• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KARAKTERISTIK SERTIFIKAT PENDIDIK DITINJAU DARI HUKUM JAMINAN 1. Landasan Hukum Sertifikat Pendidik - SERTIFIKAT PENDIDIK DALAM KREDIT BANK DITINJAU DARI HUKUM JAMINAN Repository - UNAIR REPOSITORY

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II KARAKTERISTIK SERTIFIKAT PENDIDIK DITINJAU DARI HUKUM JAMINAN 1. Landasan Hukum Sertifikat Pendidik - SERTIFIKAT PENDIDIK DALAM KREDIT BANK DITINJAU DARI HUKUM JAMINAN Repository - UNAIR REPOSITORY"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KARAKTERISTIK SERTIFIKAT PENDIDIK DITINJAU DARI HUKUM JAMINAN

1. Landasan Hukum Sertifikat Pendidik

Mengacu pada Pasal 1 angka 12 UU Guru dan Dosen, Sertifikat Pendidik

adalah bukti formal sebagai pengakuan yang diberikan kepada guru dan dosen

sebagai tenaga profesional melalui proses sertifikasi guru. Definisi Guru seperti

yang dijelaskan dalam UU Guru dan Dosen adalah pendidik profesional dengan

tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai,

dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan

formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Sedangkan Dosen adalah

pendidik profesional dan ilmuwan dengan tugas utama mentransformasikan,

mengembangkan, dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni

melalui pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. Arti

Profesional sendiri seperti yang diartikan dalam Pasal 1 angka 4 UU Guru dan

Dosen adalah suatu pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan

menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran,

atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta

memerlukan pendidikan profesi.

Sertifikasi guru dan dosen dapat dikatakan sebagai upaya pemerintah

(2)

prinsip penyelenggaraan pendidikan, seperti yang dijelaskan dalam Pasal 4 ayat

(6) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

bahwa Pendidikan diselenggarakan dengan memberdayakan semua komponen

masyarakat melalui peran serta dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu

layanan pendidikan. Guru dan dosen dalam hal ini adalah ujung tombak

penyelenggara pendidikan karena guru mempunyai kedudukan sebagai tenaga

profesional pada jenjang pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan

anak usia dini pada jalur pendidikan formal yang diangkat sesuai dengan

peraturan perundang-undangan. Begitupun dengan dosen yang mempunyai

kedudukan sebagai tenaga profesional pada jenjang pendidikan tinggi yang

diangkat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Hal tersebut sesuai

dengan ketentuan Pasal 2 dan 3 UU Guru dan Dosen. Maka dapat dikatakan

bahwa baik buruknya suatu sistem penyelenggaraan pendidikan adalah

bergantung pada tenaga pendidik yang dalam hal ini sebagai ujung tombak dalam

penyelenggaraan pendidikan. Penyelenggaraan sertifikasi guru dan dosen tidak

lain dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas penyelenggaraan pendidikan dan

dalam rangka pengendalian mutu layanan pendidikan.

Proses sertifikasi guru dapat diikuti oleh guru dalam jabatan yang telah

memiliki kualifikasi akademik sarjana (S1) atau diploma empat (D-IV).

Sertifikasi guru dapat diartikan sebagai suatu proses pemberian pengakuan bahwa

seseorang telah memiliki kompetensi untuk melaksanakan pelayanan pendidikan

pada satuan pendidikan tertentu, setelah dinyatakan lolos uji kompetensi yang

(3)

sertifikasi guru adalah proses uji kompetensi yang dirancang untuk

mengungkapkan penguasaan kompetensi seseorang sebagai landasan pemberian

sertifikat pendidik. 32

Sertifikasi guru merupakan proses uji kompetensi bagi calon guru atau

guru yang ingin memperoleh pengakuan dan atau meningkatkan kompetensi

sesuai profesi yang dipilihnya. Representasi konkrit pemenuhan standar

kompetensi yang telah ditetapkan dalam sertifikasi guru adalah sertifikat

pendidik. Sertifikat ini sebagai bukti pengakuan atas kompetensi guru atau calon

guru yang memenuhi standar untuk melakukan pekerjaan profesi guru pada jenis

dan jenjang pendidikan tertentu.33 Dalam arti lain sertifikasi guru merupakan

pemenuhan kebutuhan untuk meningkatkan kompetensi sebagai tenaga pendidik

profesional. Oleh karena itu, proses sertifikasi dipandang sebagai bagian yang

sangat penting dalam upaya memperoleh sertifikat pendidik sesuai dengan standar

yang telah ditetapkan.

Hak yang timbul pada tenaga pendidik setelah diterbitkannya sertifikat

pendidik sebaga bukti bahwa tenaga pendidik telah melalui proses sertifikasi

sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 14 dan Pasal 15 UU Guru dan Dosen adalah :

Pasal 14

c. Memperoleh perlindungan dalam melaksanakan tugas dan hak atas kekayaan intelektual;

                                                                                                               

32http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/23335/4/Chapter%20II.pdf diakses pada 7 Juli 2014

(4)

d. Memperoleh kesempatan untuk meningkatkan kompetensi;…... Pasal 15

(1) Penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) huruf a meliputi gaji pokok, tunjangan yang melekat pada gaji, serta penghasilan lain berupa tunjangan profesi, tunjangan fungsional, tunjangan khusus, dan maslahat tambahan yang terkait dengan tugasnya sebagai guru yang ditetapkan dengan prinsip penghargaan atas dasar prestasi.

Sesuai ketentuan yang dijelaskan dalam Pasal 15, tenaga pendidik berhak

mendapat tunjangan dalam rangka melaksanakan tugas profesionalnya. Dalam

praktik, kredit dengan sertifikat pendidik sebagai jaminan memposisikan

tunjangan tersebut sebagai sumber pembayaran. Pembayaran angsuran kredit

dilakukan dengan sistem autodebet setelah tunjangan tersebut dicairkan. 34

2. Penggolongan Sertifikat Pendidik Berdasarkan Macam Surat Menurut KUHD.

Dalam aktivitas perekonomian yang semakin maju, untuk bertransaksi

dalam kegiatan perniagaan tidak hanya mengenal uang sebagai alat transaksi

tetapi juga dikenal surat-surat atau akta-akta yang bernilai uang atau lebih disebut

dengan surat berharga. Dalam KUHD sendiri sebenarnya tidak dijelaskan secara

eksplisit mengenai definisi surat berharga, hanya saja dapat disimpulkan dari

syarat-syarat atau ciri-ciri yang terdapat pada pasal-pasal dalam KUHD.

Untuk menuju kepada pengertian surat berharga yang menjadi objek

pembicaraan, seperti yang telah diatur dalam KUHD, terlebih dahulu perlu

                                                                                                               

(5)

dibedakan dua macam surat, yaitu :

1. Surat berharga, terjemahan dari istilah aslinya dalam bahasa Belanda

waarde papier, juga dikenal dengan istilah negotiable instruments.

2. Surat yang mempunyai harga atau nilai, terjemahan dari istilah aslinya

dalam bahasa Belanda papier van waarde, dalam bahasa Inggrisnya letter of value.

Surat berharga adalah surat bukti tuntutan utang, pembawa hak dan mudah

diperjualbelikan, ada 3 (tiga) unsur yang terkandung dalam pengertian surat

berharga di atas yaitu 35:

1. Unsur pertama, yaitu surat berharga sebagai surat bukti tuntutan

utang. Maksudnya ialah, surat atau akta yang ditandatangani oleh

debitur yang sengaja dibuat untuk dipergunakan sebagai alat bukti.

Debitur yang menandatangi akta tersebut terikat pada semua apa

yang tercantum dalam akta itu.

2. Unsur kedua, yaitu surat berharga sebagai pembawa hak, yang

dimaksud hak disini adalah hak untuk menuntut sesuatu kepada

debitur. Pembawa hak berarti bahwa hak tersebut melekat pada

surat berharga itu. Jikalau surat berharga itu hilang atau musnah,

maka hak menuntut juga turut hilang.

3. Unsur ketiga, yaitu surat berharga mudah diperjualbelikan. Agar

surat berharga itu mudah diperjualbelikan, maka ia harus diberi

                                                                                                               

35 Purwosutjipto,“Perdagangan Surat Berharga Komersil Mulai Marak”, Suara Pembaharuan, 9 Januari 1996, Jakarta dalam

(6)

bentuk “kepada pengganti (aan order)” atau bentuk “kepada pembawa (aan toonder)”. Dengan bentuk “kepada pengganti” akan mudah diserahkan atau dipindahtangankan kepada orang lain yakni

dengan cara endosemen (endossement). Sedangkan bentuk “kepada pembawa” cukup diserahkan atau dipindahtangankan secara fisik

(dari tangan ke tangan). Pasal 613 ayat (3) BW.

Sedangkan surat yang berharga adalah surat bukti tuntutan utang yang

sukar diperjualbelikan. Ada 2 (dua) unsur yang terkandung dalam pengertian surat

yang berharga, yaitu 36 :

1. Unsur pertama: surat yang berharga sebagai bukti tuntutan utang.

Persoalan ini sama saja dengan unsur pertama pada surat berharga

yakni surat yang membuktikan adanya hak menuntut utang kepada

debitur (penandatangan akta), tetapi hak menuntut utang kepada

debitur tersebut tidak senyawa dengan akta, artinya bila akta hilang

atau musnah, maka hak menuntut tidak turut musnah. Adanya hak

menuntut utang masih dapat dibuktikan dengan alat pembuktian

lain misalnya: saksi, pengakuan debitur, dan lain-lain. Dengan

demikian, unsur kedua pada surat berharga yang berbunyi

“pembawa hak”, dalam surat yang berharga tidak ada.

2. Unsur kedua: surat yang berharga sukar diperjualbelikan, kalau

surat berharga mempunyai sifat mudah diperjualbelikan karena

akta itu dibuat dengan bentuk “kepada pembawa atau kepada

                                                                                                               

(7)

pengganti”, maka sebaliknya surat yang berharga mempunyai sifat

sukar diperjualbelikan karena sengaja dibuat dalam bentuk yang

mempunyai akibat hukum sukar diperjualbelikan. Bentuk ini

adalah :

a. Atas nama (op naam)

Dalam bentuk ini, nama pemilik akta (kreditur) ditulis

dengan jelas dalam akta, tanpa tambahan apa-apa. Akibat

adanya bentuk ini adalah, bila akta ini dipindahtangankan

kepada orang lain, maka harus mempergunakan sesi

(cessie). Peralihan dengan cessie ini sukar, sebab harus dibuat akta khusus (tersendiri) dan harus ditandatangani

oleh penyerah sesi (kreditur lama), penerima sesi (kreditur

baru), dan debitur asli. Jadi ada tiga tandatangan (Pasal 613

ayat (1),(2) BW).

b. Tidak kepada pengganti Apabila penerbit dalam surat itu

menggunakan ungkapan “tidak kepada pengganti” atau

ungkapan lain yang sejenis, maka surat itu tidak dapat

dipindahkan kepada orang lain melainkan dengan cara sesi

biasa dengan segala akibatnya. Istilah “tidak kepada

pengganti” (niet aan order) ini terdapat pada Pasal 110 ayat (2) KUHD untuk wesel dan Pasal 191 ayat (2) untuk cek.

c. Bentuk lain yang dimaksudkan oleh penerbitnya untuk tidak

(8)

titipan sepatu/sandal, karcis kereta api/bioskop, tanda

retribusi parkir, dan lain-lain. Termasuk dalam bentuk lain

ini adalah surat bukti diri seperti: KTP, Ijazah, SIM,

sertifikat, dan lain-lain. Akta ini sekedar untuk

memudahkan debitur mengenal krediturnya pada saat

prestasi debitur dituntut oleh kreditur.

Dari ulasan penggolongan surat berharga tersebut di atas, jika ditinjau dari

unsur-unsur sertifikat pendidik dengan dua jenis kategori surat berharga maka

sertifikat pendidik adalah termasuk dalam golongan surat yang berharga. Hal ini

dapat diketahui dari unsur-unsur yang ada pada sertifikat pendidik sebagai surat

yang tidak dapat diperjualbelikan. Sertifikat pendidik dibuat dalam bentuk yang

mempunyai akibat hukum tidak dapat diperjualbelikan dan tidak dapat

dipindahtangankan walaupun dengan prosedur peralihan yang penyerahannya

dilakukan dengan cara cessie. Unsur yang kedua adalah bahwa sertifikat pendidik tidak dapat diperalihkan kepada orang lain. Sertifikat pendidik hanya diberikan

pada guru dalam jabatan yang telah dinyatakan lolos uji sertifikasi melalui

serangkaian ujian pada program pendidikan dan pelatihan profesi guru yang

namanya tertera pada suatu sertifikat pendidik.

3. Sertifikat Pendidik Ditinjau dari Hukum Jaminan 3.1 Macam-macam Benda Menurut BW

Sebagai objek dalam hukum, benda memiliki aturan yang di Indonesia

(9)

benda, pembedaan jenis benda hingga aturan mengenai macam-macam hak

kebendaan37, diatur secara rinci didalamnya. Pengaturan ini ditujukan untuk

menyederhanakan benda dalam kategori-kategori tertentu sehingga lebih mudah

pengaturannya karena setiap transaksi-transaksi kebendaan yang dimotori oleh

kepentingan ekonomis, selalu menuntut adanya suatu efisiensi.38 Disamping itu,

Buku II BW memiliki sifat tertutup sehingga subyek hukum tidak diperkenankan

untuk menciptakan hak kebendaan baru selain yang telah ditetapkan oleh

undang-undang.39 Sifat ini bertujuan guna memberikan efisiensi dan kepastian yang

diharapkan oleh setiap subjek hukum.

Rachmadi Usman membedakan pengertian benda ke dalam 2 (dua)

pengertian yakni pengertian benda secara sempit dan pengertian benda dalam arti

luas. Pengertian benda dalam arti sempit yaitu benda hanyalah barang-barang

yang berwujud atau bertubuh. Sedangkan dalam arti luas benda adalah segala

sesuatu yang dapat dimiliki oleh subjek hukum, baik itu berupa barang (goed) maupun hak (recht), sepanjang objek dari hak milik itu dapat dikuasai oleh subjek hukum.40

BW telah membeda-bedakan benda dalam beberapa cara yaitu :

(10)

benda yang tidak berwujud atau bertubuh (onlichamelijke zaken) dalam Pasal 503 BW;

Benda berwujud atau bertubuh adalah benda yang dapat dilihat

dengan mata dan diraba dengan tangan, sedangkan benda yang

tidak berwujud atau bertubuh adalah benda yang berupa hak-hak

atau tagihan-tagihan. Pembedaan benda berwujud dan benda tidak

berwujud penting berkaitan dengan penyerahan dan cara

mengadakannya yang berbeda.

b. Benda bergerak (roerende zaken) dan benda tidak bergerak (onroerende zaken) dalam Pasal 504 BW;

Suatu benda dapat dikategorikan sebagai benda bergerak karena

sifatnya dapat berpindah atau dipindahkan tempat tanpa mengubah

wujud, fungsi, dan hakikatnya dan benda bergerak karena

undang-undang. Demikian juga sebaliknya dengan kategorisasi benda

tidak bergerak karena sifatnya adalah benda yang apabila

dipindahkan tempat dapat mengubah wujud, fungsi, dan

hakikatnya atau benda tidak bergerak karena tujuan atau

peruntukkannya, atau karena undang-undang.

c. Benda yang dapat dihabiskan (verbruikbare zaken) dan benda yang tidak dapat dihabiskan (onverbruikbare zaken) dalam Pasal 505 BW;

Benda dikatakan dapat dihabiskan, apabila karena dipakai menjadi

                                                                                                                                                                                                                                                                                                               

(11)

habis dan dengan dihabiskannya menjadi berguna. Adapun benda

bergerak dikatakan tidak dapat dihabiskan, apabila benda yang

dipakai menjadi tidak habis, namun nilai ekonomisnya berkurang.

d. Benda dalam perdagangan (zaken in de handel) dan benda di luar perdagangan (zaken buiten de handel) dalam Pasal 1332 BW; Hal tersebut berarti bahwa objek suatu perjanjian hanyalah benda

yang ada atau dapat diperdagangkan. Sebaliknya sesuatu benda

dikatakan sebagai kebendaaan di luar perdagangan apabila benda

itu dilarang dijadikan sebagai objek suatu perjanjian, sehingga

kebendaan tersebut tidak dapat diperdagangkan.

e. Benda yang sudah ada (toekomstige zaken) dan benda yang masih akan ada (tegenwoordige zaken) dalam Pasal 1334 BW;

Sesuatu benda dapat dikatakan benda yang sudah ada apabila

benda itu secara nyata sudah ada dan nyata secara fisik. Adapun

sesuatu kebendaan dikatakan benda yang masih akan ada apabila

bentuk nyata-nya belum ada dan masih diperkirakan ada, missal

keuntungan yang akan diperoleh.

Benda yang akan ada sendiri terbagi menjadi dua yaitu benda yang

akan ada absoolut dan yang relatif ;42

Benda-benda yang akan ada yang absoluut yaitu benda-benda yang

pada suatu saat sama sekali belum ada, misal panen yang akan

datang. Benda-benda yang akan ada yang relatif yaitu benda-benda

                                                                                                               

(12)

yang pada saat itu sudah ada tapi bagi orang-orang yang tertentu

belum ada, misal benda-benda yang telah dibeli namun belum

diserahkan.

f. Benda yang dapat dibagi (deelbare zaken) dan benda yang tidak dapat dibagi (ondeelbare zaken ) dalam Pasal 1163 BW;

Sesuatu benda dapat dikatakan dapat dibagi-bagi apabila benda itu

dikatakan dapat dibagi-bagi apabila kebendaan itu dapat

dipisahkan-pisahkan dan tetap digunakan, karena tidak

menghilangkan eksistensi dari benda yang dipisah-pisahkan

tersebut. Adapun sesuatu kebendaan dikatakan tidak dapat

dibagi-bagi apabila benda itu tidak dapat dipisah-pisahkan merupakan

suatu kesatuan yang utuh dan jika dibagi atau dipisahkan benda

tersebut tidak dapat digunakan.

g. Benda yang dapat diganti (vervangbare zaken) dan benda yang tidak dapat diganti (onvervangbare zaken) dalam Pasal 1694 BW. Suatu benda yang dapat diganti adalah yang dapat dicari gantinya,

misalnya dapat dibeli gantinya. Sedangkan benda yang tidak dapat

diganti adalah benda yang tidak dapat dicari gantinya.

Selain pembedaan benda seperti yang diuraikan di atas, dalam

perkembangannya terdapat pembedaan benda yang tidak diatur dalam BW, yaitu

pembedaan benda terdaftar dan benda tidak terdaftar. Terdapat pengaturan

mengenai benda terdaftar dan benda tidak terdaftar di dalam NBW. Dalam NBW

(13)

yaitu merupakan benda yang terdaftar pada pendaftaran umum atau register umum

(openbare register). Pendaftaran tersebut mempunyai sifat mutlak bagi benda yang bersangkutan, karena mempunyai aspek publisitas, yang dimaksud aspek

publisitas adalah pengumuman kepada khalayak atau masyarakat mengenai status

kepemilikan. Pendaftaran pada benda terdaftar tersebut juga berfungsi untuk

membuktikan kepemilikan atas benda tersebut.

3.2 Penggolongan Sertifikat Pendidik Sebagai Benda

Dari uraian pembedaan benda di seperti yang telah diuraikan pada sub-bab

sebelumnya, bahwa yang paling menonjol tentang pembedaan benda adalah

pembedaan tentang benda bergerak dan benda tidak bergerak. BW mengatur

pembedaan tentang benda bergerak dan benda tidak bergerak dalam Pasal 504 dan

Pasal 506 sampai dengan Pasal 518 BW. Ketentuan dalam Pasal 509, Pasal 510

dan Pasal 511 BW mengkategorisasikan kebendaan bergerak atas dua jenis, yaitu

43 :

1. Kebendaan bergerak karena sifatnya bergerak, bahwa kebendaan tersebut

dapat berpindah atau dipindahkan tempat (verplatsbaar).

2. Kebendaan bergerak karena ketentuan Undang-Undang yang telah

menetapkannya sebagai kebendaan bergerak, yaitu berupa hak-hak atas

benda bergerak, yang meliputi :

a. hak pakai hasil dan hak pakai atas benda bergerak;

b. hak atas bunga-bunga yang diperjanjikan;

                                                                                                               

(14)

c. penagihan atau piutang atas benda bergerak;

d. saham-saham dalam persekutuan perdagangan atau perusahaan;

e. surat-surat berharga lainnya;

f. tanda-tanda perutangan yang dilakukan dengan negara-negara

asing.

Pengaturan benda tidak bergerak seperti yang diatur dalam Pasal 506,

Pasal 507 dan Pasal 508 BW mengkategorisasikan benda ke dalam tiga golongan,

yaitu :

1. Kebendaan bergerak yang karena sifatnya tidak bergerak, dalam artian

benda tersebut tidak dapat berpindah atau dipindahkan tempat.

2. Kebendaan yang karena peruntukannya termasuk dalam kebendaan tidak

bergerak, karena benda-benda tersebut telah menyatu sebagai bagian dari

kebendaan tidak bergerak.

3. Kebendaan yang karena undang-undang ditetapkan sebagai kebendaan

tidak bergerak.

Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa karakteristik sertifikat pendidik

sesuai wujud, fungsi, dan hakikat kebendaannya dikategorisasikan sebagai benda

bergerak sesuai yang diatur dalam BW, namun harus digarisbawahi bahwa

sertifikat pendidik mempunyai karakteristik khusus, yaitu hak yang timbul atas

diterbitkannya sertifikat pendidik hanya melekat pada subjek hukum atau dalam

hal ini tenaga pendidik yang namanya tercantum pada sertifikat pendidik. Oleh

karena hal tersebut, maka mempunyai konsekuensi bahwa pada sertifikat pendidik

(15)

kedudukan berkuasa dimana seseorang yang menguasai suatu benda dianggap

pemilik atas benda tersebut.

3.3 Syarat Benda Sebagai Objek Jaminan

Dalam perspektif hukum perdata, istilah “jaminan” merupakan terjemahan

dari istilah zakerheid yaitu kemampuan debitur untuk memenuhi kewajiban atau melunasi tanggungan perutangannya kepada kreditor dengan cara menahan benda

tertentu yang bernilai ekonomis sebagai tanggungan atas pinjaman atau utang

yang diterima debitor terhadap kreditornya. 44

Dalam konteks perkreditan, istilah jaminan sangatlah sering bertukar

dengan istilah agunan. Sebagaimana ditegaskan dalam pemberian kredit menurut

Pasal 2 ayat (1) Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 23/69/KEP/DIR

tanggal 28 Pebruari 1991 tentang Jaminan Pemberian Kredit, yang dimaksud

jaminan adalah suatu keyakinan bank atas kesanggupan debitur untuk melunasi

kredit sesuai dengan yang diperjanjikan. Sedangkan berdasarkan Pasal 11 ayat (2)

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, maka yang

dimaksudkan dengan agunan yang ideal adalah agunan yang berkualitas tinggi

dan mudah dicairkan meliputi surat berharga dan atau tagihan yang diterbitkan

oleh pemerintah atau badan hukum lain yang mempunyai peringkat tinggi

berdasarkan hasil penilaian lembaga pemerintahan yang kompeten dan

sewaktu-waktu dengan mudah dapat dijual ke pasar untuk dijadikan uang tunai.

                                                                                                               

(16)

Dari sudut pandang hukum perbankan sebagaimana yang diatur dalam UU

Perbankan, istilah jaminan dibedakan dengan istilah agunan. UU Perbankan

memberikan arti untuk istilah jaminan yaitu “keyakinan atas iktikad dan

kemampuan serta kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi utangnya atau

mengembalikan pembiayaan dimaksud sesuai dengan diperjanjikan”. Sehubungan

dengan itu, Penjelasan Pasal 8 ayat (1) UU Perbankan antara lain menyatakan

sebagai berikut:

Untuk mengurangi risiko tersebut, jaminan pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah dalam arti keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan Nasabah Debitur untuk melunasi kewajibannya sesuai dengan diperjanjikan merupakan faktor penting yang harus diperhatikan oleh bank. Untuk memperoleh keyakinan tersebut, sebelum memberikan kredit, bank harus melakukan penilaian yang saksama terhadap watak, kemampuan, modal, agunan, dan prospek usaha dari Nasabah Debitur. Mengingat bahwa agunan adalah salah satu unsur pemberian kredit, maka apabila berdasarkan unsur-unsur lain telah dapat dapat diperoleh keyakinan atas kemampuan Nasabah Debitur mengembalikan utangnya, agunan dapat hanya berupa barang, proyek, atau hak tagih yang dibiayai dengan kredit yang bersangkutan. Tanah yang kepemilikannya didasarkan pada hukum adat, yaitu tanah yang bukti kepemilikannya berupa girik, petuk, dan lain-lain yang sejenis dapat digunakan sebagai agunan. Bank tidak wajib meminta agunan berupa barang yang tidak berkaitan langsung dengan obyek yang dibiayai, yang lazim dikenal dengan agunan tambahan.

Adapun istilah “agunan” jika merujuk pada ketentuan dalam Pasal 1 angka

23 UU Perbankan adalah sebagai berikut :

Agunan adalah jaminan tambahan yang diserahkan nasabah debitur kepada bank dalam rangka pemberian fasilitas kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah.

Dari penjelasan yang telah diuraikan di atas maka dapat diketahui bahwa

(17)

1. Agunan pokok, adalah barang, proyek, atau hak tagih yang dibiayai

dengan kredit yang bersangkutan.

2. Agunan tambahan, adalah benda yang tidak berkaitan secara langsung

dengan objek yang dibiayai kredit.

Dengan demikian terdapat perbedaan arti mengenai arti jaminan dalam

perspektif hukum jaminan dan arti jaminan dalam perspektif perbankan sesuai

yang dijelaskan dalam UU Perbankan. Jaminan menurut perspektif perbankan

yaitu berupa kepercayaan atau keyakinan bank atas kesanggupan debitur dalam

memenuhi kewajibannya atau mengembalikan perutangannya. Sedangkan dalam

perspektif hukum jaminan yang dikategorikan sebagai jaminan adalah benda yang

bernilai ekonomis yang memberikan rasa aman kepada kreditor sebagai

tanggungan atas perutangannya dan dapat dieksekusi bilamana debitor tidak

mampu memenuhi kewajibannya untuk melunasi utangnya kepada kreditor. Jadi

dapat disimpulkan bahwa istilah jaminan menurut perspektif hukum jaminan

mempunyai karakteristik yang sama baik sifat, fungsi, dan kegunaannya dengan

istilah agunan dalam UU Perbankan dan yang membedakan hanya terletak pada

peristilahan.

Pranata hukum perdata membagi jaminan jika dilihat menurut sifatnya ke

dalam 2 (dua) jenis jaminan, yaitu jaminan umum dan jaminan khusus. Ketentuan

mengenai jaminan umum telah dijelaskan dalam Pasal 1131 BW yang

menyatakan bahwa :

(18)

Dari pasal tersebut dapat dipahami bahwa semua benda dalam bentuk apapun

milik debitor yang berutang berkedudukan sebagai tanggungan atau jaminan atas

perikatannya, tetapi hal tersebut melemahkan kreditor selaku pemberi utang

karena tidak ada kepastian hukum yang melindungi kreditor bilamana debitor

tidak sanggup memenuhi kewajibannya atau tidak mampu melunasi utangnya.

Selain jaminan umum, berdasarkan asas kebebasan berkontrak, dalam

perkembangannya diperlukan perjanjian jaminan yang melindungi kedudukan

kreditor sebagai pemberi utang, maka lahirlah istilah jaminan khusus. Jaminan

khusus dirasa cukup melindungi kepentingan kreditor karena objek dari jaminan

khusus adalah benda tertentu milik debitor yang diperuntukkan kepada kreditor

selama perikatan atau utang piutang berlangsung. Hal tersebut tidak lain adalah

untuk mengantisipasi adanya risiko yang timbul seperti contoh kasus gagal bayar

dalam praktik perjanjian kredit perbankan.

Dalam jaminan khusus sendiri dibedakan menjadi dua jenis, yang pertama

adalah jaminan kebendaan yang merupakan jaminan dalam bentuk penunjukan

atau penyerahan barang tertentu secara khusus, sebagai jaminan atas pelunasan

kewajiban/utang debitor kepada kreditor, yang Kedua adalah jaminan perorangan,

yaitu adanya orang tertentu yang sanggup membayar atau memenuhi prestasi jika

debitur cidera janji. 45 Hak yang dilahirkan dalam jaminan perorangan adalah hak

perorangan, sehingga kreditur yang dijamin dengan jaminan perorangan

berkedudukan sebagai kreditor konkuren. 46

                                                                                                               

45 Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Op.Cit, h.64

(19)

Jika yang dibicarakan adalah jaminan dalam ranah praktik pemberian

kredit perbankan atau yang dalam UU Perbankan dinamai dengan istilah agunan,

maka tentunya benda yang dijadikan jaminan untuk tanggungan utang debitor

haruslah melahirkan hak kebendaan. Jaminan kebendaan memberikan rasa aman

dan kepastian hukum kepada bank selaku kreditor karena karakteristik jaminan

kebendaan antara lain adalah 47 :

a. Hak kebendaan merupakan hak yang mutlak, yaitu dapat

dipertahankan terhadap siapapun, tidak sekedar pada rekan

sekontraknya saja tetapi juga kepada pihak-pihak lain yang

mungkin kemudian hari ikut terkait.

b. Hak kebendaan itu mempunyai zaaksgevolg atau droit de suite

(hak yang mengikuti) artinya hak itu akan tetap mengikuti

bendanya ke tangan siapapun benda itu berada. Jadi hak kebendaan

itu melekat pada bendanya sehingga kalau berpindah tangan yang

bersangkutan akan terkena pula untuk wajib menghormatinya.

c. Hak kebendaan mempunyai asas prioritas artinya bahwa hak

kebendaan yang lahir terlebih dahulu akan diutamakan daripada

yang lahir kemudian. Dengan begitu saat kelahiran hak itu

memegang peranan penting, sebab yang ada lebih dahulu akan

dibayar paling awal, sedang yang belakangan harus menunggu

yang ada di depannya.

                                                                                                               

47 Trisadini Prasastinah Usanti, Prinsip Kehati-hatian Pada Transaksi Perbankan, Airlangga University Press, Surabaya, 2013, h. 31

(20)

d. Hak kebendaan mempunyai droit de preference (hak terlebih dahulu), adanya preferensi (Pasal 1133 BW) bahwa pihak yang

memiliki hak kebendaan ini dalam hal pelunasan harus lebih

didahulukan pembayarannya, seketika kalau benda yang dijadikan

objek hak tersebut laku dalam pelelangan.

Selain hal tersebut di atas kreditor pemegang jaminan kebendaan

mempunyai kedudukan yang lebih baik karena 48:

1. Kreditor didahulukan dan dimudahkan dalam mengambil pelunasan atas

tagihannya atas hasil penjualan benda tertentu atau sekelompok benda

tertentu milik debitor atau milik pihak ketiga; dan/atau

2. Ada benda tertentu milik debitor atau pihak ketiga yang dipegang oleh

kreditor dan terikat kepada hak kreditor, yang berharga bagi debitor dan

dapat memberikan suatu tekanan psikologis terhadap debitor untuk

memenuhi kewajibannya dengan baik kepada kreditor.

Maka dapat disimpulkan bahwa syarat benda yang dapat dijadikan sebagai

objek jaminan adalah benda baik bergerak maupun tidak bergerak yang

mempunyai nilai ekonomis dan juga yang dapat dialihkan. Kedua hal tersebut

haruslah terpenuhi karena bilamana benda yang bernilai ekonomis tidak dapat

dialihkan (contoh: tanah waqaf) maka benda tersebut tidak dapat dijadikan

sebagai objek jaminan. Selain mempunyai nilai ekonomis benda yang dijadikan

objek jaminan haruslah bersifat marketable dan liquid, karena hal tersebut

                                                                                                               

(21)

memudahkan kreditor untuk menjual benda tersebut bilamana debitor wanprestasi

atau tidak mampu memenuhi kewajibannya untuk melunasi utangnya.

Menurut Subekti karena lembaga jaminan mempunyai tugas untuk

melancarkan dan mengamankan pemberian kredit, maka benda jaminan yang baik

adalah 49 :

1. Yang dapat secara mudah membantu perolehan kredit itu oleh pihak yang

memerlukannya, dalam arti benda tersebut mempunyai nilai ekonomis

sehingga mudah untuk dijadikan uang, misalnya : mobil, kendaraan

bermotor, emas dll.

2. Yang tidak melemahkan potensi (kekuatan) si pencari kredit untuk

melakukan usahanya meskipun benda tersebut sebagai jaminan lembaga

jaminan fidusia.

3. Yang memberikan kepastian kepada si pemberi kredit. Dalam arti objek

jaminan setiap waktu tersedia untuk dieksekusi, yaitu bila diperlukan

dapat dengan mudah diuangkan untuk melunasi utang si penerima kredit.

Hal ini dapat terjadi bilamana benda yang dijadikan objek jaminan adalah

benda yang bernilai ekonomis dan dari aspek yuridis objek jaminan tidak

dalam sengketa dan bebas dari jaminan pihak lain.

Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan di atas dapat disimpulkan bahwa

sertifikat pendidik tidak memenuhi syarat untuk menjadi benda sebagai objek

jaminan. Hal ini dapat dilihat dari karakterisitik sertifikat pendidik yang antara

lain adalah berikut :

                                                                                                               

(22)

1. Sertifikat pendidik adalah sertifikat pengakuan yang diperoleh melalui

proses sertifikasi guru yang merupakan proses uji kompetensi bagi calon

guru atau guru yang ingin memperoleh pengakuan dan atau meningkatkan

kompetensi sesuai profesi yang dipilihnya. Konsekuensi diterbitkannya

sertifikat pendidik adalah hak untuk mendapatkan tunjangan gaji kepada

setiap tenaga pendidik yang telah dinyatakan lolos proses sertifikasi guru

dan mempunyai bukti nyata berupa sertifikat pendidik.

2. Hak yang lahir dari diterbitkannya suatu sertifikat pendidik adalah untuk

perorangan tertentu dan sifat dari hak tersebut melekat pada perorangan

yang namanya tercantum dalam suatu sertifikat pendidik. Hak tersebut

tidak dapat beralih, hanya dapat dicabut bilamana seorang tenaga pendidik

diberhentikan statusnya sebagai tenaga pendidik profesional.

3. Sertifikat pendidik tidak mempunyai nilai ekonomis, yang berarti bahwa

sertifikat pendidik tidak dapat dinilai atau dikonversikan bentuknya ke

dalam satuan rupiah. Hak yang lahir dari sertifikat pendidik adalah

tunjangan gaji, maka dari itu sertifikat pendidik tidak mempunyai sifat

marketable dan liquid. Hal tersebut berarti bahwa sertifikat pendidik tidak dapat dieksekusi karena sertifikat pendidik tidak dapat dinilai atau

dikonversikan dalam bentuk rupiah. Sertifikat pendidik juga tidak dapat

diuangkan sewaktu-waktu bilamana debitor wanprestasi atau tidak

memenuhi kewajibannya untuk melunasi seluruh sisa utang yang belum

(23)

4. Konsekuensi yang timbul atas sertifikat pendidik yang dijaminkan adalah

tidak melahirkan hak kebendaan karena sesuai sifatnya sertifikat pendidik

bukan termasuk benda yang jika dijaminkan dapat melahirkan hak

kebendaan.

Dari uraian yang telah dijelaskan di atas, dapat disimpulkan bahwa

sertifikat pendidik jika ditinjau dari hukum jaminan adalah tidak dapat

dikategorikan sebagai benda yang dapat dijaminkan seperti yang telah disyaratkan

pada hukum jaminan. Karakteristik sertifikat pendidik yang tidak mempunyai

sifat marketable dan liquid juga dirasa tidak memberikan rasa aman ataupun kepastian kepada kreditor karena jika mengacu pada pendapat Subekti, suatu

jaminan yang pada khususnya jaminan kebendaan haruslah bersifat mengamankan

dan memberikan kepastian kepada pemberian kredit, dalam artian bahwa objek

jaminan tersedia setiap waktu untuk dieksekusi dan bila diperlukan objek jaminan

kebendaan haruslah dengan mudah diuangkan untuk melunasi utang si penerima

kredit. Oleh karena, sertifikat pendidik tidak memenuhi karakteristik benda

seperti yang disyaratkan dalam syarat benda sebagai objek jaminan maka

konsekuensi yang timbul atas dijaminkannya sertifikat pendidik adalah hak

Referensi

Dokumen terkait

Dan pelaksanaan pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib dijamin oleh bank penerima dengan agunan yang berkaulitas

Dari hasil analisis data dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan risiko kredit berdasarkan tingkat suku bunga kredit yang berbeda baik pada tingkat suku bunga 15%, 16,8%

Pada dasarnya setiap pemberian fasilitas kredit akan menimbulkan risiko baik yang terjadi sebagai akibat penyalahgunaan kredit yang diberikan kepada debitur maupun risiko yang

Sesuai dengan fungsi bank sebagai lembaga intermediasi dimana salah satu tugasnya adalah sebagai pemberi kredit kepada masyarakat, maka terdapat berbagai risiko yang tidak

Agunan yang dijadikan salah satu persyaratan dalam pemberian kredit yaitu agunan berupa benda yang menurut hukum digolongkan sebagai barang tidak bergerak seperti tanah

Demikian pula khususnya dalam hal perjanjian Kredit Tanpa Agunan (KTA), kelima hal tersebut diataslah yang menetukan apakah permohonan KTA dapat disetujui atau

Gadai adalah suatu hak yang diperoleh seorang berpiutang atas suatu barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh seorang berutang atau oleh seorang lain atas namanya,

Keberadaan jaminan merupakan salah satu peryaratan guna memperkecil risiko, karena memang pada dasarnya keberadaanya sebagai salah satu unsur pemberian pinjaman kredit.1 Namun apabila