BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Diri 1. Pengertian Konsep Diri
Menurut Calhaoun dan Acocella (dalam Ghufron & Risnawati 1995),
menyatakan konsep diri merupakan gambaran mental setiap idividu yang
terdiri atas pengetahuan tentang dirinya, pengharapan dan penilaian tentang
diri sendiri. Hurlock (dalam Ghufron & Risnawati 1979), menyatakan konsep
diri merupakan gambaran seseorang mengenai diri sendiri yang merupakan
gabungan dari keyakinan fisik, psikologis, sosial, emosional aspiratif dan
prestasi yang remaja capai.
Hurlock (1990), mengemukakan Konsep diri merupakan inti dari pola
perkembangan kepribadian seseorang yang akan mempengaruhi berbagai
bentuk sifat atau perilaku. Jika konsep diri positif anak akan khususnya remaja
akan mengembangkan sifat-sifat seperti kepercayaan diri, harga diri dan
kemampuan untuk melihat dirinya secara realitas, sehingga akan
menumbuhkan penyesuaian sosial yang baik. Sebalikanya apabila konsep diri
negatif, anak khususnya remaja akan mengembangkan perasaan tidak mampu
dan rendah diri. Konsep diri ini disadari atau tidak pada akhirnya akan
mempengaruhi sikap dan perilaku manusia secara keseluruhan.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa konsep diri adalah suatu
gambaran mental setiap idividu yang terdiri atas pengetahuan tentang dirinya,
pengharapan dan penilaian tentang diri sendiri. Berperan mengatur dan
maupun konsep diri negatif. Dari penjelasan di atas peneliti memfokuskan
untuk menggambarkan bagaimana konsep diri sebenarnya pada partisipan.
2. Aspek-aspek Pada Konsep Diri
Calhaoun dan Acocella (Ghufron & Risnawati 1995), mengatakan konsep
diri terdiri dari tiga aspek yaitu sebagai berikut:
1)Pengetahuan
Pengetahuan adalah apa yang individu ketahui tentang dirinya. Individu
di dalam benaknya terdapat satu daftar yang menggambarkan dirinya,
kelengkapan atau kekurangan fisik, usia, jenis kelamin, kebangsaan, suku,
pekerjaan, agama dan sebagainya. Misalnya, seseorang akan menganggap
dirinya sebagai orang yang sempurna karena telah dikaruniai fisik yang
berfungsi dengan lengkap, berusia 20 tahun, wanita, WNI, jawa, mahasiswi,
islam dan lain-lain. Pengetahuan tentang diri juga berasal dari kelompok
sosial yang di identifikasikan oleh individu tersebut. Julukan ini juga dapat
berganti setiap saat sepanjang individu mengidentifikasikan diri terhadap
suatu kelompok tertentu, maka kelompok tersebut memberikan informasi
lain yang dimasukkan kedalam potret dari mental individu.
2)Harapan
Pada saat-saat tertentu, seseorang mempunyai suatu aspek pandangan
tentang dirinya. Individu juga mempunyai satu aspek pandangan tentang
kemungkinan dirinya menjadi apa di masa depan. Pendeknya, individu
mempunyai harapan bagi dirinya sendiri untuk menjadi diri yang ideal. Diri
yang ideal sangat berbeda pada masing-masing individu. Seseorang
penuh semangat. Di hadapannya banyak orang antusias mendengarkan
setiap kata yang diucapkannya sambil sesekali meneriakkan semacam
yel-yel. Sementara itu, bagi yang lain merasa sebagai diri yang ideal jika dia
merenung dan menulis dirumah dengan menghasilkan suatu karya tulis yang
dapat dibaca setiap orang.
3) Penilaian
Di dalam penilaian, individu berkedudukan sebagai penilai tentang
dirinya sendiri. Apakah bertentangan dengan.”siapakah saya”, pengharapan
bagi individu, “seharusnya saya menjadi apa”, standar bagi individu. Hasil
penilaian tersebut disebut harga diri. Semakin tidak sesuai antara harapan
dan standar diri, maka akan semakin rendah harga diri seseorang.
Berbeda halnya dengan Burns (1993), yang menyebutkan tiga aspek
sebagai berikut:
1) Konsep diri dasar
Aspek ini mempunyai istilah lain yaitu diri yang dikognisikan.
Aspek ini merupakan pandangan individu terhadap status, peranan dan
kemampuan dirinya.
2) Diri yang lain
Aspek ini merupakan gambaran diri seseorang yang berasal dari
penilaian orang lain. Hal ini menjadi titik utama untuk melihat gambaran
pribadi seseorang yang berawal dari, pernyataan-pernyataan,
tindakan-tindakan, isyarat-isyarat dari orang lain kepada individu. Dari hal tersebut
di dapat setahap demi setahap akan membentuk konsep diri sebagaimana
3) Diri yang ideal
Aspek ini merupakan seperangkat gambaran mengenai aspirasi dan
apa yang diharapkan oleh individu, sebagian merupakan keinginan dan
sebagian lagi merupakan keharusan.
Dari dua aspek di atas dapat disimpulkan bahwa aspek-aspek konsep diri
menurut Calhaoun & Acocella, mencakup tiga aspek yaitu, pengetahuan,
harapan, dan penilaian. Staines, mencakup konsep diri dasar, diri sosial dan diri
ideal. Dari dua pendapat mengenai konsep diri tersebut peneliti memilih teori
yang dikemukakan oleh Calhoun dan Acocella, hal tersebut dikarenakan sesuai
untuk menggambarkan konsep diri pada remaja yang akan diteliti.
3. Jenis-jenis Konsep Diri
Menurut Calhoun dan Acocella (dalam Ghufron & Risnawati 1995),
membagi konsep diri menjadi dua jenis yaitu:
1) Konsep diri positif
Konsep diri positif adalah penerimaan yang mengarahkan individu ke
arah sifat yang rendah hati, dermawan, dan tidak egois. Jadi, orang dengan
konsep diri positif dapat memahami dan menerima sejumlah fakta yang
bermacam-macam tentang dirinya sendiri baik merupakan kekurangan
maupun kelebihan. Adapun ciri-ciri dari konsep diri positif adalah yakin
terhadap kemampuan dirinya sendiri dalam mengatasi masalah, merasa
sejajar dengan orang lain, menerima pujian tanpa merasa malu, sadar bahwa
setiap orang mempunyai keragaman perasaan, hasrat, dan perilaku yang tidak
mengungkapkan aspek-aspek kepribadian yang buruk dan berupaya untuk
mengubahnya.
2) Konsep diri negatif
Konsep diri negatif yaitu pandangan seseorang terhadap dirinya
tidak teratur, tidak memiliki kestabilan, dan keutuhan diri. Sementara itu ciri
konsep diri yang negatif adalah peka terhadap kritik, responsif terhadap
pujian, punya sikap hiper kritis, cenderung merasa tidak di sukai orang lain
dan pesimistis dalam kompetisi.
Menurut Hurlock (1974), konsep diri menjadi empat jenis yaitu:
1) Konsep diri dasar
Konsep diri dasar meliputi presepsi mengenai penampilan,
kemampuan, peran status dalam kehidupan dan nilai-nilai kepercayaan serta
aspirasinya.
2) Konsep diri sementara
Konsep diri sementara adalah konsep diri yang sifatnya hanya
sementara yang dijadikan patokkan. Apabila tempat dan situasi berbeda,
konsep-konsep ini menghilang. Konsep diri ini terbentuk dari interaksi
dengan lingkungan dan biasanya dipengaruhi oleh suasana hati, emosi dan
pengalaman baru yang dilaluinya.
3) Konsep diri sosial
Konsep diri sosial timbul berdasarkan seseorang tanpa presepsi orang
lain tentang dirinya. Tergantung dengan perkataan dan perbuatan orang lain
4) Konsep diri ideal
Konsep diri ideal terbentuk dari presepsi seseorang dan keyakinan oleh
apa yang kelak terjadi pada dirinya dimasa yang akan datang. Konsep diri
ini beruhubungan dengan pendapat individu mengenai keadaan fisik dan
psikologisnya. Konsep diri ideal ini dapat menjadi kenyataan apabila berada
dalam kehidupan nyata.
Berdasarkan urain jenis-jenis konsep diri di atas dapat disimpulkan bahwa
jenis-jenis konsep diri menurut Calhoun dan Acocella, yaitu konsep diri positif
dan konsep diri negatif. Menurut Hurlock, yaitu konsep diri dasar, konsep diri
sementara, konsep diri sosial dan konsep diri ideal. Peneliti menggunakan teori
yang dikemukakan oleh Calhoun dan Acocella, sesuai dengan penelitian yang di
lakukan oleh peneliti, karena peneliti merasa konsep diri negatif dan positif
sesuai dengan keadaan partisipan di lapangan.
B. Kekerasan Dalam Rumah Tangga 1. Pengertian KDRT (Kekerasan Dalam Rumah Tangga)
Carlson (2000), mengklasifikasi 3 kategori pengaruh negatif KDRT yang
dapat terjadi dalam kehidupan remaja yang menjadi saksi kekerasan dalam
lingkup keluarga, yaitu problem emosional, perilaku dan sosial, problem kognitif
dan sikap, problem jangka panjang. Gangguan perilaku dan sosial dapat
dimanifestasikan dalam bentuk meningkatnya perilaku agresif, kemarahan,
kekasaran, perilaku menentang dan ketidakpatuhan. Munculnya gangguan
emosional dalam diri remaja, seperti meningkatnya rasa takut, kecemasan, relasi
yang buruk dengan saudara kandung, teman bahkan orangtua, serta menurunnya
mempengaruhi kemampuan kognitif dan sikapnya. Hal ini dapat terlihat dari
menurunnya prestasi, terbatasnya kemampuan problem solving, kecenderungan
sikap yang mendukung perilaku kekerasan, bahkan hingga terbentuknya
pemahaman nilai-nilai yang negatif. Anak yang melihat perilaku kekerasan
setiap hari di lingkungan rumah, dapat mengalami gangguan fisik/kesehatan,
mental dan emosional (Blackstone & Feudtner, 2006). Tindak KDRT menurut
Sugihastuti dkk (2007), menyatakan bahwa kekerasan dalam rumah tangga
adalah suatu bentuk penganiayan secara fisik maupun emosional atau psikologis,
yang merupakan suatu cara pengontrolan terhadap pasangan dalam kehidupan
rumah tangga. KDRT tidak hanya selalu masalah kekerasan fisik yang
mengakibatkan luka fisik, tapi juga di dalamnya kekerasan seksual, kekerasan
psikologi dan penelantaran.
Krauss (dalam Barbara, 1995), menyatakan Kekerasan Dalam Rumah
Tangga (KDRT) mengacu pada bentuk-bentuk perilaku yang dilakukan dengan
niat menyakiti atau mencederai salah seorang anggota keluarga. Fitur khasnya
adalah tindakan tersebut jarang merupakan kejadian tunggal, tetapi cenderung
berlangsung berulang-ulang, terkadang terus menerus dalam jangka waktu yang
lama.
Tindak Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) menurut UU
No. 23 Tahun 2004 (dalam Soeroso, 2010) adalah setiap perbuatan terhadap
seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau
penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah
tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa KDRT merupakan
setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat
timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis,
dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan
perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum
dalam lingkup rumah tangga.
2. Bentuk-bentuk KDRT
Menurut Direktorat Reserse Polda Metro Jaya (dalam Soeroso, 1991),
bentuk-bentuk KDRT secara umum dari berbagai kasus yang pernah terjadi di
Indonesia dapat di kelompokkan menjadi sebagai berikut:
1) Kekerasan fisik
Yaitu perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit atau luka
berat seperti diantaranya:
a. Pembunuhan
1) Suami terhadap istri atau sebaliknya
2) Ayah terhadap anak dan sebaliknya
3) Ibu terhadap anak atau sebaliknya (termasuk pembunuhan bayi oleh
ibu)
4) Adik terhadap kakak, keponakan, ipar atau sebaliknya
5) Anggota keluarga terhadap pembantu
6) Bentuk campuran selain tersebut di atas
b. Penganiayaan
1) Suami terhadap istri atau sebaliknya
3) Ibu terhadap anak atau sebaliknya (termasuk pembunuhan bayi oleh
ibu
4) Adik terhadap kakak, keponakan, ipar atau sebaliknya
5) Anggota keluarga terhadap pembantu
6) Bentuk campuran selain tersebut di atas
c. Pemerkosaan
1) Ayah terhadap anak perempuan, ayah kandung, ayah tiri dan anak
kandung maupun anak tiri
2) Suami terhadap adik/kakak ipar
3) Kakak terhadap adik
4) Suami/anggota keluarga laki-laki terhadap pembantu rumah tangga
5) Bentuk campuran selain yang tersebut diatas.
2) Kekerasan nonfisik/psikis/emosional
Yaitu perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa
percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya atau
penderitaan psikis berat pada seseorang seperti:
a. Penghinaan
b. Komentar-komentar yang dimaksudkan untuk merendahkan dan melukai
harga diri pihak istri
c. Melarang istri bergaul
d. Ancaman-ancaman berupa akan mengembalikan istri ke orang tua
e. Akan menceraikan
3) Kekerasan seksual
Yaitu pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang
yang menetap dalam lingkup rumah tangga tersebut. Selain itu juga berarti
pemaksaan hubungan seksual terhadap salah seorang dalam lingkup rumah
tangganya dengan orang lain untuk tujuan komersial atau tujuan tertentu
seperti:
a. Pengisolasian istri dari kebutuhan batinnya
b. Pemaksaan hubungan seksual dengan pola yang tidak dikehendaki atau
disetujui oleh istri
c. Pemaksaan hubungan seksual dengan pola yang tidak dikehendaki, istri
sedang sakit atau menstruasi
d. Memaksa istri menjadi pelacur dan sebagainya.
4) Kekerasan ekonomi
Yaitu berupa penelantaran rumah tangga juga dimasukkan dalam
pengertian kekerasan, karena setiap orang dilarang menelantarkan orang
lain dalam lingkup rumah tangga, karena menurut hukum yang berlaku
baginya atau karena persetujuan dan perjanjian ia wajib memberikan
penghidupan, perawatan kepada orang tersebut seperti berikut:
a. Tidak memberi nafkah pada istri
b. Memanfaatkan ketergantungan istri secara ekonomis untuk mengontrol
kehidupan istri
c. Membiarkan istri bekerja untuk kemudian penghasilannya dikuasai oleh
Dari uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa bentuk-bentuk KDRT
menurut Direktorat Reserse Polda Metro Jaya (dalam Soeroso, 1991), yaitu
dikelompokkan menjadi empat bentuk-bentuk kekerasan berupa kekerasan fisik,
kekerasan nonfisik/psikis/emosional, kekerasan seksual, dan kekerasan
ekonomi. KDRT bisa menimpa siapa saja termasuk ibu, bapak, suami, istri, anak
atau pembantu rumah tangga. Namun secara umum KDRT lebih dipersempit
artinya sebagai penganiayaan oleh suami terhadap istri dan anak.
3. Dampak-dampak terhadap saksi KDRT
Taylor dkk (2009), menjelaskan bahwa tindakan KDRT ternyata tidak
hanya merugikan pasangan suami istri yang bertikai tapi juga dapat memberikan
efek negatif bagi tumbuh kembang anak khususnya remaja sebagai saksi utama
kekerasan tersebut. Berikut beberapa dampak buruk yang terjadi pada anak
khususnya remaja yang pernah menyaksikan tindak KDRT:
1) Trauma
Remaja yang kerap menyaksikan pertengkaran kedua orang tuanya
umumnya akan memiliki kemungkinan mengalami trauma. Hal ini tentu
akan mengganggu tumbuh kembangnya, bahkan jika tidak segera ditangani
bukan hal yang mustahil trauma terjadi hingga anak tumbuh dewasa dan
bahkan berkeluarga.
2) Relasi yang kurang baik dengan lingkungan sekitar
Remaja yang hidup dalam keluarga yang terlibat KDRT bukan tidak
mungkin melakukan hal yang sama, yakni melakukan kekerasan seperti
Jika sudah begini bukan saja merugikan keluarga anda tapi bisa berakibat
fatal jika remaja melakukan tindakan yang dapat melukai teman-temannya.
3) Mencari perhatian
Jika terus-terusan menyaksikan tindakan KDRT remaja bisa menjadi
nakal. Kenakalan yang dilakukan remaja bukan berarti tidak bisa diperbaiki
karena kenakalan yang dilakukan oleh remaja terkadang hanya sebagai cara
untuk mendapatkan perhatian lebih dari orang-orang di sekitarnya.
4) Prestasi menurun
KDRT juga dapat membuat prestasi remaja menurun di sekolah. Sadar
atau tidak, pertengkaran yang dilakukan orang tua membuat konsentrasi
belajarnya terganggu. Jika hal ini dibiarkan akan membuat remaja minim
prestasi di antara teman-teman sekolahnya.
5) Terjerumus hal negatif
Semakin seringnya anda dan pasangan terlibat dalam sebuah
pertengkaran yang berujung KDRT, maka semakin terabaikan pula nasib si
buah hati. Jangan salahkan anak anda jika mereka nantinya masuk dalam
lingkaran narkoba atau seks bebas sebagai bentuk pelarian mereka dari
ketidaknyamanan dalam rumah.
6) Mudah terserang penyakit fisik
Selain mungkin terjerumus narkoba maupun seks bebas, remaja yang
tumbuh dan berkembang dalam keluarga yang tidak harmonis lebih mudah
terserang penyakit. Ini bisa terjadi karena buah hati kurang mendapat
perhatian dari ibunya yang kerap menjadi korban kekerasan yang dilakukan
7) Mencontoh yang dilakukan orangtua
Mungkin tak dapat dipungkiri jika anak anda bisa jadi mencontoh
tindakan yang dilakukan orangtuanya. Misalnya ketika ayahnya melakukan
tindak kekerasan baik itu pemukulan maupun hinaan berupa kata-kata,
maka remaja pun akan menyerap, mengingat dan bukannya tidak mungkin
melakukan hal-hal yang sama seperti yang ia lihat sewaktu kedua
orangtuanya bertikai.
Dari uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa dampak-dampak
terhadap anak khususnya remaja yang pernah menyaksikan KDRT, dapat
menimbulkan trauma, relasi yang kurang baik dengan lingkungan sekitar,
mencari perhatian, prestasi menurun, terjerumus hal-hal negatif, mudah
terserang penyakit dan dapat mencontoh yang dilakukan oleh orang tuanya.
Dampak di atas berpengaruh terhadap pembentukan konsep diri remaja, karena konsep diri diartikan sebagai gambaran seseorang mengenai diri sendiri yang merupakan gabungan dari keyakinan fisik, psikologis, sosial, emosional, dan prestasi yang mereka capai
C.Konsep Diri Pada Remaja Saksi Kekerasan dalam Rumah Tangga Pudjijogyanti (dalam Sobur 2003), menyatakan bahwa pada keluarga yang
harmonis, seorang remaja mendapatkan kehangatan, rasa aman, dan kasih
sayang sehingga membuat dirinya merasa di sayangi, yakin bahwa dirinya
berharga, dan tumbuh menjadi seorang yang percaya diri. Sebaliknya, pada
keluarga yang tidak harmonis atau yang mengalami Kekerasan Dalam Rumah
dirinya merasa tidak disayangi, percaya bahwa dirinya tidak berharga, dan
menjadi seorang yang rendah diri.
Carlson (2000), mengklasifikasi 3 kategori pengaruh negatif KDRT yang
dapat terjadi dalam kehidupan remaja yang menjadi saksi kekerasan dalam
lingkup keluarga, yaitu problem emosional, perilaku dan sosial, problem kognitif
dan sikap, problem jangka panjang. Gangguan perilaku dan sosial dapat
dimanifestasikan dalam bentuk meningkatnya perilaku agresif, kemarahan,
kekasaran, perilaku menentang dan ketidakpatuhan. Munculnya gangguan
emosional dalam diri remaja, seperti meningkatnya rasa takut, kecemasan, relasi
yang buruk dengan saudara kandung, teman bahkan orangtua, serta menurunnya
self esteem. Bukan hanya itu, problem personal remaja juga dapat turut
mempengaruhi kemampuan kognitif dan sikapnya. Hal ini dapat terlihat dari
menurunnya prestasi, terbatasnya kemampuan problem solving, kecenderungan
sikap yang mendukung perilaku kekerasan, bahkan hingga terbentuknya
pemahaman nilai-nilai yang negatif.
Secara spesifik Taylor dkk (2009), mengungkapkan anak khususnya remaja
yang hidup dan dibesarkan dalam keluarga yang mengalami Kekerasan Dalam
Rumah Tangga (KDRT) dan menjadi saksi utama kekerasan tersebut terjadi akan
memberikan dampak secara psikologis seperti, trauma, relasi yang kurang baik
dengan lingkungan sekitar, mencari perhatian, prestasi menurun, terjerumus
hal-hal negatif, mudah terserang penyakit dan dapat mencontoh yang dilakukan oleh
Hal ini sesuai dengan yang dikatakan oleh Hurlock (1990), mengemukakan
bahwa konsep diri merupakan inti dari pola perkembangan kepribadian
seseorang yang akan mempengaruhi berbagai bentuk sifat atau perilaku. Jika
memiliki konsep diri yang positif anak akan mengembangkan sifat-sifat seperti
kepercayaan diri, harga diri dan kemampuan untuk melihat dirinya secara
realitas, sehingga akan menumbuhkan penyesuaian sosial yang baik.
Sebalikanya apabila konsep diri negatif, anak akan mengembangkan perasaan
tidak mampu dan rendah diri
Semua uraian di atasadalahperlakuan-perlakuan yang diberikan orangtua
terhadap anak, dan akan membekas hingga anak menjelang dewasa sehingga
membawa pengaruh terhadap pembentukkan konsep diri anak khususnya remaja
baik konsep diri ke arah positif atau ke arah negatif. Keluarga merupakan tempat
pertama dan utama dalam pembentukan konsep diri anak khususnya remaja,
namun adapaun hal-hal lain yang mendukung terbentuknya konsep diri yaitu
lingkungan sosial dan teman sebaya. Konsep diri ini sendiri akan mempengaruhi
pengetahuan remaja berupa apa yang individu ketahui tentang dirinya,
kelengkapan atau kekurangan fisik, usia, jenis kelamin, kebangsaan, suku,
pekerjaan, agama dan sebagainya. Konsep diri yang mereka miliki juga
mempengaruhi harapan bagi dirinya sendiri untuk menjadi diri yang ideal di
masa depan. Selain itu remaja yang menyaksikan KDRT memiliki penilaian
yaitu dalam hal ini individu berkedudukan sebagai penilai “siapakah saya dan
seharusnya menjadi apa”.
D.Pertanyaan Penelitian
1. Pertanyaan Utama
a. Bagaimana gambaran konsep diri sebenarnya pada remaja yang menjadi
saksi KDRT?
2. Pertanyaan Tambahan
a. Bagaimana harapan remaja yang menyaksikan KDRT terhadap