• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. moyang yang sangat dibanggakan oleh bangsa Indonesia. Kawasan ini merupakan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. moyang yang sangat dibanggakan oleh bangsa Indonesia. Kawasan ini merupakan"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

1 1.1. Latar Belakang

Kawasan Candi Borobudur adalah warisan budaya peninggalan nenek moyang yang sangat dibanggakan oleh bangsa Indonesia. Kawasan ini merupakan kawasan yang memiliki nilai yang tinggi karena terdapat tinggalan arkeologis berupa Candi Borobudur, Candi Pawon dan Candi Mendut. Kawasan Candi Borobudur telah ditetapkan sebagai warisan budaya dunia (world cultural heritage) sejak tahun 1991 dengan nomor registrasi C-592 oleh lembaga dunia UNESCO (United Nations Educational, Scientific and Cultural Organzation), dengan nama Borobudur Temple Compound. Yang ditetapkan UNESCO tidak hanya Candi Borobudur saja namun juga termasuk Candi Mendut dan Candi Pawon beserta lingkungan disekitarnya. Kriteria nilai penting/OUV (Outstanding Universal Value) yang dipunyai Kawasan Candi Borobudur sebagai warisan budaya dunia adalah kriteria (i), (ii) dan (vi), yaitu :

(i) represent a masterpiece of human creative genius (mewakili mahakarya manusia yang genius);

(ii) exhibit an important interchange of human values, over a span of time or within a cultural area of the world, on developments in architecture or technology, monumental arts, town-planning or landscape design (menggambarkan hubungan penting dari nilai-nilai kemanusiaan, dalam rentang waktu atau wilayah budaya di dunia, dalam

(2)

pembangunan arsitektur atau teknologi, seni-seni monumental, perencanaan kota atau desain lanskap);

(vi) be directly or tangibly associated with events or living traditions, with ideas, or with beliefs, with artistic and literary works of outstanding universal significance (berhubungan secara langsung atau nyata dengan kejadian-kejadian atau kehidupan tradisional, ide-ide, atau kepercayaan-kepercayaan, pekerjaan-pekerjaan seni dan bahasa yang memiliki keunggulan yang luar biasa);

Nilai-nilai penting universal yang luar biasa di atas harus dijaga agar Kawasan Candi Borobudur dapat lestari dan dapat dinikmati oleh generasi yang akan datang. Salah satu upaya pelestarian situs-situs di Kawasan Borobudur adalah menjaga kondisi lingkungan dan lansekapnya dari tekanan pembangunan sehingga kelestariannya dapat terjaga.

Ditetapkannya Kawasan Candi Borobudur dalam daftar warisan dunia sangat membanggakan Indonesia namun juga membawa berbagai konsekuensi. Salah satu dampak yang pasti Kawasan Candi Borobudur lalu berkembang menjadi tujuan wisata dunia sehingga meningkatkan jumlah wisatawan yang berkunjung. Di sisi yang lain, Pemerintah Indonesia bertanggung jawab terhadap segala upaya pelestarian serta mematuhi segala ketentuan yang ditetapkan oleh UNESCO bagi upaya pelestarian warisan dunia.

Dalam rangka upaya pelestarian Kawasan Candi Borobudur, sebetulnya pemerintah Indonesia bekerjasama dengan JICA (Japan International Cooperation Agency) telah menyusun masterplan pengelolaannya. Kerjasama

(3)

antara pemerintah Indonesia dengan lembaga dari Jepang ini pada tahun 1979 telah menghasilkan rencana pengelolaan Kawasan Candi Borobudur, yang disebut “Masterplan Borobudur National Archaeology Park”. Masterplan ini dibuat dalam rangka untuk pelestarian Kawasan Borobudur pasca Pemugaran tahun 1973-1983. Di dalam masterplan tersebut Kawasan Borobudur dibagi dalam 5 zona yaitu:

Tabel 1. 1. Zonasi Kawasan Borobudur versi JICA

No Nama Zona Keterangan

1. Zone-1 : Sanctuary areas (Archaeological

Environment Preservation)

Zone for protection and prevention of destruction of the physical environment of the archaeological monuments.

2. Zone-2 (Archaeological Park Zone)

Zone for provision of park facilities for the convenience of visitors and preservation of the historical environment.

3. Zone-3 (Land Use Regulation)

Zone for regulation of land use around the parks and preservation of the environment while controlling development in areas surrounding the parks.

4. Zone-4 (Historical Scenery Preservation Zone)

Zone for maintenance of the historical scenery and prevention of destruction of the scenery. 5. Zone-5 (National

Archaeological Park Zone)

Zone for undertaking archaeological surveys over a wide area and prevention of destruction of undiscovered archaeological monuments. Sumber: JICA, 1979

Masing-masing zona dijelaskan sebagai berikut, zona-1; zona inti (Sanctuary Zone), berfungsi untuk perlindungan dan pencegahan kerusakan monumen dan lingkungannya dengan luas 0,078 km2. Zona-2; zona taman arkeologi (Archaeological Park Zone) yang mengelilingi zona I berfungsi sebagai tempat fasilitas pengunjung dan perlindungan sejarah dengan luas area sekitar 0,87 km2. Zona-3; zona pengembangan (Land Use Regulation) berfungsi sebagai

(4)

kawasan pemukiman terbatas, daerah pertanian, dan jalur hijau dengan luas area sekitar 10,1 km2. Zona-4; zona perlindungan kawasan bersejarah (Historical

Scenery Preservation Zone) berfungsi untuk pemeliharaan lanskap/pemandangan dan pencegahan kerusakannya dengan luas area sekitar 26 km2. Zona-5; zona taman arkeologi nasional (National Archaeological Park Zone) berfungsi untuk pekerjaan survei arkeologi dan perlindungan kerusakan terhadap peninggalan-peninggalan purbakala yang masih terpendam dalam tanah dengan luas area sekitar 78,5 km2. Zonasi JICA inilah yang dipakai sebagai dasar nominasi Kawasan Borobudur sebagai Warisan Budaya Dunia (world cultural heritage) walaupun belum ada kekuatan hukum pemakaian zonasi ini.

Pada perkembangan selanjutnya Masterplan JICA ini sepertinya kurang mendapatkan perhatian dari pemerintah dengan tidak dibuatnya peraturan hukum yang menguatkan implementasi masterplan JICA tersebut. Di samping itu masterplan JICA ini pada kenyataannya tidak diterapkan secara konsekuen. Pada tahun 1992 pemerintah tidak menetapkan kawasan ini menjadi Taman Arkeologi Nasional seperti konsep dalam masterplan JICA, tetapi justru menetapkannya sebagai Taman Wisata Candi Borobudur. Demikian juga pengendaliaan zona-zona yang telah dibuat ternyata tidak dilaksanakan secara komprehensif dan koordinatif antar berbagai instansi sehingga Kawasan Candi Borobudur dianggap mengalami perubahan yang cukup berarti dan tidak sesuai dengan yang diharapkan.

Perubahan lansekap yang terjadi di Kawasan Candi Borobudur antara lain adalah akibat tekanan pembangunan yang salah satunya diindikasikan dengan

(5)

perubahan fungsi lahan dari pertanian ke non pertanian. Sebagai contoh di sepanjang jalan Palbapang-Mendut banyak terjadi perubahan penggunaan lahan yang dulunya merupakan lahan pertanian berubah fungsi menjadi permukiman, terutama untuk tempat usaha, rumah makan dan toko.

Banyaknya perubahan penggunaan lahan yang terjadi di Kawasan Borobudur mendapat perhatian serius setelah adanya reactive monitoring dari World Heritage Centre (WHC) UNESCO pada tahun 2003 dan 2006. Reactive monitoring adalah proses pemantauan keadaan kelestarian warisan dunia oleh WHC UNESCO dan biasanya dilakukan bersama ICOMOS (International Council for Monuments and Sites) yaitu badan penasehat WHC, Hasil pemantauan itu menyatakan bahwa pelestarian dan pelindungan terhadap lansekap Kawasan Candi Borobudur sangat perlu dilakukan, Pernyataan ini dinyatakan dalam Mission Report oleh WHC-ICOMOS tahun 2006 yang menyebutkan bahwa pelindungan terhadap lingkungan/lansekap tidak hanya penting untuk pelestarian nilai penting (Outstanding Universal Value) dari warisan dunia saja tetapi juga untuk pembangunan berkelanjutan jangka panjang masyarakat lokal.

Menanggapi hasil dari reactive monitoring tersebut, pemerintah Indonesia melakukan tinjauan terhadap konsep pelestarian versi JICA dan kemudian menetapkan zonasi yang baru sejak tahun 2014 dengan dikeluarkannya Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 58 Tahun 2014 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Borobudur dan Sekitarnya. Dikeluarkannya Peraturan Presiden ini bertujuan untuk melestarikan kawasan Candi Borobudur dan sekitarnya yang telah ditetapkan sebagai Kawasan Strategis Nasional. Rencana Tata Ruang Kawasan

(6)

Borobudur ini berperan sebagai alat operasionalisasi Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional dan alat koordinasi pelaksanaan pembangunan Kawasan Borobudur untuk menjamin kelestarian Kawasan Borobudur sebagai Kawasan Cagar Budaya nasional dan warisan budaya dunia.

Dalam Perpres tersebut, Kawasan Strategis Nasional Kawasan Borobudur dibagi menjadi wilayah SP-1 (subkawasan Pelestarian 1) dan SP-2 (Subkawasan Pelestarian 2). Wilayah Subkawasan Pelestarian 1 (SP-1) adalah kawasan yang terdiri dari zona 1, 2, 3, dan sebagian zona 4, sedangkan wilayah Subkawasan Pelestarian 2 (SP-2) adalah kawasan yang merupakan sebagian zona 4 dan zona 5 versi JICA. Wilayah cakupan SP-1 cukup luas yaitu meliputi Desa Bojong, Desa Paremono, Desa Pabelan, Desa Ngrajek, dan Kelurahan Mendut di Kecamatan Mungkid serta Desa Wanurejo dan Desa Borobudur di Kecamatan Borobudur.

Meskipun telah ada upaya menetapkan zonasi yang baru namun ternyata perubahan fungsi lahan terus terjadi sebagaimana terlihat dari kenyataan di lapangan. Kondisi ini tentunya akan menurunkan kualitas pelestarian yang seharusnya dilakukan di Kawasan Candi Borobudur. Lagipula sejak sekitar tahun 2010 belum ada kajian perubahan penggunaan lahan yang dilakukan secara lebih intensif hingga sekarang. Oleh karena itu, penelitian ini akan mengungkap beberapa aspek yang terkait dengan perubahan fungsi dari lahan pertanian di sekitar Candi Borobudur yang menjadi lahan non pertanian yang mana dapat merubah lansekap budaya Kawasan Strategis Nasional Borobudur.

(7)

1.2. Perumusan Masalah

Kawasan Candi Borobudur yang dulunya sangat terasa nuansa pedesaannya telah mengalami perubahan ke arah modernisasi. Banyaknya lahan pertanian yang beralih fungsi menjadi non pertanian apabila tidak dikendalikan akan kehilangan karakteristik pedesaannya yang dicirikan dengan besarnya lahan pertanian. Terkait dengan masalah tersebut, penelitian ini ditujukan terutama untuk menjawab pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimana laju perubahan penggunaan lahan yang terjadi di wilayah yang sekarang ditetapkan sebagai Kawasan Strategis Nasional Borobudur selama tahun 2005-2015?

2. Bagaimanakah pola distribusi dan pola pemanfaatan lahan permukiman yang terjadi di Kawasan Strategis Nasional Borobudur?

3. Apakah penggunaan lahan sekarang sudah sesuai dengan perencanaan Masterplan JICA, RTRW Kabupaten Magelang dan Perpres Nomor 58 Tahun 2014 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Borobudur dan Sekitarnya?

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui perubahan lansekap budaya yang dilihat dari perubahan penggunaan lahan yang terjadi di Kawasan Strategis Nasional Borobudur dari lahan pertanian menjadi lahan non pertanian khususnya di wilayah SP-1 (Subkawasan Pelestarian 1) yang terjadi selama 10 tahun. Selain itu, penelitian ini sekaligus menganalisis kesesuaian penggunaan lahan terhadap

(8)

regulasi/aturan yang ada yaitu Masterplan JICA, RTRW Kabupaten Magelang dan Perpres Nomor 58 Tahun 2014 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Borobudur dan Sekitarnya.

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Untuk pengembangan aplikasi Sistem Informasi Geografi (SIG) untuk pelestarian dan pengelolaan sumber daya arkeologi. Dalam penelitian ini Sistem Informasi Geografi (SIG) digunakan untuk mengetahui laju serta pola perubahan dan pola pemanfaatan penggunaan lahan di Kawasan Strategis Nasional Borobudur sekaligus mengevaluasinya terhadap regulasi atau peraturan yang ada.

2. Dapat memberikan masukan kepada pemangku kepentingan atau pembuat keputusan terutama dalam rangka pelestarian Kawasan Candi Borobudur serta pemanfaatan lahan yang tepat oleh warga yang berada di wilayah Kawasan Strategis Nasional Borobudur.

1.5. Ruang Lingkup

Secara keruangan, lingkup penelitian ini meliputi Kawasan Strategis Nasional Borobudur khususnya wilayah dalam SP-1 (Subkawasan Pelestarian 1) Kawasan Strategis Nasional Borobudur. Subkawasan Pelestarian 1 yang selanjutnya disebut SP-1 berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 58 Tahun 2014 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Borobudur dan Sekitarnya adalah Kawasan

(9)

Cagar Budaya nasional dan warisan budaya dunia yang merupakan kawasan pelestarian utama situs-situs cagar budaya yang mendesak untuk dikendalikan pertumbuhan kawasan terbangunnya dalam rangka menjaga kelestarian Candi Borobudur, Candi Pawon dan Candi Mendut beserta lingkungannya. Perubahan lansekap budaya yang dimaksud adalah perubahan karakter pedesaan yang dilihat dari perubahan penggunaan lahan dari lahan pertanian menjadi lahan non pertanian.

Peta 1. 1. Wilayah Penelitian

Sumber: Perpres Nomor 58 Tahun 2014

(10)

1.6. Keaslian Penelitian

Banyak penelitian di Kawasan Borobudur yang telah dilakukan dengan berbagai macam tema, sehingga tidak mungkin menguraikan semua di sini. Berikut adalah beberapa penelitian yang topik kajiannya terkait dengan penelitian untuk tesis ini.

Tabel 1. 2. Tabel Beberapa Penelitian yang Topiknya Terkait Penelitian Tesis

No. Tahun Nama Judul Keterangan

1. 2006 Winarni Kajian Perubahan Ruang Kawasan World Cultural Heritage Candi Borobudur

Tesis

2. 2008 Budjono, dkk Studi Evaluasi Perubahan Tataguna Lahan Di Zona 3, 4 dan 5 Kawasan Borobudur

Laporan Kajian

3. 2010 Ari

Swastikawati

Pengelolaan Konflik Pendirian Menara BTS (Base Transceiver Station) di Kawasan Borobudur

Tesis

4. 2013 Wiwit Kasiyati

Peran Arkeologi Publik Dalam Pelestarian Kawasan Borobudur Sebagai Kawasan Strategis Nasional (KSN)

Tesis

5. 2008 Yudi

Suhartono

Pelestarian Sumbar Daya Arkeologi Dalam Konteks Keruangan di Kawasan Borobudur: Studi Kasus Candi Borobudur, Mendut dan Pawon

Tesis

Sumber: Berbagai sumber

Penelitian Winarni mencoba mengetahui perubahan struktur dan pola ruang, pola pemanfaatan ruang dan faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan tersebut di Kawasan Borobudur dengan radius 5 km dari Candi Borobudur. Rentang waktu yang digunakan dalam penelitiannya adalah tahun 1860-2006. Dalam penelitian

(11)

ini keseluruhan perubahan ruang yang terjadi dilihat dari peta permukiman dan perkembangan jalan hasil overlay dari tahun 1980-2006. Perkembangan struktur ruang di Kawasan Candi Borobudur dari tahun 1980 hingga sekarang membentuk pola perubahan struktur ruang yaitu menyebar, memusat dan memanjang mengikuti jalan (linear). Perubahan ini disebabkan adanya pusat-pusat pertumbuhan dan arah perkembangan baru. Pusat pertumbuhan awal yaitu desa-desa lama yang sudah ada sejak dulu dan pusat-pusat pertumbuhan baru yaitu Candi Borobudur, Mendut, Sawitan and Palbapang yang merupakan pusat aktivitas pariwisata, pemerintahan, perdagangan dan aktivitas keagamaan Budha. Pemanfaatan ruang berdasarkan fungsi yang dominan dengan aktivitas yang terjadi di kawasan ini yaitu permukiman, pemerintahan, pariwisata, religi, perdagangan, hutan lindung, dan pertanian. Faktor dominan yang paling mempengaruhi perubahan ruang adalah pemugaran Candi Borobudur dan masalah ekonomi. Penelitian ini belum memberikan gambaran besarnya perubahan ruang yang yang terjadi.

Budjono, dkk melakukan studi yang bertujuan untuk mengevaluasi perubahan tataguna lahan yang ada di zona 3, 4 dan 5 Kawasan Borobudur versi JICA. Penelitian ini dilakukan pada tahun 2008 dengan menggunakan data perubahan tataguna lahan yang diperoleh dari kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan kantor Pelayanan Terpadu (KPT) Kabupaten Magelang tahun 2000-2008 di sepanjang jalur hijau dan jalur yang menghubungkan Candi Borobudur ke arah luar. Wilayah penelitian terbatas pada sisi kanan kiri jalan utama dari dan menuju Candi Borobudur meliputi jurusan Borobudur-Blondo, jurusan

(12)

Kalinegoro, jurusan Palbapang, jurusan Borobudur-Tanjung, jurusan Borobudur-Candirejo, jurusan Borobudur-Majaksingi, jurusan Borobudur-Salaman dan jurusan Borobudur-Tempuran. Hasilnya adalah perkembangan bangunan baru di zona 3 selama 8 tahun (2000-2008) paling banyak dibandingkan zona 4 dan 5 yaitu masing-masing sebanyak 159, 113 dan 69 bangunan. Di zona 3, bangunan baru banyak didirikan di atas lahan pekarangan, tegalan dan sawah. Sebanyak 36 % bangunan sudah memiliki izin mendirikan bangunan sedangkan sisanya belum. Di zona 4 dan 5, bangunan baru banyak didirikan di atas lahan sawah, pekarangan dan tegalan. Dari bangunan baru yang ada di zona 4 baru 19 % yang memiliki IMB, lainnya belum dan untuk zona 5, baru 10 % yang ber-IMB. Pemanfaatan lahan ke tiga zona tersebut sebagian besar untuk tempat tinggal, tempat usaha dan perkantoran. Perbedaan dengan penelitian kali ini adalah selain wilayah penelitian Budjono, dkk hanya terbatas pada sisi kanan kiri jalan utama dari dan menuju Candi Borobudur, juga berbeda sumber data yang dipakai.

Kasiyati meneliti mengenai peran arkeologi publik dalam pelestarian Kawasan Borobudur sebagai Kawasan Strategis Nasional (KSN). Penelitian ini dilakukan tahun 2013. Dalam penelitiannya ini Kasiyati lebih menekankan pada peran masyarakat di sekitar Borobudur terhadap pelestarian Candi Borobudur dan pemahaman masyarakat tentang Kawasan Borobudur sebagai Kawasan Strategis Nasional. Selain itu penelitian ini juga untuk mengetahui kebijakan pemerintah untuk mempresentasikan KSN Borobudur kepada publik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masyarakat di sekitar Borobudur ingin terlibat dalam

(13)

pengelolaan dan pelestarian kawasan Borobudur. Mereka beranggapan bahwa peran serta masyarakat diartikan harus terlibat langsung dalam perawatan Candi Borobudur. Sebagian masyarakat hanya mendengar dan belum memahami kawasan Borobudur sebagai kawasan strategis nasional karena kurangnya informasi dan sosialisasi kepada masyarakat. Kebijakan pemerintah untuk mempresentasikan kepada publik tentang kawasan Borobudur sebagai KSN adalah dengan mensosialisasikan hasil kegiatan arkeologi kepada publik dan pembangunan masyarakat melalui pariwisata berbasis masyarakat dan pengelolaan kawasan berbasis pelestarian dan pendidikan.

Penelitian yang akan dilakukan penulis kali ini berbeda dengan penelitian sebelumnya karena ingin mengetahui perubahan lansekap budaya melalui perubahan penggunaan lahan dari lahan pertanian menuju ke lahan non pertanian, baik besarnya laju perubahan maupun pola distribusi dan pola pemanfaatan lahan permukiman selama 10 tahun (2005-2015) serta melihat kesesuaian penggunaan lahan dengan regulasi yang ada. Wilayah yang diteliti penulis adalah Kawasan Strategis Nasional Borobudur Subkawasan Pelestarian 1 (SP-1) berdasarkan Pepres Nomor 58 Tahun 2014 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Borobudur dan Sekitarnya yang merupakan kawasan pelestarian utama situs-situs cagar budaya yang mendesak untuk dikendalikan pertumbuhan kawasan terbangunnya. Penggunaan lahan pertanian meliputi sawah, kebun, tegalan, sedangkan lahan non pertanian meliputi permukiman, jalan, rumput, tubuh lain dan lain-lain.

Gambar

Tabel 1. 1. Zonasi Kawasan Borobudur versi JICA
Tabel 1. 2. Tabel Beberapa Penelitian yang Topiknya Terkait Penelitian Tesis

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk (1) identifikasi varietas beras japonica dan indica premium yang mempunyai palatabilitas tinggi; (2) menguji marka STS terpaut palatabilitas

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan permasalahan dalam penelitian ini adalah apakah spiritual leadership dan konsep diri dapat memprediksi subjective

Dalam rangka kegiatan Sertifikasi Guru dalam Jabatan Tahun 2012 untuk guru-guru di lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Panitia Sertifikasi Guru Rayon 115 UM

Seperti jumlah armada pengangkutan sampah yang masih kurang seimbang dengan volume sampah yang dihasilkan, cuaca yang seringkali tidak mendukung sehingga

Berdasar asumsi bahwa pada 1 (satu) hunian terdiri dari 5 jiwa dan mempunyai kriteria sebagai masyarakat berpenghasilan rendah dan aliran debit air limbah yang

Pada transaksi jual beli online (e- commerce), para pihak terkait didalamnya melakukan hubungan hukum yang dituangkan melalui suatu bentuk perjanjian atau kontrak

Berdasarkan penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya dapat disimpulkan bahwa : (1) Aktifitas belajar siswa pada siklus I masih sangat rendah, tetapi setelah diadakan

Beban pajak kini ditentukan berdasarkan laba kena pajak dalam tahun yang bersangkutan yang dihitung berdasarkan tarif pajak yang berlaku. Aset dan liabilitas