• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Diri - GAMBARAN KONSEP DIRI PADA REMAJA SAKSI KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA (KDRT) - UMBY repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Diri - GAMBARAN KONSEP DIRI PADA REMAJA SAKSI KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA (KDRT) - UMBY repository"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Diri 1. Pengertian Konsep Diri

Menurut Calhaoun dan Acocella (dalam Ghufron & Risnawati 1995),

menyatakan konsep diri merupakan gambaran mental setiap idividu yang

terdiri atas pengetahuan tentang dirinya, pengharapan dan penilaian tentang

diri sendiri. Hurlock (dalam Ghufron & Risnawati 1979), menyatakan konsep

diri merupakan gambaran seseorang mengenai diri sendiri yang merupakan

gabungan dari keyakinan fisik, psikologis, sosial, emosional aspiratif dan

prestasi yang remaja capai.

Hurlock (1990), mengemukakan Konsep diri merupakan inti dari pola

perkembangan kepribadian seseorang yang akan mempengaruhi berbagai

bentuk sifat atau perilaku. Jika konsep diri positif anak akan khususnya remaja

akan mengembangkan sifat-sifat seperti kepercayaan diri, harga diri dan

kemampuan untuk melihat dirinya secara realitas, sehingga akan

menumbuhkan penyesuaian sosial yang baik. Sebalikanya apabila konsep diri

negatif, anak khususnya remaja akan mengembangkan perasaan tidak mampu

dan rendah diri. Konsep diri ini disadari atau tidak pada akhirnya akan

mempengaruhi sikap dan perilaku manusia secara keseluruhan.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa konsep diri adalah suatu

gambaran mental setiap idividu yang terdiri atas pengetahuan tentang dirinya,

pengharapan dan penilaian tentang diri sendiri. Berperan mengatur dan

(2)

maupun konsep diri negatif. Dari penjelasan di atas peneliti memfokuskan

untuk menggambarkan bagaimana konsep diri sebenarnya pada partisipan.

2. Aspek-aspek Pada Konsep Diri

Calhaoun dan Acocella (Ghufron & Risnawati 1995), mengatakan konsep

diri terdiri dari tiga aspek yaitu sebagai berikut:

1)Pengetahuan

Pengetahuan adalah apa yang individu ketahui tentang dirinya. Individu

di dalam benaknya terdapat satu daftar yang menggambarkan dirinya,

kelengkapan atau kekurangan fisik, usia, jenis kelamin, kebangsaan, suku,

pekerjaan, agama dan sebagainya. Misalnya, seseorang akan menganggap

dirinya sebagai orang yang sempurna karena telah dikaruniai fisik yang

berfungsi dengan lengkap, berusia 20 tahun, wanita, WNI, jawa, mahasiswi,

islam dan lain-lain. Pengetahuan tentang diri juga berasal dari kelompok

sosial yang di identifikasikan oleh individu tersebut. Julukan ini juga dapat

berganti setiap saat sepanjang individu mengidentifikasikan diri terhadap

suatu kelompok tertentu, maka kelompok tersebut memberikan informasi

lain yang dimasukkan kedalam potret dari mental individu.

2)Harapan

Pada saat-saat tertentu, seseorang mempunyai suatu aspek pandangan

tentang dirinya. Individu juga mempunyai satu aspek pandangan tentang

kemungkinan dirinya menjadi apa di masa depan. Pendeknya, individu

mempunyai harapan bagi dirinya sendiri untuk menjadi diri yang ideal. Diri

yang ideal sangat berbeda pada masing-masing individu. Seseorang

(3)

penuh semangat. Di hadapannya banyak orang antusias mendengarkan

setiap kata yang diucapkannya sambil sesekali meneriakkan semacam

yel-yel. Sementara itu, bagi yang lain merasa sebagai diri yang ideal jika dia

merenung dan menulis dirumah dengan menghasilkan suatu karya tulis yang

dapat dibaca setiap orang.

3) Penilaian

Di dalam penilaian, individu berkedudukan sebagai penilai tentang

dirinya sendiri. Apakah bertentangan dengan.”siapakah saya”, pengharapan

bagi individu, “seharusnya saya menjadi apa”, standar bagi individu. Hasil

penilaian tersebut disebut harga diri. Semakin tidak sesuai antara harapan

dan standar diri, maka akan semakin rendah harga diri seseorang.

Berbeda halnya dengan Burns (1993), yang menyebutkan tiga aspek

sebagai berikut:

1) Konsep diri dasar

Aspek ini mempunyai istilah lain yaitu diri yang dikognisikan.

Aspek ini merupakan pandangan individu terhadap status, peranan dan

kemampuan dirinya.

2) Diri yang lain

Aspek ini merupakan gambaran diri seseorang yang berasal dari

penilaian orang lain. Hal ini menjadi titik utama untuk melihat gambaran

pribadi seseorang yang berawal dari, pernyataan-pernyataan,

tindakan-tindakan, isyarat-isyarat dari orang lain kepada individu. Dari hal tersebut

di dapat setahap demi setahap akan membentuk konsep diri sebagaimana

(4)

3) Diri yang ideal

Aspek ini merupakan seperangkat gambaran mengenai aspirasi dan

apa yang diharapkan oleh individu, sebagian merupakan keinginan dan

sebagian lagi merupakan keharusan.

Dari dua aspek di atas dapat disimpulkan bahwa aspek-aspek konsep diri

menurut Calhaoun & Acocella, mencakup tiga aspek yaitu, pengetahuan,

harapan, dan penilaian. Staines, mencakup konsep diri dasar, diri sosial dan diri

ideal. Dari dua pendapat mengenai konsep diri tersebut peneliti memilih teori

yang dikemukakan oleh Calhoun dan Acocella, hal tersebut dikarenakan sesuai

untuk menggambarkan konsep diri pada remaja yang akan diteliti.

3. Jenis-jenis Konsep Diri

Menurut Calhoun dan Acocella (dalam Ghufron & Risnawati 1995),

membagi konsep diri menjadi dua jenis yaitu:

1) Konsep diri positif

Konsep diri positif adalah penerimaan yang mengarahkan individu ke

arah sifat yang rendah hati, dermawan, dan tidak egois. Jadi, orang dengan

konsep diri positif dapat memahami dan menerima sejumlah fakta yang

bermacam-macam tentang dirinya sendiri baik merupakan kekurangan

maupun kelebihan. Adapun ciri-ciri dari konsep diri positif adalah yakin

terhadap kemampuan dirinya sendiri dalam mengatasi masalah, merasa

sejajar dengan orang lain, menerima pujian tanpa merasa malu, sadar bahwa

setiap orang mempunyai keragaman perasaan, hasrat, dan perilaku yang tidak

(5)

mengungkapkan aspek-aspek kepribadian yang buruk dan berupaya untuk

mengubahnya.

2) Konsep diri negatif

Konsep diri negatif yaitu pandangan seseorang terhadap dirinya

tidak teratur, tidak memiliki kestabilan, dan keutuhan diri. Sementara itu ciri

konsep diri yang negatif adalah peka terhadap kritik, responsif terhadap

pujian, punya sikap hiper kritis, cenderung merasa tidak di sukai orang lain

dan pesimistis dalam kompetisi.

Menurut Hurlock (1974), konsep diri menjadi empat jenis yaitu:

1) Konsep diri dasar

Konsep diri dasar meliputi presepsi mengenai penampilan,

kemampuan, peran status dalam kehidupan dan nilai-nilai kepercayaan serta

aspirasinya.

2) Konsep diri sementara

Konsep diri sementara adalah konsep diri yang sifatnya hanya

sementara yang dijadikan patokkan. Apabila tempat dan situasi berbeda,

konsep-konsep ini menghilang. Konsep diri ini terbentuk dari interaksi

dengan lingkungan dan biasanya dipengaruhi oleh suasana hati, emosi dan

pengalaman baru yang dilaluinya.

3) Konsep diri sosial

Konsep diri sosial timbul berdasarkan seseorang tanpa presepsi orang

lain tentang dirinya. Tergantung dengan perkataan dan perbuatan orang lain

(6)

4) Konsep diri ideal

Konsep diri ideal terbentuk dari presepsi seseorang dan keyakinan oleh

apa yang kelak terjadi pada dirinya dimasa yang akan datang. Konsep diri

ini beruhubungan dengan pendapat individu mengenai keadaan fisik dan

psikologisnya. Konsep diri ideal ini dapat menjadi kenyataan apabila berada

dalam kehidupan nyata.

Berdasarkan urain jenis-jenis konsep diri di atas dapat disimpulkan bahwa

jenis-jenis konsep diri menurut Calhoun dan Acocella, yaitu konsep diri positif

dan konsep diri negatif. Menurut Hurlock, yaitu konsep diri dasar, konsep diri

sementara, konsep diri sosial dan konsep diri ideal. Peneliti menggunakan teori

yang dikemukakan oleh Calhoun dan Acocella, sesuai dengan penelitian yang di

lakukan oleh peneliti, karena peneliti merasa konsep diri negatif dan positif

sesuai dengan keadaan partisipan di lapangan.

B. Kekerasan Dalam Rumah Tangga 1. Pengertian KDRT (Kekerasan Dalam Rumah Tangga)

Carlson (2000), mengklasifikasi 3 kategori pengaruh negatif KDRT yang

dapat terjadi dalam kehidupan remaja yang menjadi saksi kekerasan dalam

lingkup keluarga, yaitu problem emosional, perilaku dan sosial, problem kognitif

dan sikap, problem jangka panjang. Gangguan perilaku dan sosial dapat

dimanifestasikan dalam bentuk meningkatnya perilaku agresif, kemarahan,

kekasaran, perilaku menentang dan ketidakpatuhan. Munculnya gangguan

emosional dalam diri remaja, seperti meningkatnya rasa takut, kecemasan, relasi

yang buruk dengan saudara kandung, teman bahkan orangtua, serta menurunnya

(7)

mempengaruhi kemampuan kognitif dan sikapnya. Hal ini dapat terlihat dari

menurunnya prestasi, terbatasnya kemampuan problem solving, kecenderungan

sikap yang mendukung perilaku kekerasan, bahkan hingga terbentuknya

pemahaman nilai-nilai yang negatif. Anak yang melihat perilaku kekerasan

setiap hari di lingkungan rumah, dapat mengalami gangguan fisik/kesehatan,

mental dan emosional (Blackstone & Feudtner, 2006). Tindak KDRT menurut

Sugihastuti dkk (2007), menyatakan bahwa kekerasan dalam rumah tangga

adalah suatu bentuk penganiayan secara fisik maupun emosional atau psikologis,

yang merupakan suatu cara pengontrolan terhadap pasangan dalam kehidupan

rumah tangga. KDRT tidak hanya selalu masalah kekerasan fisik yang

mengakibatkan luka fisik, tapi juga di dalamnya kekerasan seksual, kekerasan

psikologi dan penelantaran.

Krauss (dalam Barbara, 1995), menyatakan Kekerasan Dalam Rumah

Tangga (KDRT) mengacu pada bentuk-bentuk perilaku yang dilakukan dengan

niat menyakiti atau mencederai salah seorang anggota keluarga. Fitur khasnya

adalah tindakan tersebut jarang merupakan kejadian tunggal, tetapi cenderung

berlangsung berulang-ulang, terkadang terus menerus dalam jangka waktu yang

lama.

Tindak Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) menurut UU

No. 23 Tahun 2004 (dalam Soeroso, 2010) adalah setiap perbuatan terhadap

seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau

penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah

tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau

(8)

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa KDRT merupakan

setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat

timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis,

dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan

perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum

dalam lingkup rumah tangga.

2. Bentuk-bentuk KDRT

Menurut Direktorat Reserse Polda Metro Jaya (dalam Soeroso, 1991),

bentuk-bentuk KDRT secara umum dari berbagai kasus yang pernah terjadi di

Indonesia dapat di kelompokkan menjadi sebagai berikut:

1) Kekerasan fisik

Yaitu perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit atau luka

berat seperti diantaranya:

a. Pembunuhan

1) Suami terhadap istri atau sebaliknya

2) Ayah terhadap anak dan sebaliknya

3) Ibu terhadap anak atau sebaliknya (termasuk pembunuhan bayi oleh

ibu)

4) Adik terhadap kakak, keponakan, ipar atau sebaliknya

5) Anggota keluarga terhadap pembantu

6) Bentuk campuran selain tersebut di atas

b. Penganiayaan

1) Suami terhadap istri atau sebaliknya

(9)

3) Ibu terhadap anak atau sebaliknya (termasuk pembunuhan bayi oleh

ibu

4) Adik terhadap kakak, keponakan, ipar atau sebaliknya

5) Anggota keluarga terhadap pembantu

6) Bentuk campuran selain tersebut di atas

c. Pemerkosaan

1) Ayah terhadap anak perempuan, ayah kandung, ayah tiri dan anak

kandung maupun anak tiri

2) Suami terhadap adik/kakak ipar

3) Kakak terhadap adik

4) Suami/anggota keluarga laki-laki terhadap pembantu rumah tangga

5) Bentuk campuran selain yang tersebut diatas.

2) Kekerasan nonfisik/psikis/emosional

Yaitu perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa

percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya atau

penderitaan psikis berat pada seseorang seperti:

a. Penghinaan

b. Komentar-komentar yang dimaksudkan untuk merendahkan dan melukai

harga diri pihak istri

c. Melarang istri bergaul

d. Ancaman-ancaman berupa akan mengembalikan istri ke orang tua

e. Akan menceraikan

(10)

3) Kekerasan seksual

Yaitu pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang

yang menetap dalam lingkup rumah tangga tersebut. Selain itu juga berarti

pemaksaan hubungan seksual terhadap salah seorang dalam lingkup rumah

tangganya dengan orang lain untuk tujuan komersial atau tujuan tertentu

seperti:

a. Pengisolasian istri dari kebutuhan batinnya

b. Pemaksaan hubungan seksual dengan pola yang tidak dikehendaki atau

disetujui oleh istri

c. Pemaksaan hubungan seksual dengan pola yang tidak dikehendaki, istri

sedang sakit atau menstruasi

d. Memaksa istri menjadi pelacur dan sebagainya.

4) Kekerasan ekonomi

Yaitu berupa penelantaran rumah tangga juga dimasukkan dalam

pengertian kekerasan, karena setiap orang dilarang menelantarkan orang

lain dalam lingkup rumah tangga, karena menurut hukum yang berlaku

baginya atau karena persetujuan dan perjanjian ia wajib memberikan

penghidupan, perawatan kepada orang tersebut seperti berikut:

a. Tidak memberi nafkah pada istri

b. Memanfaatkan ketergantungan istri secara ekonomis untuk mengontrol

kehidupan istri

c. Membiarkan istri bekerja untuk kemudian penghasilannya dikuasai oleh

(11)

Dari uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa bentuk-bentuk KDRT

menurut Direktorat Reserse Polda Metro Jaya (dalam Soeroso, 1991), yaitu

dikelompokkan menjadi empat bentuk-bentuk kekerasan berupa kekerasan fisik,

kekerasan nonfisik/psikis/emosional, kekerasan seksual, dan kekerasan

ekonomi. KDRT bisa menimpa siapa saja termasuk ibu, bapak, suami, istri, anak

atau pembantu rumah tangga. Namun secara umum KDRT lebih dipersempit

artinya sebagai penganiayaan oleh suami terhadap istri dan anak.

3. Dampak-dampak terhadap saksi KDRT

Taylor dkk (2009), menjelaskan bahwa tindakan KDRT ternyata tidak

hanya merugikan pasangan suami istri yang bertikai tapi juga dapat memberikan

efek negatif bagi tumbuh kembang anak khususnya remaja sebagai saksi utama

kekerasan tersebut. Berikut beberapa dampak buruk yang terjadi pada anak

khususnya remaja yang pernah menyaksikan tindak KDRT:

1) Trauma

Remaja yang kerap menyaksikan pertengkaran kedua orang tuanya

umumnya akan memiliki kemungkinan mengalami trauma. Hal ini tentu

akan mengganggu tumbuh kembangnya, bahkan jika tidak segera ditangani

bukan hal yang mustahil trauma terjadi hingga anak tumbuh dewasa dan

bahkan berkeluarga.

2) Relasi yang kurang baik dengan lingkungan sekitar

Remaja yang hidup dalam keluarga yang terlibat KDRT bukan tidak

mungkin melakukan hal yang sama, yakni melakukan kekerasan seperti

(12)

Jika sudah begini bukan saja merugikan keluarga anda tapi bisa berakibat

fatal jika remaja melakukan tindakan yang dapat melukai teman-temannya.

3) Mencari perhatian

Jika terus-terusan menyaksikan tindakan KDRT remaja bisa menjadi

nakal. Kenakalan yang dilakukan remaja bukan berarti tidak bisa diperbaiki

karena kenakalan yang dilakukan oleh remaja terkadang hanya sebagai cara

untuk mendapatkan perhatian lebih dari orang-orang di sekitarnya.

4) Prestasi menurun

KDRT juga dapat membuat prestasi remaja menurun di sekolah. Sadar

atau tidak, pertengkaran yang dilakukan orang tua membuat konsentrasi

belajarnya terganggu. Jika hal ini dibiarkan akan membuat remaja minim

prestasi di antara teman-teman sekolahnya.

5) Terjerumus hal negatif

Semakin seringnya anda dan pasangan terlibat dalam sebuah

pertengkaran yang berujung KDRT, maka semakin terabaikan pula nasib si

buah hati. Jangan salahkan anak anda jika mereka nantinya masuk dalam

lingkaran narkoba atau seks bebas sebagai bentuk pelarian mereka dari

ketidaknyamanan dalam rumah.

6) Mudah terserang penyakit fisik

Selain mungkin terjerumus narkoba maupun seks bebas, remaja yang

tumbuh dan berkembang dalam keluarga yang tidak harmonis lebih mudah

terserang penyakit. Ini bisa terjadi karena buah hati kurang mendapat

perhatian dari ibunya yang kerap menjadi korban kekerasan yang dilakukan

(13)

7) Mencontoh yang dilakukan orangtua

Mungkin tak dapat dipungkiri jika anak anda bisa jadi mencontoh

tindakan yang dilakukan orangtuanya. Misalnya ketika ayahnya melakukan

tindak kekerasan baik itu pemukulan maupun hinaan berupa kata-kata,

maka remaja pun akan menyerap, mengingat dan bukannya tidak mungkin

melakukan hal-hal yang sama seperti yang ia lihat sewaktu kedua

orangtuanya bertikai.

Dari uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa dampak-dampak

terhadap anak khususnya remaja yang pernah menyaksikan KDRT, dapat

menimbulkan trauma, relasi yang kurang baik dengan lingkungan sekitar,

mencari perhatian, prestasi menurun, terjerumus hal-hal negatif, mudah

terserang penyakit dan dapat mencontoh yang dilakukan oleh orang tuanya.

Dampak di atas berpengaruh terhadap pembentukan konsep diri remaja, karena konsep diri diartikan sebagai gambaran seseorang mengenai diri sendiri yang merupakan gabungan dari keyakinan fisik, psikologis, sosial, emosional, dan prestasi yang mereka capai

C.Konsep Diri Pada Remaja Saksi Kekerasan dalam Rumah Tangga Pudjijogyanti (dalam Sobur 2003), menyatakan bahwa pada keluarga yang

harmonis, seorang remaja mendapatkan kehangatan, rasa aman, dan kasih

sayang sehingga membuat dirinya merasa di sayangi, yakin bahwa dirinya

berharga, dan tumbuh menjadi seorang yang percaya diri. Sebaliknya, pada

keluarga yang tidak harmonis atau yang mengalami Kekerasan Dalam Rumah

(14)

dirinya merasa tidak disayangi, percaya bahwa dirinya tidak berharga, dan

menjadi seorang yang rendah diri.

Carlson (2000), mengklasifikasi 3 kategori pengaruh negatif KDRT yang

dapat terjadi dalam kehidupan remaja yang menjadi saksi kekerasan dalam

lingkup keluarga, yaitu problem emosional, perilaku dan sosial, problem kognitif

dan sikap, problem jangka panjang. Gangguan perilaku dan sosial dapat

dimanifestasikan dalam bentuk meningkatnya perilaku agresif, kemarahan,

kekasaran, perilaku menentang dan ketidakpatuhan. Munculnya gangguan

emosional dalam diri remaja, seperti meningkatnya rasa takut, kecemasan, relasi

yang buruk dengan saudara kandung, teman bahkan orangtua, serta menurunnya

self esteem. Bukan hanya itu, problem personal remaja juga dapat turut

mempengaruhi kemampuan kognitif dan sikapnya. Hal ini dapat terlihat dari

menurunnya prestasi, terbatasnya kemampuan problem solving, kecenderungan

sikap yang mendukung perilaku kekerasan, bahkan hingga terbentuknya

pemahaman nilai-nilai yang negatif.

Secara spesifik Taylor dkk (2009), mengungkapkan anak khususnya remaja

yang hidup dan dibesarkan dalam keluarga yang mengalami Kekerasan Dalam

Rumah Tangga (KDRT) dan menjadi saksi utama kekerasan tersebut terjadi akan

memberikan dampak secara psikologis seperti, trauma, relasi yang kurang baik

dengan lingkungan sekitar, mencari perhatian, prestasi menurun, terjerumus

hal-hal negatif, mudah terserang penyakit dan dapat mencontoh yang dilakukan oleh

(15)

Hal ini sesuai dengan yang dikatakan oleh Hurlock (1990), mengemukakan

bahwa konsep diri merupakan inti dari pola perkembangan kepribadian

seseorang yang akan mempengaruhi berbagai bentuk sifat atau perilaku. Jika

memiliki konsep diri yang positif anak akan mengembangkan sifat-sifat seperti

kepercayaan diri, harga diri dan kemampuan untuk melihat dirinya secara

realitas, sehingga akan menumbuhkan penyesuaian sosial yang baik.

Sebalikanya apabila konsep diri negatif, anak akan mengembangkan perasaan

tidak mampu dan rendah diri

Semua uraian di atasadalahperlakuan-perlakuan yang diberikan orangtua

terhadap anak, dan akan membekas hingga anak menjelang dewasa sehingga

membawa pengaruh terhadap pembentukkan konsep diri anak khususnya remaja

baik konsep diri ke arah positif atau ke arah negatif. Keluarga merupakan tempat

pertama dan utama dalam pembentukan konsep diri anak khususnya remaja,

namun adapaun hal-hal lain yang mendukung terbentuknya konsep diri yaitu

lingkungan sosial dan teman sebaya. Konsep diri ini sendiri akan mempengaruhi

pengetahuan remaja berupa apa yang individu ketahui tentang dirinya,

kelengkapan atau kekurangan fisik, usia, jenis kelamin, kebangsaan, suku,

pekerjaan, agama dan sebagainya. Konsep diri yang mereka miliki juga

mempengaruhi harapan bagi dirinya sendiri untuk menjadi diri yang ideal di

masa depan. Selain itu remaja yang menyaksikan KDRT memiliki penilaian

yaitu dalam hal ini individu berkedudukan sebagai penilai “siapakah saya dan

seharusnya menjadi apa”.

D.Pertanyaan Penelitian

(16)

1. Pertanyaan Utama

a. Bagaimana gambaran konsep diri sebenarnya pada remaja yang menjadi

saksi KDRT?

2. Pertanyaan Tambahan

a. Bagaimana harapan remaja yang menyaksikan KDRT terhadap

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil analisis model structural (SEM) dan analisis moderasi regresi (MRA) yang menguji hipotesis dalam penelitian ini didapatkan hasil antara lain :

Berdasarkan fasa yang terbentuk tersebut, dapat diindikasikan bahwa unsur yang terdapat pada baja SS 304 yang digunakan pada penelitian ini yaitu Fe sebesar

Probex merupakan model pembelajaran dimana guru berperan menggali pemahaman peserta didik dengan cara meminta mereka untuk melaksanakan tiga tugas utama, yaitu

o Peraturan ini berisi tentang hal-hal yang berkaitan dengan label dan iklan produk pangan, yaitu informasi-informasi produk yang harus ditulis pada label, yang tidak boleh

Hal ini disebabkan pemilihan sisi dari ketiga algoritma ini berbeda dan pada algoritma relaksasi, pemilihan sisi yang akan dilalui untuk mengirim supply hanya dilakukan pada

Hasil menunjukkan bahwa sikap terhadap perubahan, uang, daya saing, kewirausahaan, dukungan lingkungan, hambatan lingkungan dan lingkungan sekolah memiliki hubungan

Tujuan penelitian ini adalah (1) meng- analisis faktor-faktor sosial ekonomi yang mempengaruhi penerapan SRI oleh petani padi di Kabupaten Solok Selatan, (2) menganalisis

Landasan teori dari raneang bangun lensa magnetik selenoid untuk pemfokus berkas elektron adalah interaksi yang terjadi apabila elektron bergerak melalui medan magnet yang