• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Gambaran Umum Kepolisian Resort Bone Bolango. Republik Indonesia (POLRI) dan lebih khususnya lagi berada di bawah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Gambaran Umum Kepolisian Resort Bone Bolango. Republik Indonesia (POLRI) dan lebih khususnya lagi berada di bawah"

Copied!
38
0
0

Teks penuh

(1)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Kepolisian Resort Bone Bolango

Kepolisian Resort Bone Bolango (Polres Bone Bolango) adalah salah satu instansi dari aparat penegak hukum yang bekerja di bawah naungan Kepolisian Republik Indonesia (POLRI) dan lebih khususnya lagi berada di bawah Kepolisian Daearah Gorontalo (POLDA Gorontalo). Karena kedudukannya sebagai alat penegak hukum maka Polres Bone Bolango tentunya memiliki tugas sebagaimana juga dimiliki oleh alat penegak hukum lainnya, yakni antara lain adalah untuk memelihara keamanan dan ketentraman masyarakat yang berada di wilayah kerjanya.

Polres Bone Bolango berkedudukan di Jalan Perintis No. 2 (dua), Desa Tingkohubu, Kecamatan Suwawa, Kabupaten Bone Bolango, tepatnya berada di Ibukota Kabupaten Bone Bolango. Polres Bone Bolango berdiri sejak tahun 2005. Kepolisian Resort Bone Bolango dipimpin oleh seorang Kapolresta yakni AKBP Fitrizal Sila, SH. Polres Bone Bolango memiliki wilayah kerja yang luas, dengan membawahi 10 Kepolisian Sektor (Polsek) yang menjadi tanggung jawabnya, ke 10 Polsek tersebut adalah Polsek Kabila, Polsek Tapa, Polsek Bone Pantai, Polsek Suwawa, Polsek Bone, Polsek Bulango, PolsekBone Raya, Polsek Botupingge, Polsek Kabila Bone, dan Polsek Tilongkabila.

Dalam mendorong semangat dalam melaksanakan tugasnya, polisi dalam melaksanakan tugasnya juga berdasarkan pada Pedoman Hidup (Tri-Brata) dan

(2)

Pedoman Kerja (Catur Prasetya). Berikut ini penjelasan tentang Tri-Brata dan Catur Prasetya, yaitu:

a. Tri-Brata (Pedoman Hidup), 3 janji: Kami polisi Indonesia:

1. berbakti kepada nusa dan bangsa dengan penuh ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa;

2. menjunjung tinggi kebenaran, keadilan, dan kemanusiaan dalam menegakkan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945;

3. senantiasa melindungi, mengayomi, dan melayani masyarakat dengan keikhlasan untuk mewujudkan keamanan dan ketertiban.

b. Catur Prasetya

Sebagai Insan Bhayangkara, kehormatan saya adalah berkorban demi bangsa dan negara untuk:

1. meniadakan segala bentuk gangguan keamanan;

2. menjaga keselamatan jiwa raga, harta benda dan Hak Asasi Manusia (HAM);

3. menjamin kepastian berdasarkan hukum; 4. memelihara perasaan tentram dan damai.

Polisi dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya harus selalu berpedoman pada Tri-Brata dan Catur Prasetya.

(3)

Sebagaimana sebuah instansi, Polres Bone Bolango tentu saja membutuhkan struktur organisasi yang berfungsi untuk memperjelas tugas dan wewenang dari masing-masing bagian. Hal ini dilakukan dengan tujuan agar tidak terjadi tumpang tindih antar bagian dalam institusi khususnya Polres Bone Bolango.

Adapun struktur organisasi Polres Bone Bolango digambarkan sebagai berikut:

(4)

BAGIAN I

STRUKTUR ORGANISASI POLRES (TIPE POLRES) KAPOLRES WAKAPOLRES UNSUR PIMPINAN SIWAS SIPROPAM SIKEU SIUM BAGOPS BAGREN BAGREN

SUBBAGBINOPS SUBBAGDALOPS SUBBAGHUMAS SUBBAGPROGAR SUBBAGDALGAR SUBBAGPPERS SUBBAGSARPRAS SUBBAGKUM

UNSUR PENGAWAS DAN PEMBANTU PIMPINAN SENTRA PELAYANAN

SATINTELKAM SATRESKRIM SATNARKOB

KEPOLISIAN TERPADU

(5)

SATBINMAS SATSABHARA SATLANTAS SATPAMOBVIT SATPOLAIR SATTAHTI

SITIPOL UNSUR PENDUKUNG

UNSUR PELAKSANA TUGAS KEWILAYAHAN

(6)

Berikut ini akan dijelaskan istilah-istilah dalam bagan diatas:

1. Kapolres adalah pimpinan Polres yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kapolda. Kapolres bertugas memimpin, membina, mengawasi dan mengendalikan satuan-satuan organisasi dilingkungan Polres dan unsur pelaksana kewilayahan dalam jajarannya, serta memberikan saran pertimbangan dan melaksanakan tugas lain sesuai perintah Kapolda.

2. Wakapolres adalah pembantu utama Kapolres yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kapolres. Wakapolres bertugas membantu Kapolres dalam melaksanakan tugasnya dengan mengawasi, mengendalikan, mengkoordinir pelaksanaan tugas-tugas seluruh satuan organisasi Polres, dan dalam batas kewenangannya memimpin Polres dalam hal Kapolres berhalangan serta melaksankan tugas lain sesuai perintah Kapolres.

3. Bagops adalah unsur pembantu pimpinan Polres yang berada di bawah Kapolres. Bagops bertugas merencanakan, mengendalikan dan menyelenggarakan administrasi operasi kepolisian, termasuk latihan pra operasi, melaksanakan koordinasi baik dalam rangka keterpaduan fungsi maupun dengan instansi dan lembaga terkait dalam rangka pelaksanaan pengamanan kegiatan masyarakat, serta melaksanakan fungsi hubungan masyarakat termasuk Pengelolaan Informasi dan Dokumentasi (PID). Kabagops dalam melaksanakan tugas kewajibannya dibantu oleh:

a. Kepala Subbagian Pembinaan Operasi, disingkat Kasubbagbinops; b. Kepala Subbagian Pengendalian Operasi, disingkat Kasubbagdalops; c. Kepala Subbagian Hubungan Masyarakat, disingkat Kasubbaghumas.

(7)

4. Bagren adalah unsur pembantu pimpinan Polres yang berada di bawah Kapolres. Bagren bertugas menyusun rencana kerja dan anggaran, pengendalian program dan anggaran serta analisa dan evaluasi atas pelaksanaannya, termasuk rencana program pengembangan satuan wilayah. Kabagren dalam melaksanakan tugas kewajibannya dibantu oleh:

a. Kepala Subbagian Program dan Anggaran, disingkat Kasubbagprogar; b. Kepala Subbagian Pengendalian Anggaran, disingkat Kasubbagdalgar. 5. Bagsumda adalah unsur pembantu pimpinan Polres yang berada di bawah

Kapolres. Bagsumda bertugas menyelenggarakan pembinaan dan administrasi personel, pelatihan fungsi dan pelayanan kesehatan, pembinaan dan administarasi logistik serta pelayanan bantuan dan penerapan hukum. Kabagsumba dalam melaksanakan tugas kewajibannya dibantu oleh:

a. Kepala Subbagian Personel, disingkat Kasubbagpers;

b. Kepala Subbagian Sarana dan Prasarana, disingkat Kasubbagsarpras; c. Kepala Subbagian Hukum, disingkat Kasubbagkum.

6. Siwas adalah unsur pengawas dan pembantu pimpinan Polres yang berada di bawah Kapolres. Siwas bertugas menyelenggrakan monitoring dan pengawasan umum baik secara rutin maupun insidentil terhadap pelaksanaan kebijakan pimpinan oleh semua unit kerja khususnya dalam proses perencanaan, pelaksanaan dan pencapaian rencana kerja, termasuk bidang material, fasilitas dan jasa serta memberikan secara tindak terhadap penyimpangan yang ditemukan. Kasiwas dalam melaksanakan tugas kewajibannya dibantu oleh:

(8)

a. Kepala Subseksi Bidang Operasional, disingkat Kasubsibidops; b. Kepala Subseksi Bidang Pembinaan, disingkat Kasubsibidbin.

7. Sipropam adalah unsur pengawas dan pembantu pimpinan Polres yang berada di bawah Kapolres. Sipropam bertugas menyelenggarakan pelayanan pengaduan masyarakat tentang penyimpangan perilaku dan tindakan anggota Polri, pembinaan disiplin dan tata tertib, termasuk pengamanan internal, dalam rangka penegakan disiplin dan pemuliaan profesi. Kasipropam dalam melaksanakan tugas kewajibannya dibantu oleh:

a. Kepala Unit Provos, disingkat Kanitprovos;

b. Kepala Unit Pengamanan Internal, disingkat Kanitpaminal.

8. Sikeu adalah unsur pembantu pimpinan Polres yang berada di bawah Kapolres. Sikeu bertugas menyelenggarakan pelayanan fungsi keungan yang meliputi pembiayaan, pengendalian, pembukuan dan akuntansu, pelaporan serta pertanggung jawaban keuangan. Kasikeu dalam melaksanakan tugas kewajibannya dibantu oleh:

a. Kepala Subseksi Administrasi, disingkat Kasubsimin; b. Kepala Subseksi Gaji, disingkat Kasubsgaji;

c. Kepala SubSeksi Akuntansi dan Verifikasi, disingkat Kasubsiakun; d. Kepala Subseksi Data, disingkat Kasubsidata.

9. Sium adalah unsur pembantu pimpinan Polres yang berada di bawah pimpinan Kapolres. Sium bertugas menyelenggarakan terjaminnya pelayanan administrasi dan kelancaran tugas-tugas pimpinan yang mencakup fungsi kesekretariatan, kearsipan, dan administrasi umum lainnya serta pelayanan

(9)

markas di lingkungan Polres. Kasium dalam melaksanakan tugas kewajibannya dibantu oleh:

a. Kepala Subseksi Administrasi dan Ketatausahaan, disingkat Kasubsimintu;

b. Kepala Subseksi Pelayanan Markas, disingkat Kasubsiyanma.

10.Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) adalah unsur pelaksana tugas pokok Polres yang terdiri dari 3 (tiga) Unit dan disusun berdasarkan pembagian waktu (Ploeg) yang berada di bawah Kapolres. SPKT bertugas memberikan pelayanan kepolisian terhadap masyarakat, dalam bentuk penerimaan dan penanganan pertama laporan/pengaduan, pelayanan bantuan perolongan kepolisian, bersama fungsi terkait mendatangi TKP untuk melaksanakankegiatan pengamanan dan olah TKP sesuai ketentuan hukum dan peraturan yang berlaku.

11.Satintelkam adalah unsur pelaksana tugas pokok Polres yang berada di bawah Kapolres. Satintelkam bertugas menyelenggarakan dan membina fungsi intelijen bidang keamanan, termasuk perkiraan intelijen, persandian, pemberian pelayanan dalam bentuk surat izin/keterangan yang menyangkut orang asing, senjata api dan bahan peledak, kegiatan sosial politik masyarakat dan Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK) kepada masyarakat serta melakukan pengamanan, pengawasan terhadap pelaksanaannya. Kasatintelkam dalam melaksanakan tugas kewajibannya dibantu oleh:

a. Kepala Urusan Pembinaan Operasional, disingkat Kaurbinops; b. Kepala Urusan Administrasi dan Ketatausahaan, disingkat Karmintu;

(10)

c. Kepala Unit yang terdiri dari paling banyak 7 (tujuh) unit.

12.Satreskrim adalah unsur pelaksana tugas pokok Polres yang di bawah Kapolres. Satreskrim bertugas menyelenggarakan/membina fungsi penyelidikan dan penyidikan tindak pidana secara transparan dan akuntabel dengan penerapan SP2HP, memberikan pelayanan dan perlindungan khusus terhadap korban dan pelaku anak dan wanita, menyelenggarakan fungsi identifikasi baik untuk kepentingan penyidikan maupun pelayanan umum, menyelenggarakan pembinaan, koordinasi dan pengawasan PPNS baik dibidang operasional maupun administrasi penyidikan sesuai ketentuan hukum dan perundang-undangan. Kasatreskrim dalam melaksanakan tugas kewajibannya dibantu oleh:

a. Kepala Urusan Pembinaan Operasional, disingkat Kaurbinops;

b. Kepala Urusan Administrasi dan Ketatausahaan, disingkat Kaurmintu; c. Kepala Urusan Identifikasi, disingkat Kaurident;

d. Kepala Unit yang terdiri dari paling banyak 6 (enam) unit.

13.Satnarkoba adalah unsur pelaksana tugas pokok Polres yang berada di bawah Kapolres. Satnarkoba bertugas menyelenggarakan/membina fungsi penyelidikan dan penyidikan tindak pidana Narkoba, serta koordinasi dalam rangka pembinaan, pencegahan, rehabilitasi korban dan penyalahgunaan Narkoba. Kasatnarkoba dalam melaksanakan tugas kewajibannya dibantu oleh:

a. Kepala Urusan Pembinaan Operasional, disingkat Kaurbinops;

(11)

c. Kepala Unit yang terdiri dari paling banyak 3 (tiga) Unit.

14. Satbinmas adalah unsur pelaksana tugas pokok Polres yang berada di bawah Kapolres. Satbinmas bertugas menyelenggarakan pembinaan masyarakat yang meliputi pembinaan teknis Polmas dan kerjasama dengan instansi pemerintah/lembaga/organisasi masyarakat, pembinaan bentuk-bentuk pengamanan swakarsa serta pembinaan keamanan ketertiban masyarakat dalam rangka memberdayakan upaya pencegahan masyarakat terhadap serta meningkatkan hubungan sinergitas Polri-masyarakat. Kasatbinmas dalam melaksanakan tugas kewajibannya dibantu oleh:

a. Kepala Urusan Pembinaan Operasional, disingkat Kaurbinops;

b. Kepala Urusan Administrasi dan Ketatausahaan, disingkat Kaurmintu; c. Kepala Unit Pembinaan Perpolisian Masyarakat, disingkat

Kanitbinpolmas;

d. Kepala Unit Pembinaan Ketertiban Masyarakat, disingkat Kanitbintibmas; e. Kepala Unit Pembinaan Keamanan Swakarsa, disingkat Kanitbinkamsa. 15.Satsabhara adalah unsur pelaksana tugas pokok Polres yang berada di bawah

Kapolres. Satsabhara bertugas menyelenggarakan dan membina fungsi Samapta Bhayangkara yang mencakup tugas Polisi umum, yang meliputi pengaturan, penjagaan, pengawalan, patroli, termasuk pengamanan kegiatan masyarakat dan objek vital, pengambilan tindakan pertama di tempat kejadian perkara (TPTKP), penanganan tindak pidana ringan, pengendalian massa, dalam rangka pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat. Kasatsbhara dalam melaksanakan tugas kewajibannya dibantu oleh:

(12)

a. Kepala Urusan Pembinaan Operasional, disingkat Kaurbinops;

b. Kepala Urusan Administrasi dan Ketatausahaan, disingkat Kaurmintu; c. Kepala Unit Pengaturan, Penjagaan, Pengawalan dan Patroli, disingkat

Kanitturjawali;

d. Kepala Unit Pengamanan Objek Vital, disingkat Kanitpamobvit; e. Kepala Unti Pengendalian Massa, disingkat Kanitdalmas.

16.Satlantas adalah unsur pelaksana tugas pokok Polres yang berada di bawah Kapolres. Satlantas bertugas menyelenggarakan dan membina fungsi lalu lintas kepolisian, yang meliputi penjagaan, pengaturan, pengawalan dan patroli, pendidikan masyarakat dan rekayasa lalu lintas, registrasi, dan identikasi pengemudi/kenderaan bermotor, penyidikan kecelakaan lalu lintas dan penegakan hukum dibidang lalu lintas, guna memelihara keamanan, keselamata, ketertiban dan kelancaran lalu lintas. Kasatlantas dalam melaksanakan tugas kewajibannya dibantu oleh:

a. Kepala Urusan Pembinaan Operasional, disingkat Kaurbinops;

b. Kepala Urusan Administrasi dan Ketatausahaan, disingkat Kaurmintu; c. Kepala Unit Pengaturan, Penjagaan, Pengawalan dan Patroli, disingkat

Kanitturjawali;

d. Kepala Unit Pendidikan Masyarakat dan Rekayasa, disingkat Kanitdikyasa;

e. Kepala Unit Registrasi dan Identifikai , disingkat Kanitregident; f. Kepala Unit Kecelakaan, disingkat Kanitlaka.

(13)

17.Saptamobvit adalah unsur pelaksana tugas pokok Polres yang berada di bawah Kapolres. Saptamobvit bertugas menyelenggarakan kegiatan pengamanan objek vital yang meliputi proyek/instalasi vital, objek wisata, kawasan tertentu dan objek lainnya termasuk VIP yang memerlukan pengamanan kepolisian. Kasaptamobvit dalam melaksanakan tugas kewajibannya dibantu oleh:

a. Kepala Urusan Pembinaan Operasional, disingkat Kaurbinops;

b. Kepala Urusan Administrasi dan Ketatausahaan, disingkat Kaurmintu; c. Kepala Unti Pengamanan Kawasan Tertentu, disingkat Kanitpamwaster; d. Kepala Unit Pengamanan Pariwisata, disingkat Kanitpamwisata.

18.Satpolair adalah unsur pelaksana tugas pokok Polres wilayah perairan yang berada di bawah Kapolres. Satpolair bertugas menyelenggarakan fungsi kepolisian perairan, yang meliputi patroli perairan, penegakan hukum di perairan, pembinaan masyarakat pantai dan perairan lainnya, serta pencarian dan penyelamatan kecelakaan di perairan (SAR). Kasatpolair dalam melaksanakan tugas kewajibannya dibantu oleh:

a. Kepala Urusan Pembinaan Operasional, disingkat Kaurbinops;

b. Kepala Urusan Administrasi dan Ketatausahaan, disingkat Kaurmintu; c. Kepala Unit Patroli, disingkat Kanitpatroli;

d. Kepala Unit Penegakan Hukum, disingkat Kanitgakkum; e. Kepala Unit Kapal, disingkat Kanitkapal.

19. Sattahti adalah unsur pelaksana tugas pokok Polres yang berada di bawah Kapolres. Sattahti bertugas menyelenggarakan pelayanan perawatan dan kesehatan tahanan, termasuk pembinaan jasmani dan rohani, serta menerima,

(14)

menyimpan dan memelihara barang bukti, yang didukung dengan penyelenggaraan administrasi umum yang terkait sesuai dengan bidang tugasnya. Kasattahti dalam melaksanakan tugas kewajibannya dibantu oleh: a. Kepala Urusan Administrasi dan Ketatausahaan, disingkat Kaurmintu; b. Kepala Unit Perawatan Tahanan, disingkat Kanitwattah;

c. Kepala Barang Bukti, disingkat Kanitbarbuk.

20.Sitipol adalah unsur pendukung Polres yang berada di bawah Kapolres. Sitipol bertugas menyelenggarakan pelayanan teknologi komunikasi dan teknologi informasi, meliputi kegiatan komunikasi kepolisian, pengumpulan dan pengolahan serta penyajian data, termasuk informasi kriminal dan pelayanan multimedia. Kasitipol dalam melaksanakan tugas kewajibannya dibantu oleh; a. Kepala Subseksi Teknologi dan Komunikasi, disingkat Kasubsittekkom; b. Kepala Subseksi Teknologi dan Informatika, disingkat Kasubsitekinfo.

Berikut juga akan digambarkan secara lebih jelas bagan dari Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (UPPA), yakni sebagai berikut:

(15)

STRUKTUR ORGANISASI/JABATAN

UNIT LAYANAN PEREMPUAN DAN ANAK (UNIT PPA)

TINGKAT POLRES

KASATRESKRIM Iptu Sofyan

KANIT PPA Brigadir Yahya Boudelo

BANIT IDIK

1. Brig. Martinus Masaguni 2. Briptu Adnan H. Tandi 3. Briptu Mudatsir Yunus BANIT LINDUNG

(16)

4.2 Realitas Kasus Tindak Pidana Pencabulan Terhadap Anak Di bawah Umur di Wilayah Hukum Polres Bone Bolango

Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (UPPA) adalah suatu unit khusus di bawah pengawasan Satuan Reserse Kriminal yang berfungsi untuk melayani perkara-perkara tertentu yang terkait dengan tindak pidana kesusilaan, yakni tindak pidana yang melibatkan perempuan sebagai korban atau pelaku maupun yang melibatkan anak sebagai korban ataupun pelaku. Pembentukan unit ini dengan pertimbangan bahwa unit ini akan mempermudah dalam pengungkapan tindak pidana kesusilaan dengan pelaku ataupun korban perempuan dan anak. Hal ini dikarenakan pada penanganan kasus tindak pidana kesusilaan memerlukan penanganan dan pendekatan yang berbeda dibandingkan tindak pidana pada umumnya. Pada Unit Pelayanan Perempuan dan Anak Polres Bone Bolango ini, para penyidiknya terdiri dari penyidik polisi wanita dan 3 (tiga) orang penyidik polisi laki-laki. Dalam unit ini penyidik polisi wanita, bertugas sebagai Banit Lindung (Bintara Unit Perlindungan) dan penyidik polisi laki-laki bertugas sebagai Banit Idik (Bintara Unit Penyidik). Peranan penyidik polisi wanita diharapkan akan lebih mempermudah proses penyidikan dengan pendekatan yang lebih bersifat kekeluargaan, terutama untuk menghadapi korban yang masih di bawah umur. Sedangkan untuk penyidik polisi laki-laki diharapkan dapat mampu menghadapi pelaku tindak kejahatan ini, agar mereka mau mengakui perbuatannya dan lebih bersifat terbuka dalam menceritakan kejadian yang sebenarnya. Kebutuhan akan adanya pendekatan yang bersifat kekeluargaan khususnya untuk korban anak di bawah umur ini, karena dipandang bahwa anak

(17)

memiliki kondisi psikologis yang berbeda dengan orang dewasa. Adapun realitas kasus pencabulan terhadap anak di bawah umur di Polres Bone Bolango akan diuraikan sebagai berikut:

Tabel 1

Data Tentang Tindak Pidana Pencabulan Anak Di bawah Umur yang Ditangani UPPA Rentang Tahun 2010-2012

No. Tahun Jumlah Jenis Tindak Pidana Penerapan Pasal

1. 2. 3. 2010 2011 2012 (Nov) 12 15 19 Pencabulan Pencabulan Pencabulan Pasal 82 UUPA Pasal 82 UUPA Pasal 82 UUPA

Sumber: Data Sekunder 2013, diolah

Berdasarkan tabel 1 di atas dapat dapat diketahui dalam rentang waktu 3 (tiga) tahun, Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (UPPA) telah menangani sebanyak 46 kasus pencabulan dengan anak di bawah umur sebagai korban. Perkara yang ditangani oleh UPPA dimana anak di bawah umur sebagai korban pencabulan dari tahun 2010 ke tahun 2011 mengalami peningkatan yaitu dari 12 kasus menjadi 15 kasus. Kemudian pada tahun 2012 (Bulan November) kembali mengalami peningkatan menjadi 19 kasus. Menurut penjelasan dari Bapak Yahya Boudelo (Kepala Unit PPA Polres Bone Bolango), hal ini dikarenakan sudah tersosialisasikan Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (UUPA). Gencarnya sosialisasi yang dilakukan pihak kepolisian ini membawa hasil yang dengan meningkatnya jumlah perkara yang ditangani UPPA dari tahun 2010 sampai 2012. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat kesadaran masyarakat tentang adanya UPPA semakin tinggi, sehingga masyarakat sudah

(18)

mau melaporkan jika terjadi suatu kejahatan atau tndak pidana yang dialami oleh anak di bawah umur. Walaupun belum semua masyarakat khususnya masyarakat Bone Bolango yang menyadari akan hal ini.1

Dari pasal-pasal yang diajukan pada tindak pidana pencabulan terhadap anak di bawah umur, terlihat bahwa Polres Bone Bolango sudah menggunakan pasal mengenai tindak pidana pencabulan dalam UUPA sebagai acuan dalam mengajukan tuntutan terhadap pelaku. Menurut Briptu Adnan Tandi (Anggota UPPA), dalam penanganan kasus yang menimpa anak di bawah umur temasuk kasus pencabulan terhadap anak di bawah umur pihak Polres Bone Bolango, sejak tahun 2006 telah menggunakan pasal-pasal dalam UUPA dalam melakukan penuntutan terhadap pelaku. Hal ini juga berdasarkan asas lex specialis derogat lex generalis yaitu peraturan yang khusus mengesampingkan peraturan yang umum. Dalam hal ini peraturan yang umum adalah KUHP dan peraturan yang khusus adalah UUPA. Polres Bone Bolango menggunakan UUPA karena UUPA adalah undang-undang yang secara khusus mengatur tentang perlindungan anak.2

Berikut akan digambarkan tabel tentang usia pelaku dan korban pencabulan terhadap anak di bawah umur di Polres Bone Bolango:

1 Wawancara dengan Brigadir Yahya Boudelo, KANIT UPPA Polres Bone Bolango, tanggal 8 Mei 2013, diolah.

2 Wawancara dengan Briptu Adnan Tandi, penyidik polisi UPPA Polres Bone Bolango, tanggal 8

(19)

Tabel 2

Tingkat Rata-rata Usia Korban dan Pelaku

No. Tahun Usia Pelaku Usia Korban

1. 2. 3. 2010 2011 2012 20 tahun-30 tahun 30 tahun-40 tahun 20 tahun-31 tahun 8 tahun-12 tahun 10 tahun-15 tahun 14 tahun-18 tahun

Sumber: Data Sekunder 2013, diolah

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa rentang usia korban berkisar antara 9 tahun sampai 18 tahun, sedangkan untuk usia pelaku berkisar antara 20 tahun sampai 40 tahun. Dalam rentang usia korban dapat dikategorikan sebagai remaja yang duduk dibangku SD, SLTP. Dari sini dapat diketahui bahwa pada tindak pidana pencabulan anak di bawah umur rata-rata usia terendah adalah 8 tahun.

Berdasarkan penjelasan dari Brigadir Yahya Boudelo mengatakan, bahwa korban tindak pidana pencabulan pada umumnya memiliki usia di bawah pelaku. Hal ini karena usia korban yang lebih muda dari pelaku maka pelaku dengan mudah mengintimidasi korban bahkan dengan cara kekerasan dan ancaman kekerasan sekalipun agar niat pelaku terhadap korban dapat tercapai karena korban tidak dapat melawan pelaku yang usianya lebih tua.3

Sementara itu korban yang usianya lebih muda tidak mampu dan tidak berani melawan atau menolak keinginan pelaku dikarenakan usia yang lebih muda, maka secara fisik pun korban lebih lemah dari pelaku. Selain itu juga adanya tekanan dari pelaku yang menggunakan alasan bahwa orang muda harus

3

Wawancara dengan Brigadir Yahya Boudelo, KANIT UPPA Polres Bone Bolango, tanggal 8 Mei 2013, diolah

(20)

tunduk dan patuh pada orang lebih tua. Dengan ancaman demikian itu menjadikan korban dengan terpaksa melakukan apa yang diminta oleh pelaku.4

Berikut juga akan digambarkan tabel tentang tingkat pendidikan pelaku dan korban:

Tabel 3

Data Tentang Tingkat Pendidikan Pelaku Dan Korban Pencabulan Anak Di bawah Umur

No. Nama Pelaku Pendidikan Nama Korban Pendidikan 1. 2. 3. 4. 5. Iwan Usman Anis N. Karim Makidu Rein Balango Amran Datuage SD SLTP SD SD (tamat) SLTP Yuyun Kimbo Koci Djingo Isti Qomariah Sasmita Balango Astuti Isa SD SLTP SD SLTP SLTP

Sumber: Data Sekunder 2013, diolah

Apabila dilihat dan dibaca berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa rata-rata tingkat pendidikan terakhir pelaku adalah antara SD dan SLTP. Sedangkan untuk korbannya sendiri adalah antara SD dan SLTP. Jika melihat latar belakang dari tingkat pendidikan terakhir para pelaku, tentunya hal ini dikarenakan pelaku tidak mendapatkan pendidikan mengenai kesehatan reproduksi dan norma-norma asusila sejak usia dini. Dari sini dapat ditarik kesimpulan bahwa tingkat pendidikan sangat mempengaruhi perilaku seseorang, sekalipun bukan menjadi satu-satunya faktor yang menyebabkan terjadinya kasus pencabulan atau kasus asusila lainnya.

4

Wawancara dengan Brigadir Yahya Boudelo, KANIT UPPA Polres Bone Bolango, tanggal 10 Mei 2013, diolah

(21)

Terjadinya tindak pidana pencabulan terhadap anak ini, pada umumnya antara pelaku dan korban sudah saling kenal. Adapun hubungan yang ada antara pelaku dan korban biasa dalam bentuk pacar, tetangga, bahkan keluarga terdekat. Berikut akan digambarkan tabel tentang hubungan pelaku dan korban dalam tindak pidana pencabulan terhadap anak di bawah umur sebagai korban.

Tabel 4

Data Tentang Hubungan Pelaku dan Korban

Tindak Pidana Pencabulan Terhadap Anak Di bawah Umur

No. Nama & Alamat Pelaku

Nama & Alamat Korban

Hubungan Korban & Pelaku

1.

Rein Balango

Ds. Lombongo, Kec. Suwawa Tengah, Kab. Bone Bolango

Sasmita Balango Ds. Lombongo, Kec. Suwawa Tengah, Kab. Bone Bolango

Keluarga

2.

Anis N.

Desa Molutabu, Kec Kabila Bone, Kab. Bone Bolango

Koci Djingo

Desa molutabu, Kec. Kabila Bone, Kab. Bone Bolango

Keluarga

3.

Karim Makidu Desa Oluhuta, Kec. Kabila, Kab. Bone Bolango

Isti Qomariah Desa Oluhuta,

Kec.Kabila, Kab Bone Bolango

Keluarga

4.

Iwan Usman

Desa molutabu, Kec. Kabila Bone, Kab. Bone Bolango

Yuyun Kimbo Desa molutabu, Kec. Kabila Bone, Kab. Bone Bolango

(22)

5.

Amran Datuage Ds. Tingkohubu, Kec. Suwawa, Kab. Bone Bolango

Astuti Isa

Ds. Tingkohubu, Kec. Suwawa, Kab. Bone Bolango

Teman Sekampung

Sumber: Data Sekunder 2013, diolah

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa pada umumnya antara korban dan pelaku adalah kenal baik dan mempunyai hubungan yang dekat. Dari tabel di atas juga dapat dilihat bahwa hubungan pelaku dan korban cenderung mempunyai hubungan keluarga, pacar dan teman sekampung. Pada kasus pertama (kasus 1 sampai 3) hubungan antara korban dan pelaku adalah hubungan kelurga (Paman dan Keponakan). Tindak pidana yang terjadi ini karena pelaku memanfaatkan posisinya sebagai orang yang lebih tua dari dari korban, sehingga korban harus menghormatinya dan memaksa korban untuk menuruti keinginannya. Dalam hal ini pelaku mengatakan pada korban bahwa yang lebih muda harus patuh dan menuruti apa yang diperintahkan oleh orang yang lebih tua. Sehingga korban pun dengan terpaksa mau menuruti apa yang diinginkan oleh pelaku.

Selain hubungan keluarga, pada tindak pidana pencabulan terhadap anak di bawah umur juga terdapat hubungan pacaran yaitu korban adalah merupakan pacar dari pelaku atau dengan kata lain korban dan pelaku adalah sepasang kekasih. Pada kondisi seperti ini, biasanya pelaku merayu korban dengan mengatasnamakan cinta. Dalam hal ini pelaku mengatakan kalau korban harus melakukan apa yang diinginkan pelaku, sebagai bukti cinta korban terhadap pelaku. Selain itu pelaku biasanya mengancam akan meninggalkan korban jika

(23)

tidak mau menuruti keinginan pacarnya (pelaku). Karena seringnya ancaman yang dilakukan pelaku, korban akhirnya terpaksa menuruti apa yang diinginkan pelaku.

Berdasarkan wawancara dengan Briptu Hijriyanti Baruadi menjelaskan bahwa korban juga mempunyai peran dalam terjadinya tindak pidana ini. Jadi pada dasarnya terjadinya tindak pidana pencabulan terhadap anak bukan hanya disebabkan oleh pelaku, tetapi juga karena korban baik disadari atau tidak disadari oleh korban. Peranan korban itu sendiri dalam bentuk bermacam-macam. Adapun bentuk-bentuk peranan korban berdasarkan wawancara yang dilakukan oleh penulis diantaranya adalah cara berpakaian korban yang terlalu terbuka, gaya berjalan korban yang menggoda, serta pergaulan korban yang terlalu bebas. Dari cara berpakaian korban yang terbuka dan seksi dan gaya berjalan korban dapat mengundang pelaku untuk melakukannya karena dapat membangkitkan nafsu syahwat pelaku. Pergaulan korban yang terlalu bebas maksudnya disini adalah korban tidak membatasi pergaulan dengan lawan jenisnya sehingga pelaku menganggap korban perempuan gampangan sehingga mendorong pelaku untuk melakukan tindak pidana pencabulan atau bahkan mungkin perkosaan.5

Selain itu pada korban yang mempunyai hubungan khusus dengan pelaku seperti pacaran kebiasaan korban yang mau diajak keluar pelaku pada malam hari menjadikan pelaku dapat dengan mudah melakukan perbuatannya pada korban. Pada korban yang masih sekolah kebiasaan korban yang tidak langsung pulang ke rumahnya tetapi mau diajak ke rumah pelaku atau sekadar jalan-jalan dulu menjadikan pelaku mempunyai banyak kesempatan untuk melampiaskan

5

Wawancara dengan Briptu Hijriyanti Baruadi, penyidik polisi UPPA Polres Bone Bolango, tanggal 10 Mei 2013, diolah.

(24)

nafsunya. Keberadaan korban yang jauh dari jangkauan orang tua menjadikan korban mudah dirayu oleh pelaku untuk menuruti keinginan pelaku.6

Pada tindak pidana pencabulan dengan anak sebagai korban, modus operandi yang dilakukan oleh pelaku dalam melancarkan aksinya bisa dalam berbagai bentuk. Salah satu modus operandi yang dilakukan oleh pelaku adalah dengan berpura-pura pacaran dengan anak yang usianya di bawah umur 18 tahun. Dengan memacari korban, pelaku akan lebih mudah melakukan aksinya yaitu dengan alasan mengatasnamakan cinta untuk merayu dan memperdaya korban. Apabila melihat usia korban yang masih di bawah umur, maka korban akan dengan mudah termakan rayuan pelaku, karena pada dasarnya usia korban adalah usia yang masih sangat rentan dan lemah secara psikologisnya. Selain dua cara yang sudah uraikan di atas, yang lebih parah adalah pelaku biasanya langsung memaksa korban untuk menuruti keinginannya. Pelaku mengancam akan menyakiti dan membunuh korban jika korban tidak mau menuruti keinginan pelaku. Korban sebagai sosok yang lemah dan tidak berdaya, tidak mampu melawan pelaku yang secara fisik lebih besar, sehingga dengan mudah pelaku melakukan aksinya.7

Berdasarkan hasil wawancara dengan Briptu Adnan Tandi mengatakan bahwa tempat-tempat terjadinya tindak pidana pencabulan atau kejahatan asusila lainnya dengan anak di bawah umur sebagai korban biasanya adalah tempat-tempat sepi, misalnya di semak-semak. Pelaku memilih tempat-tempat sepi dalam melakukan perbuatannya karena pelaku akan dengan mudah menguasai korban

6 Wawancara dengan Briptu Hijriyanti Baruadi, penyidik polisi UPPA Polres Bone Bolango,

tanggal 10 Mei 2013, diolah. 7

(25)

karena tidak ada orang yang mengetahui perbuatannya. Dengan begitu pelaku akan bebas memaksa dan mengancam korban untuk memenuhi nafsunya. Selain ditempat sepi, tempat lain yang biasanya dipilih pelaku adalah di rumah korban ataupun dirumah pelaku, bahkan terkadang dirumah kerabat (keluarga) korban atau pelaku. Hal ini tentunya terjadi pada saat kondisi rumah sedang kosong atau sepi. Pelaku sudah mengetahui bahwa keadaan rumahnya kosong sehingga pelaku mengajak korban ke rumahnya. Pada saat itulah pelaku merayu korban sehingga mau melakukan apa yang diinginkan pelaku. Apabila korban menolak, karena kondisi rumah sedang dalam keadaan kosong maka pelaku akan dengan mudah memaksa dan mengancam korban untuk memenuhi keinginannya. Sementara itu korban yang pada posisi lemah tidak mampu untuk melawan pelaku dan dengan terpaksa menuruti keinginan pelaku.8

Berdasarkan wawancara dengan Brigadir Yahya B. dalam proses penangan (proses hukum) yang dilakukan oleh Polres Bone Bolango khususnya Satreskrim Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (UPPA) yakni laporan dari korban langsung diterima oleh Sentra Pelayanan Kepolisian (SPK) dimana merupakan unit yang pertama berhubungan dengan pelapor atau korban. Dari SPK laporan kemudian diteruskan ke Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim). Oleh Satreskrim laporan tersebut kemudian dipelajari untuk menentukan laporan tersebut akan diteruskan ke unit mana. Pada kasus pencabulan dengan anak di bawah umur sebagai korban, Satreskrim melimpahkan laporan ke UPPA untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut. UPPA sendiri adalah suatu unit khusus di

8

Wawancara dengan Briptu Adnan Tandi, penyidik polisi UPPA Polres Bone Bolango, tanggal 13 Mei 2013, diolah

(26)

bawah pengawasan Satreskrim yang khusus melayani perkara-perkara tindak pidana kesusilaan dengan pelaku ataupun korban adalah perempuan dan anak. Setelah menerima laporan dari Satreskrim, UPPA segera melakukan pemeriksaan baik terhadap korban, saksi, maupun pelaku. Pemeriksaan ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui terpenuhi atau tidaknya unsur-unsur tindak pidana. 9 Selain itu pemeriksaan juga dilakukan untuk mencari alat bukti guna memperlancar proses persidangan. Perihal alat bukti sebagaimana diatur dalam Pasal 184 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yaitu:

Pasal 184

(1) Alat bukti yang sah adalah: a. keterangan saksi

b. keterangan ahli c. surat

d. petunjuk

e. keterangan terdakwa

(2) Hal yang sudah secara umum diketahui tidak perlu dibuktikan.10

Pemeriksaan yang dilakukan oleh UPPA terhadap saksi dan pelaku merupakan rangkaian pencarian alat bukti sebagaimana diuraikan dalam Pasal 184 KUHAP, yaitu keterangan saksi dan terdakwa merupakan alat bukti sah. Jika semua unsur-unsur tindak pidana sudah terpenuhi, maka proses selanjutnya yang dilakukan oleh UPPA adalah melakukan penyidikan mulai dari visum et repertum, sita barang bukti, pemeriksaan saksi, pemeriksaan terdakwa dan pemeriksaan pelaku. Yang dimaksud dengan visum et repertum adalah laporan tertulis yang dibuat oleh dokter atas permintaan pihak yang berwenang tentang segala sesuatu yang dilihat dan ditentukan dalam pemeriksaan barang bukti berdasarkan sumpah

9 Wawancara dengan Brigadir Yahya Boudelo, KANIT UPPA Polres Bone Bolango, tanggal

10Mei 2013, diolah

10

(27)

dan berdasarkan pengetahuan yang sebaik-baiknya. Dalam kasus pencabulan ini, permintaan visum sendiri digunakan untuk mengetahui apakah dalam tubuh korban terdapat luka akibat kekerasan atau ancaman kekerasan yang dilakukan oleh pelaku terhadap korban.

Pada sita barang bukti, penyidik yaitu anggota UPPA melakukan penyitaan terhadap barang-barang yang bisa dijadikan barang bukti misalnya pakaian korban dan pakaian pelaku, serta alat-alat lain yng digunakan oleh pelaku untuk melancarkan perbuatannya. Barang-barang bukti tersebut dapat digunakan polisi sebagai alat bukti untuk menuntut pelaku dalam persidangan.

Sementara itu pemeriksaan terhadap saksi dan tersangka maupun korban dilakukan karena mereka merupakan orang yang terkait langsung terhadap terjadinya tindak pidana. Pemeriksaan terhadap mereka dilakukan dengan tujuan untuk memberikan keterangan yang sebenar-benarnya tentang terjadinya tindak pidana tersebut, karena merekalah yang secara langsung melihat terjadinya tindak pidana tersebut.

Setelah semua pemberkasan yang dimulai visum et repertum, pemeriksaan saksi dan korban, pemeriksaan tersangka, dan penyitaan barang bukti selesai, maka berkas kemudian diserahkan ke Kejaksaan. Di Kejaksaan berkas tersebut diteliti lagi oleh pihak Kejaksaan mengenai kelengkapannya. Apabila berkas masih kurang, maka berkas dikembalikan lagi ke penyidik untuk dilengkapi. Tetapi apabila berkas sudah lengkap menurut Kejaksaan, kemudian Kejaksaan menyatakan P21. Yang dimaksud dengan P21 adalah bahwa dinyatakan sudah lengkap yang berarti pemeriksaan sudah selesai. Setelah semua rangkaian

(28)

pemberkasan selesai, selanjutnya dilakukan penyerahan tersangka beserta semua barang bukti yang sudah dikumpulkan kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU) untuk dilakukan proses selanjutnya yaitu proses persidangan sampai penjatuhan vonis oleh hakim.

Pada semua proses penanganan tindak pidana, wewenang polisi hanya sampai pada tahap penyidikan. Untuk tahap selanjutnya merupakan wewenang dari Kejaksaan.

4.3Faktor-Faktor Yang Menyebabkan Terjadinya Tindak Pidana Pencabulan Di Wilayah Hukum Bone Bolango

Dalam hal mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya tindak pidana pencabulan, dapat dimulai dengan mengetahui peningkatan, hubungan pelaku sampai modus operandi dari kasus pencabulan, dalam hal ini Polres Bone Bolango, khususnya Unit Pelayanan Perempuan dan Anak, dalam hal ini menurut Briptu Hijriyanti Baruadi ada tiga jenis kekerasan terhadap anak yang diklasifikasikan sebagai kejahatan yang sangat meresahkan anak dan masyarakat yang diantaranya ialah kekerasan fisik, kekerasan seksual dan kekerasan psikis.11

Pelaku tindak pidana pencabulan dalam melakukan suatu tindak pidananya dilakukan dengan berbagai macam cara untuk pemenuhan atau pencapaian hasrat seksualnya, sehingga banyak anak-anak yang menjadi korban pencabulan.

11

Wawancara dengan Briptu Hijriyanti Baruadi, penyidik polisi UPPA Polres Bone Bolango, tanggal 10 Mei 2013, diolah.

(29)

Berdasarkan hasil penelitian, dalam hal pencabulan dapat dilakukan dengan beragam modus operandi sebagai berikut12 :

1. Modus 1

Pelaku melakukan tindak pidana pencabulan dengan cara pelaku mengajak berkenalan dengan anak yang akan menjadi korbannya, pelaku menawarkan sesuatu seperti mengantarkannya pulang ataupun menjanjikan sesuatu. Setelah korban menerima penawaran tersebut pelaku melakukan pencabulan.

2. Modus 2

Pelaku melakukan pencabualan terhadap anak di bawah umur dengan cara pelaku yang mempunyai jiwa yang dekat dengan anak-anak atau yang sering berada di lingkungan anak-anak, mengajak bermain ataupun berbicara dengan anak kemudian mengajaknya ke suatu tempat dengan iming-iming akan diberi sejumlah uang atau hadiah, setelah anak tersebut mengiyakan ajakan pelaku, setelah itu pelaku melakukan pencabulan.

3. Modus 3

Pelaku melakukan pencabulan terhadap anak di bawah umur dengan cara atau modus kekerasan dan ancaman kekerasan terhadap anak atau korbannya sehingga anak tersebut menjadi takut, dan pelaku bebas melakukan pencabulan terhadap korbannya.

Dari modus-modus operandi pencabulan terhadap anak di bawah umur di atas, ialah sejumlah modus operandi atau cara yang digunakan oleh pelaku demi mencapai kepuasan seksualnya yang dilampiaskan kepada anak-anak.

12 Wawancara dengan Briptu Adnan Tandi, penyidik polisi UPPA Polres Bone Bolango, tanggal

(30)

Berdasarkan penelitian dan disertai dengan wawancara Kanit Pelayanan Perempuan dan Anak, faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya tindak pidana pencabulan yakni peredaran CD porno, pengaruh minuman keras, unsur coba-coba, dan adanya kesempatan.13 Selain itu faktor-faktor lain ialah sebagai berikut :

1. Faktor Lingkungan.

Faktor lingkungan merupakan salah satu faktor yang dapat mendukung terjadinya tindak pidana pencabulan terhadap anak di bawah umur. Hal ini dapat terjadi dikarenakan situasi dan keadaan dari lingkungan tempat tinggal yang mendukung dan memberi kesempatan untuk melakukan suatu tindak pidana pencabulan terhadap anak di bawah umur, yang antara lain sebagai berikut :

a. Pergaulan di lingkungan masyarakat sekitar yang terkadang sering kali melanggar norma-norma yang berlaku seperti perkumpulan yang seringkali berperilaku yang tidak sopan seperti mengganggu wanita, minum-minuman beralkohol dan lain sebagainya.

b. Lingkungan tempat tinggal yang cenderung mendukung terjadinya kejahatan, seperti lampu penerangan jalanan yang tidak memadai sehingga menimbulkan daerah tersebut menjadi gelap, dan sepi yang dimana hal tersebut dapat mendukung terjadinya tindak pidana pencabulan.

c. Keadaan di lingkungan keluarga yaitu kurang efisiennya antisipasi keluarga terhadap anak seperti seorang anak dibiarkan bermain atau berpergian sendirian tanpa pendampingan dan pengawasan secara intensif sehingga anak

13

Wawancara dengan Brigadir Yahya Boudelo, KANIT UPPA Polres Bone Bolango, tanggal 10Mei 2013, diolah

(31)

tidak dapat diawasi dengan baik, dengan siapa anak bermain ataupun dengan siapa teman yang baru anak kenal dan ketahui.

2. Faktor Kebudayaan

Kebudayaan merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya tindak pidana pencabulan terhadap anak di bawah umur yang dalam hubungannya dengan masalah ini merupakan suatu hasil karya yang diciptakan dan secara terus-menerus diperbaharui oleh sekelompok masyarakat tertentu atau dengan kata lain perkembangan suatu ciri khas masyarakat pada suatu daerah seperti gaya hidup masyarakat.

Faktor-faktor yang dapat menyebabkan terjadinya pencabulan pada anak-anak yaitu dengan berkembangnya kebudayaan tersebut dapat mengarah pada keterbukaan dalam bentuk seksual, seperti gaya berpakaian terutama kaum wanita dan ditiru oleh anak-anak, semakin bebasnya pergaulan terutama dalam hal seksual bebas dan lain-lain yang mengarah pada perbuatan melanggar kesusilaan dan norma-norma yang berlaku.

Menurut Brigadir Yahya Boudelo, faktor budaya berpakaian bagi anak terkadang mengikuti perkembangan zaman yang model dari pakaiannya tidak menutupi auratnya yang hal ini disebabkan usia seorang anak masih dalam taraf peniruan orang-orang disekitarnya demi tumbuh kembangnya, hal berpakaian inilah yang sedikit demi sedikit hal dapat menjadi dampak yang mengancam anak untuk dilakukannya suatu perbuatan pencabulan tersebut, dikarenakan anak yang berpakaian tidak menutupi auratnya yang dapat mengundang hasrat seksual orang

(32)

lain untuk menjadi seorang pelaku pencabualan demi pemenuhan hasrat seksual pelaku.14

3. Faktor Ekonomi.

Ekonomi merupakan suatu penunjang kehidupan setiap manusia, ekonomi atau keuangan dapat merupakan faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya suatu pencabualan terhadap anak di bawah umur. Dalam hal yang dimaksud tersebut ialah apabila seseorang mengalami himpitan atau kesusahan dalam bidang perekonomian, hal tersebut dapat menganggu akal pikirannya dan dapat mengakibatkan orang tersebut akan mengalami stres berat, sehingga dapat membuat orang tersebut melakukan sesuatu hal yang tak bisa dikontrol oleh dirinya sendiri. Hal ini cenderung di kehidupan berkeluarga dan pengangguran yang dapat melakukan tindakan apa saja yang tak bisa dikontrol oleh dirinya sendiri akibat dari kemerosotan perekonomian dalam kehidupannya.15

4.4Upaya Polres Bone Bolango Untuk Mencegah Terjadinya Tindak Pidana Pencabulan

Pihak kepolisian sebagai salah satu lembaga yang mempunyai tanggung jawab dalam melakukan penegakan hukum dan menjadi ujung tombak dalam menanggulangi terjadinya tindak pidana, dimana polisi merupakan penyidik utama dalam menangani suatu tindak pidana. Sebagai institusi pertama yang berinteraksi langsung dengan tindak pidana, maka diperlukan suatu keahlian dan kecakapan khusus dalam menghadapi tindak pidana yang terjadi di masyarakat.

14

Wawancara Brigadir Yahya Boudelo, KANIT UPPA Polres Bone Bolango, tanggal 10Mei 2013, diolah

(33)

Untuk itu polisi memberikan pelayanan kepada masyarakat guna memberikan perlindungan dan rasa aman dan nyaman bagi masyarakat. Dalam hal upaya polisi untuk mencegah terjadinya tindak pidana pencabulan seperti yang telah dijelaskan di atas dalam memberikan perlindungan hukum terhadap anak di bawah umur sebagai korban tindak pidana pencabulan, maka upaya-upaya yang dilakukan polisi adalah sebagai berikut:

1. Upaya Preventif

Upaya preventif adalah upaya yang dilakukan oleh pihak kepolisian untuk mencegah terjadinya tindak pidana kesusilaan dengan anak sebagai korban. Adapun upaya-upaya tersebut adalah:

a. Melakukan koordianasi dengan semua pihak yang memiliki keterkaitan dan kepentingan akan terjadinya tindak pidana kesusilaan termasuk pencabulan terhadap anak di bawah umur. Koordinasi ini penting dilakukan untuk menemukan solusi dalam pencegahan terjadinya tindak pidana pencabulan terhadap anak di bawah umur. Pihak-pihak terkait ini diantaranya adalah sekolah-sekolah, pemerintah daerah, dan LSM-LSM yang mengkhususkan perhatiannya pada anak.

b. Melaksanakan penyuluhan atau sosialisasi hukum kepada masyarakat guna lebih meningkatkan kesadaran hukum masyarakat maupun bekerjasama dengan pihak sekolah untuk sosialisasi permasalahan hukum dengan pelajar. Berdasarkan wawancara dengan Briptu Adnan Tandi mengatakan bahwa dalam hal ini unit yang bertugas adalah Satuan Binamitra. Penyuluhan ini dilakukan dengan nara sumber langsung dari pihak

(34)

kepolisian yang sudah berpengalaman dalam menangani terjadinya tindak pidana. Dengan adanya penyuluhan hukum ini diharapkan dapat meningkatkan kesadaran hukum masyarakat sehingga memperlancar dam mempermudah tugas polisi karena pada dasarnya dalam melaksanakan pekerjaannya polisi sangat membutuhkan kerjasama dengan masyarakat secara langsung.16

c. Melakukan operasi-operasi terpadu di tempat-tempat yang dicurigai sebagai tempat yang rawan terjadinya tindak pidana. Tempat-tempat yang dimaksud antara lain di tempat-tempat hiburan yang ditengarai merupakan tempat yang rawan terjadinya tindak pidana.

d. Melakukan penggrebekan terhadap pengedar VCD porno dan tempat-tempat penyewaan VCD porno. Hal ini dilakukan karena salah satu terjadinya tindak pidana pencabulan terhadap anak adalah karena pengaruh dari menonton VCD porno. Dengan adanya upaya ini diharapkan dapat mencegah atau minimal mengurangi angka tindak pidana kesusilaan terhadap anak di bawah umur.

Dalam upaya preventif ini pihak kepolisian hanya melakukan upaya yang terkait dengan institusinya. Pada dasarnya upaya preventif ini tidak selamanya harus dilakukan oleh kepolisian, akan tetapi juga bisa dilakukan oleh lingkungan, sekolah, maupun keluarga.

Upaya prevetif ini dilakukan dengan tujuan untuk mencegah atau minimal mengurangi terjadinya tindak pidanan pencabulan terhadap anak di bawah umur.

16

Wawancara dengan Briptu Adnan Tandi, penyidik polisi UPPA Polres Bone Bolango, tanggal 13 Mei 2013, diolah.

(35)

Dengan adanya upaya preventif ini, maka masyarakat terutama orangtua akan lebih hati-hati menjaga dan mengawasi anak-anaknya agar tidak menjadi korban pencabulan atau kejahatan kesusilaan lainnya. Selain itu anak juga bisa lebih hati-hati dalam bergaul karena sudah tahu akan bahayanya apabila berhubungan terlalu dekat dengan lawan jenisnya.

2. Upaya Represif

Upaya represif merupakan upaya yang dilakukan oleh pihak kepolisian untuk memberantas terjadinya suatu tindak pidana. Upaya ini dilakukan setelah tindak pidana itu terjadi. Adapun upaya-upaya yang dilakukan oleh Polres Bone Bolango adalah:

a. Menerapkan aturan hukum yang tepat baik dalam KUHP maupun diluar KUHP yang terkait dengan tindak pidana kesusilaan terhadap anak dibawah umur misalnya UUPA. Hal ini dilakukan untuk menghindari kesalahan penerapan pasal dengan tujuan agar pelaku tidak lepas dari jeratan hukum.

b. Kepada saksi dilakukan pemanggilan secara resmi yaitu dengan mengirimkan surat pemanggilan untuk menjadi saksi pada perkara tindak pidana pencabulan terhadap anak di bawah umur. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 146 ayat (2) KUHAP, yaitu: “Penuntut umum menyampaikan surat panggilan kepada saksi yang memuat tanggal, hari serta jam sidang yang untuk perkara apa ia dipanggil yang harus sudah

(36)

diterima oleh yang bersangkutan selambat-lambatnya tiga hari sebelum sidang dimulai.”17

Apabila saksi menolak untuk datang memenuhi panggilan dengan alasan yang bisa diterima oleh penyidik, maka penyidik akan mendatangi saksi ke rumahnya dan selanjutnya melakukan pemeriksaan terhadap saksi secara langsung di rumahnya. Akan tetapi apabila saksi memang pada dasarnya sengaja tidak mau hadir memenuhi panggilan, maka saksi tersebut dapat dikenai ancaman Pasal 224 KUHP, yaitu:18

Pasal 224

Barangsiapa yang dipanggil sebagai saksi, ahli atau juru bahasa menurut undang-undang dengan sengaja tidak memenuhi suatu kewajiban yang menurut undang-undang selaku demikian harus dipenuhinya, diancam:

1. dalam perkara pidana, dengan pidana pencara paling lama sembilan bulan;

2. dalam perkara lain, dengan pidana penjara paling lama enam bulan. Upaya ini dilakukan dengan tujuan untuk mempercepat proses hukum sehingga pelaku dapat dihukum secepatnya sesuai dengan perbuatannya. Selain itu juga pada korban memberikan dampak positif karena dengan melihat upaya yang dilakukan oleh kepolisian yang secara bersungguh menangani kasusnya, korban akan merasa dihargai dan diperhatikan. Hal ini secara psikologis dapat menumbuhkan rasa kepercayaan diri lagi bagi korban untuk lebih siap dalam menghadapi masa depannya pasca kejadianyang dialaminya

17

Andi HAmzah, Op.cit., hal 289-290

(37)

c. Kepada tersangka yang melarikan diri, polisi melakukan upaya pencarian terhadap tersangka dan apabila tidak juga menemukan, maka polisi memasukkan dalam Daftar Pencarian Orang (DPO). Apabila tersangka sudah ditemukan, maka polisi segera melakukan penangkapan terhadap tersangka. Adapun yang dimaksud dengan penangkapan berdasarkan Pasal 1 angka 20 KUHAP, yang berbunyi: “Penangkapan adalah suatu tindakan penyidik berupa pengekangan sementara waktu kebebasan tersangka atau terdakwa apabila terdapat cukup bukti guna kepentingan penyidikan atau penuntutan dan atau peradilan dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini.”19 Penangkapan ini dilakukan setelah adanya pelaporan korban atau pihak lain yang tahu dan berdasarkan bukti permulaan yang cukup sebagaimana diatur dalam Pasal 17 KUHAP, yang berbunyi: “Perintah penangkapan dilakukan terhadap seorang yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti permulaan yang cukup.”20

Dengan tertangkapnya pelaku diharapkan korban merasa aman karena tidak akan mendapatkan perlakuan yang sama untuk kedua kalinya. Hal ini sebagaiamana diatur dalam Pasal 64 ayat (3) huruf c UUPA, yaitu:21

Pasal 64 ayat (3) huruf c

(3) Perlindungan khusus bagi anak yang menjadi korban tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan melalui:

c. pemberian jaminan keselamatan bagi saksi korban dan saksi ahli, baik fisik, mental, maupun sosial.

19

Andi HAmzah, Op.cit., hal 232.

20 Andi HAmzah, Op.cit., hal 239.

21

Undang-Undang RI No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Beserta Penjelasannya,

(38)

Pada pelaksanaan upaya penanggulangan jenis represif ini yang dilakukan Polres Bone Bolango adalah jenis treatmen atau perlakuan yaitu mengenai sanksi pidana. Sedangkan untuk punishment atau penghukuman sudah bukan merupakan tanggung jawab pihak kepolisian melainkan tugas hakim pengadilan.

Berdasarkan wawancara dengan Brigadir Yahya B. dalam hal upaya polisi untuk mencegah terjadinya tindak pidana pencabulan di wilayah hukum Polres Bone Bolango diantaranya yaitu:22

1. Untuk penempatan korban mengenai rumah aman, masih diusulkan kepada Pemerintah Daerah untuk membangun rumah aman di Kabupaten Bone Bolango.

2. Menambah jumlah personil Polres Bone Bolango, khususnya untuk Unit PPA. Mengingat jumlah petugas yang menangani tindak pidana pencabulan terhadap anak masih kurang terutama petugas polisi wanita yang hanya satu orang.

22 Wawancara dengan Brigadir Yahya Boudelo, KANIT UPPA Polres Bone Bolango, tanggal 10

Referensi

Dokumen terkait

1. Pemanfaatan Bis City Tour terdapat beberapa manfaat yang dirasakan oleh berbagai seperti bagi Dinas Pariwisata dan kebudayan Kota Padang Bis City Tour bermanfaat

bersejarah yang tidak dimanfaatkan dalam kegiatan operasional pemerintahan disajikan dalam bentuk unit di dalam Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK) dengan

Pienemmillä kristillisillä yhteisöillä, kopteilla ja abessinialaisilla (nyk. etiopialaisilla) oli myös oma asemansa pyhän haudan kirkon alueella. 53 Eri kirkkokunnilla oli myös

Dalam Hidayat (2005: 14) menyatakan bila anak akan melaksanakan suatu demonstrasi perlu memperhatikan prosedur sebagai berikut: 1) Perlu dijelaskan kepada anak

Tahapan berikutnya yaitu kertas cakram yang telah direndam dalam larutan sampel esktrak etanol dengan dua konsentrasi ditempatkan pada permukaan media PDA yang

Dari analisis data yang telah dikemukakan sebelumnya diketahui adanya korelasi yang signifikan antara daya tahan otot lengan dengan hasil tembakan 30 meter Atlet Panahan

Berdasarkan dari hasil penelitian maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : diperoleh kekuatan otot lengan (X) mempunyai hubungan signifikan dengan kemampuan

Listrik yang dihasilkan berupa tegangan bolak-balik 220 VA (persis sama dengan PLN). Pemakainnya adalah masyarakat pelaku UMKM, seperti warung soto, penjual nasi