan negara dengan memedomani dan menjunjung tinggi Tribrata dan Catur Prasetya;

b. menjaga dan meningkatkan citra, soliditas, kredibilitas, reputasi, dan kehormatan Polri;

c. menjalankan tugas secara profesional, proporsional, dan prosedural;

d. melaksanakan perintah dinas untuk mengikuti pendidikan dan pelatihan dalam rangka pembinaan karier dan peningkatan kemampuan profesionalisme Kepolisian;

e. menjalankan perintah dinas untuk melaksanakan mutasi dalam rangka pembinaan personel, profesi, karier, dan penegakan KEPP;

f. mematuhi hierarki dalam pelaksanaan tugas;

g. menyelesaikan tugas dengan saksama dan penuh rasa tanggung jawab; h. memegang teguh rahasia yang menurut sifatnya atau menurut perintah

kedinasan harus dirahasiakan;

i. menampilkan sikap kepemimpinan melalui keteladanan, ketaatan pada hukum, kejujuran, keadilan, serta menghormati dan menjunjung tinggi hak asasi manusia dalam melaksanakan tugas;

j. melaksanakan perintah kedinasan dalam rangka penegakan disiplin dan KEPP berdasarkan laporan/pengaduan masyarakat tentang adanya dugaan pelanggaran disiplin dan/atau Pelanggaran KEPP sesuai dengan kewenangan;

k. melaksanakan perintah kedinasan yang berkaitan dengan pengawasan internal di lingkungan Polri dalam rangka penguatan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP);

l. menghargai perbedaan pendapat yang disampaikan dengan cara sopan dan santun pada saat pelaksanaan rapat, sidang, atau pertemuan yang bersifat kedinasan;

m. mematuhi dan menaati hasil keputusan yang telah disepakati dalam rapat, sidang, atau pertemuan yang bersifat kedinasan;

n. mengutamakan kesetaraan dan keadilan gender dalam melaksanakan tugas; dan

o. mendahulukan pengajuan laporan keberatan atau komplain kepada Ankum atau Atasan Ankum berkenaan dengan keputusan yang dinilai bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan sebelum mengajukan gugatan ke Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN).

(7)

Divisi Profesi dan Pengamanan Polri

(2) Setiap Anggota Polri yang berkedudukan sebagai Atasan wajib:

a. menunjukan kepemimpinan yang melayani (servant leadership), keteladanan, menjadi konsultan yang dapat menyelesaikan masalah (solutif), serta menjamin kualitas kinerja Bawahan dan kesatuan (quality assurance);

b. menindaklanjuti dan menyelesaikan hambatan tugas yang dilaporkan oleh Bawahan sesuai tingkat kewenangannya; dan

c. segera menyelesaikan dugaan Pelanggaran yang dilakukan oleh Bawahan. (3) Setiap Anggota Polri yang berkedudukan sebagai Bawahan wajib:

a. melaporkan kepada Atasan apabila mendapat hambatan dalam pelaksanaan tugas;

b. melaksanakan perintah Atasan terkait dengan pelaksanaan tugas, fungsi, dan kewenangannya;

c. menolak perintah Atasan yang bertentangan dengan norma hukum, norma agama, dan norma kesusilaan; dan

d. melaporkan kepada atasan pemberi perintah atas penolakan perintah yang dilakukannya untuk mendapatkan perlindungan hukum dari atasan pemberi perintah.

(4) Sesama Anggota Polri wajib:

a. saling menghargai dan menghormati dalam melaksanakan tugas; b. bekerja sama dalam rangka meningkatkan kinerja;

c. melaporkan setiap pelanggaran KEPP atau disiplin atau tindak pidana yang dilakukan oleh Anggota Polri, yang dilihat atau diketahui secara langsung kepada pejabat yang berwenang;

d. menunjukan rasa kesetiakawanan dengan menjunjung tinggi prinsip-prinsip saling menghormati; dan

e. saling melindungi dan memberikan pertolongan kepada yang terluka dan/atau meninggal dunia dalam melaksanakan tugas.

(5) Pejabat Polri yang berwenang sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf c, wajib memberikan perlindungan.

Pasal 8

Setiap Anggota Polri wajib mendahulukan peran, tugas, wewenang dan tanggung jawab berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan daripada status dan hak, dengan mengindahkan norma agama, norma kesusilaan, dan nilai-nilai kearifan lokal.

(8)

Divisi Profesi dan Pengamanan Polri

Pasal 9

Setiap Anggota Polri yang melaksanakan tugas penegakan hukum sebagai penyelidik, penyidik pembantu, dan penyidik wajib melakukan penyelidikan, penyidikan perkara pidana, dan menyelesaikannya sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan serta melaporkan hasil pelaksanaan tugasnya kepada atasan penyidik;

Etika Kemasyarakatan Pasal 10

Setiap Anggota Polri wajib:

a. menghormati harkat dan martabat manusia berdasarkan prinsip dasar hak asasi manusia;

b. menjunjung tinggi prinsip kesetaraan bagi setiap warga negara di hadapan hukum;

c. memberikan pelayanan kepada masyarakat dengan cepat, tepat, mudah, nyaman, transparan, dan akuntabel berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan;

d. melakukan tindakan pertama kepolisian sebagaimana yang diwajibkan dalam tugas kepolisian, baik sedang bertugas maupun di luar tugas.

e. memberikan pelayanan informasi publik kepada masyarakat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan

f. menjunjung tinggi kejujuran, kebenaran, keadilan, dan menjaga kehormatan dalam berhubungan dengan masyarakat.

Etika Kepribadian Pasal 11 Setiap Anggota Polri wajib:

a. beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;

b. bersikap jujur, terpercaya, bertanggung jawab, disiplin, bekerja sama, adil, peduli, responsif, tegas, dan humanis;

c. menaati dan menghormati norma kesusilaan, norma agama, nilai-nilai kearifan 8ocal, dan norma hukum;

d. menjaga dan memelihara kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara secara santun; dan

e. melaksanakan tugas kenegaraan, kelembagaan, dan kemasyarakatan dengan niat tulus/ikhlas dan benar, sebagai wujud nyata amal ibadahnya.

(9)

Divisi Profesi dan Pengamanan Polri

2. Norma-norma hukum atau peraturan tentang larangan, diatur dalam pasal 12 s/d pasal 16 sebagai berikut

Etika Kenegaraan Pasal 12 Setiap Anggota Polri dilarang:

a. terlibat dalam gerakan-gerakan yang nyata-nyata bertujuan untuk mengganti atau menentang Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

b. terlibat dalam gerakan menentang pemerintah yang sah; c. menjadi anggota atau pengurus partai politik;

d. menggunakan hak memilih dan dipilih; dan/atau e. melibatkan diri pada kegiatan politik praktis.

Etika Kelembagaan Pasal 13 (1) Setiap Anggota Polri dilarang:

a. melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan korupsi, kolusi, nepotisme, dan/atau gratifikasi;

b. mengambil keputusan yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan karena pengaruh keluarga, sesama anggota Polri, atau pihak ketiga;

c. menyampaikan dan menyebarluaskan informasi yang tidak dapat dipertangungjawabkan kebenarannya tentang institusi Polri dan/atau pribadi Anggota Polri kepada pihak lain;

d. menghindar dan/atau menolak perintah kedinasan dalam rangka pemeriksaan internal yang dilakukan oleh fungsi pengawasan terkait dengan laporan/pengaduan masyarakat;

e. menyalahgunakan kewenangan dalam melaksanakan tugas kedinasan; f. mengeluarkan tahanan tanpa perintah tertulis dari penyidik, atasan penyidik

atau penuntut umum, atau hakim yang berwenang; dan

g. melaksanakan tugas tanpa perintah kedinasan dari pejabat yang berwenang, kecuali ditentukan lain dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.

(10)

Divisi Profesi dan Pengamanan Polri

(2) Setiap Anggota Polri yang berkedudukan sebagai Atasan dilarang:

a. memberi perintah yang bertentangan dengan norma hukum, norma agama, dan norma kesusilaan; dan

b. menggunakan kewenangannya secara tidak bertanggungjawab. (3) Setiap Anggota Polri yang berkedudukan sebagai Bawahan dilarang:

a. melawan atau menentang Atasan dengan kata-kata atau tindakan yang tidak sopan; dan

b. menyampaikan laporan yang tidak benar kepada Atasan. (4) Sesama Anggota Polri dilarang:

a. saling menista dan/atau menghina;

b. meninggalkan Anggota Polri lain yang sedang bersama melaksanakan tugas;

c. melakukan tindakan yang diskriminatif;

d. melakukan permufakatan pelanggaran KEPP atau disiplin atau tindak pidana; dan

e. berperilaku kasar dan tidak patut. Pasal 14

Setiap Anggota Polri dalam melaksanakan tugas penegakan hukum sebagai penyelidik, penyidik pembantu, dan penyidik dilarang:

a. mengabaikan kepentingan pelapor, terlapor, atau pihak lain yang terkait dalam perkara yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

b. menempatkan tersangka di tempat bukan rumah tahanan negara/Polri dan tidak memberitahukan kepada keluarga atau kuasa hukum tersangka; c. merekayasa dan memanipulasi perkara yang menjadi tanggung jawabnya

dalam rangka penegakan hukum;

d. merekayasa isi keterangan dalam berita acara pemeriksaan;

e. melakukan pemeriksaan terhadap seseorang dengan cara memaksa untuk mendapatkan pengakuan;

f. melakukan penyidikan yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan karena adanya campur tangan pihak lain;

(11)

Divisi Profesi dan Pengamanan Polri

g. menghambat kepentingan pelapor, terlapor, dan pihak terkait lainnya yang sedang berperkara untuk memperoleh haknya dan/atau melaksanakan kewajibannya;

h. merekayasa status barang bukti sebagai barang temuan atau barang tak bertuan;

i. menghambat dan menunda-nunda waktu penyerahan barang bukti yang disita kepada pihak yang berhak sebagai akibat dihentikannya penyidikan tindak pidana;

j. melakukan penghentian atau membuka kembali penyidikan tindak pidana yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; k. melakukan hubungan atau pertemuan secara langsung atau tidak langsung

di luar kepentingan dinas dengan pihak-pihak terkait dengan perkara yang sedang ditangani;

l. melakukan pemeriksaan di luar kantor penyidik kecuali ditentukan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan

m. menangani perkara yang berpotensi menimbulkan konflik kepentingan. Etika Kemasyarakatan

Pasal 15 Setiap Anggota Polri dilarang:

a. menolak atau mengabaikan permintaan pertolongan, bantuan, atau laporan dan pengaduan dari masyarakat yang menjadi lingkup tugas, fungsi dan kewenangannya;

b. mencari-cari kesalahan masyarakat yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

c. menyebarluaskan berita bohong dan/atau menyampaikan ketidakpatutan berita yang dapat meresahkan masyarakat;

d. mengeluarkan ucapan, isyarat, dan/atau tindakan dengan maksud untuk mendapatkan imbalan atau keuntungan pribadi dalam memberikan pelayanan masyarakat;

e. bersikap, berucap, dan bertindak sewenang-wenang;

f. mempersulit masyarakat yang membutuhkan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan;

g. melakukan perbuatan yang dapat merendahkan kehormatan perempuan pada saat melakukan tindakan kepolisian; dan/atau

h. membebankan biaya tambahan dalam memberikan pelayanan di luar ketentuan peraturan perundang-undangan.

(12)

Divisi Profesi dan Pengamanan Polri

Etika Kepribadian

Pasal 16 Setiap Anggota Polri dilarang:

a. menganut dan menyebarkan agama dan kepercayaan yang dilarang oleh pemerintah;

b. mempengaruhi atau memaksa sesama Anggota Polri untuk mengikuti cara-cara beribadah di luar keyakinannya;

c. menampilkan sikap dan perilaku menghujat, serta menista kesatuan, Atasan dan/atau sesama Anggota Polri; dan/atau

d. menjadi pengurus dan/atau anggota lembaga swadaya masyarakat dan organisasi kemasyarakatan tanpa persetujuan dari pimpinan Polri.

IV. PENEGAKAN PELANGGARAN KODE ETIK PROFESI POLRI

A. Norma-norma hukum yang mengatur penegakan pelanggaran Kode Etik Profesi Polri.

Penegakan pelanggaran Kode Etik Profesi Polri diatur dalam Peraturan Kapolri tentang hukum acara yang telah ada sejak tahun 2003 yang telah mengalami perubahan dan penggantian sebanyak 3 (tiga) kali sebagai berikut:

1. Peraturan Kapolri Nomor: Kep/33/VII/2003 tentang Tata Cara Sidang Komisi Kode Etik;

2. Peraturan Kapolri Nomor 8 tahun 2006 tentang Organisasi Dan Tata Kerja Komisi Kode Etik Polri;

3. Peraturan Kapolri Nomor 19 Tahun 2012 tentang Organisasi Dan Tata Kerja Komisi Kode Etik Polri.

Dalam Peraturan Kapolri Tentang Organisasi Dan Tata Kerja Komisi Kode Etik tersebut mengatur penyelenggaraan tata cara penegakan kode etik atas pelanggaran - pelanggaran terhadap norma – norma hukum atau peraturan yang berasal dari 3 (tiga) sumber norma hukum sebagai berikut:

1. Pelanggaran terhadap Pasal 6 sampai dengan Pasal 16 Peraturan Kapolri Nomor 14 tahun 2011 Tentang Kode Etik Profesi Polri;

2. Pelanggaran terhadap Pasal 12, Pasal 13, dan Pasal 14 Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2003 Tentang Pemberhentian Anggota Polri; 3. Pasal 13 Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2003 Tentang Peraturan

Disiplin Anggota Polri.

(13)

Divisi Profesi dan Pengamanan Polri

Norma - norma hukum atau Peraturan yang mengatur tentang tata cara penegakan Kode Etik diatur pada 2 (dua) Peraturan Kapolri yaitu:

1. Pasal 17 sampai dengan 29 Peraturan Kapolri Nomor 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Polri;

2. Pasal 2 sampai dengan pasal 16 Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2006 Organisasi Dan Tata Kerja Komisi Kode Etik Polri, sebagaimana yang sedang dalam revisi yang sudah sampai pada tahap final dan diatur dalam Pasal 4 s/d Pasal 75 Peraturan Kapolri Nomor ... Tahun 2011 Tentang Organisasi Dan Tata Kerja Komisi Kode Etik Polri;

Dalam Peraturan Kapolri tentang Organisasi Dan Tata Kerja Komisi Kode Etik Polri yang sedang dalam revisi tersebut mengatur hal-hal sebagai berikut:

1. Pembentukan Komisi Kode Etik Polri;

2. Susunan Keanggotaan Komisi Kode Etik Polri; 3. Tugas dan wewenang Komisi Kode Etik Polri; 4. Tugas sekretaris Komisi Kode Etik Polri; 5. Penuntut;

6. Pembentukan Komisi Banding;

7. Tugas dan wewenang komisi banding;

8. Tahapan tata cara penegakan pelanggaran Kode Etik Profesi Polri;

9. Pemeriksaan pendahuluan terhadap dugaan pelanggaran Kode Etik Profesi Polri yang meliputi audit investigasi, pemeriksaan saksi, bukti – bukti dan terduga pelanggar, pemberkasan, dan pelimpahan berkas;

10. Sidang KKEP;

11. Kelengkapan sidang; 12. Tahapan sidang; 13. Putusan sidang;

14. Penetapan administrasi penjatuhan hukuman; 15. Sidang Komisi Banding;

16. Pembentukan Komisi Banding; 17. Tahapan Sidang Komisi banding; 18. Pengawasan pelaksanaan putusan; 19. Rehabilitasi;

20. Hak dan kewajiban terduga pelanggar; 21. Hak dan kewajiban pendamping.

B. Kelembagaan penegakan pelanggaran Kode Etik Profesi Polri

Penegakan pelanggaran Kode Etik Profesi Polri dilaksanakan terhadap dugaan pelanggaran kode etik sampai dengan pelaksanaan sidang atas pelanggaran kode etik polri yang diselenggarkan oleh kelembagaan penegakan dugaan pelanggaran meliputi:

(14)

Divisi Profesi dan Pengamanan Polri

1. Yanduan Propam yang bertugas melayani pengaduan dari masyarakat; 2. Akreditor yang bertugas melaksanakan audit investigasi, pemeriksaan

terhadap saksi, bukti-bukti dan terduga pelanggar, dan pemberkasan; 3. Sekretariat KKEP pada fungsi wabprof yang bertugas menyelenggarakan

kesekretariatan Sidang Komisi Kode Etik Profesi Polri dan sidang banding; 4. Komisi Kode Etik Profesi Polri yang bertugas melakukan pemeriksaan dalam

sidang komisi kode etik;

5. Sekretaris bertugas membantu Komisi Kode Etik Polri dalam mencatat dan merekam fakta – fakta dipersidangan KKEP;

6. Penuntut yang bertugas sebagai mengajukan dan membacakan persangkaan dan penuntutan pelanggaran KEPP;

7. Pendamping yang bertugas mendampingi dan penasehat hukum dalam pemeriksaan pendahuluan sidang KKEP dan banding;

8. Pejabat pembentuk Komisi yang berwenang menunjuk dalam pembentukan KKEP dan Komisi Banding;

9. Fungsi hukum yang bertugas memberikan pendapat dan saran hukum tentang perlu atau tidaknya dilaksanakan sidang KKEP;

10. Komisi banding yang bertugas melaksanakan sidang banding atas keberatan putusan KKEP

11. Fungsi SDM yang bertugas memproses administrasi penjatuhan hukuman; 12. Rehabilitasi yang bertugas melaksanakan pengawasan atas pelaksanaan

penjatuhan hukuman;

13. Fungsi paminal yang bertugas melaksanakan pengawasan dan pencatatan personil yang diduga melakukan pelanggaran KEPP dan pelanggaran disiplin.

C. Tata cara penegakan KEPP

Tahapan pelaksanaan penegakan pelanggaran KEPP sebagai berikut:

1. Pelayanan Pengaduan yang dilaksanakan oleh fungsi pelayanan dan pengaduan masyarakat yang bertugas melayanai pelaporan dari pengadu/pelapor atas dugaan pelanggaran oleh anggota Polri;

2. Penyelidikan oleh Fungsi Paminal yang melaksanakan tindak lanjut atas laporan pengaduan / Laporan Polisi melalui pendekatan penyelidikan tertutup atau terbuka;

3. Audit investigasi oleh Akreditor dari fungsi Pertanggungjawaban Profesi yang melaksanakan tugas Klarifikasi secara terbuka atas laporan pengaduan/laporan polisi tentang dugaan pelanggaran KEPP;

4. Pemeriksaan terhadap saksi, bukti, dan terduga pelanggar oleh Akreditor dari fungsi wabprof;

5. Pemberkasan terhadap dugaan pelanggaran KEPP oleh anggota Polri;

6. Penyerahan berkas pemeriksaan pendahuluan oleh akreditor ke sekretariat KEPP;

7. Permohonan pengajuan pendapat dan saran hukum ke fungsi hukum; 8. Permohonan pembentukan KKEP oleh sekretariat KKEP ke pejabat

pembentuk KKEP;

(15)

Divisi Profesi dan Pengamanan Polri

9. Penyerahan surat perintah pembentukan KKEP ke pejabat yang ditunjuk sebagai KKEP oleh sekretariat KKEP;

10. Penetuan waktu pelaksanaan sidang KKEP oleh KKEP;

11. Pemberitahuan waktu pelaksanaan sidang KKEP dan penyerahan berkas pemeriksaan pendahuluan oleh sekretaris KKEP kepada penuntut, pelanggar, dan pendamping;

12. Sidang KKEP;

13. Putusan sidang KKEP;

14. Pelaksanaan putusan sidang KKEP untuk putusan yang bersifat etika; 15. Pengajuan pernyataan banding;

16. Pengajuan memori banding;

17. Pengajuan surat pembentukan komisi banding oleh sekretariat komisi banding ke pejabat pembentuk komisi banding;

18. Pemberitahuan dan penyerahan surat perinath pembentukan komisi banding kepada pejabat yang ditunjuk sebagai komisi banding oleh sekretariat komisi banding;

19. Penetuan waktu pelaksanaan sidang banding;

20. Pengajuan penetapan putusan KKEP/banding ke pejabat pembentuk KKEP/banding;

21. Pengajuan permohonan penetapan putusan KKEP/banding ke fungsi SDM oleh sekretariat KKEP/banding;

22. Penyerahan penetapan penjatuhan hukuman kepada pelanggar yang bersifat administratif;

23. Pelaksanaan pengawasan putusan penjatuhan hukuman oleh fungsi rehabilitasi yang pelaksanaannya oleh atasan langsung;

24. Penilaian atas pelaksanaan penjatuhan hukuman oleh atasan pelanggar untuk diserahkan ke fungsi rehabpers;

25. Penerbitan surat pemulihan hak oleh fungsi rehab dan fungsi paminal.

V. PENUTUP

Referensi

Dokumen terkait

A Visual and Verbal Analysis of Children ’s Representation in Television Advertisement Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu..

Mukosa lambung terdiri dari epitel permukaan yang mengalami invaginasi dengan berbagai kedalaman di dalam lamina propria, membentuk foveola gastrika.. Di seluruh mukosa,

Nevertheless, even though the data show an in- crease in the proportion of convicted foreign offenders in almost all types of criminal offences, including violent crime (Figure

penelitian yang digunakan adalah: teologi normatif, dan yuridis. Adapun sumber data penelitian ini adalah yang melakukan pernikahan dini, masyarakat. Selanjutnya, metode

Hipotesa Monro-Kellie menyatakan bahwa karena keterbatasan ruang ini untuk ekspansi di dalam tengkorak, adanya peningkatan salah satu dari komponen ini menyebabkan perubahan

Then each of them calculates the average number of the chosen numbers of his two neighborhoods and announces this average numbers are the same as the corresponding sitting

Oleh sebab itu berdasarkan lingkup kegiatan dan kesamaan tujuan dapat disimpulkan bahwa perjanjian pengadaan jasa konsultansi dalam penulisan ini termasuk layanan jasa

Berdasarkan hasil Evaluasi dan Pembuktian Kualifikasi serta Penetapan Hasil Kualifikasi, kami Kelompok Kerja I Unit Layanan Pengadaan Barang/Jasa Daerah Kabupaten