• Tidak ada hasil yang ditemukan

KETIDAKHADIRAN PEMOHON DALAM PELAKSANAAN IKRAR TALAK (Studi Kasus Di Pengadilan Agama Ambarawa) SKRIPSI Disusun untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Islam (S.H.I)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "KETIDAKHADIRAN PEMOHON DALAM PELAKSANAAN IKRAR TALAK (Studi Kasus Di Pengadilan Agama Ambarawa) SKRIPSI Disusun untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Islam (S.H.I)"

Copied!
115
0
0

Teks penuh

(1)

KETIDAKHADIRAN PEMOHON DALAM

PELAKSANAAN IKRAR TALAK

(Studi Kasus Di Pengadilan Agama Ambarawa)

SKRIPSI

Disusun untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Hukum Islam (S.H.I)

Oleh:

R. ABDUL MALIK

21108020

JURUSAN SYARI’AH

PROGRAM STUDI AHWAL AL-SYAKHSYIYYAH

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)

(2)
(3)

KETIDAKHADIRAN PEMOHON DALAM

PELAKSANAAN IKRAR TALAK

(Studi Kasus Di Pengadilan Agama Ambarawa)

SKRIPSI

Disusun untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Hukum Islam (S.H.I)

Oleh:

R. ABDUL MALIK

21108020

JURUSAN SYARI’AH

PROGRAM STUDI AHWAL AL-SYAKHSYIYYAH

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)

(4)

KEMENTERIAN AGAMA RI

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) SALATIGA

Jl. Tentara Pelajar 02 Telp (0298) 323706 Fax 323433 Kode Pos 50721 Salatiga Hal : Pengajuan Naskah Skripsi

Saudara R. Abdul Malik

Kepada Yth,

Ketua STAIN Salatiga di Salatiga

Assalamu’alaikum Wr.Wb

Setelah kami meneliti dan mengadakan perbaikan seperlunya, maka bersama ini kami kirimkan naskah skripsi saudara:

Nama : R. Abdul Malik NIM : 21108020 Jurusan : Syari’ah

Program studi : Ahwal Al-Syakhsiyyah

Judul : KETIDAKHADIRAN PEMOHON DALAM PELAKSANAAN IKRAR TALAK (Studi Kasus Di Pengadilan Agama Ambarawa).

Dengan ini kami mohon skripsi saudara tersebut di atas supaya segera dimunaqosyahkan. Demikian agar menjadi perhatian.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb.

Salatiga, 27 Juli 2012 Pembimbing,

(5)

SKRIPSI

KETIDAKHADIRAN PEMOHON DALAM PELAKSANAAN

IKRAR TALAK

(Studi Kasus di Pengadilan Agama Ambarawa)

DISUSUN OLEH R. ABDUL MALIK

NIM: 21108020

Telah dipertahankan di depan Panitia Dewan Penguji Skripsi Jurusan Syari’ah, Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Salatiga,

pada tanggal 31 Agustus 2012 dan telah dinyatakan memenuhi syarat guna memperoleh gelar Sarjana S1 Hukum Islam

Susunan Panitia Penguji

Ketua Penguji : Dra. Siti Zumrotun, M.Ag __________________ Sekretaris Penguji : Abdul Aziz, N.P, MM __________________ Penguji I : Evi Ariyani, MH __________________ Penguji II : Ilyya Muhsin, Msi __________________ Penguji III : Luthfiana Zahriani, MH __________________

Salatiga, 14 September 2012

Ketua STAIN Salatiga

(6)

DEKLARASI

Bismillahirrahmanirrahim

Saya yang bertanda tangan dibawah ini : Nama : R. Abdul Malik NIM : 21108020 Jurusan : Syari’ah

Program : Ahwal Al Syakhsiyyah

Menyatakan bahwa skripsi yang saya tulis ini benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah

Salatiga, 11 Agustus 2012

Penulis

(7)

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

M OTTO

"Sesuat u perbuat an halal yang paling dibenci oleh Allah Azza Wajalla adalah t alak (perceraian)." (HR. Abu D awud)

PE RSE M BAH AN

Sekripsi ini kupersembahkan unt uk : Allah SWT Bapak-ibuku (Bp. Abdurrachman dan I bu M uawanah) Kakak-kakakku (Yusuf , Ruqoyah, Fat imah) “Seseorang yang selama beribu-ribu hari, berpuluh ribu jam, dan berat us ribu

menit selalu meemberi sunt ikan energi positif yang menguat kan ragaku Sahabat -sahabat i PM I I kot a salat iga Teman-t eman AHS ’08 Teman-t eman kont rakan senasib seperjuangan

(8)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur senantiasa penulis panjatkan kepada Allah SWT. Karena dengan taufiq, hidayah dan inayah-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini, untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Sarjana Syariah di STAIN Salatiga. Shalawat dan salam senantiasa penulis haturkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW, yang telah membawa manusia menuju jalan yang lurus yang diridhoi Allah SWT. Selanjutnya, dalam menyelesaikan Skripsi ini penulis sangat terbantu dengan adanya do’a, bimbingan, arahan, dan motivasi dari berbagai pihak. Oleh karena itu, untaian do’a dan terimah kasih yang tulus- ikhlas dari lubuk hati yang paling dalam kami sampaikan kepada mereka yang telah membantu kami dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini, khususnya kepada yang terhormat:

1. Bapak. Dr. Imam Sutomo, M. Ag. Selaku Ketua STAIN Salatiga 2. Bapak Mubasirun, M. Ag. selaku Ketua Jurusan Syariah

3. Bapak Ilyya Muhsin, SHI, M.Si. Selaku Ketua Program Studi Ahwal Al- Syakhsiyah Jurusan Syariah

4. Ibu Heni Satar Nurhaida Selaku Pembimbing yang telah meluangkan waktunya semata-mata untuk membimbing dan mengarahkan penulis dalam menyusun hingga terselesaikannya skripsi ini.

5. Bapak dan Ibu Dosen STAIN Salatiga, khususnya dosen jurusan Syari’ah yang telah mencurahkan ilmunya selama penulis belajar di STAIN Salatiga.

(9)

7. Keluarga besar Pengadilan Agama Ambarawa kabupaten semarang

Terakhir, penulis sangat menyadari bahwa skripsi yang berjudul “KETIDAKHADIRAN PEMOHON DALAM PELAKSANAAN IKRAR TALAK (Studi Kasus di Pengadilan Agama Ambarawa)” masih banyak kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan. Maka dari itu saran dan kritik yang konstruktif senantiasa penulis harapkan. Akhirnya penulis berharap, semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi siapa saja yang membaca terutama bagi Civitas Akademika STAIN Salatiga.

Penulis

(10)

ABSTRAK

Malik, R. Abdul 2012. Ketidakhadiran pemohon dalam pelaksanaan ikrar talak (Studi kasus di Pengadilan Agama Ambarawa). Skripsi. Jurusan Syari’ah. Program Studi Ahwal Al-Syakhsyiyyah. Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Salatiga. Pembimbing: Heni Satar Nurhaida, SH. M.Si Kata kunci : Ikrar talak, Ketidakhadiran pemohon

Penelitian ini merupakan upaya untuk mengetahui tentang perkara cerai talak di Pengadilan Agama Ambarawa, yang pemohonnya tidak hadir dalam sidang penyaksian ikrar talak. Pertanyaan utama yang ingin dijawab melalui penelitian ini adalah (1) Apa yang melatar belakangi Pemohon tidak hadir dalam pelaksanakan ikrar talak? (2), akibat Hukum dari ketidakhadiran Pemohon dalam pelaksanaan sidang ikrar talak ?, (3) Upaya Hukum apa yang dapat ditempuh pasca penetapan Pengadilan Agama Ambarawa?.

Untuk menjawab dari fokus penelitian, maka penelitian yang digunakan adalah penelitian lapangan (Field Research) yang dilakukan di Pengadilan Agama Ambarawa.

Hasil dari penelitian dapat diketahui bahwa yang melatarbelakangi pemohon tidak hadir dalam ikrar talak antara lain: Adanya pembebanan atau kewajiban untuk membayar sejumlah uang yang harus dia bayar, meliputi: nafkah masa lampau, mut’ah, iddah dan nafkah anak, ketidak tahuan adanya pemanggilan karena pergi jauh, tidak tahu keberadaannya, Pemohon beranggapan dengan adanya putusan ijin ikrar talak dari Pengadilan Agama maka sudah selesai berperkara dan sudah cerai, faktor alam meliputi : rukun lagi dengan istri, meninggal dunia. Akibat hukum dari tidak hadirnya pemohon dalam penyaksian ikrar talak adalah gugurnya kekuatan hukum penetapan ikrar talak dan pemohon tidak dapat mengajukan permohonan lagi dengan alasan yang sama (pasal 70 ayat 6 Undang-Undang 7 Tahun 1989). Upaya hukum termohon pasca gugurnya kekuatan penetapan izin ikrar talak secara tegas dalam Undang-Undang tidak mengaturnya, akan tetapi dalam praktek, termohon dapat mengajukan gugatan cerai terhadap suami baik dengan alasan-alasan yang sebagaimana dalam permohonan tersebut atau dengan alasan-alasan yang dibenarkan Undang-undang.

(11)

DAFTAR ISI

LEMBAR BERLOGO ... i

HALAMAN JUDUL ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

HALAMAN PENGESAHAN KELULUSAN ... iv

HALAMAN DEKLARASI ... v

HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... ... vi

KATA PENGANTAR ... ... vii

HALAMAN ABSTRAK ... ... ix

DAFTAR ISI ... ... x

BAB I PENDAHULUAN A. latar belakang ... 1

B. Fokus Penelitian ... ... 5

C. Tujuan Penelitian ... ... 5

D. Kegunaan Penelitian ... ... 6

E. Penegasan Istilah ... ... 7

F. Metode Penelitian ... ... 7

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian ... ... 8

a. Metode Pendekatan ... 8

b. Lokasi Penelitian ... ... 9

c. Sumber Data ... ... 9

(12)

2) Data Skunder ... ... 10

2. Prosedur Pengumpulan Data ...… ... 10

a. Wawancara (Interview) ... ... 10

b. Observasi (pengamatan)... ... 11

3. Analisis Data ... ... 12

4. Pengecekan Keabsahan ... ... 13

5. Tahap-tahap Penelitian ... ... 14

G. Tinjuan Pustaka ... ... 15

H. Sistematika Penulisan... ... 17

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum tentang Perceraian 1. Pengertian perceraian……… 20

2. Syarat-syarat perceraian ... 22

3. Jenis-jenis perceraian... 24

B. Penyelesaian Perkara Cerai Talak 1. Tata cara permohonan cerai talak... ... 28

2. Asas pemeriksaan cerai talak... ... 40

3. Keputusan cerai talak dan upaya hukum istri... ... 43

4. Tata cara pengucapan ikrar talak... ... 44

BAB III PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN A. Gambaran Umum Pengadilan Agama Ambarawa. 1. Sejarah Pengadilan Agama Ambarawa... ... 50

(13)

3. Kompentensi Pengadilan Agama Ambarawa ... ... 55 B. Perkara cerai talak yang gugur kekuatan penetapan

di Pengadilan Agama Ambarawa... ... 59 1. Perkara dengan register Nomor: 0519/Pdt. G/2011/PA.Amb….. 59 2. Perkara dengan register Nomor: 0706/Pdt.G/2010/PA.Amb…. .. 67 3. Perkara dengan register Nomor: 024/Pdt.G/1996/PA.Amb…. .... 71 C. Akibat Hukum dari Ketidakhadiran Pemohon dalam

Pelaksanaan Sidang Ikrar Talak ... 77 D. Faktor yang Melatarbelakangi Pemohon Tidak Hadir dalam

Melaksanakan Ikrar Talak. ... 78 E. Upaya Hukum yang Dapat Ditempuh Ketika Perkawinan Tidak

Dapat Dipertahankan Kembali Pasca Penetapan Pengadilan Agama... 81 BAB IV PEMBAHASAN

A. Analisis tentang Akibat Hukum dari Ketidakhadiran Pemohon

dalam Sidang Ikrar Talak……… ... 84 B. Analisis tentang Faktor yang Melatar belakangi Pemohon

Tidak Hadir dalam Pelaksanakan Ikrar Talak………… ... 87 C. Analisis tentang Upaya Hukum Pasca Penetapan Pengadilan Agama

Ambarawa………... ... 92 BAB V PENUTUP

(14)
(15)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan wanita yang diharapkan di dalamnya tercipta rasa sakinah, mawaddah dan rahmah. Thalib (1974:47) berpendapat bahwa “perkawinan merupakan perjanjian yang suci, kuat, dan kokoh untuk hidup bersama secara sah antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan untuk membentuk keluarga yang kekal, santun menyantuni, kasih mengasihi, tentram dan bahagia.” Untuk mencapai hal tersebut diperlukan adanya saling pengertian dan saling memahami kepentingan kedua belah pihak, terutama lagi yang terkait dengan hak dan kewajiban.

Dalam usaha membina keluarga yang bahagia dan sejahtera sangatlah perlu meletakkan perkawinan sebagai ikatan suami isteri dalam kedudukan yang semestinya seperti yang diajarkan oleh agama yang dianut.

Perkawinan bukan hanya menyangkut unsur-unsur lahiriyah, melainkan meliputi unsur-unsur batiniyah. Membentuk keluarga jelas untuk mendapatkan keturunan sebagai penerus keluarga, memelihara dan mendidik anak-anak dengan kasih sayang secara bertanggung jawab.

(16)

keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan Yang Maha Esa. Tujuan perkawinan sangatlah mulia, terkadang mendapatkan cobaan yang cukup berat dalam mewujudkannya, karena untuk membentuk keluarga yang damai dan teratur amatlah sulit.

Di dalam kehidupan rumah tangga sering di jumpai orang (suami isteri) mengeluh dan mengadu kepada orang lain ataupun kepada keluarganya, akibat karena tidak terpenuhinya hak yang harus diperoleh atau tidak dilaksanakannya kewajiban dari salah satu pihak, atau karena alasan lain, yang dapat berakibat timbulnya suatu perselisihan diantara keduanya (suami isteri) tersebut. Dan tidak mustahil dari perselisihan itu akan berbuntut pada putusnya ikatan perkawinan (perceraian).

Pasal 65 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama menyebutkan “ perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang pengadilan setelah yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak.”

Walaupun perceraian adalah urusan pribadi atas kehendak bersama atau salah satu pihak yang seharusnya tidak perlu adanya campur tangan pemerintah, namun untuk menghindarkan tindakan sewenang-wenang dari pihak suami dan juga demi kepastian hukum, maka perceraian harus melalui lembaga peradilan. (Harahap, 2003:215 )

(17)

Agama, hal ini sesuai dengan pasal 39 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974.

Dengan demikian, maka perceraian dianggap sah menurut hukum apabila telah diputus oleh pengadilan yang berwenang dan juga dilaksanakan sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Dalam suatu negara hukum seperti Indonesia, Pengadilan adalah suatu badan atau lembaga peradilan yang merupakan tumpuan harapan untuk memperoleh keadilan. Oleh karena itu jalan yang terbaik untuk memperoleh suatu jalan penyelesaian dalam perkara perceraian dalam negara hukum adalah melalui badan peradilan tersebut.

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 telah mengatur tentang wewenang hakim bunyinya : “Hakim adalah pejabat yang melaksanakan tugas kekuasaan kehakiman”

Begitu pula di dalam pasal 24 Undang-Undang Dasar 1945, bahwa Pengadilan Agama adalah salah satu pelaksana kekuasaan kehakiman yang berada di bawah kekuasaan Mahkamah Agung. Pengadilan Agama merupakan pelaksana kekuasaan kehakiman untuk rakyat pencari keadilan yang beragama Islam, mengenai perkara tertentu yang diatur dalam Undang-Undang.

(18)

Menurut pasal 66 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, yang menyebutkan bahwa seorang suami yang beragama Islam, yang akan menceraikan istrinya mengajukan permohonan kepada Pengadilan Agama untuk mengadakan sidang ikrar talak. Selanjutnya di dalam pasal 70 ayat (3) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989, menyebutkan bahwa terhadap putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, Pengadilan Agama selanjutnya menentukan hari sidang ikrar talak dengan memanggil suami dan istri atau wakilnya untuk menghadiri sidang tersebut.

Prakteknya seringkali suami atau wakilnya tidak hadir dalam persidangan pelaksanaan ikrar talak, seperti kasus yang terjadi di Pengadilan Agama Ambarawa, di mana suami mengajukan permohonan ke Pengadilan Agama untuk menceraikan istrinya dengan alasan sudah tidak ada kecocokan di dalam membina keluarga, pihak suami memohon kepada Pengadilan Agama untuk memberikan izin pengucapan ikrar talak terhadap istri, berdasarkan penilaian dan pertimbangan dari Pengadilan, akhirnya Pengadilan memberikan izin kepada suami untuk mentalak istrinya di depan persidangan, selanjutnya Pengadilan menetapkan hari sidang penyaksian ikrar talak, akan tetapi dalam pelaksanaan ikrar talak suami atau wakilnya tidak hadir setelah dipanggil secara patut dan sah.

(19)

yang melatarbelakangi pihak (Pemohon) suami tidak melaksanakan ikrar talak. Selanjutnya permasalahan tersebut penulis tuangkan dalam skripsi dengan Judul “KETIDAKHADIRAN PEMOHON DALAM PELAKSANAAN IKRAR TALAK ( Studi Kasus Di Pengadilan Agama Ambarawa ).”

B. Fokus Penelitian

Berkaitan dengan latar belakang masalah yang penulis uraikan di atas, maka permasalahan-permasalahan yang akan penulis kemukakan adalah sebagai berikut

1. Apa yang melatar belakangi Pemohon tidak hadir dalam melaksanakan ikrar talak?

2. Apa akibat Hukum dari ketidakhadiran Pemohon dalam pelaksanaan sidang ikrar talak?

3. Upaya Hukum apa yang dapat ditempuh ketika perkawinan tidak dapat dipertahankan kembali pasca penetapan Pengadilan Agama?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang penulis kemukakan di atas, maka penelitian ini mempunyai tujuan sebagai berikut :

(20)

2. Untuk mengetahui akibat hukum dari ketidakhadiran Pemohon dalam pelaksanaan sidang ikrar talak

3. Untuk mengetahui upaya hukum apa yang dapat ditempuh ketika

perkawinan tidak dapat dipertahankan kembali pasca penetapan Pengadilan Agama

D. Kegunaan Penelitian

Untuk memberikan hasil yang bermanfaat, serta diharapkan mampu menjadi dasar secara keseluruhan untuk dijadikan pedoman bagi pelaksanaan secara teoritis maupun praktis, maka penelitian ini sekiranya dapat berguna di antaranya :

1. Kegunaan Teoritis

Sebagai upaya dalam pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya yang berkaitan dengan hukum perdata di lingkungan Peradilan Agama yang menyangkut dalam bidang perkawinan khususnya perkara perceraian.

2. Kegunaan Praktis

a. Bagi Pengadilan Agama Ambarawa

Dapat memberikan kontribusi bahan pertimbangan terhadap kemajuan di bidang ilmu hukum yang menyangkut dalam bidang perkawinan khususnya perkara perceraian.

(21)

Untuk menambah ilmu pengetahuan dan pembentukan pola berpikir kritis serta pemenuhan prasyarat dalam menyelesaikan pembelajaran hukum perdata islam dalam bidang hukum keluarga c. Bagi Masyarakat

Untuk memberikan wawasan dan mensosialisasikan kepada masyarakat luas mengenai betapa pentingnya mengetahui proses berperkara di Pengadilan Agama khususnya dalam perkara perceraian.

E. Penegasan Istilah

1. Cerai adalah terputusnya perkawinan antara suami dan istri

2. Talak ialah ikrar suami dihadapan sidang pengadilan. Jadi cerai talak ialah terputusnya tali perkawinan (akad nikah) antara suami dengan istrinya dengan talak yang diucapkan suami di depan sidang Pengadilan Agama (Hoerudin, 1999:17 )

3. Ikrar adalah kata-kata yang diucapkan dengan sepenuh hati, ucapan janji yang disertai dengan sumpah pengakuan, pengesahan dan pembenaran (Fajri dan Aprilia, 2005:371)

F. Metode Penelitian

(22)

menilai kualitas hasil penelitian. Hal ini mutlak ada dan tidak dapat dipisahkan dari keabsahan penelitian

Adapun metode penelitian yang digunakan oleh penulis, sebagai berikut :

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian a. Metode Pendekatan

Penelitian ini mendasarkan pada penelitian hukum yang dilakukan dengan memakai pendekatan yuridis sosiologis. Penelitian yuris sosiologis adalah suatu penelitian yang didasarkan pada suatu ketentuan hukum dan fenomena atau kejadian yang terjadi di lapangan (Soekanto, 2001:26). Dalam penelitian ini yang akan di cari perihal tentang perkara cerai talak

Jenis penelitian ini secara spesifik lebih bersifat deskriptif kualitatif, metode ini dimaksudkan untuk memperoleh gambaran yang baik, jelas dan dapat memberikan data seteliti mungkin tentang objek yang diteliti, dalam hal ini untuk menggambarkan proses penyelesaian cerai talak

b. Lokasi Penelitian

(23)

50561 Telp. 0298 595259. Website : www.pa ambarawa.go.id Email: pa ambarawa20@yahoo.co.id

c. Sumber Data

Penelitian ini menggunakan dua sumber data yaitu : 1) Data Primer

Merupakan sebuah keterangan atau fakta yag secara langsung diperoleh melalui penelitian lapangan. Data primer diperoleh dari :

a) Informan

Informan adalah orang yang dimanfaatkan untuk memberikan informasinya tentang situasi dan kondisi latar belakang penelitian. Jadi seorang informan harus mempunyai banyak pengalaman tentang latar belakang penelitian. Seorang informan berkewajiban secara suka rela menjadi anggota tim penelitian walaupun hanya bersifat informal. Sebagai anggota tim dengan kebaikannya dan dengan kesukarelaannya ia dapat memberikan pandangan dari segi orang dalam, tentang nilai-nilai, sikap, bangunan, proses dan kebudayaan yang menjadi latar penelitian setempat.

(24)

proses penyelesaian sidang ikrar talak, ketidak hadiran pemohon dalam sidang ikrar talak dan akibat hukumnya. b) Dokumen

Adalah setiap bahan tertulis ataupun film (Moloeng, 2011:216). Dalam penelitian ini setiap bahan tertulis berupa data-data yang ada di Pengadilan Agama Ambarawa berkaitan dengan penelitian seperti : buku register perkara cerai talak, berita acara cerai talak dan putusan cerai talak.

2) Data Sekunder

Adalah data yang mencakup dokumen-dokumen resmi, buku-buku, hasil penelitian yang berbentuk laporan dan seterusnya (Soekanto, 1986:12). Sebagai data sekunder dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

a) Undang-Undang yang mengatur tentang perkawinan b) Buku-buku yang terkait dengan penulisan penelitian ini c) Arsip-arsip yang mendukung

2. Prosedur Pengumpulan Data a. Wawancara (interview)

(25)

pertanyaan itu (Moleong, 2011:186). Wawancara dilakukan penulis dengan panitera, hakim Pengadilan Agama Ambarawa yang bertugas memeriksa perkara cerai talak dan juga para pihak yang berperkara cerai talak.

b. Observasi (pengamatan)

Observasi adalah suatu teknik pengumpulan data yang dilakukan oleh penulis dengan mengadakan pengamatan secara langsung terhadap objek yang berkaitan masalah yang diteliti dengan tujuan untuk mendapatkan data yang menyeluruh dari perilaku manusia atau sekelompok manusia sebagaimana terjadi kenyataannya dan mendapatkan deskripsi yang relative lengkap mengenai kehidupan sosial dan salah satu aspek (Soekanto, 1988:239)

(26)

3. Analisis Data

Setelah data terkumpul kemudian data tersebut dianalisis seperlunya agar diperoleh data yang matang dan akurat. Untuk menganalisisnya, data-data yang diperoleh kemudian direduksi, dikategorikan dan selanjutnya disimpulkan (Moleong, 2011:288). Dalam penganalisaan data tersebut penulis menggunakan analisa kualitatif yaitu suatu cara penelitian yang menghasilkan data deskriptif analisis, yaitu apa yang dinyatakan oleh responden secara tertulis serta lisan dan juga perilaku yang nyata diteliti sebagai sesuatu yang utuh, yakni dimulai dengan menggambarkan dan menguraikan tentang prosedur berperkara cerai talak yang diatur dalam pasal 65 sampai dengan pasal 72 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama secara sistematis, cermat faktual dengan pola pikir deduktif yaitu mengemukakan teori-teori atau dalil-dalil yang bersifat umum tentang berperkara cerai talak kemudian dilakukan analisis terhadap data tentang praktik berperkara cerai talak.

(27)

talak, khususnya ketidakhadiran Pemohon dalam pelaksanaan ikrar talak dan akibat hukumnya.

4. Pengecekan Keabsahan Data

Dalam suatu penelitian, validitas data mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam menentukan hasil akhir suatu penelitian sehingga untuk mendapatkan data yang valid diperlukan suatu teknik untuk memeriksa keabsahan suatu data.

Keabsahan suatu data dalam penelitian ini menggunakan teknik triangulasi, yaitu teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain (Moloeng, 2011:330). Denzin (1978) membedakan empat macam triangulasi sebagai teknik pemeriksaan yang memanfaatkan penggunaan sumber, metode, penyidik dan teori. Dalam hal ini peneliti menggunakan dua dari keempat macam

triangulasi yaitu sumber dan teori.

Dengan kedua macam triangulasi tersebut, maka peneliti dapat melakukannya dengan jalan sebagai berikut:

a) Mengajukan berbagai macam variasi pertanyaan

b) Mengecek dengan berbagai sumber data (Moleong, 2011:331-332). 5. Tahap - tahap Penelitian

(28)

lokasi, tentunya dengan memasukkan surat izin terlebih dahulu sesuai dengan prosedur yang berlaku. Selanjutnya memasuki tahap kedua yaitu pencarian data, dalam hal ini peneliti menggali informasi secara mendetail dari informan dengan mewawancarai kepada hakim, panitera dan para pihak yang berperkara tentang perkara perceraian, khususnya perkara cerai talak. Dalam penelitian ini juga mencari data-data tertulis berupa dokumen atau arsip-arsip yang berhubungan dengan perkara cerai talak di Pengadilan Agama Ambarawa. Setelah data yang dibutuhkan sudah terkumpul semua, memasuki tahap ketiga

yaitu menganalisis data yang ditemukan untuk diperoleh data yang matang dan akurat, dengan cara data-data tersebut direduksi dan selanjutnya disimpulkan. Tahap keempat, selanjutnya peneliti melakukan pengecekan data untuk mengetahui kevaliditasan data yang ditemukan di lapangan baik yang tertulis maupun tidak tertulis dengan yang ada diteori, dengan menggunakan teknik triangulasi,

yaitu teknik pemeriksaan yang memanfaatkan penggunaan sumber dan teori.

G. Tinjuan Pustaka

(29)

1. Husni Tamrin dalam skripsinya yang berjudul “TALAK SUAMI KETIKA MABUK DAN MARAH (STUDI ANALISIS PEMIKIRAN YUSUF QORDHOWI).” Dalam skripsi ini mengungkapkan bahwa talak itu sah dan terjadi jika dilakukan dalam keadaan sadar. Penulis menyebutkan bahwa talak dalam kerterpaksaan dan marah talaknya dianggap tidak terjadi.

2. Elia Indriyani dengan skripsi yang berjudul “CERAI TALAK AKIBAT ISTRI TIDAK MENJALANKAN KEWAJIBAN DALAM RUMAH TANGGA (Studi putusan Pengadilan Agama Salatiga No.395/pdt.G/2005/PA.SAL).” yang mengungkapkan tentang kewajiban istri yang tercamtum di dalam KHI dan kitab fiqh. Jika istri tidak melakukan kewajiban tersebut, maka suami berhak mentalak istri.

3. Perceraian merupakan perbuatan yang dibenarkan, akan tetapi hal itu sangat dibenci oleh Allah, karena dengan adanya perceraian tersebut mengakibatkan perubahan status sosial, baik itu mengenai anak, istri dan suami bahkan pemerintah pun telah membuat peraturan yang mempersulit perceraian. Hal ini telah diatur dalam Undang-Undang Perkawianan No. 1 Tahun 1974. Yang telah di ungkapkan oleh Yasin Anwar dalam skripsinya yang berjudul “PERCERAIAN DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM (STUDI KASUS DIDESA KAWENGEN, KECAMATAN UNGARAN, KABUPATEN SEMARANG TAHUN 2003/2004).”

(30)

Dalam skripsi ini hanya membahas talak secara hukum Islam yang diterapkan oleh masyarakat secara tekstual Al Qur’an, karena sebagian masyarakat kurang paham tentang hukum peradilan

5. “PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ISTRI DALAM MEMPEROLEH HAK NAFKAH AKIBAT CERAI TALAK (Studi kasus di Pengadilan Agama brebes tahun 2001).” Skripsi yang disusun oleh Wahyu Izzati, dalam skripsinya menerangkan tentang tidak terpenuhi hak-haknya atas mantan suami yang telah mentalaknya, dengan alasan kurang pahamnya tentang peradilan.

Dari kelima skripsi tersebut yang memaparkan mengenai perkara cerai talak dalam fokus permasalahan yang beraneka ragam, yang digunakan oleh penulis sebagai gambaran umum untuk menyusun skripsi.

(31)

pemohon (suami) tidak hadir dalam sidang penyaksian ikrar talak tanpa alasan yang jelas, faktor atau alasan yang melatarbelakangi tidak dilaksanakan ikrar dan akibat hukumnya dari tidak dilaksanakan ikrar talak tersebut.

H. Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah dalam mempelajari dan memahami keseluruhan mengenai penelitian hokum ini. Maka penulis membagi sistematika penulisan sebagai berikut :

Bab I : Pendahuluan, pada bab ini akan dideskripsikan secara umum keseluruhan isi dan maksud dari penelitian ini, yang terdiri dari latar belakang masalah, fokus penelitian, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, penegasan istilah, metode penelitian, tinjauan pustaka dan sistematika penulisan.

Bab II : Kajian pustaka, pada bab ini berisi tinjauan umum tentang perceraian yaitu pertama: Pengertian perceraian, Syarat-syarat perceraian, Jenis-jenis perceraian. Kedua: Penyelesaian perkara cerai talak meliputi tata cara permohonan cerai talak, asas pemeriksaan cerai talak, keputusan cerai talak dan upaya hukum istri, tata cara pengucapan ikrar talak

(32)

pihak pemohon tidak hadir. Sub bab ketiga : Hasil wawancara dengan Hakim Pengadilan Agama Ambarawa, Panitera Pengadilan Agama Ambarawa, dan pihak yang berperkara cerai talak

Bab IV : Pembahasan, dalam bab ini akan memaparkan tentang analisis data yang merupakan jawaban dari rumusan masalah, yaitu Ketidakhadiran pemohon dalam Pelaksanaan Ikrar Talak ( Studi Kasus Di Pengadilan Agama Ambarawa ) yang terdiri dari tiga sub bab. Sub bab

pertama : Analisis akibat hukum dari ketidak hadiran pemohon dalam pelaksanaan sidang ikrar talak. Sub bab kedua : Analisis faktor yang melatarbelakangi Pemohon tidak hadir dalam melaksanakan ikrar talak. Sub bab ketiga : Analisis langkah Hukum yang dapat ditempuh ketika perkawinan tidak dapat dipertahankan kembali pasca penetapan Pengadilan Agama Ambarawa.

(33)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A.Tinjuan Umum Tentang Perceraian 1. Pengertian Perceraian

Didalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 dan Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tidak memberikan pengertian perceraian secara jelas, namun menurut Subekti (1984:42) perceraian adalah “ penghapusan perkawinan dengan putusan hakim, atau tuntutan salah satu pihak dalam perlawinan.” Sedangkan menurut pendapat Syahlani (1993:53) “ perceraian adalah suatu keadaan dimana seorang suami dan seorang istri telah terjadi ketidakcocokan batin yang berakibat putusnya suatu tali perkawinan”.

Sebelum Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, tentang perkawinan terbukti di Indonesia ada beberapa peraturan yang mengatur tentang perkawinan, diantarnya:

a. Bagi orang-orang indonesia asli yang beragama islam berlaku hukum agama yang telah diresuppir daerah berikut

b. Bagi orang-orang indonesia asli lainnya berlaku hukum adat

c. Bagi orang-orang indonesia asli yang beragam kristen berlaku Huwelijks Ordonantie Cristen Indonesia (S.1933 Nomor 74)

d. Bagi orang timur asing cina dan warga indonesia keturunan cina berlaku keyenyua-ketentuan kitab undang-undang hukum perdata dengan sedikit perubahan

e. Bagi orang-orang timur asing lainnya berlaku hukum adat mereka f. Bagi orang-orang eropa dan warga negara keturunan eropa dan yang

(34)

Dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 dan Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 yang bersifat nasional dan berlaku efektif sejak tanggal 1 Oktober 1975, maka Undang-Undang Perkawinan ini telah disahkan dan menghapus aneka warna hukum di Indonesia yang berlaku sebelumnya.

Disisi lain didalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 juga memberlakukan agama masing-masing atau kepercayaan menjadi hukum positif masalah perkawinan termasuk perceraian, hal tersebut tampak jelas dalam penjelasan pasal 2 ayat (1) Undang-Undang perkawinan yang mengatakan tidak ada perkawinan di luar agama dan kepercayaannya sesuai Undang-Undang Dasar 1945.

Didalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 mengatur tentang putusnya perkawinan disebabkan oleh beberapa hal yaitu pada pasal 38 yang menentukan bahwa perkawinan dapat putus karena (a) kematian, (b) perceraian dan (c) atas putusan pengadilan.

Usman (2006:399-400) menjelaskan tentang penyebab dan alasan-alasan putusnya perkawinan sebagai berikut :

a. Kematian

Dalam hal salah seorang suami atau istri atau keduanya meninggal dunia, sehingga dengan sendirinya perkawinan mereka putus karena kematian atau putusnya perkawinan yang terjadi secara alami.

(35)

Pasal 39 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 menyebutkan bahwa perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang pengadilan yang berwenang setelah pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan para pihak. c. Atas Putusan pengadilan

Yang dimaksud perceraian atas putusan pengadilan, perceraian yang disebabkan oleh adanya suatu gugatan terlebih dahulu oleh istri kepada pengadilan dan dengan suatu putusan pengadilan.

Dan pada pasal 40 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 juga mengatur tentang keharusan adanya putusan pengadilan bagi orang yang akan menceraikan istri atau suami, pasal ini menyebutkan bahwa :

a. Gugatan perceraian diajukan di pengadilan

b. Tata cara mengajukan gugatan tersebut pada ayat 1 pasal ini diatur dalam peraturan perundangan tersendiri

2. Syarat-syarat Perceraian

Menurut pasal 39 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 menyebutkan tentang syarat-syarat perceraian sebagai berikut :

1) Perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang pengadilan setelah pengadilan bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak

2) Untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan, bahwa antar suami istri itu tidak akan dapat hidup rukun sebagai suami istri 3) Tata cara perceraian di depan sidang pengadilan diatur dalam

peraturan perundangan tersendiri

(36)

harus ada cukup alasan bahwa antara suami istri itu tidak akan dapat hidup rukun sebagai suami istri terhadap ketentuan di atas, khususnya ayat 2 penjelasan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 jo pasal 19 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 jo pasal 116 Kompilasi Hukum Islam (KHI) lebih lanjut menyebutkan bahwa alasan-alasan yang dapat dijadikan dasar untuk perceraian adalah :

a. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi dan sebagainya yang sukar disembuhkan

b. Salah satu pihak meninggalkan yang lainnya untuk masa 2 tahun tanpa izin dari pihak yang lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain diluar kemampuan

c. Salah satu pihak mendapatkan hukuman penjara 5 tahun atau hukuman yang lebih berat

d. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak lain

e. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami atau istri f. Antara suami dan istri terjadi perselisihan dan pertengkaran terus

menerus yang tidak ada harapan untuk rukun kembali. g. Suami melanggar taklik talak

h. Peralihan agama atau murtad yang menyebabkan terjadinya ketidak rukunan dalam rumah tangga

Sutantio (1979:79) berpendapat “perkawinan berdasarkan keretakan yang tidak dapat diperbaiki, oleh masyarakat dianggap elegant dari pada berdasarkan perzinaan purik bukan merupakan keretakan yang tidak dapat diperbaiki”.

3. Jenis-jenis Perceraian

(37)

7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama dalam hal tersebut dapat disimpulkan adanya dua macam perceraian yaitu cerai gugat dan cerai talak: a. Cerai Gugat

Adalah perceraian yang disebabkan oleh adanya suatu gugatan lebih dahulu oleh istri kepada pengadilan dan dengan suatu putusan pengadilan, pasal 40 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 menyebutkan :

Ayat (1) Gugatan perceraian daiajukan kepada pengadilan

Ayat (2) Tata cara mengajukan gugatan tersebut pada ayat 1 pasal ini diatur dalam peraturan perundangan tersendiri

Menurut peraturan pelaksanaan Nomor 9 Tahun 1975, dalam penjelasan pasal 20 menegaskan sebagai berikut :

“ Gugatan perceraian dimaksud dapat dilakukan oleh seorang istri yang melangsungkan perkawinan menurut agama Islam dan oleh seorang suami atau istri yang melangsungkan perkawinannya menurut agamanya dan kepercayaan itu selain agama Islam”.

Sedangkan dalam pasal 73 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 menyebutkan :

1) Gugatan perceraian dilakukan oleh istri atau kuasanya kepada pengadilan yang daerah hukumnya meliputi kediaman penggugat, kecuali penggugat dengan sengaja meninggalkan tempat kediaman bersama tanpa izin tergugat

2) Dalam hal penggugat bertempat kediaman diluar negeri gugatan perceraian diajukan kepada pengadilan yang daerah hukumnya tempat kediaman tergugat

(38)

perceraian dari suami ditinjau dari segi waktu, biaya dan perjalanan dalam hal suami pergi meninggalkan tempat kediaman bersama (Syahlani, 1993:60).

b. Cerai Talak

Adalah terputusnya tali perkawinan (akad nikah) antara suami dengan istrinya dengan talak yang diucapkan suami di depan sidang Pengadilan Agama (Hoerudin, 1999:17 )

Berdasarkan perspektif hukum Islam, Usman (2006:401) mengatakan bahwa jenis-jenis talak atau perceraian dapat dibedakan atas :

1) Apabila ditinjau dari segi boleh tidaknya suami merujuk istrnya kembali, maka jenis-jenis talak itu meliputi :

a) Talak raj’i, yakni talak yang dijatuhkan suami, dimana suami berhak rujuk selama istri masih dalam keadaan iddah tanpa harus melangsungkan akad nikah baru. Talak seperti ini adalah talak kesatu atau talak kedua

b) Talak ba’in, terdiri atas

(39)

Dukhul), talak dengan tebusan atau khuluk dan talak yang dijatuhkan oleh Pengadilan Agama.

(2) Talak ba’in kubraa (besar), yakni talak yang tidak dapat dirujuk dan tidak dapat dinikahkan kembali, seperti talak yang terjadi untuk ketiga kalinya dan talak sebab li’an. 2) Apabila ditinjau dari segi menjatuhkan talak, maka jenis-jenis talak

meliputi :

a) Talak sunni (halal), yakni talak yang diperbolekan yang dijatuhkan terhadap istri yang sedang suci dan tidak dicampuri dalam waktu suci tersebut. Menurut Supriatna dkk (2009:31) ada empat kriteria yang diperlukan untuk dimasukkan kedalam kategori talak sunni, adalah sebagai berikut :

(1) Isteri pernah dikumpuli

(2) Isteri segera melakukan iddah setelah ditalak

(3) Isteri yang ditalak dalam keadaan suci, baik diawal suci atau diakhir suci

(4) Dalam masa suci ketika suami menjatuhkan talak isteri tidak dicampuri

(40)

(1) Talak yang dijatuhkan pada waktu isteri sedang menjalani haid atau nifas

(2) Talak yang dijatuhkan pada waktu isteri dalam keadaan suci tetapi telah dikumpuli lebih dahulu. (Supriatna dkk, 2009:32) Khusus untuk perceraian yang beragama Islam, seperti yang dirumuskan oleh pasal 14 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 ditegaskan: “Seorang suami melangsungkan perkawinan menurut agama Islam, yang akan menceraikan istrinya, mengajukan surat kepada Pengadilan Agama ditempat tinggalnya, yang berisi pemberitahuan bahwa ia bermaksud menceraikan istrinya disertai alasan-alasan serta meminta kepada Pengadilan Agama agar diadakan sidang untuk keperluan itu”.

Sedangkan menurut ayat (1) pasal 66 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama menyebutkan :

“Seorang suami yang beragama Islam yang akan menceraikan istrinya mengajukan permohonan kepada pengadilan untuk mengadakan sidang guna menyaksikan ikrar talak”.

Syahlani (1993:61) berpendapat “Apabila seorang suami yang akan menceraikan istrinya, jalur yang harus ditempuh dengan cara mengajukan gugat permohonan cerai talak ke Pengadilan Agama”

(41)

harta atau uang oleh si istri yang menginginkan cerai dengan khuluk itu”.

B.Penyelesaian Perkara Cerai Talak 1. Tatacara Permohonan Cerai Talak

Didalam pasal 65 sampai dengan pasal 72 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, menegaskan tata cara dalam permohonan cerai talak yaitu Pasal 65 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama menyebutkan :

“Bahwa perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang pengadilan setelah pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan para pihak”.

Pasal 66 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989, menyebutkan : Ayat (1) : Seorang suami ynag beragam Islam yang akan

menceraikan istrinya mengajukan permohonan kepada pengadilan untuk mengadakan sidang guna menyaksikan ikrar talak.

Ayat (2) : Permohonan sebagaiman yang dimaksud dalam ayat 1 diajukan ke Pengadilan Agama yang wilayah hukumnya meliputi tempat kediaman termohon, kecuali apabila termohon dengan sengaja meninggalkan tempat kediaman yang dtentukan bersama tanpa izin Pemohon

Ayat (3) : Dalam hal termohon tempat kediaman di luar negeri, pemohin mengajukan kepada pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman pemohon

(42)

Berbeda dari ketentuan sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 66 ayat (2) maka untuk melindungi pihak istri, gugatan perceraian diajukan ke Pengadilan Agama yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman Termohon (istri).

Dari ketentuan pasal tersebut diatas, bahwa yang diajukan oleh suami bukanlah suatu surat permohonan, tetapi surat pemberitahuan yang isinya bahwa ia akan akan menceraikan istrinya dan untuk itu meminta kepada pengadilan agar diadakan sidang penyaksian ikrar talak.

Menurut Syahlani (1993:56) meskipun hukum merupakan bersifat “gugat cerai talak” berupa permohonan dalam cerai talak tidak identik dengan gugat voluntair , sebab voluntair adalah sepihak, hanya pihak pemohon, sedang gugatan permohonan cerai talak harus bersifat 2 (dua) pihak (pasal 66 ayat 1 jo pasal 67 huruf a Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989)

Perlu ditegaskan bahwa dalam cerai talak suami dalam permohonannya mohon kepada Pengadilan Agama untuk dapat memberi izin kepadanya untuk menjatuhkan talak kepada istrinya, maka sifat permohonan ini dikabulkan oleh Pengadilan Agama, putusan yang dijatuhkan belum merupakan putusan final, akan tetapi harus adanya tindak lanjut atau lebih dikenal dengan pelaksanaan isi putusan (eksekusi), yaitu sidang penyaksian ikrar talak.

(43)

dasarnya cerai talak adalah merupakan sengketa perkawinan antara dua belah pihak berperkara, sehingga karenanya produk hakim yang mengadili sengketa tersebut harus dibuat dalam bentuk kata putusan dan amarnya dalam bentuk penetapan. Dengan demikian, upaya hukum yang terbuka bagi putusan Pengadilan Agama terhadap perkara ini adalah banding.

Hal ini ditegaskan dalam pasal 70 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 yaitu :

Ayat 1 : Pengadilan setelah berkesimpulan bahwa kedua belah pihak tidak mungkin lagi didamaikan dan telah cukup alasan perceraian maka pengadilan menetapkan bahwa permohonan tersebut dikabulkan

Ayat 2 : Terhadap penetapan sebagaimana yang dimaksud ayat 1 istri dapat mengajukan banding

Ayat 3 : Setelah penetapan tersebut mempunyai kekuatan hukum tetap, pengadilan menentukan hari sidang penyaksian ikrar talak dengan memanggil suami dan istri artau wakilnya untuk menghadiri sidang tersebut.

Ayat 4 : Dalam sidang itu suami atau wakilnya yang diberi kuasa khusus dalam suatu akta otentik untuk mengucapkan ikrar talak yang dihadiri oleh istri atau kuasanya

Ayat 5 : Jika istri telah mendapat panggilan secara sah atau patut, tetapi tidak datang menghadap sendiri atau mengirim wakilnya, maka suami atau wakilnya dapat mengucapkan ikrar talak tanpa hadirnya istri atau wakilnya

Ayat 6: Jika suami dalam tenggang waktu 6 (enam) bulan sejak ditetapkan hari sidang penyaksian ikrar thalaq, tidak datang menghadap sendiri atau tidak mengirimkan wakilnya meskipun telah mendapatkan panggilan secara sah dan patut maka gugurlah kekuatan penetapan tersebut, dan perceraian tidak dapat diajukan lagi berdasarkan alasan yang sama.

(44)

pokok-pokok kekuasaan kehakiman, diperlukan administrasi Pengadilan Agama yang benar dan tertib.

Sehubungan dengan hal ini Mahkamah Agung Republik Indonesia telah mengeluarkan intruksi kepada seluruh jajaran pengadilan untuk merlaksanakan dengan sungguh-sungguh pelaksanaan administrasi tersebut sesuai surat keputusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor KMA/001/SK/I/1991 tanggal 24 Januari 1991 tentang penetapan, pelaksanaan pembinaan dan pengendalian administrasi kepaniteraan Pengadilan Agama dan Pengadilan Tinggi Agama. Yang melaksanakan tugas-tugas administrasi dalam rangka mencapai tugas pokok tersebut adalah panitera. Mustofa (2005:38) mengatakan tugas-tugas kepaniteraan dapat dibedakan berdasarkan kedudukan dan fungsi yang secara garis besar dapat diklasifikasi menjadi 3 (tiga) yaitu :

a. Pelaksana administrasi perkara

b.Pendamping hakim dalam persidangan

c. Pelaksanaan putusan/penetapan pengadilan dan tugas-tugas kejurusitaan lainnya.

Tugas pokok pengadilan adalah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 pasal 2 yaitu menerima, memeriksa, mengadili dan menyelesaikan perkara yang diajukan kepadanya. Proses penerimaan perkara di Pengadilan Agama adalah sebagai berikut :

(45)

Permohonan cerai talak diajukan oleh suami atau kuasanya kepada Pengadilan Agama yang daerah hukumnya tempat tinggal kediaman termohon, kecuali apabila termohon dengan sengaja meninggalkan tempat kediaman tyang ditentukan bersama tanpa seizin pemohon. Dalam hal termohon bertempat kediaman diluar negeri, permohonan perceraian diajukan kepada pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat perkawinan mereka berlangsung atau kepada Pengadilan Agama Jakarta Pusat.

Dalam hal suami mengajukan permohonan cerai talak, harus berpedoman kepada ketentuan pasal 66 dan 67 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989. Jika kedua ketentuan tersebut diterapkan dalam formulasi cerai talak, undang-undang membenarkan kumulasi gugatan dalam cerai talak, artinya suami disamping mengajukan gugatan mengenai cerai talak juga dapat sekaligus dengan gugatan hak hadlonah atau harta bersama.

(46)

Menurut pasal 67 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989, menyebutkan bahwa :

Permohonan sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 66 diatas memuat :

1) Identitas para pihak : Nama, umur, dan tempat kediaman Pemohon, yaitu suami dan termohon yaitu istri

2) Posita gugatan : memuat alasan-alasan yang menjadi dasar cerai talak sebagaimana yang dirinci secara limitatif dalam pasal 19 peraturan pemerintah Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1975 jo pasal pasal 116 Kompilasi Hukum Islam

3) Petitum gugatan : yang memuat permintaan perkawinan diputus serta memberi izin kepada suami untuk mengucapkan ikrar talak di depan sidang Pengadilan Agama

b. Pemanggilan

Setelah gugatan perceraian tersebut diterima oleh petugas meja pertama, kemudian diperintahkan untuk membayar vorschot (panjar) biaya perkara kecuali penggugat mengajukan perkara cuma-cuma (prodeo), yang selanjutnya dicatat dalam buku register perkara dengan kode No. .../Pdt.G/.../PA. ...selanjutnya oleh ketua Pengadilan Agama diterbitkan surat penunjukan majelis hakim (PMH), kemudian ketua majelis hakim mengeluarkan surat penetapan hari sidang (PHS) dan sekaligus memerintahkan kepada jurusita/jurusita pengganti untuk memanggil kepada para pihak untuk datang dan hadir dalam persidangan yang telah ditetapkan.

Jurusita dalam melaksanaknan pemanggilan harus berdasarkan azas pelaksanaan pemanggilan yaitu :

(47)

tempat tinggal para pihak berperkara, sehingga tenggang waktu pemanggilan yang dilakukan oleh jurusita dengan hari sidang tidak kurang dari 3 (tiga) hari dan didalamnya tidak termasuk hari besar (pasal 12/HIR/146 Rbg jo pasal 26 ayat 4 PP Nomor 9 tahun 1975 jo pasal 138 ayat 4 Kompilasi Hukum Islam

2) Harus dilakukan secara resmi, artinya sasaran atau objek pemanggilan harus tepat dan tata cara pemanggilan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

3) Pemanggilan harus disampaikan langsung secara pribadi ditempat orang yang dipanggil.

4) Dalam hal orang yang dipanggil tidak dijumpai ditempat kediamannya, maka pemanggilan dapat disampaikan melalui lurah atau kepala desa (pasal 390 HIR/718 Rbg jo pasal 26 ayat (3) PP Nomor 9 tahun 1975 jo pasal 138 ayat (3) Kompilasi Hukum Islam) 5) Dalam hal tempat kediaman orang yang dipanggil tidak diketahui

atau tidak mempunyai tempat kediaman yang tetap, ataupun orang yang dipanggil tidak kenal. Maka dilakukan pemanggilan umum oleh dan melalui bupati/walikota dalam wilayah tempat kediaman penggugat atau pemohon.

(48)

7) Panggilan disampaikan melalui perwakilan Republik Indonesia setempat apabila yang dipanggil bertempat berkedudukan di luar negeri (pasal 28 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 jo pasal 140 Kompilasi Hukum Islam)

8) Panggilan disampaikan kepada ahli waris apabila orang yang dipanggil meninggal dunia (pasal 390 ayat 2 HIR/718 ayat 2 Rbg) c. Memeriksa dan Mengadili

Disamping asas dan tata cara pemeriksaan gugatan perceraian yang meliputi juga cerai talak dan gugat cerai tunduk sepenuhnya pada HIR dan Rbg, serta ketentuan khusus yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989, maka tata tertib pemeriksaan juga harus berpedoman pada asas umum yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 yaitu :

1) Pemeriksaan dilakukan oleh majelis hakim yang terdiri dari 3 (tiga) orang hakim, salah seorang diantaranya sebagai ketua majelis dan yang lainnya sebagi hakim anggota (pasal 80 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989).

2) Pemeriksaan dilakukan dengan sidang tertutup (pasal 80 ayat (2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989) dan putusan perkara perceraian diucapkan disidang terbuka untuk umum, sesuai pasal 17 ayat (1) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 jo pasal 81 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989.

3) Pemeriksaan paling lambat 30 (tiga puluh) hari dari tanggal pendaftaran gugatan (pasal 68 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 dan pasal 131 Kompilasi Hukum Islam (KHI), hal ini bertujuan untuk memenuhi asas yag diatur dalam pasal 4 ayat (2) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 jo pasal 57 ayat (3) Undang-Undang Nomor 7 Tahun1989, yang dikenal dengan asas peradilan sederhana, cepat dan biaya ringan

(49)

Upaya mendamaikan kedua belah pihak diusahakan selama proses pemeriksaan berlangsung (pasal 82 ayat (4) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 jo pasal 11 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975) khusus dalam hal ini merupakan sedikit penyimpangan dari asas umum yang diatur dalam pasal 130 ayat 1 HIR/154 Rbg, dimana ditentukan mendamaikan cukup diusahakan hakim pada sidang pertama saja.

Dengan memperhatikan asas umum tata cara memeriksa perkara tersebut, maka sampailah kepada putusan hakim terhadap permohonan perceraian tersebut, menurut Arto (1996:247) ada dua golongan putusan dilihat dari fungsinya dalam mengakhiri perkara yaitu sebagai berikut: 1) Putusan sela

Ialah putusan yang dijatuhkan masih dalam proses pemeriksaan perkara dengan tujuan untuk memperlancar jalannya pemeriksaan.

2) Putusan akhir

Ialah putusan yang mengakhiri pemeriksaan dipersidangan, baik yang telah melalui semua tahap pemeriksaan maupun yang tidak /belum menempuh semua tahap pemeriksaan

Jika dilihat dari segi sifatnya akibat hukum yang ditimbulkan oleh Subekti (1989:127) membaginya kepada 3 (tiga) macam, yaitu :

(50)

Adalah putusan yang amarnya menyatakan, bahwa suatu keadaan tertentu sebagai suatu keadaan yang resmi menurut hukum. Misalnya : putusan yang menyatakan sah tidaknya suatu perbuatan hukum. Amarnya dimulai dengan menyatakan...

2) Putusan konstitutif

Adalah suatu putusan yang menciptakan/menimbulkan keadaan hukum sebelumya. Misalnya: putusan perceraian, putusan pembatalan perwakilan, dan sebagainya. Sebelum diputus cerai, mereka masih suami istri. Sebelum dibatalkan perkawinannya, perkawinan itu masih dianggap sah.

3) Putusan Condemnatoir

Adalah putusan yang bersifat menghukum kepada salah satu pihak untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu,atau menyerahkan sesuatu kepada pihak lawan,untuk mematuhi prestasi. Amar yang bersifat Condemnatoir tersebut dirinci sebagai berikut : a) Menghukum untuk menyerahkan suatu barang,

b) Menghukum membayar sejumlah uang,

c) Menghukum melakukan suatu perbuatan tertentu. d) Menghukum menghentikan suatu perbuatan/keadaan. e) Menghukum mengosongkan tanah/rumah.

(51)

putusan diklaratoir dan putusan konstitutif atau gabungan putusan diklaratoir dengan kondemnatior dan sebagainya.

d. Menyelesaikan

Pada asasnya putusan hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum yang pasti dapat dijalankan, pengecualiannya ada yaitu apabila suatu putusan dijatuhkan dengan ketentuan dapat dilaksanakan lebih dahulu sesuai dengan pasal 180 HIR, perlu dikemukakan bahwa tidak semua putusan yang telah mempunyai kekuatan tetap dapat dilaksanakan, yang dapat dilaksanakan hanyalah putusan yang bersifat kondemnatoir yaitu mengandung perintah kepada suatu pihak untuk melakukan suatu perbuatan.

Menurut ketentuan pasal 70 ayat (3) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989, “bahwa setelah penetapan tersebut memperoleh kekuatan hukum tetap, memanggil suami dan istri atau wakilnya untuk menghadiri sidang tersebut”.

(52)

Tetapi tidak demikian halnya dalam cerai talak dimana cerai jenis ini setelah putusan untuk itu in kracht van gewijsde, masih memerlukan lagi tindak lanjut dari pengadilan, yakni eksekusi ikrar talak.

Pada umumnya eksekusi dilaksanakan oleh pengadilan karena adanya permohonan eksekusi dari Pemohon, karena putusan tidak dilaksanakan secara sukarela, tetapi tidak demikian didalam eksekusi ikrar talak Pengadilan Agama bersifat aktif artinya setelah putusan tersebut mempunyai kekutan hukum tetap, maka Pengadilan Agama secara ex officio harus segera membuat penetapan sidang ikrar talak.

Menurut pasal 70 ayat (6) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 menyatakan bahwa jika suami dalam tenggang waktu enam (6) bulan sejak ditetapkan hari sidang ikrar talak tidak datang menghadap sendiri atau tidak mengirim wakilnya meskipun telah mendapat panggilan secara sah atau patut, maka gugurlah kekuatan penetapan tersebut dan perceraian tidak dapat diajukan lagi berdasarkan alasan yang sama.

(53)

menghindari satu kepentingan dan bahwa pengadilan tidak ada kekuatan untuk memaksa.

2. Asas Pemeriksaan Perkara Cerai Talak

Pada umumnya asas pemeriksaan perkara cerai talak yang diatur dalam Bab IV, Bagian kedua, paragraf 2 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989, hampir sama dengan apa yang diatur dalam Bab V PP No. 9 Tahun 1975. Pokok asas pemeriksaan perkara cerai talak berpedoman kepada ketentuan pasal 66, 68, 79 dan 82 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama. Sedangkan untuk teknis pemeriksaan tunduk sepenuhnya kepada ketentuan hukum acara perdata yang diatur dalam HIR atau RBG.(Harahap, 2003:221)

a. Pemeriksaan Oleh Majelis Hakim

Asas ini diatur oleh pasal 68 ayat (1) yang menegaskan “pemeriksaan permohonan cerai talak dilakukan oleh majelis hakim...”. Ketentuan pasal ini merupakan aturan pelaksana ketentuan pasal 15 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1950. Berdasarkan pasal 15 dimaksud, semua pengadilan dalam memeriksa dan memutus perkara harus sekurang-kurangnya terdiri dari 3 (tiga) orang hakim, kecuali apabila undang-undang menentukan lain. Bahkan kalau berpedoman secara

(54)

1985, majelis hakim boleh lebih dari 3 (tiga) orang. Namun jika lebih dari tiga orang hakim, jumlahnya harus selalu ganjil.

b. Pemeriksaan dalam Sidang Tertutup

Pemeriksaan perkara cerai talak dilakukan dalam sidang tertutup untuk umum. Asas ini diatur dalam pasal 68 ayat (2) dan pasal 80 ayat (2), yang sama bunyinya dengan pasal 33 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 dan pasal 145 Kompilasi Hukum Islam. Disitu ditegaskan, apabila tidak tercapai perdamaian, pemeriksaan gugatan perceraian dilakukan dalam sidang tertutup.

Selain dari pada itu, perlu diingat bahwa ketentuan pasal 18 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 jo. Pasal 81 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 dan Pasal 146 Ayat (1) Kompilasi Hukum Islam, menegaskan meskipun pemeriksaan dilaksanakan dalam sidang tertutup, namun putusan harus diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum. c. Pemeriksaan 30 Hari dari Tanggal Pendaftaran

(55)

d. Pemeriksaan in Person Atau Kuasa

Pemeriksaan perkara cerai talak, tidak berbeda dengan pmeriksaan perkara perdata pada umumnya. Tidak mutlak mesti penggugat dan tergugat in person yang menghadiri pemeriksaan di sidang pengadilan. Penggugat atau tergugat dapat diwakili oleh kuasa, akan tetapi harus didukung oleh surat kuasa khusus.(Harahap 2003:223)

Demikian juga halnya dalam perkara cerai talak, Pemohon atau Termohon in person atau dapat menunjuk wakil sebagai kuasa berdasarkan surat kuasa khusus. Kecuali dalam sidang perdamaian, Pemohon dan Termohon harus hadir secara pribadi, tidak bisa diwakilkan oleh kuasa, hal ini diatur dalam pasal 82 ayat (2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama.

e. Usaha Mendamaikan Selama Pemeriksaan

Pada pasal 70 jo. Pasal 82 ayat (2) dan pasal 143 Kompilasi Hukum Islam, menugaskan pada hakim untuk berupaya secara sungguh-sungguh mendamaikan suami istri dalam perkara perkara perceraian. Tugas mendamaikan merupakan upaya yang harus dilaksanakan hakim pada setiap sidang berlangsung sampai putusan dijatuhkan.

3. Keputusan Cerai Talak Dan Upaya Hukum Istri

(56)

pengabulan gugat, disamping berpedoman pada patokan petitum, hakim sekaligus berpedoman pada asas ultra petitum partium atau ultra vives yang digariskan pasal 178 ayat (3) HIR atau pasal 189 ayat (3) RBG, yakni pengabulan gugat tidak boleh melebihi dari apa yang diminta dalam gugatan. Oleh karena itu, kalau gugat cerai talak hanya murni mengenai putusnya perkawinan tanpa dibarengi dengan gugat penguasaan anak dan pembagian harta bersama, hakim tidak boleh mengabulkan hal itu dalam penetapan.(Harahap, 2003:230)

(57)

4. Tata Cara Pengucapan Ikrar Talak

Mengenai tata cara pengucapan ikrar talak diatur dalam pasal 70, 71 dan 72 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989. Yang menjadi dasar patokan terbukanya tata cara pengucapan ikrar talak, apabila penetapan telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Dengan demikian proses pengucapan ikrar talak merupakan eksekusi atas penetapan cerai talak. Tata cara pengucapan ikrar talak diatur sebagai berikut:

a. Menentukan Hari Sidang Penyaksian Ikrar Talak

Seperti yang telah diuraiakan di atas pengucapan ikrar talak merupakan eksekusi penetapan cerai talak. Pasal 70 ayat (3) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 dan pasal 131 ayat (3) Kompilasi Hukum Islam (KHI) sudah menegaskan, pelaksanaan ikrar talak dapat dilaksanakan setelah penetapan memperoleh kekuatan hukum tetap.

(58)

berkelamaan. Hal ini sangat tidak dikehendaki oleh ajaran Islam seperti yang diperingatkan dalam surat An Nisaa’: 129.

b. Sidang Penyelesaian Ikrar Talak dihadiri Pemohon dan Termohon

Berdasarkan ketentuan pasal 70 ayat (4) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989, sidang pengadilan penyaksian ikrar talak dihadiri oleh pihak pemohon dan termohon. Dalam hal ini menurut Undang-Undang pemohon dan termohon menghadiri sidang penyaksian ikrar talak boleh diwakilkan oleh kuasa. Dengan demikian, agar seorang kuasa mempunyai kualitas untuk mengucapkan ikrar talak, harus berdasar kuasa khusus yang berbentuk autentik. Di dalam surat kuasa khusus tersebut harus secara tegas dicantumkan bahwa pemberian kuasa untuk mengucapkan ikrar talak, apabila salah satu unsur tersebut tidak dipenuhi, mengakibatkan kuasa tidak berwenang mengucapkan ikrar talak, dan untuk kuasa istri (termohon) cukup didasarkan atas surat kuasa khusus biasa, kuasa sudah sah mewakili kepentingan hukum istri dalam penyaksian sidang ikrar talak.

c. Pengucapan Ikrar Talak tanpa Hadirnya Istri

(59)

kasus seperti ini tidak harus menunda sidang, akan tetapi sidang penyaksian ikrar talak tetap dilangsungkan.

Ketentuan ini dapat dianggap realistik, sebab apabila sidang penyaksian ikrar talak digantungkan secara mutlak atas kehadiran istri, dapat menghambat penegakan hukum dan kepastian hukum. Apabila secara faktual pemanggilan istri sudah dilakukan secara resmi dan patut, kehadirannya tidak menghalangi sidang penyaksian ikrar talak dan pengucapan ikrar sah dan berharga.

d. Berita Acara dan Penetapan Sidang Ikrar Talak

Sidang penyaksian ikrar talak adalah sidang resmi. Disamping persidangan dihadiri pemohon dan termohon atau kuasa mereka, juga harus dihadiri oleh hakim dan panitera. Bahkan bertitik tolak secar sistematis dan analogis dari ketentuan pasal 68 ayat (1), sidang penyaksian ikrar talak dilakukan oleh majelis hakim.

(60)

sidang, selain daripada menyaksikan sidang pengucapan ikrar talak, juga membuat penetapan. Tentang isi penetapan sidang penyaksian ikrar talak sesuai dengan pasal 71 ayat (2). Dan juga diatur dalam SEMA Nomor 1 Tahun 1990: MA/Kumdil/1974/VI/1990 tanggal 10 April 1990 yang mengatakan “ hakim membuat penetapan yang isinya menetapkan perkawinan Termohon....dengan Termohon....putus karena perceraian.” Perkawinan putus sejak ikrar talak diucapkan di depan persidangan. Terhadap penetapan ini tidak dapat dimintakan banding ataupun kasasi. e. Pengiriman Salinan Penetapan ke Pegawai Pencatat Nikah (PPN)

Salah satu proses yang hilang dalam tata cara sidang penyaksian ikrar talak ialah ketentuan pasal 36 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 jo. Pasal 63 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 yaitu hapusnya pengukuhan oleh Pengadilan Negeri terhadap putusan Pengadilan Agama yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Hilangnya keharusan permintaan pengukuhan putusan, telah mempersingkat proses pelaksanaan putusan. Dan juga mengenai penyampaian salinan penetapan dan putusan tampaknya lebih disederhanakan.

Sehubungan dengan pengiriman salinan penetapan ikrar talak, pasal 84 Nomor 7 Tahun 1989 menentukan :

1) Pengiriman selambat-lambatnya 30 hari sejak penetapan kekuatan hukum tetap

2) Pengiriman salinan diwajibkan menjadi tugas panitera 3) Salinan penetapan dikirimkan tanpa bermetarai

(61)

perceraian dilakukan diwilayah yang berbeda dengan wilayah PPN yang dahulu bertidak melangsungkan perkawinan, sehelai salinan dikirimkan juga kepada PPN tersebut tanpa bermetarai, dan apabila perkawinan dilangsungkan diluar negeri, sehelai salinan dikirimkan kepada PPN ditempat dimana perkawinan mereka didaftarkan diindonesia.

f.Pemberian Akta Cerai

Menurut pasal 84 ayat (4), panitera wajib memberikan akta cerai kepada para pihak. Pemberian akta cerai kepada para pihak dilaksanakan paling lambat 7 hari sejak tanggal putusan memperoleh kekuatan hukum tetap.

(62)

BAB III

PAPARAN HASIL PENELITIAN A.Gambaran Umum Pengadilan Agama Ambarawa

1. Sejarah Berdirinya Pengadilan Agama Ambarawa

Pengadilan Agama Ambarawa adalah Pengadilan Agama yang berada di wilayah kabupaten Semarang, untuk mengetahui sejarah berdirinya Pengadilan Agama Ambarawa akan lebih baik apabila terlebih dahulu menyimak sejarah keberadaan Kabupaten Semarang.

(63)

Berdasarkan Undang-Undang Nomor : 13 Tahun 1950 Tentang Pembentukan Kabupaten-kabupaten dalam lingkungan Propinsi Jawa Tengah, Kota Semarang ditetapkan sebagai Ibukota Kabupaten Semarang, namun kota Semarang adalah Kotamadya yang memiliki Pemerintahan sendiri.

Pada saat berdirinya Kabupaten Semarang Pengadilan Agama untuk wilayah hukum Kabupaten Semarang belum terbentuk, oleh karenanya para pencari keadilan di wilayah Kabupaten Semarang yang akan mengajukan perkara harus ke Pengadilan Agama Salatiga, karena wilayah hukum Pengadilan Agama Salatiga meliputi Kota Salatiga dan Kabupaten Semarang. Ditinjau dari segi Pemerintahan, Kota Semarang sebagai ibukota Kabupaten sangatlah kurang menguntungkan, maka timbullah gagasan untuk memindahkan ibukota Kabupaten Semarang ke Kota Ungaran yang pada saat itu masih dalam status Kawedanan.

(64)

namun Pengadilan Agama berkedudukan di Kota Ungaran. Selanjutnya dengan Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1983 Tentang Penetapan Status Kota Ungaran sebagai Ibukota Pemerintah Kabupaten Dati II Semarang, yang berlaku peresmiannya tanggal 20 Desember 1983 pada saat Pemerintahan Bupati Ir.Soesmono Martosiswojo ( 1979-1985 ), maka Kota Ungaran secara definitif sebagai Ibukota Kabupaten Semarang.

(65)

a. Kecamatan Ungaran Barat; b. Kecamatan Ungaran Timur; c. Kecamatan Bergas;

d. Kecamatan Pringapus; e. Kecamatan Bawen; f. Kecamatan Ambarawa; g. Kecamatan Sumowono; h. Kecamatan Banyubiru; i. Kecamatan Jambu; j. Kecamatan Bandungan;

(66)

sesuai berita acara serah terima tanggal 14 April tahun 2008, maka diserahkanlah sertifikat tanah Hak Pakai Nomor 11 Tahun 1996 Luas tanah 3.948 M2 dengan nama Pemegang Hak Departemen KeHakiman RI Cq Pengadilan Negeri Ambarawa yang terletak di JL. Mgr. Soegiyopranoto No. 105 Kelurahan Ngampin, Kecamatan Ambarawa.

2. LetakGeografis Pengadilan Agama Ambarawa

Wilayah Pemerintah Kabupaten Semarang berbatas dengan beberapa kabupaten dan kota disekelilingnya, yaitu ;

a. Sebelah Utara : Kota Semarang

b. Sebelah Timur : Kabupaten Demak dan Grobogan c. Sebelah Selatan : Kab. Magelang dan Kab Boyolali d. Sebelah Barat : Kabupaten Kendal

e. Ditengah Kabupaten Semarang ada empat kecamatan yang menjadi wilayah Kota Salatiga.

Kondisi daerah Kabupaten Semarang sangat beragam, yang terdiri dari sebagian dataran rendah, dataran tinggi, daerah perbukitan dan sebagian lagi berupa pegunungan dan hutan. Jarak ibu kota Kecamatan yang paling dekat dengan kantor Pengadilan Agama Ambarawa adalah 2 Km dan yang paling jauh 33 Km, yaitu Kecamatan Sumowono.

(67)

Pengadilan Agama yang dulunya dibawah payung Departemen Agama sekarang sudah berubah sesuai dengan Undang-Undang yang baru, Pengadilan Agama sekarang menjadi satu atap dengan Pengadilan Negeri yaitu di bawah payung Mahkamah Agung.

Kewenangan Pengadilan Agama dibagi menjadi dua yaitu : a. Wewenang Absolut

Pengertian wewenang absolut adalah suatu wewenang yang berkaitan dengan pembagian kekuasaan antar badan-badan peradilan. Kewenangan absolut meliputi perkara-perkara yang menjadi tanggung jawab Pengadilan Agama Ambarawa, antara lain berupa perkara :

1) Anak dalam kandungan

a) Sah atau tidaknya kehamilan

b) Status anak dalam kandungan sebagai ahli waris c) Bagian warisan anak dalam kandungan

d) Kewajiban orang tua terhadap anak dalam kandungan 2) Kelahiran

a) Penentuan sah tidaknya anak b) Penentuan asal usul anak

c) Penentuan status anak / pengakuan anak 3) Pemeliharaan anak

a) Perwalian terhadap anak

(68)

c) Penunjukan / penggantian wali d) Pemecatan wali

e) Kewajiban orang tua / wali terhadap anak f) Pengangkatan anak, anak sipil, anak terlantar g) Sengketa hak pemeliharaan anak

h) Kewajiban orang tua angkat terhadap anak angkat i) Pembatalan pengangkatan anak

j) Penetapan bahwa ibu turut memikul biaya pemeliharaan dan pendidikan anak

4) Perkawinan (akad nikah)

a) Sengketa pertunangan dan akibat hukumnya

b) Dispensasi nikah di bawah umur 19 bagi pria dan 16 tahun bagi wanita

c) Izin nikah dari orang tua bagi yang belum berumur 21 tahun d) Wali adhol

e) Pencegahan kawin f) Penolakan kawin

g) Izin beristri lebih dari seorang h) Penetapan sahnya perkawinan i) Pembatalan perkawinan

j) Penolakan izin perkawinan campuran oleh PPN k) Penetapan sah tidaknya rujuk

Referensi

Dokumen terkait

Selain itu, tujuan pendidikan rohani yang diharapkan adalah untuk mencari, membina dan mengembangkan hubungan individual-vertikal yang harmonis; sampai (wushūl) kepada

Topping off Tower Fortuna (Tower I) pada bulan Mei 2016 & Ground Breaking Tower Beatus (Tower II) pada bulan November 2016.. Apartemen

Dari pengamatan penulis di lapangan juga didapat bahwa Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja pemerintah dalam penanggulangan bencana pada Badan Penanggulangan Bencana

10) Mahasiswa yang tidak membawa laporan asuhan keperawatan pada saat post conference atau laporan tidak lengkap sesuai ketentuan yang berlaku maka mahasiswa

Penerapan elemen perspektif pembelajaran dan pertumbuhan karyawan di Koperasi Perikanan Segaraning Harum diukur dengan dua variabel yaitu tingkat kepuasan karyawan

Segala puji bagi Allah Tuahan yang maha pemilik segala sesuatu, yang telah memberikan taufik dan hidayah, berikut kemudahan dan kesehatan pada penulis sehingga Tugas Akhir

Belum seluruh siswa di dalam kelas tersebut ikut berperan di dalam proses pembelajaran., hanya beberapa siswa saja yang aktif dalam kegiatan pembelajaran, (4) Metode

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kinerja keuangan terhadap pertumbuhan laba pada perusahaan property dan real estate yang terdaftar di Bursa Efek