• Tidak ada hasil yang ditemukan

POLA PEMASARAN TERNAK SAPI BALI DI KAWASAN PRIMATANI LKDRIK KABUPATEN BULELENG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "POLA PEMASARAN TERNAK SAPI BALI DI KAWASAN PRIMATANI LKDRIK KABUPATEN BULELENG"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

POLA PEMASARAN TERNAK SAPI BALI DI KAWASAN PRIMATANI LKDRIK

KABUPATEN BULELENG

I Ketut Mahaputra

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bali

ABSTRAK

Ternak sapi Bali merupakan program prioritas yang dikembangkan terutama pada wilayah

barat Kabupaten Buleleng, dengan dijadikannya Kecamatan Gerokgak sebagai sentra

pengembangan pembibitan sapi Bali. Demikian halnya dengan program Prima Tani LKDRIK

Kabupaten Buleleng yang menjadikan ternak sapi Bali sebagai titik ungkit dalam penerapan

inovasi teknologi guna menunjang peningkatan pendapatan petani setempat.

Penelitian ini

dilaksanakan di Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng sebagai salah satu sentra peternakan

rakyat ternak sapi Bali, penentuan daerah penelitian ini dilakukan secara sengaja atau purposive,

di lokasi Prima Tani LDRIK Kabupaten Buleleng. Pengambilan contoh petani dilakukan dengan

teknik penarikan contoh acak sederhana di masing-masing Desa pada Kecamatan Gerokgak

sebanyak 50 petani. Teknik penarikan contoh sederhana digunakan, karena petani/peternak sapi

didaerah tersebut dalam penggunaan teknologi dan pemasaran cenderung sama/homogen.

Metode yang digunakan untuk pengambilan sampel pedagang (Belantih sebanyak 10 responden)

maupun pedagang antar pulau (3 responden) dengan metode snowball sampling yakni dengan

menentukan sampel awal kemudian menentukan sampel berikutnya berdasarkan informasi yang

diperoleh. Analisis margin pemasaran digunakan untuk mengetahui distribusi biaya dari setiap

aktivitas pemasaran dan keuntungan dari setiap lembaga perantara serta bagian harga yang

diterima petani. Pola pemasaran sapi Bali di kecamatan Gerokgak terdapat 3 jenis pola saluran

pemasaran, yaitu: 1) Pola 1 (Petani --- Belantih --- Pedagang antar pulau) sebanyak 34 %; 2) Pola

2 (Petani --- Belantih---Pasar hewan---- pedagang antar pulau) sebanyak 52 % ; dan Pola 3 (Petani

--- Pasar hewan---Pedagang antar pulau) sebanyak 14 %. Margin pemasaran tertinggi terdapat

pada pola 1 yaitu Rp. 2,950,000/ekor diikuti pola 2 sebesar Rp.2.250.000/ekor dan pola 3 yaitu

Rp. 1.608.000/ekor. Sedangkan share yang diterima petani tertinggi pada pola pemasaran 3 yaitu

78.12 %, pola 2 sebesar 67.86% dan pola 1 sebesar 61.69 %.

Kata Kunci : Pemasaran, Sapi Bali, Prima Tani

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kawasan Primatani LKDRIK Kabupaten Buleleng, selain tanaman jagung yang menjadi

titik ungkit adalah ternak sapi Bali. Pelaksanaan Prima Tani di Desa Sanggalangit diarahkan pada

pengembangan teknologi integrasi, penguatan kelembagaan, dan membangun infrastruktur

pendukung. Implementasi teknologi integrasi salah satu diantaranya adalah pembibitan dan

penggemukan sapi Bali (Rai Yasa, dkk. 2005). Ternak sapi Bali memberikan kontribusi yang

cukup signifikan terhadap pendapatan petani setempat. Oleh karena itu perubahan sedikit saja

pada budidaya ternak sapi Bali akan sangat berpengaruh terhadap total penerimaan masyarakat

lahan kering dataran rendah beriklim kering tersebut.

Adanya respon positif dari Pemda sangat menunjang program Prima Tani yang

dilaksanakan di kabupaten Buleleng Kecamatan Gerokgak khususnya pada Desa Sanggalangit,

(2)

Berfluktuasi serta tidak adanya kepastian harga di tingkat petani membuat lemahnya

aktifitas usahatani maupun usaha peternakan yang selama ini menjadi andalan petani (sumber

mata pencaharian) di daerah kering dataran rendah di Bali. Berbagai dugaan banyak

dikemukakan bahwa pengaruh non ekonomis sedang beroperasi pada tingkat harga yang berlaku

ditingkat petani. Informasi pasar sangat dibutuhkan petani guna lebih intensifnya usaha yang

dikerjakan. Singh dalam Sahara (2001) mengatakan bahwa fluktuasi harga yang tinggi di

sektor pertanian merupakan suatu fenomena yang umum akibat ketidakstabilan (inherent

instability) pada sisi penawaran. Pengaruh fluktuasi harga pertanian lebih besar bila

dibandingkan dengan fluktuasi produksi. Keadaan ini dapat menyebabkan petani menderita

kerugian dalam jangka pendek sehingga menimbulkan kurangnya keinginan untuk melakukan

investasi di sektor pertanian atau petani akan beralih ke komoditas yang memiliki harga jual yang

lebih tinggi.

Selanjutnya banyaknya lembaga tataniaga yang terlibat dalam pemasaran akan

mempengaruhi panjang pendeknya rantai tataniaga dan besarnya biaya tataniaga. Besarnya

biaya tataniaga akan mengarah pada semakin besarnya perbedaan harga antara petani produsen

dengan konsumen. Hubungan antara harga yang diterima petani produsen dengan harga yang

dibayar oleh konsumen pabrikan sangat bergantung pada struktur pasar yang

menghubungkannya dan biaya transfer. Apabila semakin besar margin pemasaran ini akan

menyebabkan harga yang diterima petani produsen menjadi semakin kecil dan semakin

mengindikasikan sebagai sistem pemasaran yang tidak efisien (Tomek and Robinson, 1990).

Pada sisi sistem pemasaran sapi Bali sebagai komoditas unggulan, pendapatan petani akan

meningkat dengan semakin efisiennya saluran pemasaran anggur tersebut. Sementara itu

persoalan kelancaran pemasaran sangat tergantung pada kualitas produk yang dihasilkan oleh

petani produsen dan juga upaya penyempurnaan kinerja lembaga-lembaga pemasaran dan

sistem pemasaran itu sendiri sehingga pada akhirnya akan memperluas lapangan kerja dan

peningkatan pendapatan serta kualitas tingkat kesejahteraan petani yang memadai.

1.2. Perumusan Masalah

Ternak sapi Bali merupakan program prioritas yang dikembangkan terutama pada wilayah

barat Kabupaten Buleleng, dengan dijadikannya Kecamatan Gerokgak sebagai sentra

pengembangan pembibitan sapi Bali. Demikian halnya dengan program Prima Tani LKDRIK

Kabupaten Buleleng yang menjadikan ternak sapi Bali sebagai titik ungkit dalam penerapan

inovasi teknologi guna menunjang peningkatan pendapatan petani setempat. Adanya kesamaan

dalam program pembangunan pertanian ini akan lebih mudah lagi mencapai sasarannya apabila

didukung oleh sumberdaya dan potensi daerah bersangkutan. Pengembangan program pertanian

secara umum tidak hanya berpikir kearah peningkatan produksi, tapi perlu kiranya dipikirkan

kemana akan dibawa produksi yang dihasilkan tersebut (pemasaran produk). Adanya saluran

penjualan/pemasaran akan lebih merangsang petani untuk meningkatkan produksi. Hal ini

sangat berkaitan antara produksi dan pemasaran yang mengarah pada nilai jual sampai akhirnya

pada nilai diterima petani dari usaha yang dilakukan.

Pertanyaan penelitian yang diajukan dalam penelitian ini adalah, Bagaimanakah

keuntungan dan saluran pemasaran komoditas unggulan sapi Bali di daerah penelitian? Untuk

itu kegiatan “Studi Pola Pemasaran Sapi Bali” perlu dilakukan guna mengidentifikasi saluran

pemasaran sapi Bali yang selama ini dianggap memegang peranan penting dalam kontribusi

pendapatan petani pada wilayah Prima Tani LKDRIK Kabupaten Buleleng.

(3)

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian yang akan dilakukan adalah mengetahui kelayakan dari

usaha penggemukan sapi Bali serta saluran pemasaran yang terjadi di daerah penelitian.

II. METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng sebagai salah satu

sentra peternakan rakyat ternak sapi Bali, Penentuan daerah penelitian ini dilakukan secara

sengaja atau purposive,

di lokasi Prima Tani LDRIK Kabupaten Buleleng. Pengambilan contoh

dilakukan dengan teknik penarikan contoh acak sederhana di masing-masing Desa pada

Kecamatan Gerokgak sebanyak 50 petani, karena petani/peternak sapi didaerah tersebut dalam

penggunaan teknologi dan pemasaran cenderung sama/homogen. Metode yang digunakan untuk

pengambilan sampel pedagang (Belantih sebanyak 10 responden) maupun pedagang antar pulau

(3 responden) dengan metode snowball sampling yakni dengan menentukan sampel awal

kemudian menentukan sampel berikutnya berdasarkan informasi yang diperoleh.

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data

primer diperoleh langsung dari petani dan pelaku pemasaran, seperti pedagang pengumpul,

pedagang besar (pedagang antar pulau), meliputi harga ditingkat petani, harga ditingkat pengecer,

biaya-biaya pemasaran (pengandangan, timbang, tenaga kerja dalam pemasaran, transportasi,

penyusutan dan lain-lain) serta semua data input output usaha peternakan, dengan

menggunakan metode wawancara melalui pengisian daftar pertanyaan (kuisioner). Data sekunder

yaitu data yang diambil dari instansi terkait dengan produksi dan pemasaran sapi Bali.

Analisis R/C digunakan untuk melihat kelayakan usaha penggemukan sapi Bali dan

analisis margin pemasaran digunakan untuk mengetahui distribusi biaya dari setiap aktivitas

pemasaran dan keuntungan dari setiap lembaga perantara serta bagian harga yang diterima

petani. Atau dengan kata lain analisis margin pemasaran dilakukan untuk mengetahui tingkat

kompetensi dari para pelaku pemasaran yang terlibat dalam pemasaran/disribusi. Secara

matematis margin pemasaran dihitung dengan formulasi sebagai berikut (Tomeck and Robinson,

1990; Sudiyono, 2001) :

MP = Pr – Pf atau MP =

Σ

Bi +

Σ

Ki

Keterangan : MP : Margin pemasaran; Pr : Harga tingkat pedagang antar pulau; Pf : Harga tingkat petani; ΣBi : Jumlah biaya yang dikeluarkan lembaga – lembaga pemasaran (B1, B2, B3…..Bn); ΣKi : Jumlah

keuntungan yang diperoleh lembaga-lembaga pemasaran (K1, K2, K3…Kn)

Keuntungan lembaga pemasaran :

m

K

i

= Hji – Hbi -

Σ

Bpi

S=1

Keterangan : Hji : Harga jual lembaga pemasaran ke –i; Hbi : Harga beli lembaga Pemasaran ke-i; Bpi : Biaya pemasaran lembaga pemasaran ke-i; m : Jumlah jenis biaya; s : Jenis biaya pemasaran

Bagian keuntungan dan biaya pemasaran masing-masing lembaga pemasaran :

SK

i

= K

i

x 100%

P

r

-P

f

SB

i

= B

i

x 100%

(4)

Sedangkan besarnya bagian atau share yang diterima petani (SP) dari harga pedagang antar

pulau dapat dihitung dengan menggunakan:

SP = P

f

x 100%

P

r

III. PEMBAHASAN

3.1. Analisis Finansial Usaha Penggemukan Sapi Bali

Secara umum peternak sapi di Kecamatan Gerokgak belum memiliki kelembagaan khusus

peternak sapi Bali maupun kelembagaan pemasarannya. Sehingga dalam hal pemasaran

umumnya dilakukan langsung pada tengkulak atau pedagang pengumpul/belantih, walau ada

juga yang langsung kepasar hewan namun sangat sedikit sekali. Sistem pemasaran yang banyak

dijumpai umumnya adalah sistem cawangan atau tafsiran dibandingkan dengan sistim timbang.

Usaha ternak sapi Bali dapat dikatakan cukup prospektif untuk dikembangkan, asalkan

diimbangi dengan harga jual yang cukup layak ditingkat produsen, hal ini ditunjukkan dari hasil

analisa finansial yang dilakukan terhadap beberapa petani/peternak sapi Bali di kecamatan

Gerokgak. Analisa finansial usahatani dilakukan berdasarkan pada biaya total (termasuk tenaga

kerja dalam keluarga) dalam kurun waktu penggemukan dilakukan. Walaupun sesungguhnya

umur penggemukan berbeda-beda antara satu petani dengan petani lainnya, yang dipergunakan

dalam perhitungan adalah hasil rata-rata.

Hasil analisis finansial terhadap biaya total (Tabel 1) terlihat bahwa sampai pada saat

penjualan dibutuhkan biaya sebesar Rp. 4.402.750,-. Rata-rata berat awal sapi penggemukan

adalah 200 kg dengan harga beli Rp. 3.250.000/ekor. Bibit sapi yang digemukkan masih

tergolong kecil, sehingga memerlukan waktu pemeliharaan cukup lama yaitu sampai dengan 11

bulan. Berbeda dengan peternak yang sudah profit oriented yang berusaha ternak sudah

mempertimbangkan umur atau berat bibit awal, lama penggemukan serta efisiensi tenaga kerja

semaksimal mungkin dalam mencapai keuntungan yang optimal. Beberapa literatur dan hasil

pengkajian menyatakan bahwa bobot awal yang tepat untuk sapi penggemukan minimal 300 kg,

sehingga hanya perlu waktu ± 6 bulan untuk mencapai berat diatas 400 kg dengan asumsi

ketersediaan pakan yang cukup mendukung.

Demikian halnya dengan bobot rata penjualan yang masih dibawah 400 kg yaitu

rata-rata 340 kg, yang berakibat pada harga jual tabel lebih rendah dari harga jual tabel sapi dengan

bobot diatas 400 kg. Pada daerah penelitian harga diterima petani peternak sapi Bali per kg

adalah Rp. 13.970,-. Harga tersebut lebih rendah dari harga yang berlaku dipasar-pasar hewan (±

Rp. 15.500/kg – Rp 16.500/kg). Hal ini akibat dari sistem penjualan berdasarkan

tafsiran/cawangan, tidak berdasarkan timbangan. Namun secara keseluruhan usaha

penggemukan yang dilakukan cukup menguntungkan serta masih layak diusahakan terlihat dari

nilai R/C yang lebih besar dari 1 (R/C = 1,08), yang berarti bahwa total biaya masih dapat

tertutupi oleh produksi yang dihasilkan. Untuk 1 ekor sapi yang digemukkan petani rata-rata

memperoleh pendapatan bersih Rp. 347.250,- dalam jangka waktu 11 bulan. Disamping itu

dengan dihitungnya tenaga kerja dalam keluarga petani berarti bahwa petani telah mendapat

pekerjaan yang memperoleh upah dari usaha penggemukan sapi yang dilaksanakannya.

(5)

Tabel 1. Hasil analisis Usaha Penggemukan Sapi Bali di Kecamatan Gerokgak, Buleleng,

Tahun 2007

No Uraian Vol Satuan Harga Satuan Jumlah

I. Biaya Sarana Produksi

1 Bibit (200 kg) 1 ekor 3,250,000 3,250,000

2

Kandang Tradisional (1 kandang 2 ekor) 1 buah 500,000

bambu, atap asbes, alas kayu geladag

umur ekonomis + 3 tahun

3 Penyusutan kandang 1 buah 83,500 83,500

(1 buah kandang Rp. 500.000)

Penyusutan @ Rp. 167.000 (2 ekor)

4

Dedak (MK) (0,5 kg/3 hari, selama 3 bulan) 15 kg 1,200 18,000

5

Biaya Vaksin dan Vitamin @ Rp. 20.000 1 ekor 20,000 20,000

Total Biaya Saprodi 3,371,500

II. Biaya Tenaga Kerja

1 Mencari pakan (1 ikat pagi, 1 ikat sore)

1 jam/hari, 11bulan 41.25 HOK 20,000 825,000

2 Pembersihan kandang 10.313 HOK 20,000 206,250

Total Biaya Tenaga kerja 1,031,250

III. Penerimaan

1 Produksi (340 kg) 1 ekor 4,750,000 4,750,000

2 Harga penjualan per kg hidup 13.971

IV Pendapatan Bersih 347,250

R/C 1,08

Sumber : Data Primer Diolah

3.2. Saluran Pemasaran

Banyak jalur yang digunakan petani dan lembaga pemasaran dalam memasarkan sapi Bali.

Distribusi sapi dari pusat produksi hingga ke pedagang antar pulau, berdasarkan wawancara dan

pengamatan dilapangan terhadap 50 responden peternak sapi Bali, 10 belantih, 3 pedagang antar

pulau masing-masing di Kabupaten Buleleng 1 orang, Kabupaten Jembrana 1 orang dan

Kabupaten Klungkung 1 orang)

Berdasarkan skema alur pemasaran sapi Bali dari produsen hingga konsumen dapat dilihat

bahwa terdapat tiga tipe saluran pemasaran yang terbentuk yaitu : 1) Petani - Belantih -Pedagang

antar pulau; 2) Petani - Belantih - Pasar hewan - pedagang antar pulau; 3) Petani - Pasar hewan -

Pedagang antar pulau.

Dengan adanya perbedaan saluran dan panjang pendeknya saluran pemasaran ini akan

mempengaruhi tingkat harga, bagian keuntungan dan biaya serta margin pemasaran yang

diterima setiap pelaku pemasaran sapi Bali. Berdasarkan distribusi jenis saluran pemasaran sapi

Bali terlihat bahwa 34 persen petani melakukan pemasaran melalui pola 1, sebanyak 52 persen

dengan pola 2 dan 14 persen pada pola 3.

(6)

34% 52% 14%

Gambar 1. Skema alur pemasaran Sapi Bali

Ditingkat petani, sebagian petani mencari informasi harga kepada petani lain yang telah

melakukan penjualan atau kepada pedagang pengumpul/belantih lainnya yang bukan menjadi

langganannya. Tetapi sebagian besar petani hanya menerima informasi harga dari belantih

langganannya karena faktor kepercayaan. Kondisi tersebut tentunya tidak menguntungkan bagi

petani karena pedagang pada umumnya memberikan informasi harga yang memberikan

keuntungan baginya, sebagai suatu penerapan kekuatan daya beli atau oligopsonistiknya. Untuk

mengatasi hal ini sebagaimana disarankan Hutabarat dan Rahmanto (2004) peran pemerintah

daerah sangat diperlukan untuk membangun jaringan informasi harga di dareah sentra produksi

dan menyebarluaskannya ke masyarakat, sehingga persaingan bisnis akan semakin dirangsang.

Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara terhadap pedagang antar pulau, ternyata

sekitar 80 persen pemasaran sapi Bali adalah ke kota-kota diluar pulau Bali antara lain Jakarta,

Bekasi, Semarang, Cakung. Sedangkan sisanya sekitar 20 persen adalah terdistribusi di Bali

dimana pangsa pasar utamanya adalah kota Denpasar. Biasanya permintaan akan daging akan

meningkat dengan adanya peringatan hari-hari keagamaan, musim liburan pada tingkat

pariwisata. Hal ini diikuti juga dengan meningkatnya harga baik ditingkat produsen maupun

konsumen, sesuatu yang wajar dalam hal permintaan penawaran suatu produk.

3.3. Margin Pemasaran

Analisa margin pemasaran dapat digunakan untuk mengetahui distribusi margin

pemasaran yang terdiri dari biaya dan keuntungan dari setiap aktivitas lembaga pemasaran yang

berperan aktif, serta untuk mengetahui bagian harga (farmer share) yang diterima petani.

Didasarkan pada saluran pemasaran yang dilalui, jumlah ternak sapi yang dipasarkan, jumlah

lembaga pemasaran yang turut berperan aktif dalam pemasaran, jarak petani ke konsumen,

panjang saluran pemasaran yang dilalui, sistem pembayaran dan daerah tujuan pemasaran akan

membedakan besarnya biaya yang dikeluarkan dalam aktivitas pemasaran yang selanjutnya akan

mempengaruhi besarnya margin pemasaran, bagian keuntungan dan biaya dari tiap lembaga

pemasaran serta bagian harga yang diperoleh petani.

Pasar Hewan Petani Belantih Pasar Hewan Pedagang antar pulau Belantih

(7)

Lebih lanjut Saliem (2004) menyatakan tujuan analisis margin pemasaran bertujuan untuk

elihat efisiensi pemasaran yang diindikasikan oleh besarnya keuntungan yang diterima oleh

masing-masing pelaku pemasaran. Semakin tinggi proporsi harga yang diterima produsen,

semakin efisien sistem pemasaran tersebut. Besarnya keuntungan yang diterima oleh

masing-masing pelaku pemasaran relatif terhadap harga yang dibayar konsumen dan atau relatif

terhadap biaya pemasaran terkait dengan peran yang diakukan oleh masing-masing pelaku.

Berdasarkan hasil analisis, pada Tabel 2 terlihat bahwa margin pemasaran yang terjadi

antara petani dan pedagang antar pulau cukup besar, yaitu Rp. 2,950,000/ekor. Hal ini

dimungkinkan dengan cukup panjangnya saluran/rantai pemasaran yang terjadi. Sedangkan

bagian keuntungan yang diterima oleh masing-masing lembaga pemasaran juga cukup bervariasi,

dimana bagian terbesar justru pada lembaga pemasaran akhir yaitu pedagang antar pulau 72.73

persen sedangkan petani hanya mendapatkan bagian 61.69 persen. Tingginya bagian keuntungan

yang diperoleh pedagang antar pulau berkaitan dengan dikeluarkannya biaya tinggi dengan resiko

yang sepadan dalam membawa ternak sapi keluar pulau sehingga tingkat keuntungan yang

diperoleh menjadi lebih besar. Dengan mengetahui bagian yang diterima petani ini, dapat dilihat

keterkaitan antara pemasaran dan proses produksi. Komoditi yang diproduksikan secara tidak

efisien (biaya per unit tinggi) maka harus dijual dengan harga per unit yang tinggi pula, sehingga

komoditi yang diproduksikan secara tidak efisien menyebabkan bagian harga yang diterima

petani (farmer’s share) menjadi kecil, yang pada gilirannya tidak akan merangsang produksi lebih

lanjut.

Tabel 2. Margin Pemasaran, Distribusi Margin dan S

hare

Pemasaran Sapi Bali dalam Pola

Pemasaran Saluran 1, di Kecamatan Gerokgak, Buleleng, 2007.

Lembaga Pemasaran dan Komponen Margin (Rp/ekor) Distribusi Margin Share (%)

Petani

a. Harga jual 4,750,000 61.69

Belantih

a. Harga beli 4,750,000 61.69

b. Transport dari lapangan 30,500 0.01 0.40

c. Pemeliharaan sebelum dijual

- Tenaga kerja 35,700 0.01 0.46 - Pakan 32,200 0.01 0.42 - Pengandangan 10,000 0.00 0.13 d. Transport penjualan 31,000 0.01 0.40 e. Konsumsi 26,250 0.01 0.34 f. Keuntungan 684,350 0.23 g. Harga jual 5,600,000

Pedagang Antar Pulau

a. Harga beli 5,600,000 72.73

b. Biaya timbang 15,000 0.01 0.19

c. Biaya Karantina 20,000 0.01 0.26

d. Biaya Dinas Peternakan 15,000 0.01 0.19

e. Biaya penyebrangan 2,000 0.00 0.03 f. Biaya transportasi 267,857 0.09 3.48 g. Biaya pengawalan 53,571 0.02 0.70 h. Pakan 15,000 0.01 0.19 g. Keuntungan 1,711,572 0.58 h. Harga jual 7,700,000 Margin Pemasaran 2,950,000

Sumber : Analisis Data Primer

Saluran pemasaran pola 2 merupakan yang banyak terjadi pada penelitian ini yaitu

sebanyak 52 persen, atau kurang lebih ada 26 petani dari 50 petani responden yang

(8)

7,000,000/ekor (Tabel 3). Tingginya bagian keuntungan yang diterima lembaga pasar hewan

adalah karena tidak mengeluarkan biaya pemasaran tetapi hanya melakukan fungsi pertukaran

saja. Sudiyono (2001) menyatakan bahwa margin pemasaran yang tinggi tidak selalu

mengindikasikan keuntungan yang tinggi, tergantung berapa besar biaya-biaya yang harus

dikeluarkan lembaga-lembaga pemasaran untuk melakukan fungsi-fungsi pemasaran. Share atau

bagian keuntungan dari masing-masing lembaga pemasaran tertinggi terdapat pada pedagang

antar pulau yaitu sebesar 82,52 persen. Sedangkan pada pedagang pengumpul/belantih biaya

pemasaran yang dikeluarkan untuk melakukan fungsi pemasaran cukup tinggi namun bagian

keuntungan yang diperoleh lebih rendah dari pedagang antar pulau, hal ini menunjukkan bahwa

distribusi margin, biaya dan keuntungan tidak tersebar secara merata sehingga pemasaran yang

terjadi tidak efisien.

Tabel 3. Margin Pemasaran, Distribusi Margin dan S

hare

Pemasaran Sapi Bali dalam Pola

Pemasaran Saluran 2, di Kecamatan Gerokgak Buleleng, 2007.

Lembaga Pemasaran dan Komponen Margin (Rp/ekor) Distribusi Margin Share (%)

Petani

a. Harga jual 4,750,000 67.86

Belantih

a. Harga beli 4,750,000 67.86

b. Transport dari lapangan 30,500 0.01 0.44

c. Pemeliharaan sebelum dijual

- Tenaga kerja 35,700 0.02 0.51 - Pakan 32,200 0.01 0.46 - Pengandangan 10,000 0.00 0.14 d. Transport penjualan 31,000 0.01 0.44 e. Konsumsi 26,250 0.01 0.38 f. Biaya masuk 8,000 0.00 0.11

g. Biaya balik nama 25,000 0.01 0.36

h. Keuntungan 826,350 0.37 i. Harga jual 5,775,000 Pasar Hewan a. Harga transaksi 5,742,000 82.03 b. Keuntungan 33,000 0.01 c. Harga jual 5,775,000

Pedagang Antar Pulau

a. Harga beli 5,775,000 82.50

b. Biaya pengeluaran sapi 20,000 0.01 0.29

c. Biaya Karantina 20,000 0.01 0.29

d. Biaya Dinas Peternakan 15,000 0.01 0.21

e. Biaya penyebrangan 2,000 0.00 0.03 f. Biaya transportasi 267,857 0.12 3.83 g. Biaya pengawalan 53,571 0.02 0.77 h. Pakan 15,000 0.01 0.21 g. Keuntungan 831,572 0.37 h. Harga jual 7,000,000 Margin Pemasaran 2,250,000

Sumber : Analisis Data Primer

Pada saluran pemasaran pola 3 (Tabel 4) margin pemasaran yang terjadi antara petani

produsen dan pedagang antar pulau relatif lebih rendah yaitu sebesar Rp. 1.608.000/ekor.

Saluran pemasaran pola 3 harga jual yang diterima petani cenderung lebih baik dibandingkan

pada pola 1 yaitu rata-rata sebesar Rp. 5,742,000/ekor dengan harga jual ditingkat pedagang

antar pulau sebesar Rp. 7,350,000/ekor. Tingginya harga jual ditingkat petani berkaitan dengan

rantai pemasaran yang terjadi, dimana petani mendapatkan harga tabel berlaku saat itu dan

ternak ditimbang pada pasar hewan. Hal ini akan lebih meyakinkan dari segi harga diterima

petani. Lain halnya pada model saluran pemasaran 1 atau 2 , petani hanya menerima harga jual

berdasarkan tafsiran saja (cawangan). Model ini masih terus berkembang mengingat peternakan

(9)

petani merupakan peternakan rakyat. Transaksi terjadi langsung dilapangan/dikandang petani.

Waktu penjualannyapun tergantung dari kebutuhan petani sebagai produsen. Demikian halnya

jumlah ternak yang dijual oleh petani hanya 1-2 ekor saja, sehingga peran belantih menjadi

dominan didaerah penelitian.

Tabel 4. Margin Pemasaran, Distribusi Margin dan S

hare

Pemasaran Sapi Bali dalam Pola

Pemasaran Saluran 3, di Kecamatan Gerokgak Buleleng, 2007.

Lembaga Pemasaran dan Komponen Margin (Rp/ekor) Distribusi Margin Share (%)

Petani

a. Harga jual 5,742,000 78.12

b. Biaya masuk 8,000 0.005 0.11

c. Biaya balik nama 25,000 0.016 0.34

Pasar Hewan

a. Harga beli/transaksi 5,742,000 78.12

a. Keuntungan 33,000 0.021

b. Harga jual 5,775,000

Pedagang Antar Pulau

a. Harga beli 5,775,000 78.57

b. Biaya pengeluaran sapi 20,000 0.012 0.27

c. Biaya Karantina 20,000 0.012 0.27

d. Biaya Dinas Peternakan 15,000 0.009 0.20

e. Biaya penyebrangan 2,000 0.001 0.03 f. Biaya transportasi 267,857 0.167 3.64 g. Biaya pengawalan 53,571 0.033 0.73 h. Pakan 15,000 0.009 0.20 g. Keuntungan 1,181,572 0.735 h. Harga jual 7,350,000 Margin Pemasaran 1,608,000

Sumber : Data Primer Diolah

Bagian keuntungan yang diterima oleh masing-masing lembaga pemasaran yang tertinggi

diperoleh pada tingkat pedagang antar pulau yaitu sebesar 78.57 persen sedangkan produsen

memperoleh bagian keuntungan sebesar 78.12 persen. Share

atau bagian keuntungan dari

masing-masing lembaga pemasaran relatif cukup merata, hal ini menunjukkan bahwa distribusi

margin, biaya dan keuntungan tersebar secara merata sehingga pemasaran yang terjadi sudah

cukup efisien.

Saluran pemasaran tersebut secara keseluruhan merupakan dilema yang dihadapi

peternak sapi. Seluruh kelembagaan yang ada menginginkan keuntungan tertinggi dari transaksi

yang terjadi. Pada sisi lain masing-masing kelembagaan yang ada seolah-olah saling

membutuhkan satu sama lain sampai terjadinya transaksi atau uang cash

yang diterima oleh

petani/peternak sapi di Bali.

KESIMPULAN

1)

Hasil analisis finansial usahatani ternak sapi yang dilaksanakan di kecamatan Gerokgak

memiliki pospektif yang cukup baik dan menguntungkan dilaksanakan, hal dengan nilai

R/C > 1.

2)

Pola pemasaran sapi Bali di kecamatan Gerokgak terdapat 3 jenis pola saluran pemasaran,

yaitu: 1) Pola 1 (Petani - Belantih - Pedagang antar pulau) sebanyak 34 %; 2) Pola 2 (Petani

– Belantih - Pasar hewan - pedagang antar pulau) sebanyak 52 % ; dan Pola 3 (Petani -

Pasar hewan - Pedagang antar pulau) sebanyak 14 %.

(10)

3)

Fungsi pemasaran yang dilakukan pelaku pemasaran dalam pemasaran sapi Bali meliputi

fungsi pertukaran (pembelian dan penjualan), fungsi fisik (pengangkutan, transportasi dan

penyimpanan), fungsi fasilitas (timbang). Margin pemasaran tertinggi terdapat pada pola 1

yaitu Rp. 2,950,000/ekor diikuti pola 2 sebesar Rp.2.250.000/ekor dan pola 3 yaitu Rp.

1.608.000/ekor. Sedangkan share yang diterima petani tertinggi pada pola pemasaran 3

yaitu 78.12 %, diikuti pola 2 sebesar 67.86% dan pola 1 sebesar 61.69 %.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2007. Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Buleleng, Singaraja.

Hutabarat , B dan B Rahmanto. Dimensi Oligopsonistik Pasar Domestik Cabai Merah. Jurnal

Sosial Ekonomi Pertanian dan Agribisnis. SOCA. Vol 4 (1). Fakultas Pertanian Universitas

Udayana. Denpasar.

Saliem, H.P. 2004. Analisis Margin Pemasaran : Salah Satu Pendekatan dalam Sistem Distribusi

Pangan. Dalam Prospek Usaha dan Pemasaran Beberapa Komoditas Pertanian. Monograph

Series No. 24. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian. Bogor.

Sudiyono, A. 2001. Pemasaran Pertanian. Penerbit Universitas Muhamadiyah Malang. (UMM

Press). Malang.

Sahara, D. 2001. Perilaku Harga Lada Indonesia. Thesis Program Pascasarjana UGM.

Yogyakarta. (tidak dipublikasikan)

Tomek, W.E and Kenneth L. Robinson. 1990. Agricultural Product Prices, Second Edition Cornell

University Press, Ithaca

Yasa, IM.R., I.K. Mahaputra., I.N. Adijaya dan I.W. Trisnawati. 2005. Laporan Hasil Survey

Pendasaran Prima Tani Renovasi di Lahan Kering Dataran Rendah Beriklim Kering, Desa

Sanggalangit. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bali. Denpasar.

Gambar

Tabel  1. Hasil analisis Usaha Penggemukan Sapi Bali di Kecamatan Gerokgak,  Buleleng,  Tahun 2007
Gambar 1. Skema alur pemasaran Sapi Bali
Tabel 2.  Margin  Pemasaran, Distribusi Margin dan Share Pemasaran Sapi Bali dalam Pola  Pemasaran Saluran 1, di Kecamatan Gerokgak, Buleleng, 2007
Tabel  3. Margin  Pemasaran, Distribusi Margin dan Share Pemasaran Sapi Bali dalam Pola  Pemasaran Saluran 2, di Kecamatan Gerokgak Buleleng, 2007
+2

Referensi

Dokumen terkait

At once the laughter stopped and they stared at the Doctor and Rose suspiciously, their faces a mixture of bravado and fear, a look that Rose recognised from all children who have

Temuan hasil penelitian ini tidak mendukung dari pada penelitian terdahulu oleh Hasan Ma’ruf tahun 2015 yang menyatakan bahwa ”Kualitas Produk, Harga, Citra Merek dan Iklan mempunyai

Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik

[r]

Pengertian ‘Allah tidak membutuhkan bantuan makhluk lain’ tercantum dalam surat ….. Allah tidak mungkin rusak/binasa karena Allah

Bentuk non-test: Diskusi dan latihan soal mengenai perhitungan konversi bilangan, register, pointer dan flag 10 CPMK C.1 Mampu menggunakan Bahasa Assambler dimulai dari

Setelah mendengarkan dan mempelajari lirik-lirik lagu grup band yang ada di dunia musik Indonesia saat ini, dalam penelitian ini saya memilih untuk membahas relasi laki-laki

[r]