• Tidak ada hasil yang ditemukan

Reformasi Tata Kelola Urusan Publik Stud

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Reformasi Tata Kelola Urusan Publik Stud"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

TUGAS AKHIR UAS

MATA KULIAH PENGANTAR STUDI PEMERINTAHAN II

REFORMASI TATA KELOLA URUSAN PUBLIK

Oleh:

Hening Wikan Sawiji

14/364499/SP/26110

JURUSAN POLITIK DAN PEMERINTAHAN

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS GADJAH MADA

(2)

L E M B A R C O V E R T U G A S 2 0 1 5

Nama Matakuliah Pengantar Studi Pemerintahan

Dosen Nur Azizah, S. IP., M. Sc. dan Hasrul Hanif, S. IP., M.A. Judul Tugas Reformasi Tata Kelola Urusan Publik

Jumlah Kata 2.335

Deklarasi

Pertama, saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa:

Karya ini merupakan hasil karya saya pribadi.

Karya ini sebagian besar mengekspresikan ide dan pemikiran saya yang disusun menggunakan kata dan gaya bahasa saya sendiri.

Apabila terdapat karya atau pemikiran orang lain atau sekelompok orang, karya, ide dan pemikiran tersebut dikutip dengan benar, mencantumkan sumbernya serta disusun sesuai dengan kaidah yang berlaku.

 Tidak ada bagian dari tugas ini yang pernah dikirimkan untuk dinilai, dipublikasikan dan/atau digunakan untuk memenuhi tugas mata kuliah lain sebelumnya.

Kedua, saya menyatakan bahwa apabila satu atau lebih ketentuan di atas tidak ditepati, saya sadar akan menerima sanksi minimal berupa kehilangan hak untuk menerima nilai untuk mata kuliah ini.

_____________________________ __________________________________

(3)

REFORMASI TATA KELOLA

MODA TRANSPORTASI UMUM YOGYAKARTA

(STUDI KASUS DIKHUSUSKAN PADA PERKEMBANGAN TRANS JOGJA)

Oleh: Hening Wikan Sawiji1

Perkembangan dari Daerah Istimewa Yogyakarta secara tidak langsung telah menarik minat orang-orang dari berbagai kalangan dan daerah untuk bermigrasi. Popularitasnya dalam hal kebudayaan khususnya budaya Jawa yang kental merupakan salah satu faktor yang mendasari eksisnya alur migrant yang semakin banyak berdatangan dan sebagian juga menetap di Yogyakarta. Jumlah penduduk di Yogyakarta terbilang mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Yogyakarta, jumlah penduduk pada tahun 2006 sebesar 1,88 persen relatif lebih tinggi daripada tahun-tahun sebelumnya2. Meningkatnya arus orang-orang yang lalu lalang berpengaruh terhadap kebutuhan akan transportasi. Selain itu, pertumbuhan ekonomi juga menuntut mobilitas seseorang untuk meningkat sehingga kapasitas pergerakannya akan mendorong terciptanya transportasi umum yang cepat dan efisien guna mendukung aktivitas mereka. Sebagaimana yang tercantum dalam informasi umum Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, arah pembangunan jangka panjang daerah salah satunya ialah pembangunan dan pelayanan sistem transportasi dan prasarana wilayah yang dititikberatkan untuk menciptakan transportasi yang efisien dan efektif secara terpadu untuk mendukung perekonomian, pendidikan dan pariwisata3. Dengan demikian, kemudian telah menjadi tanggungjawab pemerintah daerah untuk menyediakan transportasi umum untuk dapat mewujudkan pembangunan dan pelayanan sistem transportasi dan prasarana wilayah ke arah pembangunan yang ditempuh. Sebab interaksi antar wilayah terefleksikan pada eksistensi fasilitas transportasi serta pergerakan arus masyarakat sebagai penumpang. Selain itu, aktivitas penduduk yang semakin meningkat sudah barang tentu menjadi perhatian pemerintah dalam merumuskan kebijakan. Tindak lanjut dari pemerintah dengan memfasilitasi dan membangun sarana transportasi dapat menunjang kegiatan masyarakat terutama pada kegiatan ekonomi yang nantinya akan dapat lebih mudah dikembangkan.

1 Penulis saat ini merupakan mahasiswi jurusan Politik dan Pemerintahan, FISIPOL UGM 2014. 2 Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informasi DIY, 2006, diakses pada tanggal 22 Juni 2015. 3 Anonim, Informasi Umum Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta,

(4)

Perkembangan transportasi umum di Daerah Istimewa Yogyakarta, tepatnya pada Februari 2008 telah menghasilkan adanya produk angkutan umum yang tidak lagi menggunakan manajemen berbasis setoran dan manajemen operasinya beralih menjadi Sarana Angkutan Umum Massa (SAUM) terpadu dengan sistem baru berbasis the buy service system4. Transportasi umum tersebut kemudian disebut dengan Trans Jogja. Trans Jogja

merupakan produk hasil kerjasama antara pemerintah daerah Yogyakarta dengan PT. Jogja Tugu Trans (PT. JTT) sebagai pengelola serta PT. Mitraplan Kons (PT. MK) sebagai penyedia petugas shelter Trans Jogja5. PT. JTT yang menaungi sarana transportasi ini tak lain ialah wadah konsorsium dari lima pemegang saham yang juga merupakan perusahaan transportasi di Yogyakarta yaitu PUSPOPKAR, KOPATA, ASPADA, Koperasi Pemuda serta Perum DAMRI6. Konsorsium perusahaan koperasi angkutan tersebut menjadi PT. JTT telah diatur sesuai akta-akta notaris no.12/2007 dan Menkumham no.w22-00129.iit.01.01-th 2007 pada 12 Agustus 20077.

Eksistensi dari Trans Jogja merupakan suatu bentuk reformasi dari pengadaan moda transportasi umum yang difasilitasi oleh pemerintah daerah Yogyakarta. Dengan adanya transportasi umum yang diawasi langsung oleh pemerintah – meski dalam pengelolaan juga terdapat campur tangan swasta – diharapkan kepentingan dan aspirasi masyarakat dengan mobilitas tinggi dapat terpenuhi sebab dalam mewujudkan misi budaya yang didukung konsep serta nilai budaya yang berkesinambungan, salah satu arah pembangunan yang ditempuh ialah melaksanakan tiap langkah kebijakan bersama dengan melibatkan masyarakat, swasta dan pemerintah daerah8. Selain itu, fasilitas yang disediakan di dalam Trans Jogja berupa Air Conditioner (AC) dan fasilitas shelter yang menjadi satu-satunya sarana perhentian dan naik turunnya penumpang Trans Jogja antar rute yang berbeda supaya lebih terorganisasi dan rapi merupakan perwujudan dari aspirasi masyarakat yang cukup dapat dipandang sebagai keunggulan dari sarana transportasi ini dibandingkan dengan sarana transportasi umum yang lainnya. Moda transportasi Trans Jogja memiliki enam jalur yaitu jalur 1A dan 1B dengan halte utama di Terminal Prambanan, jalur 2A dan 2B dengan halte utama di Terminal Jombor serta jalur 3A dan 3B dengan halte utama di Terminal Giwangan9.

4 Anonim, http://e-journal.uajy.ac.id/887/2/1TS12219.pdf, halaman 2 diakses pada tanggal 22 Juni 2015. 5 Anonim, etd.repository.ugm.ac.id/.../S1-2014-296678-chapter1.pdf, halaman 1 diakses pada tanggal 22 Juni 2015.

6 Anonim, Op. cit..

7 Anonim, thesis.umy.ac.id/datapublik/t8347.pdf, halaman 2 diakses pada tanggal 23 Juni 2015. 8 Anonim, Informasi Umum Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta,

(5)

Sebagai salah satu moda transportasi umum, Trans Jogja sendiri merupakan bagian dari program Bus Rapid Transit (BRT)10 yang dicanangkan oleh Kementerian Perhubungan. Dengan mengusung program BRT, arah perubahan yang ingin dicapai adalah mewujudkan moda transportasi umum dengan efisiensi serta efektivitas semaksimal mungkin serta mudah diakses oleh target pemasarannya. Karena tujuan yang ingin dicapainya tersebut, maka Trans Jogja melakukan serangkaian perkembangan. Dengan harapan dapat lebih memuaskan masyarakat, kemudian pengelolaan Trans Jogja lebih dikembangkan dengan inisiatif dari pihak pemerintah – sebab dana yang dikucurkan untuk pengelolaan merupakan dana pemerintah – melalui tiga tahap. Adapun perkembangan tahap pertama dilakukan sebelum adanya perubahan jalur 1B, 3A dan 3B. Tahap selanjutnya diadakan sesudah perubahan jalur tersebut. Sedangkan tahap terakhir diinisiasi ketika jumlah shelter pemberhentian ditambah supaya lokasinya berada tidak begitu jauh dari wilayah yang dapat dijangkau oleh masyarakat pada umumnya. Pengembangan Trans Jogja dari segi sarana dan prasarana ini dinilai sudah cukup berhasil apabila diamati dari faktor besar tingkat isian penumpang (load factor) rata-rata yang sudah mencapai prosentase 30% yang tentunya sudah lebih tinggi dari awal peluncurannya yang hanya sebesar 19% hingga 20%11. Berdasarkan survei tersebut, dapat disimpulkan sementara bahwa Trans Jogja sudah cukup memenuhi harapan sebagai moda transportasi umum yang murah, cepat dan nyaman bagi masyarakat pada umumnya.

Meski begitu, berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Sinaga12, fasilitas Trans Jogja dianggap belum accessible. Maksudnya ialah sarana dan prasarana belum dapat digunakan dengan optimal sesuai dengan ketentuan aturan teknis yang telah ditentukan sebelumnya. Aspek aksesibilitas fasilitas yang dimaksud yaitu kemudahan, kemandirian serta keselamatan bagi pengguna fasilitas. Dan ketiga aspek tersebut dianggap belum sepenuhnya terpenuhi. Sehingga pengguna Trans Jogja yang berstatus difabel masih merasakan kesulitan ketika harus mengakses sarana dan prasarana yang tersedia pada moda transportasi umum Trans Jogja. Sebagaimana rencana awalnya, Trans Jogja yang merupakan hasil dari skema Kerjasama Pemerintah-Swasta (KPS) atau Public Private Partnership (PPP)13 bertujuan

10 Sistem transit bus berkualitas tinggi yang cepat, nyaman dan terjangkau,

https://www.itdp.org/library/standards-and-guides/the-bus-rapid-transit-standard/ diakses pada tanggal 22 Juni 2015.

11 Anonim, Pakar UGM: Ciptakan Transportasi Ideal,

http://instran.org/index.php/component/content/article/911-pakar-ugm-ciptakan-sistem-transportasi-ideal diakses pada tanggal 23 Juni 2015.

12 Dita Rouli Sinaga, 2013, Aksesibiltas Fasilitas dan Sikap Pelayanan Petugas Trans Jogja, Skripsi, Jurusan Manajemen dan Kebijakan Publik Universitas Gadjah Mada.

(6)

untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi mobilitas masyarakat, memperbaiki kualitas moda transportasi umum dari yang sebelumnya sudah ada serta pengelolaan biaya, resiko dan sumber daya yang dilakukan secara bersama-sama14. Adapun satuan pemerintah yang secara langsung mengawasi kinerja pengelolaan PT. JTT terhadap Trans Jogja merupakan Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika DIY melalui Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Trans Jogja15 dengan capaian kinerja Program Pelayanan Angkutan diantaranya melalui kegiatan pembangunan sarana dan prasarana serta evaluasi kinerja Trans Jogja. Meski begitu, menurut Zeithaml dalam Raminto16 kinerja pelayanan Trans Jogja belum memenuhi indikator dalam pengukuran kinerja pelayanan seperti aspek ketampangan fisik, reliabilitas, responsivitas, kompetensi, kesopanan, kredibilitas, keamanan, akses, komunikasi dan pengertian terhadap konsumen. Hal itu tampak pada sikap pramugara/i, petugas shelter serta pengemudi Trans Jogja yang kurang sigap dalam melayani pengguna dengan kebutuhan khusus atau difabel. Tak jarang pengemudi Trans Jogja menciptakan gap platform yang cukup jauh serta tidak sejajar antara bus Trans Jogja dengan posisi shelter sehingga para pengguna difabel tersebut mengalami kesulitan untuk masuk dan keluar dari bus17. Bicara mengenai kepuasan pengguna terhadap fasilitas dari armada Trans Jogja, hasil penelitian dari Suyanto18 telah membuktikan sesuatu yang berbeda. Penelitian tersebut memaparkan bahwa para wisatawan secara umum telah merasa puas dan nyaman dalam menggunakan Trans Jogja meski tetap menekankan supaya pihak Trans Jogja juga berusaha meningkatkan pelayanan para petugas selama para pengguna berada di shelter serta di dalam bus.

Berdasarkan definisi yang diberikan oleh United Nations Developments Program

(UNDP) dalam Basuki19, yang dimaksud dengan governance ialah pelaksanaan bidang ekonomi, politik serta administrasi yang digunakan untuk mengelola berbagai urusan negara

14 Anonim, etd.repository.ugm.ac.id/.../S1-2014-296678-chapter1.pdf, halaman 2 diakses pada tanggal 22 Juni 2015.

15 Laporan Akuntabilitas Instansi Pemerintah (LAKIP) Dishubkominfo DIY, 2012 diakses pada tanggal 23 Juni 2015.

16 Ratminto dan Winarsih S. P., “Manajemen Pelayanan”, 2012 dalam Anonim, etd.repository.ugm.ac.id/.../S1-2014-296678-chapter1.pdf, halaman 2 diakses pada tanggal 22 Juni 2015.

17 Dita Rouli Sinaga, 2013, Aksesibiltas Fasilitas dan Sikap Pelayanan Petugas Trans Jogja, Skripsi, Jurusan Manajemen dan Kebijakan Publik Universitas Gadjah Mada.

18 Suyanto, 2009, Akses Jalur Pariwisata Berkaitan Dengan Layanan Trans Jogja Sebagai Sarana Dan

Prasarana Transportasi Di Daerah Istimewa Yogyakarta, Tesis, Sekolah Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada. 19 Ananto Basuki dan Shofwan, “Penguatan Pemerintahan Desa Berbasis Good Governance”, 2006 dalam Muchtar Lutfi Malik Al Azhar, et al, Kemitraan Antara Pemerintah dan Swasta dalam Pelayanan Publik (Studi Pada Stasiun Pengisian Bahan Bakar Nelayan Kelurahan Ujung Batu Kecamatan Kota Jepara Kabupaten Jepara), http://download.portalgaruda.org/article.php?article=190353&val=6469&title=Kemitraan%20antara %20Pemerintah%20dan%20Swasta%20dalam%20%20Pelayanan%20Publik%20%20(Studi%20pada%20Stasiun %20Pengisian%20Bahan%20Bakar%20Nelayan%20/%20SPBN%20Kelurahan%20%20Ujung%20Batu

(7)

pada setiap tingkatan dan merupakan instrumen kebijakan untuk menciptakan kehidupan sosial yang padu. Sedangkan konsep good governance sendiri dianggap sebagai proses penyusunan dan pelaksanaan kebijakan yang paling mungkin untuk dapat diwujudkan secara optimal20. Secara umum, konsep good governance saat ini dibutuhkan agar pemerintah dapat menghasilkan produk kebijakan yang lebih baik dari sebelumnya. Indikator yang digunakan dalam menilainya ialah kesesuaian antara peraturan yang ditetapkan pemerintah dengan aspirasi masyarakat sipil dan masyarakat ekonomi (swasta) sebab diharapkan ketiga aspek tersebutlah yang akan menjadi aktor dalam kerjasama guna menunjang hadirnya pelayanan publik yang lebih baik. Adapun basis karakteristik yang mendukung konsep good governance

yakni partisipasi, berorientasi pada konsensus, akuntabel, transparan, responsivitas, efektif dan efisien, tidak pandang bulu dan inklusif serta patuh terhadap aturan hukum21. Di level telaah konseptual, pengelolaan moda transportasi umum sudah hampir mencakup keseluruhan konsep tersebut. Kesesuaian dengan konsep partisipasi merupakan pembuatan dan pengimplementasian kebijakan yang memiliki produk hasil berupa Trans Jogja sebagai bentuk nyata dari permintaan masyarakat akan adanya sarana transportasi umum yang sesuai dengan kebutuhan mereka. Selain itu, pada perkembangannya, terdapat pula evaluasi dan optimalisasi shelter bus Trans Jogja pada 25 Desember 200822 di mana pada saat itu lah terdapat partisipasi untuk Trans Jogja yang lebih baik. Dengan konsep good governance yang telah dibahas bahwasanya tak lain ialah bentuk kerjasama antara pemerintah, masyarakat dan swasta berarti adanya kecenderungan berada pada ranah intermediari dimana kesepakatan bersama sudah semestinya diwujudkan. Kesepakatan bersama yang kemudian dianggap sebagai salah satu bentuk konsensus lantas dikonstruksikan dalam pemahaman masing-masing aktor guna mencapai tujuan yang padu dari partisipasi yang telah dikemukakan sebelumnya yaitu dengan pengadaan moda transportasi umum Trans Jogja. Pada aspek responsivitas, Trans Jogja sudah tampak sebagai reformasi pelayanan publik dalam hal sarana transportasi umum yang menjadi bentuk dari kesediaan pemerintah untuk mencoba melayani masyarakat serta pihak swasta sebaik mungkin dalam kerangka tujuan yang jelas. Maka dapat ditarik kesimpulan pula bahwa karakteristik yang inklusif dan tidak pandang bulu juga telah diterapkan sebab hadirnya Trans Jogja tidak lepas dari upaya untuk merangkul tiga aktor dari konsep good governance. Bertemunya kebutuhan masyarakat dengan bahan yang bisa

20 Anonim, What Is Good Governance?, http://www.goodgovernance.org.au/about-good-governance/what-is-good-governance/ diakses pada tanggal 24 Juni 2015.

(8)

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas peneliti tertarik untuk meneliti tentang hubungan dukungan keluarga dengan kepatuhan lansia dalam mengikuti posyandu lansia

Maka, berdasarkan tabel 4.10 dapat dinyatakan bahwa penggunaan metode tutorial mempunyai tingkat signifikasi dalam meningkatkan ketrampilan mahasiswa dalam melakukan

Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan tingkat cekaman kekeringan, yaitu: 100% kapasitas lapang (W0), 50% kapasitas lapang (W1), 37.5%

Sensor posisi lain yang biasa digunakan adalah encoder optik, yang dapat berupa linear atau putaran. Perangkat ini dapat menentukan kecepatan, arah, dan posisi dengan cepat, akurasi

Seperti yang telah diuraikan sebelumnya, jika kita mengetahui faktor- faktor apa yang menyebabkan para remaja bergabung dalam komunitas yang sering melakukan juvenile

Hasil analisis tersebut akan menjadi dasar kajian dalam menentukan luas area yang dibutuhkan untuk penyediaan Ruang Terbuka Hijau pada lokasi penelitian dengan membandingkan

Perbedaan hal penting dari informasi tersebut dikarenakan mayoritas konsumen Toga Sari menjadikan beras siger sebagai makanan utama, sehingga rasa beras siger

Sementara keterlaksanaan pembelajaran model Science Technology and Society (STS) di kelas VII C rata-rata mencapai 97.92% untuk aktivitas guru dan 84.38%