DEPARTEMEN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN | INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER
KONSEP KLASTER INDUSTRI UNTUK
PENGEMBANGAN INDUSTRI MEBEL
KABUPATEN JEPARA
I GEDE MADE RAMADIARTHA
–
3614100007
OKY DWI ARIYANTI
–
3614100014
RETNO YUNIAR AZARINE
–
3614100027
ANGELINA ROINTAN NAIBAHO
–
3614100043
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas limpahan
rahmat dan kasih sayangnya berupa nikmat jasmani dan rohani tim penulis dapat
menyelesaikan Makalah Konsep Klaster Industri untuk Pengembangan Industri Mbel
Kabupaten Jepara. Makalah ini merupakan laporan yang berisikan Latar Belakang, Tinjauan
Teori, Gambaran Umum Wilayah, Analisa, Konsep Penanganan, Kesimpulan, dan Lesson
Learned.
Selama proses penulisan makalah ini banyak mendapatkan bantuan dari pihak-pihak lain
sehingga laporan ini dapat terselesaikan dengan optimal. Pada kesempatan ini penulis
menyampaikan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan
tugas ini yaitu :
1. Dr. Ir. Eko Budi Santoso, Lic.rer.reg dan Vely Kukinul S., ST, MT sebagai dosen mata
kuliah Ekonomi Wilayah yang telah membantu kami mendapatkan informasi dan
membimbing kami dalam menyelesaikan laporan ini serta memberikan ilmu yang
sangat bermanfaat
2. Serta semua pihak yang telah membantu dalam kelancaran penyelesaian tugas ini yang
tidak dapat disebutkan satu per satu
Tanpa adanya bantuan dari pihak-pihak tersebut, laporan ini tidak akan selesai dengan
baik. Laporan ini masih jauh dari tahap sempurna, sehingga kritik dan saran yang membangun
merupakan hal yang sangat dinanti. Semoga kedepannya laporan ini dapat bermanfaat, baik
bagi tim penulis yang menempuh studi di Departemen Perencanaan Wilayah dan Kota,
maupun bagi pembaca laporan ini.
Surabaya, Juni 2017
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN ... 3
1.1 Latar Belakang ... 3
1.2 Tujuan dan Sasaran ... 4
1.3 Ruang Lingkup ... 4
1.4 Sistematika Penulisan ... 4
BAB II TINJAUAN TEORI ... 6
2.1 Teori klaster Industri ... 6
2.2 Teori Analisis LQ dan Shift Share ... 7
2.3 Teori Analisis SWOT ... 12
2.4 Teori Secondary Data Analysis ... 15
2.5 Tinjauan Kebijakan ... 21
BAB III Gambaran Umum ... 24
3.1 Letak Kabupaten Jepara dalam Konstalasi Jawa Tengah ... 25
3.2 Identifikasi Masalah ... 29
BAB IV ANALISIS ... 32
4.1 Analisis LQ dan Shift Share ... 32
4.2 Analisis SWOT (Strenght, Weakness, Opportunity, Threat) ... 45
BAB V KONSEP PENANGANAN ... 50
5.1 Konsep Penanganan ... 50
5.2 Kesimpulan ... 55
5.3 Lesson learned ... 56
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Industri Furniture adalah industri yang mengolah bahan baku atau bahan setengah jadi
dari kayu, rotan, dan bahan baku alami lainnya menjadi produk barang jadi furniture yang
mempunyai nilai tambah dan manfaat yang lebih tinggi. Industri furniture di Indonesia
tersebar hampir di seluruh propinsi, dengan sentra-sentra yang cukup besar terletak di
Jepara, Cirebon, Sukoharjo, Surakarta, Klaten, Pasuruan, Gresik, Sidoarjo, Jabodetabek, dan
lain-lain.
Industri pengolahan kayu dibagi menjadi dua kelompok antara lain kelompok industri
pengolahan kayu hulu dan kelompok industri pengolahan kayu hilir. Kelompok industri
pengolahan kayu hulu merupakan industri pengolahan kayu primer yaitu industri yang
mengolah kayu bulat/log menjadi berbagai sortimen kayu. Kelompok industri pengolahan
kayu hilir merupakan industri yang menghasilkan produk produk kayu diantaranya dowel,
moulding, pintu, jendela, wood-flooring, dan sejenisnya (Kementrian Perindustrian, 2011).
Berdasarkan dari data Kementrian Perindustrian Republik Indonesia tahun 2011 dalam
Statistik Perdagangan, perkembangan ekspor Indonesia pada komoditas kayu lapis dan
olahan lainnya menunjukkan trend yang menurun dalam beberapa tahun terakhir. Jepara
identic dengan mebel ukir. Mebel ukir tidak hanya merupakan pilar utama ekonomi Jepara,
tetapi juga merupakan sumber penghidupan dan budaya dari masyarakat Jepara. Industri
mebel di Kabupaten Jepara menjadi sektor andalan perekonomian Kabupaten tersebut.
Berdasarkan data Dinas Perindustrian dan Perdagangan Jepara tahun 2009. Jepara
diperkirakan menyumbang sekitar 10% dari total ekspor mebel Indonesia, dimana
kontribusi mebel terhadap perekonomian Kabupaten Jepara mencapai 27%.
Industri mebel Jepara selain melayani pasar dalam negeri, juga melayani pasar uar
negeri, antara lai, Amerika Serikat, Eropa, Jepang, Hong Kong, dan Australia. Komoditi
mebel memiliki nilai ekspor tertinggi di Kabupaten Jepara dengan sebesar
US$111.498.084,22 dari jumlah keseluruhan nilai ekspor US$131.379.679,76 atau sebesar
84,87%. Selama beberapa tahun terakhir industri mebel Jepara mengalami penurunan
voume ekspor dan nilai produksi. Permasalahan ini disebabkan oleh adanya permasalahan
khususnya kayu jati, efektifitas interaksi kelembagaan dan pola persaingan yang terfokus
pada persaigan harga bukan kualitas, sedangkan permasalahan internalnya adalah
rendahnya kualitas SDM dan rendahnya inovasi produk industri mebel.
1.2 Tujuan dan Sasaran
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan arahan pengembangan klaster industri
mebel menjadi sektor unggulan di Kabupaten Jepara.
Sasaran :
1. Mengidentifikasi jenis industri apa saja yang ada pada Kabupaten Jepara
2. Menentukan sektor basis Kabupaten Jepara melalui analisis LQ dan Shiftshare
3. Mengidentifikasi faktor-faktor penyebab suatu klaster industri tidak berkembang
4. Menyusun strategi pengembangan klaster industri melalui analisis SWOT
1.3 Ruang Lingkup
Dalam penelitian ini terdapat ruang lingkup yang membatasi fokus penelitian. Ruang
lingkup penelitian ini dibagi menjadi dua, yaitu ruang lingkup wilayah yang menjelaskan
batasan fisik dari wilayah penelitian, dan ruang lingkup pembahasan yang menjelaskan
batasan pada aspek yang akan dibahas.
1.3.1 Ruang Lingkup Wilayah
Lingkup wilayah pada penelitian ini adalah wilayah Kabupaten Jepara, Provinsi Jawa
tengah.
1.3.2 Ruang Lingkup Pembahasan
Lingkup pembahasan yang dibahas pada penelitian ini dilihat dari sudut pandang
ekonomi wilayah Kabupaten Jepara dalam pengembangannya pada klaster industri
pengolahan.
1.4 Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan dalam makalah ini adalah sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN menjelaskan latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan sasaran penelitian, ruang lingkup penelitian, hasil yang diharapkan, dan sistematika pembahasan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA menjelaskan tentang landasan – landasan yang digunakan dalam penelitian. Landasan yang dimaksud dapat berupa teori yang menjadi dasar dalam
melakukan analisa.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN menjelaskan tentang pendekatan yang digunakan dalam proses penelitian. Proses penelitian berupa teknik pengumpulan data dan analisa
BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN menjelaskan tentang pembahasan penelitian yang terdiri dari gambaran umum wilayah yang membahas tentang lingkup wilayah administrasi
penelitian serta analisa dan pembahasan yang membahas tentang hasil analisis dari setiap
sasaran beserta pembahasannya.
BAB II TINJAUAN TEORI
2.1 Teori klaster Industri
Konsep klaster industri telah banyak mengundang perhatian
berbagai stakeholders baik akademisi, praktisi, politisi, birokrat, para ahli ekonomi serta
semua pihak yang concern terhadap pengembangan ekonomi lokal suatu wilayah.
Pengertian kluster industri hingga saat ini masih debatable disebabkan terdiri dari
bermacam-macam konsep dan metode pendekatan yang digunakan (David, 2004). Klaster
industri merupakan konsep multidimensi yang didasarkan atas sejumlah teori-teori
ekonomi dan diukur menggunakan metodologi pendekatan yang berbeda-beda. Namun
demikian, secara teoritis konsep klaster industri dibangun oleh teori ekonomi terutama
sekali oleh teori ekonomi eksternal dan aglomerasi (Hoover, 1937; Marshall, 1890; Perroux,
1950 dalam Martin, 1999).
Penggagas konsep klaster yang pertamakali adalah Porter (1990),
memperkenalkan konsep klaster industri (industrial cluster) dalam bukunya “The
Competitive Advantage of Nation” sebagai kebijakan untuk meningkatkan daya saing
negara Amerika Serikat. Porter mendefinisikan klaster sebagai kelompok perusahaan yang
saling berhubungan, berdekatan secara geografis dengan institusi-institusi yang terkait
dalam suatu bidang khusus karena kebersamaan dan saling melengkapi.
“cluster as a geographically proximate group of interconnected
companies and associated institutions in a particular field linked by commonalities and
complementarities (Porter, 1990)”.
Sedangkan menurut Bernat (1999) klaster didefinisikan sebagai grup perusahaan
yang berkumpul pada satu lokasi dan saling terhubung membentuk suatu jaringan
(networking). Sementara Ketels (2003), mendefinisikan klaster sebagai
perusahaan-perusahaan yang sejenis/sama atau yang saling berkaitan, berkumpul dalam suatu
batasan geografis tertentu dan terhubungkan karena saling ketergantungan dalam
penyedian produk maupun jasa yang sama/berhubungan. Pengertian klaster menurut
UNIDO ( 2004) juga dapat didefinisikan sebagai pemusatan geografis industri-industri
Kementerian Koperasi dan UKM seperti tersurat dalam buku Pemberdayaan UKM
Melalui Pemberdayaan SDM dan Klaster Bisnis, menunjukkan pengertian klaster sebagai
kelompok kegiatan yang terdiri atas industri inti, industri terkait, industri penunjang, dan
kegiatan-kegiatan ekonomi (sektor-sektor) penunjang dan terkait lain, yang dalam
kegiatannya akan saling terkait dan saling mendukung. Lingkup geografis klaster dapat
sangat bervariasi, terentang dari satu desa saja atau salah satu jalan di daerah perkotaan
sampai mencakup sebuah kecamatan atau provinsi. Sebuah klaster dapat juga melampaui
batas negara menjangkau beberapa negara tetangga (mis. Batam, Singapore, Malaysia).
Ilustrasi Klaster Industri Sumber Gambar : Tambunan, 2008
Berdasarkan beberapa definisi di atas, dapat difahami bahwa klaster tidak hanya
berupa kesatuan bisnis seperti perusahaan tetapi juga kesatuan lembaga-lembaga
penelitian (universitas), asosiasi perdagangan, lembaga keuangan (bank), penyedian
layanan bimbingan teknis, pemerintah dan mediator lainnya yang membantu unit usaha
dalam klaster untuk berkembang, misalnya dengan pengembangan produk, teknologi,
informasi pasar, serta peningkatan proses produksi. Lebih lanjut, klaster merupakan suatu
bentuk jaringan (network) yang saling terhubung diantara unit usaha dalam klaster juga
dengan lembaga lain di luar klaster
2.2 Teori Analisis LQ dan Shift Share
Location Quotient dan Shift Share Analysis sebagai Alat Guna Menentukan Strategi
Pengembangan Ekonomi
2.2.1 Location Quotient Analysis (LQ)
Analisis ini digunakan untuk mengetahui sejauh mana tingkat spesialisasi
sektor-sektor ekonomi di suatu daerah atau sektor-sektor apa saja yang merupakan
relatif antara kemampuan suatu sektor di daerah yang diselidiki dengan
kemampuan sektor yang sama pada daerah yang menjadi acuan. Satuan yang
digunakan sebagai ukuran untuk menghasilkan koefisien LQ tersebut nantinya
dapat berupa jumlah tenaga kerja per-sektor ekonomi, jumlah produksi atau satuan
lain yang dapat digunakan sebagai kriteria.
Location Quotient Analysis (LQ)
Dimana :
Si = Jumlah buruh sektor kegiatan ekonomi i di daerah yang diselidiki
S = Jumlah buruh seluruh sektor kegiatan ekonomi di daerah yang diselidiki
Ni = Jumlah sektor kegiatan ekonomi i di daerah acuan yang lebih luas, di
mana daerah yang di selidiki menjadi bagiannya
N = Jumlah seluruh buruh di daerah acuan yang lebih luas
Itu jika menggunakan data buruh atau tenaga kerja. Demikian pula jika
menggunakan data lain, seperti PDRB.
Dari perhitungan Location Quotient (LQ) suatu sektor, kriteria umum yang
dihasilkan adalah :
a. Jika LQ > 1, disebut sektor basis, yaitu sektor yang tingkat spesialisasinya lebih
tinggi dari pada tingkat wilayah acuan
b. Jika LQ < 1, disebut sektor non-basis, yaitu sektor yang tingkat spesialisasinya
lebih rendah dari pada tingkat wilayah acuan
c. Jika LQ = 1, maka tingkat spesialisasi daerah sama dengan tingkat wilayah acuan.
Asumsi metoda LQ ini adalah penduduk di wilayah yang bersangkutan
mempunyai pola permintaan wilayah sama dengan pola permintaan wilayah acuan.
Asumsi lainnya adalah permintaan wilayah akan suatu barang akan dipenuhi terlebih
dahulu oleh produksi wilayah, kekurangannya diimpor dari wilayah lain.
Location Quotient merupakan suatu alat analisa yang digunakan dengan
mudah dan cepat. LQ dapat digunakan sebagai alat analisis awal untuk suatu
daerah, yang kemudian dapat dilanjutkan dengan alat analisis lainnya. Karena
demikian sederhananya, LQ dapat dihitung berulang kali untuk setiap perubahan
spesialisasi dengan menggunakan berbagai peubah acuan dan periode waktu.
Perubahan tingkat spesialisasi dari tiap sektor dapat pula diketahui dengan
membandingkan LQ dari tahun ke tahun.
Kelemahan Analisis LQ:
Perlu diketahui bahwa nilai LQ dipengaruhi oleh berbagai faktor. Nilai hasil
perhitungannya bias, karena tingkat disagregasi peubah spesialisasi, pemilihan
peubah acuan, pemilihan entity yang diperbandingkan, pemilihan tahun dan
kualitas data.
Masalah paling mendasar pada model ekonomi basis ini adalah masalah time lag.
Hal ini diakui, bahwa base multiplier atau pengganda tidak berlangsung secara
tepat, karena membutuhkan time lag antara respon dari sektor basis terhadap
permintaan dari luar wilayah dan respon dari sektor non basis terhadap perubahan
sektor basis. Pendekatan yang biasanya dilakukan terhadap masalah ini adalah
mengabaikan masalah time lag ini, namun dalam jangka panjang masalah ini pasti
terjadi.
Pengganda basis dapat ditentukan dengan rumus sebagai berikut
(Budiharsono, 2001:31) :
Atau:
Dimana :
T = Total Tenaga Kerja
X = Jumlah Tenaga Kerja Pada Sektor Basis
1/(1-dl) = Multiplier. (Ma’rif : 2000)
Pada umumnya jika dilakukan dengan hati-hati dan menggunakannya
dengan hati-hati pula, maka model ekonomi basis ini merupakan alat yang baik
untuk mengeksplorasi, mengevaluasi dan memberikan dugaan permintaan basis
untuk masa mendatang dan memprediksi tenaga kerja, pendapatan, populasi,
investasi, kebutuhan pelayanan masyarakat dan sebagainya.
Menurut teori ini, sektor ekspor merupakan sektor yang paling penting
dalam pembangunan daerah, karena (1) ekspor akan secara langsung menimbulkan
kenaikan pendapatan faktor-faktor produksi dan pendapatan daerah, (2)
pengembangan ekspor akan menimbulkan permintaan atas produksi industri lokal
(residentary industry), yaitu industri di daerah yang memproduksi untuk memenuhi
pasaran di daerah tersebut. Walaupun sebetulnya ada faktor lain yang tidak kalah
pentingnya dalam pembangunan daerah, yaitu pertambahan penduduk dan modal
yang besar ke daerah tersebut.
Dalam perkembangannya, teori ekspor base dikembangkan lagi oleh Perlof
dan Wingo ke dalam teori resource base yang didasarkan pada pengalaman empirik
sejarah perkembangan daerah di Amerika Serikat (Sukirno,1982). Teori ini
menganggap bahwa di samping ekspor, peranan kekayaan alam suatu daerah juga
menentukan perkembangan daerah tersebut.
2.2.2 Shift – Share Analysis
Metoda ini digunakan untuk mengetahui kinerja perekonomian daerah,
unggulan daerah dalam kaitannya dengan perekonomian wilayah acuan (wilayah
yang lebih luas) dalam dua atau lebih kurun waktu.
Analisis ini bertolak pada asumsi bahwa pertumbuhan sektor daerah sama
dengan pada tingkat wilayah acuan, membagi perubahan atau pertumbuhan kinerja
ekonomi daerah (lokal) dalam tiga komponen :
1. Komponen Pertumbuhan Wilayah Acuan (KPW), yaitu mengukur kinerja
perubahan ekonomi pada perekonomian acuan. Hal ini diartikan bahwa daerah
yang bersangkutan tumbuh karena dipengaruhi oleh kebijakan wilayah acuan
secara umum.
2. Komponen Pertumbuhan Proporsional (KPP), yaitu mengukur perbedaan
pertumbuhan sektor-sektor ekonomi acuan dengan pertumbuhan agregat.
Apabila komponen ini pada salah satu sektor wilayah acuan bernilai positif,
berarti sektor tersebut berkembang dalam perekonomian acuan. Sebaliknya jika
negatif, sektor tersebut menurun kinerjanya.
3. Komponen Pergeseran atau Pertumbuhan Pangsa Wilayah (KPK), yaitu
mengukur kinerja sektor-sektor lokal terhadap sektor-sektor yang sama pada
perekonomian acuan. Apabila komponen ini pada salah satu sektor positif, maka
daya saing sektor lokal meningkat dibandingkan sektor yang sama pada
ekonomi acuan, dan apabila negatif terjadi sebaliknya.
Dengan demikian apabila perubahan atau pertumbuhan kinerja ekonomi
kota adalah PEK, maka persamaannya dapat diformulasikan sebagai berikut (Ma’rif, 2000:3):
Di mana :
Y* = Indikator ekonomi acuan akhir tahun kajian
Y = Indikator ekonomi acuan awal tahun kajian
Y’i = Indikator ekonomi acuan sektor i akhir tahun kajian Yi = Indikator ekonomi acuan sektor i awal tahun kajian
y’i = Indikator ekonomi daerah (lokal) sektor i akhir tahun kajian yi = Indikator ekonomi daerah (lokal) sektor i awal tahun kajian
Pergeseran Netto (PN) dihitung dengan rumus :
Selain data pendapatan dapat juga dipergunakan data kesempatan kerja.
Keunggulan Shift – Share Analysis:
a. Digunakan untuk memperileh gambaran rinci mengenai pergeseran struktur
ekonomi
b. Menggambarkan posisi relatif masing-masing sektor perekonomian daerah
terhadap wilayah acuan
c. Menggambarkan sektor-sektor unggulan yang dapat dipacu untuk mendorong
pertumbuhan ekonomi
d. Menggambarkan sektor yang posisinya relatif lemah, namun dianggap strategis
untuk dipacu (pertimbangan penyerapan tenaga kerja)
Kelemahan Shift – Share Analysis:
a. Asumsi yang digunakan bahwa sektor-sektor ekonomi acuan tumbuh dengan
tingkat yang sama,
b. Pergeseran posisi sektor dianggap linier.
2.3 Teori Analisis SWOT
2.3.1 Pengertian SWOT
SWOT adalah akronim untuk kekuatan (Strenghts), kelemahan (Weakness),
peluang (Opportunities), dan ancaman (Threats) dari lingkungan eksternal
perusahaan. Menurut Jogiyanto (2005:46), SWOT digunakan untuk menilai
perusahaan dan kesempatan-kesempatan eksternal dan tantangan-tantangan yang
dihadapi.
Menurut David (Fred R. David, 2008,8), Semua organisasi memiliki kekuatan
dan kelemahan dalam area fungsional bisnis. Tidak ada perusahaan yang sama
kuatnya atau lemahnya dalam semua area bisnis. Kekuatan/kelemahan internal,
digabungkan dengan peluang/ancaman dari eksternal dan pernyataan misi yang
jelas, menjadi dasar untuk penetapan tujuan dan strategi.Tujuan dan strategi
ditetapkan dengan maksud memanfaatkan kekuatan internal dan mengatasi
kelemahan.
Berikut ini merupakan penjelasan dari SWOT (David,Fred R.,2005:47) yaitu:
1. Kekuatan (Strenghts)
Kekuatan adalah sumber daya, keterampilan, atau keungulan-keungulan lain
yang berhubungan dengan para pesaing perusahaan dan kebutuhan pasar yang
dapat dilayani oleh perusahaan yang diharapkan dapat dilayani. Kekuatan adalah
kompetisi khusus yang memberikan keunggulan kompetitif bagi perusahaan di
pasar
2. Kelemahan (Weakness)
Kelemahan adalah keterbatasan atau kekurangan dalam sumber daya,
keterampilan, dan kapabilitas yang secara efektif menghambat kinerja
perusahaan. Keterbatasan tersebut daoat berupa fasilitas, sumber daya
keuangan,kemampuan manajemen dan keterampilan pemasaran dapat
meruoakan sumber dari kelemahan perusahaan.
3. Peluang (Opportunities)
Peluang adalah situasi penting yang mengguntungkan dalam lingkungan
perusahaan. Kecendrungan – kecendrungan penting merupakan salah satu
sumber peluang, seperti perubahaan teknologi dan meningkatnya hubungan
antara perusahaan dengan pembeli atau pemasokk merupakan gambaran
peluang bagi perusahaan.
4. Ancaman (Threats)
Ancaman adalah situasi penting yang tidak menguntungan dalam lingkungan
yang diinginkan perusahaan. Adanya peraturan-peraturan pemerintah yang baru
atau yang direvisi dapat merupakan ancaman bagi kesuksesan perusahaan.
2.3.2 Fungsi SWOT
Menurut Ferrel dan Harline (2005), fungsi dari Analisis SWOT adalah untuk
mendapatkan informasi dari analisis situasi dan memisahkannya dalam pokok
persoalan internal (kekuatan dan kelemahan) dan pokok persoalan eksternal (peluang
dan ancaman).
Analisis SWOT tersebut akan menjelaskan apakah informasi tersebut
berindikasi sesuatu yang akan membantu perusahaan mencapai tujuannya atau
memberikan indikasi bahwa terdapat rintangan yang harus dihadapi atau
diminimalkan untuk memenuhi pemasukan yang diinginkan.
Analisis SWOT dapat digunakan dengan berbagai cara untuk meningkatkan
analisis dalam usaha penetapan strategi. Umumnya yang sering digunakan adalah
sebagai kerangka / panduan sistematis dalam diskusi untuk membahas kondisi
altenatif dasar yang mungkin menjadi pertimbangan perusahaan.
2.3.3 Matriks SWOT
Menurut Rangkuti (2006), Matriks SWOT dapatmenggambarkan secara jelas
bagaimana peluang dan ancaman eksternalyang dihadapi perusahaan dapat
disesuaikan dengan kekuatan dankelemahan yang dimilikinya. Matriks ini dapat
menghasilkan empat set kemungkinan altenatif strategis.
Berikut ini adalah keterangan dari matriks SWOT diatas:
1. Strategi SO (Strength and Oppurtunity). Strategi ini dibuat berdasarkan jalan
pikiran perusahaan, yaitu dengan memanfaatkan seluruh kekuatan untuk
2. Strategi ST (Strength and Threats). Strategi dalam menggunakan kekuatan yang
dimiliki perusahaan untuk mengatasi ancaman.
3. Strategi WO (Weakness and Oppurtunity). Strategi ini diterapkan berdasarkan
pemanfaatan peluang yang ada dengan cara meminimalkan kelemahan yang
ada.
4. Strategi WT (Weakness and Threats). Strategi ini berdasarkan kegiatan yang
bersifat defensif dan berusaha meminimalkan kelemahan yang ada serta
menghindari ancaman.
2.4 Teori Secondary Data Analysis
Metode Analisis Data Sekunder (kadang disebut singkat dengan Metode
Penelitian Sekunder) merupakan salah satu metode penelitian. Oleh karena namanya yang
berbunyi “analisis data sekunder” sering kali disalahpahami sebagai teknik menganalisis data sekunder. Analisis Data Sekunder itu metode penelitian juga. Artinya ada prosedur
pengumpulan data dan analisis data. Namun demikian tidak semua definisi tentang
Analisis Data Sekunder menunjukkannya sebagai duatu metodem penelitian. Hakim
(1982:1; dinukil Johnston, 2014:620), misalnya, merumuskan Analisis Data Sekunder itu
sebagai ““any further analysis of an existing dataset which presents interpretations, conclusions or knowledge additional to, or different from, those presented in the first
report on the inquiry as a whole and its main results” (analisis lebih lanjut himpunan data
yang sudah ada yang memunculkan tafsiran, simpulan atau pengetahuan sebagai
tambahan terhadap, atau yang berbeda dari, apa yang telah disajikan dalam keseluruhan
dan temuan utama penelitian terdahulu atau semula).
Heaton (2004:16; dinukil Andrews, et.al., 2012:12) merumuskan analisis data sekunder (ASD) itu sebagai “a research strategy which makes use of pre-existing quantitative data or pre-existing qualitative data for the purposes of investigating new
questions or verifying previous studies.” Jadi, analisis data sekunder, menurut Heaton, merupakan suatu strategi penelitian yang memanfaatkan data kuantiatif ataupun kualitatif
yang sudah ada untuk menemukan permasalahan baru atau menguji hasil penelitian
terdahulu. Sebutan strategi penelitian itu setara dengan sebutan metode penelitian.
Johnston (2014:620) menegaskannya dengen menyatakan bahwa “Secondary data analysis remains an under-used research technique in many fields . . . . Given the
further define secondary data analysis as a systematic research method.” (Analisis data sekunder itu masih tetap sebagai teknik penelitian yang jarang digunakandiberbagai
bidang . . . . Dengan semakin banyaknya data hasil penelitian yang tersedia untuk
dimanfaatkan para peneliti, maka sangat penting untuk kemudian menegaskan analisis
data sekunder itu sebagai metode penelitian yang sistematik) Analisis data sekunder itu
dengan demikian dapat dirumuskan sebagai berikut.
Pertama, ASD bukan merupakan metode analisis data, melainkan metode
(strategi) penelitian. Oleh karenanya, menurut Andrews dkk (2012), metode analisis data
semisal teori grounded (analisis data kualtiatif) dan analisis stastisik (analisis data
kuantitatif) dapat dipergunakan oleh metode penelitian analisis data sekunder.
Kedua, ASD mempergunakan atau memanfaatkan data sekunder, yaitu data yang
sudah ada. Dalam hal ini peneliti ASD tidak mengumpukan data sendiri, baik dengan
wawancara, penyebaran angket atau daftar isian, melakukan tes, menggunakan skala
penilaian atau skala semacam skala likert, ataupun observasi. Data sekunder itu dapat
berupa data hasil penelitian, dapt pula berupa data dokumenter administratif
kelembagaan.
Ketiga, tujuan ASD, menurut Heaton, bisa berupa menggali dan menemukan
permasalahan (pertanyaan) penelitian baru, bisa pula menguji kebenaran hasil penelitian
terdahulu.
Tujuan penelitian ASD sebenarnya bisa beragam. Andrews dkk, misalnya, mencatat
rumusan tujuan penelitian ASD itu antara lain untuk: (1) menerapkan permasalahan
penelitian baru–tegasnya meneliti dengan tujuan penelitian yang baru yang berbeda dari
penelitian terdahulu (Heaton, 2004), (2) memanfaatkan data lama untuk memunculkan
idea-idea baru (Fielding, 2004), (3) “menguji” hasil penelitian yang sudah dilakukan, baik berujud “verifikasi” (menguji ketidakbenaran dengan bukti yang benar),”refutasi” (menguji kebenaran dengan bukti ketidakbenaran) ataupun “refinemen” (perbaikan), (4) “mengksplor” data dari sudut pandang yang berbeda (Hinds,Vogel & Clarke-Steffen, 1997)–“mengksplor” data dimaksudkan “mengobok-obok” data (dalam arti netral) atau
menjelajahi, menyelami, mengayak-menyaring data.
Tujuan-tujuan penelitian ASD di atas lebih banyak terkait dengan data sekunder
hasil penelitian. Seperti telah disebutkan, selain data hasil penelitian masih ada data
berupa laporan administratif. Data administratif tidak selamanya hanya berupa laporan
administratif, melainkan bisa pula mengandung “nilai penelitian” walau lebih bersifat administratif, utamanya “penelitian evaluatif administratif.”
Dari pembahasan di atas, maka jika ASD mempergunakan atau memanfaatkan
data hasil penelitian terdahulu, maka tujuan ASD berbeda (harus berbeda) dari tujuan
penelitian terdahulu. Tegasnya, dengan tujuan lain, peneliti ASD menggunakan data hasil
penelitian terdahulu (baik hasil penelitian sendiri ataupun penelitian orang lain) untuk
dianalisis guna menjawab fokus penelitian atau permasalahan (pertanyaan) penelitiannya.
Ini perlu ditegaskan, karena pada umumnya penelitian ASD yang mempergunakan atau
menafaatkan data administratif kelembagaan sudah dapat dipastikan tujuannya berbeda
dari maksud atau tujuan data adminitratif dikumpulkan. Data administratif dikumpulkan
lazimnya untuk keperluan administratif, bukan untuk keperluan penelitian.
2.4.1 Pengertian Dan Jenis Data Sekunder
Seperti telah diutarakan di muka, data sekunder itu dimaksudkan data yang
sudah ada, tidak dikumpulkan (digali) sendiri oleh peneliti. Jika peneliti melakukan
wawancara, atau menyebarkan angket, atau melakukan observasi, atau mengetes,
maka data yang dihasilkan (terkumpul) itu disebut data primer, data tangan pertama
(tangan peneliti). Data sekunder tidak dikumpulkan sendiri oleh peneliti. Data itu
sudah dikumpulkan oleh orang lain, atau sudah didokumentasikan dan atau
dipublikasikan oleh orang lain.
Data sekunder itu dapat dibedakan menjadi dua macam. Pertama data hasil
penelitian (orang lain), dan kedua, data administratif kelembagaan. Data penelitian
merupakan data yang dihasilkan oleh sesuatu penelitian, bisa penelitian orang lain,
bisa penelitian sendiri. Data administratif kelembagaan dimaksudkan data yang
dikumpulkan oleh sesuatu lembaga, misalnya sekolah atau Dinas Pendidikan, yang
berupa data-data administratif semisal daftar calon murid yang mendaftar dan
diterima sekolah, data lengkap murid baru, data kelulusan, data nilai hasil ujian, data
kepegawaian dan sebagainya.
Data sekunder, seperti juga data primer, bisa bersifat “kuantitatif” (berupa bilangan), misalnya statistik murid, guru dan pegawai, bisa pula “kualitatif” (bukan berupa bilangan), misalnya peraturan, hasil wawancara penelitian, rekaman video,
2.4.2 Prosedur Penelitian (Analisis Data) Sekunder
Seperti telah disebutkan, data sekunder itu data yang sudah ada (dengan
istilah umum disebut berupa “dokumen”). Dengan kata lain peneliti tidak
mengumpulkan data itu seperti dalam penelitian primer menggunakan teknik
pengumpulan data tertentu (angket, wawancara, observasi, tes dsb). Oleh karena itu
maka langkah penelitian analisis data sekunder itu relatif “pendek.” M. Katherine
McCaston (2005) menyatakan bawha analisis data sekunder itu mencakup dua
proses pokok, yaitu mengumpulkan data dan menganalisisnya. Dalam kaoimat aslinya disebut “collecting and analyzing a vast array of information” (mengumpulkan dan mengalisis sekian banyak informasi). Namun demikian,
menurut McCaston, agar tidak menyimpang, yang perlu dilakukan oleh peneliti
sebagai langkah awal adalah merumuskan tujuan penelitian dan disain penelitian.
Rumusan tujuan penelitian dimaksudkan McCaston sebagai “a clear
understanding of why you are collecting the data and of what kind of data you want to collect, analyze, and better understand” (penegasan mengenai mengapa perlu mengumpulkan data serta penegasan mengenai data macam apa yang ingin
dihimpun, dianalisis dan dipahami dengan baik).
Disain (rancangan) penelitian dimaksudkan McCaston sebagai “a step -by-step plan that guides data collection and analysis. In the case of secondary data
reviews it might simply be an outline of what you want the final report to look like,
a list of the types of data that you need to collect, and a preliminary list of data
sources” (langkah demi langkah rencana yang mengarahkan pengumpulan dan analisis data; dalam penelitian analisis data sekunder sederhananya merupakan
kerangka kerja garis besar mengenai hasil akhir seperti apa yang di=ingin
dilaporkan, daftar data yang dirasa perlu dikumpulkan, dan daftar sementara
sumber data).
Wallace Foundation (Workbook B; Secondary Data Analysis–
www.wallacefoundation.org, diunduh Januari 2015) merumuskan langkah-l;angkah
Jadi, dalam penelitian sekunder (analisis data sekunder) langkah penelitiannya
sebagai berikut:
1. Menetapkan (mencari-temukan) sumber data/informasi (sekolah, universitas,
Dinas Pendidikan, dsb);
2. Mengumpulkan data yang sudah tersedia (dalam “dokumen”);
3. Menormalisasikan data jika diperlukan dan memungkinkan (membuat data dari
berbagai sumber sesetara mungkin “menjadi satu bentuk yang sama”);
4. Menganalisis data (misalnya menghitung, mentabulasi, memetakan data-data
kuantiatif, atau membandingkan berbagai peraturan dan menelaahnya).
2.4.3 Pendekatan Penelitian (Analisis Data) Sekunder
Melakukan penelitian analisis data sekunder dapat dilakukan dengan dua
pendekatan (Sarah Boslaugh, 2007:6-8). Pertama, dimulai dengan pertanyaan
penelitian (rumusan masalah) kemudian dilanjutkan dengan mengumpulkan data
sekunder yang relevan. Data kemudian dihimpun dicari dari sekolah-sekolah favorit
atau dari Dinas Pendidikan untuk selanjutnya dianalisis menggunakan analisis
matematik (tidak harus disebut analisis statistik karena pada dasarnya hanya
menghitung-menjumlah).
Pendekatan yang kedua, dimulai dengan mengumpulkan data sekunder, lalu
menelaahnya untuk mencermati variabel-variabel (aspek-aspek) apa saja yang ada
masalahnya) dengan menghubung-hubungkan berbagai aspek (variabel) tersebut.
Dengan pendekatan kedua ini pada dasarnya pertanyaan penelitian pun bisa
bersifat sementara (tentantif) dan terus-menerus bisa dikembangkan lebih lanjut
yang diikuti dengan mencari data sekunder yang diperlukan. Pendekatan ini “relatif sama” dengan pendekatan penelitian kualitatif grounded, atau penelitian eksploratif, yang “mencari masalah” di lapangan, bukan dimulai dengan pertanyaan
penelitian sebelum terjun ke lapangan.
2.4.5 Pengumpulan Data
Seperti telah disebutkan, penelitian Analisis Data Sekunder itu bisa dimulai
dari pertanyaan penelitian, bisa dimulai dari menelaah data serempak dengan
terus-menerus membuat pertanyaan penelitian. Wallace Foundation memberikan tips
dalam mengumpulkan data itu agar tidak terjebak dengan fenomena yang menarik
tapi tidak relevan agar setiap “jeda” mengumpulkan data mempertanyakan hal-hal berikut.
1. What are my research goals? What questions am I hoping to answer? (Apa sih
tujuan penelitian saya? Permasalahan penelitian apa yang ingin saya temukan
jawabannya dari lapangan?)
2. Which research questions have I answered with the data I have collected?
(Permasalahan penelitian yang mana yang sudah terjawab dengan data yang
sudah saya himpun sampai saat ini?)
3. Which research questions are still outstanding? (Permasalahan penelitian yang
mana yang masih belum terjawab?)
4. What new questions have been raised by the data I have found? (Permasalahan
penelitian apa lagi yang muncul dari data yang sudah saya himpun sampai saat
ini?)
5. How will I be using this information once it is collected? Should I look for data
in another form or format for my purposes? (Data yang sudah saya himpun ini
mau saya apakan?)
6. How accurate is the information I have collected? Can I find an answer to this
question from a more credible source? (Seberapa akurat data yang sudah saya
hjimpun ini? Dapatkah saya menemukan jawaban terhadap permasalahan
7. How up-to-date is the information I have collected? Can I find more current
information from another source? (Seberapa “up-to-date” data yang sudah saya himpun ini? Dapatkah saya peroleh data yang lebih mutaakhir dari sumber data
lain?)
2.5 Tinjauan Kebijakan
Penyusunan dokumen perencanaan pembangunan daerah (Kabupaten) harus
berpedoman pada berbagai dokumen perencanaan yang ada di Provinsi dan Pusat;
sebagai suatu kesatuan yang tidak terpisahkan, tarkait, terintegrasi dan sinkron dengan
perencanaan pembangunan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Disamping itu juga terkait dengan tahapan perencanaan pembangunan jangka panjang,
jangka menengah dan jangka pendek. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah
(RPJPD) Kabupaten Jepara Tahun 2005-2025 merupakan dokumen perencanaan
pembangunan Kabupaten Jepara yang memuat visi, misi, dan arah pembangunan daerah
yang akan diacu dan dipedomani dalam perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, dan
pengawasan pembangunan 20 tahun yang akan datang. Secara operasional, dari sisi
perencanaan, dokumen RPJPD Kabupaten Jepara Tahun 2005-2025 ini akan dijabarkan
dalam dokumen perencanaan lima tahunan (Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Daerah) dan dokumen perencanaan tahunan (Rencana Kerja Pemerintah Daerah).
Perencanaan yang baik diperlukan dalam setiap pelaksanaan pembangunan yang
dilakukan oleh pemerintah daerah bersama-sama dengan para pemangku kepentingan
(stakeholders). Perencanaan yang meliputi perencanaan jangka panjang, menengah,
maupun pendek sangat diperlukan agar pembangunan dapat berjalan pada jalur yang
tepat. Setelah ditetapkan dan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004
tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) dan Undang-Undang Nomor
32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, maka setiap Pemerintahan Daerah Provinsi
dan Kabupaten/Kota diwajibkan untuk menyusun perencanaan pembangunan daerah
berupa Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD), Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Daerah (RPJMD) dan Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD).
Segala bentuk pembangunan yang telah dilaksanakan oleh Pemerintah Kabupaten Jepara
hingga saat ini, baik secara langsung maupun tidak langsung telah membawa kemajuan
Berkaca dari hal ini, tidak dapat dipungkiri bahwa selain keberhasilan yang dicapai,
Pemerintah Kabupaten Jepara masih menghadapi masalah dan kendala dalam
pelaksanaan pembangunan tersebut. Oleh karena itu agar tercipta adanya integrasi dan
kesinambungan dalam pelaksanaan pembangunan, Pemerintah Kabupaten Jepara perlu
membuat perencanaan pembangunan daerah yang tepat dan akurat sesuai dengan
kondisi, potensi, dan kebutuhan yang ada. Berdasarkan pertimbangan tersebut, setelah
pelantikan Bupati Kabupaten Jepara untuk masa bakti 2012-2017 pada tanggal 11 April
2012, maka langkah awal yang dilakukan adalah menyusun dokumen Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Jepara Tahun 2012-2017.
Dokumen perencanaan ini merupakan penjabaran visi, misi, dan program prioritas
Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Terpilih, yang dilakukan dengan memperhatikan
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Kabupaten Jepara, Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Jawa Tengah dan Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN). Dokumen Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Jepara Tahun 2012-2017 disusun dengan
memuat beberapa materi utama antara lain: pengelolaan keuangan daerah serta kerangka
pendanaan, penjabaran visi dan misi, strategi pembangunan daerah, kebijakan umum
beserta program pembangunan daerah, indikasi rencana program prioritas, dan
penetapan indikator kinerja daerah.
Proses penyusunan RPJMD Kabupaten Jepara Tahun 2012-2017 dilakukan melalui
beberapa urutan kegiatan, seperti penyiapan rancangan awal rencana pembangunan,
penyiapan rancangan rencana kerja, musyawarah perencanaan pembangunan
(Musrenbang), dan terakhir adalah penyusunan rancangan akhir rencana pembangunan.
Dalam proses ini, Bappeda Kabupaten Jepara menyiapkan rancangan awal RPJMD
Kabupaten Jepara tahun 2012-2017 sebagai penjabaran visi, misi, dan program prioritas
Bupati dan Wakil Bupati Terpilih ke dalam strategi pembangunan daerah, kebijakan
umum, dan program prioritas dengan menggunakan rancangan Rencana Strategis Satuan
Kerja Perangka Daerah (Renstra SKPD). Rancangan RPJMD inilah yang digunakan menjadi
bahan dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) Jangka Menengah
Daerah Kabupaten Jepara yang diikuti oleh unsur-unsur penyelenggara negara dan
masyarakat. Berdasarkan hasil dari Musrenbang ini, Kepala Bappeda Kabupaten Jepara
Rancangan akhir RPJMD Kabupaten Jepara 2012-2017 disusun dengan tetap
menjaga terciptanya keselarasan antara visi, misi, tujuan, sasaran serta indikator kinerja
sehingga perencanaan pembangunan dapat terlaksana dengan efektif dan efisien. Dalam
rangka tetap menjaga sinkronisasi perencanaan antar tingkatan pemerintahan dalam
kerangka pembangunan jangka menengah baik dalam hal program pembangunan di
Kabupaten/Kota, Provinsi maupun Pusat, maka RPJMD Kabupaten Jepara disusun dengan
berpedoman pada RPJPD Kabupaten Jepara Tahun 2005-2025 dan memperhatikan RPJM
Nasional tahun 2010-2014 dan RPJMD Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008-2013 yang telah
ditetapkan terlebih dahulu.
Pada tahap pertama RPJPD Kabupaten Jepara, yaitu tahun 2006-2010, yang
dilaksanakan melalui penerapan RPJMD Kabupaten Jepara yang lama (2007-2012), telah
banyak permasalahan pembangunan di Kabupaten Jepara yang berhasil ditangani, juga
telah terjadi perubahan yang cukup signifikan baik dalam segi pelayanan pemerintahan
maupun pembangunan yang baik secara langsung maupun tidak langsung meningkatkan
derajat kesejahteraan masyarakat. Keberhasilan tersebut dilanjutkan dengan pelaksanaan
tahap kedua RPJPD Kabupaten Jepara, yaitu tahun 2011-2015, dan sekaligus tahap ketiga,
yaitu tahu 20162020, yang akan dijabarkan strategi implementasinya dalam RPJMD
Kabupaten Jepara Tahun 2012-2017 ini. Keberhasilan tersebut merupakan buah sinergi
dari tiga kekuatan utama yang ada di Kabupaten Jepara, yaitu pemerintah daerah dan
DPRD, dunia usaha, serta masyarakat. Walaupun harus diakui pula bahwa cukup banyak
permasalahan pembangunan dan kemasyarakatan yang masih harus ditangani dalam
pembangunan lima tahun yang akan datang (2012-2017).
RPJMD sebagai dokumen perencanaan strategis jangka menengah (5 tahunan), selanjutnya
akan dijabarkan dalam Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) yang merupakan
perencanaan pembangunan tahunan daerah dan menjadi pedoman dalam penyusunan
Rencana Strategis Satuan Kerja Perangkat Daerah (Renstra SKPD) dan Rencana Kerja Satuan
Kerja Perangkat Daerah (Renja SKPD). RPJMD Kabupaten Jepara Tahun 2012-2017
merupakan dokumen perencanaan kebijakan pembangunan yang mengacu pada
terwujudnya ketentuan yang telah ditetapkan dalam kebijakan pemanfaatan ruang baik
BAB III Gambaran Umum
Secara geografis Kabupaten Jepara terletak pada posisi 110° 9' 48,02" sampai 110° 58'
37,40" Bujur Timur dan 5° 43' 20,67" sampai 6° 47' 25,83" Lintang Selatan, sehingga merupakan
daerah paling ujung sebelah utara dari Provinsi Jawa Tengah. Kabupaten Jepara merupakan
salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Tengah yang beribukota di Jepara, dengan jarak tempuh
ke Ibukota Provinsi sekitar 71 km dan dapat ditempuh dengan kendaraan lebih kurang 2 jam.
Adapun batas-batas wilayah administratif Kabupaten Jepara adalah sebagai berikut:
• Sebelah Utara : Laut Jawa
• Sebelah Selatan : Kabupaten Demak
• Sebelah Timur : Kabupaten Kudus dan Kabupaten Pati
• Sebelah Barat : Laut Jawa
Wilayah Kabupaten Jepara juga meliputi Kepulauan Karimunjawa, yang berada di Laut
Jawa, di mana untuk menuju ke wilayah tersebut sekarang dilayani oleh kapal ferry dari
Pelabuhan Jepara dan kapal cepat dari Pelabuhan Tanjung Emas Semarang. Selain itu di
Kepulauan Karimunjawa juga terdapat lapangan terbang perintis yang dapat didarati pesawat
terbang berjenis kecil dari Semarang.
Luas wilayah daratan Kabupaten Jepara 100.413,189 ha (1.004,132 km2) dengan
panjang garis pantai 72 km. Wilayah tersempit adalah Kecamatan Kalinyamatan (2.3710,001
wilayah merupakan tanah kering sebesar 74.122,133 ha (73,82%) dan sisanya merupakan tanah
sawah sebesar 26.291,056 ha (26,28%).
3.1 Letak Kabupaten Jepara dalam Konstalasi Jawa Tengah
Wilayah Kabupaten Jepara juga mencakup luas lautan sebesar 1.845,6 km². Pada
lautan tersebut terdapat daratan kepulauan sejumlah 29 pulau, dengan 5 pulau
berpenghuni dan 24 pulau tidak berpenghuni. Wilayah kepulauan tersebut merupakan
Kecamatan Karimunjawa yang berada di gugusan Kepulauan Karimunjawa, yakni gugusan
pulau-pulau yang ada di Laut Jawa dengan dua pulau terbesarnya adalah Pulau
Karimunjawa dan Pulau Kemujan. Sedangkan sebagian besar wilayah perairan tersebut
dilindungi dalam Taman Nasional Laut Karimunjawa.
Peta Kabupaten Jepara
Kondisi ekonomi di Kabupaten Jepara selama ini didukung oleh kebesaran industri
meubeler sehingga Kabupaten Jepara dikenal sebagai Kota Ukir, di mana terdapat sentra
kerajinan ukiran kayu (pusat kerajinan ini terdapat di Kecamatan Tahunan dan Jepara)
yang ketenarannya hingga ke luar negeri. Banyaknya usaha mebeler ternyata mampu
mendongkrak sektor industri pengolahan, sehingga menjadi leading sector dalam
perekonomian. Sektor ini dibanding delapan sektor lainnya memberikan kontribusi paling
besar bagi produk domestik regional bruto (PDRB). Selain itu, di Kabupaten Jepara juga
banyak terdapat tempat pariwisata yang sangat memikat wisatawan, sehingga sektor ini
Sedangkan hal lain yang cukup mempengaruhi kondisi ekonomi Kabupaten Jepara
adalah adanya pembangunan pembangkit listrik energi alternatif (PLTU Tanjung Jati B –
dalam proses pembangunan unit 3 dan 4) dan pembangunan Jepara The World Carving
Centre, di mana pembangunan kedua hal tersebut akan membawa dampak yang sangat
luas baik dalam ekonomi, sosial dan budaya masyarakat. Pada bidang ekonomi
pembangunan pembangkit listrik energi alternatif akan meningkatkan perputaran roda
perekonomian daerah. Hal tersebut berdampak pada peningkatan penyerapan tenaga
kerja, berkembangnya usaha kecil dan besar, sarana prasarana (transportasi dan
pelabuhan batubara), serta meningkatnya pendapatan daerah.
Berdasarkan gambaran sepintas tentang perekonomian daerah di atas berikut
akan diuraikan tentang struktur perekonomian daerah terkait kontribusinya terhadap
wilayah dan ciri-ciri ekonomi wilayah, berdasar basis ekonomi dan sektor-sektor
unggulan.
Untuk melihat pertumbuhan perekonomian Kabupaten Jepara secara umum, maka
berikut akan disajikan melalui indikator perkembangan Produk Domestik Regional Bruto
yang selanjutnya disingkat PDRB.
PDRB Atas Dasar Harga Berlaku dan Konstan 2000 serta Perkembangannya Tahun 2000-2008 (jutaan rupiah)
Tahun
Harga Berlaku Harga Konstan
Besarnya
2000 2.811.831,44 100,00 2.811.831,44 100,00
2001 3.250.361,67 115,60 2.915.878,17 103,70
2002 3.655.056,45 129,99 3.032.806,33 107,86
2003 4.010.481,69 142,63 3.146.838,58 111,91
2004 4.383.716,47 155,90 3.272.708,72 116,39
2005 5.018.164,13 178,47 3.411.159,47 121,31
2007 6.468.910,34 230,06 3.722.677,82 132,39
2008 7.455.878,02 265,16 3.889.988,85 138,34
Sumber : Kabupaten jepara dalam Angka 2010
Dari tabel diatas terlihat bahwa PDBR Kabupaten Jepara pada tahun 2008 atas
dasar harga berlaku sebesar Rp. 7.455.878,02 juta, yang berarti selama kurun waktu 9
tahun (2000-2008) PDRB Kabupaten Jepara mengalami kenaikan sebesar 265,16% dan
secara konstan naik sebesar 138,34%.
Adapun secara sektoral, PDRB Kabupaten Jepara Tahun 2008 didominasi oleh tiga
pilar terpenting penyangga ekonomi Kabupaten Jepara yang dipegang oleh sektor
industri, pertanian dan perdagangan. Pasang surut di tiga sektor ini akan sangat berperan
dalam menggoyang irama gerak kegiatan ekonomi masyarakat Jepara.
Tiang penyangga utama roda ekonomi Jepara tahun 2008 masih pada sektor
industri dengan andil sebesar 27,87%. Jenis industri utama di Kabupaten Jepara adalah
mebel dan ukiran dari kayu. Sedangkan industri yang lain adalah tenun ikat, konveksi,
makanan, rokok, genteng/batu bata, dan lain-lain. Pada tahun 2008 sektor industri masih
mampu tumbuh sebesar 4,87%, setelah tahun sebelumnya tumbuh sebesar 5,79%. Sektor
pertanian senantiasa mengalami dinamika, di mana pada tahun 2008 hanya mampu
tumbuh sebesar 1,40%, sedikit lebih rendah dibanding tahun 2007 yang sebesar 1,50%.
Sub sektor tanaman bahan makanan yang pada tahun 2007 hanya tumbuh sebesar 0,71%,
kini (tahun 2008) tumbuh sebesar 1,75%. Komoditas yang berkembang pesat adalah
sayuran, sedangkan padi dan palawija mengalami penurunan. Sub sektor tanaman
perkebunan pada tahun 2008 tumbuh sebesar 2,30% dan kehutanan naik sebesar 6,74%.
Sub sektor pertanian yang mengalami penurunan adalah Peternakan (-2,81%) dan
perikanan (-5,00%). Dinamika sektor pertanian, seperti yang diuraikan di atas ternyata
masih mampu menyumbang PDRB Kabupaten Jepara sebesar 22,49% yang berarti masih
sangat penting artinya dalam memberikan nilai tambah ekonomi bagi masyarakat Jepara.
Laju pertumbuhan ekonomi daerah merupakan salah satu indikator penting dalam
pengukuran kinerja ekonomi makro daerah, di mana tahun 2008 pertumbuhan ekonomi
Kabupaten Jepara secara agregat tumbuh sebesar 4,49%. Laju pertumbuhan ekonomi
4,74%. Sedangkan laju pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah sebesar 5,47% dan Nasional
sebesar 6,06%.
Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Jepara,
Provinsi Jawa Tengah dan Nasional Tahun 2001-2008 (persen)
Tahun Kabupaten Jepara
Provinsi
Jawa Tengah
Nasional
2001 3,70 3,59 3,64
2002 4,01 3,55 4,50
2003 3,76 4,98 4,78
2004 4,00 5,13 5,03
2005 4,23 5,35 5,69
2006 4,19 5,33 5,51
2007 4,74 5,59 6,28
2008 4,49 5,47 6,06
Sumber : Kabupaten jepara dalam Angka 2010
Adapun indikator ekonomi yang ketiga adalah tingkat inflasi, di mana informasi
akan laju inflasi merupakan tolok ukur kestabilan perekonomian suatu daerah.
Berdasarkan data dari buku Jepara Dalam Angka 2008 (BPS) menunjukkan bahwa
tingkat inflasi Kabupaten Jepara tahun 2008 sebesar 11,61% atau mengalami kenaikan
5,28% dari tahun 2007 yang hanya sebesar 6,33%.
Besarnya angka inflasi Kabupaten Jepara di tahun 2008 ini dipengaruhi oleh
perubahan harga menurut kelompok barang. Faktor yang sangat mempengaruhi
terjadinya kenaikan inflasi adalah adanya kenaikan kolompok Makanan Jadi sebesar
21,73%, kelompok Bahan Makanan naik sebesar 14,72%, kelompok Sandang naik 12,85%,
serta kelompok Transportasi yang naik sebesar 11,51%.
Struktur ruang wilayah Kabupaten Jepara merupakan kerangka tata ruang wilayah
lain yang dihubungkan dengan sistem jaringan prasarana wilayah kabupaten terutama
jaringan transportasi. Pusat kegiatan di Wilayah Kabupaten Jepara merupakan simpul
pelayanan sosial ekonomi masyarakat di wilayah Kabupaten Jepara yang terdiri atas:
o Pusat Kegiatan Lokal (PKL) yang terdiri dari Kota Jepara dan Pecangaan
o Pusat Kegiatan Lokal Potensial (PKLp) merupakan pengembangan kawasan perkotaan
di Kecamatan Bangsri, Kalinyamatan dan Kecamatan Karimunjawa.
o Pusat Pelayanan Kegiatan (PPK) di tetapkan di Kecamatan Keling dan Batealit
Pola ruang Kabupaten Jepara adalah distribusi peruntukan ruang dalam wilayah
Kabupaten Jepara yang meliputi rencana peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan
untuk fungsi budi daya. Untuk kawasan lindung terdiri dari:
o Kawasan yang memberikan perlindungan kawasan bawahannya.
o Kawasan perlindungan setempat.
o Kawasan suaka alam, pelestarian alam dan cagar budaya.
o Kawasan RencanaBencana alam Sedangkan Kawasan Budidaya yang ada di
Kabupaten Jepara meliputi:
o Kawasan pertanian.
o Kawasan non pertanian
o Kawasan tertentu
Rencana umum tata ruang kota adalah arahan kebijakan pembangunan dan
pengembangan fisik spasial wilayah kota. Di dalamnya mencakup arahan pengembangan
struktur pemanfaatan ruang kota, arahan pengembangan penduduk, pengembangan
bagian wilayah kota, arahan pemanfaatan dan penggunaan lahan, sistem transportasi
dan saranasera prasarana kota.
Untuk mencapai kebijaksanaan pengembangan kota tersebut, terlebih dahulu
dirumuskan suatu konsep penataan ruang, yang didasari oleh kondisi fisik kota, arahan
kebijakan serta fungsi dan peran kota terhadap wilayah di belakangnya.
3.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan Perda Kabupaten Jepara Nomor 2 Tahun 2011 tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah Kabupaten Jepara Tahun 2011-2031 mengatakan bahwa Penataan Ruang
Bertujuan untuk mewujudkan perkembangan kabupaten yang bertumpu pada sektor
industri pengolahan, pertanian dan pariwisata berbasis pada potensi lokal yang
mendukung perkembangan Kabupaten Jepara adalah sektor industri pengolahan. Sektor
Industri Pengolahan merupakan salah satu sektor andalan dan progresif di kabupaten
Jepara
Berdasarkan Perda Kabupaten Jepara Nomor 2 Tahun 2011 tentang RTRW Kab.
Jepara Pasal 6 ayat 1, Strategi pengembangan dan pemberdayaan industri mikro, kecil
dan menengah dengan titik berat pada pengolahan hasil pertanian, kehutanan, bahan
dasar hasil tambang, dan perikanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a,
meliputi:
1. mengembangkan industri mebel ukir, tenun ikat, konveksi, perhiasan, makanan,
keramik dan rokok;
2. mengembangkan klaster-klaster industri;
3. mendorong peningkatan kegiatan koperasi, usaha mikro, kecil dan menengah;
4. mengembangkan pusat pengolahan hasil pertanian dan perikanan; dan
5. mengembangkan wilayah industri.
Berdasarkan point-point diatas, point pertama mengatakan mengenai Industri
mebel ukir. Berdasarkan berbagai sumber, industri mebel di Kabupaten jepara merupakan
pendukung utama sektor industri pengolahan sebagai sektor unggulan. Industri mebel di
kabupaten Jepara mampu menarik industri kecil lainnya. Akibat dari adanya industri mebel
ini, industri-industri kecil yang berhubungan dengan inovasi terhadap produksi-produksi
mebel bermunculan. Selain itu, industri mebel memberikan kontribusi yang cukup tinggi
terhadap pendapatan daerah. Hal tersebut dapat dilihat dalam PDRB Kabupaten Jepara
ADHK menurut lapangan usaha Tahun 2013-2015. Dalam dokumen PDRB tersebut, di
tahun 2013 sektor industri Pengolahan memiliki hasil produksi sebesar 5.148.447,78 juta
rupiah, di tahun 2014 sebesar 5.472.144,33 juta rupiah, dan 5.756.335,67 juta rupiah di
tahun 2015. Berdasarkan angka hasil produksi tersebut, sektor industri merupakan sektor
yang memiliki angka produksi terbesar dibandingkan dengan sektor-sektor lainnya.
Besarnya angka produksi sektor industri diakibatkan oleh unggulnya industri
mebel. Akibat dari tingginya hasil produksi Industri mebel, Kabupaten Jepara mampu
melayani pasar dalam negeri dan luar negeri dari hasil produksi mebel. Nilai eksport mebel
di Kabupaten Jepara termasuk dalam kategori tinggi dibandingkan dengan nilai eksport
barang lainnya. Di Kabupaten Jepara, terdapat berbagai jenis hasil olahan dari kayu yang
terdapat fasilitas pameran seperti Jepara Expo di berbagai kota di Indonesia yang
memungkinkan nilai hasil produksi Mebel meningkat.
Namun, sangat disayangkan karena nilai produksi mebel semakin menurun. Hal
tersebut diakibatkan oleh kelengkapan bahan baku khususnya kayu jati, efektifvitas
kelembagaan dan persaingan terhadap industri mebel rendah, kualitas SDM rendah
dalam pengolahan dan produksi mebel, rendahnya inovasi, sebagian besar pengrajin
bekerja secara sendiri-sendiri mulai dari pengadaan bahan baku, proses produksi,
pengadaan hingga pemasaran, serta Terbatasnya akses permodalan dari perbankan untuk
IKM. Permasalahan lain yang menyebabkan turunnya angka produksi dan nilai mebel,
diantaranya adalah Trend eksport Indonesia untuk industri mebel Kabupaten Jepara yang
menurun dalam beberapa waktu terakhir, Sebagian besar sumber bahan baku dimpor dari
daerah lain (Jawa Barat, Jawa Timur, Sumatera, Sulawesi dan NTB), Munculnya kompetitor
baru di pasar lokal maupun global (China, Vietnam, Filipina, dll), Perlunya sertifikasi dan
HaKI terkait bahan baku yang ramah lingkunan dari lembaga sertifikasif internasional.
Berdasarkan berbagai hal diatas, pemecahan permasalahan mengenai
menurunnya angka produksi produk mebel dapat diatasi dengan berbagai masalah. Salah
satu rekomendasi untuk memcahkan permasalahan industri mebel dan menjadikan
industri mebel sebagai sektor unggulan dalam mendukung perekonomian Kabupaten
Jepara adalah kluster indusrti. Klaster Industri ditujukan pada industri-industri yang
menghasilkan berbagai jenis produk mebel, pengolah bahan baku industri, penyedia
bahan baku industri, dan sebagainya yang berhubungan dengan produksi mebel. Dengan
konsep klaster industri, diharapkan angka produksi mebel meningkat kembali, dan dapat
BAB IV ANALISIS
4.1 Analisis LQ dan Shift Share
Untuk mengetahui sektor unggulan dan perubahan struktur ekonomi di Kabupaten
Jepara digunakan analisis LQ (Location Quotient) dan analisis shift share.
4.1.1 Analisis LQ (Location Quotient)
Di dalam analisis LQ atau Location Quotient terdapat dua analisa yaitu SLQ
(Statistic Location Quotient) dan analisis DLQ (Dynamic Location Quotient) dimana
data yang dibutuhkan untuk melakukan analisis berupa data Produk Domestik
Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Jepara tahun 2013-2015 dan Produk Domestik
Regional Bruto (PDRB) Provinsi Jawa Tengah tahun 2013-2015.
a. Analisis SLQ (Statistic Location Quotient)
SLQ (Statistic Location Quotient) merupakan suatu indeks yang mengukur apakah
suatu sektor merupakan sektor basis atau tidak bagi suatu daerah dengan
menggunakan rumus sebagai berikut:
SLQ =Vik/Vk Vip/Vp
Keterangan:
Vik = Nilai output (PDRB) sektor i daerah studi k (kabupaten/kota)
Vk = PDRB total semua sektor di daerah studi k
Vip =Nilai output (PDRB) sektor i daerah referensi p (propinsi)
Vp =PDRB total semua sektor di daerah referensi p
Interpretasi:
SLQ > 1
Peran sektor i di daerah k lebih menonjol dari pada peran sektor k di daerah
p. Sehingga, sektor i merupakan sektor basis
SLQ = 1
Peran sektor i di daerah k dan daerah p terspesialisasi baik.
SLQ < 1
Peran sektor i di daerah k kurang menonjol dari pada peran sektor k di
daerah p. Sehingga, sektor i bukan merupakan sektor non basis
Analisis DLQ (Dynamic Location Quotient) adalah Indeks yang melihat laju
pertumbuhan suatu sektor basis di suatu wilayah untuk mengetahui potensi
maupun tren perkembangan suatu sektor. Rumus yang digunakan untuk
gj = Rata-rata laju pertumbuhan sektor di regional j
Gi = Laju pertumbuhan sektor i di provinsi
G = Rata-rata laju pertumbuhan sektor di provinsi
t = Selisih tahun akhir dan tahun awal
Interpretasi: DLQ > 1
potensi perkembangan sektor i di suatu regional lebih cepat dibandingkan
sektor yang sama di provinsi
DLQ = 1
sektor i mempunyai potensi perkembangan sama cepat dengan sektor
yang sama di provinsi
DLQ < 1
potensi perkembangan sektor i di suatu regional lebih rendah
dibandingkan sektor yang sama di provinsi
c. Analisis Gabungan SLQ dan DLQ
Analisis ini digunakan untuk mengetahui kondisi sektor pada saat ini dan
beberapa saat ke depan apakah akan terjadi pergeseran kondisi sektor ekonomi
atau tidak. Hal tersebut dapat diketahui melalui hasil analisis SLQ dan DLQ
Tabel 1 Interpretasi Analisis Gabungan
Kriteria SLQ > 1 SLQ < 1 DLQ > 1 Sektor Unggulan Sektor Andalan
DLQ < 1 Sektor Prospektif Sektor Tertinggal
Keterangan :
Sektor unggulan yaitu sektor yang pada saat ini merupakan sektor unggulan dan tetap berpotensi unggul pada beberapa tahun ke depan
Sektor andalan adalah sektor yang pada saat ini belum unggul tetapi dalam beberapa waktu ke depan berpotensi unggul
Sektor prospektif adalah sektor yang pada saat ini merupakan sektor unggulan tetapi tidak berpotensi unggul dalam beberapa waktu ke depan
Sektor tertinggal adalah sektor yang dinyatakan tidak unggul untuk saat ini dan pada beberapa waktu ke depan pun belum berpotensi unggul untuk
menjadi sektor unggulan
Berikut ini merupakan hasil analisis LQ yang telah dilakukan untuk mengetahui
struktur perekonomian Kabupaten Jepara khususnya posisi sektor industri
pengolahan apakah sektor tersebut menjadi salah satu sektor yang potensial
Tabel 2 PDRB Kabupaten Jepara ADHK menurut lapangan usaha (juta rupiah) Tahun 2013-2015
Lapangan Usaha
PDRB ATAS DASAR HARGA KONSTAN LAJU PERTUMBUHAN
PDRB LAJU RATA-RATA 2013 2014 2015 2013 2014 2015
A Pertanian, Kehutanan, dan
Perikanan
2,442,708.34 2,374,196.79 2,444,155.23 4.55 -2.80 2.95 1.57
B Pertambangan dan Penggalian 284,627.47 296,113.92 300,899.51 0.20 4.04 1.62 1.95
C Industri Pengolahan 5,148,447.78 5,472,144.33 5,756,335.67 6.41 6.29 5.19 5.96
D Pengadaan Listrik dan Gas 18,713.12 18,858.57 18,910.60 6.76 0.78 0.28 2.61
E Pengadaan Air,Pengelolaan
Sampah, Limbah dan Daur Ulang
12,430.21 12,792.38 13,030.56 -2.66 2.91 1.89 0.71
F Konstruksi 1,007,476.42 1,050,528.89 1,103,072.38 3.62 4.27 5 4.30
G Perdagangan Besar dan Eceran;
Reparasi Mobil dan Sepeda Motor
2,815,811.83 2,932,999.12 3,072,168.46 4.22 4.16 4.74 4.37
H Transportasi dan Pergudangan 650,517.88 695,080.64 735,840.20 8.91 6.85 5.86 7.21
I Penyediaan Akomodasi dan
Makan Minum
613,255.35 661,862.82 715,421.07 2.04 7.93 8.09 6.02
J Informasi dan Komunikasi 394,600.74 468,279.84 523,714.48 10.83 18.67 11.84 13.78
K Jasa Keuangan dan Asuransi 329,642.67 339,180.07 357,149.54 2.17 2.89 5.3 3.45
M,N Jasa Perusahaan 69,868.85 75,579.32 83,665.47 12.23 8.17 9.38 9.93
O Administrasi Pemerintahan,
Pertahanan dan Jaminan Sosial
Wajib
399,799.87 399,358.96 417,005.74 1.24 -0.11 4.42 1.85
P Jasa Pendidikan 689,184.17 764,990.97 803,497.68 9.13 11.00 5.03 8.39
Q Jasa Kesehatan dan Kegiatan
Sosial
127,999.85 146,363.42 157,930.65 7.49 14.35 7.9 9.91
R,S,T,U Jasa lainnya 349,344.06 378,981.47 390,149.20 8.55 8.48 2.95 6.66
Produk Domestik Regional Bruto 15,623,738.87 16,374,128.98 17,197,788.96 5.39 4.80 5.03 5.07 Sumber : BPS Kabupaten Jepara
Tabel 3 PDRB Provinsi Jawa Timur ADHK menurut lapangan usaha (juta rupiah) Tahun 2013-2015
Lapangan Usaha
PDRB ATAS DASAR HARGA KONSTAN
LAJU PERTUMBUHAN PDRB
LAJU RATA-RATA 2013 2014 2015 2013 2014 2015
A Pertanian, Kehutanan, dan
Perikanan
108,832,110.55 107,793,380.89 113,825,916.62 2.15 -0.95 5.6 2.27
B Pertambangan dan Penggalian 14,594,164.05 15,542,648.84 16,099,865.67 6.17 6.50 3.59 5.42
C Industri Pengolahan 254,694,118.95 271,561,473.20 284,100,055.43 5.45 6.62 4.62 5.56
E Pengadaan Air,Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang
549,040.44 567,980.08 577,261.68 0.23 3.45 1.63 1.77
F Konstruksi 73,465,919.37 76,681,876.60 81,286,113.22 4.90 4.38 6 5.09
G Perdagangan Besar dan Eceran;
Reparasi Mobil dan Sepeda Motor
105,825,306.31 110,809,193.58 115,432,839.89 4.72 4.71 4.17 4.53
H Transportasi dan Pergudangan 22,760,150.97 24,802,180.75 26,762,196.74 9.33 8.97 7.9 8.73
I Penyediaan Akomodasi dan
Makan Minum
21,812,570.05 23,465,641.07 25,129,775.14 4.51 7.58 7.09 6.39
J Informasi dan Komunikasi 26,663,583.07 30,130,161.63 33,001,271.38 7.99 13.00 9.53 10.17
K Jasa Keuangan dan Asuransi 19,311,454.80 20,115,572.55 21,745,557.76 3.89 4.16 8.1 5.38
L Real Estate 12,853,218.11 13,776,863.54 14,822,295.08 7.70 7.19 7.59 7.49
M,N Jasa Perusahaan 2,340,118.40 2,534,615.62 2,780,942.86 12.12 8.31 9.72 10.05
O Administrasi Pemerintahan,
Pertahanan dan Jaminan Sosial
Wajib
20,912,828.39 21,075,646.54 22,194,694.80 2.65 0.78 5.31 2.91
P Jasa Pendidikan 24,930,587.32 27,466,220.07 29,410,481.90 9.53 10.17 7.08 8.93
Q Jasa Kesehatan dan Kegiatan
Sosial
5,321,609.80 5,907,510.61 6,324,015.26 7.12 11.20 7.05 8.46
R,S,T,U Jasa lainnya 10,983,732.87 11,917,818.01 12,300,030.67 9.24 8.50 3.21 6.98
Tabel 4 Hasil Perhitungan Analisis LQ Kabupaten Jepara
Lapangan Usaha SLQ Keterangan DLQ Keterangan
Analisis
1.24 Lebih Cepat Sektor Andalan
C Industri Pengolahan 0.95 Sektor Non
Basis
1.04 Lebih Cepat Sektor Andalan
D Pengadaan Listrik dan
Gas
G Perdagangan Besar dan
L Real Estate 0.97 Sektor Non Basis
1.04 Lebih Cepat Sektor Andalan
M,N Jasa Perusahaan 1.41 Sektor Basis 0.98 Lebih
1.18 Lebih Cepat Sektor Andalan
P Jasa Pendidikan 1.28 Sektor Basis 0.79 Lebih
Sumber : Hasil Analisis, 2017
Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan pada tabel diatas dapat diketahui
bahwa yang menjadi sektor basis di Kabupaten Jepara terdapat 10 sektor yaitu sektor
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan, sektor Pengadaan Listrik dan Gas, sektor
Pengadaan Air,Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang, sektor Perdagangan
Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor, sektor Transportasi dan
Pergudangan, sektor Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum, sektor Jasa
Perusahaan, sektor Jasa Pendidikan, sektor Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial dan
sektor Jasa lainnya. Sedangkan 7 sektor lainnya bukan merupakan sektor unggulan (non
basis) termasuk sektor industri pengolahan yang memiliki nilai SLQ sebesar 0.95.
Namun, dari hasil analisis DLQ dengan nilai 1.04 menunjukkan bahwa sektor industri
pengolahan di Kabupaten Jepara menjadi salah satu sektor yang lebih cepat
berkembang jika dibandingkan dengan sektor industri pengolahan di lingkup Provinsi