i
KONSEP KECERDASAN MAJEMUK PERSPEKTIF HOWARD
GARDNER DAN PENERAPANYA DALAM PEMBELAJARAN
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI SEKOLAH
SKRIPSI
Diajukan untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan Islam
Disusun oleh :
ROS ARIANTI ABAS
NIM 11112159
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SALATIGA
vi
PERSEMBAHAN
Skripsi ini saya persembahkan :
1.
Untuk kedua orang tua saya Bapak Abbas Ahmad dan Ibu Maryam Hamzah
yang senantiasa dan tidak lelah mendoakan dan memberikan semangat untuk
saya.
2.
Untuk kakak saya Zulfikar Abbas yang telah mendoakan dan memberikan
semangat untuk saya.
3.
Untuk seluruh keluarga , teman, sahabat saya yang sudah banyak mendukung
saya dalam menyelesaikan Skripsi ini
4.
Untuk Immawan dan Immawati Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah kota
Salatiga yang telah memberikan semangat.
vii ABSTRAK
ROS Arianti Abas . 2016. Konsep Kecerdasan Majemuk Perspektif howard Gardner Dan Penerapanya Dalam Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Di Sekolah. Skripsi. Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan IAIN Salatiga, pembimbing Bapak Fatchurroham, S.Ag., M.Pd.
Kata Kunci: Konsep kecerdasaan majemuk perspektif Howard Gardner dan penerapannya dalam pembelajaran pendidikan agama islam di sekolah.
Selama ini pendidikan di Indonesia menilai kecerdasan manusia sempit, khususnya pada pendidikan formal, manusia hanya dianggap memiliki satu kecerdasan yang dapat diukur dengan nilai, angka maupun bilangan yang disebut dengan kecerdasan logika-matematika, sedangakan alat yang digunakan untuk mengukur kecerdasan tersebut adalah IQ. Kecenderungan pembelajaran yang selalu menekankan pada prestasi akademik ini akan menghasilkan generasi muda yang kurang berinisiatif seperti menunggu instruksi, takut salah, malu mendahului yang lain, hanya ikut-ikutan, salah tetapi masih berani bicara (tidak bertanggung jawab), mudah bingung karena kurang memiliki percaya diri, serta tidak peka terhadap lingkungannya.
Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap dengan jelas tentang konsep kecerdasan majemuk perspektif Howard Gardner dan Penerapan Konsep kecerdasan majemuk perspektif Howard Gardner dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Sekolah. Penelitian ini menggunakan pendekatan library research yaitu suatu penelitian kepustakaan murni. Dengan demikian pengumpulan data dalam penelitian ini adalah menggunakan metode dokumentasi yang mencari data mengenai hal-hal atau variabel-variabel yang berupa catatan seperti buku-buku, majalah, dokumen, artikel, perkataan-perkataan, notulen harian, catatan rapat dan sebagainya. Penulis menggunakan teknik analisis dekduktif induktif dengan cara menemukan pola, tema tertentu dan mencari hubungan yang logis antara pemikiran tersebut. Kemudian mengklasifikasikan pemikiran sang tokoh sehingga dapat dirumuskan dalam pendidikan Islam yang sesuai.
viii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahi robil’alamin, segala curahan rasa syukur kami panjatkan kepada
Allah Swt atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan tugas akhir skripsi dengan judul “
KONSEP KECERDASAN
MAJEMUK PERSPEKTIF HOWAR GARDNER DAN PENERAPAN
PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI SEKOLAH
”. Skripsi
ini disusun dalam rangka memperoleh gelar Sarjana S1 Jurusan Pendidikan Agama
Islam Institut Agama Islam Negeri (IAIN
)
Salatiga.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tanpa bantuan dari berbagai pihak, tidak
akan mungkin penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan lancar. Oleh
karena itu pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada:
1.
Bapak Dr. Rahmat Haryadi, M.Pd.,selaku Rektor IAIN Salatiga.
2.
Kedua orang tua penulis, Ibu Maryam Hamzah dan Bapak Abbas Ahmad yang
senantiasa membimbing, mendidik dengan sabar dan penuh kasih sayang serta
doa yang tak pernah luput untuk penulis.
ix
4.
Ibu Siti Rukhyati, M.Ag selaku Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam IAIN
Salatiga.
5.
Seluruh dosen dan petugas admin Jurusan Pendidikan Agama Islam IAIN
Salatiga yang telah banyak membantu selama kuliah dan penelitian berlangsung.
6.
Untuk Kakakku Zulfikar yang selalu menjadi motivasi dan tak pernah putus
menyemangati dan memberi doa.
7.
Sahabat-sahabat yang telah banyak melakukan hal terbaik kepada penulis,
sebagai teman dalam susah maupun senang, yang tidak akan pernah bisa
terbalaskan baik budinya untuk, Mas Muhammad Widodo, Istianah Lis
Hikmatiwati, Anggih Ratna Sari dan sahabat seperantauan Visi Sofya H.
Semuannya yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih kurang dari sempurna. Oleh
karena itu penulis mengharap kritik dan saran yang bersifat membangun dari berbagai
pihak demi kesempurnaan tugas-tugas penulis selanjutnya. Semoga skripsi ini
bermanfaat bagi pembaca dan dunia pendidikan pada umumnya.
x
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN KELULUSAN ... iii
HALAMAN LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ... iv
HALAMAN MOTTO ... v
HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi
ABSTRAK ... vii
KATA PENGANTAR ... viii
DAFTAR ISI ... x
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 5
C. Tujuan dan Kegunaan ... 5
1. TujuanPenelitian... 5
2. Kegunaan Penelitian ... 6
E. Metode Penelitian ... 7
1. Jenis Penelitian ... ……….. 7
2. Pendekatan Penelitian ... 7
3.
Metode pengumpulan data ... 7
xi
5.
Defenisi operasional ... 10
F. SistematikPenulisan ... 11
BAB II KONSEP KECERDASAN PERSPEKTIF HOWARD GARDNER
A. Biografi Howard Gardner danKarya-Karyanya ... 13
1.
Biografi Howard Gardner ... 14
2.
Karya-karya howard Gardner ... 23
3.
Latar belakang teori kecerdasan howard Gardner ... 35
B. Kecerdasan Perspektif Howard Gardner ... 43
1. Pengertian Kecerdasan perspektif Howard Gardner ... …….43
2. Macam-macam kecerdasan majemuk ...
45
BAB III KONSEP KECERDASAN DAN PEMBELAJARAN PAI
A. Pengertian Kecerdasan ... 62
1.
Kecerdasan menurut para ahli ... 62
2.
Teori-teori kecerdasan ... 64
3.
Faktor yang mempengaruhi kcerdasan majemuk ... 72
B. PengertianPembelajaran pendidikan agama islam ... 75
1.
Pengertian pembelajaran ... 75
2.
Pengertian pendidikan agama islam ... 77
3.
Dasarpembelajaran PAI ... 81
4.
Tujuan pembelajaran PAI ... 83
xii
6.
Fungsi pendidikan agama islam ... 89
7.
Prinsip-prinsi pembelajaran PAI ... 91
8.
RuangLingkup pendidikan agama islam ... 93
9.
Faktor-faktor yang mempengaruhi PAI... 93
BAB IV PENERAPAN KECERDASAN MAJEMUK PERSPEKIF HOWARD
GARDNER DALAM PEMBELAJARAN PAI
A.
Mengenal intelligensi peserta didik... 103
1.
Tes ... 104
2.
Percobaanaplikasikecerdasanmajemuk di kelas ... 107
3.
Mengamati kegiatan siswa di kelas ... 107
4.
Observasi kegiatan siswa di luar kelas ... 108
5.
Portofolio Peserta didik ... 108
B.
Mempersiapkan Draf Pengajaran PAI... 109
1.
Fokus pada topik ... 110
2.
Mencari Gagasan Pendekatan Multiple Intelligences yang
Cocok denganTopik... 111
3.
Membuat Skema dan Kemungkinan Kegiatan yang dapat Dilakukan
pendidik ... 111
4.
Persiapan terhadap media pembantu (media pembelajaran
)
... 111
C.
Strategi Pengajaran PAI berbasis Multiple Intelligences ... 112
xiii
Agama Islam di Sekolah ... 118
BAB V PENUTUP
... 131
A. Kesimpulan ... 131
14 BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Anak adalah anugerah terindah yang dititipkan tuhan Yang Maha Esa
kepada orangtuanya. Seharusnya kita bersyukur dan memelihara amanah
yang diberikan Tuhan dengan baik. Masih banyak orang yang hidupnya
kurang sempurna karena tidak adanya anak.
Menurut Seto Mulyadi (2008) dalam Andrianto (2008), anak adalah
sosok unik yang padanya melekat berbagai ciri yag berbeda dengan yang
dimiliki manusia dewasa. Anak tumbuh secara fisik dan psikis. Ada fase-fase
perkembangan pada anak yang dilaluinya. Perilaku yang ditampilkan
anak-anak akan sesuai dengan ciri-ciri psikologi anak-anak sangat penting dalam
mendidik dan mengasuh anak agar bisa sukses, termasuk dalam mengungkap
kecerdasan anak (Purwa A. Prawira, 2013 :135).
Di negara-negara yang telah maju, masalah kecerdasan amat penting
diperhatikan dalam dunia pendidikan. Di negara-negara tersebut telah dibuat
tes standar kecerdasan sehingga dapat untuk mengukur tingkat kecerdasan
anak-anak maupun dewasa. Kecerdasan merupakan salah satu anugerah besar
dari Allah SWT kepada manusia dan menjadikannya sebagai salah satu
kelebihan manusia dibandingkan dengan makhluk lainnya. Dengan
kecerdasannya, manusia dapat terus menerus mempertahankan dan
meningkatkan kualitas hidupnya yang semakin kompleks, melalui proses
15
dengan kecerdasan Allah SWT menciptakan manusia sebagai makhluk-Nya
yang mempunyai bentuk yang paling sempurna dibandingkan dengan
makhluk-Nya yang lain. Allah menegaskan didalam surat at-Tin ayat 4 :
Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang
sebaik-sebaiknya (Q.S at-tin :4) (Depertemen Agama RI, 1991 :597).
Bakat dan kecerdasan merupakan dua hal yang berbeda, namun saling
terkait. Bakat adalah kemampuan yang merupakan sesuatu yang melekat
dalam diri seseorang. Bakat peserta didik dibawa sejak lahir dan terkait
dengan struktur otaknya. Dan potensi bawaan sejak peserta didik sampai
menjadi bakat berkaitan dengan kecerdasan intelektual (IQ) peserta didik.
Tingkat intelektualitas peserta didik berbakat biasanya di atas rata-rata.
Namun, peserta didik berbakat. Bakat seni dan olahraga misalnya, keduanya
memerlukan strategi, taktik, logika yang berhubungan dengan kecerdasan
(Hamzah dkk, 2009: 7).
Selama ini pendidikan di Indonesia menilai kecerdasan manusia terlalu
sempit, manusia dianggap hanya memiliki satu kecerdasan yang dapat diukur
yang disebut kecerdasan logika-matematika, sedangan alat yang digunakan
untuk mengukur kecerdasan tersebut adalah tes IQ. Praktek-praktek
pembelajaran di Indonesia yang masih mengandalkan pada cara-cara yang
lama yang menganggap anak hanya perlu melaksanakn kewajiban yang telah
16
pada keinginan guru dan kurikulum dan cenderung sangat mengutamakan
prestasi akademik saja perlu dikaji ulang karena sudah tidak sesuai lagi
dengan perkembangan masyarakat (Asri B, 2005:111).
Kecenderungan pembelajaran yang selalu menekankan pada prestasi
akademik ini akan menghasilkan generasi muda yang kurang berinisiatif
seperti menunggu instruksi takut salah malu mendahului yang lain, hanya
ikut-ikutan, salah tetapi masih berani bicara(tidak bertanggung jawab), mudah
bingung karena kurang memiliki percaya diri, serta tidak peka terhadap
lingkungannya. Di samping itu generasi demikian akan memiliki sifat yang
tidak sabar, ingin cepat berhasil walaupun melalui jalan pintas, kurang
menghargai proses, mudah marah sehingga banyak menimbulkan kerusuhan
dan tawuran (C. Asri B, 2005 :112). Keberhasilan pendidikan terkait dengan
kemampuan orang tua dan guru dan memahami peserta didik sebagai individu
yang unik. Peserta didik harus dilihat sebagai individu yang memiliki
berbagai potensi yang berbeda satu sama lain, namun saling melengkapi dan
berharga (Hamzah, Dkk ,2009 :10-11).
Pendekatan di dalam pembelajaran sangat mementingkan aspek-aspek
akademik cenderung memberikan tekanan pada perkembangan intelegensi
hanya terbatas pada aspek kognitif sehingga manusia telah dipersempit
menjadi sekedar memiliki kecerdasan kognitif atau yang sering disebut IQ.
Howard Gardner(1983) memperkenalkan penelitiannya yang berkaitan
17
merupakan konstruk sejumlah kemampuan yang masing-masing dapat berdiri
sendiri (Monty P.S, 2003:5). Howard Gardner (1993) dalam buku multiple intelligences menuliskan bahwa skala kecerdasan yang selama ini dipakai ternyata memiliki banyak keterbatasan sehingga kurang dapat meramalkan
kinerja yang sukses untuk masa depan seseorang. Gambaran mengenai
kecerdasan yang luas telah membuka mata para orangtua unggul maupun
guru tentang adanya wilayah-wilayah yang secara spontan akan diminati oleh
anak-anak dengan semangat tinggi. Dengan begitu, tiap anak merasa pas
menguasai bidangnya masing-masing.
Menurut Gardner, anak-anak tersebut tidak hanya menjadi cakap pada
bidang-bidang tersebut yang memang sesuai dengan minatnya, tetapi juga
anak-anak itu akan sangat menguasainya sehingga kelak menjadi sangat ahli.
Lebih lanjut, untuk mendukung argumentasinya itu Gardner mengemukan
bahwa kecerdasan seseorang meliputi unsur-unsur yaitu : (1) kecerdasan
matematika-logika, (2) kecerdasan bahasa, (3) kecerdasan musical, (4)
kecerdasan visual spasial, (5) kecerdasan kinestetik,(6) kecerdasan
interpersonal. (7) kecerdasan intrapersonal (Purwa A.Prawira, 2013:152-153).
Dalam pendidikan, guru mengingikan siswanya berhasil. Seorang guru ketika
memilih karir menjadi pendidik dan sebagai pendidik akan merasa puas jika
dapat membuat perubahan dalam kehidupan generasi muda. Oleh karena itu
sudah seharusnya para guru tidak hanya menggunakan satu metode dalam
pengajaran, guru dapat menggunakan berbagai macam variasi model yang
18
didik mempunyai intelegensi yang berbeda dan siswa akan lebih mudah
belajar bila materi disajikan dengan cara yang sesuai dengan intelegensi
mereka yang menonjol (Sunarto dan Hartono , 2002 :4).
Teori Howard Gardner tentang multiple intelligences tersebut sangat bermanfaat jika diterapkan dalam memberikan pengajaran pendidikan agama
Islam di sekolah. Sehingga guru dapat menggunakan berbagai macam metode
pembelajan. Agar guru dapat mengetahui serta memiliki kesadaran tentang
multiple intelligences yang dimiliki oleh anak didiknya.
Dari pemaparan di atas penulis merasa pentingnya pengetahuan
tentang multiple intelligences (kecerdasan dari sudut pandang Howard Gardner) kepada para pendidik untuk mengetahui bagaimana kondisi
kecerdasan peserta didiknya, sehingga mereka bisa memberikan metode
pengajaran yang bervariasi dalam pengajaran pendidikan agama Islam pada
khususnya dan seluruh pembelajaran pada umumnya, maka penulis ingin
melakukan penelitian yang berjudul :KONSEP KECERDASAN MAJEMUK
PERSPEKTIF HOWARD GARDNER DAN PENERAPANYA DALAM
PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI SEKOLAH
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas, maka yang
menjadi pokok permasalahan dalam penulisan tugas akhir kuliah ini,penulis
merumuskan :
19
2. Bagaimana penerapan kecerdasan majemuk prespektif Howard Gardner
dalam pembelajaran pendidikan agama islam di sekolah?
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan
informasi atau gambaran pemikiran Howard Gardner mengenai konsep
Kecerdasan yang telah dikemukakan oleh beliau. Namun sesuai dengan
beberapa rumusan masalah maka ada beberapa tujuan yang menjadi
penunjang dalam mencapai tujuan utama dalam penelitian ini, yaitu :
Untuk mendapatkan gambaran mengenai tentang konsep kecerdasan
perspektif Howard Gardner
1. Mendeskripsikan konsep kecerdasan majemuk menurut Howard Gardner.
Melalui deskripsi ini, diharapkan para pembaca memahami dengan jelas
mengenai konsep kecerdasan majemuk menurut Howard Gardner, sebagai
pengetahuan awal untuk mengembangkan kecerdasan tersebut pada
pembelajaran PAI
2. Merumuskan penerapan howard gardner dalam pembelajaran PAI di
sekolah, Sehingga kecerdasan majemuk peserta didik bisa berkembang
secara baik dan sesuai dengan perkembangan mereka.
D. Kegunaan Penelitian
Adapun kegunaan hasil penelitian ini adalah :
1. Hasil penelitian ini diharapkan akan menjadi panduan kita atau masukan
buat kita dalam bidang pendidikan dan pengajaran, terutama dalam
20
2. Hasil penelitian ini diharapkan sebagai masukan bagi para guru dan calon
guru PAI agar senantiasa menggunakan metode-metode pembelajaran PAI
yang mampu mengembangkan kecerdasan majemuk peserta didik dan
sesuai dengan perkembangan mereka yang bersifat humanis dalam
penyelenggaraan pendidikan agama islam di sekolah-sekolah pendidikan
formal maupun nonformal dalam kehidupan sosial masyrakat.
E. Metode Penelitian
Dalam penelitian ini terdapat beberapa hal pokok yang mendasari
penelitian yaitu: Jenis penelitian, pendekatan penelitian, mtode pengumpulan
data dan analisis data
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yaitu suatu penelitian
dan empiris yang dikumpulkan lebih berbentuk kata-kata, kutipan, bahkan
kutipan langsung pernyataana atau pemahaman tentang sesuatu, dan
terkadang mengandung nuansa sikap,cita-cita dan lain sebagainya (H.
Imam Bawani, MA, 2016 :108). Dan penelitian ini dapat dikategorikan
sebagai penelitian pustaka (library research), yaitu jenis penelitian yang
bersumber dari data-data atau sasaran yang diteliti berupa kumpulan
dokumen dalam wujud bahan tertulis atau lainnya seperti buku, majalah,
jurnal, surat kabar, dan aneka informasi yang bersumber dari internet (H.
Imam, 2016 :109).
21
Karena penelitian ini tergolong sebagai penelitian pustaka maka
penelitian ini menggunakan kualitatif dengan pendekatan deskriptif
kualitaif, yaitu penelitian yang tidak mengadakan perhitungan data secara
kuantitatif yaitu suatu pendekatan yang hanya mengumpulkan sumber atau
kata dan bukan deretan angka (H. Imam B, 2016 : 116).
3. Metode pengumpulan Data
Berdasarkan jenis penelitian yang penulis gunakan yaitu penelitian
kepustakan, maka pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan
metode dokumentasi yang dilakukan dengan cara mencari, memilih
,menyajikan, dan menganalisis data-data dari literatur atau sumber-sumber
yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti (Arief F dan Agus M,
2005 :55). Terkait dengan hal tersebut , ada dua sumber yang digunakan
untuk mengumpulkan data pada penelitian ini, yaitu sumber primer dan
sumber sakunder. Adapaun sumber-sumber tersebut adalah :
a. sumber primer
Sesuai dengan konsep awal bahwa variabel adalah suatu yang menjadi
titik perhatian dalam sebuah penelitian ini, jadi yang menjadi titik
perhatian dalam penelitian ini adalah Konsep Kecerdasan Perspektif
Howard Gardner Dan Penerapannya dalam Pembelajaran Pendidikan
Agama Islam. Dan adapun buku primer yang digunakan adalah
Howard Gardner : Multiple Intelligences
22
Sumber sekunder adalah berupa buku yang berbicara mengenai
kecerdasan yang pernah ditulis oleh para ahli, bisa berupa,jurnal,
makalah, internet dan sebagainya yang mempunyai relevansi dengan
tema atau judul penelitian di atas. Adapun yang menjadi buku
sekunder dalam penulisan skripsi ini antara lain adalah :
1. Mestika Zed: Metode penelitian kepustakaan
2. Purwa Atma Prawira: Psikologi Pendidikan Dalam Perspektif Baru
3. Drs . H. M.A. Fattah Santoso, M.Ag :Studi Islam
4. Prof.D. H. Hamzah dkk: Mengelola Kecerdasan Dalam
Pembelajaran
5. Monty P. Satiadarma dan Fidelis E. Waruwu : Mendidik
Kecerdasaan
6. Sutan Surya :Melijitkan multiple intelligence
7. Abdul Majid, S.Ag., M.Pd. : Belajar dan Pembelajran pendidikan
agama islam.
8. Arif Furchan dan Agus Maimun : Metode penelitian mengenai
tokoh.
9. Prof Dr. H. Imam Bawani, MA : Metodolgi peneltian pendidikan
islam.
4. Teknik Analisis Data
Setelah data terkumpul, langkah selanjutnya adalah menganalisa data
23
metode yang dapat digunakan untuk menganalisa data-data yang ada,
diantaranya adalah :
a. Metode deduktif adalah cara analisis dari kesimpulan umum atau
jeneralisasi yang diuraikan menjadi contoh-contoh kongkrit atau
fakta-fakta untuk menjelaskan kesimpulan atau jeneralisasi tersebut Dalam
penelitian ini, metode deduktif digunakan untuk memperoleh gambaran
secara detail tentang pemikiran Howard Gardner.
b. Metode induktif, yaitu fakta-fakta diuraikan terlebih dahulu, baru
kemudian dirumuskan menjadi suatu kesimpulan. Pada metode induktif,
data dikaji melalui proses yang berlangsung dari fakta dan akhirnya
ditemui pemecahan persoalan bersifat umum. Metode induktif ini
digunakan untuk memperoleh gambaran yang utuh terhadap pemikiran
Howard Gardner dari beberapa sumber buku.
5. Defenisi Operasional
Agar dalam penulisan ini tidak terjadi keracuan makna atau salah
presepsi, maka dipandang perlu dalam penulisan ini dicantumkan defenisi
dari permasalaha yang akan diangkat :
a. Kecerdasan : kemampuan untuk menyelesaikan berbagai masalah
kehidupan dan dapat menghasilkan produk atau jasa yang berguna
dalam berbagai aspek kehidupan.
b. Pembelajara PAI: Suatu proses yang dilakukan oleh individu untuk
memperoleh suatu perubahan tingkah perilaku yang baru secara
24
mengimani, bertakwa, dan berakhlak mulia dalam mengamalkan
ajaran-ajaran islam dari sumber utamanya kitab suci Quran dan
Al-Hadis (Abdul M, 2012 :11).
Skripsi ini berisikan penyelidikan atau penganalisaan ide serta pendapat
Howard Gardner tentang kecerdasan dan bagaimana menerapkan sudut
pandangnya tentang kecerdasan tersebut dalam pembelajaran pendidikan
agama Islam. Di skripsi ini, penulis ingin mencoba membuat teori tentang
penerapan konsep kecerdasan perspektif Howard Gardner dengan
menggunakan pedoman buku-buku panduan tentang penerapan kecerdasan
perspektif Howard Gardner dalam pembelajaran secara umum, kemudian
penulis mencoba untuk membuat teori bagaimana cara menerapkan konsep
tersebut dalam pembelajaran pendidikan agama Islam.
F. Sistematika Penulisan :
Dalam penulisan skripsi ini penulis membuat sistematika penulisan
sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN : yang berisi tentang latar belakang masalah,
rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, metodologi
penelitian yang meliputi : jenis penelitian, pendekatan penelitian, sumber
data, metode pengumpulan data dan teknik analisa data. Definisi operasional
dan sistematika pembahasan.
BAB II : KONSEP KECERDASAN PERSPEKTIF HOWARD
25
pengertian kecerdasan perspektif Howard Gardner, dan macam- macam
kecerdasan perspektif Howard Gardner.
BAB III : KONSEP KECERDASAN DAN PEMBELAJARAN
AGAMA ISLAM, yang meliputi kecerdasan: pengertian kecerdasan, teori
kecerdasan, faktor kecerdasan. Pembelajaran pendidikan agama islam yang
meliputi: Pengertian pembelajaran, Pengertian pendidikan agama islam,
Dasar pembelajaran agama islam ,tujuan pembelajaran pendidikan agama
islam, karakteristik pendidikan agama islam, fungsi pendidikan agama islam,
prinsip-prinsip pembelajarn pendidikan agama islam, ruang lingkup
pendidikan agama islam, faktor-faktor yamg mempengaruhi pendidikan
agama islam..
BAB IV: PENERAPAN KONSEP KECERDASAN MAJEMUK
PERSPEKTIF HOWARD GARDNER DALAM PEMBELAJARAN
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM, yang meliputi : mengenal multiple
intelligences siswa, mempersiapkan pengajaran, strategi pengajaran PAI berbasis Multiple intelligences, menentukan evaluasi, langkah-langkah pembelajaran pendidikan Agama islam berbasis Multiple Intelligences di sekolah dan penerapan Multiple Intelligences dalam pembelajara Pendidikan Agama Islam.
BAB V : PENUTUP, yang berisi : simpulan dan saran-saran.
BAB II
26
A. Biografi Howard Gardner dan Karya-karyanya
Konsep tentang Intelligence Quotient(IQ) memberi pengaruh besar terhadap imajinasi berjuta-juta orang (Thomas Armstrong, 2002 :11). Bakat
peserta didik dibawa sejak lahir dan terkait dengan struktur otaknya. Dan
potensi bawaan peserta didik sampai menjadi bakat berkaitan dengan
kecerdasan intelektual (IQ) peserta didik. Tingkat intelektualitas peserta didik
berbakat biasanya di atas rata-rata. Namun, peserta didik berbakat. Bakat seni
dan olahraga misalnya, keduanya memerlukan strategi, taktik, logika yang
berhubungan dengan kecerdasan (Hamzah dkk, 2009: 7).
Padahal, tidak semua peserta didik dapat diidentifikasi mempunyai
inteligensi tinggi dalam tes IQ standar. Hal ini cukup beralasan, karena tak
ada seorang di dunia ini yang benar-benar sama dalam segala hal, sekalipun
kembar. Selalu terdapat perbedaan diantara mereka disebabkan oleh faktor
genetik dan lingkungan sehingga tiap peserta didik merupakan pribadi
tersendiri dan memiliki kekuatan khusus dalam diri mereka (Nasution, 1988
:95).
27
Howard Gardner adalah seseorang ahli psikologi perkembangan dan
professor pendidikan dari Graduate School of Education, Harvard University Amerika Serikat.
Howard Gardner dilahirkan pada tanggal 11 Juli 1943 di Scaranton,
Pennsylvania, Amerika Serikat. Gardner dan keluarganya tinggal di wilayah pertambangan batubara di timur laut Pennsylvania, Amerika
Serikat. Kedua orang tuanya Ralph dan Hilde Gardner, termasuk
pengungsi yang melarikan diri dari kekejaman Nazi Jerman dan kemudian
menetap di Amerika Serikat pada tanggal 9 November 1938. Orang tuanya
kehilangan anak pertama mereka yang saat itu berumur delapan tahun
akibat kecelakaan kereta luncur (Joy A. Palmer, 2006 :483). Anak tersebut
adalah Eric, kakak Gardner yang saat itu meninggal menjelang kelahiran
Gardner. Kejadian tersebut tidak pernah diceritakan orang tuanya selama
masa kanak-kanak Gardner. Tampaknya kecelakaan menewaskan Eric
telah menimbulkan trauma bagi orang tua Gardner. Hal ini tampak dari
sikap yang ditunjukan oleh orang tuanya terhadap Gardner kecil. Gardner
selalu dilarang melakukan aktivitas yang membahayakan fisiknya, seperti
bersepeda dan olahraga berat lainnya, sehingga kegemarannya pada musik,
menulis, dan membacalah yang kemudian dikembangkan. Bahkan musik
menjadi hal paling penting dalam hidupnya.
Walaupun semua kejadian buruk menimpa keluarganya tidak pernah
diceritakan kepada Gardner kecil, namun Gardner sendiri yang akhirnya
28
Nazi (Ladislaus N, 2004: 158). Menurut Dia kejadian tesebut bahkan telah
menjadikannya dewasa dan memahami bahwa sebagai anak sulung yang
masih hidup dalam keluarga besar, Ia dituntut berbuat banyak di Negara
baru (Amerika Serikat). Dia juga berpikir bahwa para pemikir keturunan
Yahudi dari Jerman dan Austria seperti Einstein, Freud, Marx, dan Mahler,
hidup dan telah belajar serta bersaing dengan pemikir-pemikir lainnya di
pusat-pusat intelektual Eropa, sementara Dia sendiri terkungkung di
lembah Pennsylvania yang tidak menarik. Akibatnya, ia mengalami
kebuntuan intelektual serta depresi ekonomi (Joy A. Palmer, 2010 :483).
Keinginan yang kuat untuk maju dan berkembang serta
kegandrungannya terhadap musik menyebabkan Dia menolak keinginan
orang tuanya untuk menyekolahkan di Philps Academy di Massachusetts, dia bahkan pergi sekolah ke Wyoming Seminary di Kingston. Di sekolah Dia banyak mendapatkan dukungan dan perhatian dari guru-gurunya
sampai akhirnya dia sukses menyelesaikan studinya (Ladislaus Naisban,
2004: 158).
Setelah menyelesaikan studinya di sekolah tersebut , pada tahun 1961
Dia melanjutkan studinya ke Harvard University, tempat dimana ia
mengabadikan sekarang. Di universitas tersebut Dia mempelajari sejarah
sebagai persiapan karier di bidang hukum, khususnya pengacara. Selain
itu, Dia juga banyak belajar tentang sosiologi dan psikologi. Di Universitas
itu juga Dia bertemu dengan orang-orang yang banyak memberinya
29
mereka adalah pakar psikoanalisa Eric Erikson (orang yang telah
memperkuat ambisinya untuk menjadi akademikus), sosiolog David
Reisman, dan psikolog kognisi Jeromer Bruner (Joy A. P, 2010 :484).
Pada tahun 1965 Dia berhasil memperoleh gelar kesarjanaan dalam
bidang psikologi dan ilmu pengetahuan sosial. Dari sini Dia bekerja
bersama Jeromer bruner dalam MACOS (macintosh Operating System) project. Dalam perjalanan kariernya di proyek tersebut, Dia banyak membaca karya-karya Claude Levi –Staurss (salah seorang ahli
Antropologi Struktural, seorang keturunan Yahudi berkebangsaan parancis
yang lahir di Belgia pada tahun 1908), dan Jean Piaget ( salah seorang
psikolog dalam bidang kognitif dan moral. Dia lahir di Neuchatel, Swis
pada tanggal 9 Agustus 1896). Bahkan bangkitnya minat Gardner untuk
menyelidiki lebih lanjut mengenai “perkembangan” juga terinspirasi dari
karya Jean Piaget mengenai tahap perkembangan kognisi manusia.
Menurut Jean Piaget, contoh bentuk tertinggi kognisi manusia adalah
kognisi yang dimilki oleh para ilmuawan. Oleh karena itu, Dia memandang
bahwa anak iu dilahirkan sebagai “bakal ilmuwan”. Namun menurut
Gardner konsep Jean Piaget tentang perkembangan kognisi manusia
terutama konsepsi anak sebagai” bakal ilmuwan” tidak memadai untuk
zaman sekarang ( Ladislau Nasiban, 2004: 159).
Bagi gardner , ilmuwan tidaklah bisa dijadikan sebagai contoh bentuk
tertinggi manusia. Kesadaran ini muncul manakala Dia menyadari
30
sebagaimana dikutip oleh Joy A. Palmer, bahwa orang-orang yang ahli
dalam bidang- bidang lain, seperti pelukis, penulis, musikus, penari, dan
seniman lainnya juga memiliki kemampuan kognitif yang tertinggi. Oleh
karena itu, apa yang disebut dengan “berkembang” perlu memperhatikan
hal-hal tersebut. Dengan demikian, perlu adanya pengembangan dan
penelitian lebih lanjut berkenaan dengan perkembagan kognisi (Joy A. P,
2010 : 484).
Kemudian , pada tahun 1996, Ia melanjutkan program doktornya di
Harvard University dan selesai pada tahun 1971. Selama di Harvard
University Dia dilatih menjadi seorang psikolog perkembangan kemudian
menjadi seorang Neurolog (istilah yang digunakan untuk menyebut
seorang ahli dalam ilmu pengetahuan mengenai struktur dan fungsi sistem
syaraf), berdasarkan hasil penggodokan dari berbagai institusi tempat dia
menuntut ilmu, terutama di Universitas Harvard, Akhirnya Dia menjadi
seorang ahli dalam bidang psikologi, neurologi, bahkan pendidikan.
Setelah memempuh perjalanan yang begitu panjang, akhirnya saat ini Dia
telah menjadi seorang professor yang khusus mendalami kognisi dan
pendidikan di Departemen Pendidikan Harvard University, professor
psikologi di Harvard University, professor Neurolog di sekolah
Kedokteran Universitas Boston, dan ketua tim (dierktur) senior proyek
Zero (Joy A. P, 2010 :484).
Proyek zero adalah kelompok penelitian yang bertujuan memperkuat
31
sejak pendidikannya di Gruaduate School sampai sekarang, telah menjadi
pusat kegiatan intelektual Gardner, tempat berkembangnya ide-ide
sekaligus komunitas intelektualnya. Pada awalnya, di proyek tersebut
kognisi dalam bidang seni menuju penelitian tentang proses belajar,
pemikiran dan kreativitasnya pada berbagai displin ilmu, kelompok usia,
serta lingkungan pendidikan ( Ladislaus Nasiban,2004 :159. Bahkan di
proyek itulah Dia menemukan teori Multple Intelligences.
Multiple intellignces adalah istilah yang digunakan oleh Howard
Gardner untuk menunjukan bahwa pada dasarnya manusia itu memiliki
banyak kecerdasan. Teori ini kemudian dikembangkan dan diperkenalkan
pada tahun 1983 dalam bukunya yang berjudul Frame of mind, yang telah
diterjemahkan ke dalam dua belas bahasa. Selanjutnya pada tahun 1993
Dia mempublikasikan bukunya yang berjudul Multiple intelligences: The
theory ini pracitle, sebagai penyempurnaan atas buku yang terbit sebelumnya, setelah banyak melakukan penelitian tentang implikasi
sekaligus aplikasi teori kecerdasan majemuk di dunia pendidikan di
Amerika Serikat. Teori tersebut disempurnakan lagi dengan terbitnya
buku Multiple Intelligences Reframed pada tahun 2000 ( Ladislaus Nasiban, 2004 :159). Bahkan wacana mengenai Multiple Intelligences di perluas kembali di dalam bukunya Multiple Intelligences: New Horizontal
yang terbit pada tahun 2007.
Sementara itu, pada tahun 1994, Dia bersama teman sejawatnya
32
merancang Good Work Project, yaitu suatu proyek yang bertujuan untuk meneliti bagaimana individu-individu yang menonjol di setiap profesi
dapat menghasilkan karya yang patut dicontoh sesuai standar profesi
masing-masing, dan memberikan sumbangan besar bagi kejahteraan
masyarakat ( Joy A. Palmer, 2010 :490).
Terlepas dari semua itu, dalam perjalannya kariernya , Gardner
bertemu dan menikah dengan Ellen Winner, seorang ahli psikologi
perkembangan yang mangajar di kampus Boston. Dari pernikahan tersebut,
Dia dikarunia empat orang anak, yaitu Kerith (1969), Jay (1971), Andrew
(1976), dan Benyamin (1985), serta sorang cucu. Selain sibuk dengan
berbagai kegiatan di proyek Zero, Dia juga mencurahkan seluruh
perhatiannya pada keluarga, karena keinginan besarnya adalah keluarga
dan pekerjaanya.
Karena Dia seorang pakar yang banyak melakukan penelitian dan
menyanyangi bidang seni, maka di Universitas Hardvard dia dipercaya
untuk memberikan banyak mata kuliah, antar lain : mengenai inteligensi,
kreativitas, kepemimpinan, tanggung jawab professional, kegiatan ilmiah
antar disiplin ilmu, manajemen kerja yang baik, dan seni (Ladislaus N ,
2004 : 159).
Seperti yang telah dijelaskan bahwa Gardner adalah seorang yang
aktif dalam bidang penelitian sekaligus ahli dalam bidang musik dan
33
menyandang atau menduduki berbagai jabatan. Adapun jabatan-jabatan
yang pernah disandang dan di pegang ole Gardner antar lain :
a. Guru piano (1958-1969) ;
b. Guru SD di Newton MA (1969) ;
c. Peneliti klinis di kedokteran Universitas Boston (1975-1978) ;
d. Psikolog peneliti di kedokteran University Veteran Boston (1978
-1991) ;
e. Konsultasi psikologi di Universitas Veteran Boston (1991-1993)
f. Peneliti Proyek Zero Hovard (1972-2000) ;
g. Professor ilmu kognisi dan pendidikan di Havaerd Graduate School of
Education (1986-sekarang) ;
h. Asisten professor penelitian dalam bidang Neurologi di kedokteran
Boston University (1987-sekarang) ;
i. Ketua tim (direktur) proyek Zero di Harvard Graduate School of Education (1995sekarang) ;
j. Asisten professor dalam bidang psikologi di Harvard University
(1991-sekarang), dan
k. Ketua dan anggota yayasan spencer “the spencer foundation” (2001-sekarang) (Ladislaus N, 2004 : 169).
Sebagai seorang psikolog dan ahli pendidikan yang cukup
berpengaruh di dunia , terutama di Amerika Serikat, serta banyak
34
oleh semnagat untuk terus berkembangang, dia banyak mendapatkan
penghrgaan. Adapun penghargaan-penghargaan tersebut antara lain :
a. Claude Bernard Science Journalisan Award, pada tahun 1975 ; b. MacArtur Prize Fellowship, pada tahun 1981-1986 ;
c. William James Award dari American Psychological Association, pada
tahun 1990;
d. Penghargaan pendidikan dari Louisville Garwemeyer Award , pada tahun 1990 ;
e. Doctor Honoris Causa dalam bidang pendidikan dari Cury College ,pada tahun 1992;
f. Penghargaan tertinggi dari pemerintah setempat, pensylvannia, pada tahun 1994;
g. Medali penghargaan dalam bidang pendidikan dari Teachers College,
Columbia University, pada tahun 1994;
h. Doctors Honoris Causa dalam bidang kemanusiaan dari Moravian College , PA ,pada tahun 1996;
i. Doctors honoris causa dalam bidang filsafat dari Tel Aviv University . pada bulan mei 1998;
j. Penghargaan Samuel T. Orton dari “the international Society of
Dyslexia, “pada bulan November tahun 1999;
35
l. Doctors Honoris Causa dalam bidang sains dari McGill University, pada bulan juni tahun 1999;
m. Doctor honoris Causa dalam bidang sains dari Connecticut College, pada b bulan mei mei 1999;
n. Doctors Honoris Causa dalam bidang music dari New England Conservatory of Music, pada tahun 1993, Cleveland Instuet of Music OH pada tahun 1996, Ithaca College ,pada bualan mei 1999;
o. Penghargaan dari Jhon S. Guggenheim Memorial Foundation pada tahun 2000-2001;
p. Doctor honoris causa dalam bidang literature dari National University of Ireland ,Italy dan Israel pada bulan mei 2001; dan,
q. Doctor honoris causa dalam bidang hukum dari Universty of Toronto pada bulan juni 2001 (Ladislaus Naisaban, 2004 : 162-163).
Bahkan pada tahun 2004, Dia digelar sebagai professor Honorary di
East China Normal University di Shanghai pada tahun 2005 Dia terpilih
oleh plis (kebijakan) luar negeri sebagai salah satu dari seratus kalangan
intelektual yang paling berpengaruh di dunia. Banyaknya penghargaan
yang diperoleh Gardner dalam berbagai bidang, baik dari pemerintah atau
Universitas-Universitas di Amerika serikat dan Negara-negara barat lainya
menunjukan bahwa pada dasarnya Negara-negara maju memiliki perhatian
dan memberikan penghargaan yang sangat besar terhadap penemuan dan
pengembangan baru dalam berbagai ilmu pengetahuan. Oleh karena itu,
36
umum di Barat membawa mereka ke masa kejayaan dalam bidang ilmu
pengetahuan dan teknologi.
2. Karya-karya Howard Gardner
Seperti yang telah dijelaskan bahwa Gardner adalah seseorang
psikolog perkembangan, hal ini dapat dipahami karena latar belaknag
pendidikan Gardner dan pelatihan-pelatihan yang perolehnya, selalu
berkisar pada psikolog, bahkan dia banyak terpengaruh oleh psikolog
kognisi Jerome Bruner dan Jean Piaget. Namun demikian , selain bidang
psikologi, Gardner juga banyak dipengaruhi oleh pemikiran-pemikiran
sisolog David Reisman dan antropolog structural Claude Levi-Strauss.
Sehingga pemikiranya dalam bidang psilokologipun banyak yang
bernuansa sosiolog –antropologis, yang selanjutnya berpengaruh pada
pendidikan. Hal ini nanti akan tampak dalam beberapa karyanya yang lain,
baik berupa buku maupun paper.
Berdasarkan pemparan di atas, maka karya-karya Howard Gardner
dalam bidang psikologi dapat dikelompokan menjadi dua kategori, yaitu
psikologi yang bernuansa sosiologis-antropologis dan karya psikologi yang
bernuansa pendidikan. Adapun sosiologi itu sendiri, menurut Mayor Polak
sebagaiman dikutip oleh Ary H. Gunawan, adalah suatu ilmu pengetahuan
yang mempelajari masyarakat sebagai keseluruhan, yakni berhubungan
antara manusia, manusia dengan kelompok, kelompok dengan kelompok,
baik formal maupun material, baik statis maupun dinamis ( Ari H.G, 2001
37
mendalam mengenai system kekerabatan. Kajian kedua disiplin ilmu ini,
terutama antropologi banyak berkenan dengan keunikan-keunikan atau
budaya suatu individu atau masyarakat, seperti seni.
Adapun karya-karya Howard Gardner dalam bidang psikologi dengan
nuansa sosiologi-antropologis antara lain :
a. karya yang berupa buku
1) To Open Minds: Chinese Clues to The Delema of Contemporary
Education (Ladislaus Nasiban, 2004 : 164). buku ini Gardner
menggambarkan tentang bagaimana pendidikan tardisional di
Ameriaka saat dia masih kecil, tahun-tahun penelitiannya tantang
kreatifitas di Universitas Harvard dan yang dia lihat tentang
bagaiman ruang kelas- ruang kelas orang-orang china modern
didesain untuk sebuah program kreatif yang menggambarkan tentang
pendekatna tradisional dan progresif yang terbaik (Anonim, 2012 :
16).
2) Art Education and Human Dvelopment (Ladislaus Nasiban, 2004
:164). Dalam buku ini Gardner menggambarkan tentang
perspektif-prespektif perkembangan dalam seni, yang meliputi
penemuan-penemuan empiric dari penelitian Proyek Zero. Dia memadukan
penemuan-penemuan tersebuat dengan hasil observasi dari
budaya-budaya yang lain dengan memberikan pengertian yang mendalam
tentang praktik pendidikan yang efektif untuk mengusulkan
38
3) Creating Minds :An Anatomy of Creatifity Seen Through The Lives
of Freud , Einstein, Picasso, Stravinsky, Eliot, Graham, and Gandhi (Ladislaus Nasiban, 2004 :164). Dalam buku ini Gardner
memberikan suatu pandangan singkat tentang tujuh figure yang
masing-masing telah menemukan kembali bidang-bidang
kemanusiaan dengan usaha yang begitu keras. Memahami
bermacam-macam prestasi mereka tidak hanya membuka hakikat
kreatifitas tetapi juga membentangkan era modern. Waktu yang
telah membentuk mereka dan merekalah yang telah membantu untuk
memberi defenisi (Anonim, 2012 :17).
4) Extraordinary Minds: Potrailst of Execeptional Indviduals and an
examination of Our Extraordinariness (Ladislaus Nasiban, 2004 : 164). Dalam buku ini Gardner mengungkapakan tentang sebuah
misteri yang luar biasa yaitu persamaan kehidupan antara individu-
individu luar biasa yang berbeda. Orang tersebut antara lain Wolf ,
Gandhi, Mozart, dan Freud. Dalam statisnya dia menyatakan bahwa
kita semua memiliki kemampuan dan kekuatan-kekuatan mentah
(belum dapat dipengaruh drai luar), yang belum membedakan
keluarbiasaan tersebut. Namun, ada tiga karakteristik yang
membedakannya yaitu kemampuan untuk menganaliasa
peristiwa-peristiwa dalam kehidupan mereka sendri, kepandaian khusus untuk
39
perlengkapan yang diperlukan untuk mengembalikan kepastian
hidup ke rah kesuksesan masa depan (Anonim, 2012 : 18).
5) Leanding Minds :An Anatomy of Leadership (Ladislaus Nasiban,
2004 : 164). Dalam buku ini Gardner menggambarkan tentang
penerapan lensa kognitif dalam kepemimpinan. Menurut Gardner,
pemimpin-pemimpin yang efektif mampu menciptakan riwayat baru
dan bergemul sukses dengan riwayat yang sudah mendiami
pikiran-pikiran para pengikut mereka. Gardner menentukan kerangka
originalitas yang tinggi dalam spectrum para pemimpin secara luas,
yang bergerak dari politik,bisnis, dan pemimpin-pemimpin dalam
bidang seni, sains, dan profesi lainnya (Anonim, 2012 :18).
6) Good Work: When Excellence and Ethcis Meet (Ladislaus Nasiban,
2004 :163). Dalam buku ini Gardner dan rekan-rekanya
menggambarkan tentang pekerjaan mereka dipandang dari sudut
peristiwa baru-baru ini dan laporan tentang keberlangsungan studi
strategis yang mengizinkan masyarakat untuk menegakan
standar-standar moral dan etika dalam sudut waktu ketika kekuatan pasar
memiliki kekuatan yang tidak pernah terjadi sebelumnya (Anonim,
2012 :18-19).
7) Responsibility at Work. Buku ini menggambarkan tentang
informasi-informasi yang dikumpulkan dari wawancara yang
mendalam dengan lebih dari 1.200 oarang dari Sembilan profesi
40
filantropi, hukum kedokteran, bisnis, dan pendidikan di bawah
Universitas. Buku tersebut mengungkapkan bagaimana motivasi
budaya, dan norma-norma professional dapat saling berhubungan
untuk menghasilkan pekerjaan yang bermanfaat baik secara pribadi,
sosial, maupun ekonomi. Adapun kunci dari bagus dan
bermanfaatnya suatu pekerjaan adalah bertanggung jawab (Jossey
Bass, 2012 :369).
8) Howard Gardner Under Fire. buku berisi tiga belas krtikan terhadap
pendapat Gardner mengenai isu-isu yang spesifik. Dia
mengungkapakan alasan-alasan mereka dengan jelas dan kemudian
menjawabnya dengan argumen-argumen yang meyakinkan dan
tajam ( Jeffrey Schaler,2012 :12).
9) Changing Minds: The Arts and Science of Changing Our Own and
Other People’s Minds. Dalam buku ini Gardner menggambarkan tentang fenomena-fenomena perubahan pikiran-pikiran sebagaimana
dalam buku-bukunya yang lain tentang intelligensi, kreativitas, dan
kepempinan, buku ini juga menunjukkan ketidaksetujuan Gardner
terhadap pemikiran-pemikiran tradasional. Dia menggambarkan
beberapa decade dari penelitian kognitif untuk menunjukkan bahwa
perubahan pikiran itu tidak terjadi secara tiba-tiba, tetapi melalui
proses secara berangsur-angsur. Dia mengidentifikasi tujuh
penopang yang membantu atau menghalangi perubahan pikiran dan
41
individu-individu bisa meluruskan penopang-penopang tersebut
untuk membawa pada perubahan perspektif dan tingkah laku yang
signifikan (Anonim, 2012 :13).
b. Karya yang berupa paper
1) The Project on good work :A Descripation. Dalam paper ini disebutkan bahwa sejak tahun 1995, tiga tim penyelidik di bawah
pimpinan Howard Gardner dari Havard University, Mihaly
Csiksezentmihalyi dari Stanford University telah melakukan
penelitian tentang kepemimpinan tentang professional dalam
bermacam-macam bidang pekerjaan yang bagus “pekerjaan yang
bagus” digunakan dalam dua pengertian : (1) pekerjaan yang
dianggap memiliki kualitas yang tinggi, (2) pekerjaan yang dianggap
memiliki tanggung jawab sosial. Melalui penelitian secara intensif
wawancara langsung secara face to face, penelitian ini menyelidiki beberapa bidang, antara lain jurnalistik, ilmu genetika, bisnis, music
jazz, filantropi, dan pendidikan tinggi ( Howard Gardner, dkk, 2000
:90).
2) The Ethical Responsibilities of Profesionals. Dalam paper ini
disebutkan bahwa sainsi itu normal bersifat netral. Dia
menggambarkan usaha-usaha manusia untuk menyediakan
jawaban-jawaban yang dapat dipercaya atas pertanyaan-pertanyaan yang
menarik bagi kita. Bagi para ilmuwan-ilmuwan professional untuk
42
ilmuwan harus menambah tugas mereka , mereka harus melepaskan
satu klaim kebenaran yang mereka sendiri tidak bertanggug jawa
untuk mengaplikasikannya, dan menjalankan usaha-usaha yang
bagus untuk membuat suatu kebenaran yang membuahkan ilmu-ilmu
yang diaplikasikan secra bijaksana. Menurut Gardner tanggung
jawan etika itu harus ada pada para professional (Anonim, 2012 :21).
3) Good Work in Complex Worrld: Dalam paper ini disebutkan pada tahun 1996, terjadi kolaborasi secara tidak normal antara Proyek
Zero di Havard University Graduate School of Education dan Royal
Danish School of Education Studies. Kolaborasi ini memunculkan
bermacam-macam, pengetahuan yang menarik dan sekarang diteliti
secara lebih luas dan mendalam melalui kolaborasi secara formal
antara institusi ini dengan institusi-institusi lain dalam proyek zero.
Dan dalam paper ini juga hanya diungkapkan tentang refleksi
terhadap nilai-nilai dalam perbandingan antar budaya dan bagaimana
mereka harus memahami secara lebih dalam tentang Good Work
ketika mereka membandingkan antara Denmark, Latvia, dan
Amerika (Howrd Gardner dan Hans Henrik Knoop, 1990:96).
4) Getting kids, Parents, dan Coaches on The Same Page. Dalam paper
ini disebutkan arena olahraga bisa dipandang sebagai dunia kecil
komunitas mereka : ketika generasi-generasi muda berpartisipasi
dalam pengambilan keputusan yang berdampak pada kehidupan
43
keunggulan. Ketika secera objektif, anak-anak ,orang tua, dan para
pelatih berada pada posisi yang sejajar, olahraga muda-mudi
memberikan pengelaman fisik yang positif sama baiknya seperti
kesempatan untuk praktik tingkah laku yang berpengaruh baik
terhadap kelompok mereka (Howard Gardner dan Becca Solomon,
2000:104).
5) Assessing Interdiciplinary Work at the Frontier. Dalam paper ini menjelaskan tentang bagaimana menegaskan kualitas pekerjaan
interdisipliner. Membangun studi empiric tentang pekerjaan
interdisipliner oleh lembaga-lembaga yang patut dicontoh , yang
menggambarkan tantangan bersama dan mengusulkan tiga kriteria
epistemic bagi pekerjaan interdisipliner yang bisa dievaluasi, yaitu
konsisten , keseimbangan , dan efektif (Howard Gardner dan
Veronica Boix Mansilla, 2000:153).
6) The Collective Enterprise of Law ; There Types of Communities. Dalam paper ini disebutkan bahwa ada tiga tipe komunitas yang
dimunculkan oleh Good Work dalam studi mengenai hukum, yaitu
komunitas yang bagus bagi pengacara tetapi tidak diperlukan oleh
masyarakat secara luas, komunitas yang tidak bagus bagi pengecara
tetapi mencari jalan bagi kepentingan masyarakat yang lebih luas.
Sementara itu, muncul juga hukum-hukum sibernetik., hukum
criminal, fusi, dan pendapatan, dan praktik-praktik kota kecil.
44
tersebut bagi para pengecara, dan apa dampak para pengecara bagi
berbagai macam komunitas tersebut (Howard Gardner, 1993 :175).
Sementara itu, pemikiran-pemikiran Gardner yang bercorak psikologi
dengan nuansa pendidikan mencakup karya-karya yang berkenaan
Multiple Intelligence, karena,seprti ini diungkapkan oleh Joy A. Palmer, pada dasarnya Gardner tidak pernah berniat terlihat dalam dunia
pendidikan. Namun, terbitnya teori Multiple Intelligences justru mengantarkan dia menjadi terkenal dalam percaturan teori dan praktik
dunia pendidikan, terutama di Amerika Serikat ( Joy A. Palmer,
2006:482-483).
Oleh karena teori ini yang telah menyebabkan terkenalnya Gardner
dalam dunia pendidikan sekaligus banyak dipraktikan di sekolah-sekolah,
maka karya Gardner yang berkenaan dengan Multiple Intelligences ini dan
karya-karya lain yang berhubungan dengan pendidikan di sekolah
dimasukan dalam karya psikologi yang bercorak pendidikan. Adapun
karya-karya tersebut antara lain :
a. Karya-karya berupa buku
1) Frames of Mind: The Theory of Multiple Intelligences. Dalam buku
ini Gardner mendeskripsikan tentang latar belakang timbulnya teori
kecerdasan majemuk, pengertian, dan macam-macam kecerdasan
majemuk, serta criteria-kriteria suatu kemampuan dianggap sebagai
45
2) Multiple Intelligences :The Theory in Practicle. Buku ini menyatukan antara karya Gardner dengan rekan-rekannya di Proyek
Zero yang telah dipublikasikan sebelumnya dari karya asli untuk
memberikan gambaran tentang keterkaitan logis yang kita pelajari
mengenai aplikasi pendidikan dari teori multiple Intelligences dari berbagai proyek di sekolah dari riset formal dalam decade terakhir
(howard Gardner, 1993:25).
3) Intelligences Refrmed: Multiple Intelligences for the 21 Century.
Dalam buku ini Howard Gardner mendeskripsikan tentang
bagaimana teori Multiple Intelligences disusun dan direvisi sejak diperkenalkan tahun 1983. Dia juga memperkenalkan kemungkinan
tiga kecerdasan baru dan berargumen bahwa konsep kecerdasan itu
harus diperluas. Dala buku tersebut dia juga merespon
kritikan-kritikan terhadap teori yang telah diangkat olehnya sebelumnya,
serta menawarkan bimbingan penggunaan teori tersebut dalam
pendidikan di sekolah dan museum-museum, serta
mempertimbangkan hubungan antara Mutiple Intelligences dengan dunia kerja ke depan ( howard Gardner, 1993 :164).
4) The Disciplined Mind: Beyond Facts and Standardized Tests, The k12 Education that Every Child Deserves. Dalam buku ini Gardner mengangankan sebuah sistem pendidikan yang akan membantu
menerbitkan generasi-generasi muda yang mampu menantang masa
46
humanis. Dia beragumen bahwa kekontrasan yang berbasis fakta,
model tes standar yang menggenggam para pengambil kebijakan dan
masyarakat, dan pendidikan K12 harus mempertinggi pemahaman
yang mendalam tentang tiga prinsip, yaitu kebenaran, keindahan, dan
kebaikan. Gardner mengungkapkan tentang bagaimana mengajarkan
siswa-siswa tiga subjek-teori evolusi, music Mozart, dan pelajaran
yang dapat diambil dari suatu bencana akan mengilhami sifat-sifat
dasar dari kebenaran, keindahan, dan moralitas ( howard Gardner,
1993: 118).
5) Multiple Intelligences : New Horizons.dalam buku ini Gardner menjelaskan tentang perkembangan teori multiple intelligences sejak
akhirnya Frames of Mind samapi laporan-laporan berkembang saat ini mengenai aplikasi teori tersebut dari berbagai tempat. Buku ini
merupakan revisi dari buku-buku sebelumnya yang
mengutamakanmateri-materi baru tentang aplikasi MI di dunia
global, tempat-tempat kerja, penaksiran tentang praktek MI dalam
iklim pendidikan konservatif, fakta-fakta baru tentang fungsi otak,
dan sebagainya (Howard Gardner, 1993 :211).
b. Karya buku berupa paper
Karya gardner yang bercorak pendidikan dapat dilihat dari salah
satu papernya yang berjudul Contemplation and Implication for Good
47
tersendiri. Melakukan pekerjaan ini selain memperoleh kegembiraan,
juga akan melatih pertumbuhan pikiran, mempunyai kesemptan untuk
mengikuti perkembangan generasi muda, dan peluang untuk
berkreatifitas dan berinspirasi.
Namun demikian, seperti kebanyakan profesi lainnya, profesi ini
juga cepat mengalami perubahan, mengikuti kecepatan perubahan
dunia. Dunia pendidikan akan mengalami serangkaian tekanan dan
tantangan, yang meliputi keterbatasan waktu dan tuntunan persaingan
dari profesi-profesi yang berbeda. Good Work dan Contemplation merupakan dari studi yang lebih luas tentang bagaimana para
professional yang sukses dalam beberapa bidang mencakup jurnalistik,
genetika, pendidikan tinggi, dan sebagainya membawa pada kualitas
yang tinggi, pekerjaan kreatif, meskipun dengan berbagai tekanan dan
tantangan. Paper ini menguji peran permainan praktis yang diyakini
dan direfleksikan, memungkinkan para guru untuk mencapai tujuan
mereka, bermanfaat, dengan studi yang lebih mudah dari para jurnalis
(Howard Gardner, 1993 : 95).
Sementara itu, kegandrungannya terhadap ilmu pengetahuan dapat
dilihat dari minat yang begitu besar untuk dalam berbagai bidang
seperti David Reisman dalam bidang sosiologi, Claude Levi Strauss
dalam bidang antropologi, Jerome Brunner dan Jean Piaget dalam
psikologi, bahkan dia memanfaatkan peluang yang baik untuk bekerja
48
memahami pemikiran tokoh-tokoh besar tersebut akhirnya memberi
pengaruh daya cukup signifikan bagi corak pemikirannya yang tampak
pada karya-karyanya. Selain itu, minat yang begitu besar terhadap
ilmu pengetahuan juga tampak dari perjalanan intelektualnya sejak
pertama kali mengenyam pendidikan formal sampai menghantarkan
dia menjadi orang sukses, khususnya dalam bidang psikologi.
Sedangkan kemauan untuk bekerja keras guna melakukan berbagai
penelitian, baik di Proyek Zero maupun Good Work yang telah
menghasilkan banyak karya dan penghargaan. Sementara itu,
keberanian untuk menentang pendapat-pendapat tradisional yang
dianggapnya tidak sesuai lagi dengan tuntutan perkembangan zaman
salah satunya dapat dilihat dari karya-karyanya mengenai teori
Multiple Intelligences, karena teori lahir sebagai bentuk tantangan terhadap tradisional yang cenderung memuja-muja IQ sebagai salah
satu-satunya ukuran kecerdasan seseorang dan anggapan bahwa
kecerdasan itu tidak bisa dikembangakan (bersifat statis).
3. Latar belakang munculnya kecerdasan majemuk
Menurut Efendi, ketika menghantarka edisi ke-10 dari From of Minds
(1983), Gardner menegaskan bahwa sembari menulis Frames of Minds, ia memandang karya tersebut sebagai kontribusinya terhadap disiplin
49
hendak memperluas konsepsi kecerdasan, dari hanya menyangkut the result of paper and pencil tets, menjadi pengertian yang lebih luas yang menyangkut pengetahuan tentang otak manusia dan kepakaannya terhadap
ragam budayanya (sensitivity to the disersity of human cultures) (Agus Efendi, 2005:163-137).
Di tahun 1979 sebuah tim kecil peneliti di Harvard Graduate School of
Education diminta oleh Bernard Van Leer Foundation dari Den Haag
untuk melakukan penelitian mengenai topik besar: “Sifat Alami dan
Realisasi Potensi Manusia”. Sebagai anggota yunior dari kelompok riset
tersebut, dia mendapat tugas yang mengecilkan hatinya tetapi menghibur.
Tugasnya, tak kurang dari menulis monograf mengenai apa yang telah
diterima dalam ilmu pengetahuan manusia mengenai sifat alami manusia
belajar.
Ketika ia mulai penelitian yang mencapai puncaknya dalam
penerbitan Frames of Mind di tahun 1983, dia memandang usaha ini sebagai peluang untuk melakukan sintesis usaha risetnya sendiri dengan
anak-anak dan orang dewasa yang cedera otaknya. Sasarannya adalah
menghasilkan pandangan mengenai pemikiran manusia yang lebih luas
dan lebih lengkap dari pada yang telah diterima dalam penelitian belajar.
Target yang ia incar adalah Konsep pengaruh dari Jean Piaget, yang
memandang semua pemikiran manusia sebagai usaha keras ke arah
pemikiran ideal; dan pencetusan buah pemikiran lazim mengenai
50
jawaban singkat secara cepat pada masalah yang menyangkut keterampilan
linguistik dan logika (Howard Gardner, 2003 :7-8).
Dalam usaha ini, ilmu pengetahuan mencoba menemukan uraian yang
tepat mengenai inteligensi. Untuk mencoba menjawab pertanyaan ini, ia
bersama rekan-rekannya mengadakan penelitian yang belum pernah
dipertimbangkan secara bersamaan sebelumnya. Yakni, sebuah sumber
mengenai apa yang sudah kita ketahui menyangkut pengembangan jenis
ketrampilan yang berbeda dalam diri anak-anak normal dan informasi
mengenai cara kemampuan ini hilang atau menyusut karena adanya
kerusakan otak. Riset yang menyangkut pasien dengan kerusakan otak ini
menghasilkan semacam bukti yang amat kuat, karena mencerminkan cara
sistem syaraf mengalami evolusi selama beberapa milenium untuk
menghasilkan jenis inteligensi yang berdiri sendiri.
Kelompok risetnya juga mengamati populasi khusus lain:
orang-orang yang luar biasa, orang-orang yang amat cerdas dalam bidang tertentu tetapi
nyaris tidak memahami bidang yang lain (idiot savant), anak-anak
penderita autisme, anak-anak yang tidak mampu belajar, semua yang
menunjukkan profil pemahaman dengan perbedaan amat tajam; profil yang
amat sulit dijelaskan dalam arti pandangan inteligensi yang menggunakan
unit. Mereka juga meneliti pemahaman pada berbagai jenis binatang dan
dalam budaya yang amat berbeda. Akhirnya, mereka mempertimbangkan
51
dihasilkan oleh analisis statistik secara seksama dari sederetan tes sejenis,
dan hasil dari usaha pelatihan keterampilan (Howard Gardner, 2003 : 23).
Di lain sisi, orang Barat selalu mengandalkan pada penilaian intuitif
mengenai seberapa cerdik orang lain. Hal ini didasarkan pada hasil
penelitian ahli psikologi Prancis bernama Alfred Binet (1900), dengan
penemuan monumentalnya yang disebut dengan “tes inteligensi”;
ukurannya IQ. Tes IQ digunakan untuk mengukur kemampuan seseorang
dalam berpikir. Tes ini berfungsi sebagai suplemen untuk mengukur
kualitas-kualitas inteligensi,seperti karakter, personalitas, bakat,
ketekunan, dan aplikasi. Dalam hal ini, terdapat beberapa serangkaian tes
yang meliputi klasifikasi, sinonim, antonim, analogi, kata ganda, gambar,
diagram, kalkulasi dan logika (Terry Page, 2007 : 140). Inteligensi ini
hanya mempunyai satu dimensi akan kemampuan mental manusia, dan
dapat diukur serta dinyatakan dalam angka. Tentu saja, terdapat versi tes
IQ dari versi yang lebih canggih. Salah satu diantaranya disebut Scholastic
Aptitude Test (SAT) (Howard Gardner, 2003 : 20).
Frames menarik perhatian yang amat besar pada khalayak pendidik
professional (Howard Gardner, 2003 : 10). Ia menawarkan pemikiran
bahwa disamping terdapat pandangan satu dimensi tentang cara menilai
pikiran orang, terdapat pandangan berkaitan dengan sekolah, yakni sebuah
“pandangan seragam”. Dalam sekolah seragam, terdapat kurikulum inti,
52
sedikit pilihan. Di sini, terdapat penilaian teratur, menggunakan peralatan
kertas dan pensil, variasi dari IQ dan SAT.
Gardner mempunyai visi alternatif yang didasarkan pada pandangan
mengenai pikiran yang berbeda secara radikal dan visi yang menghasilkan
pandangan mengenai sekolah yang amat berbeda. Ini adalah pandangan
pluralistik mengenai pikiran, mengakui banyak segi pemahaman berbeda
dan berdiri sendiri, menerima bahwa orang mempunyai kekuatan
memahami berbeda dan gaya pemahaman yang kontras. Dia
memperkenalkan konsep mengenai sekolah yang berpusat pada individual
dan menerima pandangan multi dimensi dari inteligensi. Model untuk
sekolah ini sebagian didasarkan pada penemuan dari ilmu pengetahuan
yang bahkan belum ada di masa Binet, yakni ilmu pengetahuan kognitif
(pengetahuan mengenai pikiran) dan neuroscience (pengetahuan mengenai
otak). Hasilnya, penemuan mutakhir dalam neuroscience semakin membuktikan bahwa bagian-bagian tertentu otak bertanggung jawab
dalam menata jenis inteligensi manusia (Howard Gardner, 2003 : 21).
Menurut Gardner, memberikan pengaruh yang cukup besar bagi masa
depan seseorang, mempengaruhi penilaian guru terhadapnya dan
menentukan sifat elijibilitas untuk hak-hak istimewanya. Namun menurut
Gardner, penilaian tersebut tidak semua salah, dalam artian bahwa skor
yang diperoleh melalui tes intelligensi tersebut mampu memprediksi
53
tidak bisa meramalkan kesuksesan hidup seseorang di kemudian hari
(howard Gardner, 1993 :3).
Dengan demikian, tidak ada penghargaan yang memadai untuk
kemampuan-kemampuan lain yang dimiliki manusia bahkan sekedar untuk
menganggap kemampuan-kemampuan tersebut sebagai kecerdasan.
Sehingga orang-orang yang memiliki kemampuan-kemampuan luar biasa
dalam bidang lain , seperti para navigator, atlet, dan ahli computer, tidak
dianggap sebagai orang-orang yang cerdas karena lemahnya kemampuan
mereka dalam bidang linguistic dan matematis-logis.
Selanjutnay, menurut Gardner, sebuah refleksi menyatakan bahwa
setiap individu akan mencapai level kemampuan yang tinggi dalam sebuah
bidang tertentu. Oleh karena itu, sudah seharusnya kecerdasan memiliki
defenisi istilah yang lebih layak, karena jelas bahwa metode penaksiran
kecerdasan melalui tes-tes IQ tidak cukup baik untuk menghargai
potensi-potensi atau prestasi-prestasi seseorang. Dengan demikian, problemnya
terletak pada teknologi pengujiannya, sehingga perlu adanya perluasan dan
reformasi pandangan mengenai kecerdasan manusia sampai ditemukan
cara yang lebih tepat untuk menaksir kecerdasan tersebut dan cara yang
lebih efektif untuk mendidiknya (Agus Efendi,2005 :138). Dan selanjutnya
menurut Gardner, kehadiran teori kecerdasan majemuk ini adalah untuk
menentang pandangan-pandangan klasik mengenai kecerdasan yang secara
eksplisit atau implisit telah menyihir manusia melalui psikologi dan
54
dari teori ini, Gardner mencoba menunjukan beberapa fakta mengenai
pandangan-pandangan tradisional tentang kecerdasan.
Kemudian pada abad klasik dan renaissance, persoalan kecerdasan ini
jarang ditentang. Mengenai awal abad pertengahan ini. St. Augistine
sebagaiman dikutip Howard Gardner menegaskan bahwa kecerdasan
manusia memiliki posisi yang sangat fundamental dalam peradaban umat
manusia. Oleh karena itu kecerdasan harus harus dijunjung tinggi dan
harus mampu membawa manusia pada hakikat itulah kebenaran dan
kearifan. Karena dua hal yang mendasari kecerdasan itulah yang
menyebabkan kecerdasan memiliki kedudukan yang tinggi dalam suatu
peradaban.
Seiring perkembangan zaman, hingga saat ini, sudah ada usaha untuk
menjelaskan tetntang struktur kemampuan intelektualnya manusia.
Terobosan ilmiah mengenai persoalan ini tidaklah tunggal, namun sudah
ada banyak bukti dari berbagai sumber yang bisa dijadikan rujukan dan
telah dikumpulkan dengan kekuatan yang lebih besar dalam beberapa
dekade yang lalu, bahkan bukti-bukti tersebut tampaknya sudah diakui
oleh orang-orang yang terkait dalam penelitian tentang kognisi manusia.
Tetapi, di antara bukti-bukti yang diperoleh darai sumber-sumber tersebut
jarang terjadi konvergensi, karena secara tidak langsung dan sistemati,
biasanya bukti-bukti tersebuat lebih terfokuskan pada bidang tertentu dan