• Tidak ada hasil yang ditemukan

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2013) 1-7 1

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2013) 1-7 1"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

Abstrak - Siklus pembasahan dan pengeringan merupakan peristiwa alam yang terjadi secara terus-menerus pada daerah beriklim tropis seperti Indonesia. Proses pembasahan dan pengeringan secara berulang dapat mempengaruhi sifat fisik, mekanik dan dinamik dari tanah itu sendiri, karena terjadinya perubahan volume tanah yang disebabkan oleh perubahan kadar air

Penelitian ini berlokasi di Ngantang – Malang desa Jombok telah mengalami tiga kali penurunan tanah secara signifikan selama 3 tahun terakhir. Penelitian ini menitikberatkan pengaruh proses pembasahan dan pengeringan terhadap sifat fisik, mekanik dan dinamik tanah pada kedalaman -1 m sampai dengan -5 m per kedalaman 1 m pada siklus ke-1, ke-2, ke-4 dan ke-6. Sifat fisik meliputi berat jenis tanah (γt), berat

jenis kering tanah (γd), kadar air (wc), derajat kejenuhan (Sr),

porositas (n), angka pori (e), Specific Gravity (Gs) dan batas

Atterberg (LL, PL, PI). Sifat mekanik meliputi kohesi (c), modulus elastisitas (E) dan tegangan air pori negatif (Suction). Sifat dinamik meliputi modulus geser (G) dengan alat Elemen Bender. Pada Proses pembasahan dengan cara menambahkan kadar air dari kondisi awal (wi) dengan selisih antara kadar

air jenuh (wsat) dan kadar air kondisi awal (wi) sebesar 25%,

50%, 75%, dan 100%. Sedangkan proses pengeringan dilakukan dengan cara mengurangi kadar air dari kondisi awal (wi) dengan selisih antara kadar air jenuh (wsat) dan

kadar air kondisi awal (wi) sebesar 25%, 50%, 75%, dan

100%.

Dalam proses pembasahan dan pengeringan nilai kadar air (wc) mengalami penurunan dari kondisi inisial awal sampai

kondisi inisial di siklus 6 dengan penurunan rata-rata 9,06%pada puncak penurunan di siklus 2. Sama halnya dengan nilai derajat kejenuhan (Sr) mengalami penurunan

rata-rata 3,73% dengan nilai puncak terendah pada siklus 4 dan naik di siklus 6. Sedangkan nilai kohesi (Cu) mengalami

peningkatan rata-rata 3,83% dengan nilai puncak pada siklus 4 dan turun di siklus 6. Pada proses pembasahan dan pengeringan mengakibatkan nilai modulus geser (Gmax)

menurun sebesar 3,27% dengan penurunan hingga siklus 4 dan naik di siklus 6 dan tegangan air pori negatif (-Uw)

mengalami peningkatan rata-rata 51,06% dengan nilai puncak pada siklus 4 dan turun di siklus 6.

Kata kunci – siklus pembasahan dan pengeringan, sifat fisik, sifat mekanik, sifat dinamik, elemen bender, tanah permukaan, lereng, stabilitas, Ngantang – Malang

I.PENDAHULUAN

ECARA geografis Indonesia terletak pada daerah tropis, dimana terdapat musim hujan yang tinggi dan musim kemarau dengan cuaca yang panas. Pergantian musim tersebut menyebabkan terjadinya proses pembasahan dan pengeringan secara berulang-ulang.. Proses pembasahan dan pengeringan secara terus menerus dapat mempengaruhi

volume tanah yang diakibatkan oleh perubahan kadar air Chomaedi, M. Khoiri & Machsus (2007) menyatakan bila kadar air dalam pori tanah meningkat volume tanah akan mengembang, dan bila kadar air tanah berkurang sebaliknya tanah akan menyusut. Maekawa dan Miyakita (1991) menyimpulkan bahwa jumlah siklus pengeringan dan pembasahan berulang akan mengurangi kekuatan geser tanah, sampai pada siklus tertentu.

Salah satu lereng di kabupaten Malang kecamatan Ngantang desa Jombok telah mengalami penurunan tanah secara signifikan. Menurut Kepala Desa setempat penurunan pertama turun sedalam ± 3 m terjadi pada bulan Februari 2009 dalam kurun waktu kurang lebih sebulan, penurunan kedua terjadi pada Februari 2010 turun sedalam ± 2 m selama kurang lebih sebulan dan penurunan ketiga terjadi di tahun 2011 turun ± 1 m selama kurang lebih sebulan. Hipotesa penyebab penurunan tanah tersebut adalah proses pembasahan dan pengeringan yang mengurangi kekuatan geser tanah sehingga memungkinkan kembali terjadi penurunan mengingat kondisi lereng yang masih rentan akan bencana.

Penelitian ini menitikberatkan pengaruh proses pembasahan dan pengeringan pada tanah permukaan lereng dengan kedalaman -1 m sampai -5 m dengan menggunakan benda uji tanah tidak terganggu per kedalaman 1 m.

II.TINJUAN PUSTAKA

A. Sifat Fisik Tanah

Sifat fisik tanah yaitu sifat yang berhubungan dengan elemen penyusunan massa tanah yang ada. Dalam keadaan tidak jenuh, tanah terdiri dari 3 (tiga) bagian yaitu butiran padat (solid), bagian air (water) dan bagian udara (air). Keberadaan materi air dan udara biasanya menempati pada ruangan antara butiran/pori pada massa tanah tersebut. Ilustrasi untuk memahami susunan elemen pada massa tanah dapat diasumsikan seperti gambar 2.1 berikut (Das, 1998).

(Sumber : Braja M. Das 1988)

Gambar 2.1 (a) Elemen tanah dalam keadaan asli, (b) Tiga fase elemen tanah

Pada gambar 2.1 (a) memperlihatkan elemen tanah yang mempunyai volume V dan W, sedang gambar 2.1 (b)

STUDI PERUBAHAN KARAKTERISTIK FISIK,

MEKANIK DAN DINAMIK TANAH TERHADAP SIKLUS

PEMBASAHAN DAN PENGERINGAN PADA TANAH

PERMUKAAN LERENG DI NGANTANG – MALANG

Indra Mustomo, Efendi Yasin, Andi Patriadi, dan Ria Asih Aryani Soemitro, Trihanyndio Rendy Satrya. Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS)

Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 E-mail: ria@ce.its.ac.id, rendy_star@ce.its.ac.id

(2)

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2013) 1-7 2 memperlihatkan hubungan berat dan volume tanah dalam

tiga fase yang dipisahkan (butiran padat, air dan udara). Berat udara dianggap sama dengan nol. Hubungan volume yang umum dipakai untuk suatu elemen tanah adalah sebagai berikut :

1. Angka pori (e) adalah perbandingan volume rongga (Vv) dengan volume butiran (Vs), yang dinyatakan dalam bentuk desimal.

2. Porositas (n) adalah perbandingan antara volume rongga (Vv) dengan dengan volume total (Vt), dinyatakan dalam desimal atau prosen tetapi dalam desimal lebih diutamakan.

3. Kadar air (Wc) adalah perbandingan antara berat air (Ww) dengan berat butiran (Ws) dalam tanah tersbut, dinyatakan dalam prosen.

4. Berat volume tanah (γ) adalah perbandingan antara berat tanah total (Wt) dengan volume tanah total (Vt).

5. Berat volume kering (γd) adalah perbandingan antara berat butiran (Ws) dengan volume tanah total (Vt). 6. Berat volume butiran padat (γs) adalah perbandingan

antara berat butiran padat (Ws) dengan volume butiran padat (Vs).

7. Derajat kejenuhan (Sr) adalah perbandingan antara volume air (Vw) dengan volume rongga pori (Vv) yang dinyatakan dalam prosen. Apabila jarak dari derajat kejenuhan dinyatakan dalam 0% - 100%, maka 0% (tanah tersebut kering) dan 100% (tanah tersebut jenuh). 8. Specific Gravity (Gs) perbandingan antara berat volume

butiran padat (γs) dengan berat volume air (Vw).

Tabel 2.1 Nilai Angka Pori, Kadar Air, dan Berat Volume Kering untuk Beberapa Tipe Tanah.

(Sumber : Braja M. Das 1988) B. Sifat Mekanik Tanah.

Sifat mekanis tanah merupakan sifat perilaku dari struktur massa tanah pada dikenai suatu gaya atau tekanan yang dijelaskan secara teknis mekanis. Parameter kekuatan tanah tersebut terdiri dari :

 Kohesi (Cu), yaitu gaya tarik antara butiran tanah yang tergantung pada jenis tanah dan kondisi kerapatan butir.

 Bagian butiran yang bersifat gesekan tergantung pada tekanan efektif bidang geser terhadap sudut geser dalam (Ø) yang terbentuk.

 Tegangan air pori negatif (-Uw), ditentukan dengan menggunakan kurva kalibrasi kertas filter Whatman no. 42.

 Modulus elastisitas merupakan perbandingan antara tegangan yang terjadi terhadap regangan. Nilai ini bias didapatkan dari Triaxial Test , secara empiris dapat ditentukan dari jenis tanah dan data sondir

C. Sifat Dinamik Tanah.

Perhitungan sifat dinamik dengan alat Elemen Bender, kecepatan gelombang geser, Vs dapat dihitung. Persamaan berikut di gunakan untuk menghitung Vs.

t

L

V

s

dimana L adalah jarak efektif atau panjang sampel tanah, sedangkan t adalah waktu tempuh yang diperlukan oleh gelombang geser untuk merambat di tanah. Dengan menggunakan persamaan berikut, modulus geser maksimum (Gmaks) dapat ditentukan.

2

V

G

maks

dimana :

ρ : kerapatan massa tanah = γ/g (gr.dt2 /cm4) V : kecepatan rambat gelombang geser (cm/dt) γ : berat volume tanah (gr/cm3

)

III.URAIAN PENELITIAN

A. Pendahuluan

Berikut adalah diagram alir penelitian.

Mulai

Studi Literatur Studi Penelitian Terdahulu

Hasil penelitian di laboratorium mekanika tanah Pengambilan contoh tanah tidak terganggu dengan kedalaman -1m sampai -5m di Ngantang - Malang

(3)

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2013) 1-7 3

Gambar 3.1 Diagram Alir

B. Proses Pembasahan dan Pengeringan

Proses pembasahan dilakukan secara bertahap berdasarkan prosentase penambahan kadar air (Gambar 3.1). Prosentase penambahan air ditentukan dari penjumlahan antara kadar air awal (Wi) dengan prosentase kadar air dikalikan dengan selisih antara kadar air jenuh dengan kadar air awal ( Wsat – Wi). Pada proses pembasahan, benda uji dengan kondisi inisial dijenuhkan secara bertahap dengan penambahan air hingga mencapai jenuh 100%. Untuk pengukuran tegangan air pori negatif, kertas filter tipe Whatman No. 42 diletakkan pada 1/3 tinggi benda uji. Dalam hal ini kertas filter diletakkan pada benda uji triaksial (Elemen Bender). Sedangkan pada proses pengeringan berdasarkan penurunan berat dari bahan uji. Penurunan bahan uji ditentukan dari selisih antara kadar air awal (Wi) dengan prosentase kadar air dikalikan dengan selisih antara kadar air jenuh dengan kadar air awal ( Wsat – Wi).

IV.ANALISA DAN HASIL PENELITIAN

Penelitian dilakukan di laboratorium mekanika tanah, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember, dengan menggunakan tanah lempung tidak terganggu yang diambil di daerah Ngantang - Malang, Jawa Timur. Parameter- parameter tanah hasil pengujian yang dibahas meliputi parameter fisik, mekanik dan dinamik

tanah serta pengaruh pembasahan terhadap perubahan parameter fisik, mekanik dan dinamik tanah.

A. Pengujian Sifat Fisik 1) Uji Berat Jenis

Pengujian berat jenis (specific gravity) dilakukan dengan menggunakan standar uji ASTM D 854-72. Nilai specific gravity (Gs) yang diperoleh akan membantu dalam mengklasifikasikan jenis tanah yang diuji. Hasil dari percobaan adalah sebagai berikut :

Tabel 4.1 Nilai Berat Jenis Tiap Kedalaman Kondisi Inisial Kedalaman (m) Sifat Fisik γt (gr/cm3) γd (gr/cm 3 ) Gs 1 1.57 0.94 2.61 2 1.52 0.95 2.70 3 1.30 0.72 2.56 4 1.39 0.73 2.53 5 1.54 1.00 2.47

(Sumber : Hasil Penelitian)

Dari Tabel 4.1, besarnya berat jenis tiap kedalaman memiliki variasi yang berbeda dan tidak dipengaruhi oleh kedalaman.

2) Kadar Air ( Wc ) ,angka pori, porositas, dan Derajat

Kejenuhan ( Sr )

Pengujian kadar air (water content, wc) berdasarkan standar uji ASTM D 2216-71 yang bertujuan untuk menentukan berat air terhadap tanah asli.

Tabel 4.2 Nilai Kadar Air dan Derajat Kejenuhan Tiap Kedalaman

Kedalaman Sifat Fisik

wc (%) E n (%) Sr (%) 1 66.93 1.77 63.96 98.37 2 59.35 1.83 64.69 87.53 3 81.85 2.58 72.08 81.28 4 89.70 2.47 71.18 92.09 5 54.88 1.48 59.72 91.53

(Sumber : Hasil Penelitian) 3) Nilai Uji Atterberg Limit

Pengujian batas atterberg meliputi batas cair, batas plastis dan indeks plastis. Hasil pengujian selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4.3 sebagai berikut:

Tabel 4.3 Nilai Atterberg limit tiap kedalaman Kedalaman (m) Batas Atterberg PL LL IP 1 39.31 48.23 8.91 2 45.68 57.56 11.88 3 40.45 48.30 7.85 4 49.54 57.91 8.38 5 25.38 38.63 13.25

(Sumber : Hasil Penelitian) Studi Literatur Studi Penelitian

Terdahulu

Hasil penelitian di laboratorium mekanika tanah Pengambilan contoh tanah tidak terganggu dengan kedalaman -1m sampai -5m di Ngantang - Malang

(4)

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2013) 1-7 4

4) Uji Analisa Saringan dan Hidrometer

Hasil pengujian distribusi ukuran butiran dan analisa hidrometer adalah prosentase fraksi lempung ≤ 0,002 mm, yang digunakan untuk melakukan klasifikasi jenis benda uji Tabel 4.4 Nilai Analisa Saringan dan Hidrometer Tiap

Kedalaman Kedalaman

(m)

Analisa Saringan

Kerikil Pasir Lanau Lempung

(%) (%) (%) (%) 1 0.00% 35.26% 38.08% 26.66% 2 4.70% 90.29% 4.41% 0.59% 3 0.00% 35.26% 45.36% 9.74% 4 0.34% 62.10% 31.13% 6.42% 5 1.53% 84.70% 11.34% 2.44%

(Sumber : Hasil Penelitian)

5) Nilai Tegangan air pori negatif, Kohesi, dan Modulus Elastisitas

Nilai tegangan air pori negatif (-Uw), kohesi (Cu) dan modulus elastisitas tiap kedalaman adalah sebagai berikut: Tabel 4.5 Nilai Tegangan air pori negatif (-Uw), kohesi (Cu)

dan dari Modulus elastisitas Tiap Kedalaman Kedalaman (m) Parameter Mekanik -Uw (kPa) Cu (kg/cm2) E (kPa) 1 7289.26 0.19 1,483.24 2 3509.14 0.33 6,523.73 3 34835.35 0.16 2,094.61 4 47174.6 0.21 4,356.19 5 4011.32 0.35 2,476.78

(Sumber : Hasil Penelitian)

6) Nilai Modulus Geser Maksimum Tiap Kedalaman Nilai modulus geser (Gmax) dari tiap kedalaman adalah sebagai berikut

Tabel 4.6 Nilai Modulus Geser Maksimum Tiap Kedalaman Kedalaman (m) Sifat Dinamik Gmax x 103 (kPa) 1 80.34 2 59.24 3 71.03 4 42.92 5 96

(Sumber : Hasil Penelitian)

7) Grafik Hubungan Parameter

Gambar 4.1 Hubungan Kadar Air (wc) – Modulus Geser (Gmax) – Tegangan Air Pori Negatif (-Uw), kadar Air (wc) – Berat Volume Tanah Kering (γd) – Modulus Geser (Gmax), Kadar Air (wc) – Derajat Kejenuhan (Sr) – Modulus Geser (Gmax) pada kedalaman 4 m

 Analisa Gambar 4.1 A

Gambar 4.1 A adalah grafik hubungan antara kadar air (wc) dengan modulus geser (Gmax) pada kedalaman 4 meter. Kecenderungan semakin rendah nilai kadar air (wc) maka nilai modulus geser (Gmax) cenderung semakin tinggi

 Analisa Gambar 4.1 B

Gambar B adalah grafik hubungan antara tegangan air pori negatif (-Uw) dengan modulus geser (Gmax) pada kedalaman 4 meter. Pada siklus 1, 2, 4 dan 6 bahwa semakin tinggi nilai tegangan air pori negatif (-Uw) maka nilai modulus geser (Gmax) cenderung semakin tinggi  Analisa Gambar 4.1 C

Gambar 4.1 C adalah grafik hubungan antara kadar air (wc) dengan berat volume kering (γd) pada kedalaman 4 meter. Pada siklus 1, 2, 4 dan 6 bahwa semakin rendah nilai kadar air (wc) maka nilai berat volume kering (γd) cenderung semakin tinggi

 Analisa Gambar 4.1 D

Gambar 4.1 D adalah grafik hubungan antara modulus geser (Gmax) dengan berat volume kering (γd) pada kedalaman 4 meter. Terlihat pada siklus 1, 2, 4 dan 6 bahwa semakin tinggi modulus geser (Gmax) maka cenderung diikuti nilai berat volume kering (γd) yang semakin tinggi

 Analisa Gambar 4.1 E

Gambar 4.1 E adalah grafik hubungan antara kadar air (wc) dengan derajat kejenuhan (Sr) pada kedalaman 4 meter. Terlihat pada siklus 1, 2, 4 dan 6 bahwa semakin tinggi nilai kadar air (wc) maka diikuti dengan tingginya nilai derajat kejenuhan (Sr).

20 40 60 80 40 55 70 85 100 wc (%) A 0.7 0.8 0.9 1 40 55 70 85 100 wc (%) C 70 80 90 100 40 55 70 85 100 E 20 40 60 80 1000 10000 100000 1000000 -Uw (kPa) Gm ax x 10 3 (kP a) B 0.7 0.8 0.9 1 20 35 50 65 80 ɣd (g r/cm 3) Gmax x 103 (kPa) D 70 80 90 100 20 35 50 65 80

siklus 1 siklus 2 siklus 4 siklus 6 Sr

(%

)

(5)

 Analisa Gambar F

Gambar 4.1 F adalah grafik hubungan antara kadar air (wc) dengan modulus geser (Gmax) pada kedalaman 4 meter. Kecenderungan semakin rendah nilai kadar air (wc) maka nilai modulus geser (Gmax) cenderung semakin tinggi.

Gambar 4.2 Hubungan Derajat Kejenuhan (Sr) – Berat Volume Tanan (γt) – Modulus Geser (Gmax), dan Derajat Kejenuhan (Sr) – Kohesi (Cu) – Modulus Geser (Gmax) pada kedalaman 5 m  Analisa Gambar 4.2 A

Gambar 4.2 A adalah adalah grafik hubungan antara derajat kejenuhan (Sr) dengan berat volume tanah (γt) pada kedalaman 5 meter. Terlihat bahwa pada setiap siklus menunjukkan semakin tinggi nilai derajat kejenuhan (Sr) maka nilai berat volume tanah (γt) cenderung semakin tinggi.

 Analisa Gambar 4.2 B

Gambar 4.2 B adalah grafik hubungan antara modulus geser (Gmax) berat volume tanah (γt) pada kedalaman 5 meter. Pada grafik ini terlihat pada siklus 1, 2, 4 dan 6 bahwa semakin rendah nilai modulus geser (Gmax) cenderung semakin tinggi nilai dari berat volume tanah (γt).

 Analisa Gambar 4.2 C

Gambar 4.2 C adalah grafik hubungan antara kohesi (Cu) dengan derajat kejenuhan (Sr) pada kedalaman 5 meter. Terlihat pada siklus 1, 2, 4 dan 6 bahwa semakin rendah nilai kohesi (Cu) maka derajat kejenuhan (Sr) cenderung semakin tinggi.

 Analisa Gambar 4.2 D

Gambar 4.2 D adalah grafik hubungan antara modulus geser (Gmax) dengan kohesi pada kedalaman 5 meter. Terlihat pada siklus 1, 2, 4 dan 6 bahwa semakin tinggi nilai modulus geser (Gmax) maka nilai kohesi (Cu) cenderung semakin tinggi.

Dapat dilihat pada Gambar 4.3 merupakan grafik hubungan kadar air (wc) dengan siklus pembasahan dan pengeringan dengan titik terendah pada siklus 2. Sedangkan pada Gambar 4.4 parameter modulus geser (Gmax) dengan titik terendah pada siklus 4. Pada Gambar 4.5 nilai kohesi (Cu) dengan nilai puncak pada siklus 4, sama halnya dengan nilai tegangan air pori negatif (-Uw) pada Gambar 4.6 nilai puncak pada siklus 4.

Gambar 4.3 Hubungan Kadar Air (wc) dengan Proses Pembasahan dan Pengeringan

Gambar 4.4 Hubungan Modulus Geser (Gmax) dengan Proses Pembasahan dan Pengeringan

Gambar 4.5 Hubungan Kohesi (Cu) dengan Proses Pembasahan dan Pengeringan

Gambar 4.6 Hubungan Tegangan Air Pori Negatif (-Uw) dengan Proses Pembasahan dan Pengeringan

V.KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dari studi yang telah dilakukan, maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut :

1.4 1.45 1.5 1.55 1.6 50 60 70 80 90 100 Sr(%) A 0.2 0.25 0.3 0.35 0.4 0.45 50 60 70 80 90 100 C 1.4 1.45 1.5 1.55 1.6 20 40 60 80 B Gmax x 103 (kPa) ɣt (g r/cm 3) 0.2 0.25 0.3 0.35 0.4 0.45 20 40 60 80

siklus 1 siklus 2 siklus 4 siklus 6

D Cu (kg /cm 2) 30 40 50 60 70 80 90 100 (i) 1 2 4 6 1 m 2 m 3 m 4 m 5 m wc (%) siklus 20 40 60 80 100 (i) 1 2 4 6 1 m 2 m 3 m 4 m 5 m Gm ax x 10 3 (kP a) siklus 0.1 0.15 0.2 0.25 0.3 0.35 0.4 (i) 1 2 4 6 1 m 2 m 3 m 4 m 5 m Cu (kN/cm 2) siklus 1000 10000 100000 (i) 1 2 4 6 1 m 2 m 3 m 4 m 5 m -Uw (kPa) siklus

(6)

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2013) 1-7 6 1. Pada proses pengeringan siklus 1 benda uji akan

mengalami perubahan bentuk secara drastis dan tidak dapat mengembalikan bentuk seperti kondisi awal walaupun dilakukan proses pembasahan.

2. Berdasarkan grafik hubungan kadar air (wc) dan derajat kejenuhan (Sr) pada setiap kedalaman, pada kondisi pembasahan terlihat nilai kadar air (wc) meningkat diikuti dengan nilai derajat kejenuhan (Sr) meningkat. 3. Berdasarkan grafik hubungan modulus geser (Gmax) dan

tegangan pori negatif (-Uw) pada setiap kedalaman, pada kondisi pengeringan terlihat nilai modulus geser (Gmax) meningkat diikuti dengan nilai tegangan pori negatif (-Uw) meningkat.

4. Berdasarkan grafik hubungan kadar air (wc) dan berat volume tanah kering (γd) pada setiap kedalaman, pada kondisi pembasahan terlihat nilai kadar air (wc) meningkat diikuti dengan nilai berat volume tanah kering (γd) menurun.

5. Berdasarkan grafik hubungan derajat kejenuhan (Sr) dan berat volume tanah (γt) pada setiap kedalaman, pada kondisi pembasahan terlihat nilai derajat kejenuhan (Sr) cenderung meningkat diikuti dengan nilai berat volume tanah (γt) cenderung menurun. 6. Berdasarkan grafik hubungan modulus geser (Gmax) dan

kohesi pada setiap kedalaman, pada kondisi pengeringan terlihat nilai modulus geser (Gmax) meningkat diikuti dengan nilai kohesi meningkat. 7. Berdasarkan grafik hubungan pembasahan dan

pengeringan terhadap kadar air (wc) dapat dilihat bahwa pada kondisi inisial awal selalu mengalami penurunan, sebagai contoh pada kedalaman 1 m nilai kadar air mengalami penurunan dari inisial sampai siklus 1 sebesar 11,23%, dari inisial sampai siklus 2 sebesar 6,18 %, dari inisial sampai siklus 4 sebesar 7,21% dan dari inisial sampai siklus 6 sebesar 8,41%

8. Berdasarkan grafik hubungan pembasahan dan pengeringan terhadap modulus geser (Gmax) dapat dilihat bahwa pada kondisi inisial awal sampai siklus 1, dari siklus 1 sampai siklus 2 dan dari siklus 2 sampai siklus 4 cenderung mengalami kenaikan, sebagai contoh pada kedalaman 2 m nilai modulus geser mengalami kenaikan dari inisial sampai siklus 1 sebesar 4,23% , dari inisial sampai siklus 2 sebesar 16,44 %, dari inisial sampai siklus 4 sebesar 20,17 % dan dari siklus 2 sampai siklus 6 sebesar 13,88%

9. Berdasarkan grafik hubungan pembasahan dan pengeringan terhadap kohesi (Cu) dapat dilihat bahwa pada kondisi inisial awal kedalaman 1 m dan 3 m sampai siklus 1, dari siklus 1 sampai siklus 2 dan dari siklus 2 sampai siklus 4 mengalami kenaikan. Pada kondisi inisial awal kedalaman 2 m dan 5 m sampai siklus 1, dari siklus 1 sampai siklus 2 dan dari siklus 2 sampai siklus 4 mengalami penurunan. Sedangkan pada kedalaman 4 m kondisi inisial awal kedalaman 1 m dan 3 m sampai siklus 1 mengalami penurunan, dari siklus 1 sampai siklus 2 mengalami kenaikan dan dari siklus 2 sampai siklus 4 mengalami kenaikan.

10. Berdasarkan grafik hubungan pembasahan dan pengeringan terhadap tegangan air pori negatif (-Uw) dapat dilihat bahwa pada kondisi inisial awal sampai siklus 1, dari siklus 1 sampai siklus 2 dan dari siklus 2 sampai siklus 4 cenderung mengalami kenaikan, sebagai contoh pada kedalaman 1 m nilai tegangan air

pori negatif mengalami kenaikan, dari inisial sampai siklus 1 sebesar 81,28%, dari inisial sampai siklus 2 sebesar 72,76 %, dari inisial sampai siklus 4 sebesar 79,74 %, dan dari siklus 2 sampai siklus 4 sebesar 76,48%

B. Saran

Berikut ini saran-saran untuk pengembangan penelitian selanjutnya :

 Menguji berdasarkan lokasi atas, tengah dan bawah lereng agar mnedapatkan data yang lebih spesifik.

 Melakukan pengujian mekanik Triaksial dengan kondisi Consolidated Undrained (CU) agar mendapatkan nilai sudut geser dalam.

 Setelah pengambilan bahan uji dari lapangan sebaiknya segera mungkin dilakukan pengujian parameter-parameter tanah di laboratorium agar kondisi tanah tidak berubah akibat faktor suhu yang berbeda.

 Untuk mempermudah menguji pengkondisian diperlukan pipa PVC yang dibuat sesuai dengan ukuran bahan uji.

 Pada proses pengkondisian pembasahan sebaiknya disimpan didalam desikator.

DAFTARPUSTAKA

Bowles, J.E. 1984. Sifat-sifat Fisis dan Geoteknis Tanah, Erlanga, Jakarta.

Das, B.M., (translated by Mochtar N.E, and Mochtar I.B.). 1988. Mekanika Tanah (Prinsip-prinsip

Rekayasa Geoteknik) Jilid I. Erlangga,

Jakarta.

Fredlund, D.G. and Rahardjo, H. 1993. Soil Mechanics for

Unsaturated Soils, Balkema. Rotterdam.

Hardiyatmo, H.C. 1992. Mekanika Tanah.PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Indarto, 1995. Metode Kertas Filter Untuk Menentukan Karakteristik Tegangan Air Pori Negatif

pada Tanah, Majalah IPTEK ITS, Surabaya.

Muntaha, M. 2010. “Perilaku Parameter Dinamik (shear modulus) Tanah Residual Akibat Siklus Pembasahan-Pengeringan”.

Laporan Akhir Penelitian Disertasi Doktor Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya.

Panjaitan, S.R.N. 2000. Pengaruh Siklus Pengeringan dan Pembasahan Terhadap Karakteristik Kuat

Tekan Tanah Mengembang yang

Distabilisasi dengan Fly Ash.Tesis S2, Pasca

Sarjana, ITS, Surabaya.

Smith, M.J. dan Madyayanti, I.E. 1992. Seri Pedoman

Godwin, Mekanika Tanah. Erlangga, Jakarta.

Terzaghi, K. and Peck R.B. 1967. Soil Mechanics in

Engineering Practice, 2nd edition. Erlangga,

Jakarta.

Wesley, L.D. and Irfan, T.Y. 1997. Classification of residual soil. Chap. 2 In Blight, G.E. (ed)

(7)

“Mechanics of residual soils”. ISSMFE (TC 25). Balkema

Gambar

Tabel 2.1   Nilai Angka Pori, Kadar Air, dan Berat Volume  Kering untuk Beberapa Tipe Tanah
Gambar 3.1 Diagram Alir

Referensi

Dokumen terkait

Kegiatan pengabdian masyarakat dengan judul Peningkatan Kualitas Tenaga Kerja Melalui Pelatihan Keterampilan Desain Grafis Sebagai Upaya Pengurangan Pengangguran di

2) Wawancara, hasil wawancara yang diperoleh akan digunakan sebagai data penunjang dalam penelitian ini. Data tersebut diperoleh dari pihak-pihak yang telah ditentukan sebagai

Faktor-faktor yang akan digunakan untuk peramalan jumlah penumpang pesawat terbang dari Bandar Udara Abdulrachman Saleh adalah: pertumbuhan Jumlah Penduduk

menggunakan media pembelajaran yang memiliki kesesuaian antara materi pembelajaran dan media pembelajaran. Guru memilih, merancang, membuat, dan menggunakan media

Adapun beberapa strategi yang dapat diterapkan antara lain: pemerintah desa segera memetakan potensi ekowisata yang ada pada kawasan hutan Selelos dan merancang serta

Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah mencurahkan nikmat-Nya, rahmat, karunia serta hidayah-Nya sehingga terselesainya Skripsi ini dengan judul: Pengaruh

Konsentrasi aerosol tinggi dengan indeks aerosol adalah dalam kisaran 7-9 dan 5-7 terjadi di Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, Jawa Timur terus Bali dan Lombok, Nusa Tenggara Barat

Pola hidup sehat berarti kegiatan yang dilakukan secara terus menerus dan teratur menjadi kebiasaan dalam gaya hidup dengan memperhatikan hal-hal yang