• Tidak ada hasil yang ditemukan

MATEMATIKA SISWA KELAS VIII PADA MATERI SISTEM PERSAMAAN LINEAR DUA VARIABEL DI SMP ADABIYAH PALEMBANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "MATEMATIKA SISWA KELAS VIII PADA MATERI SISTEM PERSAMAAN LINEAR DUA VARIABEL DI SMP ADABIYAH PALEMBANG"

Copied!
129
0
0

Teks penuh

(1)

1

MATEMATIKA SISWA KELAS VIII PADA

MATERI SISTEM PERSAMAAN LINEAR

DUA VARIABEL DI SMP ADABIYAH

PALEMBANG

SKRIPSI SARJANA S1

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.)

Oleh

RADEN AYU FATRIA

NIM. 09221707

Program Studi Tadris Matematika

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI RADEN FATAH

(2)
(3)
(4)

ABSTRAK

Model pembelajaran Number Heads Together (NHT) merupakan jenis pembelajaran kooperatif yang setiap anggota kelompoknya bertanggung jawab atas tugas kelompoknya sehingga tidak ada pemisahan antara siswa yang satu dengan siswa yang lain dalam satu kelompok untuk saling memberi dan menerima antara satu dengan yang lainnya, dimana guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok, setiap kelompok terdiri dari 4-5 orang siswa dan setiap siswa dalam kelompok diberikan nomor. Kemudian masing-masing kelompok diberikan LKS untuk didiskusikan dan menyelesaikan pertanyaan yang ada dalam LKS dengan anggota kelompoknya. Selanjutnya guru memanggil salah satu nomor dari setiap kelompok bergantian secara acak, bagi siswa yang nomornya dipanggil harus mewakili kelompoknya untuk mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya di depan kelas dan bagi siswa di kelompok lain memberikan tanggapan dari jawaban temannya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas model pembelajaran Number Heads Together (NHT) terhadap hasil belajar matematika siswa kelas VIII pada materi sistem persamaan linear dua variabel di SMP Adabiyah Palembang.Variabel dalam penelitian ini adalah model pembelajaran Number Heads Together (NHT) sebagai variabel bebas dan hasil belajar matematika siswa sebagai variabel terikat, sampel penelitian ini adalah kelas VIII.3 sebagai kelas eksperimen dan kelas VIII.4 sebagai kelas kontrol.Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen.Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah tes untuk mengetahui hasil belajar matematika siswa. Analisis data tes menggunakan uji t. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran Number Heads Together (NHT) efektif terhadap hasil belajar matematika siswa kelas VIII pada materi sistem persamaan linear dua variabel di SMP Adabiyah Palembang. Hal ini dapat dilihat dari nilai rata-rata kelas eksperimen 83,19 lebih besar dari kelas kontrol 70,85, dimana thitung = 3,372>ttabel= 1,998 dengan 𝛼 = 5%.

(5)

BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Islam adalah satu-satunya agama di dunia yang sangat empatik dalam mendorong umatnya untuk menuntut ilmu, bahkan Al-Qur’an itu sendiri merupakan sumber ilmu dan sumber inspirasi berbagai disiplin ilmu pengetahuan sains dan teknologi. Ilmu dan teknologi adalah instrumen yang penting untuk membangun orang-orang yang beradab. Dengan ilmu yang dimiliki, Allah akan mengangkat derajat seorang muslim. Ilmu dan tingkat kecerdasan manusia juga akan sangat menentukan tingkat ekonomi seseorang. Sebagaimana Allah SWT berfirman :

ﻭﻨﻤ

اوتو ا َنيذلا َو ْمكنِم

ﻡﻟﻌﻟ

تٍج َ َ

ا َنيذلا

عَفرَي

Artinya: “Niscaya Allah akan mengangkat (derajat) orang-orang yang beriman diantaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.” (QS. Al-Mujadilah:11)

(6)

belajar siswa pada mata pelajaran tertentu merupakan salah satu indikator kualitas pendidikan di sekolah yang bersangkutan.

Peningkatan kualitas pendidikan matematika sebagai salah satu mata pelajaran yang diajarkan pada jenjang pendidikan formal sangat memegang peranan penting. Menyadari pentingnya matematika sebagai salah satu penopang pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi maka hasil belajar matematika di setiap jenjang pendidikan perlu mendapat perhatian serius. Upaya peningkatan hasil belajar tersebut sangat ditentukan oleh kualitas proses belajar yang dialami oleh siswa di setiap jenjang pendidikan.

Matematika diberikan kepada siswa untuk membekali siswa berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif serta mampu bekerja sama (Roebyanto, 2006:19). Kompetensi tersebut diperlukan agar siswa dapat memiliki kemampuan memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti, dan kompetitif. Sementara itu, penguasaan matematika siswa di Indonesia masih rendah. Salah satu penyebabnya adalah belum efektifnya proses pembelajaran. Dalam pembelajaran matematika, baik guru maupun siswa semakin dituntut mempunyai kemampuan berpikir yang tinggi dan kreatif, kepribadian yang jujur dan mandiri. Sehingga sangat diperlukan dan dilakukan pembelajaran matematika yang dapat meningkatkan hasil belajar siswa dan mampu mendidik para siswa sehingga mereka bisa tumbuh menjadi manusia yang berpikir kreatif, mandiri, dan berprestasi.

(7)

Ruseffendi (1991:9) mengemukakan bahwa ada sepuluh faktor yang mempengaruhi keberhasilan siswa dalam belajar antara lain: (1) kecerdasan siswa, (2) kesiapan belajar siswa, (3) bakat yang dimiliki siswa, (4) kemauan belajar siswa, (5) minat siswa, (6) cara penyajian materi, (7) pribadi dan sikap guru, (8) suasana pembelajaran, (9) kompetensi guru, (10) kondisi masyarakat luas.

Salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan siswa dalam belajar adalah cara penyajian materi. Dalam hal ini guru yang akan menyajikan materi diharapkan dapat memilih model pembelajaran yang tepat sehingga membuat siswa termotivasi untuk mengikuti pembelajaran tersebut. Model pembelajaran yang paling sering digunakan di sekolah saat ini adalah adalah model pembelajaran konvensional. Model pembelajaran konvensional yang diterapkan di sekolah tersebut adalah pembelajaran dimana guru terlebih dahulu menjelaskan materi yang akan dipelajari, dilanjutkan dengan memberi contoh-contoh soal kemudian siswa diberi latihan soal untuk diselesaikan dan siswa diperbolehkan bertanya jika tidak mengerti. Karena sistem pembelajaran itu sehingga membuat siswa tidak terlalu termotivasi untuk mengikuti pelajaran matematika.

(8)

Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan guru bidang studi matematika di SMP Adabiyah Palembang, ditemukan beberapa permasalahan pada pembelajaran matematika diantaranya:

1. Proses pelaksanaan pembelajaran matematika salah satunya pada pokok bahasan sistem persamaan linear dua variabel yang selama ini masih menggunakan model pembelajaran konvensional, sehingga siswa kurang berpartisipasi aktif saat proses pembelajaran, seperti bertanya dan menjawab pertanyaan.

2. Hasil belajar matematika siswa rendah salah satunya pada pokok bahasan sistem persamaan linear dua variabel. Hanya 50% siswa yang nilainya memenuhi kriteria ketuntasan minimal (KKM) di mana telah ditetapkan kriteria ketuntasan minimal (KKM) untuk mata pelajaran matematika adalah 75, berarti 50% sisanya siswa tidak memenuhi kriteria ketuntasan minimal (KKM). Hal ini dikarenakan proses pembelajaran matematika masih menggunakan model pembelajaran konvensional.

Berdasarkan hasil uraian di atas, maka salah satu upaya yang dianggap dapat memecahkan masalah tersebut adalah dengan melakukan suatu inovasi dalam proses pembelajaran dengan penentuan model pembelajaran yang tepat sehingga dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa. Ada salah satu model pembelajaran yang lebih mengutamakan keaktifan siswa dan memberi kesempatan siswa untuk mengembangkan potensinya secara maksimal. Model pembelajaran yang dimaksud adalah model pembelajaran kooperatif.

(9)

pembelajaran kooperatif tipe Number Heads Together (NHT) mengarahkan siswa aktif bekerja dalam kelompok. Mereka bertanggung jawab penuh terhadap soal yang diberikan, karena pada saat presentasi guru menunjuk siswa secara acak dengan memanggil salah satu nomor untuk mewakili kelompoknya. Sedangkan pada model pembelajaran kooperatif yang lain terkadang siswa saling berharap kepada teman kelompok lain yang lebih pintar. Dalam pembelajaran kooperatif tipe Student Teams-Achievement Division (STAD) misalnya, siswa hanya disuruh bekerja dalam kelompok dan pertanggung jawabannya secara kelompok pula sehingga siswa kurang aktif dalam kelompok.

Pembelajaran kooperatif tipe Number Heads Together (NHT) juga dinilai lebih memudahkan siswa berinteraksi dengan teman-teman dalam kelas dibandingkan dengan model pembelajaran langsung yang selama ini diterapkan oleh guru. Pada model pembelajaran kooperatif tipe Number Heads Together (NHT) siswa perlu berkomunikasi satu sama lain, sedangkan pada model pembelajaran konvensional siswa duduk berhadap-hadapan dengan guru dan terus memperhatikan gurunya.

Berdasarkan beberapa alasan di atas, maka penulis merasa perlu meneliti suatu karya tulis berjudul “Efektivitas Model Pembelajaran Number

(10)

B.Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana efektivitas penggunaan model pembelajaran Number Heads Together (NHT) terhadap hasil belajar matematika siswa kelas VIII pada materi sistem persamaan linear dua variabel di SMP Adabiyah Palembang?

C.Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas penggunaan model pembelajaran Number Heads Together (NHT) terhadap hasil belajar matematika siswa kelas VIII pada materi sistem persamaan linear dua variabel di SMP Adabiyah Palembang.

D.Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah : 1. Manfaat Teoritis

Memperkaya wawasan teoritis dalam ilmu pendidikan, khususnya tentang model pembelajaran Number Heads Together (NHT) pada mata pelajaran matematika.

2. Manfaat Praktis a) Siswa

(11)

b) Guru

Model pembelajaran Number Heads Together (NHT) diharapkan dapat digunakan sebagai alternatif pembelajaran yang dapat diterapkan untuk meningkatkan hasil belajar matematika siswa.

c) Sekolah

Model pembelajaran Number Heads Together (NHT) diharapkan dapat digunakan sebagai alternatif bagi sekolah untuk menerapkan model pembelajaran yang efektif dan tepat dalam meningkatkan hasil belajar siswa.

d) Peneliti

(12)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pembelajaran Matematika

Secara etimologis (Elea Tinggih, 1972:5) perkataan matematika berarti “ilmu pengetahuan yang diperoleh dengan bernalar”. Hal ini

dimaksudkan bukan berarti ilmu lain tidak diperoleh melalui penalaran, akan tetapi dalam matematika lebih menekankan aktivitas dalam dunia rasio (penalaran), sedangkan dalam ilmu lain lebih menekankan hasil observasi atau eksperimen disamping penalaran.

Matematika merupakan salah satu pengetahuan manusia yang paling bermanfaat dalam kehidupan. Hampir setiap bagian dari hidup kita mengandung matematika sehingga anak-anak membutuhkan pengalaman yang tepat untuk bisa menghargai kenyataan bahwa matematika adalah penting untuk masa depan mereka. Oleh karena itu, model pembelajaran matematika yang baik harus bisa membentuk logika berfikir bukan sekedar pandai berhitung. Karena berhitung dapat dilakukan dengan alat bantu seperti kalkulator, komputer, dan lain-lain namun dalam menyelesaikan masalah perlu logika berfikir dan analisis.

(13)

dengan situasi (contextual problem). Dengan mengajukan masalah kontekstual, peserta didik secara bertahap dibimbing untuk menguasai konsep matematika.

Belajar matematika diharapkan dapat memperoleh suatu hasil belajar yang sesuai dengan tujuan. Hasil belajar yang diharapkan antara lain kemampuan bernalar, kemampuan berfikir kritis dan kreatif, kemampuan pemecahan masalah dan kompetensi lainnya yang ada dalam kurikulum. Ada beberapa alasan perlunya belajar matematika, (1) dapat melatih kemampuan berfikir logis, (2) merupakan sarana untuk memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari, (3) semua bidang studi memerlukan keterampilan matematika yang sesuai.

Pembelajaran matematika merupakan salah satu faktor yang menentukan keberhasilan siswa dalam mencapai tujuan dari belajar matematika yang telah ditetapkan. Oleh karena itu dalam pembelajaran sebaiknya metode, strategi dan pendekatan harus dipilih sesuai dengan situasi kelas yang bersangkutan dan tujuan yang diharapkan.

B. Model Pembelajaran

(14)

pada minat maupun motivasi peserta didik dalam mengikuti proses belajar mengajar di kelas.

Penerapan kurikulum KTSP dan tuntutan untuk mengembangkan model pembelajaran kreatif maka guru harus pula mampu mengikuti tuntutan perkembangan dunia pendidikan terkini. Guru harus berani berinovasi dan beradaptasi dengan metode pembelajaran PAIKEM seperti Talking Stick, Example non Example, Think Pair Share dan tidak hanya terpaku pada Metode Ceramah saja. Untuk memperjelas mengapa model pembelajaran perlu dikembangkan secara berkesinambungan, kita harus kembali pada pengertian model pembelajaran secara umum. Berikut ini adalah pengertian model pembelajaran menurut pendapat para tokoh pendidikan antara lain :

1. Agus Suprijono : pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas maupun tutorial.

2. Richard I Arends : model pembelajaran mengacu pada pendekatan yang akan digunakan, termasuk di dalamnya tujuan-tujuan pembelajaran, tahap-tahap kegiatan di dalam pembelajaran, lingkungan pembelajaran dan pengelolaan kelas.

(15)

model pembelajaran dapat diterapkan secara efektif dan menunjang keberhasilan siswa. Ada banyak macam-macam model pembelajaran diantaranya model pembelajaran cooperative learning, contextual teacing and learning, problem based learning, problem solving, problem posing, dan lain sebagainya.

Dari beberapa beberapa hasil penelitian membuktikan bahwa salah satu model pembelajaran yang dapat meningkatkan hasil belajar siswa sekaligus dapat meningkatkan kemampuan hubungan sosial, menumbuhkan sikap menerima kekurangan diri dan orang lain, serta dapat merealisasikan kebutuhan siswa dalam belajar berpikir, memecahkan masalah, dan mengintegrasikan pengetahuan dengan keterampilan. Model pembelajaran yang dimaksud adalah model pembelajaran cooperative learning.

C. Model Pembelajaran Kooperatif

1. Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif

Konsep pembelajaran kooperatif (cooperative learning) bukanlah suatu konsep baru, melainkan telah dikenal sejak zaman Yunani kuno. Pada awal abad pertama, seorang filosofi berpendapat bahwa agar seseorang belajar harus memiliki pasangan.

(16)

diarahkan untuk mempelajari materi pelajaran yang telah ditentukan, dalam hal ini sebagaian besar aktivitas pembelajaran berpusat pada siswa yakni mempelajari materi pelajaran dan berdiskusi untuk memecahkan masalah. Tujuan dibentuknya kelompok kooperatif adalah untuk memberikan kesempatan kepada siswa agar dapat terlibat secara aktif dalam proses berpikir dalam kegiatan belajar mengajar.

Model pembelajaran kooperatif tidak sama dengan sekedar belajar dalam kelompok. Ada unsur-unsur dasar pembelajaran kooperatif yang membedakannya dengan pembagian kelompok yang dilakukan secara asal-asalan. Pelaksanaan prosedur model pembelajaran kooperatif dengan benar akan memungkinkan pendidik mengelola kelas dengan efektif.

Roger dan David Johnson (Lie, 2002:30) mengatakan bahwa tidak semua kerja kelompok bisa dianggap pembelajaran kooperatif. Untuk mencapai hasil yang maksimal, lima unsur dalam model pembelajaran kooperatif harus diterapkan. Kelima unsur tersebut yaitu : a) saling ketergantungan positif, b) tanggung jawab perseorangan, c) tatap muka, d) komunikasi antar anggota, e) evaluasi proses kelompok.

(17)

melalui pengelolaan kelas. Ada tiga hal penting yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan kelas model pembelajaran kooperatif, yakni pengelompokan, semangat kerja sama dan penataan ruang kelas. Model pembelajaran kooperatif terdiri dari beberapa tipe yang dikemukakan oleh slavin antara lain, yaitu model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw, model pembelajaran kooperatif tipe NHT (Number Heads Together), model pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Teams Achievement Divisions), dan model pembelajaran kooperatif tipe TAI (Team Assisted Individualization atau Team Accelerated Instruction).

2. Ciri-ciri Model Pembelajaran Kooperatif

Menurut Stahl (Ismail, 2002:12) bahwa ciri-ciri pembelajaran kooperatif adalah :

a) Belajar dengan teman b) Tatap muka antar teman

c) Mendengarkan diantara anggota

d) Belajar dari teman sendiri dalam kelompok e) Belajar dalam kelompok kecil

f) Produktif berbicara atau mengemukakan pendapat g) Siswa membuat keputusan

h) Siswa aktif

Sedangkan menurut Johnson (Ismail, 2002:12) belajar dengan kooperatif mempunyai ciri :

(18)

b) Dapat dipertanggungjawabkan secara individu c) Heterogen

d) Berbagi kepemimpinan e) Berbagi tanggung jawab

f) Ditekankan pada tugas dan kebersamaan

g) Mempunyai ketrampilan dalam berhubungan sosial h) Guru mengamati

i) Efektivitas tergantung kepada kelompok

Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

a) Siswa belajar dalam kelompok, produktif mendengar, mengemukakan pendapat dan membuat keputusan secara bersama.

b) Kelompok siswa yang dibentuk merupakan percampuran yang ditinjau dari latar belakang sosial, jenis kelamin, dan kemampuan belajar.

c) Penghargaan lebih diutamakan pada kerja kelompok.

Menurut Ibrahim (2000:6) unsur-unsur dalam pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut :

a) Siswa harus memiliki persepsi bahwa mereka sehidup sepenanggungan bersama.

b) Siswa bertanggung jawab atas segala sesuatu di dalam kelompoknya, seperti milik mereka sendiri.

(19)

d) Siswa haruslah berbagi tugas dan tanggung jawab yang sama diantara anggota kelompoknya.

e) Siswa akan dikenakan evaluasi atau diberikan hadiah/penghargaan yang juga akan dikenakan untuk semua anggota kelompok.

f) Siswa berbagi kepemimpinan dan mereka membutuhkan keterampilan untuk belajar bersama dalam proses belajarnya.

g) Siswa akan diminta mempertanggung jawabkan secara individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif.

D. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Number Heads Together (NHT) 1. Pengertian Model Pembelajaran Number Heads Together (NHT)

(20)

Pembelajaran kooperatif tipe Number Heads Together (NHT) merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang menekankan pada struktur-struktur khusus yang dirancang untuk mempengaruhi pola-pola interaksi siswa dalam memiliki tujuan untuk meningkatkan penguasaan akademik, meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik, agar siswa dapat menerima teman-temannya yang mempunyai berbagai latar belakang, dan untuk mengembangkan keterampilan siswa. Keterampilan yang dimaksud antara lain berbagai tugas, aktif bertanya, menghargaiorang lain, mau menjelaskan ide atau pendapat, bekerja dalam kelompok dan sebagainya. Tipe ini dikembangkan oleh Kagen (Ibrahim, 2000:28) dengan melibatkan para siswa dalam menelaah bahan yang tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek pemahaman mereka terhadap isi pelajaran tersebut.

Menurut Muhammad Nur (2005) model pembelajaran kooperatif tipe Number Heads Together (NHT) pada dasarnya merupakan sebuah variasi diskusi kelompok dengan ciri khasnya adalah guru hanya menunjuk seorang siswa yang mewakili kelompoknya tanpa memberitahu terlebih dahulu siapa yang akan mewakili kelompoknya tersebut. Sehingga cara ini menjamin keterlibatan total semua siswa. Cara ini upaya yang sangat baik untuk meningkatkan tanggung jawab individual dalam diskusi kelompok.

(21)

yang satu dengan siswa yang lain dalam satu kelompok untuk saling memberi dan menerima antara satu dengan yang lainnya.

2. Tujuan Model Pembelajaran Number Heads Together (NHT)

Konsep pembelajaran kooperatif (cooperative learning) bukanlah suatu konsep baru, melainkan telah dikenal sejak zaman Yunani kuno. Pada awal abad pertama, seorang filosofi berpendapat bahwa agar seseorang belajar harus memiliki pasangan.

Ibrahim (2000:28) mengemukakan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Number Heads Together (NHT) mempunyai tiga tujuan yang hendak dicapai, yaitu :

a) Hasil belajar akademik

Bertujuan untuk meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik.

b) Pengakuan adanya keragaman

Bertujuan agar siswa dapat menerima teman-temannya yang mempunyai perbedaan latar belakang. Perbedaan tersebut antara lain perbedaan suku, agama, kemampuan akademik dan tingkat sosial.

c) Pengembangan keterampilan sosial

(22)

3. Langkah-langkah Model Pembelajaran Number Heads Together (NHT)

Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Number Heads Together (NHT) merujuk pada konsep Kagen (Ibrahim, 2000:29) dengan tiga langkah, yaitu :

a) Pembentukan kelompok b) Diskusi masalah

c) Tukar jawaban antar kelompok

Langkah-langkah tersebut kemudian dikembangkan oleh Ibrahim (2000:29) menjadi enam langkah sebagai berikut :

Langkah 1. Persiapan

Dalam tahap ini guru mempersiapkan rancangan pelajaran dengan membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), Lembar Kerja Siswa (LKS) yang sesuai dengan model pembelajaran kooperatif tipe NHT.

Langkah 2. Pembentukan kelompok dan teknik pemilihan anggota kelompok

(23)

Langkah 3. Tiap kelompok harus memiliki buku paket atau panduan

Dalam pembentukan kelompok, tiap kelompok harus memiliki buku paket atau buku panduan agar memudahkan siswa dalam menyelesaikan LKS atau masalah yang diberikan oleh guru.

Langkah 4. Diskusi masalah

Dalam kerja kelompok, guru membagikan LKS kepada setiap siswa sebagai bahan yang akan dipelajari pada setiap kelompok. Setiap siswa berpikir bersama untuk menggambarkan dan meyakinkan bahwa setiap orang mengetahui jawaban dari pertanyaan yang terdapat dalam LKS.

Langkah 5. Memanggil nomor anggota atau pemberian jawaban

Dalam tahap ini, guru menyebut satu nomor dari setiap kelompok bergantian secara acak dan para siswa dari setiap kelompok yang nomornya dipanggil mengangkat tangan dan menyiapkan jawaban kepada siswa di kelas untuk dijelaskan di depan kelas.

Langkah 6. Memberi kesimpulan

Guru bersama siswa memberikan kesimpulan atau jawaban akhir dari semua pertanyaan yang berhubungan dengan materi yang disajikan.

Dari langkah-langkah diatas berikut ini penerapan langkah-langkah peneliti dalam pelaksanaan pembelajaran Number Heads Together (NHT) di kelas, yaitu :

1. Persiapan

(24)

Together (NHT), menyampaikan indikator dan tujuan pembelajaran,serta menyampaikan informasi singkat tentang topik pembelajaran yang mencakup pokok-pokok inti dari materi yang akan dibahas.

2. Pembentukan kelompok dan pemberian nomor

Dalam tahap ini, peneliti membagi siswa menjadi beberapa kelompok yang beranggotakan 4-5 orang siswa. Pemilihan anggota kelompok dilakukan berdasarkan rekomendasi dari guru mata pelajaran matematika yang bersangkutan. Dimana dalam setiap kelompok terdiri dari siswa yang berkemampuan tinggi, sedang, dan rendah. Setelah siswa sudah terbentuk dalam kelompoknya masing-masing, peneliti memberi nomor kepada setiap siswa dalam kelompok dan nama kelompok yang berbeda. 3. Tiap kelompok harus memiliki buku paket atau panduan

Dalam pembentukan kelompok, tiap kelompok harus memiliki buku paket atau buku panduan agar memudahkan siswa dalam menyelesaikan LKS atau masalah yang diberikan oleh peneliti.

4. Diskusi masalah

Dalam kerja kelompok, peneliti membagikan LKS kepada setiap siswa sebagai bahan yang akan dipelajari pada setiap kelompok. Setiap siswa berpikir bersama untuk menggambarkan dan meyakinkan bahwa setiap orang mengetahui jawaban dari pertanyaan yang telah ada dalam LKS. 5. Memanggil nomor anggota atau pemberian jawaban

(25)

kepada siswa di kelas untuk dijelaskan di depan kelas. Bagi siswa di kelompok lain memberikan tanggapan dari jawaban temannya tersebut. 6. Memberi kesimpulan

Peneliti bersama siswa memberikan kesimpulan atau jawaban akhir dari semua pertanyaan yang berhubungan dengan materi yang disajikan. Selanjutnya sebagai tindak lanjut peneliti memberikan pekerjaan rumah untuk diselesaikan secara individu oleh setiap siswa.

7. Memberikan penghargaan

Peneliti memberikan penghargaan berupa kata-kata pujian pada siswa (kelompok) dan memberi nilai yang lebih tinggi kepada siswa (kelompok) yang hasil belajarnya lebih baik.

4. Manfaat Model Pembelajaran Number Heads Together (NHT)

Manfaat-manfaat model pembelajaran kooperatif tipe Number Heads Together (NHT) bagi siswa dengan hasil belajar yang rendah, antara lain Linda Lundgren (Ibrahim, 2000:18) adalah :

a) Rasa harga diri menjadi lebih tinggi b) Memperbaiki kehadiran

c) Penerimaan terhadap individu menjadi lebih besar d) Perilaku mengganggu menjadi lebih kecil

e) Konflik antar pribadi berkurang f) Pemahaman yang lebih mendalam

(26)

5. Kelebihan dan Kelemahan Model Pembelajaran Number Heads Together (NHT)

Menurut Sanjaya (2008:249) kelebihan dan kelemahan dari pembelajaran kooperatif tipe Number Heads Together (NHT), yaitu :

a) Kelebihan

(1) Siswa tidak terlalu menggantungkan pada guru, akan tetapi dapat menambah kepercayaan kemampuan berpikir sendiri.

(2) Dapat mengembangkan kemampuan mengungkapkan ide atau gagasan.

(3) Dapat membantu anak untuk merespon orang lain.

(4) Dapat memberdayakan siswa untuk lebih bertanggung jawab dalam belajar.

(5) Dapat meningkatkan prestasi akademik sekaligus kemampuan sosial. (6) Dapat mengembangkan kemampuan siswa untuk menguji ide dan

pemahamannya sendiri, menerima umpan balik.

(7) Dapat meningkatkan kemampuan siswa menggunakan informasi dan kemampuan belajar abstrak menjadi nyata.

(8) Dapat meningkatkan motivasi dan memberikan rangsangan untuk berpikir

b) Kelemahan

(1) Dengan leluasanya pembelajaran maka apabila keleluasaan itu tidak optimal maka tujuan dari apa yang dipelajari tidak akan tercapai. (2) Penilaian kelompok dapat membutakan penilaian secara individu

(27)

(3) Mengembangkan kesadaran berkelompok memerlukan waktu yang panjang.

Selanjutnya (dalam Isjoni, 2009: 36) Jarolimek & Parker mengatakan bahwa :

a) Kelebihan

(1) Saling ketergantungan yang positif.

(2) Adanya pengakuan dalam merespon perbedaan individu.

(3) Siswa dilibatkan dalam perencanaan dan pengelolaan kelas.

(4) Suasana kelas yang rileks dan menyenangkan.

(5) Terjalinnya hubungan yang hangat dan bersahabat antar siswa dan

guru.

(6) Memiliki banyak kesempatan untuk mengekspresikan pengalaman

emosi yang menyenangkan. b) Kelemahan

(1) Guru harus mempersiapkan pembelajaran secara matang, disamping itu memerlukan lebih banyak tenaga, pemikiran, dan waktu.

(2) Agar proses pembelajaran berjalan dengan lancar maka dibutuhkan

dukungan fasilitas, alat dan biaya yang cukup memadai.

(3) Selama kegiatan diskusi kelompok berlangsung, ada kecenderungan

topik permasalahan yang dibahas meluas sehingga banyak yang tidak sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.

(4) Saat diskusi kelas terkadang didominasi seseorang, hal ini

(28)

Jadi, dapat di tarik kesimpulan menurut para ahli diatas, sebagai berikut : a) Kelebihan

(1) Terjadinya interaksi antar siswa melalui diskusi dalam

menyelesaikan masalah yang dihadapi.

(2) Siswa pandai atau siswa kurang sama-sama memperoleh manfaat

melalui aktifitas belajar kooperatif.

(3) Siswa termotivasi untuk berpartisipasi dalam diskusi kelompok agar

dapat menjawab dengan baik ketika nomornya dipanggil.

(4) Dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk menggunakan

keterampilan bertanya, berdiskusi dan mengembangkan bakat kepemimpinan.

b) Kelemahan

(1) Ada siswa yang sekedar menyalin pekerjaan siswa yang lain tanpa

memiliki pemahaman yang memadai pada saat diskusi menyelesaikan masalah.

(2) Pengelompokan siswa memerlukan waktu khusus dan pengaturan

tempat duduk yang berbeda.

E. Hasil Belajar

1. Pengertian Belajar

(29)

kehidupan setiap orang. Karenanya pemahaman yang benar tentang konsep belajar sangat diperlukan, terutama bagi kalangan pendidik yang terlibat langsung dalam proses pembelajaran.

Belajar didefinisikan oleh banyak ahli dengan rumusan yang berbeda, namun pada hakekatnya prinsip dan maksudnya sama. Untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas tentang belajar dapat dilihat beberapa definisi yang dikemukakan para ahli yaitu :

a) Menurut Slameto (2002:2)

“Belajar adalah suatu proses yang dilakukan oleh seseorang untuk

memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya“.

b) Menurut Muhibbin Syah (2006:68)

“Belajar adalah tahapan perubahan tingkah laku individu yang relatif

menetap sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungannya yang melibatkan proses kognitif “.

c) Menurut Sardiman (2003:20)

“Belajar adalah perubahan tingkah laku atau penampilan dengan

serangkaian kegiatan misalnya dengan membaca, mengamati, mendengarkan, meniru dan sebagainya “.

(30)

sikap dan tingkah laku serta perubahan aspek-aspek lainnya yang ada pada individu yang belajar.

2. Pengertian Hasil Belajar

Hamalik (1995:48) mengatakan bahwa hasil belajar adalah perubahan tingkah laku subyek yang meliputi kemampuan koginitif, afektif, dan psikomotorik dalam situasi tertentu berkat kemampuannya berulang-ulang. Sependapat dengan Hamalik, Benjamin S. Bloom (Sudjana, 2010:22) mengatakan bahwa hasil belajar ialah perubahan tingkah laku yang dibagi menjadi tiga ranah sebagai berikut :

a) Ranah kognitif, berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi.

b) Ranah afektif, berkenaan dengan sikap yang terdiri dari penerimaan jawaban atau reaksi dan penilaian.

c) Ranah psikomotorik, berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan kemampuan bertindak.

(31)

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar

Menurut Munadi (Rusman, 2012:124) faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar antara lain sebagai berikut :

a) Faktor Internal

- Faktor Fisiologis. Secara umum kondisi fisiologis, seperti kesehatan yang prima, tidak dalam keadaan lelah dan capek, tidak dalam keadaan cacat jasmani dan sebagainya. Hal tersebut dapat mempengaruhi peserta didik dalam menerima materi pelajaran. - Faktor Psikologis. Setiap individu dalam hal ini peserta didik pada

dasarnya memiliki kondisi psikologis yang berbeda-beda, tentunya hal ini turut mempengaruhi hasil belajarnya. Beberapa faktor psikologis meliputi intelegensi (IQ), perhatian, minat, bakat, motif, motivasi, kognitif dan daya nalar peserta didik.

b) Faktor Eksternal

- Faktor Lingkungan. Faktor lingkungan dapat mempengaruhi hasil belajar. Faktor lingkungan ini meliputi lingkungan fisik dan lingkungan sosial. Lingkungan alam misalnya suhu, kelembaban dan lain-lain. Belajar pada tengah hari di ruangan yang kurang akan sirkulasi udara akan sangat berpengaruh dan akan sangat berbeda pada pembelajaran pada pagi hari yang kondisinya masih segar dan dengan ruangan yang cukup untuk bernafas lega.

(32)

sarana untuk tercapainya tujuan-tujuan belajar yang direncanakan. Faktor-faktor instrumental ini berupa kurikulum, sarana dan guru.

Menurut Sunarto (2009) faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar antara lain :

a) Faktor Intern

Faktor intern adalah faktor-faktor yang berasal dari dalam diri seseorang yang dapat mempengaruhi hasil belajarnya. Diantara faktor-faktor intern yang dapat mempengaruhi hasil belajar seseorang antara lain :

- Kecerdasan/intelegensi - Bakat

- Minat - Motivasi

b) Faktor Ekstern

Faktor ekstern adalah faktor-faktor yang dapat mempengaruhi hasil belajar seseorang yang sifatnya berasal dari luar diri seseorang tersebut. Yang termasuk faktor-faktor ekstern antara lain :

- Keadaan lingkungan keluarga - Keadaan lingkungan sekolah - Keadaan lingkungan masyarakat

4. Indikator Hasil Belajar

(33)

para ahli dikelompokan sebagai berikut, yaitu menurut Gagne sebagaimana yang dikutip oleh Slameto (2010:15) menyatakan bahwa hasil akhir belajar dibedakan menjadi lima aspek, yaitu keterampilan motorik, strategi kognitif, informasi verbal, sikap dan strategi afektif. Sedangkan menurut Ahmad Tafsir (2008:34-35) bahwa hasil belajar atau bentuk perubahan tingkah laku yang diharapkan itu merupakan suatu target atau tujuan pembelajaran yang meliputi tiga aspek, yaitu: a) mengetahui (knowling), b) terampil

melaksanakan atau mengerjakan yang ia ketahui itu (doing), c) melaksanakan yang ia ketahui secara rutin dan konsekuen (being).

Pendapat diberikan Benjamin S. Bloom (Sudjana, 2010:22) bahwa hasil belajar klasifikasikan ke dalam tiga ranah yaitu: a) ranah kognitif (cognitive domain), b) ranah afektif (affective domain), dan c) ranah psikomotor (psychomotor domain)

Berdasakan ketiga pendapat tersebut, penulis lebih sependapat dengan Benjamin S. Bloom karena ketiga ranah yang diajukan lebih mudah terukur, dalam artian bahwa untuk mengetahui hasil belajar yang dimaksud mudah dan dapat dilaksanakan. Dari pendapat Benjamin S. Bloom untuk mengungkapkan hasil belajar penulis mengklasifikasikan indikator sebagai petunjuk bahwa siswa telah berhasil meraih prestasi. Ranah kognitif indikatornya sebagai berikut :

a) Ingatan : dapat menunjukkan, dapat membandingkan, dan dapat menghubungkan.

(34)

c) Aplikasi : dapat menjelaskan, dan dapat mendefinisikan.

d) Sintesis : dapat memberikan contoh dan dapat menggunakan secara tepat.

e) Analisis : dapat menguraikan.

f) Evaluasi : dapat menghubungkan dan menyimpulkan.

Dari penjelasan beberapa indikator hasil belajar pada ranah kognitif di atas, yang diterapkan pada penelitian ini adalah untuk mengetahui hasil belajar ranah kognitif pada indikator pemahaman dan aplikasi.

F. Materi Sistem Persamaan Linear Dua Variabel

Standar Kompetensi : Memahami sistem persamaan linear dua variabel dan menggunakannya dalam pemecahan masalah.

Kompetensi Dasar : 1. Menyelesaikan sistem persamaan linear dua variabel. 2. Membuat model matematika dari masalah yang

berkaitan dengan sistem persamaan linear dua variabel. 3. Menyelesaikan model matematika dari masalah yang berkaitan dengan sistem persamaan linear dua variabel dan penafsirannya.

1. Persamaan Linear Dua Variabel

(35)

Persamaan linear dua variabel dapat dituliskan ke dalam bentuk umum yaitu sebagai berikut.

(Wibowo, 2012:22) Keterangan :

a, b, c ∈ 𝑅 dan 𝑎 ≠0,𝑏 ≠0

a = koefisien x b = koefisien y c = konstanta Contoh:

a) 4x + 5y = 20 b) a – b = 3

Dari contoh persamaan linear dua variabel di atas dapat ditentukan penyelesaiannya sebagai berikut :

a) Tentukan penyelesaian dari 4x + 5y = 20 untuk 𝑥,𝑦 ∈ 𝑅 ! Jawab :

Persamaan 4x + 5y = 20 untuk 𝑥,𝑦 ∈ 𝑅 memiliki banyak penyelesaian. Oleh karena itu, penyelesaiannya dapat dinyatakan dalam kalimat matematika sebagai berikut.

Misalkan himpunan penyelesaian dari persamaan tersebut adalah H maka H dapat dinyatakan sebagai berikut.

H = { 𝑥,𝑦 |∀𝑥 ∈ 𝑅,∃𝑦 ∈ 𝑅,𝑥,𝑦 ∈ 𝑅}

b) Tentukan penyelesaian persamaan a – b = 3 untuk 𝑎 ∈{0,1,2,3,4}! Jawab :

Untuk menyelesaikan persamaan di atas, perhatikan tabel berikut. ax + by = c

(36)

a 0 1 2 3 4

b -3 -2 -1 0 1

(a, b) (0,-3) (1,-2) (2,-1) (3,0) (4,1)

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui himpunan penyelesaian dari persamaan a – b = 3 sebagai berikut.

H = {(0,-3), (1,-2), (2,-1), (3,0), (4,1)}

Persamaan linear dua variabel dapat juga diaplikasikan untuk menyelesaikan permasalahan dalam kehidupan sehari-hari. Berikut ini contoh menyelesaikan persamaan linear dua variabel yang berkaitan dalam dalam kehidupan sehari-hari.

Ibu pergi ke pasar untuk membeli apel dan jeruk. Ibu membeli 2 kg apel dan 3 kg jeruk seharga Rp 27.000,00. Berapa kemungkinan harga 1 kg jeruk jika harga 1 kg apel ∈ {Rp 3.000,00, Rp6.000,00, Rp9.000,00}?

Jawab : Misalkan :

Harga 1 kg apel = x Harga 1 kg jeruk = y

Maka model matematika dari permasalahan di atas : 2x + 3y = 27.000

Untuk menentukan kemungkinan penyelesaian dari 2x + 3y = 27.000 maka dibuat tabel berikut.

x 3.000 6.000 9.000

y 7.000 5.000 3.000

(37)

Berdasarkan tabel di atas, terlihat bahwa himpunan penyelesaiannya adalah H = {(Rp3.000,00, Rp7.000,00), (Rp6.000,00, Rp5.000,00), (Rp9.000,00, Rp3.000,00)}. Jadi, kemungkinan harga 1 kg apel dan 1 kg jeruk adalah {(Rp3.000,00, Rp7.000,00), (Rp6.000,00, Rp5.000,00), (Rp9.000,00, Rp3.000,00)}.

2. Sistem Persamaan Linear Dua Variabel

Dua buah persamaan linear dengan dua variabel yang hanya mempunyai satu penyelesaian disebut sistem persamaan linear dengan dua variabel. Sistem persamaan linear dua variabel dapat dituliskan ke dalam bentuk umum yaitu sebagai berikut.

(Wibowo, 2012:65)

Keterangan :

a, b, c ∈ 𝑅 dan 𝑎 ≠0,𝑏 ≠0

a1 dan a2 = koefisien x

b1 dan b2 = koefisien y

c1 dan c2 = konstanta

n = banyaknya persamaan Contoh:

Dewi membeli sebuah baju dan dua buah kaos, ia harus membayar Rp120.000,00. Di toko yang sama Ayu membeli sebuah baju dan tiga buah

𝒂𝟏𝒙+𝒃𝟏𝒚= 𝒄𝟏

𝒂𝟐𝒙+𝒃𝟐𝒚= 𝒄𝟐

𝒂𝟑𝒙+𝒃𝟑𝒚= 𝒄𝟑

𝒂𝒏𝒙+𝒃𝒏𝒚=𝒄𝒏

(38)

kaos dengan harga Rp145.000,00. Berapa harga sebuah baju dan sebuah kaos? (Ranah kognitif pada indikator aplikasi)

Untuk menyelesaikan permasalahan diatas dapat dengan dimisalkan : x = baju

y = kaos

maka dapat dituliskan sebagai berikut: x + 2y = 120.000

x + 3y = 145.000

Kedua persamaan tersebut dikatakan membentuk sistem persamaan linear dua variabel.

3. Menyelesaikan Sistem Persamaan Linear Dua Variabel

Penyelesaian sistem persamaan linear dua variabel dapat ditentukan dengan metode-metode berikut.

a) Metode Grafik

Metode grafik, yaitu menggambar grafik kedua persamaan, kemudian menentukan titik potongnya.

Titik potong tersebut merupakan penyelesaian sistem persamaan linear dua variabel.

Contoh soal pada ranah kognitif dengan indikator aplikasi sebagai berikut:

Tentukan persamaan himpunan penyelesaian sistem persamaan linear x + y = 4 dengan 3x + y = 6 menggunakan metode grafik.

(39)

Membuat tabel nilai x dan y yang memenuhi kedua persamaan tersebut.  Persamaan x + y = 4

 Persamaan 3x + y = 6

x 0 2

y 6 0

(x, y) (0, 6) (2, 0)

Grafik yang menunjukkan sistem persamaan x + y = 4 dengan 3x + y = 6 sebagai berikut.

Pada grafik di atas tampak bahwa koordinat titik potong kedua garis adalah (1, 3). Dengan demikian, himpunan penyelesaiannya adalah {(1, 3)}.

b) Metode substitusi

Metode substitusi, yaitu mengganti salah satu variabel dengan variabel dari persamaan lainnya.

Contoh soal pada ranah kognitif dengan indikator aplikasi sebagai berikut:

x 0 4

y 4 0

(40)

Tentukan himpunan penyelesaian dari sistem persamaan linear x + y = 4 dengan 3x + y = 6 menggunakan metode subtitusi.

Jawab :

x + y = 4 ……. (1) 3x + y = 6 ……. (2)

Dari persamaan (1) : x + y = 4

y = 4 – x …….. (3)

Substitusi persamaan (3) ke (2) didapat : 3x + y = 6

3x + (4 – x) = 6 3x + 4 – x = 6 2x = 6 – 4 2x = 2 x = 1

Substitusi x = 1 ke persamaan (1) dan (2), atau (3). Misalkan x = 1 disubstitusikan ke persamaan (3) didapat :

y = 4 – x y = 4 – 1 y = 3

Jadi, himpunan penyelesaiannya {(1,3)}. c) Metode Eliminasi

(41)

Contoh soal pada ranah kognitif dengan indikator aplikasi sebagai berikut:

Tentukan himpunan penyelesaian dari sistem persamaan linear x + y = 4 dengan 3x + y = 6 menggunakan metode eliminasi.

Jawab :

Variabel yang dieliminir (dihilangkan) harus mempunyai koefesien yang sama atau berlawanan.

Jadi, himpunan penyelesaiannya {(1,3)}.

d) Metode Gabungan Eliminasi dan Substitusi

Contoh soal pada ranah kognitif dengan indikator aplikasi sebagai berikut:

Tentukan himpunan penyelesaian dari sistem persamaan linear x + y = 4 dengan 3x + y = 6 menggunakan metode gabungan.

Jawab :

x + y = 4 ……. (1) 3x + y = 6 ……. (2)

(42)

𝑥+𝑦= 4 3𝑥+𝑦 = 6

−2𝑥= −2

𝑥= 1

Substitusi x = 1 ke persamaan (1) atau (2), misalkan disubstitusikan ke persamaan (2), didapat :

x + y = 4 1 + y = 4 y = 3

Jadi, himpunan penyelesaiannya {(1,3)}.

4. Membuat Model Matematika dari Masalah yang Berkaitan dengan Sistem persamaan Linear Dua Variabel

Contoh soal pada ranah kognitif dengan indikator aplikasi sebagai berikut:

Harga 3 jeruk dan 4 mangga adalah Rp12.500,00 sedangkan harga 5 jeruk dan 3 mangga yang jenisnya sama adalah Rp13.500,00. Buatlah model matematika dari masalah tersebut !

Jawab :

Untuk menyelesaikan permasalahan diatas dapat dengan dimisalkan : x = jeruk

y = mangga

maka dapat dituliskan model matematikanya sebagai berikut : 3x + 4y = 12.500

(43)

5. Menyelesaikan Model Matematika dari Masalah yang Berkaitan dengan Sistem persamaan Linear Dua Variabel

Contoh soal pada ranah kognitif dengan indikator aplikasi sebagai berikut:

Di toko alat tulis, Dini membeli 2 pensil dan 3 buku tulis seharga Rp15.500,00. Di toko yang sama, Lina membeli 4 pensil dan 1 buku tulis seharga Rp13.500,00. Bila Putri membeli 1 pensil dan 2 buku tulis di toko tersebut, berapa Putri harus membayar?

Jawab :

Untuk menyelesaikan permasalahan diatas dapat dengan dimisalkan : x = pensil

y = buku tulis

maka dapat dituliskan model matematikanya sebagai berikut : 2x + 3y = 15.500 …….. (1)

(44)

Jadi, harga 1 pensil dan 2 buku tulis = x + 2y

= 2.500 + 2(3.500) = 2.500 + 7.000 = Rp9.500,00

G. Efektivitas Model Pembelajaran Number Heads Together (NHT) Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa

Efektivitas berasal dari kata dasar efektif. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1990:219), kata efektif mempunyai arti efek, pengaruh, akibat atau dapat membawa hasil. Jadi efektivitas adalah keaktifan, daya guna, adanya kesesuaian dalam suatu kegiatan orang yang melaksanakan tugas dengan sasaran yang dituju. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa efektivitas adalah suatu keadaan yang menunjukkan sejauh mana rencana dapat tercapai. Semakin banyak rencana yang dapat dicapai, semakin efektif pula kegiatan tersebut, sehingga kata efektivitas dapat juga diartikan sebagai tingkat keberhasilan yang dapat dicapai dari suatu cara atau usaha tertentu sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai. Dapat disimpulkan juga bahwa suatu model pembelajaran bisa dikatakan efektif ketika memenuhi kriteria, diantaranya mampu memberikan pengaruh, perubahan atau dapat membawa hasil.

(45)

1. Ketercapaian ketuntasan belajar

2. Ketercapaian keefektifan aktivitas siswa (yaitu pencapaian waktu ideal yang digunakan siswa untuk melakukan setiap kegiatan yang termuat dalam rencana pembelajaran)

3. Ketercapaian efektivitas kemampuan guru mengelola pembelajaran dan respon siswa terhadap pembelajaran yang positif

Berdasarkan uraian yang telah disebutkan di atas, dapat disimpulkan bahwa efektivitas pembelajaran adalah tingkat keberhasilan yang dapat dicapai dari suatu model pembelajaran tertentu sesuai dengan tujuan pembelajaran yang telah direncanakan. Tingkat keberhasilan yang digunakan pada penelitian ini adalah indikator ketuntasan hasil belajar siswa. Karena penelitian ini dilakukan di SMP Adabiyah Palembang, maka ketuntasan belajar siswa berdasarkan kriteria ketuntasan minimal (KKM) untuk mata pelajaran matematika yang ditetapkan di SMP Adabiyah Palembang, yaitu 75. Dengan demikian dapat diambil kesimpulan mengenai efektivitas model pembelajaran Number Heads Together (NHT) adalah sejauh mana usaha yang dilakukan dengan model pembelajaran Number Heads Together (NHT) dalam pencapaian suatu tujuan yang telah direncanakan, yaitu hasil belajar matematika siswa.

(46)

pembelajaran Number Heads Together (NHT) terhadap hasil belajar matematika siswa.

H. Kajian Hasil Penelitian Terdahulu yang Relevan

Dalam penelitian ini penulis merujuk dari beberapa hasil penelitian terdahulu, diantaranya adalah :

1. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Gita Puspitasari (2010) yang berjudul “Pengaruh Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Number Heads Together (NHT) Terhadap Kemampuan Pemahaman Matematika Siswa Kelas VII di SMP Negeri 17 Cirebon”, dapat disimpulkan bahwa

penggunaan model pembelajaran Number Heads Together (NHT) dapat meningkatkan pemahaman matematika siswa kelas VII di SMP Negeri 17 Cirebon.

Perbedaan penelitian yang dilakukan oleh Gita Puspitasari ini dengan penelitian saya adalah pada penelitian yang dilakukan Gita Puspitasari untuk melihat pengaruh penggunaan model pembelajaran Number Heads Together (NHT) terhadap kemampuan pemahaman matematika siswa sedangkan pada penelitian saya untuk melihat efektivitas model pembelajaran Number Heads Together (NHT) terhadap hasil belajar matematika siswa.

(47)

meningkatkan keaktifan belajar kimia siswa kelas XI SMA Negeri 14 Palembang.

Perbedaan penelitian yang dilakukan oleh Meylisa Fitriana ini dengan penelitian saya adalah pada penelitian yang dilakukan Meylisa Fitriana melakukan penerapan model pembelajaran Number Heads Together (NHT) untuk meningkatkan keaktifan siswa pada mata pelajaran kimia sedangkan pada penelitian saya untuk melihat efektivitas model pembelajaran Number Heads Together (NHT) terhadap hasil belajar matematika siswa.

3. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Femi Septi Ana (2012) yang berjudul “Pengaruh Model Pembelajaran Berbasis Masalah Terhadap Hasil Belajar

Matematika Siswa Pada Pokok Bahasan Aritmatika Sosial Kelas VII SMP Negeri 9 Palembang”, dapat disimpulkan bahwa dengan menggunakan model pembelajaran berbasis masalah dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa pada bokok bahasan aritmatika sosial kelas VII SMP Negeri 9 Palembang.

Perbedaan penelitian yang dilakukan oleh Femi Septi Ana ini dengan penelitian saya adalah pada penelitian yang dilakukan Femi Septi Ana untuk melihat pengaruh model pembelajaran berbasis masalah terhadap hasil belajar matematika siswa sedangkan pada penelitian saya untuk melihat efektivitas model pembelajaran Number Heads Together (NHT) terhadap hasil belajar matematika siswa.

(48)

matematika serta penggunaan model pembelajaran berbasis masalah untuk melihat pengaruhnya terhadap hasil belajar matematika siswa maka peneliti akan mencoba untuk melakukan penelitian dengan menggunakan model pembelajaran Number Heads Together (NHT) terhadap hasil belajar matematika siswa dengan judul penelitian Efektivitas Model Pembelajaran Number Heads Together (NHT) Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas VIII Pada Sistem Persamaan Linear Dua Variabel di SMP Adabiyah Palembang”. Dengan harapan mendapatkan hasil yang sama baiknya atau lebih baik dari penelitian sebelumnya.

I. Hipotesis

Berdasarkan latar belakang masalah, tinjauan pustaka, dan hasil penelitian terdahulu yang telah dipaparkan, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

H0 : Penggunaan Model Pembelajaran Number Heads Together (NHT) Tidak

Efektif Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas VIII Pada Materi Sistem Persamaan Linear Dua Variabel di SMP Adabiyah Palembang.

Ha : Penggunaan Model Pembelajaran Number Heads Together (NHT) Efektif

(49)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Adapun jenis penelitian ini adalah jenis penelitian kuantitatif dengan metode eksprimen. Metode penelitian eksprimen merupakan penelitian yang digunakan untuk mencari pengaruh treatment (perlakuan) tertentu (Sugiyono, 2012:11). Penelitian ini berusaha menjawab efektivitas dari perlakuan yang diberikan penggunaan model pembelajaran Number Heads Together (NHT) terhadap hasil belajar matematika siswa kelas VIII pada materi sistem persamaan linear dua variabel di SMP Adabiyah Palembang. Rancangan penelitian yang digunakan pada penelitian ini disajikan sebagai berikut:

Tabel 1 Rancangan Penelitian

Kelompok Perlakuan Tes

Eksperimen

Kontrol

Pembelajaran dilakukan dengan menggunakan model pembelajaran Number Heads Together (NHT) Pembelajaran dilakukan dengan model pembelajaran konvensional

Tes

Tes

B. Desain Penelitian

(50)

sebagai kelompok kontrol diambil secara random dari populasi tertentu. True experimental ini terbagi menjadi dua bentuk yaitu, Posttest Only Control Group Design dan Pretest-Posttest Control Group Design (Sugiyono, 2012: 112).

Dalam penelitian ini yang akan digunakan adalah Pretest-Posttest Control Group Design dimana terdapat dua kelompok yang dipilih secara random, kemudian diberi pretest untuk mengetahui keadaan awal adakah perbedaan antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Kelompok eksperimen adalah kelompok yang diberikan treatment, yaitu dengan menggunakan model pembelajaran Number Heads Together (NHT). Sedangkan kelompok kontrol adalah kelompok yang tidak diberikan treatment.

Adapun pola dari Pretest-Posttest Control Group Design ditunjukkan sebagai berikut.

(Sugiyono 2012:112)

Keterangan :

E : Kelas Eksperimen, yaitu kelas yang menggunakan model model pembelajaran Number Heads Together (NHT).

K : Kelas Kontrol, yaitu kelas yang menggunakan model pembelajaran konvensional.

X : Treatment (Penggunaan Model Pembelajaran Number Heads Together).

E O1 X O2

K O3 O4

(51)

O1 dan O3 : Tes awal untuk melihat kemampuan awal siswa sebelum treatment

dilakukan.

O2 dan O4 : Tes akhir untuk melihat kemampuan akhir siswa setelah treatment

dilakukan.

Dalam desain penelitian ini terdapat dua kali analisis yang akan dilakukan. Analisis yang pertama adalah menguji kemampuan awal antara kelas eksperimen dan kelas kontrol (O1 : O3). Pengujiannya dilakukan

menggunakan teknik t-test untuk dua sampel besar yang satu sama lain tidak mempunyai hubungan. Hasil yang diharapkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara kemampuan awal kelas eksperimen dan kelas kontrol, yaitu O1 dan O3.

Analisis yang kedua adalah untuk menguji hipotesis yang diajukan. Dalam hal ini hipotesis yang diujikan adalah “Penggunaan Model Pembelajaran Number Heads Together (NHT) Efektif Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas VIII Pada Materi Sistem Persamaan Linear Dua Variabel di SMP Adabiyah Palembang”. Teknik statistik yang digunakan untuk

menguji hipotesis tersebut adalah teknik t-test untuk dua sampel besar yang satu sama lain tidak mempunyai hubungan. Yang diuji adalah perbedaan antara O2 dan O4. Jika terdapat perbedaan dimana O2 lebih besar dari O4 maka

hipotesis diterima sebaliknya hipotesis ditolak jika O2 lebih kecil atau sama

(52)

C. Variabel Penelitian

Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel terikat (Sugiyono, 2012:61). Variabel bebas dalam penelitian ini adalah pembelajaran matematika dengan menggunakan model pembelajaran Number Heads Together (NHT). Sedangkan variabel terikat adalah variabel dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas (Sugiyono, 2012:61). Variabel terikat dalam penelitian ini adalah hasil belajar matematika siswa.

Selain variabel bebas dan variabel terikat, dalam penelitian ini terdapat juga variabel kontrol. Variabel kontrol adalah variabel yang dikendalikan atau dibuat konstan sehingga hubungan variabel tidak terikat dan variabel terikat tidak dipengaruhi oleh faktor luar yang tidak diteliti. Variabel kontrol dalam penelitian ini adalah pembelajaran matematika dengan menggunakan model pembelajaran konvensional.

D. Definisi Operasional Variabel

(53)

nomor anggota atau pemberian jawaban, (f) Memberi kesimpulan, dan (g) Memberikan penghargaan.

2. Hasil belajar matematika siswa adalah penguasaan dan perubahan tingkah laku setelah dilaksanakannya proses pembelajaran yang diwujudkan dalam bentuk nilai atau angka. Hasil belajar siswa yang dimaksud adalah tes hasil belajar dalam bentuk soal uraian tentang materi yang sudah dipelajari. Indikator hasil belajar pada ranah kognitifnya adalah pemahaman dan aplikasi.

3. Model pembelajaran konvensional adalah model pembelajaran yang berpusat pada guru dimana guru kurang melibatkan siswa dalam kegiatan pembelajaran sehingga menjadikan siswa lebih banyak menunggu sajian guru dari pada mencari dan menemukan sendiri pengetahuan yang mereka butuhkan. Selain itu menjadikan siswa berperan pasif ketika proses belajar mengajar berlangsung dan siswa cenderung menerima keputusan guru dalam pengajaran yang diberikan oleh guru.

E. Populasi dan Sampel 1. Populasi

(54)

yaitu kelas VIII.1, kelas VIII.3, kelas VII.3, dan kelas VIII.4 tahun ajaran 2013/2014 semester ganjil.

Tabel 2

Data Populasi Siswa Kelas VIII

No. Kelas Jenis Kelamin Jumlah

Laki-laki Perempuan

1. VIII.1 20 17 37

2. VIII.2 18 19 37

3. VIII.3 17 20 37

4. VIII.4 18 19 37

Jumlah 148

2. Sampel

(55)

Number Heads Together (NHT) dan kelas VIII.4 sebagai kelas kontrol menggunakan model pembelajaran konvensional. Dalam hal menentukan kelas eksperimen dan kelas kontrol berdasarkan pada beberapa pertimbangan dari guru mata pelajaran matematika yang bersangkutan.

Tabel 3

Data Sampel Siswa Kelas VIII

No. Kelas Jenis Kelamin Jumlah

Laki-laki Perempuan

1. VIII.3 17 20 37

2. VIII.4 18 19 37

Jumlah 74

F. Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Tahap Persiapan

a) Menentukan sampel penelitian dan menentukan kelas yang akan mendapat treatment dan yang tidak (kelas kontrol dan kelas eksperimen).

b) Menyiapkan perangkat pembelajaran, yaitu Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), soal tes awal (pretest), Lembar Kerja Siswa (LKS), soal tes akhir (posttest), kunci jawaban, dan pedoman penskoran.

c) Uji coba perangkat tes

Tes diuji coba dengan menggunakan analisis tingkat kevalidan dan reliabilitas.

2. Tahap Pelaksanaan

(56)

b) Pada pembelajaran, memberikan perlakuan berupa pembelajaran pada kedua kelas. Pada kelas eksprimen diterapkan pembelajaran menggunakan model pembelajaran Number Heads Together (NHT), sedangkan pada kelas kontrol diterapkan pembelajaran mengggunakan model pembelajaran konvensional.

c) Kedua kelompok diberi tes akhir (posttest) pada akhir pembelajaran.

3. Tahap Pelaporan

a) Analisis data untuk mengui hipotesis b) Menyimpulkan hasil penelitian

G. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data adalah cara-cara yang digunakan untuk memperoleh data-data empiris yang digunakan untuk dapat mencapai tujuan penelitian. Sedangkan alat yang digunakan untuk mengumpulkan data disebut dengan instrumen penelitian. Pada penelitian ini sebagaimana telah dijelaskan di atas bahwa tujuan penelitian adalah mengetahui hasil belajar siswa setelah mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran Number Heads Together, maka instrumen penelitian yang digunakan untuk mengukur hasil belajar siswa adalah tes.

(57)

tersebut dapat dihasilkan nilai yang melambangkan tingkah laku atau prestasi testee, nilai mana dapat dibandingkan dengan nilai-nilai yang dicapai oleh testee lainnya atau dibandingkan dengan nilai standar tertentu (Sudijono, 2009:67). Instrumen tes dalam penelitian ini berupa tes tertulis. Tes tertulis adalah jenis tes dimanan tester dalan mengajukan butir-butir pertanyaan atau soalnya dilakukan secara tertulis dan testee memberikan jawabannya juga secara tertulis (Sudijono, 2009:75). Tes tertulis ini berupa soal-soal berbentuk uraian yang berkaitan dengan mata pelajaran. Tes dalam penelitian ini dibagi menjadi dua bagian, yaitu pretest dan posttest. Dalam soal pretest dan posttest, konsep dan materinya sama yang berbeda hanya angka pada masing-masing soal pretest dan posttest tesebut.

Tipe tes yang digunakan dalam penelitian ini adalah tipe uraian dengan pertimbangan sebagai berikut :

1. Tipe tes uraian memungkinkan peneliti untuk melihat proses berpikir dan sejauh mana pemahaman siswa.

2. Peneliti dapat mengetahui letak kesalahan dan kesulitan siswa

3. Terjadinya bias hasil tes dapaat dihindari, karena tidak ada sistem tebak-tebakan atau untung-untungan yang sering yang sering terjadi pada soal tipe pilihan ganda.

Tabel 4

Kisi-kisi Soal Pretest dan Posttest

Standar Kompetensi

Kompetensi Dasar Indikator Nomor

Soal

(58)

nya dalam

Sebelum menganalisis data penelitian, terlebih dahulu soal tes diuji validitas, reliabilitas, dan tingkat kesukarannya, kemudian dilanjutkan analisis data tes secara deskriptif dan analisis data tes secara inferensial dimulai dengan uji prasyarat analisis, yaitu uji normalitas dan uji homogenitas, selanjutnya dilakukan uji kesamaan dua rata-rata awal sebelum perlakuan dan terakhir adalah uji hipotesis. Langkah-langkah pengujiannya dijelaskan sebagai berikut.

1. Uji Validitas

(59)

disusun itu. Mungkin para ahli akan memberikan keputusan, yaitu instrumen dapat digunakan tanpa perbaikan, ada perbaikan, dan mungkin dirombak total. Jumlah tenaga ahli yang digunakan minimal tiga orang dan sesuai lingkup yang di teliti. Setelah pengujian konstruksi dari ahli dan berdasarkan pengalaman empiris di lapangan selesai, maka diteruskan dengan uji coba instrumen. Instrumen tersebut diujicobakan pada sampel dari mana populasi diambil. Rumus yang digunakan adalah Korelasi Product Moment.

𝑟𝑥𝑦 = 𝑛 𝑋𝑌− 𝑋 𝑌

𝑛 𝑋2− 𝑋 2 𝑛 𝑌2 𝑌 2 (Sugiyono, 2012:255)

Keterangan :

rxy = koefisien Korelasi Product Moment X = skor tiap pertanyaan/item

Y = skor total

n = jumlah responden

Kemudian hasil rxy yang didapat dari perhitungan dibandingkan dengan harga tabel r product moment. Harga rtabel dihitung dengan taraf signifikasi 5% dan n sesuai dengan resonden. Jika rxy > rtabel, maka dapat dinyatakan

(60)

2. Uji Reliabilitas

Suatu instrumen disebut reliabilitas apabila instrumen yang digunakan berapa kali untuk mengukur obyek yang sama akan menghasilkan data yang sama (Sugiyono, 2012:173). Pengujian reliabilitas dengan internal consistency, dilakukan dengan cara mecobakan instrumen sekali saja kemudian yang data diperoleh dianalisis dengan teknik tertentu. Untuk mengetahui reliabilitas perangkat tes bentuk uraian digunakan rumus Alpha.

Kemudian hasil r11 yang didapat dari perhitungan dibandingkan dengan harga tabel r product moment. Harga rtabel dihitung dengan taraf signifikasi 5% dan n sesuai dengan jumlah butir soal. Jika r11 > rtabel, maka dapat

(61)

3. Uji Tingkat Kesukaran

Menurut Depdikbud (1993:22), tingkat kesukaran soal adalah peluang untuk menjawab benar suatu soal pada tingkat kemampuan tertentu yang biasanya dinyatakan dalam bentuk indeks. Indeks tingkat kesukaran ini pada umumnya dinyatakan dalam bentuk proporsi yang besarnya berkisar antara 0,00 – 1,00.

Menurut Depdikbud (1993:23), rumus untuk menghitung tingkat kesukaran soal uraian adalah :

𝑇𝐾 = 𝑥

𝑆𝑚

Keterangan:

𝑇𝐾= tingkat kesukaran

𝑥 = skor rata-rata siswa untuk soal nomor butir soal

𝑆𝑚 = skor maksimum yang telah ditetapkan pada pedoman penskoran

Menurut Depdikbud (1993:23), untuk menentukan kriteria butir soal mudah, sedang atau sukar digunakan pedoman sebagai berikut.

Soal dengan indeks TK 0,00 – 0,30 adalah sukar Soal dengan indeks TK 0,30 – 0,70 adalah sedang Soal dengan indeks TK 0,70 – 1,00 adalah mudah

4. Analisis Data Tes

a. Analisis Data Tes Secara Deskriptif

(62)

belajar tersebut dikategorikan berdasarkan kategori hasil belajar sebagai berikut.

Tabel 5

Kategori Hasil Belajar

Nilai Siswa Kategori

80 – 100 Baik Sekali

66 – 79 Baik

56 – 65 Cukup

46 – 55 Kurang

0 – 45 Gagal

Untuk mengukur ketuntasan belajar siswa, maka dapat dilihat dari standar Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) untuk mata pelajaran matematika yang telah ditetapkan oleh SMP Adabiyah Palembang, yaitu 75. Jika hasil belajar siswa ≥ 75 maka siswa dikatakan tuntas dan jika hasil belajar siswa < 75 maka siswa dikatakan tidak tuntas.

b. Analisis Data Tes Secara Inferensial 1) Uji Prasyarat Analisis

(63)

a) Uji Normalitas

Uji normalitas ini digunakan untuk mengetahui apakah data kedua kelompok berdiistribusi normal atau tidak. Pada penelitian ini uji normalitas menggunakan rumus kemiringan, yaitu :

𝐾𝑒𝑚𝑖𝑟𝑖𝑛𝑔𝑎𝑛= 𝑋 −𝑆 𝑀𝑜 (Sudjana, 2005:109) Keterangan :

𝑋 = rata-rata

𝑀𝑜 = modus

𝑆 = simpangan baku

Kedua sampel dikatakan berdistribusi normal jika (-1<Kemiringan<1).

b) Uji Homogenitas

Uji homogenitas bertujuan untuk mengetahui apakah kedua kelompok mempunyai varians yang sama atau tidak. Jika kedua kelompok mempunyai varians yang sama maka kelompok tersebut dikatakan homogen. Pengujian varians dapat dilakukan dengan cara uji F dengan hipotesis :

H0: σ12= σ22 (varians data homogen)

Ha : σ12≠ σ22 (varians data tidak homogen)

Keterangan :

σ12 = varians kelas eksperimen

σ22 = varians kelas kontrol

(64)

Rumus uji F, yaitu : 𝐹𝑕𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 =𝑉𝑎𝑟𝑖𝑎𝑛𝑠 𝑇𝑒𝑟𝑏𝑒𝑠𝑎𝑟

𝑉𝑎𝑟𝑖𝑎𝑛𝑠 𝑇𝑒𝑟𝑘𝑒𝑐𝑖𝑙 (Sudjana, 2005:250)

Kriteria pengujian tolak H0 jika FhitungF1/2 (nb-1), (nk-1) dengan taraf

nyata 5% dan dk pembilang = (nb-1) dan dk penyebut = (nk-1).

Keterangan:

nb = banyaknya data yang variansnya lebih besar

nk = banyaknya data yang variansnya lebih kecil

2) Uji Kesamaan Dua Rata-rata Awal Sebelum Perlakuan

(65)

Rumus Standard Error : 𝑆𝐸= 𝑆𝐷

𝑁− 1 (Sudijono, 2011:347)

Rumus Standard Error Perbedaan Mean kelas eksprimen dan kelas kontrol :

𝑆𝐸𝑀1𝑀2 = 𝑆𝐸𝑀1 + 𝑆𝐸𝑀2 (Sudijono, 2011:347)

Hipotesis pengujiannya sebagai berikut : Hipotesis Deskriptif :

H0 : Tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara kemampuan

awal kelas eksperimen dan kelas kontrol.

Ha : Terdapat perbedaan yang signifikan antara kemampuan

awal kelas eksperimen dan kelas kontrol. Hipotesis Statistik :

H0 : μ1≤μ2 = rata-rata pretest kelas eksperimen kurang dari atau

sama dengan rata-rata kelas kontrol.

Ha : μ1 > μ 2 = rata-rata pretest kelas eksperimen lebih dari rata-rata

kelas kontrol. Keterangan :

μ1 = rata-rata pretest kelas eksperimen

μ2 = rata-rata pretest kelas kontrol

(66)

3) Uji Hipotesis

Gambar

Grafik yang menunjukkan sistem persamaan x + y = 4 dengan 3x + y = 6
Tabel 1
Tabel 2
Tabel 3
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dapat dilihat melalui data berikut ini, Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil SMD (Survey Mawas Diri) pada tahun 2014, Desa Cilayung memiliki jumlah akseptor

b) PVC atau polivinilklorida, juga merupakan plastik yang digunakan pada pembuatan pipa pralon dan pelapis lantai... c) Etanol, merupakan bahan yang sehari-hari dikenal dengan

Saya akan berperan lebih banyak selama belajar matematika dalam kelompok pada hari-hari yang akan datang dan saya yakin hal itu bisa saya lakukan. Berdoalah sebelum

sebagaimana yang telah saudara sampaikan pada Dokumen Penawaran Administrasi, Teknis dan Biaya beserta Staf Teknis / Administrasi Perusahaan Saudara (jika diperlukan) guna menunjang

SEKAYU, 25 September 2011 PEJABAT PENGADAAN BARANG/JASA DINAS KOPERASI, UMKM DAN PENGELOLAAN PASAR KABUPATEN MUSI BANYUASIN TAHUN ANGGARAN 2012 ( Empat Puluh Satu Juta Tujuh

48 APLIKASI TEORI COMFORT KOLCABA DALAM PENANGANAN RESIKO GANGGUAN KESEIMBANGAN CAIRAN DAN ELEKTROLIT PADA ANAK PASCA.. PEMBEDAHAN DI RUANG BCH RSUPN Dr.

Pada bidang kehutanan dan lahan gambut, mitigasi dapat dilakukan melalui penurunan emisi dari pencegahan deforestasi dan degradasi hutan, serta

Berdasarkan permasalahan diatas, maka Universitas Pancasila khususnya Fakultas Teknik berniat menyelenggarakan seminar berskala nasional yang bertujuan untuk