• Tidak ada hasil yang ditemukan

MODAL HUKUM UNTUK MELAWAN PENCEMAR LINGK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "MODAL HUKUM UNTUK MELAWAN PENCEMAR LINGK"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

MODAL HUKUM UNTUK MELAWAN PENCEMAR/PERUSAK LINGKUNGAN HIDUP KHUSUSNYA DI DANAU TOBA

Menurut pasal 1 angka 17 UU no 32 tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, yang dimaksudkan dengan kerusakan lingkungan hidup adalah perubahan langsung dan atau tidak langsung terhadap sifat fisik, kimia dan atau hayati lingkungan hidup yang melampaui kriteria baku kerusakan lingkungan hidup.

Disandingkan dengan pada angka 16 nya bahwa kerusakan itu terjadi karena perusakan

lingkungan hidup yang merupakan tindakan orang yang menimbulkan perubahan langsung atau tidak langsung terhadap sifat fisik, kimia dan/atau hayati lingkungan hidup

Mayoritas perubahan lingkungan dan kerusakan yang terjadi adalah akibat terjadinya industrialisasi, dan itu dimotori oleh badan-badan usaha. Semakin besar usaha industrinya seringkali semakin besar pula potensi perusakan lingkungan hidup yang menyertainya.

Contoh kasus adalah lumpur lapindo yang telah menyebabkan kerusakan lingkungan hidup yang amat besar. Persawahan padi hancur, masyarakat terusir dari rumah dan kampungnya, rel dan perjalanan kereta api terganggu. Angkutan darat seperti truk dan mobil penumpang harus berputar jalan. Pemberian ganti rugi sampai hari ini belum tuntas, sementara kerusakan lingkungan hidup akibat semburan lumpur lapindo terus terjadi. Pembentukan Badan

(2)

Persoalan pengelolaan lingkungan hidup spektrumnya amat luas, tidak aneh karena ini menyangkut wilayah tempat tinggal kita, sumber daya alam kita, bagaimana menyelamatkan planet bumi dari eksploitasi egois manusia dan perusahaan yang memikirkan keuntungan sesaat mereka tanpa memperdulikan kelangsungan lingkungan hidup bagi generasi mendatang.

Kerusakan lingkungan hidup dapat mencakupi :

1. Penggundulan hutan akibat pemberian hak pengelolaan hutan dan illegal logging, 2. Banjir dan longsor akibat kegundulan hutan,

3. Rusaknya ekosistem sumber daya hayati

4. Pencemaran sungai dan danau akibat beroperasinya pabrik-pabrik 5. Pencemaran laut akibat tumpahnya minyak atau pembuangan limbah B3 6. Polusi udara perkotaan akibat asap karbon

7. Betonisasi jalan di perkotaan yang menghalangi penyerapan air 8. Pemanasan global akibat semua hal diatas dan penipisan lapisan ozon 9. Terbakarnya hutan primer akibat eksploitasi diam-diam manusia 10. Pengikisan hutan bakau/mangrove

11. Penggunaan senjata kimia perusak 12. Dll

Di dalam pasal 21 UU 32/2009 sudah diatur kriteria baku kerusakan lingkungan hidup yang meliputi kriteria baku kerusakan ekosistem dan kriteria baku kerusakan akibat perubahan iklim.

Kriteria baku kerusakan ekosistem meliputi :

a. Kriteria baku kerusakan tanah untuk produksi biomassa adalah ukuran batas perubahan sifat dasar tanah yang dapat ditenggang berkaitan dengan kegiatan

(3)

b. Kriteria baku kerusakan terumbu karang adalah ukuran batas perubahan fisik dan atau hayati terumbu karang yang dapat ditenggang.

c. Kriteria baku kerusakan lingkungan hidup yang berkaitan dengan kebakaran hutan dan atau lahan adalah pengaruh perubahan pada lingkungan hidup yang berupa kerusakan dan atau pencemaran lingkungan hidup yang berkaitan dengan kebakaran hutan dan atau lahan yang diakibatkan oleh suatu usaha dan atau kegiatan.

d. Kriteria baku kerusakan mangrove e. Kriteria baku kerusakan padang lamun f. Kriteria baku kerusakan lahan gambut g. Kriteria baku kerusakan karst

h. Kriteria baku kerusakan ekosistem lainnya sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi

Sedang kriteria baku kerusakan akibat perubahan iklim didasarkan pada parameter antara lain :

a. Kenaikan temperatur

b. Kenaikan permukaan air laut c. Badai

d. Kekeringan

(4)

Dengan demikian UU PPLH ini berusaha membuat pengaturan yang amat detil guna menjaga lingkungan hidup kita.

Jadi model penegakkan hukumnya pun menjadi amat kompleks dan jauh dari sederhana. Khusus sistem peradilan pidana mensyaratkan bahwa mulai dari polisi atau jaksa yang melakukan penyelidikan maupun penyidikan serta penuntutan dibutuhkan mereka yang terspesialisasi kepada hukum lingkungan, guna memahami pelanggaran ataupun kejahatan yang terjadi terhadap lingkungan hidup.

Oleh karena itu dalam pasal 94 UU no 32 tahun 2009 yang mengatur tentang penyidikan dan pembuktian diatur pula tentang penyidik pegawai negeri sipil yang berasal dari pejabat tertentu di lingkungan instansi pemerintah yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang

perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.

PPNS (penyidik pegawai negeri sipil ) dimaksud berwenang :

a. Melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau keterangan berkenaan dengan tindak pidana di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup

b. Melakukan pemeriksaan terhadap setiap orang yang diduga melakukan tindak pidana di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup

c. Meminta keterangan dan bahan bukti dari setiap orang berkenaan dengan peristiwa tindak pidana di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup

(5)

e. Melakukan pemeriksaan di tempat tertentu yang diduga terdapat bahan bukti, pembukuan, catatan dan dokumen lain.

f. Melakukan penyitaan terhadap bahan dan barang hasil pelanggaran yang dapat dijadikan bukti dalam perkara tindak pidana di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup

g. Meminta bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup

h. Menghentikan penyidikan

i. Memasuki tempat tertentu, memotret dan atau membuat rekaman audio visual

j. Melakukan penggeledahan terhadap badan, pakaian, ruangan dan atau tempat lain yang diduga merupakan tempat dilakukannya tindak pidana dan atau

k. Menangkap dan menahan pelaku tindak pidana perusakkan lingkungan hidup

Dalam melakukan penangkapan dan penahanan PPNS berkoordinasi dengan penyidik polisi. Begitu juga ketika PPNS melakukan penyidikan , PPNS memberitahukan kepada penyidik polisi dan penyidik polisi memberikan bantuannya guna kelancaran penyidikan.

PPNS saat akan melakukan penyidikan memberi tahukan kepada penuntut umum dengan tembusan kepada penyidik polisi tentang saat dimulainya penyidikan dan selanjutnya akan menyampaikan hasil penyidikannya langsung kepada penuntut umum.

Penyidikan terpadu juga dapat dilakukan antara PPNS, kepolisian dan kejaksaan di bawah koordinasi menteri PPLH.

PPNS ini memperoleh kewenangan yang amat luas karena termasuk juga kewenangan

(6)

Alat – Alat Penegakkan Hukum Lingkungan

Sarana penegakkan hukum yang dimungkinkan dan diatur dalam UU no 32 tahun 2009 adalah :

Sanksi Administratif

Menteri, gubernur atau bupati/walikota yang sesuai kewenangannya wajib melakukan

pengawasan terhadap ketaatan penanggung jawab usaha dan atau kegiatan atas ketentuan yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.

Pejabat –pejabat diatas menerapkan sanksi administratif kepada penanggung jawab usaha dan atau kegiatan jika dalam pengawasan ditemukan pelanggaran terhadap izin lingkungan.

Sanksi administratif dimaksud terdiri atas :

a. Teguran tertulis

b. Upaya paksa pemerintah c. Pembekuan izin lingkungan d. Pencabutan izin lingkungan

Menteri dapat menerapkan sanksi administratif terhadap penanggung jawab usaha dan atau kegiatan jika pemerintah pusat menganggap pemerintah daerah secara sengaja tidak menerapkan sanksi administratif terhadap pelanggaran serius di bidang perlindungan dan pengelolaan

(7)

Sanksi administratif tersebut tidak membebaskan penanggung jawab usaha dan atau kegiatan dari tanggung jawab pemulihan dan pidana.

Sedangkan sanksi pembekuan atau pencabutan izin lingkungan dilakukan apabila penanggung jawab usaha dan atau kegiatan tidak melaksanakan paksaan pemerintah.

Lalu apakah yang dimaksud dengan paksaan pemerintah? Hal itu bisa berupa :

a. Penghentian sementara kegiatan produksi b. Pemindahan sarana produksi

c. Penutupan saluran pembuangan air limbah atau emisi d. Pembongkaran

e. Penyitaan terhadap barang atau alat yang berpotensi menimbulkan pelanggaran f. Penghentian sementara seluruh kegiatan

g. Tindakan lain yang bertujuan untuk menghentikan pelanggaran dan tindakan memulihkan fungsi lingkungan hidup

Pengenaan paksaan oleh pemerintah dapat saja dilakukan tanpa didahului teguran tertulis apabila pelanggaran yang dilakukan menimbulkan :

a. Ancaman yang sangat serius bagi manusia dan lingkungan hidup

b. Dampak yang lebih besar dan lebih luas mungkin terjadi jika tidak segera dihentikan pencemaran dan atau perusakannya dan atau

c. Kerugian yang lebih besar mungkin terjadi bagi lingkungan hidup jika tidak segera dihentikan pencemaran dan atau perusakannya .

(8)

negara melainkan hanya putusan pejabat yang berwenang, disamping itu juga adalah pelaksanaan putusan pengadilan tata usaha negara.

Sanksi Pidana

Ancaman pidana atas kejahatan di bidang lingkungan hidup dalam UU 32 tahun 2009 diatur dalam jumlah pasal yang cukup banyak yakni 24 pasal. Artinya para legislator UU tersebut merespon amat serius ancaman perusakan terhadap lingkungan hidup.

Jadi selain mengancam sanksi pidana dengan 24 pasal, UU juga memberi kewenangan kepada PPNS untuk melakukan penangkapan dan penahanan serta kewenangan penghentian penyidikan.

Boleh dibilang ini adalah salah satu uu administratif yang mengatur dengan begitu banyak pasal yang mengatur sanksi pidana. Pasal 97 bahkan menggolongkan tindak pidana .berdasarkan UU ini sebagai kejahatan.

Lalu pasal 98 menyatakan setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan yang mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambien, baku mutu air, baku mutu air laut atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 tahun dan denda paling sedikit Rp. 3 milyar.

(9)

Lalu apabila perbuatan sebagaimana dimaksud diatas mengakibatkan orang luka dan atau bahaya kesehatan manusia, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 tahun dan denda paling kurang 4 milyar rupiah. Dan apabila mengakibatkan orang luka berat atau mati dipidana penjara paling singkat 5 tahun dan denda paling sedikit 5 milyar rupiah.

Secara lengkap pula UU mengatur ancaman pidana untuk berbagai pelanggaran dan kejahatan berupa :

a. Pelanggaran baku mutu air limbah, baku mutu emisi, atau baku mutu gangguan

b. Pelepasan dan atau mengedarkan produk rekayasa genetik ke media lingkungan hidup yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan atau izin lingkungan c. Pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) tanpa izin

d. Menghasilkan limbah B3 dan tidak melakukan pengelolaan sebagaimana diatur pasal 59 UU ini

e. Melakukan dumping limbah dan atau bahan ke media lingkungan hidup tanpa izin f. Memasukkan limbah ke dalam wilayah Indonesia

g. Memasukkan limbah B3 ke dalam wilayah Indonesia h. Melakukan pembakaran hutan

i. Melakukan usaha dan atau kegiatan tanpa memiliki izin lingkungan j. Menyusun amdal tanpa memiliki sertifikat kompetensi penyusun amdal

k. Penerbitan izin lingkungan oleh pejabat pemberi izin yang tanpa dilengkapi dengan amdal atau UKL-UPL

l. Pejabat berwenang yang dengan sengaja tidak melakukan pengawasan terhadap ketaatan penanggung jawab usaha dan atau kegiatan terhadap peraturan perundang-undangan dan izin lingkungan

(10)

pengawasan dan penegakkan hukum yang berhubungan dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup

n. Penanggung jawab usaha dan atau kegiatan yang tidak melaksanakan paksaan pemerintah o. Sengaja mencegah, menghalang-halangi atau menggagalkan pelaksanaan tugas pejabat

pejabat pengawas lingkungan hidup atau PPNS

Selanjutnya apabila kejahatan lingkungan dilakukan oleh badan usaha, maka pertanggung jawabannya diatur sebagai berikut : Apabila tindak pidana lingkungan hidup dilakukan oleh, untuk atau atas nama badan usaha, tuntutan pidana dan sanksi pidana dijatuhkan kepada :

a. Badan usaha dan atau

b. Orang yang memberi perintah untuk melakukan tindak pidana tersebut atau orang yang bertindak sebagai pemimpin kegiatan dalam tindak pidana tersebut

Apabila tindak pidana dilakukan oleh orang yang dalam hubungan kerja atau berdasarkan hubungan lain yang bertindak dalam lingkup kerja badan usaha, sanksi pidana dijatuhkan terhadap pemberi perintah atau pemimpin dalam tindak pidana tersebut tanpa memperhatikan apakah dilakukan secara sendiri-sendiri atau bersama-sama.

Kuat kesan bahwa UU PPLH ini dalam pemberian sanksi pidana atas kejahatan lingkungan hidup berfokus kepada intelectueel dader (pelaku intelektual/otak pelaku) sebagai orang yang bertanggung jawab atas kejahatan yang terjadi.

(11)

Bahkan secara spesifik UU PPLH menggunakan terminologi pelaku fungsional dalam hal penjatuhan sanksi pidana kepada badan usaha. Dalam hal ini diwakili oleh pengurus yang berwenang mewakili di dalam dan diluar pengadilan sebagai pelaku fungsional.

Kepada badan usaha dapat juga dikenai pidana tambahan atau tindakan tata tertib berupa :

a. Perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana b. Penutupan seluruh atau sebagian tempat usaha dan atau kegiatan c. Tindakan perbaikan akibat tindak pidana

d. Pewajiban mengerjakan apa yang tanpa hak telah dilalaikan untuk dikerjakan e. Penempatan perusahaan di bawah pengampuan yang kemudian kewenangan

pengelolaannya dapat dilakukan oleh pemerintah setelah putusan pengadilan mengenai pengampuan berkekuatan hukum tetap.

Arus Aliran Hukum Progresif

Boleh dibilang UU PPLH ini amat progresif dalam mengatur ketentuan-ketentuan pidananya, sebagai alat-alat hukum untuk melawan ancaman serius kerusakan kerusakan lingkungan hidup.Apakah dengan demikian ia masuk ke dalam arus aliran hukum progresif?

(12)

pengaturan tentang pengakuan hutang dan pembuatan surat pengakuan hutang terhadap koruptor yang tidak/kurang cukup dalam pengembalian kerugian negara.

Sementara UU PPLH dengan progresifnya mengatur pidana tambahan bagi pelaku tindak pidana lingkungan hidup dengan hukuman berupa :

a. Perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana b. Penutupan seluruh atau sebagian tempat usaha dan atau kegiatan c. Tindakan perbaikan akibat tindak pidana

d. Pewajiban mengerjakan apa yang tanpa hak telah dilalaikan untuk dikerjakan e. Penempatan perusahaan di bawah pengampuan yang kemudian kewenangan

pengelolaannya dapat dilakukan oleh pemerintah setelah putusan pengadilan mengenai pengampuan berkekuatan hukum tetap.

Tidak hanya sangat progresif bahkan hukuman semacam ini harusnya juga bisa diterapkan kepada pelaku tindak pidana korupsi dalam makna yang linier yakni pemulihan kerugian negara dengan pemulihan alam serta asset recovery atau natural resources recovery.

Demikian juga UU PPLH dengan berani memberlakukan hukuman tambahan berupa

pengampuan atau curatele atau guardianship, yang secara umum lebih sering digunakan dalam ranah hukum perdata.

(13)

Dalam hal terjadinya kepailitan terhadap perusahaan baik secara sukarela atau tidak sukarela, pengampuan dengan merujuk pasal yang sama bertujuan pula guna melindungi pihak yang tidak cakap dalam melakukan pengurusan pribadi dan harta kekayaannya.

Siapakah yang berhak meminta pengampuan terhadap seseorang ? pasal 434 nya mengatur bahwa yang berhak memintanya adalah para keluarga sedarah dalam garis lurus.

Jadi masih menjadi pertanyaan mendasar apakah bila hukuman masuk ke dalam pengampuan dijatuhkan kepada badan usaha, apakah mengacu kepada proses hukum perdata. Ataukah majelis hakim peradilan pidana dapat secara sepihak menjatuhkan hukuman dimaksud? Nampaknya hal ini harus dielaborasi tersendiri dalam sebuah perdebatan akademik atau diteliti apakah sudah ada jurisprudensi dalam penjatuhan sanksi pidana tambahan di bawah pengampuan kepada pelaku tindak pidana lingkungan hidup.

Walaupun demikian harus diakui bahwa pengadopsian pengampuan sebagai hukuman tambahan terhadap badan usaha pelaku tindak pidana lingkungan hidup adalah suatu terobosan hukum yang progresif dan berani.

Perspektif Perdata

Dalam rangka perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, aspek keperdataan juga memegang peranan penting, paling tidak dalam tiga hal :

(14)

syarat-syarat yang ditentukan dalam suatu surat izin yang berkaitan dengan masalah lingkungan hidup.

Kedua . Hukum perdata dapat memberikan penentuan norma-norma dalam masalah lingkungan hidup, misalnya melalui putusan hakim perdata dapat dirumuskan norma-norma tentang tindakan yang cermat yang seharusnya diharapkan dari seseorang dalam hubungan masyarakat.

Ketiga . Hukum perdata memberikan kemungkinan untuk mengajukan gugatan ganti rugi atas pencemaran lingkungan terhadap pihak yang menyebabkan tibulnya pencemaran tersebut yang biasanya dilakukan melalui gugatan perbuatan melawan hukum.

Namun harus diakui penegakkan hukum publik lewat sanksi administratif maupun pidana prosesnya dapat lebih cepat dari proses hukum perdata yang biasanya memakan waktu lebih lama.

Aspek perdata diatur dalam pasal 87 sampai dengan pasal 92 UU PPLH yang mengatur tentang ganti rugi, sistem pertanggungjawaban terhadap pelaku pencemaran dan perusakan lingkungan, kompetensi pengajuan gugatan, dan hak masyarakat serta organisasi lingkungan hidup untuk mengajukan gugatan. Dasar hukum yang dipakai adalah :

Pasal 1243 Kitab UU Hukum Perdata yang berbunyi : “penggantian biaya, kerugian dan bunga karena tak dipenuhinya suatu perikatan mulai diwajibkan, bila debitur walaupun telah dinyatakan lalai namun tetap lalai untuk memenuhi perikatan itu atau jika sesuatu yang harus diberikan atau dilakukannya hanya dapat diberikannya atau dilakukannya dalam waktu yang melampaui

(15)

Pasal 1365b Kitab UU Hukum Perdata yang berbunyi :” tiap perbuatan melanggar hukum dan membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya untuk mengganti kerugian tersebut”

Perdefinisi sengketa lingkungan hidup adalah perselisihan antara dua pihak atau lebih yang timbul dari kegiatan yang berpotensi dan atau telah berdampak pada lingkungan hidup. Dengan demikian para pihak dalam sengketa lingkungan ini terdiri atas pelaku dan korban pencemaran dan atau perusakan lingkungan serta obyek sengketa adalah akibat hukum berupa terjadinya pencemaran dan atau perusakan lingkungan.

Gugatan dapat dilakukan secara individual (pasal 87 ayat 1 UU PPLH jo pasal

1365 KUHPerdata) ataupun secara gugatan perwakilan (class action , pasal 91

UU PPLH jo Perma no 1 tahun 2002 tentang acara gugatan perwakilan

kelompok) dan gugatan atas nama organisasi lingkungan ( pasal 92 UU PPLH)

Sistem Pertanggungjawaban

(16)

a. Tanggung jawab berdasarkan kesalahan (liability based of fault) adalah sistem

pertanggung jawaban yang sudah sejak lama digunakan. Dan beban pembuktian ada pada penderita atau penggugat. Apabila penderita atau penggugat berhasil membuktikan kesalahan tergugat barulah penderita atau penggugat memperoleh ganti rugi .

b. Tanggung jawab mutlak (strict liability). Asas tanggung jawab ini berdasarkan pasal 35 dan 88 UU PPLH. Dan yang masuk kategori pertanggungjawaban mutlak atau strict liability yakni pada usaha atau kegiatan : 1. Yang menggunakan B3, 2. Menghasilkan dan atau mengelola limbah B3 dan atau, 3. Menimbulkan ancaman serius terhadap

lingkungan hidup.

Strict liability bukanlah pembuktian terbalik melainkan pembebasan pembuktian unsur kesalahan (liability without fault). Penggugat tidak diwajibkan membuktikan adanya unsur kesalahan tergugat namun tetap wajib membuktikan :

a. Adanya hubungan kausal antara kerugian dengan kesalahan/perbuatan dari tergugat b. Adanya pencemaran dan atau perusakan lingkungan hidup sebagai perbuatan melanggar

hukum

c. Adanya kerugian yang dialami pihak korban/penggugat yakni kerugian materiil berkaitan dengan kerusakan dan pencemaran lingkungan.

Penerimaan asas strict liability dapatlah dikatakan oleh karena atmosfir kehidupan lingkungan yang semakin kompleks dan saling ketergantungan. Dan pemberlakuan asas ini bertujuan untuk memelihara standar yang tinggi bagi keselamatan umat manusia.

Bukti-bukti progresifnya UU PPLH ini jika diinventarisasi antara lain adalah :

(17)

b. Pemberlakuan pidana tambahan yang amat variatif bagi pelaku tindak pidana lingkungan hidup

c. Pemberlakuan strict liability

d. Dimungkinkannya penyelesaian sengketa di luar jalur pengadilan melalui alternative dispute resolutions. Latar belakang pemberlakuan jalur ini adalah hukum adat dimana penyelesaian sengketa dilakukan melalui musyawarah adat/di luar pengadilan terhadap kasus-kasus yang terjadi di dalam masyarakat adat. Demikian pula UU no 4 tahun 2004 tentang kekuasaan kehakiman tidak menutup kemungkinan penyelesaian perkara di luar pengadilan.

Dan hal ini dapat juga dimaknai sebagai gerakan perlawanan terhadap kecenderungan perusakan lingkungan hidup yang semakin menjadi-jadi oleh orang atau badan usaha yang secara egois hanya mendahulukan kepentingannya mencari keuntungan sebesar-besarnya tanpa

memperhatikan kesinambungan kesehatan ekosistem.

Selain itu dalam hal penyelesaian sengketa lingkungan melalui alternative dispute resolution yang sifatnya pilihan (opsional), para pihak yang bersengketa selain memanfaatkan mediasi oleh pemerintah dapat juga memanfaatkan mediator dari Lembaga Penyelesaian Lingkungan Hidup yang dibentuk oleh masyarakat.

Pasal 30 sampai dengan pasal 33 UU PPLH mengatur : “penyelesaian sengketa lingkungan hidup melalui perundingan di luar pengadilan dilakukan secara sukarela oleh pihak yang

(18)

Dengan ADR, berarti UU PPLH juga membuka peluang bagi profesi mediator yang berasal dari masyarakat. Yang perlu diatur kemudian adalah :

a. Latar belakang pendidikan mediator b. Uji kompetensi mediator

c. Pemberian sertifikat kompetensi mediator d. Standar pelayanan mediator

Referensi

Dokumen terkait

Pada tanggal 28 Desember 2010 dan 21 April 2011, Entitas Induk bersama dengan SDN, DKU, BIG dan PT Mitra Abadi Sukses Sejahtera, pihak berelasi, menandatangani

Penarikan kesimpulan dilakukan terhadap temuan penelitian setelah dilaksanakan proses pembelajaran dengan pembelajaran kooperatif model Two Stay Two Stray (TSTS).

: Pameran seni rupa kampus II, taman budaya jatim, Surabaya.. Pameran hima seni rupa

Analisis faktor merupakan nama umum yang menunjukkan suatu kelas prosedur, utamanya dipergunakan untuk mereduksi data atau meringkas dari variabel yang banyak diubah menjadi

Investigasi menggunakan geolistrik tahanan jenis konfigurasi Wenner- Schlumberger di TPA Sumompo, secara khusus pada daerah sekitar kolam lindi, menunjukkan adanya

Sifat-sifat fisikawi (aroma, warna, kadar air, dan massa jenis) dan kimiawi (bilangan asam, penyabunan, dan peroksida) minyak bekatul beras merah disajikan

Namun di sekolah YBSM Banda Aceh sudah ada guru lulusan dari S1 bimbingan konseling yang berjumlah 1 orang, untuk tugas yang sudah mereka lakukan sejauh ini diantaranya

Berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian yang berjudul “Tinjauan Kepatuhan Dokter Dalam Pengisian Dokumen Rekam Medis Rawat Inap di Rumah Sakit Umum Imelda Pekerja