Makalah Kewarganegaraan
Negara dan Konstitusi
Disusun Oleh:
Firman Yulianto 3325140708
Nufaisa Azizah 3325141801
Nur’an Nissa 3325140715
Sri Puspita Sari 3325140697
Ulfi Rahma Efrianti 3325143691
PROGRAM STUDI KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
A. Konstitusi
Konstitusi berasal dari kata constituer (bahasa Perancis) yang berarti membentuk. Konstitusi sebagai peraturan dasar/awal mengenai negara. Adapun beberapa pengertian konstitusi menurut para ahli adalah sebagai berikut:
1. K. C. Wheare, konstitusi adalah keseluruhan sistem ketatanegaraaan suatu negara yang berupa kumpulan peraturan yang membentuk, mengatur /memerintah dalam pemerintahan suatu negara.
2. Lasalle, konstitusi adalah hubungan antara kekuasaaan yang terdapat di dalam masyarakat seperti golongan yang mempunyai kedudukan nyata di dalam masyarakat misalnya kepala negara, angkatan perang, partai politik, dan sebagainya.
3. L. J. Van Apeldoorn, konstitusi memuat baik peraturan tertulis maupun peraturan tak tertulis.
B. Pelanggaran Konstitusi
Selalu saja ada pelanggaran konstitusi untuk setiap konstitusi yang pernah berlaku di Indonesia. Konstitusi yang pernah berlaku di Indonesia, antara lain UUD 1945, UUD RIS, dan UUDS. Diantara bentuk pelanggaran konstitusi yang pernah terjadi, yang dianggap paling krusial adalah menyangkut bentuk negara dan bentuk pemerintahan dari negara Indonesia. Sedangkan bentuk penyimpangan terhadap konstitusi yang pernah terjadi di era 1945 – reformasi adalah sebagai berikut:
a. Penyimpangan terhadap UUD 1945 Bentuk penyimpangan:
Maklumat Wakil Presiden yang berbunyi “Sebelum MPR, DPR, dan DPA terbentuk, segala kekuasaan dilaksanakan oleh Presiden dengan bantuan sebuah komite nasional”.
Maklumat Pemerintah telah melanggar pasal UUD 1945 4ayat (1) yang berbunyi, “Presiden RI memegang kekuasaan pemerintahan menurut UUD”.
b. Penyimpangan terhadap UUD RIS Bentuk penyimpangan:
Negara Indonesia yang berbentuk kesatuan (NKRI) menjadi berbentuk serikat/federasi (RIS).
DPR dan Senat melaksanakan kekuasaan legislatif. c. Penyimpangan terhadap UUDS 1950
Bentuk penyimpangan:
Perubahan mukadimah dan bentuk negara yang kembali menjadi NKRI.
Presiden membubarkan konstituante, dan membentuk MPRS. d. Penyimpangan pada era orde lama
Bentuk penyimpangan:
Demokrasi diwarnai kepentingan dan ambisi politik. e. Penyimpangan pada era orde baru
Sepeninggal Presiden Soekarno dan orde lama, pemerintahan baru
Bergulirnya reformasi telah menghembuskan angin kebebasan dan demokrasi di segala aspek kehidupan. Perubahan dalam kebakaran lahan di Riau tahun ini merupakan kebakaran yang terencana atau dapat dikatakan sengaja dibakar.
Adapun cara pembakarannya yaitu dengan potongan ban bekas seukuran pena yang dicelupkan ke minyak lalu dibakar dan dilempar ke ranting-ranting yang sudah kering. Setelah itu dibiarkan dan ditinggalkan hingga lama kelamaan api pun membesar dan membakar satu kawasan yang cukup luas. Bahkan kerugian yang dialami pada periode Februari-April 2014 sebesar 20 triliun. Sedangkan untuk tahun ini, pemerintah masih belum mengkalkulasikannya.
Adapun konstitusi yang dilanggar adalah:
UU Perkebunan 39 tahun 2014 pasal 108
“Setiap pelaku usaha perkebunan yang membuka dan/atau mengolah lahan dengan cara membakar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp10 miliar.”
UU Kehutanan pasal 78
“Pelaku pembakar hutan dikenai hukuman beragam dari satu hingga 15 tahun penjara dengan dengan denda Rp50 juta sampai Rp1,5 miliar.”
UU No.32 tahun 2009 pasal 116 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Hidup
lain yang bertindak dalam lingkup kerja badan usaha, sanksi pidana dijatuhkan terhadap pemberi perintah atau pemimpin dalam tindak pidana tersebut tanpa memperhatikan tindak pidana tersebut dilakukan secara sendiri atau bersama-sama.
Dari fakta dan data tersebut, penulis melihat pernyataan yang mengatakan bahwa 99,99% hutan di Riau sengaja dibakar, maka sangatlah mencurigakan. Mengapa? Karena bagaimana mungkin lahan seluas itu dapat sengaja dibakar namun baru dapat diketahui setelah api benar-benar membesar? Berikut analisis kami berdasarkan data dan fakta yang kami peroleh dari BNPB mengenai alasan mengapa bisa terjadi kasus pembakaran hutan ini :
Membuka hutan dengan cara dibakar jauh lebih irit jika dengan cara konvensional. Berdasarkan data, biaya pembukaan lahan dengan cara dibakar hanya membutuhkan Rp 600.000 - Rp 800.000 per hektar, sedangkan pembukaan lahan dengan cara tanpa dibakar membutuhkan biaya Rp 3.400.000 per hektar.
Selain dimanfaatkan sebagai lahan untuk ditanami kebun sawit, ternyata juga digunakan untuk membangun kawasan pemukiman liar warga kawasan Sumatera Utara biasanya yang datang untuk membalak. Karena pada umumnya harga tanah di daerah Sumatera Utara sudah mahal.
Pembakaran dilakukan dengan sepengetahuan kepala adat dan lurah setempat. Adanya kongkalikong antara pemegang kekuasaan secara konstitusi dan adat membuat kasus ini tiap tahun terus terjadi. Dan lagi-lagi ekonomi menjadi unsur penghias di baliknya.
Pengawasan dari aparat hukum yang lemah. Jika pengawasan ketat maka dapat dipastikan oknum-oknum pembakar hutan akan kesulitan untuk membuka lahan dengan cara dibakar. Atau minimal ketika memang terjadi kebakaran tingkat kecil, langsung dapat terdeteksi dan dapat segera dipadamkan. Apakah ada unsur pembiaran?
2. Kisruh timur tengah
Upaya perebutan wilayah yang dilakukan oleh Israel terhadap Palestina dimulai sejak eksodus besar-besaran warga Israel dari Eropa ke Palestina pada tahun 1930 menyusul keruntuhan Turki Utsmani pada tahun 1924. Dan pada akhirnya di tahun 1948 Israel pun mendeklarasikan kemerdekaan negaranya. Setelah merdeka akhirnya Israel pun makin berani untuk merebut daerah kekuasaan tanah warga Palestina.
terhadap jalur Gaza. Tahun 2006 konflik Israel-Palestina semakin memanas setelah HAMAS masuk ke dalam jajaran pemerintahan Palestina secara resmi. Dan konflik ini pun terus terjadi hingga detik ini.
Adapun konstitusi yang dilanggar pada kasus tersebut adalah:
Piagam PBB pasal 1 ayat (1) dan (2)
(1) Memelihara perdamaian dan keamanan internasional.
(2) Mengembangkan hubungan persahabatan antarbangsa berdasarkan prinsip-prinsip persamaan derajat.
Pasal 2 ayat (4)
(4) Mempergunakan kekerasan terhadap integritas wilayah atau kemerdekaan politik suatu negara harus dihindarkan
Apa pun agama kita, ketika kita melihat menggunakan hati seorang manusia pasti kita dapat mengatakan bahwa konflik ini harus segera diselesaikan. Karena tindakan kekejaman yang dilakukan oleh agresi militer Israel telah menewaskan rakyat Palestina yang tak sanggup lagi dihitung jumlahnya. Sehingga dapat disimpulkan bahwa Israel telah melakukan kejahatan perang terhadap Palestina. Berikut analisisnya :
Israel telah melakukan praktik genosida
Genosida adalah pembunuhan secara sengaja dengan cara menghancurkan atau pemusnahan suatu grup atau anggota dari suatu golongan yang harus dilindungi dalam empat golongan yang dilindungi yaitu nasionalisme, kesukuan, rasial, dan golongan keagamaan.
Serangan militer ke Gaza merupakan putusan pemerintah Israel yang didukung oleh parlemennya.
Korban negara Palestina mayoritas adalah warga sipil, sedangkan korban negara Israel mayoritas adalah tentara.
Israel menggunakan senjata kimia yang banyak mengandung fosfor.
Berbagai macam upaya sudah dilakukan namun rasanya itu hanya menjadi angin lalu saja. Mengingat berbagai macam upaya telah ditempuh, mulai dari mediasi, turun sertanya Dewan Kemanan PBB, dsb. Ada pula Mahkamah Peradilan Pidana Internasional (MPI) yang biasanya menangani kasus genosida. Di dalam statuta MPI yang telah disepakati bahwa negara yang berwenang untuk ditangani hanyalah negara-negara yang telah meratifikasi statuta tersebut. Namun sayangnya tidak ada satu pun negara di Timur Tengah yang meratifikasi aturan tersebut. Sehingga MPI ini tidak berwenang menengahi kasus Israel-Palestina.
3. Kasus tolikara
Jemaat Gidi yang sedang melaksanakann seminar internasional yang dipimpin oleh Pendeta Marthen Jingga dan Harianto Wanimbo (Korlap) dengan Umat muslim yang sedang melaksanakan shalat Ied.
Setidaknya, ada empat dugaan pelanggaran HAM yang terjadi pada peristiwa tersebut:
Pertama, Kasus Intoleransi, berupa pelanggaran terhadap hak atas kebebasan beragama seperti dijamin dalam Pasal 22 ayat (1) dan (2) UU 39 Tahun 1999 tentang HAM. Faktanya, (1) Bupati Tolikara, Usman Wanimbo, mengakui sudah menandatangani bersama dua fraksi DPRD Tolikara (2013) Perda tentang pelarangan dan pembatasan agama dan pengamalan agama tertentu di Tolikara. Perda itu dalam perspektif HAM dinilai diskriminatif. Surat yang ditujukan kepada umat Islam se-Kabupaten Tolikara ini dengan tembusan kepada berbagai instansi/lembaga itu memberitahukan adanya kegiatan Seminar dan Kebaktian Kebangkitan Ruhani (KKR) Pemuda GIDI tingkat Internasional pada 13-19 Juli 2015. Dalam surat itu juga berisi poin-poin LARANGAN, sebagaimana teks aslinya: (a) Acara membuka lebaran tanggal 17 Juli 2015, kami tidak mengijinkan dilakukan di wilayah Kabupaten Tolikara, (b) Boleh merayakan hari raya di luar Kabupaten Tolikara (Wamena) atau Jayapura, dan (c) Dilarang Kaum Muslimat memakai pakai Yilbab.
Kedua, Pelanggaran terhadap Hak untuk Hidup sebagaimana dijamin dalam pasal 9 ayat (1) UU Nomor 39 tahun 1999 tentang HAM.
Ketiga, pelanggaran terhadap Hak atas Rasa Aman sebagaimana dijamin dalam pasal 9 ayat (2), 29 ayat (1), 30 dan Pasal 31 ayat (1) dan (2) UU Nomor 39 tahun 1999 tentang HAM. Faktanya, peristiwa Tolikara tersebut telah mengakibatkan syiar ketakutan yang mengakibatkan hilangnya rasa aman warga negara, khususnya warga Muslim dan warga pendatang di Tolikara.
Keempat, pelanggaran terhadap Hak atas Kepemilikan sebagaimana dijamin dalam Pasal 36 UU 39 tahun 1999 tentang HAM. Faktanya adanya pembakaran yang menyebabkan terbakarnya kios/sentra ekonomi warga, rumah ibadah Muslim, dan rumah warga/properti.