• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II STUDI PUSTAKA. 2.1 Tinjauan Pustaka

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II STUDI PUSTAKA. 2.1 Tinjauan Pustaka"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II STUDI PUSTAKA

2.1Tinjauan Pustaka

2.1. Diabetes Mellitus (DM)

2.1.1. Definisi dan Klasifikasi DM

Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2013, DM merupakan penyakit metabolik yang ditandai dengan hiperglikemia sebagai akibat dari ketidaksempurnaan sekresi insulin, aksi insulin atau keduanya (1). DM dibagi berdasarkan patogenesis hiperglikemia untuk memudahkan pengobatannya secara efektif dimana terdiri dari empat kelas klinis, yaitu :

a. DM Tipe 1

DM tipe 1 ditandai dengan kerusakan sel β yang biasanya bersamaan dengan defisiensi insulin absolut (2). DM tipe 1 selanjutnya dibagi menjadi yang memiliki penyebab imun dan idiopatik. Bentuk imun merupakan penyebab tersering DM tipe 1. Meskipun sebagian besar pasien lebih muda dari 30 tahun pada saat diagnosis dibuat, onset penyakit tersebut dapat terjadi pada semua usia (8).

DM tipe 1 harus tergantung pada insulin eksogen (suntikan) untuk mengontrol hiperglikemia, memelihara kadar hemoglobin glikosilat (HbAIC) yang dapat diterima, dan mencegah ketoasidosis. Tujuan pemberian insulin pada diabetes tipe 1 adalah untuk memelihara konsentrasi gula darah mendekati kadar normal dan mencegah besarnya belokan kadar glukosa darah yang dapat menyokong timbulnya komplikasi jangka panjang (9).

b. DM Tipe 2

DM tipe 2 ditandai dengan kerusakan progresif sekresi insulin sebagai dasar dari terjadinya resistensi insulin (2). Meskipun insulin

(2)

diproduksi oleh sel β, namun hal tersebut tidak cukup untuk mengatasi resistensi dan kadar glukosa darah meningkat. Gangguan kerja insulin juga mempengaruhi metabolisme lemak sehingga meningkatkan kadar asam lemak bebas dan trigliserida serta menurunkan kadar lipoprotein berdensitas-tinggi (HDL) (8).

Tujuan pada pengobatan DM tipe 2 adalah untuk memelihara konsentrasi glukosa darah dalam batas normal dan untuk mencegah perkembangan komplikasi penyakit jangka lama. Pengurangan berat badan, latihan dan modifikasi diet menurunkan resistensi insulin dan memperbaiki hiperglikemia diabetes tipe 2 pada beberapa penderita. Walaupun demikian, kebanyakan tergantung pada campur tangan farmakologik dengan obat-obat hipoglikemik oral (9).

Terdapat beberapa perbedaan antara DM tipe 1 dan 2 yang dapat dilihat pada tabel 2.1

Tabel 2.1. Perbedaan DM tipe 1 dan 2

DIABETES MELITUS TIPE 1 DIABETES MELITUS TIPE 2

penderita menghasilkan sedikit insulin atau sama sekali tidak menghasilkan insulin

Pankreas tetap menghasilkan insulin, kadang kadarnya lebih tinggi dari normal. Tetapi tubuh membentuk kekebalan terhadap efeknya sehingga terjadi kekurangn insulin relative

Umumnya terjadi sebelum usia 30 tahun yaitu anak-anak dan remaja

Bisa terjadi pada anak-anak dan dewasa tetapi biasanya terjadi setelah 30 tahun Faktor lingkungan (berupa infeksi virus

atau faktor gizi pada masa kanak-kanak atau dewasa awal) menyebabkan sistem kekebalan menghancurkan sel penghasil insulin di pancreas. Untuk terjadinya hal ini, diperlukan kecenderungan genetic

Faktor risiko untuk diabetes tipe 2 adalah obesitas dimana sekitar 80-90% penderita mengalami obesitas

90% sel penghasil insulin (sel beta) mengalami kerusakan permanen. Terjadi kekurangn insulin yang berat dan penderita harus mendapatkan suntikan insulin secara teratur

Diabetes melitus tipe2 juga cenderung diturunkan secara genetik dalam keluarga

c. DM Spesifik

DM spesifik berhubungan dengan beberapa sebab, diantaranya kerusakan genetik terkait fungsi sel β, kerusakan genetik terkait aksi insulin, penyakit eksokrin pankreas seperti cystic fibrosis dan penggunaan

(3)

obat kimia yang menginduksi DM seperti pada pengobatan HIV/AIDS atau setelah transplantasi organ (2).

d. DM gestasional

DM gestasional merupakan DM yang terdiagnosa selama masa kehamilan (2). Meskipun kejadiannya sementara, namun DM ini bisa jadi merusak kesehatan janin dan ibu, sekitar 20-50% wanita yang mengidap DM tipe 2 yang kemudian menjalani kehamilan (10). Selama kehamilan plasenta dan hormon plasenta menimbulkan resistensi insulin yang paling mencolok pada trimester ketiga (8). DM gestasional juga melibatkan suatu kombinasi dari kemampuan reaksi dan pengeluaran hormon insulin yang tidak cukup yang meniru DM tipe 2 (10).

DM gestasional terjadi sekitar 2%-5% dari semua kehamilan. Diabetes ini sifatnya sementara dan harus ditangani dengan baik, karena jika tidak bisa menyebabkan masalah dalam kehamilan seperti makrosomia, cacat janin, penyakit jantung sejak lahir, gangguan pada sistem saraf pusat, dan juga cacat otot. Bahkan ada dugaan bahwa hiperbilirubinemia juga diakibatkan oleh rusaknya sel darah merah akibat dari meningkatnya gula dalam darah. Bahkan dalam kasus yang parah, hal ini bisa mengakibatkan kematian, oleh karena itu kasus ini harus mendapatkan pengawasan medis yang seksama selama kehamilan (10).

2.1.2. Epidemiologi

Menurut survei yang dilakukan WHO, Indonesia menempati urutan ke-4 dengan jumlah penderita DM terbesar di dunia setelah India, Cina, dan Amerika Serikat dengan prevalensi sebesar 8,6 % dari total penduduk. Diperkirakan pada tahun 1995 terdapat 4,5 juta pengidap DM dan pada tahun 2025 diperkirakan akan meningkat menjadi 12,4 juta penderita. Menurut data Depkes, jumlah pasien rawat inap maupun rawat jalan di rumah sakit terkait DM menempati urutan pertama dari seluruh penyakit endokrin. Mengingat besarnya masalah ini, akan dibentuk direktorat baru di Departemen Kesehatan untuk menangani penyakit tidak menular (PTM) (10). Menurut Menkes, secara global WHO memperkirakan PTM telah

(4)

menyebabkan sekitar 60% kematian dan 43% kesakitan di seluruh dunia. Pada tahun 1992, lebih dari 100 juta penduduk dunia menderita diabetes dan pada tahun 2000 jumlahnya meningkat menjadi 150 juta yang merupakan 6% dari populasi dewasa. Sedangkan di Amerika Serikat jumlah penderita diabetes pada tahun 1980 mencapai 5,8 juta orang dan pada tahun 2003 meningkat menjadi 13,8 juta orang (10).

2.1.3. Patofisiologi

Penderita DM memiliki permasalahan pada pengaturan sistem kadar gula darah dimana jumlah insulin yang dikeluarkan sedikit sehingga mengakibatkan tingginya kadar gula didalam darah atau yang lebih dikenal dengan kondisi hiperglikemia (11). Hiperglikemia ini dapat disebabkan oleh defisiensi insulin absolute dan relatif dimana pankreas tidak berfungsi lagi untuk mensekresi insulin, kerja insulin pada sel yang dituju diperlemah oleh antibodi insulin, jumlah insulin pada organ yang dituju menjadi berkurang atau terjadinya cacat reseptor insulin sehingga mengakibatkan glukosa bertumpuk didalam darah (9,12,13). Hiperglikemia kronis pada DM mengakibatkan kerusakan jangka panjang, disfungsi dan kegagalan dari organ yang berbeda terutama mata, ginjal, syaraf, jantung dan pembuluh darah (1).

2.1.4. Faktor Risiko

Faktor risiko yang mempertinggi tingkat kejadian DM adalah :

a. Kelainan genetika

Diabetes dapat menurun menurut silsilah keluarga yang mengidap diabetes, karena kelainan gen yang mengakibatkan tubuhnya tak dapat menghasilkan insulin dengan baik. Tetapi risikonya terkena diabetes juga tergantung pada faktor kelebihan berat badan, stress, dan kurang bergerak (14).

b. Usia

Umumnya manusia mengalami perubahan fisiologis yang secara drastis menurun dengan cepat setelah usia 40 tahun. Diabetes sering muncul setelah seseorang memasuki usia rawan terebut, terutama setelah

(5)

usia 45 tahun pada mereka yang berat badannya tidak peka lagi terhadap insulin (14).

c. Gaya hidup stres

Stress kronis cenderung membuat seseorang mencari makanan yang manis-manis dan berlemak tinggi untuk meningkatkan kadar serotonin otak. Serotonin ini memiliki efek penenang sementara untuk meredakan stresnya. Tetapi gula dan lemak itulah yang berbahaya bagi mereka yang berisiko diabetes (14).

d. Pola makan salah

Kurang gizi atau kelebihan berat badan sama-sama meningkatkan risiko kena diabetes. Kurang gizi (malnutrisi) dapat merusak pankreas sedangkan obesitas (gemuk berlebihan) mengakibatkan gangguan kerja insulin (retensi insulin). Kurang gizi dapat terjadi selama kehamilan, masa anak-anak dan pada usia dewasa akibat diet ketat berlebihan. Sedangkan kurang gizi pada janin mungkin terjadi karena ibunya merokok atau mengkonsumsi alkohol semasa hamilnya. Sebaliknya, obesitas bukan karena makanan yang manis atau kaya lemak, tetapi lebih disebabkan jumlah konsumsi yang terlalu banyak sehingga cadangan gula darah yang disimpan di dalam tubuh sangat berlebihan (14).

2.1.5. Gejala dan Tanda

Gejala yang menandai terjadinya hiperglikemia pada DM adalah poliuria, polidipsia, kehilangan berat badan, kadang-kadang poliphagia dan pandangan kabur. Perburukan keadaan dan kerentanan terhadap infeksi dapat menyertai pada penyakit DM kronis (1).

DM erat kaitannya dengan peningkatan kadar gula darah dimana diagnosis pada DM dapat dilakukan dengan menghitung peningkatan kadar glukosa darah melalui beberapa parameter penilaian seperti HbA1C, glukosa darah puasa, glukosa plasma 2-jam selama OGTT, dan glukosa plasma acak dengan kadar masing masing tertera pada tabel 2.2 (2).

(6)

Tabel 2.2. Kategori peningkatan kadar glukosa darah.

Kriteria Kadar Keterangan

A1C ≥6,5% Test dilakukan di laboratorium

menggunakan metode yang disertifikasi oleh NGSP dan distandarisasi oleh DCCT.

Glukosa darah puasa

≥126 mg/dl (7,0 mmol/L)

Puasa tanpa pemasukan kalori selama ± 8 jam

Glukosa plasma 2-jam selama OGTT

≥200mg/dl (11,1 mmol/L)

Test dideskripsikan oleh WHO

menggunakan 75 g glukosa anhydrous yang terlarut dalam air.

Glukosa plasma acak

≥200 mg/dl (11,1 mmol/L)

Pasien dengan gejala klasik krisis hyperglycemia atau hyperglycemia.

American Diabetic Association (ADA) merekomendasikan penggunaan kadar glukosa darah puasa sebagai dasar untuk mendiagnosis DM pada pasien dewasa diluar kehamilan dan berdasarkan tabel 2.3 diketahui bahwa pasien dengan kadar glukosa darah puasa lemah atau kadar glukosa darah 2 jam setelah makan lemah dikategorikan dalam prediabetes dan memiliki resiko tinggi menjadi DM pada perkembangan selanjutnya (2).

Tabel 2.3. Kategori peningkatan resiko pada DM (prediabetes).

Kriteria Kadar Keterangan

Glukosa darah puasa 100 mg/dl – 125 mg/dl 5,6 mmol/L – 6,9 mmol/L

Dalam kadar glukosa puasa rendah

Glukosa plasma 2 jam dalam 75 g OGTT

140 mg/dl – 199 mg/dl 7,8 mmol/L – 11 mmol/dl

Dalam kadar toleransi glukosa lemah

A1C 5,7 – 6,4 % -

2.1.6. Terapi Farmakologi a. Insulin

Insulin merupakan hormon yang diproduksi oleh pankreas yang berguna untuk mengontrol kadar gula darah didalam kisaran normal (21). Sekresi insulin diatur tidak hanya oleh kadar glukosa darah tetapi juga oleh hormon lain dan mediator autonomic. Sekresi insulin umumnya dipacu oleh ambilan glukosa darah yang tinggi dan difosforilasi dalam sel β pancreas (9).

(7)

Insulin bekerja dengan cara menaikan pengambilan glukosa ke dalam sel-sel sebagian besar jaringan, menaikan penguraian glukosa secara oksidatif, menaikan pembentukan glikogen dalam hati dan juga dalam otot dan mencegah penguraian glikogen, dan menstimulasi pembentukan protein dan lemak dari glukosa. Semua proses ini menyebabkan kadar glukosa darah menurun akibat pengaruh insulin (12).

Dalam jaringan lemak dan hati insulin merangsang pengambilan asam lemak bebas yang selanjutnya disimpan dalam bentuk trigliserida. Selain itu insulin sebaliknya bekerja memobilisasi lemak dan penguraian lemak. Kerja insulin lainnya ialah menaikan pengambilan ion kalium kedalam sel dan menurunkan kerja katabolik glukokortikoid dan hormon kelenjar tiroid (12).

Penderita DM tipe 1 selalu membutuhkan injeksi insulin eksternal setiap harinya dikarenakan sel β pancreas sebagai penghasil insulin telah rusak. Berbeda dengan penderita DM tipe 2 dimana sebagian sel β pancreas masih bisa memproduksi insulin sehingga penggunaan obat oral antidiabetes maupun yang dikombinasikan dengan penggunaan insulin masih dapat diberikan (8). Ada 3 macam sediaan insulin yang digunakan : 1) Insulin kerja singkat (Rapid-acting): bekerja hanya pada jaringan,

insulin memfasilitasi transport aktif glukosa dan asam amino melewati membrane sel dan meningkatkan ambilan kembali dari darah (15). 2) Insulin kerja sedang (intermediate-acting): bekerja didalam sel, insulin

meningkatkan kerja enzim yang merubah glukosa, asam lemak dan asam amino menjadi lebih kompeks dengan bentuk yang stabil untuk disimpan (15).

3) Insulin kerja panjang (long-term): karena peningkatan sintesis protein, perkembangan dapat ditingkatkan (15).

Insulin terbagi berdasarkan durasi kerjanya yaitu rapid-acting,

intermediate acting, dan long-acting. Berikut disajikan beberapa jenis insulin berdasarkan golongannya yang tercantum pada tabel 2.4

(8)

Tabel 2.4. Golongan dan jenis insulin (18). No Jenis Insulin Lama kerja Contoh

1 Insulin kerja cepat (rapid acting insulin)

Insulin Lispro

memiliki onset 15-30 menit, peak 1-2 jam, durasi 3-4 jam

dan durasi maksimum 4-6 jam. Insulin Aspart memiliki onset 15-30 menit, peak 1-2 jam, durasi 3-5 jam

dan durasi maksimum 5-6 jam. Insulin Gluisine memiliki onset 15-30 menit, peak 1-2 jam, durasi 3-5 jam

dan durasi maksimum 5-6 jam. Humalog (insulin lispro) Novolog (insulin aspart) Apidra (insulin gluisine)

3 Insulin kerja sedang (intermediate acting insulin)

Insulin NPH

memiliki onset 2-4 jam, peak 4-6 jam, durasi 8-12 jam dan durasi maksimum 14-18 jam. Humulin N Novolin N 5 Insulin kerja panjang (long acting insulin) Insulin Glargine memiliki onset 4-5 jam, durasi 22-24 jam dan durasi maksimal 24 jam. Insulin Detemir memiliki onset 2 jam, peak 6-9 jam, durasi 14-24 jam dan durasi maksimum 24 jam. Lantus (insulin glargine) Levemir (insulin detemir) 2.1.7. Tatalaksana DM

Untuk mencegah terjadinya komplikasi kronik, diperlukan pengendalian DM yang baik sesuai dengan sasaran terapi . DM dinyatakan terkendali baik bila kadar glukosa darah , HbA1C, dan lipid mencapai target sasaran. Algoritma pengelolaan DM tipe 2 dapat dilihat melalui gambar

(9)

Gambar 2.1. Algoritma pengelolaan DM tipe 2 (18).

2.2. Efek Samping Obat 2.2.1. Definisi

World Health Organization (WHO) mendefinisikan bahwa rekasi efek samping obat merupakan reaksi yang tidak disengaja pada penggunaan dosis normal suatu obat dalam aktivitas farmkologinya (2).

Food and Drug Administration (FDA) menjelaskan bahwa reaksi efek samping obat berhubungan dengan penggunaan obat pada manusia termasuk : efek samping yang terjadi karena penggunaan obat pada praktek professional, reaksi efek samping penggunaan obat hingga overdosis secara sengaja maupun tidak sengaja, beberapa reaksi efek

Target GDP dan GD2PP tidak terpenuhi setelah 1 bulan

Target HbA1C ≤ 6.5% GDP ≤ 110 mg/dL GD2PP ≤ 140-180 mg/dL Intervensi awal Edukasi, penyeimbangan nutrisi, dan olahraga

Target Tercapai

HbA1C setiap 3-6 bulan

Dimulai dengan monoterapi atau dual

terapi Dual terapi

Dual terapi Monoterapi

Target Tercapai Target tidak tercapai setelah 3 bulan Melanjutkan terapi HbA1C setiap 3-6 bulan Memulai dual terapi

Target tidak tercapai setelah 3 bulan

Tambahkan agen oral ketiga atau injeksi jika HbA1C < 8,5% ; atau tambahkan insulin bila HbA1C > target

Target Tercapai Melanjutkan terapi HbA1C setiap 3-6 bulan Pilihan monoterapi : Metformin Tiazolidindion Sulfonylurea Insulin Pilihan lain monoterapi : Nateglinid Repaglinid Acarbose miglitol

Pilihan dual terapi : Sulfonylurea + Metformin Metformin + Tiazolidindion Sulfonylurea atau metformin + injeksi Pilihan kombinsi lainnya : Insulin Nateglinid atau Repaglinid Acarbose atau miglitol

(10)

samping obat karena berhubungan dengan penyalahgunaan obat, reaksi efek samping obat terkait penggunaan obat yang telah ditarik dari pasaran, dan kegagalan terapi terkait efek farmakologis dari obat (16).

Dari beberapa sudut pandang terdapat perbedaan antara reaksi efek samping dan Adverse Drug Reaction (ADR). Reaksi efek samping didefinisikan American Society of Health - System Pharmacist (ASHP) sebagai reaksi yang tidak diharapkan, reaksinya diketahui dengan baik yang berakibat perubahan kecil atau besar pada manajemen pasien (contoh, mengantuk atau mulut kering selama administrasi dari antihistamin atau mual terkait dengan penggunaan antineoplastik). ASHP lebih lanjut mendefinisikan efek samping sebagai efek dengan frekuensi yang dapat diramalkan dan efek dengan intensitas dan kejadian yang berhubungan pada ukuran dan dosisnya. Sementara itu ADR merupakan reaksi yang tidak diharapkan, tidak dapat diprediksi atau memberikan gejala yang berhubungan langsung dengan respon obat (17).

2.2.2. Klasifikasi

Menurut Rawlins dan Thompson, tipe reaksi efek samping obat dibagi menjadi beberapa kategori seperti pada tabel 2.5

Tabel 2.5. Klasifikasi tipe reaksi efek samping obat (16).

Tipe Keterangan

A Reaksi efek samping yang disebabkan karena akumulasi suatu obat dimana reaksinya dapat diprediksi atau diantisipasi. Reaksi yang ditimbulkan tidak seberbahaya atau sesering pada tipe B. 1. Efek target yang dilebihkan

Hypotensi orthostatic pada penggunaan antihypertensive, efek mengantuk pada penggunaan sedative-hypnotic dan syok hypoglikemik karena penggunaan insulin.

2. Efek yang tidak diinginkan

Konstipasi pada penggunaan morfin, iritasi gastrointestinal pada penggunaan NSAIDs, kerontokan rambut karena kemoterapi, dan kehilangan libido karena antidepresan.

B Mengindikasikan keganjilan karena reaksi farmakologi yang tidak diharapkan, tidak diprediksikan atau atau reaksi idiosinkrasi.

1. Immunologis

Reaksi alergi atau hipersensitivitas sebagai hasil dari mekanisme imunologis.

2. Idiosinkrasi

Ditandai dengan adanya reaksi efek samping yang abnormal pada individu karena beberapa mekanisme yang tidak diketahui.

C Reaksinya berkelanjutan dan bersifat kronis.

D Reaksinya muncul tertunda sehingga susah untuk di diagnosa.

(11)

2.3 Efek Samping Insulin

Reaksi efek samping yang paling banyak dilaporkan terkait penggunaan insulin adalah hipoglikemi dan peningkatan berat badan (18). Disamping itu terdapat reaksi lain yaitu reaksi immunologi terhadap insulin yang dapat menimbulkan alergi insulin atau resistensi insulin (22). Hipoglikemi lebih sering terjadi pada pasien yang menggunakan terapi regimen insulin secara intensif. Pada pasien diabetes mellitus tipe 1 lebih cenderung untuk mengalami hipoglikemik dibandingkan pada pasien diabetes mellitus tipe 2 (18).

Hipoglikemia ringan pada pasien DM dapat menyebabkan rasa tidak nyaman seperti lemah, kebingungan, pusing hingga kehilangan kesadaran. Sementara itu hipoglikemia berat dapat menyebabkan kerusakan lebih parah yang dapat disebabkan oleh gangguan motorik misalnya terjatuh atau kecelakaan dan juga dapat disebabkan oleh luka lainnya (2). Hipoglikemia berat dalam jangka panjang dapat mengakibatkan kerusakan otak yang bersifat sementara maupun permanen hingga resiko kematian.

Penanganan terhadap kejadian hipoglikemia dapat ditangani dengan pemberian glukosa 10-15 gr pada kondisi pasien yang sadar, injeksi intravena dekstrosa pada kondisi pasien yang kehilangan kesadaran dan injeksi glukagon pada kondisi pasien yang kehilangan kesadaran ketika injeksi intravena tidak dapat dilakukan (18). Gejala hipoglikemia terbagi menjadi tiga bagian berdasarkan Edinburgh Hypoglycaemia Scale

yang dapat dilihat pada tabel 2.6.

Tabel 2.6.Edinburgh Hypoglycaemia Scale (19).

Autonomic Symptom Neuroglycopenic Symptom General Malaise Symptom 1. Berkeringat 2. Berdebar-debar 3. Gemetar 4. Lapar 1. Kebingungan 2. Mengantuk 3. Linglung 4. Kesusahan berbicara 5. Ketidakseimbangan tubuh 1. Sakit kepala 2. Mual

(12)

Selain hipoglikemia, kenaikan berat badan dan lipodistropi juga terjadi sebagai efek samping dari penggunaan insulin. Kenaikan berat badan pada penderita DM sebagian besar terjadi karena peningkatan lemak dan cenderung berhubungan dengan dosis harian level insulin plasma. Peningkatan berat badan berhubungan dengan penggunaan terapi insulin relatif dan dapat diminimalisir dengan penggantian insulin fisiologis (18). Pada pasien DM tipe 1 lebih sering mengalami lipodistropi dibanding pasien DM tipe 2. Lipodistropi disebabkan karena injeksi berlebihan pada satu tempat yang sama. Pada aksi anabolik insulin, perolehan massa lemak terdapat pada tempat injeksi insulin sebagai hasil dari variabel penyerapan insulin. Lipodistropi diduga disebabkan berkaitan dengan antibody insulin yaitu dengan pemecahan lemak pada sisi injeksi insulin. Injeksi yang jauh dari tempat injeksi awal insulin direkomendasikan untuk mencegah terjadinya lipodistropi (23).

2.4 Identifikasi Kejadian Efek Samping

Dalam mengidentifikasi efek samping, sering kali sulit untuk membuktikan bahwa suatu obat mempunyai hubungan sebab akibat dengan gejala yang dialami pasien. Maka dari itu, diperlukan suatu metode yang rasional yang dapat menetapkan suatu kesimpulan tentang kemungkinan adanya suatu efek samping. Identifikasi efek samping dengan pendekatan menggunakan Naranjo Probaility Scale, dilakukan dengan menjawab beberapa pertanyaan terkait dengan reaksi atau gejala yang dilaporkan pasien dan tercatat dalam rekam medis. Untuk tiap jawaban dari pertanyaan yang diajukanakan diberikan skor tersendiri, dimana total nilai dari jawaban inilah yang menunjukan tingkat kemungkinan suatu reaksi atau gejala yang terjadi pada pasien. Daftar pertanyaan beserta skor jawaban untuk mengidentifikasi efek samping berdasarkan algoritma Naranjo Probability Scale dapat dilihat pada table 2.7 (20).

(13)

Tabel 2.7. Algoritma Naranjo (20). NO Daftar Pertanyaan Jawaban Skor Ya Tidak Tidak Tahu

1. Apakah ada laporan sebelumnya mengenai gejala

yang terjadi ? +1 0 0 _

2. Apakah gejala yang muncul, terjadi setelah

pemberian obat ? +2 -1 0 _

3. Apakah gejala membaik setelah obat dihentikan ? +1 0 0 _

4. Apakah gejala muncul kembali ketika obat

diberika lagi ? +2 -1 0 _

5. Apakah ada penyebab lain selain obat, yang dapat

menyebabkan gejala ini terjadi ? -1 +2 0 _

6. Apakah gejala muncul kembali ketika diberikan

placebo ? -1 +1 0 _

7. Apakah kadar obat dalam darah berpotensi

menyebabkan toksisitas ? +1 0 0 _

8. Apakah pasien pernah mengalami gejala yang sama setelah menggunakan obat yang sama atau turunannya ?

+1 0 0 _

9. Apakah gejala menjadi lebih parah setelah dosis obat dinaikan atau gejala menjadi kurang parah setelah dosis obat diturunkan ?

+1 0 0 _

10. Apakah kejadian ADR ini didukung oleh bukti

bukti yang objektif ? +1 0 0 _

Total Skor : _

Intepretasi skor total :

a. Total skor 9 atau lebih berarti bahwa efek samping adalah sangat memungkinkan (definite).

b. Skor dari 5 - 8 berarti bahwa efek samping adalah memungkinkan (probable)

c. Skor dari 1 - 4 berarti bahwa efek samping adalah cukup memungkinkan (possible)

d. Skor 0 berarti bahwa efek samping adalah tidak memungkinkan (impossible) (20).

(14)

2.3. Keterangan Empiris

Peningkatan jumlah penderita DM setiap tahunnya akan meningkatkan jumlah penggunaan insulin. Peningkatan jumlah insulin dapat meningkatkan angka kejadian efek samping. Kejadian efek samping yang dilaporkan terjadi pada penggunaan insulin berupa hipoglikemia, peningkatan berat badan dan lipodistrofi.

Gambar

Tabel 2.2. Kategori peningkatan kadar glukosa darah.
Gambar 2.1. Algoritma pengelolaan DM tipe 2  (18) .
Tabel 2.5. Klasifikasi tipe reaksi efek samping obat  (16) .
Tabel 2.6. Edinburgh Hypoglycaemia Scale  (19) .
+2

Referensi

Dokumen terkait

Untuk mengatasi hal demikian, John Locke mempostulatkan bahwa untuk menghindari konflik kepentingan yang demikian atau ketidakpastian hidup atas hak-hak tersebut di

Kualitas mikrobiologi makanan dalam kaleng ditentukan, baik yang masih layak untuk dikonsumsi maupun yang sudah tidak layak untuk dikonsumsi berdasarkan angka lempeng total

Penelitian di atas lebih menekankan pada teknis dari rehabilitasi sosial bagi penyandang disabilitasnya saja sedangkan peneliti saat ini fokus penelitiannya adalah

Hipotesis yang akan diuji dalam penelitian ini berkaitan dengan ada atau tidak pengaruh signifikan dari variabel bebas belanja pemerintah di sektor kesehatan (GH)

Membayar uang pendaftaran khusus bagi calon siswa yang berdomisili di luar kota Blitar, sedangkan siswa yang berdomisili di kota Blitar bebas uang pendaftaran

Untuk mendukung pencapaian IKU1 dan IKU2, sebagaimana Peraturan Kepala LAPAN Nomor 15 Tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis (UPT)

002 /POKJA/KUTOWINANGUN/2017 SRI WAHYUNI P PEKANBARU, 01 NOPEMBER 1970 DS TUNJUNGSETO RT 01/I KEC

Kerajaan Negeri dalam usaha menyediakan kemudahan asas untuk golongan berpendapatan rendah, antara lain telah membina banyak rumah pangsa dan rumah awam kerajaan di seluruh