• Tidak ada hasil yang ditemukan

TAHAP PERKEMBANGAN KELOMPOK perkembangan moral

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "TAHAP PERKEMBANGAN KELOMPOK perkembangan moral "

Copied!
3
0
0

Teks penuh

(1)

TAHAP PERKEMBANGAN KELOMPOK

oleh Chavella Avatara, 1306402545, Fakultas Farmasi

Judul : Pengarang : Data Publikasi :

“Individu dan Kelompok”

Evita E. Singgih, Miranda D. Z., Ade Solihat, Jossy P. Moeis

Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian Terintegrasi A, Buku Ajar II : Manusia sebagai Individu, Kelompok, dan Masyarakat,Depok, 2013, hal 39-43

Menurut Tuckman, teori perkembangan kelompok terdiri dari empat tahap yaitu forming, storming, norming, performing, dan ditambahkan tahap kelima, yaitu tahap adjourning (Tuckman dan Jensen, dalam Burn, 2004). Berikut ini adalah penjelasan dalam setiap tahap.

1. Tahap Pembentukan (Forming)

 Merupakan tahap percobaan atau “partisipasi dengan keragu-raguan”, karena anggota kelompok mencoba mencari tahu tingkah laku apa yang dapat diterima oleh kelompok.

 Anggota kelompok belum mengenal satu sama lain, jika mereka melakukan sesuatu, muncul perasaan ketidakpastian.

 Kegiatan: mendefinisikan tugas awal, membahas pembagian tugas, memahami ruang lingkup tugas, tujuan tugas, dan belajar tentang sumber daya (waktu, peralatan, personil) yang tersedia untuk penyelesaian tugas.  Beberapa anggota melakukan uji kepemimpinan, menemukan kesamaan

kepribadian dan perbedaan, dan membuat beberapa pengungkapan awal.  Peran tiap anggota: mendorong kelompok memantapkan misi dan tujuan,

mengatur jadwal kerja, mengenal satu sama lain, dan menetapkan beberapa norma awal untuk bekerjasama.

2. Tahap goncangan (Storming)

 Dicirikan dengan adanya konflik dalam kelompok, karena belum ditetapkannya cara untuk berkomunikasi tentang perbedaan di dalamnya.  Anggota mulai menunjukkan diri yang sebenarnya, dan ketegangan dalam

(2)

 Timbul beberapa perbedaan (arah, kepemimpinan, gaya kerja dan pendekatan, serta persepsi kualitas yang diharapkan dan produk akhir).  Kemungkinan terjadi perebutan kepemimpinan, kekuatan, dan peran.  Peran anggota: menahan diri, mendorong kelompok mengembangkan

saluran komunikasi, dan membantu anggota lain agar terpusat pada tugas bukan pribadi.

3. Tahap Membangun Norma (Norming)

 Tahap kohesif, karena anggota sudah dapat menerima kelompok dan keunikan setiap individu dalam kelompok.

 Anggota kelompok merasa sebagai bagian dari kelompok dan menerima norma-norma dalam kelompok.

 Anggota kelompok merasa memiliki kemampuan baru untuk mengekspresikan kritik yang konstruktif, bertindak lebih ramah dan saling percaya satu sama lain, dan mengembangkan kesatuan kelompok.

 Anggota-anggota mengesampingkan konflik yang terjadi dan mengembangkan norma untuk dapat mengatasinya.

 Peran anggota: mendorong anggota kelompok untuk mempunyai tanggung jawab lebih, bekerjasama menciptakan cara untuk memecahkan masalah, menetapkan tujuan, mengambil tanggung jawab pribadi untuk keberhasilan kelompok.

4. Tahap Melakukan atau Melaksanakan (Performing)

 Merupakan tahap dimana kelompok berfokus pada pencapaian tujuan kelompok.

 Status anggota kelompok sudah stabil, tugas sudah jelas, dan perhatian anggota kelompok lebih pada ganjaran.

 Fokus pada tahap ini adalah pada penyelesaian tugas kelompok. Anggota-anggota kelompok bekerjasama untuk menilai suatu tugas secara realistis dan menyelesaikannya.

 Kegiatan: perubahan diri yang konstruktif demi kebaikan kelompok, kemampuan berkomunikasi dan antisipasi dari masalah, memberikan umpan balik satu sama lain, dan keterikatan antar anggota yang berkembang.

(3)

5. Tahap Penangguhan (Adjourning)

 Saat kelompok berakhir, anggota seringkali merasa kesedihan dan kekhawatiran.

 Mereka cenderung untuk menarik diri dan mengurangi partisipasinya dalam kelompok, sebagai bentuk antisipasi terhadap isu berakhirnya kelompok.

 Kegiatan: mengendurkan ikatan kelompok untuk kemudian menindaklanjuti tugas-tugasnya.

 Peran anggota atau pemimpin: membahas pelajaran yang diperoleh dan cara penyelesaiannya yang kemudian akan disampaikan di kelompok baru. Dari beberapa kasus ekstrim, kelompok akan mengalami disjungsi dan akan memerlukan intervensi dari luar untuk menyelesaikan tugasnya. Sebagaimana halnya dengan hubungan, kelompok juga memiliki siklus perkembangan. Memahami ini sebelumnya dapat membantu anggota dan pemimpin kelompok mengembangkan strategi untuk membantu kelompoknya berkembang menjadi sebuah kelompok efektif pada setiap langkah dari perjalanannya.

Sumber:

Referensi

Dokumen terkait

Dengan kooperatif, bukan saling ketergantungan tujuan kom- petitif dan mandiri, anggota kelompok cenderung percaya bahwa mereka dapat mengandalkan satu sama

Bisa memperkecil timbulnya perbedaan, maksudnya kalau kita sudah merasa saling memiliki satu sama lain, maka kita akan sadar bahwa yang kita lakukan itu adalah untuk

Menurut Cresswell (dalam Herdiansyah, 2015) Strategi studi kasus adalah suatu model yang menekankan pada eksplorasi dari suatu “system yang saling terkait satu sama lain” (

Saling menghargai terjadi saat dua orang atau lebih menunjukkan atau merasa terhormat atau berharga terhadap satu sama lain. Dan rasa percaya

Perubahan yang berhubungan dengan perasaan adalah merasa tidak sendiri, percaya diri, senang dapat saling bertukar pikiran atau pendapat, lega dapat mengadu betapa

Perilaku sosial pada anak diarahkan untuk mengembangkan sosial yang baik, seperti kerja sama, tolong-menolong, berbagi, simpati, empati, dan saling membutuhkan satu sama lain.

Kelompok yang efektif, ditandai dengan interaksi yang dinamis, dimana setiap anggota kelompok saling mengenal dengan baik satu sama lain, aktif saling memberikan

Untuk mengetahui gambaran peran yang dilakukan guru dalam mengembangkan moral anak Kelompok B di rK Bungong Seleupoek syiah Kuala Banda Aceh.. Untuk mengetahui gambaran kendala yang