BAB II
KARAKTERISTIK SERTIFIKAT PENDIDIK DITINJAU DARI HUKUM JAMINAN
1. Landasan Hukum Sertifikat Pendidik
Mengacu pada Pasal 1 angka 12 UU Guru dan Dosen, Sertifikat Pendidik
adalah bukti formal sebagai pengakuan yang diberikan kepada guru dan dosen
sebagai tenaga profesional melalui proses sertifikasi guru. Definisi Guru seperti
yang dijelaskan dalam UU Guru dan Dosen adalah pendidik profesional dengan
tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai,
dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan
formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Sedangkan Dosen adalah
pendidik profesional dan ilmuwan dengan tugas utama mentransformasikan,
mengembangkan, dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni
melalui pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. Arti
Profesional sendiri seperti yang diartikan dalam Pasal 1 angka 4 UU Guru dan
Dosen adalah suatu pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan
menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran,
atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta
memerlukan pendidikan profesi.
Sertifikasi guru dan dosen dapat dikatakan sebagai upaya pemerintah
prinsip penyelenggaraan pendidikan, seperti yang dijelaskan dalam Pasal 4 ayat
(6) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
bahwa Pendidikan diselenggarakan dengan memberdayakan semua komponen
masyarakat melalui peran serta dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu
layanan pendidikan. Guru dan dosen dalam hal ini adalah ujung tombak
penyelenggara pendidikan karena guru mempunyai kedudukan sebagai tenaga
profesional pada jenjang pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan
anak usia dini pada jalur pendidikan formal yang diangkat sesuai dengan
peraturan perundang-undangan. Begitupun dengan dosen yang mempunyai
kedudukan sebagai tenaga profesional pada jenjang pendidikan tinggi yang
diangkat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Hal tersebut sesuai
dengan ketentuan Pasal 2 dan 3 UU Guru dan Dosen. Maka dapat dikatakan
bahwa baik buruknya suatu sistem penyelenggaraan pendidikan adalah
bergantung pada tenaga pendidik yang dalam hal ini sebagai ujung tombak dalam
penyelenggaraan pendidikan. Penyelenggaraan sertifikasi guru dan dosen tidak
lain dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas penyelenggaraan pendidikan dan
dalam rangka pengendalian mutu layanan pendidikan.
Proses sertifikasi guru dapat diikuti oleh guru dalam jabatan yang telah
memiliki kualifikasi akademik sarjana (S1) atau diploma empat (D-IV).
Sertifikasi guru dapat diartikan sebagai suatu proses pemberian pengakuan bahwa
seseorang telah memiliki kompetensi untuk melaksanakan pelayanan pendidikan
pada satuan pendidikan tertentu, setelah dinyatakan lolos uji kompetensi yang
sertifikasi guru adalah proses uji kompetensi yang dirancang untuk
mengungkapkan penguasaan kompetensi seseorang sebagai landasan pemberian
sertifikat pendidik. 32
Sertifikasi guru merupakan proses uji kompetensi bagi calon guru atau
guru yang ingin memperoleh pengakuan dan atau meningkatkan kompetensi
sesuai profesi yang dipilihnya. Representasi konkrit pemenuhan standar
kompetensi yang telah ditetapkan dalam sertifikasi guru adalah sertifikat
pendidik. Sertifikat ini sebagai bukti pengakuan atas kompetensi guru atau calon
guru yang memenuhi standar untuk melakukan pekerjaan profesi guru pada jenis
dan jenjang pendidikan tertentu.33 Dalam arti lain sertifikasi guru merupakan
pemenuhan kebutuhan untuk meningkatkan kompetensi sebagai tenaga pendidik
profesional. Oleh karena itu, proses sertifikasi dipandang sebagai bagian yang
sangat penting dalam upaya memperoleh sertifikat pendidik sesuai dengan standar
yang telah ditetapkan.
Hak yang timbul pada tenaga pendidik setelah diterbitkannya sertifikat
pendidik sebaga bukti bahwa tenaga pendidik telah melalui proses sertifikasi
sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 14 dan Pasal 15 UU Guru dan Dosen adalah :
Pasal 14
c. Memperoleh perlindungan dalam melaksanakan tugas dan hak atas kekayaan intelektual;
32http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/23335/4/Chapter%20II.pdf diakses pada 7 Juli 2014
d. Memperoleh kesempatan untuk meningkatkan kompetensi;…... Pasal 15
(1) Penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) huruf a meliputi gaji pokok, tunjangan yang melekat pada gaji, serta penghasilan lain berupa tunjangan profesi, tunjangan fungsional, tunjangan khusus, dan maslahat tambahan yang terkait dengan tugasnya sebagai guru yang ditetapkan dengan prinsip penghargaan atas dasar prestasi.
Sesuai ketentuan yang dijelaskan dalam Pasal 15, tenaga pendidik berhak
mendapat tunjangan dalam rangka melaksanakan tugas profesionalnya. Dalam
praktik, kredit dengan sertifikat pendidik sebagai jaminan memposisikan
tunjangan tersebut sebagai sumber pembayaran. Pembayaran angsuran kredit
dilakukan dengan sistem autodebet setelah tunjangan tersebut dicairkan. 34
2. Penggolongan Sertifikat Pendidik Berdasarkan Macam Surat Menurut KUHD.
Dalam aktivitas perekonomian yang semakin maju, untuk bertransaksi
dalam kegiatan perniagaan tidak hanya mengenal uang sebagai alat transaksi
tetapi juga dikenal surat-surat atau akta-akta yang bernilai uang atau lebih disebut
dengan surat berharga. Dalam KUHD sendiri sebenarnya tidak dijelaskan secara
eksplisit mengenai definisi surat berharga, hanya saja dapat disimpulkan dari
syarat-syarat atau ciri-ciri yang terdapat pada pasal-pasal dalam KUHD.
Untuk menuju kepada pengertian surat berharga yang menjadi objek
pembicaraan, seperti yang telah diatur dalam KUHD, terlebih dahulu perlu
dibedakan dua macam surat, yaitu :
1. Surat berharga, terjemahan dari istilah aslinya dalam bahasa Belanda
waarde papier, juga dikenal dengan istilah negotiable instruments.
2. Surat yang mempunyai harga atau nilai, terjemahan dari istilah aslinya
dalam bahasa Belanda papier van waarde, dalam bahasa Inggrisnya letter of value.
Surat berharga adalah surat bukti tuntutan utang, pembawa hak dan mudah
diperjualbelikan, ada 3 (tiga) unsur yang terkandung dalam pengertian surat
berharga di atas yaitu 35:
1. Unsur pertama, yaitu surat berharga sebagai surat bukti tuntutan
utang. Maksudnya ialah, surat atau akta yang ditandatangani oleh
debitur yang sengaja dibuat untuk dipergunakan sebagai alat bukti.
Debitur yang menandatangi akta tersebut terikat pada semua apa
yang tercantum dalam akta itu.
2. Unsur kedua, yaitu surat berharga sebagai pembawa hak, yang
dimaksud hak disini adalah hak untuk menuntut sesuatu kepada
debitur. Pembawa hak berarti bahwa hak tersebut melekat pada
surat berharga itu. Jikalau surat berharga itu hilang atau musnah,
maka hak menuntut juga turut hilang.
3. Unsur ketiga, yaitu surat berharga mudah diperjualbelikan. Agar
surat berharga itu mudah diperjualbelikan, maka ia harus diberi
35 Purwosutjipto,“Perdagangan Surat Berharga Komersil Mulai Marak”, Suara Pembaharuan, 9 Januari 1996, Jakarta dalam
bentuk “kepada pengganti (aan order)” atau bentuk “kepada pembawa (aan toonder)”. Dengan bentuk “kepada pengganti” akan mudah diserahkan atau dipindahtangankan kepada orang lain yakni
dengan cara endosemen (endossement). Sedangkan bentuk “kepada pembawa” cukup diserahkan atau dipindahtangankan secara fisik
(dari tangan ke tangan). Pasal 613 ayat (3) BW.
Sedangkan surat yang berharga adalah surat bukti tuntutan utang yang
sukar diperjualbelikan. Ada 2 (dua) unsur yang terkandung dalam pengertian surat
yang berharga, yaitu 36 :
1. Unsur pertama: surat yang berharga sebagai bukti tuntutan utang.
Persoalan ini sama saja dengan unsur pertama pada surat berharga
yakni surat yang membuktikan adanya hak menuntut utang kepada
debitur (penandatangan akta), tetapi hak menuntut utang kepada
debitur tersebut tidak senyawa dengan akta, artinya bila akta hilang
atau musnah, maka hak menuntut tidak turut musnah. Adanya hak
menuntut utang masih dapat dibuktikan dengan alat pembuktian
lain misalnya: saksi, pengakuan debitur, dan lain-lain. Dengan
demikian, unsur kedua pada surat berharga yang berbunyi
“pembawa hak”, dalam surat yang berharga tidak ada.
2. Unsur kedua: surat yang berharga sukar diperjualbelikan, kalau
surat berharga mempunyai sifat mudah diperjualbelikan karena
akta itu dibuat dengan bentuk “kepada pembawa atau kepada
pengganti”, maka sebaliknya surat yang berharga mempunyai sifat
sukar diperjualbelikan karena sengaja dibuat dalam bentuk yang
mempunyai akibat hukum sukar diperjualbelikan. Bentuk ini
adalah :
a. Atas nama (op naam)
Dalam bentuk ini, nama pemilik akta (kreditur) ditulis
dengan jelas dalam akta, tanpa tambahan apa-apa. Akibat
adanya bentuk ini adalah, bila akta ini dipindahtangankan
kepada orang lain, maka harus mempergunakan sesi
(cessie). Peralihan dengan cessie ini sukar, sebab harus dibuat akta khusus (tersendiri) dan harus ditandatangani
oleh penyerah sesi (kreditur lama), penerima sesi (kreditur
baru), dan debitur asli. Jadi ada tiga tandatangan (Pasal 613
ayat (1),(2) BW).
b. Tidak kepada pengganti Apabila penerbit dalam surat itu
menggunakan ungkapan “tidak kepada pengganti” atau
ungkapan lain yang sejenis, maka surat itu tidak dapat
dipindahkan kepada orang lain melainkan dengan cara sesi
biasa dengan segala akibatnya. Istilah “tidak kepada
pengganti” (niet aan order) ini terdapat pada Pasal 110 ayat (2) KUHD untuk wesel dan Pasal 191 ayat (2) untuk cek.
c. Bentuk lain yang dimaksudkan oleh penerbitnya untuk tidak
titipan sepatu/sandal, karcis kereta api/bioskop, tanda
retribusi parkir, dan lain-lain. Termasuk dalam bentuk lain
ini adalah surat bukti diri seperti: KTP, Ijazah, SIM,
sertifikat, dan lain-lain. Akta ini sekedar untuk
memudahkan debitur mengenal krediturnya pada saat
prestasi debitur dituntut oleh kreditur.
Dari ulasan penggolongan surat berharga tersebut di atas, jika ditinjau dari
unsur-unsur sertifikat pendidik dengan dua jenis kategori surat berharga maka
sertifikat pendidik adalah termasuk dalam golongan surat yang berharga. Hal ini
dapat diketahui dari unsur-unsur yang ada pada sertifikat pendidik sebagai surat
yang tidak dapat diperjualbelikan. Sertifikat pendidik dibuat dalam bentuk yang
mempunyai akibat hukum tidak dapat diperjualbelikan dan tidak dapat
dipindahtangankan walaupun dengan prosedur peralihan yang penyerahannya
dilakukan dengan cara cessie. Unsur yang kedua adalah bahwa sertifikat pendidik tidak dapat diperalihkan kepada orang lain. Sertifikat pendidik hanya diberikan
pada guru dalam jabatan yang telah dinyatakan lolos uji sertifikasi melalui
serangkaian ujian pada program pendidikan dan pelatihan profesi guru yang
namanya tertera pada suatu sertifikat pendidik.
3. Sertifikat Pendidik Ditinjau dari Hukum Jaminan 3.1 Macam-macam Benda Menurut BW
Sebagai objek dalam hukum, benda memiliki aturan yang di Indonesia
benda, pembedaan jenis benda hingga aturan mengenai macam-macam hak
kebendaan37, diatur secara rinci didalamnya. Pengaturan ini ditujukan untuk
menyederhanakan benda dalam kategori-kategori tertentu sehingga lebih mudah
pengaturannya karena setiap transaksi-transaksi kebendaan yang dimotori oleh
kepentingan ekonomis, selalu menuntut adanya suatu efisiensi.38 Disamping itu,
Buku II BW memiliki sifat tertutup sehingga subyek hukum tidak diperkenankan
untuk menciptakan hak kebendaan baru selain yang telah ditetapkan oleh
undang-undang.39 Sifat ini bertujuan guna memberikan efisiensi dan kepastian yang
diharapkan oleh setiap subjek hukum.
Rachmadi Usman membedakan pengertian benda ke dalam 2 (dua)
pengertian yakni pengertian benda secara sempit dan pengertian benda dalam arti
luas. Pengertian benda dalam arti sempit yaitu benda hanyalah barang-barang
yang berwujud atau bertubuh. Sedangkan dalam arti luas benda adalah segala
sesuatu yang dapat dimiliki oleh subjek hukum, baik itu berupa barang (goed) maupun hak (recht), sepanjang objek dari hak milik itu dapat dikuasai oleh subjek hukum.40
BW telah membeda-bedakan benda dalam beberapa cara yaitu :
benda yang tidak berwujud atau bertubuh (onlichamelijke zaken) dalam Pasal 503 BW;
Benda berwujud atau bertubuh adalah benda yang dapat dilihat
dengan mata dan diraba dengan tangan, sedangkan benda yang
tidak berwujud atau bertubuh adalah benda yang berupa hak-hak
atau tagihan-tagihan. Pembedaan benda berwujud dan benda tidak
berwujud penting berkaitan dengan penyerahan dan cara
mengadakannya yang berbeda.
b. Benda bergerak (roerende zaken) dan benda tidak bergerak (onroerende zaken) dalam Pasal 504 BW;
Suatu benda dapat dikategorikan sebagai benda bergerak karena
sifatnya dapat berpindah atau dipindahkan tempat tanpa mengubah
wujud, fungsi, dan hakikatnya dan benda bergerak karena
undang-undang. Demikian juga sebaliknya dengan kategorisasi benda
tidak bergerak karena sifatnya adalah benda yang apabila
dipindahkan tempat dapat mengubah wujud, fungsi, dan
hakikatnya atau benda tidak bergerak karena tujuan atau
peruntukkannya, atau karena undang-undang.
c. Benda yang dapat dihabiskan (verbruikbare zaken) dan benda yang tidak dapat dihabiskan (onverbruikbare zaken) dalam Pasal 505 BW;
Benda dikatakan dapat dihabiskan, apabila karena dipakai menjadi
habis dan dengan dihabiskannya menjadi berguna. Adapun benda
bergerak dikatakan tidak dapat dihabiskan, apabila benda yang
dipakai menjadi tidak habis, namun nilai ekonomisnya berkurang.
d. Benda dalam perdagangan (zaken in de handel) dan benda di luar perdagangan (zaken buiten de handel) dalam Pasal 1332 BW; Hal tersebut berarti bahwa objek suatu perjanjian hanyalah benda
yang ada atau dapat diperdagangkan. Sebaliknya sesuatu benda
dikatakan sebagai kebendaaan di luar perdagangan apabila benda
itu dilarang dijadikan sebagai objek suatu perjanjian, sehingga
kebendaan tersebut tidak dapat diperdagangkan.
e. Benda yang sudah ada (toekomstige zaken) dan benda yang masih akan ada (tegenwoordige zaken) dalam Pasal 1334 BW;
Sesuatu benda dapat dikatakan benda yang sudah ada apabila
benda itu secara nyata sudah ada dan nyata secara fisik. Adapun
sesuatu kebendaan dikatakan benda yang masih akan ada apabila
bentuk nyata-nya belum ada dan masih diperkirakan ada, missal
keuntungan yang akan diperoleh.
Benda yang akan ada sendiri terbagi menjadi dua yaitu benda yang
akan ada absoolut dan yang relatif ;42
Benda-benda yang akan ada yang absoluut yaitu benda-benda yang
pada suatu saat sama sekali belum ada, misal panen yang akan
datang. Benda-benda yang akan ada yang relatif yaitu benda-benda
yang pada saat itu sudah ada tapi bagi orang-orang yang tertentu
belum ada, misal benda-benda yang telah dibeli namun belum
diserahkan.
f. Benda yang dapat dibagi (deelbare zaken) dan benda yang tidak dapat dibagi (ondeelbare zaken ) dalam Pasal 1163 BW;
Sesuatu benda dapat dikatakan dapat dibagi-bagi apabila benda itu
dikatakan dapat dibagi-bagi apabila kebendaan itu dapat
dipisahkan-pisahkan dan tetap digunakan, karena tidak
menghilangkan eksistensi dari benda yang dipisah-pisahkan
tersebut. Adapun sesuatu kebendaan dikatakan tidak dapat
dibagi-bagi apabila benda itu tidak dapat dipisah-pisahkan merupakan
suatu kesatuan yang utuh dan jika dibagi atau dipisahkan benda
tersebut tidak dapat digunakan.
g. Benda yang dapat diganti (vervangbare zaken) dan benda yang tidak dapat diganti (onvervangbare zaken) dalam Pasal 1694 BW. Suatu benda yang dapat diganti adalah yang dapat dicari gantinya,
misalnya dapat dibeli gantinya. Sedangkan benda yang tidak dapat
diganti adalah benda yang tidak dapat dicari gantinya.
Selain pembedaan benda seperti yang diuraikan di atas, dalam
perkembangannya terdapat pembedaan benda yang tidak diatur dalam BW, yaitu
pembedaan benda terdaftar dan benda tidak terdaftar. Terdapat pengaturan
mengenai benda terdaftar dan benda tidak terdaftar di dalam NBW. Dalam NBW
yaitu merupakan benda yang terdaftar pada pendaftaran umum atau register umum
(openbare register). Pendaftaran tersebut mempunyai sifat mutlak bagi benda yang bersangkutan, karena mempunyai aspek publisitas, yang dimaksud aspek
publisitas adalah pengumuman kepada khalayak atau masyarakat mengenai status
kepemilikan. Pendaftaran pada benda terdaftar tersebut juga berfungsi untuk
membuktikan kepemilikan atas benda tersebut.
3.2 Penggolongan Sertifikat Pendidik Sebagai Benda
Dari uraian pembedaan benda di seperti yang telah diuraikan pada sub-bab
sebelumnya, bahwa yang paling menonjol tentang pembedaan benda adalah
pembedaan tentang benda bergerak dan benda tidak bergerak. BW mengatur
pembedaan tentang benda bergerak dan benda tidak bergerak dalam Pasal 504 dan
Pasal 506 sampai dengan Pasal 518 BW. Ketentuan dalam Pasal 509, Pasal 510
dan Pasal 511 BW mengkategorisasikan kebendaan bergerak atas dua jenis, yaitu
43 :
1. Kebendaan bergerak karena sifatnya bergerak, bahwa kebendaan tersebut
dapat berpindah atau dipindahkan tempat (verplatsbaar).
2. Kebendaan bergerak karena ketentuan Undang-Undang yang telah
menetapkannya sebagai kebendaan bergerak, yaitu berupa hak-hak atas
benda bergerak, yang meliputi :
a. hak pakai hasil dan hak pakai atas benda bergerak;
b. hak atas bunga-bunga yang diperjanjikan;
c. penagihan atau piutang atas benda bergerak;
d. saham-saham dalam persekutuan perdagangan atau perusahaan;
e. surat-surat berharga lainnya;
f. tanda-tanda perutangan yang dilakukan dengan negara-negara
asing.
Pengaturan benda tidak bergerak seperti yang diatur dalam Pasal 506,
Pasal 507 dan Pasal 508 BW mengkategorisasikan benda ke dalam tiga golongan,
yaitu :
1. Kebendaan bergerak yang karena sifatnya tidak bergerak, dalam artian
benda tersebut tidak dapat berpindah atau dipindahkan tempat.
2. Kebendaan yang karena peruntukannya termasuk dalam kebendaan tidak
bergerak, karena benda-benda tersebut telah menyatu sebagai bagian dari
kebendaan tidak bergerak.
3. Kebendaan yang karena undang-undang ditetapkan sebagai kebendaan
tidak bergerak.
Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa karakteristik sertifikat pendidik
sesuai wujud, fungsi, dan hakikat kebendaannya dikategorisasikan sebagai benda
bergerak sesuai yang diatur dalam BW, namun harus digarisbawahi bahwa
sertifikat pendidik mempunyai karakteristik khusus, yaitu hak yang timbul atas
diterbitkannya sertifikat pendidik hanya melekat pada subjek hukum atau dalam
hal ini tenaga pendidik yang namanya tercantum pada sertifikat pendidik. Oleh
karena hal tersebut, maka mempunyai konsekuensi bahwa pada sertifikat pendidik
kedudukan berkuasa dimana seseorang yang menguasai suatu benda dianggap
pemilik atas benda tersebut.
3.3 Syarat Benda Sebagai Objek Jaminan
Dalam perspektif hukum perdata, istilah “jaminan” merupakan terjemahan
dari istilah zakerheid yaitu kemampuan debitur untuk memenuhi kewajiban atau melunasi tanggungan perutangannya kepada kreditor dengan cara menahan benda
tertentu yang bernilai ekonomis sebagai tanggungan atas pinjaman atau utang
yang diterima debitor terhadap kreditornya. 44
Dalam konteks perkreditan, istilah jaminan sangatlah sering bertukar
dengan istilah agunan. Sebagaimana ditegaskan dalam pemberian kredit menurut
Pasal 2 ayat (1) Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 23/69/KEP/DIR
tanggal 28 Pebruari 1991 tentang Jaminan Pemberian Kredit, yang dimaksud
jaminan adalah suatu keyakinan bank atas kesanggupan debitur untuk melunasi
kredit sesuai dengan yang diperjanjikan. Sedangkan berdasarkan Pasal 11 ayat (2)
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, maka yang
dimaksudkan dengan agunan yang ideal adalah agunan yang berkualitas tinggi
dan mudah dicairkan meliputi surat berharga dan atau tagihan yang diterbitkan
oleh pemerintah atau badan hukum lain yang mempunyai peringkat tinggi
berdasarkan hasil penilaian lembaga pemerintahan yang kompeten dan
sewaktu-waktu dengan mudah dapat dijual ke pasar untuk dijadikan uang tunai.
Dari sudut pandang hukum perbankan sebagaimana yang diatur dalam UU
Perbankan, istilah jaminan dibedakan dengan istilah agunan. UU Perbankan
memberikan arti untuk istilah jaminan yaitu “keyakinan atas iktikad dan
kemampuan serta kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi utangnya atau
mengembalikan pembiayaan dimaksud sesuai dengan diperjanjikan”. Sehubungan
dengan itu, Penjelasan Pasal 8 ayat (1) UU Perbankan antara lain menyatakan
sebagai berikut:
Untuk mengurangi risiko tersebut, jaminan pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah dalam arti keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan Nasabah Debitur untuk melunasi kewajibannya sesuai dengan diperjanjikan merupakan faktor penting yang harus diperhatikan oleh bank. Untuk memperoleh keyakinan tersebut, sebelum memberikan kredit, bank harus melakukan penilaian yang saksama terhadap watak, kemampuan, modal, agunan, dan prospek usaha dari Nasabah Debitur. Mengingat bahwa agunan adalah salah satu unsur pemberian kredit, maka apabila berdasarkan unsur-unsur lain telah dapat dapat diperoleh keyakinan atas kemampuan Nasabah Debitur mengembalikan utangnya, agunan dapat hanya berupa barang, proyek, atau hak tagih yang dibiayai dengan kredit yang bersangkutan. Tanah yang kepemilikannya didasarkan pada hukum adat, yaitu tanah yang bukti kepemilikannya berupa girik, petuk, dan lain-lain yang sejenis dapat digunakan sebagai agunan. Bank tidak wajib meminta agunan berupa barang yang tidak berkaitan langsung dengan obyek yang dibiayai, yang lazim dikenal dengan agunan tambahan.
Adapun istilah “agunan” jika merujuk pada ketentuan dalam Pasal 1 angka
23 UU Perbankan adalah sebagai berikut :
Agunan adalah jaminan tambahan yang diserahkan nasabah debitur kepada bank dalam rangka pemberian fasilitas kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah.
Dari penjelasan yang telah diuraikan di atas maka dapat diketahui bahwa
1. Agunan pokok, adalah barang, proyek, atau hak tagih yang dibiayai
dengan kredit yang bersangkutan.
2. Agunan tambahan, adalah benda yang tidak berkaitan secara langsung
dengan objek yang dibiayai kredit.
Dengan demikian terdapat perbedaan arti mengenai arti jaminan dalam
perspektif hukum jaminan dan arti jaminan dalam perspektif perbankan sesuai
yang dijelaskan dalam UU Perbankan. Jaminan menurut perspektif perbankan
yaitu berupa kepercayaan atau keyakinan bank atas kesanggupan debitur dalam
memenuhi kewajibannya atau mengembalikan perutangannya. Sedangkan dalam
perspektif hukum jaminan yang dikategorikan sebagai jaminan adalah benda yang
bernilai ekonomis yang memberikan rasa aman kepada kreditor sebagai
tanggungan atas perutangannya dan dapat dieksekusi bilamana debitor tidak
mampu memenuhi kewajibannya untuk melunasi utangnya kepada kreditor. Jadi
dapat disimpulkan bahwa istilah jaminan menurut perspektif hukum jaminan
mempunyai karakteristik yang sama baik sifat, fungsi, dan kegunaannya dengan
istilah agunan dalam UU Perbankan dan yang membedakan hanya terletak pada
peristilahan.
Pranata hukum perdata membagi jaminan jika dilihat menurut sifatnya ke
dalam 2 (dua) jenis jaminan, yaitu jaminan umum dan jaminan khusus. Ketentuan
mengenai jaminan umum telah dijelaskan dalam Pasal 1131 BW yang
menyatakan bahwa :
Dari pasal tersebut dapat dipahami bahwa semua benda dalam bentuk apapun
milik debitor yang berutang berkedudukan sebagai tanggungan atau jaminan atas
perikatannya, tetapi hal tersebut melemahkan kreditor selaku pemberi utang
karena tidak ada kepastian hukum yang melindungi kreditor bilamana debitor
tidak sanggup memenuhi kewajibannya atau tidak mampu melunasi utangnya.
Selain jaminan umum, berdasarkan asas kebebasan berkontrak, dalam
perkembangannya diperlukan perjanjian jaminan yang melindungi kedudukan
kreditor sebagai pemberi utang, maka lahirlah istilah jaminan khusus. Jaminan
khusus dirasa cukup melindungi kepentingan kreditor karena objek dari jaminan
khusus adalah benda tertentu milik debitor yang diperuntukkan kepada kreditor
selama perikatan atau utang piutang berlangsung. Hal tersebut tidak lain adalah
untuk mengantisipasi adanya risiko yang timbul seperti contoh kasus gagal bayar
dalam praktik perjanjian kredit perbankan.
Dalam jaminan khusus sendiri dibedakan menjadi dua jenis, yang pertama
adalah jaminan kebendaan yang merupakan jaminan dalam bentuk penunjukan
atau penyerahan barang tertentu secara khusus, sebagai jaminan atas pelunasan
kewajiban/utang debitor kepada kreditor, yang Kedua adalah jaminan perorangan,
yaitu adanya orang tertentu yang sanggup membayar atau memenuhi prestasi jika
debitur cidera janji. 45 Hak yang dilahirkan dalam jaminan perorangan adalah hak
perorangan, sehingga kreditur yang dijamin dengan jaminan perorangan
berkedudukan sebagai kreditor konkuren. 46
45 Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Op.Cit, h.64
Jika yang dibicarakan adalah jaminan dalam ranah praktik pemberian
kredit perbankan atau yang dalam UU Perbankan dinamai dengan istilah agunan,
maka tentunya benda yang dijadikan jaminan untuk tanggungan utang debitor
haruslah melahirkan hak kebendaan. Jaminan kebendaan memberikan rasa aman
dan kepastian hukum kepada bank selaku kreditor karena karakteristik jaminan
kebendaan antara lain adalah 47 :
a. Hak kebendaan merupakan hak yang mutlak, yaitu dapat
dipertahankan terhadap siapapun, tidak sekedar pada rekan
sekontraknya saja tetapi juga kepada pihak-pihak lain yang
mungkin kemudian hari ikut terkait.
b. Hak kebendaan itu mempunyai zaaksgevolg atau droit de suite
(hak yang mengikuti) artinya hak itu akan tetap mengikuti
bendanya ke tangan siapapun benda itu berada. Jadi hak kebendaan
itu melekat pada bendanya sehingga kalau berpindah tangan yang
bersangkutan akan terkena pula untuk wajib menghormatinya.
c. Hak kebendaan mempunyai asas prioritas artinya bahwa hak
kebendaan yang lahir terlebih dahulu akan diutamakan daripada
yang lahir kemudian. Dengan begitu saat kelahiran hak itu
memegang peranan penting, sebab yang ada lebih dahulu akan
dibayar paling awal, sedang yang belakangan harus menunggu
yang ada di depannya.
47 Trisadini Prasastinah Usanti, Prinsip Kehati-hatian Pada Transaksi Perbankan, Airlangga University Press, Surabaya, 2013, h. 31
d. Hak kebendaan mempunyai droit de preference (hak terlebih dahulu), adanya preferensi (Pasal 1133 BW) bahwa pihak yang
memiliki hak kebendaan ini dalam hal pelunasan harus lebih
didahulukan pembayarannya, seketika kalau benda yang dijadikan
objek hak tersebut laku dalam pelelangan.
Selain hal tersebut di atas kreditor pemegang jaminan kebendaan
mempunyai kedudukan yang lebih baik karena 48:
1. Kreditor didahulukan dan dimudahkan dalam mengambil pelunasan atas
tagihannya atas hasil penjualan benda tertentu atau sekelompok benda
tertentu milik debitor atau milik pihak ketiga; dan/atau
2. Ada benda tertentu milik debitor atau pihak ketiga yang dipegang oleh
kreditor dan terikat kepada hak kreditor, yang berharga bagi debitor dan
dapat memberikan suatu tekanan psikologis terhadap debitor untuk
memenuhi kewajibannya dengan baik kepada kreditor.
Maka dapat disimpulkan bahwa syarat benda yang dapat dijadikan sebagai
objek jaminan adalah benda baik bergerak maupun tidak bergerak yang
mempunyai nilai ekonomis dan juga yang dapat dialihkan. Kedua hal tersebut
haruslah terpenuhi karena bilamana benda yang bernilai ekonomis tidak dapat
dialihkan (contoh: tanah waqaf) maka benda tersebut tidak dapat dijadikan
sebagai objek jaminan. Selain mempunyai nilai ekonomis benda yang dijadikan
objek jaminan haruslah bersifat marketable dan liquid, karena hal tersebut
memudahkan kreditor untuk menjual benda tersebut bilamana debitor wanprestasi
atau tidak mampu memenuhi kewajibannya untuk melunasi utangnya.
Menurut Subekti karena lembaga jaminan mempunyai tugas untuk
melancarkan dan mengamankan pemberian kredit, maka benda jaminan yang baik
adalah 49 :
1. Yang dapat secara mudah membantu perolehan kredit itu oleh pihak yang
memerlukannya, dalam arti benda tersebut mempunyai nilai ekonomis
sehingga mudah untuk dijadikan uang, misalnya : mobil, kendaraan
bermotor, emas dll.
2. Yang tidak melemahkan potensi (kekuatan) si pencari kredit untuk
melakukan usahanya meskipun benda tersebut sebagai jaminan lembaga
jaminan fidusia.
3. Yang memberikan kepastian kepada si pemberi kredit. Dalam arti objek
jaminan setiap waktu tersedia untuk dieksekusi, yaitu bila diperlukan
dapat dengan mudah diuangkan untuk melunasi utang si penerima kredit.
Hal ini dapat terjadi bilamana benda yang dijadikan objek jaminan adalah
benda yang bernilai ekonomis dan dari aspek yuridis objek jaminan tidak
dalam sengketa dan bebas dari jaminan pihak lain.
Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan di atas dapat disimpulkan bahwa
sertifikat pendidik tidak memenuhi syarat untuk menjadi benda sebagai objek
jaminan. Hal ini dapat dilihat dari karakterisitik sertifikat pendidik yang antara
lain adalah berikut :
1. Sertifikat pendidik adalah sertifikat pengakuan yang diperoleh melalui
proses sertifikasi guru yang merupakan proses uji kompetensi bagi calon
guru atau guru yang ingin memperoleh pengakuan dan atau meningkatkan
kompetensi sesuai profesi yang dipilihnya. Konsekuensi diterbitkannya
sertifikat pendidik adalah hak untuk mendapatkan tunjangan gaji kepada
setiap tenaga pendidik yang telah dinyatakan lolos proses sertifikasi guru
dan mempunyai bukti nyata berupa sertifikat pendidik.
2. Hak yang lahir dari diterbitkannya suatu sertifikat pendidik adalah untuk
perorangan tertentu dan sifat dari hak tersebut melekat pada perorangan
yang namanya tercantum dalam suatu sertifikat pendidik. Hak tersebut
tidak dapat beralih, hanya dapat dicabut bilamana seorang tenaga pendidik
diberhentikan statusnya sebagai tenaga pendidik profesional.
3. Sertifikat pendidik tidak mempunyai nilai ekonomis, yang berarti bahwa
sertifikat pendidik tidak dapat dinilai atau dikonversikan bentuknya ke
dalam satuan rupiah. Hak yang lahir dari sertifikat pendidik adalah
tunjangan gaji, maka dari itu sertifikat pendidik tidak mempunyai sifat
marketable dan liquid. Hal tersebut berarti bahwa sertifikat pendidik tidak dapat dieksekusi karena sertifikat pendidik tidak dapat dinilai atau
dikonversikan dalam bentuk rupiah. Sertifikat pendidik juga tidak dapat
diuangkan sewaktu-waktu bilamana debitor wanprestasi atau tidak
memenuhi kewajibannya untuk melunasi seluruh sisa utang yang belum
4. Konsekuensi yang timbul atas sertifikat pendidik yang dijaminkan adalah
tidak melahirkan hak kebendaan karena sesuai sifatnya sertifikat pendidik
bukan termasuk benda yang jika dijaminkan dapat melahirkan hak
kebendaan.
Dari uraian yang telah dijelaskan di atas, dapat disimpulkan bahwa
sertifikat pendidik jika ditinjau dari hukum jaminan adalah tidak dapat
dikategorikan sebagai benda yang dapat dijaminkan seperti yang telah disyaratkan
pada hukum jaminan. Karakteristik sertifikat pendidik yang tidak mempunyai
sifat marketable dan liquid juga dirasa tidak memberikan rasa aman ataupun kepastian kepada kreditor karena jika mengacu pada pendapat Subekti, suatu
jaminan yang pada khususnya jaminan kebendaan haruslah bersifat mengamankan
dan memberikan kepastian kepada pemberian kredit, dalam artian bahwa objek
jaminan tersedia setiap waktu untuk dieksekusi dan bila diperlukan objek jaminan
kebendaan haruslah dengan mudah diuangkan untuk melunasi utang si penerima
kredit. Oleh karena, sertifikat pendidik tidak memenuhi karakteristik benda
seperti yang disyaratkan dalam syarat benda sebagai objek jaminan maka
konsekuensi yang timbul atas dijaminkannya sertifikat pendidik adalah hak