• Tidak ada hasil yang ditemukan

RITUAL TRADISI JAMASAN BENDHE NYAI CEPER DALAM PANDANGAN MASYARAKAT MUSLIM DI DUSUN PETE KECAMATAN PABELAN, KABUPATEN SEMARANG, JAWA TENGAH - Test Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "RITUAL TRADISI JAMASAN BENDHE NYAI CEPER DALAM PANDANGAN MASYARAKAT MUSLIM DI DUSUN PETE KECAMATAN PABELAN, KABUPATEN SEMARANG, JAWA TENGAH - Test Repository"

Copied!
132
0
0

Teks penuh

(1)

RITUAL TRADISI JAMASAN BENDHE NYAI CEPER

DALAM PANDANGAN MASYARAKAT MUSLIM DI DUSUN

PETE KECAMATAN PABELAN, KABUPATEN SEMARANG,

JAWA TENGAH

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Ushuludin, Adab dan Humaniora

IAIN Salatiga Untuk Memenuhi Syarat

Guna Memperoleh Sarjana Humaniora (S. Hum.)

Oleh:

RIFKHAN EKO SUSANTO

NIM. 216 13 002

PROGRAM STUDI SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM FAKULTAS USHULUDIN, ADAB, DAN HUMANIORA

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI

(IAIN) SALATIGA

(2)
(3)
(4)
(5)

PERNYATAAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH

Bissmillahirohmanirrahim

Yang bertanda tangan dibawah ini, saya: Nama : Rifkhan Eko Susanto NIM : 216 13 002

Jurusan : Sejarah Peradaban Islam

Fakultas : Ushuludin Adab dan Humaniora

Judul :Ritual Tradisi Jamasan Bendhe Nyai Ceper Dalam Pandangan Masyarakat Muslim di Dusun Pete Kecamatan Pabelan, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah

Dengan ini menyatakan bahwa saya menyutujui untuk:

1. Memberikan hak bebas royalty, kepada Perpustakaan IAIN Salatiga atas penulisan karya ilmiah saya, demi pengembangan ilmu pengetahuan. 2. Memberikan hak menyimpan, mengalih mediakan/mengalih formatkan,

mengelola dalm bentuk pangkalan data (database), mendistribusikannya, serta menampilkannya dalam bentuk softcopy untuk kepentingan akademis kepada Perpustakaan IAIN Salatiga, tanpa meminta izin dari saya selama mencantumkan nama saya sebagai peneliti.

(6)
(7)

MOTTO

Kalau jadi Hindu jangan jadi Orang India, kalau jadi Islam

jangan jadi Orang Arab, kalau jadi Kristen jangan jadi Yahudi. Tetaplah

jadi Orang Indonesia dengan Adat-Budaya Nusantara yang kaya-raya ini.

(8)

PERSEMBAHAN

Karya tulis ini saya persembahkan untuk kedua orangtuaku, Bapakku Joko Siswanto, Ibuku Umi Barokah, dan Adikku Emi Diyah Kurnia Sari.

Teman-teman seperjuangan SPI angkatan 2013 Qisthi, Erni, Ingkan, Eva, Ikhsan, Ika, Rohib, Suko, Ulfa, Fera, Nia, Septi, Kharis, Judin, Tatik, Sam’ani, Luthfi, Qosim, Ruslina, Tiara, Wildan, Sofi, Faiz, Soleh. Adik tingkat SPI angkatan 2014, 2015, 2016, 2017.

(9)

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr.wb

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan hidayah dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan lancar. Shalawat serta salam senantiasa tercurah terhadap Nabi Muhammad SAW yang telah membawa kita dari zaman jahiliyan hingga zaman terang benderang. Skripsi ini disusun sebagai syarat mencapai Gelar Sarjana Pendidikan pada Jurusan Sejarah Peradaban Islam Fakultas Ushuludin, Adab, dan Humaniora IAIN Salatiga.

Penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dan memberikan dorogan baik moril maupun materil, sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Oleh karena itu, melalui ruang penulis mengucapkan penghargaan dan terima kasih kepada:

1. Dr. Bapak Benny Ridwan, M. Hum. selaku Dekan FakultasUshuludin, Adab, dan Humaniora.

2. Bapak Haryo Aji Nugroho, S. Sos., MA selaku Ketua Jurusan Sejarah Peradaban Islam.

3. Bapak Sutrisna, S.Ag., M.Pd selaku dosen pembimbing skripsi.

(10)
(11)

ABSTRAK

Susanto, Rifkhan Eko. 2017. Ritual Tradisi Jamasan Bendhe Nyai Ceper Dalam Pandangan Masyarakat Muslim Di Dusun Pete Kecamatan Pabelan, Kabupaten

Semarang, Jawa Tengah. Skripsi. Jurusan Sejarah Peradaban Islam Fakultas

Ushuludin, Adab, dan Humaniora. Institut Agama Islam Negeri Salatiga. 2018. Pembimbing: Sutrisna, S.Ag., M.Pd.

Kata Kunci: Sejarah, Kebudayaan, Upacara Adat, Jamasan dan Pandanganan Masyarakat Muslim.

Penelitian ini merupakan analisis studi kasus pada upacara adat Jamasan Bendhe Nyai Ceper di Dusun Pete Kabupaten Semarang. Adapun permasalahan yang ada yaitu (1) Bagaimanakah Sejarah Ritual Tradisi Bendhe Nyai Ceper di Dusun Pete Kecamatan Pabelan Kabupaten Semarang?(2) Bagaimana Pelaksanaan Ritual Tradisi Jamasan Bendhe Nyai Ceper di Dusun Pete Kecamatan Pabelan Kabupaten Semarang?(3) Bagaimana Pandangan Masyarakat Muslim Terhadap Ritual Bendhe Nyai Ceper di Dusun Pete Kecamatan Pabelan Kabupaten Semarang?

Penulisan skripsi ini menggunakan metode sejarah heuristik, verifikasi, interpretasi, dan historiografi. Peneliti juga menggunakan metode etnografi yaitu menggambarkan kehidupan suatu masyarakat atau bangsa. Penelitian ini adalah jenis penelitian yang terjun langsung kelapangan (field research), karena sumber data diperoleh langsung dari sumbernya. Sehingga, metode sejarah ini guna menggumpulkan data dalam skripsi ini. Sedangkan tahun penelitian 2017 karena penelitian dilakukan pada tahun tersebut.

(12)

DAFTAR ISI

HALAMAN BERLOGO ...

HALAMAN JUDUL ...

HALAMAN PERSETUJUAN ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ... iii

HALAMAN PERNYATAAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... iv

HALAMAN MOTTO ... vi

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

ABSTRAK ... x

DAFTAR ISI ... xi

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang ... 1

B.Rumusan Masalah ... 4

C.Tujuan danKegunaan Penelitian ... 5

D.Kerangka Konseptual ... 5

E. Tinjauan Pustaka ... 9

F. Metode Penelitian ... 10

G.Sistematika Penelitian ... 16

(13)

B.Kondisi Demografis ... 23

C.Kondisi Sosial Budaya ... 26

D.Kondisi Sosial Keagamaan ... 27

BAB III RITUAL JAMASAN BENDHE NYAI CEPER A.Sejarah Bendhe Nyai Ceper ... 32

B.Sejarah Ritual Tradisi Jamasan Bendhe Nyai Ceper ... 37

a. Keadaan Busana ... 42

b. Keadaan Bendhe ... 43

C.Ritual Jamasan Bendhe Nyai Ceper ... 45

BAB IV ANALISIS DAN TEMUAN PENELITIAN A.Sejarah Tradisi Ritual Bendhe Nyai Ceper di Dusun Pete ... 51

B.Pelaksanaan Tradisi Ritual Bendhe Nyai Ceper di Dusun Pete Kecamatan Pabelan Kabupaten Semarang ... 55

C.Pandangan Masyarakat Muslim di Wilayah Dusun Pete Terhadap Pelaksanaan Tradisi Ritual Bendhe Nyai Ceper ... 60

BAB V PENUTUP A.Kesimpulan ... 66

B.Saran ... 67

DAFTAR PUSTAKA

(14)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Banyak sekali tradisi yang diwariskan leluhur Jawa secara turun-temurun. Semua tradisi tersebut tidak bisa lepas dari laku (tata cara) dan petung (perhitungan) yang rinci. Berbagai macam ritual, prosesi, atau pun upacara tradisional Jawa ini bertujuan agar mendapatkan keselamatan dan kebahagiaan, baik di dunia maupun alam kelanggengan (alam abadi).1 Banyak kepercayaan manusia Jawa berunsur pada animisme dari zaman pra-sejarah sampai sekarang, termasuk kepercayaan tentang eksistensi mahkluk halus, roh leluhur, yang mendiami macam-macam tempat tertentu. Didaerah Tengger orang percaya bahwa gunung Bromo didiami oleh roh leluhur bernama ‘Dewa Kusuma’ Dewa Kusuma adalah penengah diantara dunia manusia dan dunia gaib. Di daerah Gunung Merapi dipercaya didiami oleh kerajaan mahluk halus. Penduduk di kedua daerah ini punya kepercayan waktu manusia meninggal dunia jiwanya menjadi roh leluhur setelah 40 hari. Kemudian roh leluhur itu akan mendiami suatu tempat menurut kepercayaan setempat. Banyak orang Jawa percaya bahwa hantu-hantu bisa menggangu manusia dan mendiami

(15)

tempat-tempat yang lain. Semua kepercaan diatas berasal dari kepercayaan animisme dan berunsur kepercayaan manusia jawa terhadap gunung.2

Dalam sejarah pulau Jawa ada tiga zaman pokok mengenai agama yaitu zaman prasejarah sampai abad 8, di mana zaman itu rakyat Jawa tinggal di dalam masyarakat kecil dan kepercayaan animisme. Kepercayaan animisme termasuk kepercayan manusia mengenai mahluk halus dan roh leluhur yang mendiami bemacam-macam tempat. Zaman ke 2 adalah zaman kerajaan Hindhu-Buddha. Pertama dengan kerajaan Mataram dari abad 8-abad 10 yang terletak di Jawa tengah, kerajaan Majapahit dari abad 13 sampai abad 16 yang terletak di Jawa Timur. Pada zaman itu kedua kerajaan tersebut masyarakatnya beragama Hindhu serta agama Buda. Zaman yang ketiga adalah zaman setelah abad ke16 waktu kerajaan Majapahit turun kerajaan Islam yang dibentuk masih menyimpan banyak tradisi dari kerajaan Hindhu Buddha tetapi memakai agama Islam. Karena tiga zaman agama tersebut, agama di Jawa saat ini berlapiskan tiga yaitu kepercayaan animisme, agama Hindu-Budha dan, agama Islam.3 Era Walisongo mengurangi dominasi Hindhu-Buddha dalam budaya Nusantara untuk digantikan dengan kebudayaan Islam. Mereka adalah simbol penyebaran Islam di Indonesia. Khususnya di Jawa tentu banyak tokoh lain yang juga berperan namun peranan meraeka yang sangat besar dalam mendirikan Islam di Jawa juga pengaruhnya terhadap

2 Suwardi Indra Suara,Buku Pintar Budaya Jawa, (Yogyakarta: Gelombang pasang, 2005). Hal. 77

(16)

kebudayaan masyarakat secara luas serta dakwah secara langsung, membuat sembilan wali ini lebih banyak disebut dibanding yang lain.4

Masing-masing tokoh tersebut mempunyai peran yang unik dalam penyebaran Islam. Mulai dari Maulana Malik Ibrahim yang menempatkan diri sebagai ‘tabib’ bagi Kerajaan Hindhu Majapahit., sunan Giri yang

disebut para kolonialis sebagai ‘paus dari Timur’ hingga sunan Kalijaga

yang mencipta karya kesenian dengan menggunakan nuansa yang dapat dipahami masyarakat Jawa yakni nuansa Hindhu dan Budha.5Walisongo adalah para penyebar agama Islam di tanah Jawa yang kemudian diteruskan murid-muridnya keseluruh Nusantara. Perjalanan hidup para Wali tersebut penuh dengan kisah yang unik, ajaib, dan menakjubkan. Kesabaran dan keuletan serta ketangguhannya berdakwah sungguh mengagungkan. Caranya berdakwah, caranya mengadakan pendekatan terhadap masyarakat awam patut diteladani. Masing-masing wali memiliki keunikan dalam kisah dan sejarah.6

Namun masih banyak upacara adat yang masih eksis di Indonesia. Khususnya di daerah Jawa banyak upacara adat yang dulunya merupakan upacara keagamaan lama. Ketika Walisongo datang ke Jawa mereka mengakulturasikan upacara adat setempat dengan agama Islam. Hal ini dilakukan karena untuk mengenalkan Islam pada masyarakat Jawa. Salah satu contohnya adalah upacara adat Siraman Jamasan Bendhe Nyai Ceper. Upacara Adat Siraman Jamasan Bendhe Nyai Ceper di Dusun Pete

(17)

Kecamatan Pabelan Kabupaten Semarang merupakan tradisi adat sejak zaman mataram Islam, upacara ini masih dilakukan sampai sekarang. Tradisi ini merupakan akulturasi kejawen dengan Islam. Tradisi ini merupakan bukti bahwa agama Islam di sebarkan di Jawa dengan menggunakan pendekatan upacara adat daerah setempat.Alasan peneliti menulis skripsi dengan judul “Ritual Tradisi Bendhe Nyai Ceper Dalam

Pandangan Masyarakat Muslim Di Dusun Pete Kecamatan Pabelan, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah” adalah untuk menjelaskan sejarah,

ritual, pandangan masyarakat muslim, dan tradisi yang dilakukan untuk upacara tersebut. Selain itu penulisan sejarah tradisi Jamasan Bendhe Nyai Ceper masih belum banyak yang menulis. Sejarah kebudayaan mempunyai peranan yang penting, karena hanya dengan melihat masa lalu akan dapat membangun masa depan dengan lebih baik.7

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah Sejarah Ritual Tradisi Jamasan Bendhe Nyai Ceper di Dusun Pete Kecamatan Pabelan Kabupaten Semarang?

2. Bagaimana Pelaksanaan Ritual Tradisi Jamasan Bendhe Nyai Ceper di Dusun Pete Kecamatan Pabelan Kabupaten Semarang?

3. Bagaimana Pandangan Masyarakat Muslim Terhadap Ritual Bendhe Nyai Ceper di Dusun Pete Kecamatan Pabelan Kabupaten Semarang?

(18)

C. Tujuan dan KegunaanPenelitian.

Penelitian ini merupakan penelitian budaya yang berada di Jawa Tengah tepatnya berada di daerah kabupaten Semarang. Untuk membatasi penelitian peneliti memberi batasan agar dalam penelitian tidak terlalu luas, dalam ruang lingkup skripsi ini berada di Dusun Pete Kecamatan Pabelan Kabupaten Semarang.

Tujuan untuk penelitian tersebut adalah:

1. Untuk mengetahui SejarahRitual Tradisi Jamasan Bendhe Nyai Ceper di Dusun Pete Kecmatan Pabelan Kabupaten Semarang.

2. Untuk Mengetahui Ritual Tradisi Jamasan Bendhe Nyai Ceperdi Dusun Pete Kecamatan Pabelan Kabupaten Semarang.

3. Untuk Mengetahui Pendapat Pandangan Masyarakat Muslim di Dusun Pete Kecamatan Pabelan Kabupaten Semarang.

D. Kerangka Konseptual

Kebudayaan berasal dari kata “Budaya”, yang berasal dari kata Sansekerta “budhayah”, sebagai bentuk jamak dari buddhi, yang berarti

budi atau akal. Banyak definisi tentang kebudayaan. Koentjoroningrat memberikan pengertian kebudayaan sebagai “keseluruhan dari hasil budi

(19)

keseluruhan dari apa yang pernah dihasilkan oleh manusia karena pemikiran dan karyanya. Jadi kebudayaan merupakan produk Budaya.8

Dimana-mana manusia itu pada dasarnya adalah sama, karena manusia dibekali oleh penciptanya dengan akal, perasaan, dan hendak di dalam jiwanya. Yang membedakan adalah perwujudan budaya menurut keadaan, waktu, dan tempat, atau perwujudan budaya dengan menekankan pada akal, perasaan, dan kehendak sebagai kesatuan, atau hanya menekankan pada akal saja (ratio), dengan mengabaikan perasaan. Perbedaan itu nantinya akan menyebabkan munculnya pengertian peradaban (civilization) dan kebudayaan (culture).9 Jika akal dan budi digabungkan, maka dengan akal budi ini, manusia mampu menciptakan, mengkreasi, memperlakukan, memperbaharui, memperbaiki, mengembangakan, dan meningkatkan sesuatu yang ada untuk kepentingan hidup manusia dengan hanya melihat dan mempelajari sesuatu. Dengan akal budinya juga, manusia mampu mengalahkan makhluk lainnya dalam pemenuhan kepentingan dan kebutuhan hidupnya.10

Kebudayaan yang diciptakan manusia dalam kelompok dan wilayah yang berbeda-beda menghasilkan keragaman budaya. Artinya, kebudayaan yang diciptakan oleh suatu kelompok berbeda dengan kebudayaan yang diciptakan oleh kelompok lainnya. Hal ini bisa saja disebabkan olah pola pikir yang berbeda, latar belakang lingkungan yang

8Drs. Lies Sudibyo, MH. Dkk, Ilmu Sosial Budaya Dasar, (Yogyakarta:ANDI OFFSET.2013), hal. 29

9Ibid. hal. 31

(20)

berbeda, dan lain sebagainya. Perbedaan kebudayaan ini kemudian memunculkan ciri khas dari sebuah wilayah lainnya.11

Sejarah kebudayaan adalah bagian sejarah umum, mengenai perkembangan historis bangsa-bangsa yang belum mengenal tulisan, pada waktu sekarang dan masa lampau. Sejarah kebudayaan hampir selalu dipelajari oleh para antropologi kebudayaan, jika dalam keterangan ini termasuk ahli-ahli seperti para arkeolog linguistik. Definisi ini menunjukkan bahwa dalam prinsip tidak ada perbedaan yang nyata antara sejarah seorang sejarawan profesional dan seorang sejarawan kebudayaan. Kadang-kadang, ada usaha untuk membedakan dua sejarawan itu dengan mengadakan perbedan antara penggunaan sumber-sumber dokumentasi tertulis sebagai sumber utama atau satu-satunya sumber bukti yang diterima oleh sejarawan ahli, dengan bermacam-macam metode yang berdasarkan dugaan (conjectural) yang dipergunakan oleh peneliti kebudayaan yang belum mengenal tulisan.12

Pusaka dalam tradisi Jawa sering menghidupkan kembali legenda dan ramalan kuno.13 Ramalan dalam masyarakat Jawa menjadi suatu yang menarik sebagaimana kasus ramalan Jayabaya. Ramalan tersebut memberikan motivasi kepada rakyat Indonesia dlam rangka menghadapi

11Ibid, hal. 54

12Dr. Taufik Abdullah, dan Drs. A. Surjomihardjo, Ilmu Sejarah dan Historiografi, (Jakarta: PT Gramedia. 1985), hal. 213

(21)

peristiwa kemerdekaan yang dijadikan jembatan emas menuju kesejahteraan sosial.14

Kepercayan kepada pusaka umumnya berhubungan dengan keampuhan gaib sehingga terhindar dari berbagai bahaya, penyakit, kematian, atau mempunyai kekebalan dan kesaktian.15 Dalam peristiwa gerakan protes petani, masalah pusaka atau jimat menjadi bagian yang tidak terpisahkan.16Fenomena kepercayaan terhadap pusaka

merupakanpengalaman manusia yang diturunkan kepada anak-cucu melalui simbol supernaturalistik.17Pusaka dalam bentuk binatang, seperti

kerbau, sering menunjukkan suatu keistimewaan karena hampir di seluruh daerah Indonesia dinilai sebagai binatang kurban yang paling tinggi.18 Kerbau adalah binatang yang sangat kuat karena mampu bekerja berjam-jam. Binatang tersebut terasuk patuh terhadap keluarga yang memeliharanya, tetapi sangat peka kepada orang asing. Kerbau pada masyarakat Sunda, misalnya, dipakai sebagai nama tokoh raja pada pantun (Mundinglaya Dikusimah), atau tokoh babad (Munding Kewati, Munding Sari).19

14Dr. Sugeng Priyadi, M. Hum, Sejarah Tradisi Penjamasan Pusaka Kalisasak Dan

Kalibening Banyumas, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2011), hal. 50

15Sartono, Kartodirdjo, Ratu Adil, (Jakarta: Sinar Harapan. 1984), hal. 43

16Kuntowijoyo, Radikalisme Petani, (Yogyakarta: Bentang Intervisi Utama. 1993), hal. 130

17Kuntowijoyo, Budaya Dan Masyarakat, (Yogyakarta: Tiara Wacana. 1987), hal. 71 18James Danandjaja, Folkor Indonesia: Ilmu Gosip, Dongeng, Dan lain-lain, (Jakarta: Grafiti Pers. 1984), hal. 166

19Dr. Sugeng Priyadi, M. Hum, Sejarah Tradisi Penjamasan Pusaka Kalisasak Dan

(22)

E. Tinjauan Pustaka

Dalam buku karya Suwardi Endraswara, tahun 2005 yang berjudul

Buku Pinter Budaya Jawa Mutiara Adiluhung Orang Jawa. Diterbitkan di

Yogyakarta, buku ini menjelaskan tentang Budaya Jawa mulai zaman pra-sejarah, Budaya Jawa pada zaman Hindhu Budha, dan zaman akulturasi Islam di Jawa.

Skripsi karya Eka stiawati,tahun 2016 yang berjudul Pemaknaan

Masyarakat Jawa Terhadap Simbol dan Mitos Benda Pustaka diterbitkan

di Semarang, penerbit Universitan Islam Negeri Semarang. Buku ini berisi tentang arti jamasan Bendhe Nyai Ceper dan kepercayaan Islam kejawan tentang kebudayaan tersebut.

Buku karya Sugeng Priyadi, tahun 2011 Yang berjudul Sejarah

Tradisi Penjamasan Pusaka Kalisasak dan Kalibening (Banyumas).

(23)

F. Metode Penelitian

Pertama-tama peneliti melakukan Heuristik atau pengumpulan sumber, beberapa langkah dalam penelitian sejarah.

1. Memilih topik yang sesuai;

2. Mengusut semua evidensi (bukti) yang relevan dengan topik; 3. Membuat catatan tentang itu apa saja yang dianggap penting dan

relevan dengan topik yang ditemukan ketika penelitian sedang berlangsung (misalnya menggunakan system cards)sekarang dengan adanya fotocopi, komputer, internet.

4. Mengevaluasi secara kritis semua evidensi yang telah dikumpulkan (kritik sumber).

5. Menyusun hasil-hasil penelitian (catatan fakta-fakta) ke dalam suatu pola yang benar dan berarti yaitu sistematika tertentu yang telah disiapkan sebelumnya.

6. Menyajikannya dalam suatu cara yang dapat menarik perhatian dan mengkomunikasikannya kepada para pembaca sehingga dapat dimengerti sejelas mungkin.20

Sumber-sumber tertulis yang di dapatkan penulis dari perpustakaan-perpustakaan. Perpustakaan daerah atau Persipda di kota Salatiga di Jalan Diponegoro No.39, perpustakaan jurusan yang berada di kampus 2 IAIN Salatiga, perpustakaan IAIN Salatiga, mencari di Perpustakaan daerah Jawa Tengah dan peneliti mengunduh informasi

(24)

berupa pdf tentang BPS Kabupaten semarang di internet. Penulis juga melakukan observasi, dilakukan dengan cara datang langsung ke tempat upacara adat Jamasan Bendhe Nyai Ceper yang berada di Dusun Pete Kecamatan Pabelan Kabupaten Semarang pada tanggal 27 Juni 2017. Kemudian melakukan verifikasi atau kritik sumber, kritik sumber ada dua yang pertama kritik sumber eksternal yang kedua kritik sumber internal. Adapun yang dimaksud dengan kritik eksternal ialah suatu penelitian atas asal-usul dari sumber, suatu pemeriksaan atas catatan atau peninggalan itu sendiri untuk mendapatkan semua informasi yang mungkin, dan untuk mengetahui apakah pada suatu waktu sejak asal muasalnya sumber itu telah diubah oleh orang-orang tertentu atau tidak. Kritik eksternal harus menegakkan fakta dari kesaksian, bahwa:

- Kesaksian itu benar-benar diberikan oleh orang ini atau pada waktu ini.

- Kesaksian yang telah diberikan itu telah bertahan tanpa ada perubahan, tanpa ada suatu tambahan-tambahan atau penghilangan-penghilangan yang substansial.21

Kritik Eksternal ialah cara melakukan verifikasi atau pengujian terhadap aspek-aspek “luar” dari sumber sejarah. Sebelum semua kesaksian yang berhasil dikumpulkan oleh sejarawan dapat digunakan untuk merekontruksi masa lalu, maka terlebih dahulu harus dilakukan pemeriksaan yang ketat. Jadi serupa dengan evidensi yang diajukan dalam

(25)

suatu pengadilan. Atas dasar berbagai alasan atau syarat, setiap setiap suber harus dinyatakan dahulu otentik dan integral. Saksi-mata atau penulis itu harus diketahui sebagai orang yang dapat dipercayai. Kesaksian itu sendiri harus dipahami dengan jelas. Pemeriksaan yang ketat ini mempunyai alasan yang kuat sehubungan dengan beberapa sumber yang telah dibuktikan palsu; dalam penelitian yang dilakukan telah ditemukan bahwa sumber-sumber itu palsu atau dibuat-buat. Beberapa sumber lain, meskipun asli, ternyata dengan berbagai alasan telah memberikan kesaksian-kesaksian yang tidak dapat diandalkan.22

Kritik internal sebagaimana yang disarankan oleh istilahnya menekankan aspek “dalam” yaitu isi dari sumber: kesaksian. Setelah fakta

kesaksian ditegakkan melalui kritik eksternal, tiba giliran sejarawan untuk mengadakan evaluasi terhadap kesaksian itu. sejarawan harus memutuskan apakah kesaksian itu dapat diandalkan atau tidak.23

Interpretasi (penafsiran) dalam penulisan sejarah, digunakan secara bersamaan tiga bentuk dasar tulis-menulis yaitu deskripsi, narasi, dan analisis. Ketika sejarawan menulis sebenarnya merupakan keinginannya untuk menjelaskan sajarah ada dua dorongan utama yang menggerakannya yakni mencipta-ulang dan menafsirkan. Dorongan pertama menuntut deskripsi dan narasi, seangakan dorongan kedua menuntut analisis. Sejarawan yang beroriantasi pada sumber-sumber sejarah saja, akan menggunakan porsi deskripsi dan narasi yang lebih banyak, sedangkan

(26)

sejarawan yang berorientasi kepada problem, selain menggunakan deskripsi dan narasi, akan lebih menggunakan analisis. Akan tetepi apapun cara yang dipergunakan, semuanya akan bermuara pada sintesis.24

Sehubungan dengan teknik deskripsi, narasi, dan analisis di atas, sebenarnya sebagian terbesar sejarawan dalam karya-karya mereka itu “bercerita.” Akan tetati sejarah yang diceritakan oleh para sejarawan itu,

menurut para ahli filsafat sejarah Arthur C. Danto, adalah “cerita-cerita yang sebenarnya.” Mereka berusaha sebaik-baiknya untuk menceritakan

cerita-cerita yang sebenarnya menurut topik-topik atau masalah-masalah yang mereka pilih. Hanya saja teknik deskripsi narasi ini seringkali dikaitkan dengan bentuk atau model “sejarah lama”, sedangkaan teknik

analisis dikaitkan dengan bentuk atau model “sejarah baru” yang “ilmiah.”25

Historiografi mempunyai dua makna. Pertama, penulisan sejarah (historical writting). Kedua, sejarah penulisan sejarah (historical of historical writting). Historiografi adalah ilmu yang memperlajari praktik ilmu sejarah. Hal ini dapat diwujudkan dalam berbagai bentuk, termasuk mempelajari metodologi sejarah dan perkembangan sejarah sebagai disiplin akademik. Istilah ini dapat pula merujuk pada bagian tertentu dari tulisan sejarah. Sebagai contoh, “historiografi Indonesia mengenai

Gerakan 30 September selama rezim Soeharto” dapat merujuk pada

pendekatan metodologis dan ide-ide mengenai sejarah gerakan tersebut

(27)

yang telah ditulis selama periode tersebut. Sebagai suatu analisa meta dari deskripsi sejarah, arti ketiga ini dapat berhubungan dengan kedua arti sebelumnya dalam pengertian bahawa analisa tersebut biasanya terfokus pada narasi, interpretasi, pan dangan umum, penggunaan bukti-bukti, dan metode resentasi dari sejarawan lainnya.26

Selain menggunakan metode sejarah peneliti juga menggunakan metode etnografi. Etnografi atau ethnography, dalam bahasa Latin: etnos berarti bangsa, dan grafein yang berarti melukis atau menggambar; sehingga etnografi berarti melukiskan atau menggambarkan kehidupan suatu masyarakat atau bangsa. Etnografi merupakan:

1. Pekerjaan antropolog dalam mendiskripsikan dan menganalisis kebudayaan, yang tujuan utamanya adalah memahami

pandangan (pengetahuan) dan hubungannya dengan kehidupan sehari-hari (kelakuan) guna mendapatkan pandangan “dunia” masyarakat yang diteliti.27

2. Komponen penelitian yang fundamental dalam disiplin

akademis antropologi (Budaya), sehingga etnografi merupakan ciri khas dalam antropologi.28

Antropolog aliran kognitif berpendirian bahwa setiap masyarakat mempunyai sistem yang unik dalam mempersepsi dan mengorganisasi

26Dedi Irwanto dan Alian Sair, Metodologi dan Historiografi Sejarah, (Yogyakarta: Eja Publisher. 2014), hal. 151.

27James P. Spradley, Metode Etnografi (terjemahan), (Yogyakarta: Tiara Wacana. 1997) hal. 3

(28)

fenomena material, seperti benda-benda, kejadian-kejadian, kelakuan, emosi. Oleh karena itu kajian antropologi bukanlah fenomena material tersebut, melainkan cara fenomena material tersebut diorganisasikan dalam pikiran (kognisi) manusia. Dengan demikian kebudayaan itu ada dalam pikiran manusia, yang bentuknya adalah organisasi pikiran tentang fenomena material tersebut. Tugas etnografer (peneliti etnografi) adalah menemukan dan menggambarkan organisasi pikiran tersebut.29

3. Bentuk penelitian sosial-budaya yang bercirikan30:

a. Studi mendalam (kualitatif) tentang kebragaman fenomena sosial-budaya suatu masyarakat;

b. Pengumpulan data primer dengan pedoman wawancara;

Dalam penelitian penulis melakukan wawancara dengan tokoh-tokoh yang melakukan upacara Jamasan Bendhe Nyai Ceper seperti Mbah Slamet, Pakde Mardi, Mbah Karso, Pakde Kabul, Mbah Mujiono, Pak Carik Miftahudin, Pakde Parman, Pak Husein, Pak Ari Juman, Pak Slamet Widodo, Pak Iswahyudi. Wawancara dengan tokoh muslim di Dusun Pete seperti Pak Ahmad Nurdin, Pak Sukimin, Pak Dul Hadi, Mbah Buang. Wawancara yang berhasil membutuhkan kecakapan. Namun ada banyak macam gaya pewawancara, mulai dari pendekatan ala obrolan yang ramah dan informal, hingga yang lebih formal, gaya yang bertanya yang lebih

29Amri Marzali, “Kata Pengantar”. Dalam James P. Spradley, Metode Etnografi (Terjemahan), (Yogyakarta: Tiara Wacana. 1997), hal xv

(29)

teratur. Dan biasanya pewawancara yang baik mengembangakan variasi metode yang dapat membawa hasil terbaik serta paling cocok dengan kepribadian mereka.31

c. Penelitian pada suatu atau beberapa kasus secara mendalam dan komparatif;

d. Analisis data melalui interpretasi fungsi dan makna dari pemikiran dan tindakan, yang menghasilkan deskripsi dan analisis secara verbal.

G. Sistematika Penulisan

Penulisan yang berjudul “Ritual Tradisi Bendhe Nyai Ceper Dan Prespektif Muslim Di Desa Pete Kecamatan Pabelan, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah” terdiri dari beberapa bab.

Bab I ‘Pendahuluan’ meliputi (A) Latar belakang masalah; (B) Rumusan masalah; (C) Tujuan dan ruang lingkup; (D) Kerangka konseptual; (E) Tinjauan pustaka; (F) Metode penelitian; (G) Sistematika penulisan; (H) Kerangka pembahasan skripsi; (I) Daftar pustaka.

Bab II yang berjudul ‘Gambaran Umum Desa Pete’ yang dibahas di subjudul (A) Letak Geografis; (B) Kondisi Demografis; (C) Kondisi Sosial Budaya; (D) Kehidupan Sosial Keagamaan.

Bab III yang berisi ‘Tradisi Bendhe Nyai Ceper’ yang dibahas di subjudul (A) Sejarah Bendhe Nyai Ceper;(B) Sejarah Tradisi; (C) Tradisi Upacara.

(30)

Bab IV yang berisi ‘Analisis dan Temuan Penelitian’ yang dibahas di

subjudul (A); Sejarah Tradisi Ritual Bendhe Nyai Ceper di Desa Pete (B) Pelaksanaan Tradisi Ritual Bendhe Nyai Ceper di Desa Pete Pabelan Kabupaten Semarang; (C) Pandangan Masyarakat Muslim di Wilayah Desa Pete Terhadap Pelaksanaan Tradisi Ritual Bendhe Nyai Ceper.

(31)

BAB II

GAMBARAN UMUM DUSUN PETE

A. Letak Geografis

Dusun Pete merupakan salah satu Dusun di Desa Sukoharjo kecamatan Pabelan, Kabupaten Semarang yang terletak disebelah Timur dari jantung kota kecamatan. Secara administratif Dusun Pete berada di wilayah kecamatan Pabelan Kabupaten Semarang. Pete merupakan salah satu dari 6 Dusun yang berada diwilayah Desa Sukoharjo dan memiliki batas wilayah sebagai berikut:32 Sebelah barat dengan kota Salatiga, sebelah timur perbatasan Dusun Glawan, sebelah utara berbatasan dengan kota Madya, Kauman, selatan berbatasan dengan Dusun Setro.33

Luas tanah secara keseluruhan Desa Sukoharjo secara geografis adalah 163,884 Ha, yang terdiri dari 11,124 Ha wilayah pemukiman; 62,130 Ha sawah; 55,850 Ha perkebunan negara; 24,21 Ha tegalan; dan 10,54 Ha untuk bambu, Desa Sukoharjo berada pada lokasi yang sangat strategis yakni berbatasan langsung dengan kota Salatiga. Desa Sukoharjo memiliki 21 RT dan 6 Dusun yakni:Dusun Susukan, Dusun Pete, Dusun Setro, Dusun Tlogotangi, Dusun Kalangan, Dusun Tembelangan.34Suhu

udara rata-rata di Kabupaten Semarang bisa dikatakan relatif sejuk. Hal ini

32Eka Styawati. Pemaknaan Masyarakat Jawa Terhadap Simbol Dan Mitos Benda Pusaka.

Fakultas Ushuludin dan Humaniora. UIN Walisongo. 2016. Hal. 50

33Wawancara dengan Bapak Carik Miftahudin. Pada tanggal 5 september 2017. Di

rumahPakMiftahudin

(32)

memungkinkan karena Kabupaten Semarang berada pada ketinggian 318 meter dpl hingga 1450 dpl.35

Dalam menjalani aktivitas sehari-hari, masyarakat Dusun Pete tidak mengalami kesulitan untuk menjangkau tempat tujuan mereka, karena sarana kendaraan umum telah cukup memadai. Jarak tempuh dari Desa/kelurahan ke ibukota kecamatan kuang lebih 3 kilometer, jarak ke ibukota kabupaten/kota kurang lebih 30 kilometer, jarak ke ibukota provinsi kurang lebih 50 kilometer, dan jarak ibukota Negara kurang lebih 500 kilometer.36

Untuk struktur perangkat Desa Sukoharjo kepala Desa bernama Juriadi, Camat Pak Rofi Udin, Carik Pak Miftahudin. Struktur di Dusun Pete Bekel Pak Muhrobi, Rukun Warga (RW 02) Pak Ari Juman, RT 1. Pak Munadi, RT 2. Pak Suparman, RT 3. Pak Wagimin Wagianto, RT 4. Huri, dan Modin Mbah Buang Zamroni.

Sejarah Dusun Pete

Sejarah Dusun Pete menurut Pak Parman selaku sesepuh Dusun Pete, sejarah Dusun Pete ada kaitannya dengan waliyullah Syech Sekar Gadung, menurut cerita yang Pak Parman pernah tahu, yang menjadikan Dusun Pete itu waliyullah Syech Sekar Gadung. Tapi sejak kapan tahunnya Pak Parman kurang tahu, tapi menurut Pak Parman terjadi sekitar

35Badan Pusat Statistik Kabupaten Semarang,Kabupaten Semarang Dalam Angka, 2010, hal. 1

36 Eka Styawati. Pemaknaan Masyarakat Jawa Terhadap Simbol Dan Mitos Benda

(33)

300 tahun yang lalu. Jadi masih dalam negara ini belum Republik. Negara ini masih kerajaan pemerintahan masih Mataram Solo.

Menurut cerita DusunPete dulu itu bukan Dusun Pete nama-namanya dulu bagus-bagus seperti ada yang menyebut Labet Ireng, ada yang Tanjung Anom. Menurut cerita dari Mbah-Mbah di Dusun Pete dulu ada musibah, musibah itu bukan sekedar musibah jadi masyarakat tidak aman karena mungkin orang-orangnya kedekatan dengan yang Mahakuasa itu juga belum-belum karena waktu itu mayoritas menganut agama Budha.37

Kemudian datanglah seorang ulama yang mengaku Kiai Sekar Gadung dialah yang sanggup memberikan pencerahan terhadap masyarakat Pete dalam arti jadi Syech Sekar Gadung itu sanggup memberikan keamanan, wabah penyakit apa-apa itu yang diderita masyarakat dia sanggup memulihkan, aman dan tentram. Cuma Syech Sekar Gadung mempunyai permintaan pada waktu itu, Syech Sekar Gadung bisa menyembuhkan seperti itu-seperti itu asal kan dia diperbolehkan berdakwah agama Islam di Dusun Pete, karena masyarakat butuh sekali tenaga, pikiran, dan doanya Syech Sekar Gadung akhirnya masyarakat mau menerima.38

Mulai dari itu Syech Sekar Gadung menetap di Dusun Pete. Ternyata setelah di Dusun Pete wabah penyakit lama-lama pulih kembali. Masyarakat merasa aman, tentram, menjadi kembali lagi seperti semula.

37Wawancara dengan Bapak Suparman Sesepuh Dusun Pete. Pada tanggal 4 September

(34)

Akhirnya Syech Sekar Gadung mulai bisa syiar agama Islam selang waktu dia memberi nama Dusun Pete, diberi nama pete dalam arti ngumpetke sampai sekarang ini dipakai nama Pete. Dia tetep di Dusun Pete hingga akhir hayatnya di Dusun Pete.39 Menurut asal-usulnya Syech Sekar Gadung dari warga besar Keraton Solo tapi ada juga yang menyebutnya dari Yogyakarta Mataram.40

Ngumpetke41 menurut ceritanya pada waktu itu Dusun Pete tidak

aman banyak kerusuhan bisa aman karena diumpetke.42Pada waktu itu kenyataan seperti ini kalau ada orang yang mau menjarah harta benda orang Pete setelah lewat rumah Mbah Sekar Gadung itu pada jatuh pingsan. Jadi orang-orang Pete dikumpulkan dirumahnya Syech Sekar Gadung, diajak pengajian, dzikir, dan berdoa.Ketika ada orang yang mau menjarah orang Pete, lewat rumah Syech Sekar Gadung pasti jatuh pingsan kalau ditanya mereka para penjarah itu tahunya orang-orang yang berada di dalam rumah Syech Sekar Gadung adalah harimau. Orang yang mau menjarah harta benda itu takut, maka dari itu dicetuskan dari awal itu

Ngumpetke. Yang jelas masyarakat Dusun Pete diumpetke dari

orang-orang yang tidak baik.43

39Lihat lampiran foto gambar. 1

40Wawancara dengan Bapak Suparman Sesepuh Dusun Pete. Pada tanggal 4 September

2017. Di Rumah Pak Suparman

41Arti menyembunyikan dalam KBBI: 1 menyimpan (menutup dsb) supaya jangan (tidak)

terlihat; 2 sengaja tidak memperlihatkan (memberitahukan dsb); merahasiakan 42Arti disembunyikan

43Wawancara dengan Bapak Suparman Sesepuh Dusun Pete. Pada tanggal 4 September

(35)

Sisa-sisa dari jejak Syech Sekar Gadung ditunjukan dengan adanya saluran irigasi yang membelah bongkahan batu hitam sepanjang 3 kilometer. Konon batu tersebut yang berada di dekat Dusun Setro adalah saksi bisu saat terjadi adu kesaktian antara Syech Sekar Gadung dengan Ki Gagak Setro (salah seorang juga dikenal sakti) yang berusaha menghalangi dakwah Syech Sekar Gadung dalam menyiarkan Agama Islam.44

Konon Ki Gagak Setro merasa terusik dengan kehadiran Syech Sekar Gadung membangun sarana irigasi pertanian dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat. Saat Syech Sekar Gadung membuat irigasi dengan menggunakan tongkatnya sudah selesai tiba-tiba disumbat oleh Ki Gagak Setro dengan bongkahan batu-batu besar. Mendapat perlakuan tersebut, Syech Sekar Gadung tak mau menyerah. Beliau lalu membelah batu tersebut hanya dengan memberi tanda garis di atas batu tersebut. Berkat izin Allah, sumbatan batu tersebut terbelah menjadi saluran irigasi. Namun pertarungan tersebut berlanjut hingga Ki Gagak Setro dapat dikalahkan.45

Sejarah Dusun Pete menurut cerita dari sesepuh Bendhe dari Mbah Karso, Pakde Kabul dan Mbah Slamet. Sejarahnya Dusun Pete bukandari buah pete dimulai dari kata Diumpetke. Dulu di Dusun Pete itu adalah tepat berperang, dimulai dari zaman Belanda, tapi di Dusun Pete ada pusaka bendhe Nyai Ceper membuat aman. Dulu ada cerita ketika tentara Indonesia di kejar oleh Belanda, kemudian tentara Indonesia bersembunyi

(36)

di rumah yang kebetulan ada Bendhe Nyai Cepernya. Tentara Indonesia tersebut hilang, bukannya hilang tetapi keberadan tentara Indonesia di sembunyikan oleh pusaka bendhe Nyai Ceper dari kejaran tentara Belanda. Hal tersebut membuat tentara Belanda tidak bisa menangkap tentara Indonesia. Jadi Dusun Pete itu dari kata Ngumpetke karena orang Jawa melafalkannya agak cepat jadi Petkekemudian jadi Pete.46

B. Kondisi Demografis

Pemerintahan Desa Sukoharjo dijalankan oleh para perangkat Desa, yang terdiri dari 1 orang kepala Desa, 1 orang sekretaris Desa, 6 orang kepala urusan (kaur) dan pembantu pelaksana teknis, 9 orang anggota BPD Desa, dan 8 orang pengurus PNPM Desa. Desa Sukoharjo terdiri dari 21 ketua Rukun Tangga, 6 orang ketua Rukun Warga, dan 25 orang anggota LINMAS.47

Desa Sukoharjo memiliki jumlah total penduduk 3.018 jiwa yang terdiri atas 1.480 jiwa laki-laki dan 1.538 jiwa perempuan. Sedangkan, untuk Dusun Pete memiliki total penduduk 803 jiwa yang terdiri dari 393 jiwa untuk laki-laki dan 410 jiwa untuk perempuan. Dapat dilihat adanya perbedaan jumlah antara laki-laki dan perempuan, dimana

46

Wawancara Dengan Mbah karso. Pada Tanggal 20 Agustus 2017. Di Rumah Mbah Karso

(37)

jumlahperempuan lebih banyak daripada jumlah laki-laki.48Di Dusun Pete jumlah penduduknya sekitar kurang lebih 250 KK.49

Tabel I

Untuk Masyarakat Pete mayoritas warganya buruh tani yang mengerjakan sawah milik tetangga mereka yang mempunyai lahan.Untuk mata pencaharian kedua TKI, untuk usaha warga Pete kebanyakan membuat lontong untuk memenuhi pasar Salatiga kebanyakan warga Pete.Warga PeteRt 3 kebanyakan itu memenuhi pasar pagi Salatiga dari

48Rekapitulasi Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin Desa Sukoharjo tahun 2016

49Wawancara dengan Bapak Carik Miftahudin. Pada tanggal 5 september 2017. Di

Rumah Pak Carik

(38)

pasaraya satu, Blauran juga soalnya itu bisa dibuktikan dengan cek

51Wawancara dengan Bapak Carik Miftahudin. Pada tanggal 5 september 2017. Di

Rumah Pak Miftahudin

52Eka Styawati. Pemaknaan Masyarakat Jawa Terhadap Simbol Dan Mitos Benda

(39)

Masyarakat Dusun Pete banyak yang bekerja sebagai karyawan swasta. Hal tersebut dikarenakan minimnya lahan pekerjaan tetap, khususnya untuk kalangan Ibu-Ibu atau Bapak-Bapak yang berusia 30 tahun ke atas dengan pendidikan yang juga minim. Apabila ingin mengandalakn sektor pertanian, juga tidak terlalu menjanjikan karena penghasilan sebagai petani ataupun buruh tani tidak menetap bahkan dalam sehari tidak mendapat penghasilan sama sekali. Berbeda dengan kalangan pemuda yang usianya dibawah 25 tahun mudah untuk mendapatkan pekerjaan, misalnya di industri pabrik yang ada di wilayah kabupaten Semarang dan sekitarnya.53

Warga Pete mengandalkan sepeda motor sebagai alat transportasi yang utama. Selain sepeda motor juga ada alat trasnportasi lain yaitu angkutan kota (Angkot) dengan membayar untuk jauh dan dekat sekitar Rp3.000,00 dari kota Salatiga sampai arah Pabelan-Macanan, selain itu juga ada ojek kendaraan pribadi yang lain yang dimiliki oleh warga.54

C. Kondisi Sosial Budaya

Kehidupan sosial budaya masyarakat Pete yang mayoritas adalah buruh harian lepas masih menyimpan nilai-nilai tradisional keturunan asli, dalam hal ini masih memegang teguh adat istiadat. Adat istiadat secara turun temurun berasal dari nenek moyang dan sudah mentradisi. Akan

53Rekapitulasi Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian Desa Sukoharjo Tahun

2016

54Eka Styawati, Pemaknaan Masyarakat Jawa Terhadap Simbol Dan Mitos Benda

(40)

tetapi ada juga warga masyarakat yang sudah tidak melaksanakan tradisi-tradisi yang ada, karena biasanya mereka merupakan pendatang dari luar Desa atau luar daerah. Hal tersebut dapat dilihat pada upacara-upacara yang menyangkut dasar kehidupan seperti upacara kelahiran, pernikahan, kematian yang semuanya masih dilaksanakan secara teratur oleh masyarakat walaupun masih ada beberapa tradisi yang juga telah mengalami pergeseran karena arus modernisasi.55

Untuk Budayanya Dusun Pete masih ada upacara adat Bendhe Nyai Ceper.Jadi istilahnya kalau warga Dusun Pete kalau belum upacara adat Jamasan Bendhe Nyai Ceper meskisudah Lebaran belum banyak yang pergi silaturahmi ketetangga maupun ke saudara.Soalnya tradisi tersebut sudah dilakukan sejak dulu dantidak bisa dihilangkan. Jika belum upacara adat untuk warga Pete sendiri belum ramai, istilah belum bermaaf-maafan walaupun sudah shalat idul fitri.56

D. Kehidupan Sosial Keagamaan

Latar belakang sosial agama masyarakat Pete mayoritas memeluk agama Islam. Sebagian besar warga Dusun Pete menganut agama Islam. Dari 803 jiwa, sebanyak 763 beragama Islam, sisanaya menganut agama Kristen sebanayak 40 orang. Untuk lebih jelasnya mengenai rekapitulasi

55Ibid. Hal. 56

56Wawancara dengan Bapak Carik Miftahudin. Pada tanggal 5 september 2017. Di

(41)

penduduk Dusun Pete dari segi agama dapat dilihat pada tabel berikut

menjadi kewajiban bagi umat Islam, biasanya mereka melakukannya secara jamaah walaupun tidak seluruhnya masyarakat Dusun Pete yang beragama Islam melaksanakan secara berjamaah. Shalat berjamah yang dilakukan biasanya pada saat shalat Magrib, Isya’, Subuh, selain itu

masyarakat dalam melaksanakan shalat Dzuhur dan Asar, kebanyakan dilaksanakan sendiri-sendiri atau shalat di rumah masing-masing.58

Hal itu dikarenakan masyarakat di Dusun Pete kebanyakan adalah petani, yang berangkat kesawah pada pagi hari pulang diwaktu sore. Untuk shalat Dzuhur dan Asar sering kali dikerjakan sendiri dirumah karena tidak

57Eka Styawati. Pemaknaan Masyarakat Jawa Terhadap Simbol Dan Mitos Benda

(42)

sempat shalat berjamaah dimasjid. Kecuali di hari Jum’at masyarakat

muslim yang bekerja sebagai tani bekerja setengah hari kemudian melaksanakan shalat Jum’at dimasjid kemudian setelah selesai Jum’atan

mereka kembali lagi ke sawah.

Untuk kegiatan keagamaan yang dilakukan masyarakat Dusun Pete khususnya yang memeluk agama Islam mereka mengadakan pengajian rutinan setiap satu minggu sekali pada malam Jum’at sehabis shalat

Magrib, sampai Isya’. Acara pengajian selain itu ada syukuran, Muludan,

pengajian yang dilakukan setelah adanya kematian seperti 3 hari, 7 hari, 40 hari, dan seterusnya.Masih ada mitoni, aqiqah, setiap aktivitas apa pun juga diadakan pengajian, mau mengambil panen pari saja itu pengajian dahulu dalam arti berdoa bersama. Mau memperbaiki rumah juga ada pengajiannya, pokoknya tidak lepas dari doa.59Untuk umat Kristen biasanya beribadah setiap hari minggu.

Untuk pengajian yasinan ada tiap minggu, pengajian yang selapanan setiap Jum’at Kliwonan, pengajian selapanan Rabu Kliwonan

juga ada, kemudian pengajian untuk anak-anak melalui lembaga madrasah diniyah juga ada, yang waktunya sore hari, dan dari enam dusun yang ada madrassah diniyahnya di sini Dusun Pete yang lainnya tidak ada Kalang tidak ada, Tembelangan, Setro juga tidak ada. Madrasah diniyah itu memang khusus pengajian untuk melanjutkan anak-anak yang sudah lulus Al-Qur’an TPA berisi pengajian rutin tiap hari liburnya cuma hari Jum’at

59Wawancara dengan Pak Dul Hadi. Pada Tanggal 5 Oktober 2017. Di Rumah Pak Dul

(43)

kalau untuk yang tingkat anak-anak. KalauBapak-Bapak, Ibu-Ibu kemudian juga ada kalangan pemuda menggabung yaitu Jum’at Kliwonan, yasinan, tahlilan, setiap Rt ada.60

Mapat tanggal itu berarti tanda syukur bisa diberikan umur panjang, bisa ketemu pada tanggal yang pertama. Itu sebenarnya sunah Rosul, Rosulullah pada setiap awal bulan itu berdoa, disini wujud berdoa itu dengan selametan.Selametan itu shodaqoh, asshodaqotu daf’ul balaq

sodaqoh itu bisa menolak bahaya yang tadinya mau dikenai musibah tapi tidak jadi karena shodaqoh selametan itu.Acara selametan ini melakukan ajaran Rosulullah yang pertama adalah berdoa dalam selametan ada doanya, kedua dalam selametan ada sodaqohnya, itu melakukan sunah Rosul dua-duanya.61

Rosulullah mengajarkan Al-Quran juga mengajarkan umat muslim untuk banyak bersedekah. Selametan itu sedekah, mapat tanggal itu juga berdoa mengikuti sunnah Rosulullah, selametan sebenarnya ajaran Islam tapi sudah mentradisi. Jadi ajaran Islam yang ditradisikan itu yang perlu, jadi itu bukan budaya justru ajaran Islam yang yang dibudayakan yang di tradisikan kebiasaan yang baik kalau terus dilakukan menjadi budaya tapi ini bagian dari Islam. Kalau orang lain menganggap budaya mapat tanggal itu hanya istilahnya saja, mapat tanggal sebenarnya itu pelaksanaan ajaran Islam sunah Rosul. Berdoa diawal bulan dilakukan setiap satu bulan

(44)

sekalidilakukan di masjid di mushala tapi masyarakat jarang yang melakukan di rumah pasti dilakukan dimasjid atau di langgar(mushala).62

Pada saat puasa Ramadhan masyarakat Dusun Pete tidak meninggalkannya, dalam arti masyarakat Dusun Pete menjalankan dalam sebulan penuh yang menganut Islam, sedangkan yang beragama Kristen mereka mempunyai sikap saling menghormati dan menghargai antar umat beragama. Masyarakat Dusun Pete juga tidak lepas melaksanakan zakat atau shodaqoh, hal ini dilakukan pada saat rizki yang cukup. Sedangkan apabila penghasilan yang cukup dan mampu, juga melaksanakan rukun Islam yang terakhir (haji).63

62Ibid. 5 Oktober 2017

63Eka Styawati. Pemaknaan Masyarakat Jawa Terhadap Simbol Dan Mitos Benda

(45)

BAB III

TRADISI BENDHE NYAI CEPER

A. Sejarah Bendhe Nyai Ceper

Menurut cerita turun temurun yang berkembang di masyarakat Dusun Pete. Jamasan Bendhe Nyai Ceper sudah menjadi tradisi warga Dusun Pete, Desa Sukoharjo, Kecamatan Pabelan, Kabupaten Semarang, yang dilakukan rutin setiap tahun, tepatnya pada awal bulan Syawal. Pusaka berbentuk bendhe (sejenis gong kecil) berukuran diameter 30 sentimeter, itu dilakukan secara turun temurun dapat memengaruhi kehidupan masyarakat sehari-hari. Terutama yang terkait dengan rezeki, umur, kesehatan, dan keselamatan.64Bendhe dinamakan dengan Ceper

karena dari kepercayaan turun temurun, ada keterkaitan dengan pusaka Kiyai Ceper dari Klaten.65

Sejarah Bendhe Nyai Ceper ugi kagungan asma, ngertose

kawulo alit niku Mbah Nyai Ceper selajeng enten piantun ingkang dawuh inggih punika asmonipun wonten sekawan: 1. Raden Ayu Sasra Hadiningrat, 2. Nyai Setya Nama, 3. Nyai Ratu Melati, wonten malih 4. Nyai Becak. Amung kawulo ngertosi wiwit alit niku Mbah Nyai Ceper. Bendhe Nyai Ceper kepanggihaken wonten ing salebeting maqam utawa sarean inggih punika sarean “Sentono” manggen sisih ler

wonten ing maesan tugel utawi punden “Jayeng Rono” asal

usulipun Bendhe nyai ceper antawisipun saking keraton Surakarto utawi Yogyakarta kaasta dening Senopati Jayengrono duk rikala peperangan kelawan Ki Ajar Tajuk

saking serang.”66

64Suara Merdeka. 11 juli 2016. Hal 1

65Suara Merdeka. 3 juli 2017. Hal. 27

66Wawancara dengan Mbah Slamet. Pada Tanggal 7 Agustus 2017. Di Rumah Mbah

(46)

(Sejarah Bendhe Nyai Ceper juga punya nama, setau saya ketika masih muda itu Mbah Nyai Ceper kemudian ada sesorang yang memberitahu yaitu namanya ada empat: 1. Raden Ayu Sasra Hadiningrat, 2. Nyai Setya Nama, 3. Nyai Ratu Melati, kemudian ada juga 4. Nyai Becak.Yang saya tahu sejak kecil itu Mbah Nyai Ceper. Bendhe Nyai Ceper ditemukan di dalam makam atau kuburan aitu makam “Sentono” berada di sebelah nisan patah atau punden “Jayengrono” asal usulnya Bendhe Nyai Ceper berasal dari Keraton Surakarta Atau Yogyakarta dibawa oleh Senopati Jayengrono ketika berperang melawan Ki Ajar Tajuk dari Serang)

Sejarah Bendhe Nyai Ceper mempunyai beberapa nama lain yaitu: pertama RadenAyu Sasra Hadiningrat, nama lain yang kedua Nyai Setya Nama, nama yang ketiga adalah Nyai Ratu Melati, dan nama yang keempat yaitu Nyai Becak. Sejarah Bendhe Nyai Ceperkonon ditemukan di dalam makam “Sentana” yang terletak di timur nisan yang patah.67 Atau

yang dinamakan dengan punden yang artinya tempat terdapatnya makam orang yang dianggap sebagai cikal bakal masyarakat desa, tempat keramat atau sesuatu yang dihormati “Jayengrono”asal mulanya dari Keraton

Surakarta atau Yogyakarta yang dibawa oleh Senopati Jayeng Rono saat melawan Ki Ajar Tajuk dari Serang.

“Bendhe Nyai Ceper dipunpanggihaken sesarengan kalian lapak kudo, lan cemethi ananging cemethi saha lapak kudo

ipun ical sahingga sampriki dereng kapengihaken.68 Rikolo

peperangan Senopati Jayengrono kasoran ing yudo, Senopati Jayengrono kasempal-sempal angganipun, awit menawi mboten kasempal-sempal mboten saged pejah awit

kesaktianipun.69”

(Bendhe Nyai Ceper saat ditemukan bersama dengan lapak kuda (pelana) dan cemethi (cambuk) tetapi cambuk dan pelana kuda hilang yang sampai sekarang belum ditemukan.

67Lihat lampiran foto gambar. 2 68Ibid. 7 Agustus 2017

(47)

Ketika peperangan Senopati Jayengrono terbang di langit, Senopati Jayengrono terpotong-potong tubuhnya, jika tidak terpotong-potong tidak bisa mati karena kesaktiannya).

Ditemukannya Bendhe Nyai Ceper bersamaan dengan pelana dan cemethi atau cambuk, tetapi pelana dan cambuk hilang sampai sekarang masih belum ditemukan. Pada zaman dahulu ketika Senopati Jayeng Rono dari Mataram berperang melawan Ki Ajar Tajuk Dari Serang. Menurut cerita dari Mbah Slamet Senopati Jayeng Rono ketika melawan Ki Ajar Tajuk itu perang di awang-awang atau terbang dilangit, konon Senopati Jayeng Rono gugur dengan tubuh terpisah-pisah, bagian tubuhnya dipisah ditempat yang jauh oleh Ki Ajar Tajuk.

Dikarenakan orang dahulu mempunyai ilmu kekebalan yang bisa membuatnya hidup kembali atau sembuh dari luka yang fatal. Menurut cerita dari Pakde Kabul ilmu kesaktian tersebut dinamakan dengan rawa rontek.Yaitu ketika bagian tubuh dipotong jatuh ditempat yang sama akan kembali menyambung menjadi satu, tetapi jika tubuhnya di jatuhkan ke tempat yang berbeda atau ditempat yang jauh maka tidak bisa tersambung kembali.70 Ajian ini sering digunakan oleh orang zaman dahulu untuk memperkuat diri dan pertahannya ketika berperang. Seorang dengan ajian ini hanya akan mati jika tubuhnya dipisah menyebrang sungai dan digantung agar tidak menyentuh tanah. Jika jasadnya menyentuh tanah,

(48)

bagian-bagian tubuh tersebut dapat kembali bersatu, dan orang yang memiliki ajian ini bisa hidup lagi.71

“Rikolo zaman sewau ingkang manggihaken puniko Eyang Singo Diryo, Rikolo Eyang Singo manggihaken bendhe punika sesarengan kalian lapak kudo lan cemethinipun

ananging lapak kudo kalian cemethinipun ical, sahinggo

samriki dereng saged kapanggihaken.72Saben satunggal

warto sepisan Bendhe Nyai Ceper kajamasi wonten ing

wekdal riyadi kaping kalih utawi kaping tigo”.73

(ketika zaman itu yang menemukan yaitu Eyang Singo Diryo, ketika Eyang Singo Diryo menemukan bendhe bersamaan dengan pelana dan cambuk tetapi pelana dan cambuk hilang, sehingga sampai sekarang belum ditemukan. Setiap satu tahun sekali Bendhe Nyai Ceper di jamasi ada bulan riyadi hari kedua atau hari ketiga).

Diceritakan bahwa dulu yang menemukan Bendhe Nyai Ceper adalah Eyang Singo Diryo. Ditemukannya Bendhe Nyai Ceper bersamaan dengan pelana kuda dan cemethi tetapi, pelana kuda dan cemethi hilang, sampai sekarang masih belum ditemukan.Menurut cerita dari MbahSlamet lapak kuda dan cemethi dahulu pernah dipinjam oleh warga sekitar untuk keperluan lomba pacuan kuda. Konon lapak kuda dan cemethi membuat kuda berlari menjadi tambah kencang sehingga sering membuat kemenangan bagi yang meminjam lapak kuda dan cemethi tersebut. Karena sering dipinjam oleh warga sekitar hingga membuat lupa dikembalikan. Setiap satu tahun sekali Bendhe Nyai Ceper di jamasi atau dicuci setiap bulan syawal di hari kedua atau ketiga.

“Selajengipun ingkang manggihaken bendhe kasebat,

sampun ndukap yuswo sepuh selajeng nilar donyo utawi

71Kisahasalusul.blogspot.com

72Catatan Mbah Slamet. 25 Oktober 2006

73Wawancara dengan Mbah Slamet. Pada Tanggal 7 Agustus 2017. Di Rumah Mbah

(49)

sedo, Kalajeng Bendhe kasebat dipun warisken dhumateng putranipun ingkang asmo Eyang Singorejo. Rikolo wonten ndalemipun Eyang Singorejo Ingkang ngerimat poro putro-putronipun. Inggih punika ingkang asmo Eyang Karso Sidin, Eyang Wiryo Alip.Eyang Singorejo sedo, bendhe kasebat kaparingaken wonten dalemipun Eyang Rono Sentiko. Eyang Rono Setiko Sedo kawarisake panjenenganipun Eyang Karto Daseman. Eyang Karto Daseman sedo kawarisaken kawarisaken Eyang Amat Rejo. GandhengBendhe Nyai Ceper wonten ndalemipun Eyang Amat Rejo mboten kerimat, Nyai Ceper Nyuwun pindhah wonten Ndalemipun Eyang

Sudarto Alm”.74

(Selanjutnya yang menemukan bendhe tersebut, sudah berumur tua kemudian meninggal dunia atau meninggal, selanjutnya bendhe tersebut diwariskan kepada putranya yang bernama Eyang Singorejo. Ketika berada di rumahnya Eyang Singorejo yang merawat putra-putranya, yang bernama Eyang Karso Sidin, Eyang Wiryo Alip. Eyang Singorejo meninggal, bendhe tersebut diberikan kepada Eyang Rono Sentiko. Eyang Rono Sentiko meninggal diwariskan kepada Eyang Karto Daseman. Eyang Karto Daseman meninggal diwariskan kepada Eyang Amat Rejo. Karena Bendhe Nyai Ceper berada dirumah Eyang Amat Rejo tidak terawat, Nyai Ceper minta pindah berada di Eang Sudarto Alm.)

Selanjutnya yang Eyang Singo Diryo yang menemukan bendhe tersebut sudah berumur tua/sepuh kemudian meninggal, selanjutnya bendhe tersebut di wariskan kepada putranya yang bernamaEyang Singorejo. Ketika Bendhe Nyai Ceper berada di rumah Eyang Singorejo yang merawat adalah putra-putranya, yang bernama Eyang Karso Sidin, Eyang Wiryo Alip.Eyang Singorejo meninggal bendhe tersebut ditempatkan di rumah Eyang Rono Sentiko. Eyang Rono Sentiko meninggal kemudian Bendhe Nyai Ceper di wariskan kepada Eyang Karto Daseman. Eyang Karto Daseman meninggal kemudian di waiskan Eyang Amat Rejo. Dikarenakan Bendhe Nyai Ceper berada di tempat Eyang

(50)

Amat Rejo tidak terawat, Nyai Ceper minta dipindahkan ke tempat Eyang Sudarto. Eyang Sudarto meninggal kemudian bendhe dipindah ketempat Mbah Slamet hingga sekarang.

B. Sejarah Ritual Tradisi Jamasan Bendhe Nyai Ceper

Sejarah tradisi Jamasan Bendhe Nyai Ceper sudah ada sejak lama. Awal mula sejarah jamasan Bendhe Nyai Ceper dimulai. Menurut cerita dari Mbah Slamet:

Zaman riyen niku biasa-biasa mawon mas, namung ngertos

kawulo zaman alit nggih niku namung dilukar busonone terus nggih nak perkoro niku saranane sami mawon sekar kenanga tuyo saking nglepen niku sami, nanging pengunjung e dereng katah, trus dereng diiringi wonten bangso gamelan niku

dereng namun nggih rampung mpun bancakan.75”

(Zaman dahulu itu biasa-biasa saja mas, namun setahu saya zaman kecil ya di buka busananyan terus kalau perkara itu sarana sama saja sekar kenanga air dari sendang itu sama, tapi pengunjungnya belum banyak, terus belum diiringi dengan gamelan ketika selesai langsung bancakan).

Pada zaman Mbah Slamet masih muda acara jamasan sama dengan yang sekarang ini. Acaranya biasa-biasa saja hanya membuka busana Bendhe Nyai Ceper. Sarananya sama seperti bunga sekar kenanga, air dari sendang. Pengunjung acara jamasan Bendhe Nyai Ceper masih sedikit, dan belum diiringi gamelan seperti sekarang. Setelah acara jamasan Bendhe Nyai Ceper selesai mengadakan acaraselametan.

Bendhe ini dianggap bukan benda sembarangan seperti bendhe-bedhe lainnya.Warga Dusun Pete belum berani merayakan Lebaran serta

75Wawancara dengan Mbah Slamet. Pada Tanggal 7 Agustus 2017. Di Rumah Mbah

(51)

bersilatuhrahmi ketetangga maupun kerabat, sebelum ritual penjamasan itu selesai digelar. Meski warga lain dusun telah merayakan Lebaran dengan silatuhrahmi, warga Dusun Pete belum merayakan Lebaran. “setelah ritual,

baru warga merayakan Lebaran saling berkunjung ke sanak saudara aupun ke tetangga,” kata Slamet Sardjono, salah satu sesepuh Dusun itu.76

Menurut Mbah Slamet, saat pelaksanaan ritual itu terkait dengan warga Dusun Pete yang menganut Islam Alip Rebo Wage (Aboge). Pada tahun ini, warga merayakan Lebaran pada selasa 27 juni. Itu karena penetapan waktu Lebaran bukan didasarkan pada kalender nasional, tetapi menggunakan kalender Jawa yang digunakan secara turun temurun.77 Jadi ritual ini, menurut Mbah Slamet, selain ingin melestarikan peninggalan dan tradisi para leluhur, juga menjadi pertanda mulai memasuki bulan Syawal, yakni umat Islam merayakan Idul Fitri seusai melaksanakan ibadah puasa. Menurut Mbah Slamet yang rumahnya untuk menyimpan pusaka itu, konon berdasarkan cerita turun temurun, Bendhe ini ditemukan di makam desa tersebut oleh leluhurnya.78Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan ketika jamasan yaitu:

Setunggal tuyo ingkang kapendet saking satunggaling

sendang nuninggih wonten ing sendang utawi belik sari ingkang kapendet ing satengah ing wanci dalu antawis tabuh kalih welas. Pamundutipun tuyo kedah ngginaaken jun saha pangastanipun jun kedah wonten ing jun kasonggo sangandape jun. kalih sekar kenanga ingkang mangkihipun kacampur tuyo saking sendang.Tigo terek ingkang kadamel

saking temugiring lan gelepung wus jawi.”79

76Suara Merdeka, 3 juli 2017. Hal 27

77Ibid. Hal. 27 78Ibid. Hal. 27

(52)

(Pertama air yang diambil dari salah satu sendang yaitu berada di sendang atau belik sari yang diambil tengah malam antara jam 12 malam. Pengambilan air menggunakan junserta pengambilan jun harus berada di leher jun. Kedua sekar kenanga yang dicampur air dari sendang. Ketiga terek yang terbuat dari teugiring dan tepung beras jawa).

Air yang diambil dari sebuah sendang yaitu bernama Belik “Sari” yang diambil saat waktu tengah malam.80 Pengambilan air harus menggunakan jun (Kendhi), dan membawanya dengan memegang leher dan menyangga kendhi.Kedua bunga kenanga, yang nantinya akan dicampurkan dengan air sendang yang telah diambil pada malam hari tersebut.Dan yang ketiga terek yang terbuat dari temu giring dan tepung beras.

Arti dari air, bunga kenanga, dan terek yaitu:

“Tuyo kapendet salah satunggaling sendang memuwedi manunggaling cipto, roso, lan karso bilih poro kawulo kedah manunggal dados setunggal kejawi saking meniko ugi ngemu werdi bilih pitulungan ipun manungso niku namun satungal yaiku gusti ingakang makaryo neng jagad. Kapendet satengahe dalu awit dalu satengahe dalu puniko suasana nipun meneb, meneng, lan ning lir ipun manungsa mekaten kedah anggadahi raos kang meneb, meneng, lan ning lan ugo

samubarang kang waget gangsar lan lancar.”81

(Air yang diambil salah satu sendang berarti manunggaling cipto, roso, lan karso untuk para manusia jadisatu menjadi satu selain itu juga berarti pertolongannya manusia itu hanya satu yaitu Tuhan Yang Maha Esa. Diambil tengah malam yaitu suasana tenang, diam, dan hening artinya manusia mempunyai rasa yang tenang, diam, dan hening dan juga semuabarang yang dapat berjalan dengan mudah dan lancar.)

Air sendang yang berarti satu kesatuan, rasa dan kekuatan. Yang mana kita semua harus menyatu selain itu melambangkan bahwasanya

80Lihat lampiran foto gambar. 3

81Wawancara dengan Mbah Slamet. Pada Tanggal 7 Agustus 2017. Di Rumah Mbah

(53)

manusia itu harus satu kesatuan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Pelaksanaan pengambilan air tengah malam melambangkan menep (diam), meneng (diam), dan ening (ketenangan) yang mana mempunyai maksud manusia harus bisa menep, meneng, dan ening sehingga setiap hal dapat berjalan dengan mudah dan lancar.

“Sekar Kenongo kagem jamasan menggah werdinipun sekar

kenanga nuninggih: tekan, tekun, lan teken, liripun mugi yang berarti tekan, tekun, dan teken, melambangkan semua cita-cita dapat terlaksana.

“Terek kang kadamel saking temugiring lan glepung wus jawi (menawi kagem bobokan raosipun ipun asrep), Te-Mu memu werdi temen lan mulih/pulih liripun mugi hambok bilih menawi nyandang sesakit saged pulih bagaswaras kados duking uni,soho gelepung

wos jawi angdadosaken asrep ing raos lan samudayangipun.83

(Terek yang terbuat dari temugiring dan tepung beras (jika untuk untuk mengoleskan tubuh rasanya dingin) Temu mengandung makna

temen lan mulihatau pulihyang mana dimaksudkan seseorang yang sedang

merasakan sakit dapat sembuh kembali. Sedangkan tepung beras bisa membuat rasa dingin dan membuat rasa nyaman.

(54)

“Ingkang pitados tuyo tirahan, ingkang kagem jamasan saged dipun unjuk mboten kinging dipun agem raop punopo deng wijik. Minggah ginanipun tuyo saha terek tumrap ingkang pitados saged kagem kangge kebagas warasan, penglaris jodo lan sapanunggalanipun. Wondene terek nipunagem borehan ingkang werginupun saget mbengkas

sengkolo”.84

(Bagi yang tahu air bekas, yang digunakan jamasan bisa diminum tidak boleh untuk cuci muka dan cuci tangan, gunanya air dan terek bagi yang tahu bisa untuk kesehatan, penglaris jodoh dan sebagainya. Dan terekdibuat untuk bedakan yang artinya untuk mencegah balak).

Air bekas jamasan hanya boleh diminum tidak boleh membasuh muka atau cuci tangan. Guna air bekas jamasan adalah, bagi orang yang tahu bisa untuk kesehatan mudah rezeki, mudah jodoh, dan lain-lain sebagainya. Guna terek adalah untuk bedak yang dimaksudkan untuk mencegah balak.

“Rikolo semonten wonten salah satunggaling tiyang ingkang ngersaaken tuyo tirahan jamasan tuyo dipun agem wijik lan raup kalian ida-idu soho gerundelan ingkang artosipun nyepelekaken. Sinareng priyantun punika kundur saking papan jamasan, mboten wartawis tebih piyambakipun dawah, dawah lajeng semaput lan sak lajengipun tiyang

puniko sakit ngantos dumugi pejah.”85

(Pada zaman itu pernah ada salah seorang warga yang mengambil air bekas jamasan air tersebut dibuat mencuci tangan dan muka dengan meludah menggerutu yang artina menyepelekan, ketika orang tersebut pulang dari jamasan, tidak jauh orang tersebut jatuh, jatuh kemudian pingsan dan orang tersebut sakit sampai meninggal).

Pernah ada kejadin pada zaman dulu, salah seorang yang mengambil air bekas jamasan, air tersebut dibuat mencuci tangan dan membasuh muka disertai dengan meludah serta melecehkan dan

(55)

meremehkan tetepi. Seseorang tersebut pulang dari jamasan tidak lama kemudian orang tersebut terjatuh dan pingsan beberapa hari kemudian sakit sampai meninggal.

Perlambangan Bendhe Nyai Ceper ada beberapa unsur yaitu: a. Keadaan Busana

“Bendhe Nyai Ceper sadurung kajamasi langkung rumiyen dipun lukar busononipun, saben dipun lukar mboten nate ajek busono ingkang kaagem, rikolo tahun 2005 busono ingkang kaagem wonten 29 lembar, tahun 2006 wonten 31 lembar rikolo wau menggah ingkang ngemu werdi mbukbilih tahun kalampah mangkih dados sae sedoyo tiyang ing Dusun Sidoarjo mliginipun Dusun Pete bade kemakmuran

tetaneman dados loh jinawi ugi tentrem ayem makmur bercocok tanam menjadi subur serta tentram keadaanya).

Bendhe Nyai Ceper sebelum dijamasi dilepas busananya.87 Setiap diganti kainnya tidak pernah sama, seperti pada tahun 2005 kain yang digunakan ada 29 lembar, sedangakan pada tahun 2006 ada 31 lembar yang bermakna ada penambahan kain yang dianggap masa selajutnya akan semakin baik, membuat Desa Sukoharjo khususnya Dusun Pete akan makmur, tanamannya subur dan desa akan aman.88

86Wawancara dengan Mbah Slamet. Pada Tanggal 7 Agustus 2017. Di Rumah Mbah

Slamet

87Lihat lampiran foto gambar. 30

88Lihat buku karya Dr. Sugeng Priyadi, M. Hum, Sejarah Tradisi Penjamasan Pusaka

(56)

“Sakwonten kawontenanipun ugi ageman mbuk bilih ageman iku sae ngartosaken mbuk bilih kaeadananipun raharjan menawi agemanipun rusak utawi amoh paring paenget dumateng kawulo ing Pete puniko mbuk bilih mongso ingkang bade kalampah, nate kadadosan rikolo zaman Jepang bilih agemanipun Bendhe Nyai Ceper rikolo dipun lukar wonten branjet ipun kagemaken rikolo zaman semonten poro kawulo sami ngagem busono karung goni, nate ugi busono Nyai Ceper wonten cringut ipun nandakaken poro kawulo zaman semonten angdamel kranjang gereh kamongko

sedoyo kala wau mboten wonten ingkang ndekeni.”89

(Begitu juga keadaan busana jika busana itu bagus mengartikan keadaan makmur sejahtera, jika busana rusak atau jelek memberikan peringatan kepada manusia di Dusun Pete untuk tahun yang akan dijalani mendatang. Pernah kejadian ketika zaman Jepang busana Bendhe Nyai Ceper ketika dilepas busananya di dalamnya ada brandil, ketika zaman tersebut orang-orang menggunakan pakaian karung goni, pernah juga busana Nyai Ceper ada potongan bambu berukuran kecil menandakan bahwa para warga zaman itu membuat keranjang ikan. Padahal semua itu tidak ada yang memberi).

Begitu juga keadaan kain bilamana keadaan kain terlihat bagus maka menandakan ketentraman desa tetapi jika kain terlihat rusak menandakan bahwasanya masyarakat Pete untuk menghadapi tahun berikutnya.90 Pernah ada peristiwa pada waktu zaman Jepang di kain Nyai

Ceper ada brandil atau pakaian dari karung yang faktanya pada waktu itu masyarakat memakai pakain dari karung. Pernah ada juga kejadian kain Nyai Ceper ada potongan bambu yang tenyata warga pada tahun itu banyak berprofesi pembuat kranjang ikan (besek).

b. Keadaan Bendhe

“Ngelingi kawontenan BendheNyai Ceper hambukbilih resik

keemong mratandakaken mbuk bilih ing Sukoharjo

89Ibid. 7 Agustus 2017

Gambar

Tabel II Rekapitulasi Mata Pencaharian Masyarakat Dusun Pete
Tabel III Monografi Banyaknya Jumlah Penduduk Menurut Agama
Gambar. 1. Makam Syekh Sekar Gadung.
Gambar. 4. Papan Petilaman, tempat penyimpanan bendhe.
+7

Referensi

Dokumen terkait