• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hukum pidana (5) Subjek hukum pidana

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Hukum pidana (5) Subjek hukum pidana"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

Disusun Oleh:

1163050005 Adellia Rahma Maharani 1163050022 Dhimas Fadillah Hermady 1163050033 Fatma Ayu Pratiwi

1163050040 Hasbi Idrus

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM III/A

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SUNAN GUNUNG DJATI

(2)

Bismillahirrahmanirrahim,

Segala puji kehadirat Allah S.W.T yang Maha kuasa atas segala limpahan rahmat sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah ini dalam bentuk serta isinya yang sangat sederhana. Solawat serta salam tak lupa kita haturkan keharibaan junjungan Nabi Muhammad SAW, yang telah membawa umatnya dan zaman kebodohan hingga zaman yang penuh dengan pengetahuan ini.

Penyusunan makalah ini di latar belakangi sebagai tugas terstruktur untuk memberikan informasi seputar Tindak Pidana Keamanan dan ketertiban. dalam penyusunan makalah ini, kami selaku penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada M. Irsan Nasution, S.H, M.H. sebagai pembimbing mata kuliah Hukum Pidana.

Kami menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu kami berharap adanya kritik, saran, dan usulan demi perbaikan makalah yang akan kami susun selanjutnya, karena tidak ada saran yang sempurna tanpa saran yang membangun.

Semoga makalah sederhana ini dapat bermanfaat dan menjadi pedoman bagi pembaca dalam mata kuliah Hukum Pidana. Sebelummnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan. Akhirul kalam,

Wassalamu’alaikum Wr.Wb.

Bandung, 25 Desember 2017

Penyusun

(3)

DAFTAR ISI...iii

BAB I PENDAHULUAN...1

A. Latar Belakang Masalah...1

B. Tujuan Penulisan...1

C. Kegunaan Penulisan...2

D. Kerangka Pemikiran...2

BAB II RUMUSAN MASALAH...18

BAB III PEMBAHASAN...19

A. Bentuk Kejahatan Ketertiban Umum...19

B. Hukum Bagi Pelaksana Demonstrasi Tanpa Pemberitahuan di Depan Kantor Pemerintahan...20

BAB IV SIMPULAN...26

DAFTAR PUSTAKA 29

(4)

Manusia sebagai makhluk sosial sangat membutuhkan rasa aman, tenteram dan terlindungi. Terutama segala yang berkaitan dengan hubungan atau interaksi terhadap sesama, sekitar dan komunitasnya. Setiap manusia memiliki kepentingan namun jika kepentingan itu salah sasaran maka dapat merugikan atau bahkan membahayakan orang lain. Negara sebagai payung tempat masyarakat berteduh wajib memberikan solusi dan melindungi segala kepentingan masyarakat agar tidak mengganggu dan saling merugikan antara yang satu dengan yang lainnya.

Hukum pidana di Indonesia dengan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana atau disebut sebagai KUHP telah memuat beberapa pasal mengenai sanksi bagi para pelaku kejahatan maupun pelanggar terhadap ketertiban umum. Ini semua tentu demi tercapainya masyarakat yang sejahtera dan merdeka, dalam arti bebas melaksanakan segala kepentingan namun tetap dalam koridor Undang-undang atau dengan kata lain tidak salah jalan. Oleh karena itu, makalah ini yang berjudul “Kejahatan Dan Pelanggaran Terhadap Ketertiban Umum” kiranya dapat memberi dan berbagi pengetahuan dari beberapa ulasan yang akan dipaparkan.

B. Tujuan Penulisan

A. Untuk menegetahui pengertian mengenai kejahatan dan pelanggaran terhadap ketertiban umum.

B. Untuk mengetahui bentuk – bentuk kejahatan ketertiban umum beserta unsurnya.

C. Untuk mengetahui perbuatan pelanggaran kejahatan ketertiban umum.

(5)

C. Kegunaan Penelitian 1. Secara teoritis

Hasil makalah ini diharapkan dapat memberikan sumbangan akademis bagi perkembangan ilmu hukum pada umumnya, juga dapat menambah wawasan pengetahuan dan memberikan sumbangan pemikiran terhadap pengembangan ilmu hukum pidana.

2. Secara Praktis

Secara praktis makalah ini ditunjukan kepada masyarakat umum, agar lebih mengetahui dan memahami tentang Keamanan dan ketertiban.

D. Kerangka Pemikiran

Sebelum pembahasan sampai pada pembahasan inti alangkah baiknya apabila pada bab ini penulis paparkan mengenai pengertian dari kejahatan dan pelanggaran terhadap kepentingan umum dengan harapan agar memudahkan kita semua di dalam mengkaji makalah selanjutnya.

1. Pengertian Kejahatan Terhadap Ketertiban Umum

Kejahatan terhadap ketertiban umum merupakan kata-kata yang dipakai oleh pembentuk undang-undang sebagai nama kumpulan bagi kejahatan-kejahatan yang di dalam undang-undang diatur dalam buku II bab V KUHP.

Menurut prof. Simons kata-kata kejahatan terhadap ketertiban umum ini merupakan kata yang sifatnya kurang jelas (vaag), sehingga susah untuk didefinisikan.1 Kurang jelas (vaag) di sini dikarenakan kejahatan-kejahatan yang terletak pada buku II bab V KUHP sebenarnya mempunyai sifat yang berbeda antara yang satu dengan yang lainnya.

Bahkan dengan jelas prof. Simons mengatakan hubungan antara kejahatan yang satu dengan kejahatan yang lain di dalam buku II bab V KUHP itu bersifat

(6)

“uiterst gering” atau hampir tidak ada hubungannya sama sekali antara kejahatan yang satu dengan kejahatan yang lainnya.

Dari pendapat yang dikemukakan oleh prof. Simon yang mengatakan bahwa kata-kata kejahatan terhadap ketertiban umum itu sifatnya adalah vaag menurut profesor-profesor van BEMMELEN-van HATTUM adalah benar, karena menurut penjelasan yang terdapat di dalam memorie van toelichting, kejahatan-kejahatan yang diatur dalam buku II bab V itu bukanlah kejahatan-kejahatan-kejahatan-kejahatan yang secara langsung ditujukan:2

· Terhadap keamanan negara;

· Terhadap tindakan-tindakan dari alat-alat perlengkapan negara, atau;

· Terhadap tubuh atau harta kekayaan dari seseorang tertentu.

Melainkan suatu kejahatan yang dapat mendatangkan bahaya bagi kehidupan masyarakat atau bagi “maatschappelijke leven” dan yang dapat menimbulkan gangguan dari ketertiban alamiah atau bagi “de natuurlijke orde der maattschappij”.

Selain itu kejahatan terhadap ketertiban umum juga dapat didefinisikan sebagai tindak pidana terhadap segala pernyataan di muka umum tentang perasaan permusuhan, kebencian atau merendahkan terhadap pemerintah Indonesia atau terhadap golongan penduduk.3

Dari penjelasan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa pengertian kejahatan terhadap ketertiban umum secara garis besarnya adalah sekumpulan kejahatan-kejahatan yang menurut sifatnya dapat menimbulkan bahaya terhadap keberlangsungan kehidupan masyarakat dan yang dapat menimbulkan gangguan-gangguan terhadap ketertiban alamiah di dalam masyarakat.

2. Pengertian Pelanggaran Terhadap Ketertiban Umum

2 -Van Bemmelen_Van Hattum , Hand-en Leerboek II, hlm.103

(7)

Mengenai definisi dari pelanggaran terhadap ketertiban umum, dari beberapa literatur tidak dapat ditemukan secara jelas, akan tetapi bila dilihat dari buku III bab II KUHP dapat disimpulkan bahwa pelanggaran terhadap ketertiban umum adalah suatu tindakan pelanggaran yang dilakukan oleh seseorang yang menurut sifatnya dapat menimbulkan bahaya terhadap keberlangsungan kehidupan masyarakat dan dapat menimbulkan gangguan-gangguan terhadap ketertiban dan kenyamanan di dalam masyarakat.

Perbedaan antara kejahatan terhadap ketertiban umum dan ketertiban umum adalah sebagai berikut:

Kejahatan :

• Buku II

• Pidana Penjara

• Hukuman lebih berat

• Percobaan dan membantu dipidana

• Pemeriksaan Biasa

• Perampasan barang tertentu

• ada delik pengaduan

Pelanggaran :

• Buku III

• Pidana Kurungan

• Hukuman ringan

• Percobaan tidak dipidana

(8)

• Tanpa perampasan barang

• Tidak perlu

d. Unsur-unsur yang terkandung adalah:

1. Unsur Obyektif: Menyebarluaskan, mempertunjukkan secara terbuka, menempelkan secara terbuka, suatu tulisan, suatu gambar.4

2. Unsur Subyektif: Dengan maksud agar tulisan atau gambar itu isinya diketahui oleh orang banyak atau diketahui secara lebih luas lagi oleh orang banyak.

Jika yang bersalah melakukan kejahatan tersebut pada waktu menjalankan pencariannya, dan pada saat itu belum lewat lima tahun sejak adanya pemidanaan tetap, maka dapat dilarang menjalankan pencarian tersebut. (Pasal 155 ayat 2).

3. Menyatakan Perasaan Tak Baik Terhadap Golongan Tertentu

Sebagaimana dimuat dalam pasal 156, yang menyatakan di muka umum dengan perasaan permusuhan, kebencian, atau penghinaan terhadap sesuatu atau golongan penduduk Indonesia.5

Yang dimaksud dengan golongan dalam pasal ini dan berikutnya adalah, setiap dari bagian penduduk Indonesia yang mempunyai perbedaan dengan satu atau beberapa bagian lainnya dari penduduk berdasarkan suku, daerah (afkomst), agama (goldsdienst), asal-usul (herkomst), keturunan (afstamming), kebangsaan (nationaliteit) atau kedudukan menurut hukum ketatanegaraan (staatsrechttelijken toestand).

Unsur-unsurnya hanya terdiri dari unsur-unsur Obyektif, yaitu:

1. di depan umum;

4 Wirjono Projodikoro, Tindak Pidana-pidan tertentu Di Indonesia, (Bandung: Refika Aditama, 2003) hlm.156

(9)

2. menyatakan atau memberikan pernyataan;

3. mengenai perasaan permusuhan, kebencian (undang-undang tidak menjelaskan mengenai perasaan yang dimaksud, dan agaknya telah diberikan kepada para hakim untuk memberikan interpretasi mengenai hal itu secara bebas);

4. merendahkan; terhadap satu atau lebih dari satu golongan penduduk Indonesia.

Walaupun Undang-undang tidak mensyaratkan keharusan adanya unsur kesengajaan (opzet), kiranya sudah cukup jelas kalau tindak-tindak pidana tersebut harus dilakukan dengan sengaja.

Sedangkan ketentuan yang pidana yang diatur dalam pasal 156 ini pada dasarnya melarang orang:

1. Dengan sengaja di depan umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan, yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia;

Yang mempunyai unsur:

a. Subyektif : dengan sengaja

b. Obyektif: di depan umum, mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama di Indonesia.

2. Dengan sengaja di depan umum mengeluarkan perasaan di depan umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan, dengan maksud supaya orang tidak menganut agama apapun juga yang bersendikan ke-Tuhanan Yang Maha Esa.

(10)

4. Menghasut di muka Umum

Barang siapa di depan umum, dengan lisan atau denga tulisan menghasut orang untuk melakukan sesuatu tindak pidana, untuk melakukan kekerasan terhadap kekuasaan umum atau untuk melakukan sesuatu ketidaktaatan lainnya, baik terhadap suatu peraturan undang-undang, maupun perintah jabatan yang telah diberikan berdasarkan suatu peraturan undang-undang. (Pasal 160).

Unsur-unsurnya hanya terdiri dari unsur-unsur obyektif, yaitu: mengahsut, dengan lisan atau tulisan, di depan umum, untuk melakukan sesuatu tindak pidana, untuk melakukan tindak kekerasan terhadap kekauasaan umum, melakukan suatu ketidaktaan terhadap peraturan undang-undang maupun suatu perintah jabatan sesuai dengan undang-undang.6

5. Menawarkan Bantuan untuk Melakukan Tindak Pidana

Barang siapa di depan umum menawarkan, baik dengan lisan maupun dengan tulisan, pemberian keterangan-keterangan, kesempatan atau sarana-sarana untuk melakukan sesuatu tindak pidana. (Ps. 162).

Unsur-unsurnya hanya terdiri dari unsur-unsur obyektif, yaitu: menawarkan dengan lisan atau dengan tulisan, memberikan keterangan-keterangan, kesempatan atau sarana-sarana untuk melakukan suatu tindak pidana, di depan umum.

Perbuatan menawarkan dengan lisan atau tulisan di depan umum tidak berarti selalu dilakukan di suatu tempat umum, melainkan cukup dengan tawaran yang diucapkan dengan lisan itu dapat di dengar oleh publik, atau tawaran dengan tulisan telah dilakukan dengan sedemikan rupa, hingga setiap orang yang ingin membaca tulisan tersebut dapat membacanya.

(11)

6. Pembujukan (Uitlokking) yang gagal

Pasal 163 bisa memuat suatu tindak pidana yang dimaksudkan membujuk untuk melakukan tindakan pidana, tetapi tindakan pembujukan ini gagal, karena tindak pidana itu kemudian tidak terjadi. Diancam dengan hukuman maksimum penjara enam tahun, dengan pngertian, bahwasanya tidak akan dijatuhi hukuman lebih berat daripada percobaan untuk pidana yang bersangkutan, atau apabila percobaan (poging) ini tidak dikenai hukuman, tidak akan lebih berat daripada hukuman yang diancamkan kepada tindak pidana yang bersangkutan. Menurut ayat 2, peraturan ayat 1 tidak berlaku, jika tindak pidana itu atau percobaan yang dapat dihukum tidak terjadi karena hal yang bergantung pada kemauan si pelaku.

7. Tidak melaporkan akan adanya tindak pidana tertentu

Hal ini telah ditentukan pasal 164 dan 165

pasal 164:

“barang siapa mengetahui tentang adanya suatu pemufakatan untuk melakukan salah satu kejahatan, seperti yang dimaksudkan dalam pasal 104,107,108,113,115,124,187, dan 187bis KUHP, sedang dilakukannya kejahatan tersebut pada waktu itu masih dapat dicegah, dengan sengaja tidak memberitahukan secukupnya tentang hal tersebut kepada pejabat–pejabat kejaksaan atau kepolisian, ataupun kepada orang yang terancam, maka jika kejahatan itu kemudian benar-benar terjadi, dipidana dengan penjara paling selama-lamanya satu tahun dan empat minggu atau dengan pidana denda setinggi-tingginya empat ribu lima ratus rupiah”

Unsur pasal 164:

(12)

b. Obyektif: tidak memberitahukan tentang hal tersebut pada waktunya dengan cukup kepada pejabat–pejabat kejaksaan atau kepolisian, ataupun kepada orang yang terancam.

Unsur pasal 165 (1)

a. Subyektif: sengaja dan mengetahui tentang maksud untuk melakukan salah satu kejahatan yang diatur dalam pasal 104, 106,107, 108, 110-113, 115-129, dan pasal 131, disertai dalam keadaan perang, pengkhianatan secara militer (yang hanya dapat dilakukan oleh seorang militer menurut KUHPMiliter), pembunuhan dengan direncanakan terlebih dahulu, penculikan, pemerkosaan, kejahatan yang diatur dalam Bab VII sejauh kejahatan itu menimbulkan bahaya bagi nyawa, salah satu kejahatan dalam pasal 224-228,dan 250, dan salah satu kejahatan yang diatur dalam pasal 264 dan 275.

b. Obyektif tidak memberitahukan tentang hal tersbut pada waktunya dengan cukup kepada pejabat–pejabat kejaksaan atau kepolisian ataupun kepada orang yang terancam, dan pada saat di mana pelaksanaan dari kejahatan tersebut masih dapat dicegah.

Unsur pasal 165 (2)

a. Subyektif: sengaja dan mengetahui tentang telah dilakukannya suatu kejahatan dalam pasal (1).

b. Tidak melakukan pemberitahuan yang sama, pada saat dimana akibat-akibatnya masih dapat dicegah.

Mengenai kata “ kejahatan yang telah dilakukan”, harus dihubungkan dengan jenis kejahatan yang bersangkutan, apakah kejahatan itu merupakan “kejahatan formal” atau “kejahatan materiil” keamudian dihubungkan dengan kehendak undang-undang yang mengatakan bahwa pemberitahuan itu harus dilakukan “pada saat dimana akibatnya masih dapat dicegah”7

(13)

8. Merusak keamanan di rumah (Huisvrede-Breuk)

Tindak pidana memasuki sebuah rumah atau sebuah ruangan yang tertutup atau yang dipakai oleh orang lain secara melawan hukum (dapat diartikan tanpa wewenang dan tanpa hak) yang telah diatur dalam pasal 167. Hal yang diatur di dalamnya sebenarnya hanya satu tindak pidana, yaitu gangguan terhadap kebebasan bertempat tinggal (huisvredebruk). Karena gangguan yang diterapkan dalam pasal tersebut, dapat dilakukan dengan cara yang berbeda, maka undang-undang juga telah memberikan akibat-akibat hukum yang berbeda bagi pelakunya.

Tindak pidana yang diatur dalam pasal 167 (1), hanya terdiri dari unsur obyektif, yaitu melawan hukum, memasuki dengan paksa, ke dalam suatu tempat tinggal (tempat tinggal yang diperuntukkan dan disusun sebagai tempat tinggal, hingga termasuk di dalamnya kendaraan yang dipakai atau diperuntukkan sebgai tempat tinggal), ruangan atau halaman tertutup, yang dipakai orang lain, berada di sana, tidak segera pergi setelah ada permintaan dari atau atas nama orang yang berhak.

Namun tidak dapat disangkal bahwa kata “memasuki dengan paksa” harus dilakukan dengan sengaja.

Sedangkan pasal 167 (2), menyebutkan beberapa peristiwa yang dapat disamakan dengan perbuatan “memasuki dengan paksa” sebuah tempat tinggal, ruangan, atau halaman tertutup yang dipakai oleh orang lain, yakni:

a. memasuki dengan melakukan pembongkaran atau pemanjatan

b. memasuki dengan kunci palsu

c. memasuki dengan memakai perintah atau seragam palsu

(14)

9. Memasuki ruangan dinas umum (Openbare Dienst)

Pasal 168, memuat suatu tindak pidana yang sama dengan pasal 167, hanya dengan perbedaan pada perbuatan dalam terhadap suatu ruangan yang dipakai untuk dinas umum, dan persamaan yang berhak pada pegawai negeri yang berkuasa di situ.

Dijelaskan dalam pasal lain tentang memaksa masuk kantor pemerintah yaitu:

Pasal 304

a. Setiap orang yang secara melawan hukum memaksa masuk ke dalam kantor pemerintah yang melayani kepentingan umum atau yang berada di dalamnya dan atas permintaan pejabat yang berwenang tidak segera pergi meninggalkan tempat tersebut, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak Kategori II.

b. Dianggap masuk dengan memaksa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), setiap orang yang masuk dengan merusak, memanjat, atau dengan menggunakan anak kunci palsu, perintah palsu, pakaian dinas palsu, atau yang dengan tidak setahu lebih dahulu pejabat yang berwenang serta bukan karena kekhilafan masuk dan kedapatan di dalam tempat tersebut pada malam hari.

c. Jika pembuat tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) mengeluarkan ancaman atau menggunakan sarana yang dapat menakutkan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak Kategori II

10. Turut serta dalam perkumpulan terlarang

Pasal 169, memuat suatu tindak pidana:

(15)

peraturan umum, dan perkumpulan yang punya maksud untuk melakukan kejahatan-kejahatan, seperti pencurian, pencopetan, atau penyelundupan barang-barang ekspor dan impor.

Ke-2: turut serta dalam suatu perkumpulan yang bertujuan untuk melakukan pelanggaran.

Yang dimaksud turut serta, menurut Prof. Noyon-Langemeijer, yakni: masuk sebagai anggota, memberi sumbangan, melakukan propaganda, dan atas permintaaan berbicara dalam pertemuan (menghadiri saja tidak masuk dalam pengertiannya) .

Ke-3: yang diatur dalam pasal 169 (3), merupakan keadaan yang memberatkan pidana. Adapun keadaan yang dimaksud adalah, keadaan pribadi pelaku sebagai pendiri dan pengurus perkumpulan yang dimaksudkan dalam pasal 169 KUHP.

11. Menggangu ketentraman

Pasal 172, menyebutkan, bahwa barang siapa dengan sengaja mengganggu kesejahteraan dengan mengeluarkan teriakan-teriakan atau tanda-tanda palsu, dapat mengakibatkan ancaman tindak pidana sesuai dengan yang diatur dalam pasal ini.

12. Mengganggu dan merintangi rapat umum, upacara agama dan upacara penguburan jenazah

(16)

13. Penguasaan dan Memasukkan atau Mengeluarkan ke atau dari Indonesia

Senjata Api, Amunisi, Bahan Peledak, dan Senjata Lain

Setiap orang yang tanpa hak memasukkan ke wilayah negara Republik Indonesia, membuat, menerima, mencoba memperoleh, menyerahkan atau mencoba menyerahkan, menguasai, membawa, mempunyai persediaan, memiliki, menyimpan, mengangkut, `menyembunyikan, mempergunakan, atau mengeluarkan dari wilayah negara Republik Indonesia senjata api, amunisi dan/atau bahan peledak dan bahan-bahan lainnya yang berbahaya, gas air mata, dan peluru karet, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun. Pasal 294

Setiap orang yang tanpa hak memasukkan ke wilayah negara Republik Indonesia, membuat, menerima, mencoba memperoleh, menyerahkan atau mencoba menyerahkan, menguasai, membawa, mempunyai persediaan, memiliki, menyimpan, mengangkut, menyembunyikan, mempergunakan, atau mengeluarkan dari wilayah negara Republik Indonesia senjata pemukul, penikam, atau penusuk, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 9 (sembilan) tahun. Pasal 295

14. Penyadapan

Setiap orang yang secara melawan hukum dengan alat bantu teknis mendengar pembicaraan yang berlangsung di dalam atau di luar rumah, ruangan atau halaman tertutup, atau yang berlangsung melalui telepon padahal bukan menjadi peserta pembicaraan tersebut, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak Kategori II. Pasal 300

(17)

Setiap orang yang secara melawan hukum memiliki barang yang diketahui atau patut diduga memuat hasil pembicaraan yang diperoleh dengan mendengar atau merekam, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak Kategori II. Pasal 302

Pasal 303 menjelaskan, Dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak Kategori II, setiap orang yang :

a. mempergunakan kesempatan yang diperoleh dengan tipu muslihat, merekam gambar dengan mempergunakan alat bantu teknis seorang atau lebih yang berada di dalam suatu rumah atau ruangan yang tidak terbuka untuk umum sehingga merugikan kepentingan hukum orang tersebut;

b. memiliki gambar yang diketahui atau patut diduga diperoleh melalui perbuatan

sebagaimana dimaksud pada huruf a; atau

c. menyiarkan gambar sebagaimana dimaksud pada huruf b.

15. Gangguan terhadap Benih dan Tanaman

Setiap orang yang tanpa wewenang membiarkan unggas yang diternaknya berjalan di kebun atau tanah yang telah ditaburi benih atau tanaman milik orang lain, dipidana dengan pidana denda paling banyak Kategori I. Pasal 3238

(1) Setiap orang yang tanpa wewenang, membiarkan ternaknya berjalan di kebun, tanah perumputan, tanah yang ditaburi benih atau penanaman, tanah yang disiapkan untuk ditaburi benih, ditanami, atau yang hasilnya belum diangkut, milik orang lain atau yang oleh pemiliknya dengan secara jelas dinyatakan dilarang untuk dimasuki, dipidana dengan pidana denda paling banyak Kategori I.

(2) Ternak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dirampas. Pasal 324

(18)

Setiap orang yang tanpa wewenang, berjalan atau berkendaraan di atas tanah pembenihan, penanaman atau yang disiapkan untuk itu, yang merupakan milik orang lain, dipidana dengan pidana denda paling banyak Kategori I. Pasal 325

16. Tindak pidana mengenai kuburan atau mayat

Dalam hal ini, dijelaskan oleh pasal 178-181, disebutkan, bahwa:

1. seseorang sengaja menghalang-halangi atau merintangi jalan masuk ke dalam kuburan (178)

2. dengan sengaja dan dengan melanggar hukum merusak suatu makam atau suatu tanda peringatan di atas suatu kuburan

3. dengan sengaja dan dengan melanggar hukum mengeluarkan mayat dari kuburan atau mengambil, memindahkan, atau mengangkut mayat yang sudah dikeluarkan dari kuburan

4. mengubur, menyembunyikan, membawa pergi, atau meghilangkan mayat dengan maksud akan menyembunyikan matinya atau lahirnya orang itu.

Menurut Noyon-Langermeyer, tidak lagi ada mayat apabila ada tubuh seseorang yang meninggal sudah tidak berupa manusia, jadi sudah menjadi kerangka (garaamte). Sedangkan mumi, terdapat perbedaan pendapat antara Noyon dan Langermeyer. Menurut Noyon, mumi adalah mayat, seperti yang dimaksudkan dalam pasal-pasal tersebut. Sedangkan Langermeyer membuka kemungkinan bahwa mumi tidak merupakan mayat dalam pandangan suatu masyarakat modern.9

f. Pelanggaran Mengenai Ketertiban Umum

(19)

Pelanggaran terhadap ketertiban umum adalah tindak pidana yang bermacam-macam sifatnya, dan yang tampaknya sukar dapat dimasukkan ke dalam titel-titel lain dari KUHP.10

Bentuk-bentuk

a. Membuat ingar atau gaduh

Dalam pasal 503 adanya larangan:

1. Membuat ingar atau gaduh diantara orang-orang tetangga (rumoer of buren geructh), yang mengakibatkan dapat terganggunya ketenteraman malam (nachrust).

2. Membuat ingar di dekat rumah ibadat atau gedung pengadilan pada waktu dilakukan ibadat atau pemeriksaan perkara.

Yang dimaksud dengan ingar adalah membuat ramai di dalam rumah, sehingga orang-orang tetangga terdekat terganggu dalam ketentraman malam. Sedangkan gaduh diantara tetangga adalah membuat geger diantara agak banyak tetangga dalam suatu kelompok rumah. Akan tetapi ukuran jam berapa ketentraman malam berlangsung, menurut keadaan setempat.11

b. Mengemis di tempat umum (Pasal 504),

c. Mengembara dengan tidak mempunyai pencaharian atau gelandangan (505)

d. Mengambil untuk dari perbuatan cabul seorang wanita sebagai pekerjaan sehari-hari (ps. 506).

e. Memakai gelar palsu, tanda pengenal palsu, nama palsu, memakai pakaian seragam tanpa hak. (507,508, dan 508bis)

f. Mengadakan akad gadai secara gelap untuk barang-barang di bawah harga seratus rupiah itu dilarang (509).

10 Ibid

(20)

g. Mengadakan pesta, keramaian umum, pawai tanpa izin yang berkuasa (510, 511).

h. Melakukan suatu pekerjaan tasnpa surat izin pemerintah (512, 512a)

i. Memakai barang orang lain tanpa hak (513)

j. Kewajiban pemberitahuan kepada yang berkuasa bagi orang yang pindah ke daerah lain (515).

(21)

2. Bagaimana Hukum Bagi Pelaksana Demonstrasi Tanpa Pemberitahuan di Depan Kantor Pemerintahan?

(22)

Menyatakan Perasaan Tak Baik Terhadap Pemerintah

Hal ini sesuai yang telah tercantum dalam pasal 154 yang menyatakan bahwasanya,“ Barang Siapa yang menyatakan di muka umum perasaan permusuhan, kebencian, atau penghinaan terhadap Pemerintah Indonesia, dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya tujuh tahun atau dengan pidana denda setinggi-tingginya empat ribu lima ratus rupiah” Dari rumusan tersebut hanya terdiri dari unsur-unsur obyektif saja:

1. Di depan umum (in het openbaar) hal ini merupakan keadaan yang membuat pelaku dipidana (strafbepalende omstandegheid), sehingga bila si pelaku melakukannya tidak di depan umum, maka tidak terkena pidana. Dengan adanya syarat “di depan umum”itu, kiranya perlu diketahui bahwa perbuatan yang terlarang dalam ketentuan pidana yang diatur dalam pasal 154 KUHP itu tidak perlu dilakukan oleh pelaku di tempat umum (tempat yang didatangi oleh setiap orang) melainkan cukup jika perbuatan tersebut dilakukan oleh pelaku dengan cara sedemikian rupa, hingga pernyataannya didengar oleh publik.

Bila perbuatan tersebut dilakukan di tempat umum, akan tetapi ternyata tidak di dengar oleh publik misalnya dilakukan dengan berbisik, maka perbuatan tersebut tidak memenuhi unsur “di depan umum”, sehingga pelaku tidak dapat dipersalahkan telah melanggar larangan yang diatur dalam pasal 154 KUHP tersebut.

2. Menyatakan perasaan (dapat diartikan sebagai memberitahukan, menunjukkan dan menjelaskan yang dapat dilakukan dengan mengucapkan lisan saja, melainkan juga dapat dilakukan dengan tindakan-tindakan) dengan:

(23)

a. permusuhan (vijandscahp);

b. kebencian (haat);

c. merendahkan (minachting).

3. Terhadap Pemerintah Indonesia (tegen de Regering van Indonesia). Pasal 154a, merupakan lanjutan dari ketentuan pidana yang diatur dalam pasal 154, oleh karena itu, perbuatan menodai bendera kebangsaan atau lambang negara RI, dikenai pidana penjara paling lama empat tahun atau denda tiga ribu rupiah.

Adapun Pasal 155 merupakan lanjutan dari Pasal 154 dengan melarang: menyiarkan, mempertunjukkan, atau menempelkan, sehingga kelihatan oleh umum, tulisan atau gambar yang isinya menyatakan perasaan permusuhan, kebencian, atau penghinaan tehadap Pemerintah Indonesia. Adapun maksimum hukumannya lebih ringan, yaitu empat tahun enam bulan atau denda tiga ratus rupiah. Sehingga mempunyai akibat tidak leluasanya pers Indonesia mengkritik pemerintahan Indonesia.

B. Hukum Bagi Pelaksana Demonstrasi Tanpa Pemberitahuan di Depan Kantor Pemerintahan

Hukum menurut John Austin bahwa sebagai perangkat perintah, baik langsung maupun tidak langsung dari pihak yang bekuasa kepada warga rakyatnya yang merupakan masyarakat politik yang independen, di mana otoritasnya (pihak yang berkuasa) merupakan otoritas tertinggi.

Hans Kelsen mengatakan bahwa Hukum adalah suatu perintah terhadap tingh laku manusia dan hukum adalah kaidah primer yang menetapkan sanksi-sanksi.

(24)

sifatnya adalah vaag menurut profesor-profesor van BEMMELEN-van HATTUM adalah benar, karena menurut penjelasan yang terdapat di dalam memorie van toelichting, kejahatan-kejahatan yang diatur dalam buku II bab V itu bukanlah kejahatan-kejahatan yang secara langsung ditujukan:12

· Terhadap keamanan negara;

· Terhadap tindakan-tindakan dari alat-alat perlengkapan negara, atau;

· Terhadap tubuh atau harta kekayaan dari seseorang tertentu.

Melainkan suatu kejahatan yang dapat mendatangkan bahaya bagi kehidupan masyarakat atau bagi “maatschappelijke leven” dan yang dapat menimbulkan gangguan dari ketertiban alamiah atau bagi “de natuurlijke orde der maattschappij”.

Selain itu kejahatan terhadap ketertiban umum juga dapat didefinisikan sebagai tindak pidana terhadap segala pernyataan di muka umum tentang perasaan permusuhan, kebencian atau merendahkan terhadap pemerintah Indonesia atau terhadap golongan penduduk.13

Dari penjelasan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa pengertian kejahatan terhadap ketertiban umum secara garis besarnya adalah sekumpulan kejahatan-kejahatan yang menurut sifatnya dapat menimbulkan bahaya terhadap keberlangsungan kehidupan masyarakat dan yang dapat menimbulkan gangguan-gangguan terhadap ketertiban alamiah di dalam masyarakat.

Mengenai definisi dari pelanggaran terhadap ketertiban umum, dari beberapa literatur tidak dapat ditemukan secara jelas, akan tetapi bila dilihat dari buku III bab II KUHP dapat disimpulkan bahwa pelanggaran terhadap ketertiban umum adalah suatu tindakan pelanggaran yang dilakukan oleh seseorang yang menurut sifatnya dapat menimbulkan bahaya terhadap

12 -Van Bemmelen_Van Hattum , Hand-en Leerboek II, hlm.103

(25)

keberlangsungan kehidupan masyarakat dan dapat menimbulkan gangguan-gangguan terhadap ketertiban dan kenyamanan di dalam masyarakat.

Menyatakan Perasaan Tak Baik Terhadap Pemerintah, Hal ini sesuai yang telah tercantum dalam pasal 154 yang menyatakan bahwasanya,“ Barang Siapa yang menyatakan di muka umum perasaan permusuhan, kebencian, atau penghinaan terhadap Pemerintah Indonesia, dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya tujuh tahun atau dengan pidana denda setinggi-tingginya empat ribu lima ratus rupiah”

Dari rumusan tersebut hanya terdiri dari unsur-unsur obyektif saja:

1. Di depan umum (in het openbaar) hal ini merupakan keadaan yang membuat pelaku dipidana (strafbepalende omstandegheid), sehingga bila si pelaku melakukannya tidak di depan umum, maka tidak terkena pidana. Dengan adanya syarat “di depan umum”itu, kiranya perlu diketahui bahwa perbuatan yang terlarang dalam ketentuan pidana yang diatur dalam pasal 154 KUHP itu tidak perlu dilakukan oleh pelaku di tempat umum (tempat yang didatangi oleh setiap orang) melainkan cukup jika perbuatan tersebut dilakukan oleh pelaku dengan cara sedemikian rupa, hingga pernyataannya didengar oleh publik.

Bila perbuatan tersebut dilakukan di tempat umum, akan tetapi ternyata tidak di dengar oleh publik misalnya dilakukan dengan berbisik, maka perbuatan tersebut tidak memenuhi unsur “di depan umum”, sehingga pelaku tidak dapat dipersalahkan telah melanggar larangan yang diatur dalam pasal 154 KUHP tersebut.

2. Menyatakan perasaan (dapat diartikan sebagai memberitahukan, menunjukkan dan menjelaskan yang dapat dilakukan dengan mengucapkan lisan saja, melainkan juga dapat dilakukan dengan tindakan-tindakan) dengan:

a. permusuhan (vijandscahp);

(26)

c. merendahkan (minachting).

3. Terhadap Pemerintah Indonesia (tegen de Regering van Indonesia).

Pasal 154a, merupakan lanjutan dari ketentuan pidana yang diatur dalam pasal 154, oleh karena itu, perbuatan menodai bendera kebangsaan atau lambang negara RI, dikenai pidana penjara paling lama empat tahun atau denda tiga ribu rupiah.

Adapun Pasal 155 merupakan lanjutan dari Pasal 154 dengan melarang: menyiarkan, mempertunjukkan, atau menempelkan, sehingga kelihatan oleh umum, tulisan atau gambar yang isinya menyatakan perasaan permusuhan, kebencian, atau penghinaan tehadap Pemerintah Indonesia. Adapun maksimum hukumannya lebih ringan, yaitu empat tahun enam bulan atau denda tiga ratus rupiah. Sehingga mempunyai akibat tidak leluasanya pers Indonesia mengkritik pemerintahan Indonesia.

Memasuki ruangan dinas umum (Openbare Dienst), Pasal 168, memuat suatu tindak pidana yang sama dengan pasal 167, hanya dengan perbedaan pada perbuatan dalam terhadap suatu ruangan yang dipakai untuk dinas umum, dan persamaan yang berhak pada pegawai negeri yang berkuasa di situ.

Dijelaskan dalam pasal lain tentang memaksa masuk kantor pemerintah yaitu:

Pasal 304

a. Setiap orang yang secara melawan hukum memaksa masuk ke dalam kantor pemerintah yang melayani kepentingan umum atau yang berada di dalamnya dan atas permintaan pejabat yang berwenang tidak segera pergi meninggalkan tempat tersebut, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak Kategori II.

(27)

kunci palsu, perintah palsu, pakaian dinas palsu, atau yang dengan tidak setahu lebih dahulu pejabat yang berwenang serta bukan karena kekhilafan masuk dan kedapatan di dalam tempat tersebut pada malam hari.

c. Jika pembuat tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) mengeluarkan ancaman atau menggunakan sarana yang dapat menakutkan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak Kategori II.

Demonstrasi adalah sebuah gerakan protes yang dilakukan sekumpulan orang di hadapan umum. Unjuk rasa biasanya dilakukan untuk menyatakan pendapat kelompok tersebut atau penentang kebijakan yang dilaksanakan suatu pihak atau dapat pula dilakukan sebagai sebuah upaya penekanan secara politik oleh kepentingan kelompok.

Pasal 218 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

Pasal tersebut selengkapnya berbunyi: "Barangsiapa pada waktu orang-orang berkerumun dengan sengaja tidak pergi dengan segera sesudah diperintahkan tiga kali oleh atau atas nama kekuasaan yang berhak, dihukum karena turut campur berkelompok-kelompok, dengan hukuman penjara selama-lamanya empat bulan dua minggi atau denda sebanyak-banyaknya Rp9.000".

Di samping itu, jaksa menilai ketiga terdakwa melanggar ketentuan pasal 10, pasal 16 dan pasal 17 Undang-Undang No. 9 Tahun 1998 tentang Kebebasan Menyatakan Pendapat di Muka Umum.

(28)

"Pasal 218 KUHP hanya bisa diterapkan untuk orang-orang berkerumum yang mengacau (volksoploop), bukan untuk pengunjuk rasa seperti para terdakwa yang dalam dakwaan JPU tidak dinyatakan sebagai pengacau," ujar Daniel Panjaitan, anggota tim kuasa hukum terdakwa Ardy Purnawansani dalam eksepsinya.

Jaksa menilai para terdakwa melakukan demo menuju kediaman Presiden Megawati pada 22 Januari lalu tanpa mengantongi izin dari kepolisian. Tetapi dalam persidangan, Rico Marbun menyatakan sudah mendapat izin lisan.

(29)

menyatakan di muka umum perasaan permusuhan, kebencian, atau penghinaan terhadap Pemerintah Indonesia, dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya tujuh tahun atau dengan pidana denda setinggi-tingginya empat ribu lima ratus rupiah”

Dari rumusan tersebut hanya terdiri dari unsur-unsur obyektif saja:

Di depan umum (in het openbaar) Menyatakan perasaan (dapat diartikan sebagai memberitahukan, Terhadap Pemerintah Indonesia (tegen de Regering van Indonesia).

2. Hukum menurut John Austin bahwa sebagai perangkat perintah, baik langsung maupun tidak langsung dari pihak yang bekuasa kepada warga rakyatnya yang merupakan masyarakat politik yang independen, di mana otoritasnya (pihak yang berkuasa) merupakan otoritas tertinggi.

Hans Kelsen mengatakan bahwa Hukum adalah suatu perintah terhadap tingh laku manusia dan hukum adalah kaidah primer yang menetapkan sanksi-sanksi.

Dari penjelasan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa pengertian kejahatan terhadap ketertiban umum secara garis besarnya adalah sekumpulan kejahatan-kejahatan yang menurut sifatnya dapat menimbulkan bahaya terhadap keberlangsungan kehidupan masyarakat dan yang dapat menimbulkan gangguan-gangguan terhadap ketertiban alamiah di dalam masyarakat.

Memasuki ruangan dinas umum (Openbare Dienst), Pasal 168, memuat suatu tindak pidana yang sama dengan pasal 167, hanya dengan perbedaan pada perbuatan dalam terhadap suatu ruangan yang

(30)

dipakai untuk dinas umum, dan persamaan yang berhak pada pegawai negeri yang berkuasa di situ.

Dijelaskan dalam pasal lain tentang memaksa masuk kantor pemerintah yaitu:

Pasal 304 “Setiap orang yang secara melawan hukum memaksa masuk ke dalam kantor pemerintah yang melayani kepentingan umum atau yang berada di dalamnya dan atas permintaan pejabat yang berwenang tidak segera pergi meninggalkan tempat tersebut, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak Kategori II.

Demonstrasi adalah sebuah gerakan protes yang dilakukan sekumpulan orang di hadapan umum. Unjuk rasa biasanya dilakukan untuk menyatakan pendapat kelompok tersebut atau penentang kebijakan yang dilaksanakan suatu pihak atau dapat pula dilakukan sebagai sebuah upaya penekanan secara politik oleh kepentingan kelompok. Pasal 218 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

Pasal tersebut selengkapnya berbunyi: "Barangsiapa pada waktu orang-orang berkerumun dengan sengaja tidak pergi dengan segera sesudah diperintahkan tiga kali oleh atau atas nama kekuasaan yang berhak, dihukum karena turut campur berkelompok-kelompok, dengan hukuman penjara selama-lamanya empat bulan dua minggi atau denda sebanyak-banyaknya Rp9.000".

Di samping itu, jaksa menilai ketiga terdakwa melanggar ketentuan pasal 10, pasal 16 dan pasal 17 Undang-Undang No. 9 Tahun 1998 tentang Kebebasan Menyatakan Pendapat di Muka Umum.

(31)

Jaksa menilai para terdakwa melakukan demo menuju kediaman Presiden Megawati pada 22 Januari lalu tanpa mengantongi izin dari kepolisian. Tetapi dalam persidangan, Rico Marbun menyatakan sudah mendapat izin lisan.

(32)

N.V. Uitgeversmaatschappij W.E.J Tjeenk (Willink: Zwolle, 1959)

- Lamintang, Delik-delik Khusus, (Bandung, Sinar baru ,1986)

- Moeljatno, KUHP, (Bumi Aksara,1996)

- Projodikoro, Wirjono, Tindak Pidana-pidan tertentu Di Indonesia, (Bandung: Refika Aditama, 2003)

-Syamsuddin Aziz,Tindal Pidana Khusus,Ed. 1. Cet. 2,(Jakarta,Sinar Grafika,2011)

- http://id.wikipedia.org/wiki/Hukum_pidana

Referensi

Dokumen terkait

Dalam karya seni rupa unsur-unsur tersebut disusun menjadi desain atau komposisi berdasarkan prinsip-prinsip seperti proporsi, keseimbangan, kesatuan, variasi, warna, penekanan

Oleh karena itu, jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (PTK). Penelitian dilaksanakan di Universitas Kanjuruhan Malang yang beralamat di Jalan S.

dari atau kerugian atas barang atau setiap kehilangan atau biaya yang diakibatkan atau timbul dari kerugian tersebut atau akibat kerugian yang diderita oleh

Keenam, Setiap orang berhak untuk menggunakan semua upaya hukum nasional dan forum internasional atas semua pelanggaran hak asasi manusia yang dijamin oleh hukum Indonesia dan hukum

Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian tindakan kelas (PTK). Data dikumpulkan dengan menggunakan pengamatan untuk memperoleh data kualitatif tentang

Tujuan kajian keragaan beberapa varietas unggul baru padi gogo di lahan sub-optimal Gunungkidul, Yogyakarta adalah mengembangkan penggunaan varietas unggul baru Inpago,

Penelitian yang dilakukan oleh Cita Ayupraba berbeda dengan penelitian Peneliti yakni dalam penelitian tersebut tidak ada analisis maupun kajian mengenai

Velva jambu biji merah probiotik merupakan salah satu frozen desert yang serupa dengan es krim, yang mempunyai kelembutan dan kelezatan yang hampir sama dan bahan bakunya