• Tidak ada hasil yang ditemukan

MOBILE LEARNING SEBAGAI SUPPORT MEDIA UN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "MOBILE LEARNING SEBAGAI SUPPORT MEDIA UN"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

MOBILE LEARNING SEBAGAI SUPPORT MEDIA UNTUK

PEMBELAJARAN BAHASA MANDARIN

Yulius Hari

1)

, Darmanto Aspali

1)

, MariaApriana

2)

1Teknik Informatika, Universitas Widya Kartika Surabaya 2Bahasa dan Sastra Mandarin, Universitas Widya Kartika, Surabaya

Telp : (031) 5922403, Fax : (031) 5925790 E-mail : yulius.hari.s@gmail.com

Abstrak

Bahasa Mandarin merupakan salah satu bahasa resmi yang diakui oleh PBB. Seperti dilansir pada data Foreign Direct Investment, dalam beberapa decade terakhir ini perkembangan ekonomi dan industry dari China serta banyaknya jumlah penutur asli dari bahasa ini menjadikan bahasa International kedua setelah bahasa Inggris. Di Indonesia, kebutuhan akan kemampuan bahasa ini juga mulai terlihat. Banyak sekolah yang saat ini sudah melibatkan bahasa Mandarin dalam kurikulumnya. Sementara itu permasalahan utama dalam pembelajaran bahasa Mandarin adalah bentuk intonasi atapun pelafalan yang jauh berbeda dengan bahasa Indonesia yang tidak memperhatikan nada. Oleh karena itu keterbatasan daripada media cetak yang utama adalah tidak mampu mengakomodasi pembelajaran pelafalan atau intonasi dengan benar. Hal ini menyebabkan timbulnya jarak spatial antara informasi pada buku teks dengan apa yang dipersepsikan oleh pembelajar(Ozcelik & Acarturk, 2011). Penelitian ini mencoba untuk menjembatani perbedaan persepsi tersebut dengan mengakomodasi media pembelajaran berbasis mobile learning sehingga jarak spatial antara informasi pada bukudengan pembelajar dapat direduksi. Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan alternative baru sebagai model pembelajaran khususnya untuk bahasa Mandarin di Indonesia.

Kata kunci: Multimedia learning, Mobile learning, spatial contiguity, 2D barcode

1. PENDAHULUAN

Bahasa Mandarin saat ini telah diakui sebagai salah satu bahasa resmi dari PBB. Bahasa ini juga termasuk sebagai bahasa yang memiliki jumlah petutur asli terbesar di dunia. Pesatnya perkembangan ekonomi dan industry di China (Liu, 2002) selama beberapa decade ini membuat bahasa Mandarin semakin diminati sebagai bahasa bisnis dan budaya (Wang, Spencer, & Xing, 2009). Kenyataan tersebut membuat bahasa Mandarin kini menjadi bahasa International kedua yang paling banyak diminati setelah bahasa Inggris.

Di Indonesia, perkembangan dari bahasa Mandarin selama decade terakhir ini sangat pesat. Saat ini banyak sekolah dari berbagai tingkatan pendidikan mulai memasukkan pelajaran bahasa Mandarin sebagai muatan dalam kurikulumnya. Tetapi dengan terbatasnya waktu tatap muka di kelas dan waktu pembelajaran yang sempit, serta seringkali perbedaan kurikulum antar jenjang institusi menjadikan proses pembelajaran bahasa Mandarin menjadi sulit. Keterbatasan media pembelajaran terutama dalam penuturan intonasi menjadi salah satu masalah tersendiri dalam proses belajar bahasa tersebut.

Sama dengan tujuan kompetensi pembelajaran bahasa asing yang lain, dalam bahasa Mandarin, pembelajar atau siswa dituntut untuk mampu menguasai empat kemampuan dasar berbahasa yang meliputi ketrampilan mendengar, berbicara, membaca dan menulis. Ditilik dari jenisnya bahasa Mandarin adalah bahasa nada sehingga kompetensi utama dalam menginterpretasikan pendengaran dan berbicara harus memperhatikan intonasi dan pelafalan. Sebab perbedaan intonasi dan pelafalan memiliki arti dan makna yang berbeda, hal inilah yang sering menjadikan pembelajaran bahasa Mandarin sangat sulit di Indonesia. Ada empat jenis nada dalam bahasa Mandarin (Zhou, 2005) dan dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Komparasi perbedaan nada dan makna No Nada Pinyin dan Hanzi Arti

1. 第一声 yī () Satu

2. 第 声 yí () Bibi

3. 第 声 yǐ () Kursi

4. 第四声 yì () Seni

Selain memperhatikan nada, dalam bahasa mandarin juga harus memperhatikan pelafalan. Hàn yǔ pīn yīn adalah fonetik yang digunakan

(2)

diakui dan dipakai di seluruh negara, baik di Asia, Amerika, maupun Eropa. Hàn yǔ pīn yīn

lebih efektif membantu pengajaran pelafalan aksara hanzi bagi pembelajar dengan latar belakang bahasa yang menggunakan huruf alphabet (Huifen, 2007). Tabel 2. dan Tabel 3 menyajikan bentuk konsonan dan vokal dalam bahasa Mandarin.

Tabel 2. Konsonan /声母(shēng mǔ)

Table 3. Vokal /韵母(yùn mǔ)

Dalam bahasa Mandarin, ada kemiripan dalam pelafalan tetapi berbeda dalam intonasi, hal inilah yang kadang membingungkan pembelajar. Sebagai contoh dalam bahasa Mandarin : 这是十四狮子, 不是四十狮子 (zhè shì shí sì shī zi, bú shì sì shí shī zi. Dimana

berarti ada empat belas ekor singa, dan bukan empat puluh singa. Dalam contoh kalimat tersebut terdiri dari kata 是(shì), (shí), (sì) dan 狮(shī). Di antara keempat kata tersebut

pelafalannya hampir sama, yakni shi dan si, tapi dengan intonasi yang berbeda. Di samping itu kita juga perlu mengetahui bahwa ada beberapa karakter hanzi yang memiliki dua cara baca dengan arti yang berbeda, misalnya: 落 dapat dibaca lào (arti : luntur) dan luò (arti : jatuh),

dapat dibaca gěi (arti : memberi) dan jǐ (arti :

menyuplai).

Sementara itu pesatnya perkembangan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) juga mulai merambah ke ranah pendidikan. Peran TIK disini adalah sebagai media supplementer ataupun penunjang daripada proses belajar mengajar. Mobile learning merupakan salah satu contoh dari TIK di ranah pendidikan.Mobile learning sendiri dapat dkasifikasikan sebagai subset dari distance learning dan lebih jauh adalah subset dari e-learning yang berjalan dalam platform perangkat seluler seperti smart phone, PDA dan handphones (Korucu & Alkan, 2011). Sebagai ilustrasi penunjang dapat dilihat di gambar 1. Skema dari mobile learning.

Gambar 1. Skema mobile learning.

Dari gambar tersebut dapat diketahui dengan jelas bahwa perbedaan utama dari elearning dan mobile learning adalah pada cara penyajian daripada konten, terlepas dari sisi kinerja yang idak jauh berbeda, dimana membutuhkan konektivitas jaringan untuk mengakses materi maupun memproses data(Holotescu & Grosseck, 2011). Mobile learning mampu memberikan kemudahan kepada pembelajar untuk mampu mengakses materi pembelajaran kapanpun dan dimanapun (ubiquitous learning)(Ozcelik & Acarturk, 2011). Hal ini penting dalam peningkatan perhatian pembelajaran, sehingga membuat proses pembelajaran menjadi pervasive dan mampu mendorong motivasi pembelajaran kepada pembelajaran sepanjang hayat (lifelong learning)(Hosseini Bidokht & Assareh, 2011).

Berangkat dari permasalahan dan keterbatasan penjabaran dalam media cetak tersebut, maka penelitian ini ingin mengakomodasi keterbatasan tersebut dan memperkecil gap antara keterbatasan informasi yang akan disampaikan ke pembelajar. Sistem yang akan dibangun akan menggunakan teknologi Mobile Learning yang terintegrasi dengan web maupun media ajar yang dimiliki oleh pembelajar. Adapun detail dari model yang akan disajikan akan dipaparkan lebih lanjut pada bagian permodelan.

2. LANDASAN TEORI

Berikut ini akan dijabarkan beberapa landasan teori yang dipergunakan dalam penelitian ini. Adapun landasan teori yang dimaksud meliputi pokok bahasan mobile learning sebagai model konseptual dalam penelitian ini dan pengembangan 2D barcode yang menjadi media dalam membantu menginterpretasikan system. 2.1. Mobile Learning

(3)

dari portable technologies y adalah dapat berupa perangkat tablet dan perangkat berg Sedangkan jenis komunikasi ya pada perangkat tersebut adalah HSDPA, EDVO, Wifii dan sebag Mobile learning menitik b kemudahannya dari sisi akses i terkendala pada suatu tem (ubiquitous learning) (Ozcelik 2011; Ozdamli & Cavus, menjadikannya sebagai suatu m jaran yang unik dimana mamp sebuah media pembelajaran y yang mampu memberikan medi seperti visual dan audio sensing dan cepat. Kebiasaan ini mam kebiasaan lama sistem pembelaj yang mewajibkan siswa untuk te satu tempat yang sama dalam (Nordin, Hamzah, Yunus, & Emb 2.2. 2D Barcode

Sebuah barcode adalah sebua mampu merepresentasikan data y dan dapat dibaca melalui ba dengan cepat. Saat ini penggu yang umum digunakan adala barcode, dimana dibangun deng tebal tipis dari sebuah garis pada 2D barcode atau disebut juga adalah sebuah tipe lain dari ba memiliki kapasitas data yang dibandingkan linear barcode. untuk mendecode ataupun mem inipun juga tidak memerluk khusus, saat ini hampir semua pe yang dilengkapi dengan kamera khusus mampu membaca barcod yang dapat disimpan dalam barco beragam mulai dari URL, informasi alphanumerical lainny number atau SMS. Jenis dari 2D sangat beragam dan umum kharakteristik khusus untuk siste nya, salah satu 2D barcode dijumpai adalah QR Code. Unt jenis barcode ini dapat dilihat pad

Gambar 2. Contoh dari 2D b (PDF417. QR Code dan Shot C dari (Fröschle, Gonzales-Barro

Potensi dari penggunaan bar konteks pendidikan sudah tahun ini. Penelitian yang Susono dan Shimura (Suson memanfaatkan perangkat mengirimkan komentar dan ataupun pengajar dan kep sekelas untuk meningkatka mengajar. Potensi lain teknologi ini dilakukan oleh 2010), yang menggunakan membuat katalog perpustak media cetak seperti poster dan

3. PEMODELAN SISTEM

Sistem pembelajaran untuk b dikembangkan melalui mod Development Life Cycle perencanaan, analisa, desa implementasi seta uji cob sedang berjalan dalam taha validasi dan belum diimple menyeluruh, sehingga outco masih belum dapat dipapar besar model yang akan

Dari Gambar 3, dapat dilihat point pada buku dilengkapi d terutama pada bagian yang m lasan ataupun informasi lebih selanjutnya akan menscan kemudian akan diinterpretas rimkan paket data ke internet data dapat melalui jaringan l EDGE, HSDPA, ataupun E langsung terhubung ke intern server data. Kemudian ha dikirimkan kembali ke pembelajar sehingga bisa me ataupun multimedia pembela sudkan untuk lebih memperje

k bahasa Mandarin ini odel SDLC (System

(4)

Secara teknis sistem akan dibangun dengan memanfaatkan xHTML MP sebagai interfacing di mobile yang mampu diakses dengan mudah melalui berbagai browser pada perangkat mobile pembelajar. Kemudian dari sisi server sistem dibangun dengan memanfaatkan bahasa PHP dan server MySQL sebagai penyimpan data.Lebih lanjut untuk repository data menggunakan jaringan FTP. Kesemuanya itu akan diletakkan di web server yang dapat diakses kapanpun dan dimanapun melalui jaringan internet pada perangkat mobile pembelajar.

Alasan pemilihan sistem ini dengan 2D barcode adalah dikarenakan keterbatasan jumlah data yang mampu ditampung oleh linear barcode tag(Uluyol & Agca, 2012). Sistem ini menggunakan jenis 2D barcode dengan tipe QR code, dan bukan tipe High Capacity Color Barcode (HCCB). QR code sendiri secara nilai ekonomis, dapat dikatakan tanpa biaya yang berarti karena dapat di cetak dalam berbagai bentuk tanpa memerlukan perlakuan khusus seperti RFID yang memerlukan tag ataupun spesial marker, sehingga pemanfaatannya dapat digunakan bahkan untuk buku yang dicetak dalam kualitas low-cost paper atau buku dengan format yang lebih ekonomis. Perbedaan bahan kertas ataupun media cetak tidak mempengaruhi dari fungsi 2D barcode itu sendiri(Uluyol & Agca, 2012). Alasan lain pemanfaatan teknologi ini dibandingkan SMS sebagai transmisi data adalah keterbatasan jumlah karakter dari SMS itu sendiri dan kecilnya jenis interaksi yang dapat dilakukan oleh pembelajar terhadap sistem (Yengin, Karahoca, Karahoca, & Uzunboylu, 2011).

Sistem mobile learning sendiri memiliki beberapa syarat ataupun ketentuan umum yang wajib dipenuhi (Vinu, Sherimon, & Krishnan, 2011) diataranya adalah sebagai berikut: • Modul pembelajaran harus singkat padat

dan jelas, serta dapat dibaca ataupun ditelaah dalam waktu kurang dari 10 menit. • Materi yang dimuat dalam perangkat

mobile harus mampu mengakomodasi keberagaman pada perangkat mobile, seperti ukuran layar yang beraneka ragam, kesulitan dalam navigasi yang dikarenakan oleh ukuran keyboard yang beragam dan yang terpenting adalah mampu dijalankan

dengan memory dan processor yang kecil. Sehingga semua proses komputasi tidak boleh dijalankan di sisi klient tetapi pada sisi server.

Keuntungan utama dengan sistem ini adalah pembelajar mampu mendapatkan materi yang diperlukan saat itu juga just-in time, tanpa perlu mencari ataupun menyesuaikan dengan materi yang lain. Perangkat mobile dalam hal ini sebagai penyaji materi mampu membantu mendapatkan semua materi yang diperlukan dengan segera dan cepat jika dibandingkan dengan menggunakan komputer sebagai perangkat bantunya (Peng, Su, Chou, & Tsai, 2009). Dengan adanya sistem ini pembelajar mendapatkan sebuah pengalaman baru dalam belajar yang lebih atraktif dan menarik serta dapat memanfaatkan informasi tersebut tanpa adanya konstraint tempat dan waktu.

4. MODEL PEMBELAJARAN

Sistem pembelajaran ini secara spesifik ditujukan untuk siswa pada jenjang pendidikan SMP dan SMA tetapi tidak menutup kemungkinan untuk khalayak umum yang juga ingin mempelajari bahasa mandarin.

Materi yang akan diberikan akan dicluster atau dikelompokkan berdasarkan tema (tematis) sehingga memudahkan pemahaman atas masing-masing subject. Pada setiap tema kompetensi yang hendak dicapai adalah kompetensi terhadap pemahaman percakapan atau membaca, kemampuan menulis beberapa huruf dasar yang sering digunakan, serta mendengarkan.

Letak dari kontribusi sistem yang akan dibangun adalah pada kompetensi mende-ngarkan sehingga mempermudah pembelajar dalam menginterpretasikan materi pembelajaran dengan baik. Selain itu sistem ini dapat membantu pemahaman dalam penulisan huruf dengan menampilkan animasi urutan goresan untuk tiap huruf. Sedangkan untuk kasus pemahaman percakapan sistem juga mampu memberikan video dan ilustrasi sehingga pembelajar mampu memahami dan merasakan suasana yang dimaksudkan dalam buku tersebut. Adapun skema dari model pembelajaran yang dimaksudkan dapat diilustrasikan lebih lanjut dalam Gambar 4.

(5)

Berdasarkan Gambar 4. Dapat dijelaskan sebagai berikut:

Setiap pembelajar memulai materi dengan materi yang sudah dikelompokkan sebelumnya dan sesuai dengan level kemampuan. Pembelajar akan dihadapkan dengan materi bacaan pertama, dimana pada bacaan tersebut akan diberikan node untuk setiap glossary ataupun vocabulary yang akan dijelaskan kemudian. Kemudian pembelajar dapat melanjutkan ke materi bacaan kedua, dimana juga masih dalam satu tema tetapi berbeda subject ataupun jenis seperti percakapan ataupun narasi.Materi bacaan akan disajikan dalam 3 jenis yaitu ditulis dalam karakter Hanzi, Pinyin dan dalam bahasa Indonesia.

Di setiap materi bacaan tersebut para pembelajar dapat mengakses sistem untuk mendapatkan multimedia enhancement sehingga memperjelas isi dari materi yang diperlukan. Hal ini juga mampu melatih pendengaran dan memberikan ilustrasi yang diperlukan untuk memudahkan pemahaman.

Kemudian dari masing-masing materi bacaan akan dikumpulkan setiap glossary yang ada dan akan dibahas masing-masing makna dan pengucapannya. Disini akan juga dijelaskan dalam bentuk Hanzi dan Pinyin beserta penjelasan masing-masing kata yang diperlukan. Disini manfaat dari sistem adalah memperjelas pelafalan dan intonasi dari setiap kata yang dijelaskan.

Setelah mempelajari makna dan intonasi yang ada tahapan berikutnya adalah pembelajar dituntun untuk dapat menuliskan kembali beberapa huruf dasar yang diperlukan. Setiap huruf di dalam bahasa Mandarin memiliki stroke order yang berbeda dan setiap urutan adalah mutlak dan tidak bisa digantikan. Disini peran dari sistem ini mampu menampilkan animasi bagaimana menuliskan tiap-tiap huruf dan urutan dari goresan yang diperlukan. Terakhir pembelajar diminta untuk menguji kompetensi dari materi yang telah dipelajari, dimana ada berbagai jenis test yang memungkinkan untuk diambil. Untuk tahapan evaluasi ini, sistem hanya berfungsi sebagai support media yang membantu memperjelas isi soal seperti mengucapkan kembali conversation yang ada ataupun menampilkan gambar yang diperlukan.

Dengan adanya tahapan yang jelas dan dukungan media yang membantu diharapkan penyerapan materi dapat lebih optimal dan menarik, serta bisa mendorong motivasi

pembelajaran sepanjang hayat atau lifelong learning (Hosseini Bidokht & Assareh, 2011).

5. SIMPULAN

Tujuan utama dari sistem ini adalah membangun sebuah sistem pembelajaran yang mampu menjembatani kesulitan dalam belajar bahasa Mandarin khususnya dalam pelafalan dan intonasi nada, yang sangat sulit untuk dijelaskan dalam media cetak.

Sistem dibangun dengan menyadur teknologi mobile learning dengan harapan mampu memberikan sebuah pengalaman dan kemudahan baru bagi para pembelajar tanpa terkendala konstraint waktu dan tempat (ubiquitous learning) Sehingga diharapkan sistem ini mampu memotivasi untuk pembelajaran berkelanjutan dan tiada henti sepanjang hayat.

Hingga paper ini ditulis justifikasi dari target yang diharapkan masih belum dapat dibuktikan secara ilmiah dan memerlukan penelitian lanjutan tentang motivasi dan implikasi dari sistem yang dibangun. Hanya saja dapat dijelaskan bahwa dengan sistem ini animo para pembelajar dalam hal ini adalah siswa SMA meningkat. Dikarenakan mereka memiliki sebuah model interaksi baru yang lebih menarik dan mudah dalam penggunaannya(Ercan, 2011). Sistem yang dibangun hanya bersifat supplemental dan tidak mampu menggantikan fungsi pembelajaran konvensional di kelas secara penuh.

6. DAFTAR PUSTAKA

Ercan, T. (2011). Benefits of semantic approach in the learning environment. Procedia - Social and Behavioral Sciences, 28(0), 963-967. doi: 10.1016/j.sbspro.2011.11.177

Fröschle, H. K., Gonzales-Barron, U., McDonnell, K., & Ward, S. (2009). Investigation of the potential use of e-tracking and tracing of poultry using linear and 2D barcodes. Computers and Electronics in Agriculture, 66(2), 126-132. doi: 10.1016/j.compag.2009.01.002

Holotescu, C., & Grosseck, G. (2011). Mobile learning through microblogging. Procedia - Social and Behavioral Sciences, 15(0), 4-8. doi: 10.1016/j.sbspro.2011.03.039

(6)

Science, 3(0), 1446-1453. doi: 10.1016/j.procs.2011.01.028

Huifen, Z. (2007). Zhang Laoshi Jiao Hanzi : Hanzi Shi Xie Keben (Shang). Beijing : Beijing Yuyan Daxue Chuban She.

Korucu, A. T., & Alkan, A. (2011). Differences between m-learning (mobile learning) and e-learning, basic terminology and usage of m-learning in education. Procedia - Social and Behavioral Sciences, 15(0), 1925-1930. doi: 10.1016/j.sbspro.2011.04.029

Law, C.-Y., & So, S. (2010). QR Codes in education. Journal of Educational Technology Development and Exchange, 3(1), 85-100.

Liu, Z. (2002). Foreign Direct Investment and Technology Spillover: Evidence from China. Journal of Comparative Economics, 30(3), 579-602. doi: 10.1006/jcec.2002.1789

Nordin, N. M., Hamzah, M. I., Yunus, M. M., & Embi, M. A. (2010). The Mobile Learning Environment for the In-Service School Administrators. Procedia - Social and Behavioral Sciences, 7(0), 671-679. doi: 10.1016/j.sbspro.2010.10.091

Ozcelik, E., & Acarturk, C. (2011). Reducing the spatial distance between printed and online information sources by means of mobile technology enhances learning: Using 2D barcodes. Computers & Education, 57(3),

2077-2085. doi:

10.1016/j.compedu.2011.05.019

Ozdamli, F., & Cavus, N. (2011). Basic elements and characteristics of mobile learning. Procedia - Social and Behavioral Sciences,

28(0), 937-942. doi:

10.1016/j.sbspro.2011.11.173

Peng, H., Su, Y. J., Chou, C., & Tsai, C. C. (2009). Ubiquitous knowledge construction:

mobile learning re defined and a conceptual framework. Innovations in Education and Teaching International, 46(2), 171-183. doi: 10.1080/14703290902843828

Susono, H., & Shimomura, T. (2006). Using mobile phones and QR codes for formative class assessment. Current developments in technology-assisted education, Vol. 2 (pp. 1006–1010), Badajoz, Spain: Formatex.

Uluyol, C., & Agca, R. K. (2012). Integrating mobile multimedia into textbooks: 2D barcodes. Computers & Education, 59(4), 1192-1198. doi: 10.1016/j.compedu.2012.05.018 Vinu, P. V., Sherimon, P. C., & Krishnan, R. (2011). Towards pervasive mobile learning – the vision of 21st century. Procedia - Social and Behavioral Sciences, 15(0), 3067-3073. doi: 10.1016/j.sbspro.2011.04.247

Wang, J., Spencer, K., & Xing, M. (2009). Metacognitive beliefs and strategies in learning Chinese as a foreign language. System, 37(1), 46-56. doi: 10.1016/j.system.2008.05.001 Wu, W.-H., Jim Wu, Y.-C., Chen, C.-Y., Kao, H.-Y., Lin, C.-H., & Huang, S.-H. (2012). Review of trends from mobile learning studies: A meta-analysis. Computers & Education,

59(2), 817-827. doi:

10.1016/j.compedu.2012.03.016

Yengin, I., Karahoca, A., Karahoca, D., & Uzunboylu, H. (2011). Is SMS still alive for education: Analysis of educational potentials of SMS technology? Procedia Computer Science,

3(0), 1439-1445. doi:

10.1016/j.procs.2011.01.027

Gambar

Gambar 1. Skema mobile learning.
Gambar 4. Model Pembelajaran

Referensi

Dokumen terkait

Untuk menambah pengetahuan dan keterampilan guru dan siswa terhadap teknologi terkini internet of thing serta teknik-teknik pemrogramannya, maka kami memberikan proses

Narasumber modul adalah para dosen yang diberikan tugas untuk menjadi pengampu mata ajar terkait dalam blok dan menjadi referensi bagi mahasiswa maupun dosen lain

Kompetensi Dasar : Setelah mengikuti pembelajaran ini para peserta diharapkan akan dapat memahami tentang prinsip-prinsip, teori, jenis-jenis dan bentuk-bentuk

sisi sebelumnya tidak terselesaikan maka akan terjadi kehilangan arus pada.. sebagian belitan yang terhubung singkat melalui tanah. Akibatnya terjadi.. ketidak seimbangan

H a : There is no influence of using two stay two stray technique towards students’ vocabulary mastery at the first semester of the eigh th grade. of SMP N 3 Kotabumilampung

ANALISIS IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DI PUSKESMAS INDUK KOTA SEMARANG.. Azizah Nur Fatih, Kusyogo Cahyo,

Frekuensi Persepsi Masyarakat Desa Teluk Bakung Kecamatan Sungai Ambawang Kabupaten Kubu Raya.Terhadap Keberadaan HTI PT Kalimantan Subur Permai ( The people