• Tidak ada hasil yang ditemukan

II. TINJAUAN PUSTAKA Konsep Wilayah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "II. TINJAUAN PUSTAKA Konsep Wilayah"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep Wilayah

Secara yuridis menurut Undang-undang No 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, pengertian wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan/atau aspek fungsional. Berdasarkan Undang-undang No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, pengertian daerah adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam system Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Menurut Rustiadi et al. (2008) wilayah dapat diklasifikasikan ke dalam tiga klasifikasi yaitu: (1) wilayah homogen (uniform), (2) wilayah sistem/fungsional, dan (3) perencanaan/pengelolaan (planning region atau programming region).

2.2. Pengembangan Wilayah

Pembangunan daerah adalah suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumberdaya-sumberdaya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang pertumbuhan ekonomi dalam wilayah tersebut. Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses yang mencakup pembentukan institusi-institusi baru, pembangunan industri alternatif, perbaikan kapasitas tenaga kerja yang ada untuk menghasil produk barang dan jasa yang lebih baik, identifikasi pasar-pasar baru, alih ilmu pengetahuan, dan pengembangan perusahaan-perusahaan baru (Arsyad, 2004).

Menurut Anwar (2005) pertimbangan dalam pembangunan wilayah membutuhkan pendekatan multi dimensional, terutama yang menyangkut: (1) peranan teknologi dalam peningkatan produktivitas, (2) pembangunan sumberdaya manusia (khususnya yang menyangkut aspek-aspek kesehatan dan pendidikan), (3) pembangunan infrastruktur fisik dengan memperhatikan aspek

(2)

lingkungan hidup, dan (4) pembangunan administrasi dan finansial, termasuk mendorong partisipasi luas kepada masyarakat dan memperhitungkan aspek politik-institusional.

Inovasi atau pembukaan daerah baru mungkin menghasilkan perubahan struktural, yang demikian akan memperluas pasar domestik dan memperluas pasar luar negeri. Penemuan tehnik hanya timbul dalam masyarakat yang memiliki tradisi yang memungkinkan anggotanya melakukan eksperimen, sadar untuk mengatasi keterbatasan kemampuan fisik mereka yang dengan kata lain menyadari akan perlunya melakukan ekspansi (Jhingan, 2007).

Pola dan gerak dari adanya suatu inovasi dan pembukaan wilayah baru akan berpotensi terhadap pertumbuhan pembangunan dan pengembangan suatu wilayah yang akan berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi suatu wilayah, hal ini bukan hanya penting dalam pertumbuhan ekonomi, namun pada tingkat di mana inovasi dapat di perbanyak, dimodifikasi, dan menyebar ke sektor ekonomi lainnya yang akan mempengaruhi kemajuan suatu wilayah.

Menurut United Nation Center for Regional Development dalam Supriatna (2000) konsep pembangunan berkelanjutan menitik beratkan pada pembangunan sosial dan lingkungan agar mendukung pertumbuhan ekonomi yang dicirikan oleh: a.) pembangunan yang berdimensi pelayanan sosial dan diarahkan pada kelompok sasaran melalui pemenuhan kebutuhan pokok berupa pelayanan sosial disektor kesehatan dan gizi, sanitasi, pendidikan dan pendapatan bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat, b.) pembanguan yang ditujukan pada pembangunan sosial seperti keadilan, pemerataan dan peningkatan budaya serta menciptakan kedamaian, dan c.) pertumbuhan yang diorentasikan pada manusia untuk berbuat melalui people centered development dan promote the empowerment people.

2.3. Pembangunan Sektor

Menurut Anwar dan Hadi (1996) penentuan peranan sektor-sektor pembangunan diharapkan dapat mewujudkan keserasian antar sektor

(3)

pembangunan sehingga dapat meminimalisasikan inkompatibilitas antar sektor dalam pemanfaatan ruang.

Perencanaan pembangunan wilayah dari sudut pandang ekonomi adalah penentuan peranan sektor-sektor pembangunan dalam mencapai target pertumbuhan yang selanjutnya diikuti oleh investasi pada berbagai sektor baik yang dilakukan oleh pemerintah maupun oleh swasta. Dalam perencanaan pembangunan wilayah menurut Tarigan (2005), pendekataan perencanaan dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu pendekatan sektoral dan pendekatan regional (wilayah).

Rustiadi et al. (2008) menyatakan kemampuan memacu pertumbuhan suatu wilayah atau negara sangat tergantung dari keunggulan atau daya saing sektor-sektor ekonomi di wilayahnya. Nilai strategis setiap sektor di dalam memacu menjadi pendorong utama (prime mover) pertumbuhan ekonomi wilayah berbeda-beda.

Perencanaan pembangunan yang disusun secara konprehensif terpadu dan terarah akan memberikan dampak pada pertumbuhan dan perkembangan daerah, yang pada akhirnya akan meningkatkan kinerja pembangunan daerah. Setiap kebijakan yang dilakukan dalam upaya meningkatkan perekonomian daerah hendaknya mengacu pada potensi yang dimiliki suatu daerah, sebagai sebuah kekhasan dan keunggulan daerah, bertujuan untuk menciptakan kesempatan kerja, aktivitas perekonomian yang beragam dan merata disetiap wilayah, pertumbuhan perekonomian wilayah yang stabil yang pada akhirnya meningkatkan kesejahteraan wilayah, dan peningkatan pendapatan perkapita masyarakat.

Perencanaan pembangunan wilayah adalah bagaimana menentukan peranan faktor-faktor produksi yang terbatas, bagaimana dan kearah mana kegiatan ekonomi daerah diarahkan guna mencapai sasaran dan langkah-langkah yang dilaksanakan untuk mencapai sasaran pertumbuhan. Pencapaian sasaran pertumbuhan tidak terlepas dari peran swasta sedang pemerintah tidak hanya bersifat sebagai pengatur dan pengendali (regulator) tetapi juga sebagai stimulator guna mengarahkan investasi kearah yang diinginkan pemerintah

(4)

sesuai dengan kondisi daerah dan ketersediaan sumberdaya, sehingga mampu menggerakkan perekonomian daerah melalui sektor-sektor yang diunggulkan.

2.4. Keterkaitan Antar Sektor

Keterkaitan antar sektor merupakan unsur penting dalam proses pembangunan daerah, karena dengan adanya keterkaitan antar sektor tersebut akan dapat diwujudkan pembangunan ekonomi yang saling menunjang dan bersinergi antara sumber yang satu dengan lainnya. Keterkaitan ini dapat bersifat ke depan (forward linkages) pada lajur baris output menunjukkan banyaknya output suatu sektor yang digunakan oleh sektor lain dan keterkaitan ke belakang (backward linkages) menunjukkan pengaruh suatu sektor terhadap produksi sektor lain yang menyediakan input pada lajur kolom input dengan adanya keterkaitan ini akan dapat terwujud pembangunan yang efisien dan saling mendukung, sehingga perekonomian dapat tumbuh dan berkembang lebih cepat.

Dari sudut dimensi sektor pembangunan, suatu skala prioritas didasarkan atas pemahaman bahwa: 1. Setiap sektor memberikan sumbangan langsung dan tidak langsung yang berbeda terhadap pencapaian sasaran-sasaran pencapaian pembangunan. 2. Setiap sektor memiliki keterkaitan dengan sektor lainnya dengan karakteristik yang berbeda-beda, dan 3. Aktivitas sektoral tersebar secara tidak merata dan spesifik, beberapa sektor memiliki aktivitas yang terpusat dan terkait dengan sebaran sumberdaya alam, sumberdaya buatan (infrastuktur) dan sumberdaya sosial (Rustiadi, et al. 2008).

Terbatasnya keterkaitan internal dapat menjadi halangan untuk membangun karena, jika perusahaan meningkatkan outputnya, hanya sedikit dari keuntungan akan berimbas pada kegiatan ekonomi, pengganda lokal akan menjadi lebih kecil. Demikian juga, wilayah kecil akan memiliki lebih sedikit keterkaitan internal daripada wilayah yang lebih besar karena wilayah kecil lebih mungkin untuk mengimport permintaan inputnya (Blair, 1995).

(5)

2.5. Analisis Input Output

Pendekatan analisis Input-Output merupakan alat analisis keseimbangan umum, yang didasarkan pada arus transaksi antara pelaku perekonomian yang penekanan utamanya adalah pada sisi produksi (Nazara, 2005). Penerapan kerangka Input-Output pertama kali dikembangkan oleh Wassily Leontief pada tahun 1930-an untuk melihat hubungan antar sektor. Pendekatan ini mampu menggambarkan beragam sifat hubungan di antara sektor-sektor industri dan diantara sektor-sektor industri dengan komponen lainnya (Isard, 1972).

Analisis Input Output juga banyak digunakan pada berbagai disiplin ilmu lain, bahkan dalam bidang ilmu perencanaan, kemampuan alat analisis Input Output untuk melihat sektor demi sektor dalam perekonomian hingga tingkat yang sangat rinci membuat alat analisis ini cocok bagi proses perencanaan pembangunan. Model Input Output merupakan peralatan analisis pada berbagai disiplin ilmu seperti; Geografi, regional science dan engineering, lingkungan hidup (Young, 2002).

Analisis Input Output menurut Tarigan (2004) memberikan manfaat atau kegunaan antara lain:

1. Menggambarkan keterkaitan antar sektor sehingga memperluas wawasan terhadap perekonomian wilayah.

2. Dapat digunakan untuk mengetahui daya menarik (backward linkages) dan daya mendorong (forward linkages) setiap sektor sehingga mudah menetapkan sektor mana yang dijadikan sebagai sektor strategis dalam perencanaan pembangunan perekonomian wilayah.

3. Dapat meramalkan pertumbuhan ekonomi dan kenaikan tingkat kemakmuran.

4. Sebagai salah satu alat analisis yang penting dalam perencanaan pembangunan ekonomi wilayah karena bisa melihat permasalahan secara komprehensif.

5. Dapat digunakan sebagai bahan menghitung kebutuhan tenaga kerja dan modal dalam perencanaan pembangunan ekonomi wilayah.

(6)

Pada hakekatnya analisis Input Output digunakan untuk menganalisis dan mengukur hubungan produksi dan konsumsi antar sektor dalam perekonomian wilayah, yang dijabarkan dalam bentuk persamaan linier, dimana hasil yang diperoleh menunjukkan sektor-sektor apa saja yang menjadi unggulan yang dijadikan sebagai pertimbangan dalam menentukan kebijakan untuk pengembangannya, sebagai upaya meningkatkan pertumbuhan ekonomi wilayah.

Kriteria yang dapat digunakan untuk menentukan sektor unggulan dalam analisis input output menurut Sritua Arief (1993) adalah sektor-sektor yang: a. Mempunyai keterkaitan ke belakang (backward linkages) dan keterkaitan ke

depan (forward linkages) yang relatif tinggi dibandingkan dengan sektor lainnya.

b. Menghasilkan output bruto yang relatif tinggi sehingga mampu mempertahankan permintaan akhir yang relatif tinggi pula.

c. Mampu menghasilkan penerimaan devisa yang tinggi. d. Mampu menciptakan lapangan pekerjaan yang relatif tinggi

Kebanyakan ahli ekonomi sekarang percaya bahwa baik keterkaitan ke belakang atau keterkaitan ke depan dalam analisis Tabel Input Output lebih efektif. Meskipun keterkaitan ke depan lebih kuat dibandingkan dengan keterkaitan ke belakang terhadap industri (Blair, 1995).

Beberapa penelitian yang pernah dilakukan dengan menggunakan model Input-Output antara lain yang dilakukan oleh Ferdinan Sukadantel (2007), yaitu untuk menganalisis sektor-sektor unggulan dalam perekonomian dan alokasi anggaran pembangunan untuk mendukung sektor unggulan di Kabupaten Bogor. Hasil analisis diidentifikasi bahwa sektor unggulan Kabupaten Bogor adalah sektor industri pengolahan, sektor perdagangan, sektor bangunan dan sektor tanaman bahan makanan.

Suryawardana (2006), menggunakan metode Input-Output, untuk mengidentifikasi sektor unggulan di Propinsi Jawa Timur. Hasil analisis Input-Output tersebut adalah terdapat lima sektor unggulan di Propinsi Jawa Timur, yaitu sektor industri kertas dan barang cetakan, sektor industri kecil, barang jadi

(7)

dan alas kaki, sektor makanan kacang-kacangan lainnya, sektor restoran dan sektor bangunan dan konstruksi.

2.6. Analisis Komponen Utama (PCA)

Analisis komponen utama merupakan teknik statistik yang dapat digunakan untuk menjelaskan struktur variansi-kovariansi dari sekumpulan variabel melalui beberapa variabel baru dimana variabel baru ini saling bebas, dan merupakan kombinasi linier dari variabel asal. Selanjutnya variabel baru ini dinamakan komponen utama (principal component).

Secara umum tujuan dari analisis komponen utama adalah mereduksi dimensi data dan untuk kebutuhan interpretasi. Secara teknis, analisis komponen utama merupakan suatu teknik mereduksi data multivariat yang berfungsi mencari dan untuk mengubah (mentranformasi) suatu matriks data awal/asli menjadi suatu set kombinasi linier yang lebih sedikit akan tetapi menyerap sebagian besar jumlah varian dari data awal (Supranto, 2004).

Pendekatan mengenai berapa banyak faktor/komponen dilihat dari nilai eigen (eigen value), titik dimana besaran nilai eigen turun drastis dari nilai besar ke kecil dianggap sebagai suatu petunjuk banyaknya faktor atau komponen yang digunakan dalam analisis (Johnson dan Wichern, 1998). Hal mana nilai eigen ini sangat penting untuk mengukur kriteria penetuan jumlah komponen sebagaimana Gasser dan Roussson (2004), yaitu untuk mengukur persentase dari varian dengan menemukan suatu vektor komponen utama yang didefinisikan dengan faktor loading suatu matriks p dimana p adalah variabel yang dijadikan kasus.

Agus Sunarto (2007), menggunakan Analisis PCA untuk mengetahui keterkaitan pola anggaran dengan kinerja pembangunan di wilayah Jawa Bagian Barat dilakukan penyederhanaan variabel-variabel belanja bidang perkapita menjadi 2 faktor dari 22 variabel anggaran belanja yaitu faktor utama I merupakan belanja administrasi dan produksi, dan faktor utama II merupakan belanja penanaman modal. Sedangkan Prasetyo et al. (2008) dengan menggunakan data NTB seluruh Propinsi di Indonesia diperoleh empat

(8)

komponen utama dari sembilan variabel NTB dan diperoleh nilai penduga koefisien standar error paling kecil adalah metode komponen utama pada regresi komponen utama daripada metode kuadrat terkecil pada regresi linier berganda, hal ini menunjukkan bahwa analisis komponen utama lebih tepat dan dipercaya (reliable) terhadap variabel bebas daripada metode kuadrat terkecil.

2.7. Sumber Pendapatan Daerah

Menurut Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 sumber-sumber pendanaan pemerintah daerah terdiri dari: Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Perimbangan, Pinjaman Daerah dan Lain-lain Pendapatan yang sah. Dana perimbangan merupakan pendanaan yang bersumber dari APBN, terdiri dari Dana Bagi Hasil (DBH), Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK), dimaksudkan untuk membantu daerah dalam mendanai kewajiban yang diberikan oleh pemerintah pusat dan mengurangi ketimpangan sumber pendanaan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, serta untuk mengurangi kesenjangaan pendanaan pemerintah antar daerah.

2.7.1. Pendapatan Asli Daerah

Menurut pasal 6 Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah bahwa : PAD bersumber dari pajak daerah, retrebusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain PAD yang sah. Lain-lain PAD yang sah meliputi : hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan, jasa giro, pendapatan bunga, keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing, komisi dan potongan, atau pun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan dan/atau pengadaan barang dan/atau jasa oleh daerah. Dengan demikian bahwa yang dimaksud dengan PAD adalah penerimaan yang bersumber dari pajak daerah, retribusi daerah, pengelolaan kekayaan daerah, laba perusahaan milik daerah dan lain-lain pendapatan yang sah.

(9)

2.7.2. Dana Bagi Hasil

Dana perimbangan yang berasal dari DBH bersumber dari penerimaan pajak dan sumber daya alam. Tujuannya adalah untuk mengurangi kesenjangan vertikal antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, dengan sistem bagi hasil penerimaan pajak dan bukan pajak antara pemerintah pusat dan daerah. Pola bagi hasil penerimaan pajak dan bukan pajak ini dilakukan dengan persentase tertentu yang didasarkan besarnya sumbangan daerah penghasil. 2.7.3. Dana Alokasi Umum

Tujuan dari DAU ini adalah untuk mengurangi ketimpangan dalam kebutuhan pembiayaan dan penguasaan pajak antar pemerintah pusat dan daerah, dengan dana perimbangan ini diharapkan akan memberikan kepastian pada pemerintah daerah dalam memperoleh sumber-sumber pembiayaan untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan yang menjadi tanggung jawab pemerintah daerah. Kebutuhan DAU oleh suatu daerah ditentukan dengan menggunakan pendekatan fiscal gap, dimana kebutuhan DAU suatu daerah ditentukan oleh kebutuhan daerah (fiscal need) dan potensi daerah (fiscal capacity). Berdasarkan konsep fiscal gap ini, distribusi DAU kepada daerah yang memiliki kemampuan keuangan relatif lebih besar akan memperoleh DAU lebih kecil, demikian pula halnya bagi daerah yang memiliki kemampuan keuangan relatif kecil akan menerima DAU lebih besar.

2.7.4. Dana Alokasi Khusus

DAK adalah dana yang disediakan dalam APBN yang dialokasi untuk daerah guna membantu kebutuhan khusus. Berdasarkan UU Nomor 25 Tahun 1999 jo PP Nomor 104 Tahun 2000, DAK dialokasikan kepada daerah untuk memenuhi kebutuhan khusus dengan memperhatikan ketersediaan dana APBN. Kriteria kebutuhan khusus tersebut meliputi: pertama kebutuhan yang tidak dapat diperhitungkan dengan menggunakan rumus alokasi umum, kedua kebutuhan yang merupakan komitmen atau prioritas nasional, dan ketiga kebutuhan untuk membiayai kegiatan reboisasi dan penghijauan oleh daerah

(10)

penghasil. Berdaasarkan kebutuhan tersebut DAK dibedakan atas DAK dana reboisasi (DAK DR) dan DAK non dana reboisasi (DAK Non DR).

2.8. Indikator-Indikator Kinerja Pembangunan

Indikator merupakan ukuran kuantitatif dan atau kualitatif yang menggambarkan tingkat pencapaian suatu sasaran atau tujuan yang telah ditetapkan. Oleh karena itu indikator kinerja harus merupakan sesuatu yang akan dihitung atau diukur serta digunakan sebagai dasar untuk menilai atau melihat tingkat kinerja, baik dalam tahap perencanaan, pelaksanaan maupun tahap setelah kegiatan selesai dan berfungsi (Rustiadi et al, 2008).

Indikator-indikator kinerja ini dibangun atas dasar variabel-variabel penting yang dapat menggambarkan tingkat perkembangan dan pertumbuhan atau mampu menjelaskan tingkat ukuran kinerja pembangunan daerah yang dapat dirumuskan dengan angka indeks atau rasio. Indeks atau rasio tersebut diantaranya adalah: 1) Bidang Perekonomian yang diukur dari tingkat laju pertumbuhan ekonomi, struktur perekonomian, pendapatan perkapita, tingkat pengangguran, tingkat kemiskinan, tingkat pemerataan pendapatan, tingkat daya beli, tingkat tabungan masyarakat, tingkat investasi, perdagangan luar negeri (ekspor-impor), indeks harga bangunan, realisasi penerimaan APBD, dll. 2) Bidang ketertiban umum: diukur dengan luas wilayah dan jumlah penduduk berdasarkan jenis konflik, berdasarkan kasus/kejadian, kecelakaan, perampokan, kebakaran hutan dll. 3) Bidang kesehatan: jumlah penduduk sakit, tingkat kematian, tingkat harapan hidup, angka kelahiran, dll. 4) Bidang pendidikan: diukur dengan tingkat pendidikan, angka putus sekolah, rata-rata lama sekolah, angka melek huruf, dll. 5) Bidang tata ruang, lingkungan hidup dan pemerintahan umum : diukur dengan tingkat kepadatan penduduk, rumah permanen dan non permanen, ketersediaan ruang terbuka hijau, penyimpangan penggunaan lahan dari rencana tata ruang, pencemaran, dll (Saefulhakim, 2005).

Jumlah dan keadaan penduduk akan berimplikasi pada kualitas masyarakat suatu wilayah atau daerah, yang menentukan tingkat harapan hidup masyarakat, disamping itu akan berimplikasi pada penyebaran dan perkembangan angkatan kerja. Keseimbangan antara jumlah dan lapangan kerja,

(11)

dan pemerataan sebarannya perlu dijadikan sebagai suatu target penting dalam mewujudkan hasil-hasil pembangunan yang efektif (Riyadi dan Bratakusumah, 2004). Kualitas hidup penduduk dan daya saing perekonomian suatu daerah juga menentukan indikotar kinerja pembangunan (Wong, 2006), karena kualitas hidup yang baik akan memangkas proses persaingan sehingga menciptakan keamanan dan kenyamanan hidup.

Dalam pembangunan, keberlanjutan merupakan asas yang sangat penting karena prinsip pembangunan adalah menjamin ketersediaan kebutuhan hidup manusia di waktu sekarang maupun masa yang akan datang. Penerapan pembangunan berkelanjutan yang komplek dapat disederhanakan dengan pemilihan indikator capaian yang tepat sebagai sebuah standar capaian kinerja, pemilihan indikator akan menentukan penilaian akhir, karena indikator bersifat spesifik untuk berbagai kondisi wilayah.

Pemilihan banyaknya indikator perlu diperhitungkan secara tepat dan benar, karena akan berpengaruh terhadap biaya dan waktu yang digunakan untuk analisis kebijakan dan hasil, disamping itu indikator yang terlalu banyak akan menghasilkan analisis yang tidak mencapai sasaran, karena menjadi tidak fokus dan bersifat umum. Sebaliknya jika indikator yang ditetapkan terlalu sedikit akan terjadi kekeliruan dalam menterjemahkan keadaan, karena kemungkinan banyak mengandung kelemahan. Oleh sebab itu penetapan indikator yang tepat agar dapat menggambarkan pembangunan berkelanjutan mulai dari input, proces, output, outcome dan impact menjadi sangat penting dan merupakan suatu tugas yang cukup sulit bagi perencana wilayah.

Referensi

Dokumen terkait

Posisi penulis tidak mengatakan salah satu benar, tetapi lebih pada upaya penyingkapan dan berdiri pada posisi netral dalam mengemukankan pandangan secara akademik karena

Menurut Wikipedia (http://id.wikipedia.org), database adalah kumpulan dari item data yang saling berhubungan satu dengan yang lainnya yang diorganisasikan berdasarkan

4 Mahasiswa mengetahui model bisnis yang gratis dan menguntungkan Kemampuan menyerap perkuliahan, memahami permasalaha n, dan keaktifan dalam diskusi serta mengekspre sikan

Berdasarkan data yang telah diperoleh pada analisa data, konsep design layout interior dan mengumpulkan berbagai macam referensi yang akan dibuat dalam perancangan

Terdapat hubungan bermakna pada tingkat kualitas hidup antara anak dengan sindrom nefrotik primer kelainan minimal dan bukan kelainan minimal menurut persepsi orang tua

mempengaruhi bagaimana mereka mempersepsikan mengenai model pembelajaran blended learning yang mereka jalankan, yang mana persepsi didefinisikan oleh Atkinson (2000)

Adapun program individu utama adalah Pembuatan Video Profil untuk Departemen Elektronika dengan tujuan Untuk membuat video promosi Prodi Elektronika Pertahanan di

Abstrak - Artikel ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang juga merupakan hasil dari kegiatan Pengabdian kepada Masyarakat (PkM) dengan tujuan untuk meningkatkan