• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemalsuan Identitas Data Diri Anak Di Bawah Umur dalam Perkawinan dan Akibat Hukumnya (Studi Kasus Desa Ongkoe Kec. Belawa Kab. Wajo) - Repositori UIN Alauddin Makassar

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Pemalsuan Identitas Data Diri Anak Di Bawah Umur dalam Perkawinan dan Akibat Hukumnya (Studi Kasus Desa Ongkoe Kec. Belawa Kab. Wajo) - Repositori UIN Alauddin Makassar"

Copied!
95
0
0

Teks penuh

(1)

i

DAN AKIBAT HUKUMNYA

(Studi Kasus Desa Ongkoe Kec. Belawa Kab. Wajo)

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Meraih Gelar Sarjana Hukum Jurusan Perbandingan Mazhab dan Hukum

pada Fakultas Syariah dan Hukum UIN Alauddin Makassar

Oleh:

NURASMA HUDONG NIM: 10400113022

(2)

ii

Nama : Nurasma Hudong

NIM : 10400113022

Tempat/Tgl.Lahir : Ongkoe, 12 januari1996

Jurusan : Perbandingan Mazhab dan Hukum Fakultas : Syariah dan Hukum

Alamat : Jl. AP. Pettarani

Judul : Pemalsuan Identitas Data Diri Anak di Bawah Umur dalam Perkawinan dan Akibat Hukumnya (Studi Kasus Desa Ongkoe Kec. Belawa Kab. Wajo)

Menyatakan dengan sesungguhnya dan penuh kesadaran bahwa skripsi ini benar adalah hasil karya sendiri. Jika dikemudian hari terbukti bahwa ini merupakan duplikat, tiruan, plagiat, atau dibuat oleh orang lain, sebagian atau seluruhnya, maka skripsi dan gelar yang diperoleh karenanya batal demi hukum.

Samata, 22 April 2017 Penyusun,

(3)
(4)

iii

نيلسرملاو ءايــبنلأا فرشا ىلع م لاـسلاو ة لاصلاو نيـملاعلا بر لله دمحلا

,

هبحصو هـلا ىلعو

نيعمجا

.

دـعب اما

Rasa syukur yang sangat mendalam penyusun panjatkan kehadirat Allah swt. atas segala limpahan rahmat, hidayah, serta karunia-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan judul “Pemalsuan identitas data diri anak di bawah umur dal;am perkawinan dan akibat hukumnya (Studi kasus Desa Ongkoe Kec. Belawa Kab. Wajo)” sebagai ujian akhir program Studi di Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar. Shalawat serta salam semoga selalu tercurah pada baginda Nabi Muhammad saw. yang menjadi penuntun bagi umat Islam.

Saya menyadari bahwa, tidaklah mudah untuk menyelesaikan skripsi ini tanpa bantuan dan doa dari berbagai pihak. Penyusun mengucapkan terima kasih yang teristimewa untuk kedua orang tua saya Ayahanda tercinta H. Hudong dan Ibunda tercinta Hj.Marhuni yang tak henti-hentinya mendoakan, memberikan dorongan moril dan materil, mendidik dan membesarkan saya dengan penuh cinta kasih sayang, serta Kakak-kakak saya Muh. Fadly, SE dan Ramlah Hudong, SKM atas semua perhatian dan kasih sayangnya. Ucapan terima kasih juga kepada :

(5)

iv

M.Ag selaku Ketua dan Sekertaris Jurusan Perbandingan Mazhab dan Hukum Fakultas Syariah dan Hukum UIN Alauddin Makassar yang selalu memberikan bimbingan, dukungan, nasehat, motivasi demi kemajuan penyusun.

4. Bapak Dr. H. Azman, M.Ag dan Dr. H. Abdul Wahid Haddade, L.c., M.HI Selaku pembimbing skripsi yang telah sabar memberikan bimbingan, dukungan, nasihat, motivasi demi kemajuan penyusun.

5. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen serta jajaran Staf Fakultas Syariah dan Hukum UIN Alauddin Makassar terkhusus Ibu Maryam yang telah memberikan ilmu, membimbing penyusun dan membantu kelancaran sehingga dapat menjadi bekal bagi penyusun dalam penulisan skripsi ini dan semoga penyusun dapat amalkan dalam kehidupan di masa depan.

6. Teman-teman seperjuangan di Jurusan Perbandingan Mazhab dan Hukum terkhusus Angkatan 2013 “ARBITER” Fakultas Syariah dan Hukum UIN Alauddin Makassar.

7. Teman-teman seperjuangan Nasrullah, Rahmatullah, Syahrir, Musdalifah, Astria Ningsih, Fitriani, dan Zarindah Group yang telah memberikan doa, dukungan, perhatian serta kasih sayangnya dan terima kasih atas kesabaran yang tak henti-hentinya menyemangati dan memberikan motivasi selama penyusunan skripsi ini. 8. Sahabat-sahabat saya di kampus dan teman-teman satu bimbingan yang telah

(6)

v

Penyusun menyadari bahwa tidak ada karya manusia yang sempurna di dunia ini. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati penyusun menerima kritik dan saran yang membangun sehingga dapat memperbaiki semua kekurangan yang ada dalam penulisan hukum ini.Semoga penulisan hukum ini dapat bermanfaat bagi siapapun yang membacanya. Amin Yaa Rabbal Alamin.

Samata, 24 April 2017 Penyusun,

(7)

vi

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ... ii

PENGESAHAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

PEDOMAN TRASNSLITERASI ... ix

ABSTRAK ... xvii

BAB I PENDAHULUAN ... 1-10 A.Latar Belakang Masalah ... 1

B.Rumusan Masalah ... 6

C.Fokus Penelitian dan Deksripsi Fokus ... 6

D.Kajian Pustaka ... 7

E. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 11-38 A.Perkawinan ... … 11

1.Pengertian Perkawinan ... 11

2.Dasar Hukum Perkawinan... 20

3.Tujuan dan Prinsip Perkawinan ... 21

4. Syarat dan Rukun Sahnya Perkawinan ... 26

5.Hikmah Perkawinan ... 33

B.Perkawinan di Bawah Umur ... .. 35

(8)

vii

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 39- 43

A.Jenis Penelitian ... 39

B.Lokasi Penelitian ... 40

C.Pendekatan penelitian ... 30

D.Sumber data ... 41

E. Metode Pengumpulan Data ... .42

F. Instrumen Penelitian ... 43

G.Teknik Pengolahan dan Analisis Data ... 44

BAB IV PEMALSUAN IDENTITAS DATA DIRI ANAK DI BAWAH UMUR DALAM PERKAWINAN DAN AKIBAT HUKUMNYA………. 45- 69 A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... . 45

1.Letak Geografis dan Demografis ... 45

2.Data Warga yang Melakukan Pemalsuan Identitas dalam Perkawinan ... 49

B. Faktor- Faktor yang Melatarbelakangi terjadinya Pemalsuan Identitas Data Diri Anak di Bawah Umur dalam Perkawinan…….. 55

C. Pandangan Masyarakat terhadap Pemalsuan Data Diri Anak di bawah Umur dalam Perkawinan……… 61

D. Akibat Hukum Pemalsuan Identitas……… 63

(9)

viii

KEPUSTAKAAN ... 72-73 LAMPIRAN-LAMPIRAN

(10)

ix dapat dilihat pada tabel berikut : 1. Konsonan

Huruf Arab

Nama Huruf Latin Nama

ا Alif Tidak

dilambangka n

Tidak dilambangkan

ب Ba B Be

ت Ta T Te

ث ṡa ṡ es (dengan titik diatas)

ج Jim J Je

ح ḥa ḥ ha (dengan titik dibawah)

خ Kha Kh ka dan ha

د Dal D De

ذ Zal Z zet (dengan titik diatas)

ر Ra R Er

ز Zai Z Zet

س Sin S Es

ش Syin Sy es dan ye

(11)

x

ع „ain ̒ apostrof terbalik

غ Gain G Ge

ف Fa F Ef

ق Qaf Q Qi

ك Kaf K Ka

ل Lam L El

م Mim M Em

ن Nun N En

و Wau W We

ه Ha H Ha

ء Hamzah ̓̓ Apostrof

ى Ya Y Ye

Hamzah (ء) yang terletak di awal kata mengikuti vokalnya tanpa diberi tanda apa pun . Jika ia terletak di tengah atau di akhir , maka ditulis dengan tanda ( ̓ ).

2. Vokal

Vokal bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia, terdiri atas vokal tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong.

(12)

xi

اِا Kasrah I I

اُا ḍammah U U

Vokal rangkap bahasa Arab yang lambangnya berupa gabungan antara harakat dan huruf, transliterasinya berupa gabungan huruf, yaitu:

Tanda Nama Huruf Latin Nama

اَ fatḥah dan yā̓̓ Ai a dan i

اَو fatḥah dan

wau

Au a dan u

Contoh: فيك : kaifa ل ىه : haula

3. Maddah

Maddah atau vokal panjang yang lambangnya berupa harakat dan huruf, transliterasinya berupa huruf dan tanda, yaitu:

Harakat dan Huruf

Nama Huruf dan

tanda

Nama

اَ … / اَا

….

Fatḥah dan alif atau yā̓̓

Ā a dan garis di

(13)

xii

atas

Contoh:

ت ام : māta ًمر : ramā ميق : qīla ت ىمي : yamūtu 4. Tā marbūṭah

Tramsliterasi untuk tā’ marbūṭah ada dua yaitu: tā’ marbūṭah yang hidup atau mendapat harakat fatḥah, kasrah, dan ḍammah, transliterasinya adalah (t). sedangkantā’ marbūṭah yang mati atau mendapat harakat sukun, transliterasinya adalah (h).

Kalau pada kata yang berakhir dengan tā’ marbūṭah diikuti oleh kata yang menggunakan kata sandang al- serta bacaan kedua kata itu terpisah, maka tā’ marbūṭah itu ditransliterasikan dengan ha (h).

Contoh:

ل افط لاا ةض ور : rauḍah al-aṭfāl

ةهض افنا ةىيدمنا : al-madīnah al-fāḍilah ةمكحنا : rauḍah al-aṭfāl

(14)

xiii Contoh:

اىبر : rabbanā اىيجو : najjainā قحنا : al-ḥaqq معو : nu”ima ودع : „duwwun

Jika huruf ي ber-tasydid di akhir sebuah kata dan didahului oleh huruf kasrah (฀ـــــ), maka ia ditransliterasi seperti huruf maddah menjadi ī.

Contoh:

يهع : „Ali (bukan „Aliyy atau „Aly)

يبرع : „Arabī (bukan „Arabiyy atau „Araby)

6. Kata Sandang

Kata sandang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan huruf لا (alif lam ma‟arifah). Dalam pedoman transliterasi ini, kata sandang

ditransliterasi seperti biasa, al-,baik ketika ia diikuti oleh huruf syamsyiah maupun huruf qamariah. Kata sandang tidak mengikuti bunyi huruf langsung yang mengikutinya. Kata sandang ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya dan dihubungkan dengan garis mendatar ( - ).

Contoh :

(15)

xiv

Aturan transliterasi huruf hamzah menjadi apostrof ( „ ) hanya berlaku

bagi hamzah yang terletak di tengah dan akhir kata. Namun, bila hamzah terletah di awal kata, ia tidak dilambangkan, karena dalam tulisan Arab ia berupa alif.

Contoh :

نورمات : ta‟murūna عىىنا : al-nau‟ ءيش : syai‟un ترما : umirtu

8. Penulisan Kata Arab yang Lazim Digunakan dalam Bahasa Indonesia

Kata, istilah atau kalimat Arab yang ditransliterasi adalah kata, istilah atau kalimat yang belum dibakukan dalam bahasa Indonesia. Kata, istilah atau kalimat yang sudah lazim dan menjadi bagian dari perbendaharaan bahasa Indonesia, atau sering ditulis dalam tulisan bahasa Indonesia, atau lazim digunakan dalam dunia akademik tertentu, tidak lagi ditulis menurut cara transliterasi di atas. Misalnya, kata al-Qur‟an (dari al-Qur‟ān), Alhamdulillah, dan munaqasyah. Namun, bila kata-kata tersebut menjadi bagian dari satu rangkaian teks Arab, maka harus ditransliterasi secara utuh. Contoh:

Fī Ẓilāl al-Qur‟ān

(16)

xv Contoh:

الله هيد dīnullāh الله اب billāh

Adapun tā’ marbūṭah di akhir kata yang disandarkan kepada lafẓ al-jalālah, ditransliterasi dengan huruf (t).contoh:

مهههنا ةمحر يف hum fī raḥmatillāh

10. Huruf Kapital

Walau sistem tulisan Arab tidak mengenal huruf capital (All caps), dalam transliterasinya huruf-huruf tersebut dikenai ketentuan tentang penggunaan huruf capital berdasarkan pedoman ejaan Bahasa Indonesia yang berlaku (EYD). Huruf capital, misalnya, digunakan untuk menulis huruf awal nama diri (orang, tempat, bulan) dan huruf pertama permulaan kalimat. Bila nama diri didahului oleh kata sandang (al-), maka yang ditulis dengan huruf kapital tetap dengan huruf awal nama diri tersebut, bukan huruf awal kata sandangnya. Jika terletak pada awal kalimat, maka huruf A dari kata sandang tersebut menggunakan huruf kapital (Al-). Ketentuan yang sama juga berlaku untuk huruf awal dari judul referensi yang didahului oleh kata sandang al-, baik ketika ia ditulis dalam teks maupun dalam catatan rujukan (CK, DP, CDK, dan DR). contoh:

Wa mā Muḥammadun illā rasūl

(17)

xvi Al-Munqiż min al-Ḋalāl

Jika nama resmi seseorang menggunakan kata Ibnu (anak dari) dan Abū (bapak dari) sebagai nama kedua terakhirnya, maka kedua nama terakhir itu harus disebutkan sebagai nama akhir dalam daftar pustaka atau daftar referensi. Contoh:

Abū al-Walīd Muḥammad ibn Rusyd, ditulis menjadi: Ibnu Rusyd, Abū al-Walīd Muḥammad (bukan: Rusyd, Abū al-Walīd Muḥammad Ibnu)

Naṣr Ḥāmid Abū Zaīd, ditulis menjadi: Abū Zaīd, Naṣr Ḥāmid (bukan: Zaīd, Naṣr Ḥāmid Abū).

B. Daftar Singkatan

Beberapa singkatan yang dibakukan adalah: swt. : subḥānahū wa ta‟ālā

saw. : ṣallallāhu „alaihi wa sallam M : Masehi

(18)
(19)

xvii

DALAM PERKAWINAN DAN AKIBAT HUKUMNYA (Studi Kasus Desa Ongkoe Kec. Belawa Kab. Wajo)

Pokok permasalahan yang akan diteliti pada skripsi ini yaitu apa yang menyebabkan terjadinya pemalsuan identitas data diri anak di bawah dalam perkawinan di masyarakat, Pokok masalah tersebut dijabarkan ke dalam submasalah yaitu yaitu 1. Faktor-faktor apa yang melatarbelakangi terjadinya pemalsuan identitas data diri anak di bawah umur dalam perkawinan, 2. Bagaimana pandangan masyarakat tentang pemalsuan identitas data diri anak dibawah umur tersebut dan 3. Bagaimana akibat hukum terhadap pemalsuan identitas tersebut, 4. Bagaimanakah solusi agar tidak terjadinya pemalsuan identitas pada anak di bawah umur dalam Perkawinan.

Penelitian ini merupakan jenis penelitian lapangan (field research) yaitu Kualitatif Dekskriftif. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan tekhnik wawancara terhadap pihak-pihak yang melakukan pemalsuan atau pengubahan identitas agar mempermudah melangsungkan sebuah perkawinan anak yang masih di bawah umur dengan mengubah identitasnya berupa kk,ktp dan akta kelahiran.

Berdasarkan hasil penelitian tersebut terjawab bahwa alasan terjadinya pemalsuan identitas data diri anak di bawah umur dalam perkawinan tanpa melalui proses pengadilan, di sebabkan karena beberapa hal yaitu kurangnya kemampuan masyarakat dalam hal ekonomi untuk melakukan dispensasi kawin. Karena untuk berpengadilan membutuhkan biaya yang tidak sedikit dan adanya pihak yang berperan untuk bersedia mengurus segala dokumem atau berkas dalam melangsungkan sebuah perkawinan, karena sebahagian masyarakt tidak tau menahu tentang seluk beluk dalam melakukan kepengurusan dokumen atau berkas dan adanya hubungan antar pihak ke kantor desa dan dukcapil sehingga dalam mengubah data anak yang akan dikawinkan mudah untuk dilakukan. Serta kurangnya pengetahuan masyarakat tentang usia ideal untuk kawin dan dampak dari perkawinan di bawah umur tersebut sehingga masih sering terjadi praktek pemalsuan di masyarakat.

(20)

1

Pada umumnya manusia akan mengalami tiga peristiwa penting, yaitu berupa kelahiran, perkawinan dan kematian. Dari ketiga peristiwa tersebut, jika dikaitkan dengan kedudukan manusia sebagai warga negara, maka peristiwa yang terpenting adalah perkawinan,karena perkawinan adalah suatu perilaku makhluk ciptaan Tuhan yang Maha Esa agar kehidupan di alam dunia berkembang.

Perkawinan merupakan ikatan lahir batin antara seorang lelaki dengan seorang perempuan sebagai suami isteri, dengan tujuan untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhahan yang Maha Esa.1 Melangsungkan perkawinan ialah utnuk saling mendapat hak dan kewajiban serta bertujuan untuk mengadakan hubungan pergaulan yang dilandasi tolong menolong. 2

Perkawinan juga merupakan salah satu kebutuhan manusia yang meliputi kebutuhan lahiriah maupun batiniah, kebutuhan lahiriah tersebut terdorong oleh naluri manusia untuk mengembangkan keturunan yang sah dan bersifat biologis. Unsur rohaniah dalam perkawinan merupakan penjelmaan dari hasrat manusia untuk hidup berpasang-pasangan dengan rasa kasih sayang, perkawinan dianggap sebagai sesuatu yang sakral karena perkawinan merupakan masalah keagamaan. sehingga perkawinan harus dilaksanakan dengan rangkaian upacara yang bersifat religius dan dilakukan menurut hukum, agama dan kepercayaan dari pihak yang melangsungkan pernikahan tersebut.

1

Tahir Maloko, Dinamika Hukum dalam Perkawinan (Cet. I; Makassar: Alauddin University Press, 2012), h. 30.

2

(21)

Perkawinan atau pernikahan diartikan sebagai perjanjian antara laki-laki dan perempuan bersuami isteri, dalam bahasa indonesia perkawinan berasal dari kata “kawin” yang menurut bahasa artinya membentuik keluarga dengan lawan jenis,

melakukan hubungan kelamin atau bersetubuh. Perkawinan disebut juga “pernikahan” berasal dari kata nikah yang menurut bahasa ialah mengumpulkan, saling memasukkan, dan digunakan untuk arti bersetubuh. Nikah juga bisa diartikan suatu akad yang menghalakan pergaulan antara seorang laki-laki dan perempuan yang bukan muhrimnya dan menimbulkan hak dan kewajiban antara keduanya3.

Dalam pasal 2 ayat 1 undang-undang nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan,yaitu perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya4, sesuai dengan bunyi pasal 2 undang-undang nomor 1 tahun 1974 tersebut diatas maka perkawinan bagi orang Islam di Indonesia sah apabila telah dilakukan sesuai dengan hukum Islam dan telah memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan dalam undang-undang perkawinan. Jadi perkawinan tidak sah dan batal apabila dilangsungkan tanpa memenuhi syarat dan rukun yang telah ditentukan dalam undang-undang nomor 1 tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam.

Dalam Islam perkawinan adalah suatu ikatan yang sangat kuat untuk menyatukan lelaki dengan perempuan dalam perkawinan sebagai wadah keluarga yang penuh ketentraman dan kasih sayang, dan perkawinan merupakan salah satu perintah agama kepada yang mampu utnuk segera melakukannya5. Oleh karenanya

3

Sabri Samin dan Andi Nurmaya Aroeng, Fikih II (Makassar: Alauddin Press, 2010), h. 2. 4

Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995), h. 56. 5

(22)

dalam melakukan perkawinan diperlukan kesungguhan dan keseriusan. Karena dalam perkawinan akan muncul berbagai masalah yang dihadapi setiap pasangan, tentu saja hal ini memerlukan sikap dan pikiran yang matang untuk dapat menyelesaikan permasalahan. Kesiapan psikis (mental) baik laki-laki maupun perempuan tidak kalah penting ketimbang persiapan fisik, artinya secara fisik laki-laki dan perempuan sudah sampai pada batas umur yang bisa dikategorikan menurut hukum positif dan baligh menurut hukum Islam mengingat kehidupan ini tidak selalu ramah bahkan terkadang kejam belum lagi menghadapi menghadapi tingkah laku suami isteri yang terkadang tidak sesuai dengan keinginan masing-masing, maka untuk menghadapi permasalahan ini, diperlukan kesiapan mental yang dapat ditunjukkan dengan sebuah kedewasaan cara berpikir dan bertindak untuk menyelesaikan masalah.

Dengan perkawinan maka terjalin ikatan lahir antara suami istri dalam hidup bersamaan diliputi rasa ketentraman (sakinah) dan kasih sayang (mawaddah wa rahmah) . firman allah dalm Q.S Ar-Rum/30:21

                                    Terjemahnya

“diantara tanda-tanda kekuasaan Allah, ialah diciptakan untuk kamu jodoh dari jenis kamu sendiri, supaya kamu menemukan ketentraman (sakinah) pada jodoh itu dan diadijadikan antara kamu rasa kasih dan sayang (mawaddah wa rahmah)”6

Sehubungan dengan ayat tersebut di atas, maka untuk mencapai tujuan tersebut, tentunya memerlukan kematangan didalam rumah tangga hingga

6

(23)

kebahagiaan, kedamaian, dan ketentraman itu dapat terwujud dan penentuan batas minimum usia dalam perkawinan sangat penting karena secara tidak langsung mempengaruhi kualitas dalam kehidupan berumah tangga.

Undang-Undang perkawinan No.1 Tahun 1974 memberikan batasan usia perkawinan seperti yang tercantum dalam pasal 7 ayat 1 “perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun”. Kemudian dalam

pasal 22 disebutkan bahwa, perkawinan yang dilaksanakan dimana salah satu pihak atau kedua belah pihak masih di bawah umur, maka perkawinan dapat dibatalkan. Namun demikian, dalam keadaan tertentu Undang- Undang perkawinan memberikan jalan keluar yakni apabila perkawinan yang demikian tidak dapat dielakkan lagi maka perkawinan dapat dilangsungkan setelah yang bersangkutan memperoleh dispensasi dari pejabat yang ditunjuk.

Setiap orang tua pasti menginginkan anak yang saleh dan saleha yang taat pada Allah SWT dan orang tua7, dibalik keceriaan dan kelucuan sang anak, sesungguhnya dia membutuhkan perhatian dan bimbingan orang tua. Begitu pula orang tua, segala yang terbaik ingin diberikan sebagai tanda cinta bagi sang buah hati, karena sibuah hati bagai tak ternilai harganya. Namun masih sering orang tua mengabaikan persiapan kematangan fisik dan jiwa anak didalam memasuki rumah tangga baru, sehingga yang sering terjadi dalam perkawinan terancam dengan suatu keretakan. Tak tanggung- tanggung orang tua akan menjodohkan dan melakukan segala cara untuk mewujudkan pernikahan anaknya meskipun anak tersebut masih

7

(24)

dibawah umur dengan cara memalsukan identitas data diri anak tasnpa memikirkan konsekuensi yang mereka akan hadapi.

Identitas merupakan jati diri yang terdapat pada setiap individu tetapi dengan adanya pemalsuan identitas seseorang dapat memalsukan data diri mereka untuk suatu kepentingan, terlebih lagi dalam memalsukan data diri anak di bawah umur untuk melakukan suatu perkawinan. Hal tersebut merupakan sesuatu yang lumrah dalam masyarakat agar perkawinan anak mereka tidak menjadi kendala dikemudian hari dalam masalah umur. Pemalsuan identitas data diri anak di bawah umur dalam pernikahan sudah menjadi hal yang turun temurun yang setiap tahunnya, alasan karena perjodohan dan takut karena pergaulan bebas yang dipilih para orang tua untuk secepatnya mengawinkan anaknya yang masih di bawah umur yang sering terjadi di Indonesia terkhususnya di Desa Ongkoe Kec. Belawa Kab. Wajo karena perkawinan seharusnya dilaksankan dengan dasar cinta dan umur yang matang dan tidak berdampak negatif dikemudian hari. Karena dalam suatu ikatan perkawinan sebagai salah satu bentuk perjanjian suci antara seorang pria dan wanita yang mempunyai segi-segi perdata, berlaku beberapa asas yaitu kesukarelaan, kebebasan memilih dan persetujuan kedua belah pihak8, Maka hakikat rukun nikah adalah persetujuan antara kedua belah pihak dan persesuaian kehendak kedua belah pihak untuk saling mengikatkan diri 9.

Hal ini menjadi sebuah penomena yang menarik bagi penulis untuk diteliti secara elaborative, berdasarkan permasalahan tersebut penulis memutuskan untuk

8

Muhammad Daud Ali, Hukum Islam (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1990), h. 139. 9

(25)

menulis skripsi dengan judul: “Pemalsuan Identitas Data Diri Anak di Bawah Umur dalam Perkawinan dan Akibat Hukumnya (Studi Kasus Desa Ongkoe Kec. Belawa Kab. Wajo).

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan dari uraian diatas, maka penulis mengajukan pokok permasalahan tentang Pemalsuan Identitas data diri anak di bawah umur dalam perkawinan dan akibat hukumnya, maka dapat dirumuskan sub-sub masalalah sebagai berikut:

1. Bagaimana pandangan masyarakat tentang pemalsuan identitas data diri anak di bawah umur tersebut?

2. Faktor-Faktor apa yang melatarbelakangi terjadinya pemalsuan identitas data diri anak di bawah umur dalam perkawinan?

3. Bagaimana akibat hukum terhadap pemalsuan identitas tersebut?

4. Bagaimanakah solusi agar tidak terjadinya pemalsuan identitas pada anak di bawah umur dalam perkawinan?

C. Fokus Penelitian dan Deskripsi Fokus

1. Fokus Penelitian

(26)

2. Deskripsi Fokus

Berdasarkan fokus penelitian dari uraian sebelumnya, penelitian ini menjelaskan tentang pemalsuan identitas data diri anak di bawah umur dalam perkawinan dan akibat hukumnya di Desa Ongkoe Kec.Belawa kab. Wajo.

Pemalsuan identitas data diri anak di bawah umur dalam perkawinan yang berarti perkawinan yang belum mencapai umur dewasa untuk melangsungkan sebuah perkawinan, perkawinan adalah ikatan lahir batin antara laki-laki dan wanita untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan yang maha Esa. yang dimaksud disini ialah anak yang melangsungkan pernikahan tetapi tidak sesuai dengan data mereka atau dengan kata lain memalsukan data diri untuk mendapatkan kesesuain umur yang sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan yakni umur yang belum cukup di palsukan ke umur 17 sampai 20 tahun.

(27)

Dari adanya pemalsuan identitas tersebut akan dikenakan akibat hukum. akibat hukum adalah akibat suatau tindakan yang dilakukan untuk memperoleh suatu akibat yang dikehendaki oleh pelaku dan yang telah diatur oleh hukum.

D. Kajian Pustaka

Masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah pemalsuan identitas data diri anak di bawah umur, agar nantinya pembahasan ini fokus pada pokok kajian maka peneliti dilengkapi dengan beberapa literatur diantaranya sebagai berikut:

1. M. Fauzil Adhim dalam bukunya yang berjudul Indahnya Pernikahan Dini,

mengemukakan bahwa menyegarakan pernikahan merupakan perkara yang baik dan penuh kemaslahatan, tetapi tergesah-gesah dalam menikah dapat menimbulkan keburukan.

2. Muhammad Saleh Ridwan dalam bukunya yang berjudul Keluarga Sakinah

Mawaddah Warahmah mengemukakan bahwa dalam suatu perkawinan hal

yang paling utama untuk membentuk keluarga sakinah mawaddah warahmah ialah dimulai dengan pengembangan karakter anak yang dimulai dari keluarga. Dan dalam buku ini membahas tentang cara untuk membentuk keluarga yang baik sesuai dengan syarta-syarat yang telah ditetapkan.

3. Tahir Maloko dalam bukunya yang berjudul Dinamika Hukum dalam

Perkawinan mengemukakan bahwa dalam menjalin sebuah ikatan

perkawinan harus berlandaskan kepada syarat dan rukun dalam perkawinan agar tercapai perkawinan yang sesuai dengan Tuhan yang maha Esa.

(28)

yang menimbulkan hak dan kewajiban antara keduanya dan dalam buku ini terdiri beberapa dasar hukum dalam Al-qur’an tentang perkawinan dan pendapat beberapa Imam Mazhab.

Dari beberapa penelitian terdahulu, peneliti tidak menemukan judul yang sama tetapi terdapat sedikit pembahasan yang sama. Penelitian ini mengambil pembahasan yang berbeda mengenai pandangan masyarakat tentang pemalsuan identitas data diri anak di bawah umur dalam perkawinan dan akibat hukumnya, Hal inilah yang salah satu membedakan penelitian ini dengan hasil penelitian sebelumnya.

E. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Penelitian dalam rangka menulis proposal ini, mempunyai tujuan yang hendak dicapai, sehimgga peneltian ini akan lebih terarah serta dapat mengenai sasarannya. Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk:

a. Mengetahui faktor- faktor yang melatarbelakangi pemalsuan identitas data diri anak di bawah umur dalam perkawinan

b. Mengetahui pandangan masyarakat tentang pemalsuan identitas data diri anak di bawah umur dalam perkawinan

c. Mengetahui akibat hukum dengan adanya pemalsuan identitas terkait anak di bawah umur dalam perkawinan

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kegunaan baik dari segi praktis maupun dari segi teoritis:

(29)

Bagi perkembangan ilmu hukum, hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna dan bermanfaat untuk memberikan masukan bagi perkembangan ilmu pengetahuan dibidang hukum yang berlaku di indonesia pada khususnya dan Bagi perkembangan kebijakan, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi pemerintah terutama bagi Lembaga pencacatan sipil agar sekiranya lebih jelih dalam melihat adanya pemalsuan identitas data diri anak di bawah umur dalam pembuatan surat-surat atau kartu tanda penduduk.

b. Kegunaan Praktis

(30)

11 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Perkawinan

1. Pengertian Perkawinan

Perkawinan secara etimologi yaitu persetubuhan adapula yang mengartikannya sebagai perjanjian, sedangkan secara terminologi menurut Abu Hanifah perkawinan ialah aqad yang dikukuhkan untuk memperoleh kenikmatan dari seorang wanita yang dilakukan dengan sengaja.1 Perkawinan adalah Ikatan lahir batin antara seorang lelaki dengan seorang perempuan sebagai suami isteri, dengan tujuan untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhahan yang Maha Esa. Pencantuman berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa adalah karena negara Indonesia berdasarkan kepada Pancasila yang sila pertamanya adalah Ketuhanan Yang Maha Esa. Sampai di sini tegas dinyatakan bahwa perkawinan mempunyai hubungan yang erat sekali dengan agama, kerohanian sehingga perkawinan bukan saja mempunyai unsur lahir/jasmani tetapi juga memiliki unsur batin/rohani Dan dalam Kompilasi Hukum islam menegaskan bahwa perkawinan adalah akad yang sangat kaat (Mistaqan Ghalidzhan) untuk menaati perintah Allah SWT, dan melaksanakannya merupakan Ibadah2. Perkawinan dapat dilihat dari tiga unsur yaitu:

1

M Ali Hasan, Pedoman Hidup Berumah Tangga dalam Islam ( Cet I; Jakarta: Prenada Media, 2003) h. 11.

2

(31)

a. Perkawinan dilihat dari Segi Hukum.

Dipandang dari segi hukum, perkawinan merupakan suatu perjanjian oleh Al-Qur’an surat An-Nisa ayat 21 dinyatakan perkawinan adalah perjanjian yang sangat kuat, disebutkan dengan kata-kata “Mitssaqan Ghaaliizhan”.

b. Perkawinan dilihat dari segi sosial.

Dalam masyarakat setiap bangsa, ditemui suatu penilaian yang umum adalah bahwa orang yang berkeluarga mempunyai kedudukan yang lebih dihargai dari mereka yang tidak kawin. Dulu sebelum adanya peraturan tentang perkawinan, wanita bisa dimadu tanpa batas dan tanpa berbuat apa-apa, tetapi menurut ajaran Islam dalam perkawinan mengenai kawin poligami hanya dibatasi paling banyak empat orang dengan syarat-syarat yang tertentu.

c. Perkawinan dilihat dari segi Agama.

Pandangan suatu perkawinan dari segi agama yaitu suatu segi yang sangat penting. Dalam agama, perkawinan dianggap suatu lembaga yang suci. Upacara perkawinan adalah upacara yang suci, yang kedua pihak dihubungkan menjadi pasangan suami isteri atau saling meminta menjadi pasangan hidupnya.3

Perkawinan merupakan sunnatullah yang berlaku pada semua makhluk-Nya, sebagai sesuatu yang paling baik dipilih Allah SWT untuk berkembang biak dan melestariak hidupnya.

Namun Allah tidak mau menjadikan manusia seperti mahluk lainnya yang hidup bebas mengikuti nalurinya dan berhubungan antar jantang dan betina tanpa aturan. Untuk menjaga kehormatan manusia, Allah mengadakan hukum sesuai

3

(32)

dengan kehormatan dan naluri manusia, melalui ijab dan qobul sebagai lambang adanya salin ridha yang dihadiri sejumlah saksi. Itulah yang kemudian disebut dengan perkawinan.

Dengan perkawinan tersebut makhluk hidup dapat berkembang biak dan mengembangkan keturunannya sehingga dapat mempertahankan eksistensi kehidupannya di Alam.4 Perkawinan bagi manusia sebagaiaman makhluk hidup lainnya adalah suatu cara yang dipilih Allah sebagai jalan untuk beranak, berkembang biak untuk kelestarian hidupnya, setelah masing-masing pasangan melakukan peranan yang positif dalam mewujudkan tujuan perkawinan.

Perkawinan dalam islam tidak semata-mata sebagai hubungan atau kontrak keperdataan biasa, akan tetapi ia mempuyai nilai ibadah. Maka, sangat tepat jika kompilasi menegaskannya sebagai akad yag sangat kuat (miitsaqan gholiidzhan) untuk menaati perintah Allah swt, dan melaksanakan ya merupakan ibadah. Dalam firman Allah swt QS. Adz Dzariyaat/51:49



















Terjemahnya :

“Dan segala sesuatu kami jadikan berpasang-pasangan, supaya kamu mengingat kebesaran Allah”5

4

Abdillah Mustari, Reinterpretasi Konsep-Konsep Hukum Perkawinan Islam (Cet. I; Makassar: Aluddin University Press, 2011), h. 123.

5

(33)

Perkawinan merupakan salah satu perintah agama kepada yang mampu untuk segera melaksanakaanya. Karena dengan perkawinan ,dapat mengurangi maksiat penglihatan memelihara diri dari perbuatan zina. Oleh karena itu , bagi mereka yang berkeinginan untuk menikah, sementara perbekalan untuk memasuki perkawinan belum siap, dianjurkan berpuasa. Dengan berpuasa , diharapkan dapat membentengi diri dari perbuatan tercela yang sangat keji, yaitu perzinaan

Manusia diciptakan dengan potensi hidup berpasang-pasangan dimana satu sama lain membutuhkan , karena manusia memiliki potensi dan motivasi beragam yang menggambarkan bahwa dalam hal melakukan perkawinanpun manusia juga memiliki argumentasi yang berbeda-beda. Perbedaan motivasi dan argumentasi tersebut karena berdasarkan macam hirarki kebutuhan seperti:

1) Hirarki Fisiologis yaitu penyaluran hasrat pemenuhan kebutuhan seksual yang sah dan normal.

2) Kebutuhan Fsikologis yaitu rasa ingin mendapatkan perlindungan, kasih saying, ingin merasa aman dam dihargai.

3) Kebutuhan Sosial yaitu memenuhi tugas social dalam suatu adat keluarga yang lazim bahwa menginjak usia dewasa menikah merupakan cermin dari kematangan social.

4) Kebutuhaan Religi yaitu dengan melaksanakan dari kematangan sosial. 6

6

(34)

Dengan demikian tujuan perkawinan menurut islam adalah tersalurnya naluri seks kedua ingsan yang berlainan jenis secara sah, sehingga keduanya dapat melestarikan kehidupanya, Allah berfirman dalam QS. Al-Furqan/25: 74.

































Terjemahnya :

“ orang yang berkata: ”Ya tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami istri-istri dan keturunan kami sebagai penyenan hati (kami) dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.”7

Menurut A.A.A Fyzee “perkawinan adalah perjanjian untuk mensahkan

hubungan kelamin dan untuk melanjutkan keturunan” 8 . dan menurut Sayyid sabiq Perkawinan adalah salah satu sunnahtullah yang berlaku pada semua makhluk tuhan, baik pada manusia, hewan maupun tumbuh-tumbuhan 9 . sedangkan perkawinan menurut Hukum islam adalah suatu akad atau perikatan utnuk menghalalkan hubungan kelamin antara laki-laki dan perempuan dalam rangka mewujudkan kebahagiaan hidup keluarga yang diliputi rasa ketentraman serta kasih sayang dan cara yang di ridhai Allah. Sedangkan menurut Dr. Anwar Haryono, SH Perkawinan

7

Kementrian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya (Bandung: Jumanatul Ali-Art, 2004), h. 331.

8

Anwar Harjono, Hukum Islam Keluasan dan Keadilan (Jakarta: Bulan Bintang, 1968), h. 220.

9

(35)

adalah suatu perjanjian yang suci antara seorang laki-laki dengan seorang wanita membentuk keluarga bahagia.10

Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa pernikahan adalah suatu akad yang menyebabkan kebolehan bergaul antara seorang laki laki dengan seorang wanita dan saling menolong di antara keduanya serta menentukan batas hak dan kewajiban di antara keduanya.

Dalam memasuki dunia baru dalam pasangan baru, atau lebih dikenal dengan pengantin baru memang merupakan suatu yang membahagiakan. Tetapi bukan berarti tanpa ada kesulitan, dari pertama melangkah ke pelaminan semuanya sudah akan terasa lain. Lepas dari ketergantungan terhadap orang tua, teman, saudara untuk kemudian mencoba hidup bersama orang yang mungkin belum pernah kenal sebelumnya. Semua ini memerluka kesiapan khusus agar tidak terjebak dalam sebuah dilema rumah tangga yang dapat mendatangkan penyesalan di kemudian hari.

Di antara persiapan yang harus dilakukan oleh pasangan baru yang akan mengarungi bahtera rumah tangga:

1. Usia Perkawinan

Usia perkawinan khusunya untuk perempuan secara tegas tidak disebutkan dalam Al-Qur’an maupun Hadits Nabi, sehingga anak perempuan pada usia dimana mereka belum memahami arti berumah tangga ketika dinikahkan maka nikahnya sah.

10

(36)

Namun para ulama modern memandang perlu memberikan batasan minimal usia perkawinan dengan alasan untuk kemaslahatan, nikah dibawah umur yang menjadi fenomena sebagian masyarakat muslim karena secara fiqh di pandang sah tanpa mempertimbangkan kematangan psikologis maupun kematangan organ reproduksi.

Ketidaksiapan organ reproduksi perempuan dalam memasuki jenjang perkawinan menimbulkan dampak yang berbahaya bagi ibu dan bayinya. Penelitian yang dilakukan oleh sejumlah perguruan tinggi dan Lembaga Swadaya Masyarakat Perempuan, bahwa dampak perkawinan di bawah umur dimana organ reproduksi belum siap untuk dibuahi dapat memicu penyakit pada reproduksi misalnya pendarahan terus menerus, keputuhan, infeksi, keguguran dan kemandulan.11 Usia ideal pembuahan pada organ reproduksi perempuan sekurang-kurangnya adalah sejalan dengan usia kematangan psikologis yakni di umur 21 tahun, dimana ibu dipandang telah siap secara fisik dan mental untuk menerima kehadiran buah hati dengan berbagai masalahnya.

2. Persiapan Mental

Perpindahan dari dunia remaja memasuki fase dewasa dibawah naungan perkawinan akan sangat berpengaruh terhadap psikolgis, sehingga diperlukan persiapan mental dalam menyandang status baru sebagai ayah dan ibu. Rumah tangga merupakan sebuah perjalanan panjang yang memerlukan persiapan dan bekal yang cukup. Kesiapan mental merupakan salah satu bekal yang sangat menentukan ketahana dalam menghadapi masalah-masalah yang yang muncul dalam kehidupan rumah tangga. Sering terjadi dimasyarakat menikah tanpa adanya kesiapan mental,

11

(37)

meskipun secara finansial telah mencukupi tetapi hal tersebut belum menjamin akan harmonisnya rumah tangga yang akan dibina.

Kematangan mental biasanya tidak mengikuti kematangan usia kronologi, namun biasanya semakin bertambahnya usia seseorang maka semakani pula bertambah kematangan mental, emosional maupun spritural. untuk itu kesiapan mental menjadi sangat penting, untuk menjadi pertimbangan dalam menentukan kapan seseorang akan siap untuk menikah.

3. Mengenali Calon Pasangan

Menikah dapat diartiakn sebagai bersatunya dua pribadi yang berbeda hal tersebut akan menjadi sebuah konsekuensi dengan banyaknya perbedaan yang muncul, satu hal yang kurang disadari oleh orang-orang yang menikah adalah bahwa bersatunya dua pribadi bukanlah persoalan yang sederhana. Setiap orang mempunyai sejarahnya masing-masing dan punya latar belakang yang sering kali sangat jauh berbeda. Seperti Hadits dibawah ini:

هىع الله يضز َةَسْيَسُه يِبَأ ْهَع

(

ًةَأَسْمِا َجَّوَزَح ٍمُجَسِن َلاَق مهسو هيهع الله ىهص َّيِبَّىنَا َّنَأ

:

َثْسَظَوَأ

اَهْيَنِإ

?

َلاَق

:

َلَ

.

َلاَق

:

اَهْيَنِإ ْسُظْواَف ْبَهْذِا

)

12 Artinya:

“Dari Abu Hurairah bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam pernah bertanya kepada seseorang yang akan menikahi seorang wanita: "Apakah engkau telah melihatnya?" Ia menjawab: Belum. Beliau bersabda: "Pergi dan lihatlah dia." (HR Muslim).

12

(38)

Maka dari itu perlunya penyesuaian- penyesuaian untuk mengenal lebih jauh terhadap pasangan, segala kekurangan dan kelebihan perlu dipahami agar dapat menentukan bagaimana harus bersikap karena dalam kehidupan rumah tangga adalah saling melengkapi satu dengan yang lainnya sehingga tercipta keharmonisan.

4. Adaptasi Lingkungan

Lingkungan keluarga harus mejadi suatu kesiapan dalam menerima keluarga dari pasangan dan masyarakat sekitarnya, karena hakikat dari sebuah perkawinan bukan perkawinan antara dua orang yang berpasangan sebagai suami isteri tetapi lebih luas lagi antara keluarganya dengan keluarga pasangannya dan segala sesuatu untuk meciptakan lingkungan keluarga yang baik.

5. Menciptakan Suasana Islami

Suasan islami ini dapat dibentuk melalui penataan ruang, gerak, dan tingkah laku keseharian hal itu akan membentuk suasan Islami, Sakinah, Mawaddah, dan Wa

rahma. untuk itu suasana islami harus direncanakan sebelum memasuki rumah tangga

(39)

َلاَق مهسو هيهع الله ىهص ِّيِبَّىنا ِهَع هىع الله يضز َةَسْيَسُه يِبَأ ْهَعَو

:

(

ٍعَبْزَ ِلِ ُةَأْسَمْنَا ُحَكْىُح

:

اَهِناَمِن

,

اَهِبَسَحِنَو

,

اَهِناَمَجِنَو

,

اَهِىيِدِنَو

,

َكاَدَي ْجَبِسَح ِهيِّدنَا ِثاَرِب ْسَفْظاَف

)

ِتَّيِقَب َعَم ِهْيَهَع ٌقَفَّخُم

ِتَ ْبَّسنَا

.

13 Artinya:

Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Perempuan itu dinikahi karena empat hal, yaitu: harta, keturunan, kecantikan, dan agamanya. Dapatkanlah wanita yang taat beragama, engkau akan berbahagia." Muttafaq Alaihi dan Imam Lima.

Hadits diatas menjelaskan bahwa landasan dan tolak ukur yang digunakan dalam memilih calon suami adalah keimanan, ketaatan dalam menjalankan tuntutan agama,14 penghormatan nilai-nilai keislaman, kepemilikan rasa tanggung jawab dalam mengemban amanah Tuhan dan yang terpenting adalah berjuang dan mati di jalan Allah. Adapun hak dan Kewajiban Suami Isteri yang ditegaskan dalam Al-Qur’an dan Hadits yaitu pergaulan hidup bersama suami isteri yang baik dan tentram

dengan rasa cinta mencintai dan salin santun menyantun, menjaga rahasia masing-masing,Kepala Keluarga.15

2. Dasar Hukum Perkawinan

Hukum perkawinan ditinjau dari kondisi perseorangan adalah sebagai berikut:

13

Muslim Ibn Al-Hajjaj Abu Al-Hasan Al-Qusairi Al-Narsburi, Sahih Muslim, Hadits No. 1466, h. 1086.

14

Ali Qaimi, Menggapai Langit Masa Depan Anak (Cet. I; Bogor: Cahaya, 2002), h. 361. 15

(40)

a. Wajib, bagi orang yang mempunyai kemauan untuk menikah tidak dapat menahan nafsunya terhadap wanita dan ia mampu menikah.

b. Sunnah, terhadap orang yang telah mempunyai kemauan dan kemampuan untuk melangsungkan perkawinan sedang ia tak khawatir jatuh pada perzinahan. c. Mubah, bagi orang yang mempunyai kemampuan untuk menikah,akan tetapi

apabila tidak melakukannya tidak khawatir akan berbuat zina dan apabila melakukannya juga tidak akan menelantarkan isteri.

d. Makruh, bagi orang yang mempunyai kemampuan untuk melakukan perkawinan juga cukup mempunyai kemampuan untuk menahan diri sehingga tidak memungkinkan dirinya tergelincir berbuat zina sekiranya tidak kawin.

e. Haram, bagi orang yang tidak mempunyai keinginan dan tidak mempunyai kemampuan serta tanggung jawab untuk melaksanakan kewajiban-kewajiban dalam rumah tangga sehingga apabila melangsungkan perkawinan akan terlantarlah isteri dan anaknya. 16

3. Tujuan dan Prinsip Perkawinan

Tujuan perkawinan menurut agama islam ialah untuk memenuhi petunjuk agama islam dalam rangka mendirikan keluarga yang harmonis, sejahtera dan bahagia. Harmonis dalam menggunakan hak dan kewajiban anggota keluarga, sejahtera artinya terciptanya kenangan lahir dan batin disebabkan terpenuhinya keperluan hidup lahir dan batinnya, sehingga timbullah kebahagiaan, yakni kasih

16

(41)

sayang antara anggota keluarga.karena pernikahan tidak cukup hanya dengan ikatan lahir atau batin, melainkan harus keduanya.17

Manusia diciptakan Allah SWT mempunyai naluri manusiawi yang perlu mendapat pemenuhan18. Pemenuhan naluri manusiawi manusia yang antara lain keperluan biologisnya termasuk aktivitas hidup, agar manusia menuruti tujuan kejadiannya, Allah SWT mengatur hidup manusia dengan aturan perkawinan. Sehingga jika diringkas ada dua tujuan orang melangsungkan perkawinan ialah memenuhi nalurinya dan memenuhi petunjuk agama.19

Menurut Imam Al-Gazali, tujuan perkawinan yaitu: 1. Mendapat dan melangsungkan keturunan.

2. Memenuhi hajat untuk manusia untuk menyalurkan syahwatnya dan menumpahkan kasih sayangnya,

3. Memenuhi panggilan agama, memelihara diri dari kejahatan dan kerusakan, 4. Menumbuhkan kesungguhan untuk bertanggung jawab menerima hak serta

kewajiban, juga bersungguh-sunguh untuk memperoleh harta kekayaan yang halal.

5. Membangun rumah tangga untuk membentuk masyarakat yang tentram dan dasar cinta dan kasih sayang.

Tujuan perkawinan dalam undang-undang perkawinan No 1 Tahun 1974 adalah membentuk rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan

17

Atiqah Hamid, Fiqh Wanita (Cet.I; Yogyakarta: Diva Press, 2016), h. 82.

18

Abdul Rahman Ghazali, Fiqih Munakahat (Jakarta: Kencana, 2003), h. 22.

19

(42)

yang maha esa. Dalam Kompilasi Hukum Islam dijelaskan perkawinan bertujuan untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawaddah, dan warahmah. Dalam surah An-Nisa/ 4: 9 yang berbunyi:





































 Terjemahnya:

“Dan Hendaklah takut kepada Allah, orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka, oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar”20

Ayat tersebut memang bersifat umum, tidak secara langsung menunjukkan bahwa pernikahan yang dilakukan oleh pasangan usia muda di bawah ketentuan yang diatur UU No. 1 Tahun 1974 akan menghasilkan keturunan yang dikhawatirkan kesejahteraannya. Akan tetapi berdasarkan pengamatan berbagai pihak, rendahnya usia kawin lebih banyak menimbulkan hal-hal yang tidak sejalan dengan misi dan tujuan pernikahan, yaitu terwujudnya ketenteraman dalam rumah tangga berdasarkan kasih dan sayang.

Tujuan ini tentu akan sulit terwujud, apabila masing-masing mempelai belum masak jiwa dan raganya. Kematangan dan integritas pribadi yang stabil akan sangat berpengaruh di dalam menyelesaikan setiap problem yang muncul dalam menghadapi liku-liku dan badai rumah tangga.

20

(43)

Tujuan perkawinan dalam undang-undang perkawinan No 1 tahun 1974 adalah sangat ideal karena dari tujuan perkawinan tersebut yang diperhatikan bukan segi lahirnya saja tetapi sekaligus juga ikatan batin antara suami istri yang ditujukan untuk membina suatu keluarga atau rumah tangga yang kekal dan bahagia bagi keduanya yang disesuaikan dengan ketuhanan yang maha esa. Selain itu diharapkan rumah tangga tersebut dapat berlangsung seumur hidup dan perceraian diharapkan tidak akan terjadi. Untuk itu suami perlu saling membantu, melengkapi dan mengisi agar masing-masing dapat mengembangkan kepribadiannya serta mencapai kesejahteraan spiritual dan material.

Rumusan tujuan perkawinan di atas dapat diperinci sebagai berikut :

a. Menghalalkan hubunagn kelamin untuk memenuhi tuntutan hajat tabiat kemanusiaan.

b. Mewujudkan suatu keluarga dengan dasar cinta kasih. c. Memperoleh keturunan yang sah.21

Dari rumusan di atas, Filosof Islam Imam Ghazali membagi tujuan dan faedah perkawinan kepada lima hal, yaitu:

 Memperoleh keturunan yang sah yang akan melangsungkan keturunan serta memperkembangkan suku-suku bangsa manusia. Memperoleh anak dalam perkawinan bagi penghidupan manusia mengandung dua segi kepentingan yaitu, kepentingan untuk diri pribadi dan kepentingan yang bersifat umum (universal). Setiap orang yang melaksanakan perkawinan tentu mempunyai keinginan untuk memperoleh keturunan atau anak. Bisa dirasakan bagaimana perasaan suami istri

21

(44)

yang hidup berumah tangga tanpa mempunyai anak, tentu kehidupannya akan terasa sepi dan hampa. Biar pun keadaan rumah tangga mereka serba berkecukupan, harta cukup, kedudukan tinggi dan lain-lain serba cukup, tetapi kalau tidak mempunyai keturunan, kebahagiaan rumah tangga belum sempurna.

 Memenuhi naluri tuntunan naluriah hidup kemanusiaan Tuhan menciptakan manusia dalam jenis kelamin yang berbeda-beda. Yaitu jenias kelamin laki-laki dan perempuan sudah menjadi kodrat bahwa antara kedua jenis itu saling mengandung daya tarik. Dilihat dari sudut biologis daya tarik itu ialah keberanian atau seksual. Sifat keberanian yang biasanya didapati pada diri manusia baik laki-laki maupun perempuan adalah merupakan tabiat kemanusiaan. Memelihara manusia dari kejahatan dan kerusakan Salah satu faktor yang menyebabkan manusia mudah terjerumus ke dalam kejahatan dari kerusakan ialah adalah pengaruh hawa nafsu seksuil. Dengan tidak adanya saluran yang sah untuk memenuhi kebutuhan seksuilnya, biasanya manusia baik laki-laki, maupun wanita akan mencari jalan yang tidak halal. Pengaruh hawa nafsu itu adalah sedemikian besarnya, sehingga kadang-kadang manusia sampai lupa untuk menilai mana yang dan mana yang buruk. Menurut ajaran Islam, manusia itu memang diciptakan dalam keadaan lemah, termasuk lemah terhadap hawa nafsu.

(45)

 Menumbuhkan kesungguhan berusaha mencari rezeki penghidupan yang halal, dan memperbesar rasa tanggung jawab. Sebelum melakukan perkawinan pada umumnya para pemuda maupun pemudi tidak memikirkan soal penghidupan. Karena segala keperluan masih ditanggung oleh orang tua. Tetapi setelah berumh tangga mereka mulai menyaadri akan tanggung jawab di dalam mengemudikan rumah tangga. Suami sebagai kepala keluarga mulai memikirkan bagaimana cara mencari rezeki yang halal untuk mencukupi kebutuhan rumah tangga, sebaliknya si istri juga berusaha memikirkan cara bagaimana mengatur kehidupan dalam rumah tangga. Hal ini akan mengakibatkan bertambahnya aktifitas kedua belah pihak, suami berusaha sungguh-sungguh dalam mencari rezeki, sedang istri lebih giat berusaha mencari jalan bagaimana menyelenggarakan rumah tangga yang damai dan bahagia. Di dalam ajaran Islam, suami adalah sebagai kepala keluarga dan mempunyai kewajiban untuk membelanjai istri dan anak-anaknya.

Adapun prinsip-prinsip dalam perkawinan yaitu: 1.Memenuhi dan melaksanaknan perintah agama, 2.Kerelaan dan persetujuan.

3.Kebebasan memilih jodoh.

4.Saling melengkapi dan melindungi. 5.Memperlakukan isteri dengan baik.22

4. Syarat dan Rukun Sahnya Perkawinan

Dalam undang-undang RI Nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan, syarat sahnya perkawinan adalah yaitu:

22

(46)

1. Perkawinan harus didasarkan pada kedua calon mempelai a. Syarat-syarat Materiil

Adapun syarat Materil Secara umum yaitu:

 Harus ada persetujuan dari kedua belah pihak calon mempelai. Arti persetujuan yaitu tidak seorang pun dapat memaksa calon mempelai perempuan dan calon mempelai laki-laki, tanpa persetujuan kehendak yang bebas dari mereka. Persetujuan dari kedua belah pihak calon mempelai adalah syarat yang relevan untuk membina keluarga.

 Usia calon mempelai pria sekurang-kurangnya harus sudah mencapai 19 tahun dan pihak calon mempelai wanita harus sudah berumur 16 tahun.

 Tidak terikat tali perkawinan dengan orang lain. Adapun Syarat materil secara khusus, yaitu :

 Tidak melanggar larangan perkawinan yang diatur undang-undang No 1 Tahun 1974 pasal 8, pasal 9 dan pasal 10, yaitu larangan perkawinan antara dua orang yaitu : Hubungan darah dalam garis keturunan lurus ke bawah atau ke atas, Hubungan darah garis keturunan ke samping, Hubungan semenda, Hubungan susuan, Hubungan saudara dengan istri atau sebagai bibi, Mempunyai hubungan dengan agama atau peraturan yang berlaku dilarang kawin,telah bercerai untuk kedua kalinya, sepanjang hukum masing-masing agama dan kepercayaan tidak menentukan lain.

b. Syarat-syarat Formil

 Pemberitahuan kehendak akan melangsungkan perkawinan kepadapegawai pencatat perkawinan.

(47)

 Pelaksanaan perkawinan menurut hukum agama dan kepercayaan masing-masing.

 Pencatatan perkawinan oleh pegawai pencatat perkawinan.

2. Untuk melangsungkan pernikahan sesorang yang belum mencapai umur 21 tahun harus mendapat izin dari kedua orang tua.

3. Dalam hal salah seorang dari kedua orang tua telah meninggal dunia atau dalam keadaan tidak mampu menyatakan kehendaknya, maka isin yang dimaksud (2) pasal ini cukup diperoleh dari orang tua yang masih hidup atau dari orang tua yang mampu menyatakan kehendaknya.

4. Dalam hal kedua orang tua telah meninggal dunia atau dalam keadaan tidak mampu untuk menyatakan kehendaknya,maka izin diperoleh drai wali,orang yang memelihara atau keluarga yang mempunyai hubungan darah dalam garis keturunan garis lurus keatas selama mereka amasih hidup,dan dalam keadaan dapat menyatakan kehendaknya23.

Rukun perkawinan adalah suatu hal yang harus ada dan terpenuhi dalam sebuah perkawinan, jika salah satu rukun tidak terpenuhi maka perkawinan tersebut tidak sah. Menurut jumhur ulama rukun perkawinan ada empat diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Calon Mempelai Laki-Laki dan Perempuan.

Adapun syarat-syarat yang harus dimiliki oleh kedua calong mempelai yang akan melangsungkan perkawinan yaitu:

23

(48)

a. Syarat Mempelai Laki-Laki 1. Kehendak sendiri.

2. Sudah cakap (sudah mencapai umur). 3. Tidak dalam keadaan ihrom.

4. Mengetahui kondisi dan status mempelai perempuan. 5. Statusnya jelas ( laki-laki).

b. Syarat Mempelai Perempuan.24 1. Kehendak sendiri.

2. Sudah cakap (sudah mencapai umur). 3. Tidak dalam keadan ihrom.

4. Tidak dalam status istri. 5. Tidak dalam masa iddah. 6. Statusnya jelas (perempuan). 2.Wali

Wali adalah salasaturukun dari beberapa rukun pernikahan yang lima dan tidak sah pernikahan tanpa ada wali. Dalam kompilasi hukum islam (KHI) pasal 19 menyatakan wali dalam perkawinan merupakan rukun yang harus dipenuhi bagi calon mempelai wanita yang bertindak untuk menikahkannya.

Wali merupakan orang yang memberikan izin berlangsungnya akad nikah antara laki-laki dan perempuan. Wali nikah hanya ditetapkan bagi pihak pengantin perempuan. Wali nikah harus memenuhi syarat-syarat yaitu baligh, berakal, merdeka, laki-laki, islam, adil dan tidak sedang ihram atau umrah.

24

(49)

Wali nikah ada tiga jenis yaitu wali mujbir, wali nasab dan wali hakim. Wali mujbir adalah mereka yang mempunyai garis keturunan keatas dengan perempuan yang akan menikah. Mereka yang termasuk wali mujbir adalah ayah dan seterusnya ke atas menurut garis patrilinear. Sedangkan wali nasab adalah wali nikah yang memiliki hubungan keluarga dengan calon pengantin perempuan.wali nasab adalah saudara laki-laki sekandung, sebapak, paman beserta keturunannya menurut garis patrilinear (laki-laki). Dan yang terakhir wali hakim adalah wali yang ditunjuk dengan kesepakatan kedua belah pihak (calon suami istri). Wali nikah termasuk salah satu syarat dan rukun nikah.

Adapun syarat-syarat wali yaitu:25 a. Beragama Islam.

b. Cakap (sudah balig). c. Berakal sehat.

d. Merdeka (Bukan budak). e. Laki-laki.

f. Adil.

g. Sedang tidak melakukan ihrom.

Adapun yang diutamakan untuk menjadi wali yaitu sebagai berikut: 1. Bapak.

2. Kakek dari jalur Bapak. 3. Saudara laki-laki kandung. 4. Saudara laki-laki tunggal bapak.

25

(50)

5. Kemenakan laki-laki (Anak laki-laki saudara laki-laki sekandung). 6. Kemenakan laki-laki (Anak laki-laki saudara laki-laki bapak). 7. Paman dari jalur bapak.

8. Sepupu laki-laki anak paman.

9. Hakim bila sudah tidak ada wali (wali tersebut dari jalur nasab).

Bila sudah benar-benar tidak ditemui seorang kerabat atau yang dimaksud adalah wali di atas maka alternatif lainya adalah pemerintah atau wali hakim.

3. Saksi

Imam Abu Hanifah, Imam Syafi’i dan Imam Malik sepakat bahwa saksi termasuk syarat dari beberapa syarat sahnya nikah dan ulama’ jumhur berpendapat

bahwa pernikahan tidak dilakukan kecuali dengan jelas dalam pengucapan ijab dan qabul dan tidak boleh dilaksanakan kecuali dengan saksi-saksi hadir langsung dalam pernikahan agar mengumumkan atau memberitahukan kepada orang banyak.

Kompilasi hukum islam (KHI) menyatakan Dalam pasal 24 ayat 1 saksi dalam perkawinan merupakan rukun pelaksanaan akad nikah, saksi harus hadir dan menyaksikan secara langsung akad nikah serta menandatangani akta pada waktu ditempat akad nikah dilangsungkan. Adapun yang menjadi syarat-syarat saksi yaitu:

a. Beragama Islam. b. Baligh .

c. Berakal.

(51)

f. Adil.26

Adanya dua orang saksi dan menjadi syarat-syarat menjadi saksi termasuk salah satu rukun dan syarat perkawinan.

4. Ijab Qabul

Adapun yang dimaksud dengan ijab adalah pernyataan dari calon pengantin perempuan yang diawali oleh wali. Hakikat ijab adalah suatu pernyataan dari perempuan sebagai kehendak untuk mengikatkan diri dengan seorang laki-laki sebagai suami sah. Bentuk pernyataan penawaran dalam ijab berupa sighat yaitu susunan kata-kata yang jelas. Misalnya ijab wali perempuan: “saya nikahakan engkau dengan anak saya bernama . . .”. sedangkan Kabul adalah pernyataan penerimaan dari

calon pengantin laki-laki atas ijab wali calon pengantin perempuan. Bentuk pernyataan penerimaan berupa sighat atau susunan kata-kata yang jelas yang memberikan pengertian bahwa laki-lakitersebut menerima atas ijab wali perempuan seperti: “saya terimah nikahnya. . . binti. . .dengan maskawin. . . (tunai atau. . .). Ijab

Kabul itu merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan sebagai salah satu rukun perkawinan.

Adapun syarat-syarat ijab qabul yaitu:

1. Adanya pernyataan mengawinkan dari wali

2. Adanya pernyataan penerimaan dari calon mempelai pria

3. Memakai kata-kata nikah, taswij atau terjemahan dan kata nikah atau tazwij

4. Antara ijab dan qabul bersambungan 5. Antara ijab dan qabul jelas maksudnya

26

(52)

6. Orang yang berkait dengan ijab qabul tidak sedang dalam ihram haji/umrah Majelis ijab dan qabul itu harus dihadiri minimum empat orang, yaitu: calon memepelai pria atau wakilnya wali dari mempelai wanita atau wakilnya, dan dua orang saksi.

Dari empat rukun nikah tersebut yang paling penting adalah ijab dan qabul antara yang mengadakan dengan yang menerima akad. Sedangkan yang dimaksud dengan syarat perkawinan adalah syarat yang berhubungan dengan rukun-rukun atau yang mengikuti rukun perkawinan yaitu syarat-syarat bagi calon mempelai, wali, saksi, dan ijab qabul. Akad nikah atau perkawinan yang tidak dapat memenuhi syarat dan rukun nikah menjadikan perkawinan tersebut tidak sah menurut hukum.

5. Hikmah Perkawinan

Hikmah dari perkawinan adalah merupakan suatu bentuk upaya untuk membentengi diri, dalam menjalani hidup dan kehidupan sehingga terhindar dari hal-hal yang negatif, serta sekaligus suatu bentuk pemantapan pendewasaan karena adanya kesadaran akan hak dan kewajiban yang harus terbangun dalam sebuah rumah tangga.

(53)

Rasulullah Saw menganjurkan kepada ummatnya yang sudah mapan untuk segera membentuk rumah tangga, Karena perkawinan merupakan perkara yang mempunyai banyak hikma, diantaranya sebagai berikut:

a.Sebagai Kebutuhan Biologis.

Naluri seks adalah naluri yang paling kuat dan keras yang selamanya menuntut adanya jalan keluar. Kawin adalah jalan alami dan biologis yang paling baik dan sesuai untuk menyalurkan dan memuaskan naluriah seks tersebut.27

b.Membentuk Keluarga Mulia.

Perkawinan adalah jalan terbaik untuk membuat anak-anak menjadi mulia, memperbanyak keturunan, melestarikan hidup manusia serta memelihara nasab yang oleh Islam sangat diperhatikan.

Tumbuhnya naluri kebapakan dan keibuan yang saling melengkapi, tumbuh perasaan cinta dan sayang dalam suasana hidup dengan anak-anak, semua itu hanya bisa diwujudkan melalui perkawinan.

c.Menumbuhkan Tanggung Jawab

Adanya rasa tanggung jawab yang dapat mendorong ke arah rajin bekerja, bersungguh-sungguh dan mencurahkan perhatian, baik itu kepada istri dan anak yang merupakan bagian dari tanggun jawab kita sebagai kepala rumah tangga.

d.Memperteguh Silaturahim.

27

(54)

Dengan perkawinan dapat membuahkan tali kekeluargaan, memperteguh kelanggengan, rasa cianta antara keluarga dan memperkuat hubungan dalam kehidupan bermasyarakat.

e.Menundukkan Pandangan.

Islam mendorong untuk segerah menika jika sudah mempunyai kemampuan terhadap itu karena menikah itu lebih menundukkan pandangan, lebih menjaga kemaluan, lebih menenangkan jiwa dan lebih menjaga agama28.

B. Perkawinan di Bawah Umur

Perkawinan di bawah umur dapat diartikan sebagai salah satu perkawinan yang pasanganya belum memenuhi syarat atau salah satu pasanganya masih remaja, atau perkawinan yang tidak tercapainya batas usia yang telah ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan untuk melangsungkan sebuah perkawinan.

Dalam pengertian perkawinan, perkawinan merupakan institusi yang sakral dan suci di mana laki-laki dan perempuan terjalin dalam ikatan yang sangat kokoh untuk membentuk keluarga yang sakinah mawaddah wa rahmah. Namun perkawinan anak di bawah umur justru berakibat sebaliknya, karena model perkawinan ini berpotensi mengguncang harmoni sosial, sebab banyak kasus yang terjadi ini mengakibatkan cacat kekerasan dan perampasan hak, perdagangan anak serta kejahatan lainnya..Di Indonesia, kasus perkawinan anak di bawah umur bukanlah persoalan baru, Praktek ini sudah berlangsung lama dengan banyak pelaku

28

(55)

yang tidak hanya masyarakat tradisionalis dan pedalaman saja namun juga di kota besar.

C. Batas Umur Perkawinan

1. Batas Umur Perkawinan dalam Undang-Undang

Dalam Pasal 6 ayat (2) Undang-Undang Perkawinan No 1 tahun 1974 menyatakan bahwa untuk melangsungkan suatu perkawinan seseorang yang belum mencapai umur 21 tahun harus mendapat ijin dari kedua orang tua. Menurut pasal 7 perkawinan hanya diizinkan bila pihak pria mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun dan pihak wanita sudah mencapai usia 16 (enam belas) tahun. Dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) pasal 15 ayat (1) menjelaskan bahwa untuk Skemaslahatan keluarga dan rumah tangga, perkawinan hanya boleh dilakukan calon mempelai yang telah mencapai umur yang ditetapkan dalam pasal 7 Undang-Undang Perkawinan No 1 tahun 1974 yakni calon suami sekurang-kurangnya berumur 19 tahun dan calon isteri sekurang-kurangnya berumur 16 tahun. Pasal 15 ayat (2) bahwa Bagi calon mempelai yang belum mencapai umur 21 tahun harus mendapat izin

sebagaimana yang diatur dalam pasal 6 ayat (2),(3),(4) dan (5) UUP No 1 Tahun 1974.

2. Batas Umur Perkawinan dalam Hukum Adat

Layaknya pepatah yang menyatakan “Lain ladang lain belalang, lain lubuk

(56)

tidak terlalu mempermasalahkannya. Sama halnya dengan Fikih Islam, batas usia kawin menurut hukum adat pada umumnya tidak diatur dan itu artinya hukum adat membolehkan perkawinan semua umur.

Bahkan, pada masa lampau, tidak hanya perkawinan di bawah umur yang sering tejadi namun sering terjadi pula praktek perkawinan yang jika dilihat dari kacamata persamaan hak sangat merugikan perempuan dan anak-anak. Seperti:

1. Kawin paksa, yaitu pria dan wamita yang tidak saling mengenal dipaksa untuk melangsungkan perkawinan.

2. Kawin hutang, karena orang tua si wanita tidak dapat membayar hutang, maka ia menyerahkan anak gadsnya sebagai bentuk pembayaran hutang 3. Kawin selir, dimana anak gadis diserahkan kepadabangSawan atau raja untuk

dikawini sebagai isteri slir.

Hal ini memberikan kesimpulan, bahwa menurut hukum adat di masa lampau anak lelaki dan perempuan tidak berwenang untuk memnentukan pilihannya dalam mencari jodoh, Jodoh ditentukan oleh orang tuanya dan kerabat dan penentangan terhadapnya merupakan tindakan tabu.

3. Batas Umur Perkawinan dalam Hukum Islam

Hukum Islam secara umum meliputi lima prinsip yaitu perlindungan terhadap agama, jiwa, keturunan, harta, dan akal. Dari kelima nilai universal Islam ini, satu diantaranya adalah agama menjaga jalur keturunan (hifdzu al nasl). Oleh sebab itu, Syekh Ibrahim dalam bukunya al Bajuri menuturkan bahwa agar jalur nasab tetap

terjaga, hubungan seks yang mendapatkan legalitas agama harus melalui pernikahan. Seandainya agama tidak mensyari’atkan pernikahan, niscaya geneologi

(57)

Agama dan negara terjadi perselisihan dalam memaknai pernikahan dini. Pernikahan yang dilakukan melewati batas minimnal Undang-undang Perkawinan, secara hukum kenegaraan tidak sah. Istilah pernikahan dini menurut negara dibatasi dengan umur. Sementara dalam kaca mata agama, pernikahan dini ialah pernikahan yang dilakukan oleh orang yang belum baligh.

Dalam Fikih, tidak ditemukan kaidah yang menentukan batas usia kawin. Fuqoha menyatakan bahwa tolak ukur melakukan kebolehan menikah adalah kesiapannya untuk melakukan aktivitas seksual yang dapat mengakibatkan dia hamil, melahirkan dan menyusui yang ditandai dengan tibanya masa pubertas (baligh) dan keadaan baligh ini tidak sama antara satu anak dengan yang lainnya, sehingga batas umur tersebut menjadi elastis.

Dan Berkenaan dengan nabi SAW yang berusia 53 tahun dan menikahi Aisyah yang masih kanak-kanak, menurut sebagian ulama itu tidak bisa dijadikan dalil umum. Misalnya saja pendapat Ibn Syubramah, menurutya nilai esensial perkawinan adalah memenuhi kebutuhan biologis dan melanggengkan keturunan dan ini tidak dapat terpenuhi pada diri anak yang belum baligh. Sehingga dalam menyikapi perkawinan nabi Muhammad dengan Aisyah beliau memandangnya sebagai hak khusus bagi nabi SAW yang tidak bisa ditiru oleh umatnya. Namun yang pasti adalah bahwa Islam telah memberikan keleluasaan bagi siapa saja yang sudah memiliki kemampuan untuk melangsungkan perkawinan, dan tidak menunda-menunda. 29

Gambar

Tabel 1.1 Jumlah Penduduk Menurut jenis Kelamin
Tabel 1.2 Jumlah Penduduk dengan Mata pencaharian
Tabel 1.3 Jumlah Penduduk dengan Tingakat Pendidikan
Tabel 2.1 Data Warga yang melakukan Pemalsuan Identitas

Referensi

Dokumen terkait

Namun, ada insiatif baru dari seorang guru yang menawarkan sebuah buku yang berjudul metode Al-bana yang memberikan langkah mudah dalam pembelajaran membaca Al-Qur’an dari ide

Hal itu sejalan dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yaitu fungsi pendidikan adalah mengembangkan kemampuan dan

Bangsa tsamud adalah umat binaan Nabi Saleh. Mereka tinggal di semenanjung Arabia bagian utara. Hidup sebagai petani dan pedagang. Mereka pandai memotong batu-.. batu

Then the writer transcribed and analyzed these five recorded conversations in order to find the kinship terms of address used by the subjects, who are members

i g ttint r+.e should held study tour regularly in order the other shrdents who never join the study tour can follow this program.) Because this program is good for

Selanjutnya pada bab ini akan dijelaskan hasil penelitian dan pembahasan meliputi hasil penelitian pada mata pelajaran matematika materi pecahan dengan menggunakan model

Pengembangan masyarakat pesisir harus didasarkan pada pengelolaan wilayah pesisir, daerah aliran sungai dan laut yang komperehensif, sehingga menuntut (1) perhatian yang lebih

Kegiatan pemutahiran data pemilih banyak berkaitan dengan PPK, PPS dan Pantarlih maka aktivitas penggerakan dalam penelitian ini lebih diarahkan pada tindakan –