• Tidak ada hasil yang ditemukan

SINERGITAS WAKAF DENGAN ASURANSI JIWA SY

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "SINERGITAS WAKAF DENGAN ASURANSI JIWA SY"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

SINERGITAS WAKAF DENGAN ASURANSI JIWA SYARIAH

DALAM FATWA DSN-MUI NO 106 TAHUN 2016 TENTANG

WAKAF MANFAAT ASURANSI DAN MANFAAT INVESTASI

PADA ASURANSI JIWA SYARIAH

Romadhon Nugroho

Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang romadhon.nugroho@gmail.com

Abstrak

Penelitian ini bertujuan mengkaji sinergi wakaf dengan asuransi jiwa syariah pada fatwa DSN-MUI no 106 tahun 2016 tentang wakaf manfaat asuransi dan manfaat investasi pada asuransi jiwa syariah. Penelitian ini merupakan hasil penelitian kepustakaan dengan pendekatan perundang-undangan dengan bahan hukum fatwa DSN-MUI no 106 tahun 2016 tentang wakaf manfaat asuransi dan manfaat investasi pada asuransi jiwa syariah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor yang melatarbelakangi hadirnya fatwa DSN-MUI ini dipengaruhi oleh pertama, DSN-MUI belum mengatur ketentuan hukum mewakafkan manfaat asuransi dan manfaat investasi pada asuransi jiwa syariah. Kedua, fatwa DSN-MUI terkait asuransi syariah belum mengakomodir pengembangan usaha produk asuransi syariah. Ketiga, pengembangan wakaf produktif dengan mensinergikan wakaf dengan asuransi syariah. Sesuai dengan prinsip syariah dalam Peraturan Bank Indonesia No.11/15/PBI/2009 maka lembaga asuransi syariah yang menjalankan produk wakaf Manfaat Asuransi dan Manfaat lnvestasi harus sesuai dengan fatwa DSN-MUI. Istinbat hukum yang digunakan DSN-MUI dalam menetapkan fatwa didasarkan pada Al-Qur’an, Hadist, dan kaidah fiqqiyah. Penetapan fatwa ini, menggunakan metode istislahi, dengan memperhatikan kemaslahatan umum dan

maqashid asy-syari’ah.

Kata Kunci: Fatwa; DSN-MUI; Wakaf; Asuransi Syariah.

Abstract

The main purpose of this research is to examine the synergy of waqf with sharia life insurance on the fatwa of DSN-MUI number 106 years 2016 about Waqf insurance benefits and investment benefits on sharia life insurance. The method used in this research is literature research with the legislation approach by a legal material of DSN-MUI fatwa number 106 years 2016 about waqf of insurance benefit and investment benefit in sharia life insurance. The results of this research reveal that the factors behind the presence of the DSN-MUI fatwa are influenced by, first DSN-MUI has not set the provisions of the insurance benefit law and sharia life insurance investment. Secondly, the fatwa of DSN-MUI related to sharia insurance has not accommodated business development, especially the development of sharia insurance product. Third, the development of productive waqf by synergizing waqf with Takaful

instrument. Then, appropriate with the principles of sharia in Bank Indonesia Regulation No.11/15/PBI/2009, the Takaful institution that runs waqf products Insurance Benefits and Investment Benefits must comply with the stipulation that has been filed DSN-MUI. The legal instances used by DSN-MUI in establishing fatwas are based on the Qur'an, Hadith, and

fiqqiyah rules. Using the istislahi method that is the consideration of the benefit based on

general nash, viewing to the mashalih 'ammah and maqashid asy-syari'ah.

(2)

Pendahuluan

Wakaf merupakan salah satu pilihan utama bagi seorang muslim apabila ingin hartanya menjadi abadi. Wakaf sendiri bagi seorang muslim merupakan realisasi ibadah kepada Allah melalui harta benda yang dimilikinya, yaitu dengan melepas benda yang dimilikinya untuk kepentingan umum. Sepanjang sejarah Islam, wakaf telah memerankan peran yang sangat penting dalam mengembangkan kegiatan-kegiatan sosial, ekonomi dan kebudayaan masyarakat Islam. Dalam sejarah Islam, wakaf dikenal sejak masa Rasulullah SAW. Wakaf disyariatkan setelah Nabi SAW berhijrah ke Madinah pada tahun kedua Hijriyah. Ada dua pendapat yang berkembang dikalangan fuqaha’ tentang siapa yang pertama kali melaksanakan syariat wakaf. Menurut sebagian pendapat pertama (kaum anshar), mengatakan bahwa yang pertama kali melaksanakan wakaf adalah Rasulullah saw. Beliau Rasulullah saw mewakafkan tanahnya untuk dibangun sebuah masjid. Sedangkan menurut pendapat yang kedua (kaum muhajirin), mengatakan bahwa yang pertama kali melaksanakan syariat wakaf adalah Umar bin Khatab.1

Wakaf dalam islam setidaknya ada dua bentuk yakni wakaf ahli dan wakaf khairi. Wakaf

ahli ialah pemanfaatannya hanya sebatas keluarga wakif. Yakni, anak-anak mereka pada tingkatan pertama dan seluruh keturunannya secara turun temurun sampai seluruh anggota keluarga itu meninggal dunia. Baru setelah itu hasil wakaf dapat dimanfaatkan orang lain, seperti anak yatim piatu, fakir miskin dan pihak lain yang memerlukan.2 Sedangkan yang dimaksud wakaf khairi ialah wakaf yang sejak semula ditujukan untuk kepentingan umum.3 Wakaf jenis ini dapat digunakan sebagai salah satu sumber investasi untuk pembangunan ekonomi umat, baik di bidang sosial, ekonomi, pendidikan dan lainnya.

Maka dari itulah tidaklah berlebihan ketika wakaf dikatakan sebagai ibadah yang berdimensi ganda. Selain untuk menggapai keridhaan dan pahala dari allah, wakaf merupakan ibadah yang juga berorientasi pada hablum min nas, hubungan manusia dengan lingkungannya, atau bisa juga disebut sebagai kesalehan sosial. Dilihat dari segi manfaat pengelolaannya, sejak dahulu, wakaf sangat berjasa besar dalam membangun berbagai sarana sebagai bentuk jaminan sosial untuk kepentingan umum demi kesejahteraan umat manusia.

Sistem manajemen pengolahan wakaf merupakan salah satu aspek penting dalam pengembangan wakaf di Indonesia hari ini. Kalau dalam paradigma lama wakaf selama ini lebih menekankan pentingnya pelestarian dan keabadian benda wakaf, maka dalam pengembangan paradigma baru wakaf lebih menitikberatkan pada aspek pemanfaatan yang lebih nyata tanpa kehilangan eksistensi benda wakaf itu sendiri. Dalam manajemen kekinian, wakaf telah terintegrasikan dengan berbagai sistem modern yang telah ada, terutama yang menyangkut wakaf uang yang belakangan ini semakin gencar dikembangkan di Indonesia. Berdasarkan UU no. 41 tahun 2004 pasal 28 tentang wakaf, penerimaan dan pengelolaan wakaf uang dapat diintegrasikan dengan Lembaga Keuangan Syariah (LKS).

Demi mengembangkan produk wakaf produktif ini, asuransi syariah pun ikut andil mengambil peran dalam menggali dan mengembangkan wakaf produktif di Indonesia. Asuransi syariah hadir dengan produk baru wakaf yakni wakaf manfaat asuransi dan manfaat investasi pada asuransi jiwa syariah. Konsep wakaf di asuransi syariah ini sendiri terbagi dalam tiga jenis. Pertama adalah wakaf fund yang merupakan asuransi dengan model wakaf, dimana tabarru’fund di asuransi syariah disebut dana wakaf karena mekanismenya

1 Departemen Agama RI, Fiqh Wakaf, (Jakarta: direktorat jendaral bimbingan masyarakat islam direktorat

pemberdayaan wakaf,2006) 4 2

Wahbah Zuhaili, Fiqih Islam wa adlillatuhu, Terj. Abdul Hayyie al-Kattani, (Jakarta: Gema Insani, 2011), 277 3

(3)

perusahaan akan membentuk dana wakaf sebelum kemudian orang ber-tabarru’ yang dananya akan mengalir ke rekening wakaf fund. Kedua adalah wakaf polis yang sudah jadi dan berada di tangan pemegang polis untuk kemudian diwakafkan kepada badan atau lembaga wakaf. Ketiga adalah fitur produk asuransi syariah yakni produk perusahaan asuransi syariah yang peruntukkan manfaat asuransi dan manfaat investasi adalah untuk diwakafkan.4

Wakaf tunai khususnya wakaf manfaat asuransi dan manfaat investasi pada asuransi jiwa syariah bagi umat Islam Indonesia memang masih relatif baru. Ini bisa dilihat dari masih kurangnya peraturan yang melandasinya. Maka dari itu Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia memandang perlu menetapkan fatwa tentang hukum wakaf manfaat asuransi dan manfaat investasi pada asuransi jiwa syariah untuk dijadikan pedoman oleh masyarakat. Dengan melihat bahwa wakaf tunai itu memiliki kemaslahatan yang besar yang tidak dimiliki oleh benda lain. Keputusan penetapan fatwa yang dilakukan oleh Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia ini merupakan suatu bentuk respon terhadap fenomena terkini yang muncul pada era saat ini. Penelitian ini bertujuan mengkaji sinergi wakaf dengan asuransi jiwa syariah pada fatwa DSN-MUI no 106 tahun 2016 tentang wakaf manfaat asuransi dan manfaat investasi pada asuransi jiwa syariah.

Selain itu peneliti menampilkan penelitian terdahulu, dengan tujuan untuk menghindari kesamaan objek penelitian atau yang disebut dengan plagiasi, sebagai berikut :

Penelitian yang oleh Mohammad Shodli “Analisis Terhadap Fatwa MUI Tentang Wakaf

Uang”. Penelitian ini menjelaskan tentang istinbath hukum Majelis Ulama Indonesia tentang

kebolehan wakaf uang (cash waqf), sebagai sebuah upaya (alternatif) atas wakaf-wakaf yang sudah ada di Indonesia. Menerangkan kedudukan hukum terkait wakaf uang di Indonesia, serta menjelaskan istinbath yang dilakukan Majelis Ulama Indonesia sebelum pengambilan keputusan fatwa.5

Penelitian yang oleh Latif Ali Romadhoni “Studi analisis fatwa Majelis Ulama Indonesia

tahun 2002 tentang wakaf uang”. Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan dan

menguraikan istinbat hukum yang digunakan oleh Majelis Ulama Indonesia dalam menetapkan fatwa tentang wakaf uang.6

Penelitian yang oleh Rima Melati “Wakaf uang (studi komparasi antara hukum islam

dengan undang undang nomor 41 tahun 2004 tentang wakaf)”. Penelitian ini meneliti tentang

wakaf uang dalam prespektif hukum islam dan undang-undang no 41 tahun 2004 tentang wakaf. Skripsi ini memaparkan persamaan dan perbedaan wakaf uang dari dua sudut pandang yakni sudut pandang hukum islam dan dari sudut pandang undang-undang no 41 tahun 2004.7

Apabila dijabarkan dibentuk dalam tabel maka dapat disimpulkan antara letak perbedaan dan persamaan antara beberapa skripsi diatas.

4

Badan Wakaf Indonesia, “Sinergi Wakaf dengan Instrumen Asuransi Syariah”,

https://bwi.or.id/index.php/in/publikasi/artikel/715-sinergi-wakaf-dengan-instrumen-asuransi-syariah.html, Diakses pada tanggal 13 Agustus 2017

5

Mohammad Shodli, Analisis Terhadap Fatwa MUI Tentang Wakaf Uang, (Semarang: Skripsi Mahasiswa Fakultas Syariah Institute Agama Islam Negeri Walisongo Semarang, 2004).

6

Latif Ali Romadhoni, Studi Analisis Fatwa Majelis Ulama Indonesia Tahun 2002 Tentang Wakaf Uang, (Yogyakart: Skripsi Mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2015)

7

(4)

Tabel 1 : Persamaan Dan Perbedaan Penelitian Terdahulu

No Peneliti/Tahun Judul Hasil

(5)

wakaf dengan instrumen atau produk asuransi jiwa syariah dalam fatwa DSN-MUI No. 106 tahun 2016 tentang wakaf manfaat asuransi dan manfaat investasi pada asuransi jiwa syariah.

Adapun penulis meneliti dan membahas masalah ini dengan tujuan (1), Mendeskripsikan faktor-faktor yang melatarbelakangi lahirnya fatwa dan status hukum fatwa DSN-MUI tentang wakaf manfaat asuransi dan manfaat investasi pada asuransi jiwa syariah. (2), Mendeskripsikan metode penetapan hukum fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia tentang wakaf manfaat asuransi dan manfaat investasi pada asuransi jiwa syariah.

Metode Penelitian

Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian kepustakaan (library research),8

sebagaimana dalam penelitian ini peneliti berupaya untuk mengkaji faktor-faktor yang melatarbelakangi hadirnya fatwa dan status hukumnya serta metode istinbat hukum yang digunakan dalam penentuan fatwa wakaf manfaat asuransi dan manfaat investasi pada asuransi jiwa syariah.

Berdasarkan pada objek penelitian yang dilakukan, pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Pendekatan Perundang-undangan (statute approach),9 Pada metode pendekatan perundang-undangan peneliti memahami serta menelaah isu hukum dalam peraturan perundang-undangan atau regulasi berdasarkan topik penelitian yaitu fatwa wakaf manfaat asuransi dan manfaat investasi pada asuransi jiwa syariah.

Dalam penelitian ini penulis menggunakan dua bahan hukum yakni bahan hukum primer adalah bahan-bahan hukum yang mengikat.10 Dalam penelitian ini adalah Fatwa DSN-MUI No. 106 tahun 2016 tentang wakaf manfaat asuransi dan manfaat investasi pada asuransi jiwa syariah. Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer.11 Dalam penelitian ini adalah (1), Majelis Ulama Indonesia, Himpunan Fatwa Keuangan Syariah Dewan Syariah Nasional MUI, (2), Departemen Agama RI, Fiqih waqaf, (3), Wahbah Zuhaili, Fiqih islam wa adillatuhu.

Metode pengumpulan bahan hukum merupakan metode untuk mengumpulkan beberapa bahan hukum yang telah ditentukan. Penelitian ini termasuk penelitian pustaka. Bahan hukum berupa bahan hukum primer dan sekunder dikumpulkan melalui studi kepustakaan, yaitu mencari, mengumpulkan serta mengkaji Al-Qur’an dan Hadis. Serta fatwa-fatwa terkait wakaf, buku-buku, hasil penelitian, jurnal, dan artikel terkait dengan wakaf.

Setelah semua bahan hukum terkumpul, maka untuk menganalisisnya mengunakan Analisis isi yang dimaksudkan ialah metodologi penelitian yang tujuannya mengarah pada upaya membatasi temuan-temuan informasi kepustakaan sehingga menjadi data teratur dan tersusun serta lebih berarti. Dari hasil temuan kepustakaan itu dicoba hubungkan dengan landasan teori yang ada. Dalam hal ini adalah data yang berkaitan dengan asuransi jiwa syariah yang dijadikan sebagai objek wakaf. Metode deskriptif adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh penulis untuk menentukan isi atau makna aturan hukum yang dijadikan rujukan dalam menyelesaikan permasalahan hukum yang menjadi objek kajian.12 Data yang diteliti dalam hal ini ialah tentang fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia tentang wakaf manfaat asuransi dan manfaat investasi pada asuransi jiwa syariah.

8

Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum (Jakarta: Kencana, 2011), 137 9

Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum (Jakarta: Kencana, 2011), 96 10

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, ( Jakarta: UI-Press, 1986), 52 11

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, ( Jakarta: UI-Press, 1986), 52 12

(6)

Hasil dan Pembahasan

Faktor-faktor Yang Melatarbelakangi Sinergitas Wakaf dengan Asuransi Syariah Dalam Fatwa Dan Status Hukum Fatwa DSN-MUI No 106 Tentang Wakaf Manfaat Asuransi Dan Manfaat Investasi Pada Asuransi Jiwa Syariah.

Pembahasan sinergi antara wakaf dan asuransi syariah dalam fatwa tentang Wakaf Manfaat Asuransi dan Manfaat Investasi pada Asuransi Jiwa Syariah berangkat dari beberapa faktor yang melatarbelakangi. Pembentukan keputusan fatwa DSN-MUI Nomor 106 Tahun 2016 tentang Wakaf Manfaat Asuransi dan Manfaat Investasi pada Asuransi Jiwa Syariah setidaknya dipengaruhi oleh beberapa hal yakni (1), DSN-MUI merupakan lembaga yang diberi amanat oleh undang-undang untuk menetapkan fatwa tentang ekonomi dan keuangan syariah belum mengatur ketentuan hukum terkait mewakafkan manfaat asuransi dan manfaat investasi pada asuransi jiwa syariah. Lembaga keuangan yang berlandaskan syariah, lembaga keuangan syariah tentunya harus memiliki pijakan atau landasan hukum dalam melaksanakan kegiatannya, landasan hukum tersebut hendaklah berprinsip syariah. Dalam hal ini, DSN-MUI sebagai lembaga Negara yang memiliki wewenang dalam mengeluarkan fatwa-fatwa yang berkaitan dengan berbagai bentuk produk Lembaga Keuangan Syariah (LKS) tidak terkecuali produk-produk baru dalam asuransi syariah, ditunut untuk selalu cermat dan cepat dalam memberikan jawaban atas permasalahan yang ada, utamanya terkait pengembagan usaha pada lembaga keuangan syariah. (2), Fatwa-fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia terkait asuransi syariah belum mengakomodasi pengembangan usaha terutama pengembangan produk-produk asuransi syariah. Fatwa-fatwa DSN-MUI terkait asuransi syariah yang ada masih berkutat pada hukum dan mekanisme asuransi syariah secara sempit, belum bisa mengakomodir kepentingan lembaga keuangan syariah terutam asuransi syariah untuk bisa mengembangankan usahanya. Hal ini tentu akan membawa dilema tersendiri bagi pihak-pihak yang menginginkan usahanya maju dan berkembang. (3), Pengembangan produk wakaf produktif dengan mensinergikan wakaf dengan instrumen asuransi syariah. Sebagaimana diketahui bahwa pada saat ini telah ada sedikit pergeseran definisi wakaf kearah yang lebih fleksibel dan menguntungkan yakni Menahan harta yang dapat dimanfaatkan dan/atau diistitsmar-kan tanpa lenyap bendanya, dengan tidak menjual, menghibahkan, dan/atau mewariskannya, dan hasilnya disalurkan pada sesuatu yang mubah kepada penerima manfaat wakaf yang ada. Lahirnya undang-undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf menjadi momentum tersendiri untuk pemberdayaan wakaf secara produktif sebab di dalamnya terkandung pemahaman yang komprehensif dan pola manajemen pemberdayaan potensi wakaf secara modern. Dengan adanya momentum tersebut dan didorong dengan gencarnya pengembangan wakaf dewasa ini diberbagai sektor, tak terkecuali pada lini perasuransian syariah yang turut ikut andil dalam pengembangan wakaf produktif tersebut. Asuransi syariah hadir dengan produk wakaf manfaat asuransi dan manfaat investasi pada asuransi jiwa syariah dengan tujuan ikut serta dalam pengembangan wakaf produktif.

Fatwa yang dikeluarkan oleh DSN-MUI bukanlah hukum positif,13 sama seperti fatwa yang dikeluarkan MUI dalam bidang-bidang lainnya. Agar fatwa-fatwa yang dikeluarkan oleh DSN-MUI dapat berlaku dan mengikat sebagai mana hukum positif yang berlaku di Indonesia, maka pada UU No.21 tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah disebutkan bahwa fatwa-fatwa yang dikeluarkan DSN-MUI dapat ditindak lanjuti sebagai Peraturan Bank Indonesia. ada kekuatan hukum yang mengikat antara fatwa yang dikeluarkan oleh DSN-MUI dengan hukum positif berupa Peraturan Bank Indonesia yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia. Hubungan ini menunjukkan betapa peran dari lembaga fatwa di Indonesia sangat

13

(7)

signifikan dan strtegis dalam membangun dan memajukan Lembaga Keuangan Syariah dengan tetap memperhatikan hukum-hukum syariah yang harus dipatuhi oleh Lembaga Keuangan Syariah. Pentingnya peran DSN-MUI untuk tetap menjaga kepatuhan Lembaga Keuangan Syariah terhadap ketentuan syariah, karena pada Undang-Undang No. 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah menegaskan bahwa setiap kegiatan usaha tidak boleh bertantangan dengan syariah, yang dirujuk pada fatwa yang telah dikeluarkan DSN-MUI dan telah dikonfersi kedalam Peraturan Bank Indonesia. Dengan demikian Fatwa yang telah dirujuk dan dijadikan Peraturan Bank Indonesia yang mengikat setiap Lembaga Keuangan Syariah atau mengikat publik. Berkaitan dengan ketentuan Undang-undang No. 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah berkenaan dengan berlakunya prinsip syariah, maka Peraturan Bank Indonesia No.11/15/PBI/2009 telah memberikan pengertian mengenai apa yang dimaksud dengan prinsip syariah. Menurut Peraturan Bank Indonesia tersebut “Prinsip Syariah adalah prinsip hukum Islam dalam kegiatan perbankan berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia”. Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia tersebut sepanjang Prinsip Syariah tersebut telah difatwakan oleh Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia, maka Prinsip Syariah demi hukum telah berlaku sebagai hukum positif sekalipun belum atau tidak dituangkan dalam Perturan Bank Indonesia.14

Dengan peraturan yang di tetapkan oleh Bank Indonesia di atas memperkuat posisi fatwa dari DSN-MUI menjadi salah satu sumber penting dalam melakukan innovasi produk pada Lembaga Keuangan Syariah. Walaupun fatwa tersebut belum di aplikasikan dalam Peraturan Bank Indonesia, tetap fatwa tersebut memiliki kekuatan hukum sehingga harus ditaati oleh setiap Lembaga Keuangan yang menggunakan sistem syariah. Berkaitan dengan ketentuan Undang-undang No. 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah berkenaan dengan berlakunya prinsip syariah yang telah dibahas diatas dan dengan telah keluarnya fatwa DSN-MUI no 106 tentang kebolehan Mewakafkan Manfaat Asuransi dan Manfaat lnvestasi pada asuransi jiwa syariah dengan mengikuti ketentuan yang terdapat dalam Fatwa tersebut, maka lembaga asuransi syariah yang akan menerapkan atau menjalankan produk wakaf Manfaat Asuransi dan Manfaat lnvestasi harus sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan oleh DSN-MUI.

Metode Istinbath Hukum DSN-MUI Menetapkan Hukum Sinergitas Wakaf Dengan Asuransi Syariah Dalam Fatwa Wakaf Manfaat Asuransi Dan Manfaat Investasi Pada Asuransi Jiwa Syariah.

DSN-MUI dalam menentukan hukum wakaf manfaat asuransi dan manfaat investasi pada asuransi jiwa syariah digunakan prinsip-prinsip umum yang ditarik dari ayat-ayat Al Qur’an, Al Hadis, dan Qaidah Fiqhiyah seperti yang telah dipaparkan diatas. Berkaitan dengan metode yang digunakan oleh DSN-MUI dalam penetapan fatwa wakaf manfaat asuransi dan manfaat investasi pada asuransi jiwa syariah menggunkan pola istislahi yakni pertimbangan kemaslahatan berdasarkan nash umum. Dalam pola ini, ayat-ayat umum dikumpulkan guna menciptakan beberapa prinsip (umum), yang digunakan untuk melindungi atau mendatangkan kemaslahtan tertentu. Prinsip-prinsip tersebut disusun menjadi tiga tingkatan (daruruiyat,

yakni kebutuhan esensial, hajiyat yakni kebutuhan sekunder dan, tahsiniyat yakni kebutuhan kemewahan).15 Prinsip umum ini kemudian dideduksikan kepada persoalan yang ingin diselesaikanyang digunakan untuk melindungi atau mendatangkan kemaslahatan. Pada hal ini

14

Sutan Remy Sjahdeini, Perbankan Syariah Produk-produk dan Aspek Hukumnya, (Jakarta: PT Jakarta Agung Offset, 2010), 137

15

(8)

Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia mengumpulkan ayat-ayat Al-Qur’an yang bersifat umum yakni Qs. Al-Maidah (5): 1

$y㕃r'¯≈tƒ

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu16

Yang mana pada ayat tersebut menerangkan tentang seruan untuk orang-orang yang beriman menunaikan akad-akad perjanjian yang telah dibuatnya. Qs. Al-Isra’ (17): 34

(

Artinya: dan penuhilah janji sesungguhnya janji itu pasti diminta pertanggung

jawabannya17

Yang mana pada ayat tersebut menerangkan perintah untuk memelihara setiap janji yang dibuat. Qs. Ali Imran (3): 92

Artinya: Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai, dan apa yang

kamu nafkahkan dari sesuatu, maka sesungguhnya Allah mengetahui-Nya18

Yang mana pada ayat tersebut menerangkan tentang menganjurkan agar melakukan sedekah, baik sedekah wajib maupun sunnah. Qs. Al-Baqarah (2): 267

$

y

γ

ƒ

r

'

¯

t

ƒ

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang kami

keluarkan dari bumi untuk kamu.19

Yang mana pada ayat tersebut menerangkan tentang orang-orang beriman yang diperintahkan atau dianjurkan untuk berinfak dari hasil yang baik-baik. Qs. Al-Maidah (5): 2

#

θ

ç

Ρ

u

ρ

$

y

è

s

?

u

ρ

Artinya: dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan

bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.20

Yang mana pada ayat tersebut menerangkan tentang perintah tolong menolong dalam kebaikan dan taqwa dan larangan membuat kejahatan. Kemudian dalam Al-Hadist yakni riwayat Al-Nasa’I dan Hadits Nabi riwayat Imam Al-Bukhari

(9)

ْﻦَﻋ َﺮَﻤُﻋ ِﻦْﺑ ِﱠ ا ِﺪْﻴَـﺒُﻋ ْﻦَﻋ َﺔَﻨْـﻴَـﻴُﻋ ُﻦْﺑ ُنﺎَﻴْﻔُﺳ ﺎَﻨَـﺛﱠﺪَﺣ َلﺎَﻗ ِﻦَْﲪﱠﺮﻟا ِﺪْﺒَﻋ ُﻦْﺑ ُﺪﻴِﻌَﺳ ََﺮَـﺒْﺧَأ

َﺮَﻤُﻋ ِﻦْﺑا ْﻦَﻋ ٍﻊِﻓَ

َلﺎَﻗ َلﺎَﻗ

ﱡﻂَﻗ ًﻻﺎَﻣ ْﺐِﺻُأ َْﱂ َﺮَـﺒْـﻴَِﲞ ِﱄ ِﱵﱠﻟا ٍﻢْﻬَﺳ َﺔَﺋﺎِﻤْﻟا ﱠنِإ َﻢﱠﻠَﺳَو ِﻪْﻴَﻠَﻋ ُﱠ ا ﻰﱠﻠَﺻ ِِّﱯﱠﻨﻠِﻟ ُﺮَﻤُﻋ

ﺎَﻬْـﻨِﻣ ﱠَﱄِإ َﺐَﺠْﻋَأ

َﻬَﻠْﺻَأ ْﺲِﺒْﺣا َﻢﱠﻠَﺳَو ِﻪْﻴَﻠَﻋ ُﱠ ا ﻰﱠﻠَﺻ ﱡ ِﱯﱠﻨﻟا َلﺎَﻘَـﻓ ﺎَِ= َقﱠﺪَﺼَﺗَأ ْنَأ ُتْدَرَأ ْﺪَﻗ

ﺎَﻬَـﺗَﺮََﲦ ْﻞِّﺒَﺳَو ﺎ

Artinya: Telah mengabarkan kepada kami Sa'id bin 'Abdurrahman berkata; telah menceritakan kepada kami Sufyan bin 'Uyainah dari 'Ubaidullah bin Umar dari Nafi' dari Ibnu Umar berkata, "Umar berkata kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, 'Sungguh, aku belum pernah mendapatkan harta yang lebih aku cintai dari seratus bagian (tanah/kebun) yang aku dapat di Khaibar. Dan aku berkeinginan untuk bersedekah dengannya." Maka Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Tahanlah pokoknya dan jadikan

buahnya di jalan Allah." (HR. Nasa'i: 3546).

ْـﻧَأ َلﺎَﻗ ٍنْﻮَﻋ ُﻦْﺑا ﺎَﻨَـﺛﱠﺪَﺣ ﱡيِرﺎَﺼْﻧَْﻷا ِﱠ ا ِﺪْﺒَﻋ ُﻦْﺑ ُﺪﱠﻤَُﳏ ﺎَﻨَـﺛﱠﺪَﺣ ٍﺪﻴِﻌَﺳ ُﻦْﺑ ُﺔَﺒْـﻴَـﺘُـﻗ ﺎَﻨَـﺛﱠﺪَﺣ

َﺮَﻤُﻋ ِﻦْﺑا ْﻦَﻋ ٌﻊِﻓَ ِﱐَﺄَﺒ

َأﺎَﻤُﻬْـﻨَﻋ ُﱠ ا َﻲِﺿَر

ﻴِﻓ ُﻩُﺮِﻣْﺄَﺘْﺴَﻳ َﻢﱠﻠَﺳَو ِﻪْﻴَﻠَﻋ ُﱠ ا ﻰﱠﻠَﺻ ﱠ ِﱯﱠﻨﻟا ﻰَﺗَﺄَﻓ َﺮَـﺒْـﻴَِﲞ ﺎًﺿْرَأ َبﺎَﺻَأ ِبﺎﱠﻄَْﳋا َﻦْﺑ َﺮَﻤُﻋ ْن

ﺎَﻬ

ُﺮُﻣَْW ﺎَﻤَﻓ ُﻪْﻨِﻣ يِﺪْﻨِﻋ َﺲَﻔْـﻧَأ ﱡﻂَﻗ ًﻻﺎَﻣ ْﺐِﺻُأ َْﱂ َﺮَـﺒْـﻴَِﲞ ﺎًﺿْرَأ ُﺖْﺒَﺻَأ ِّﱐِإ ِﱠ ا َلﻮُﺳَر َY َلﺎَﻘَـﻓ

َﺖْﺌِﺷ ْنِإ َلﺎَﻗ ِﻪِﺑ

ﱠﺪَﺼَﺗَو ُثَرﻮُﻳ َﻻَو ُﺐَﻫﻮُﻳ َﻻَو ُعﺎَﺒُـﻳ َﻻ ُﻪﱠﻧَأ ُﺮَﻤُﻋ ﺎَِ= َقﱠﺪَﺼَﺘَـﻓ َلﺎَﻗ ﺎَِ= َﺖْﻗﱠﺪَﺼَﺗَو ﺎَﻬَﻠْﺻَأ َﺖْﺴَﺒَﺣ

ِﰲ ﺎَِ= َق

ﻟاَو ِﻞﻴِﺒﱠﺴﻟا ِﻦْﺑاَو ِﱠ ا ِﻞﻴِﺒَﺳ ِﰲَو ِبﺎَﻗِّﺮﻟا ِﰲَو َﰉْﺮُﻘْﻟا ِﰲَو ِءاَﺮَﻘُﻔْﻟا

َﻞُﻛَْc ْنَأ ﺎَﻬَـﻴِﻟَو ْﻦَﻣ ﻰَﻠَﻋ َحﺎَﻨُﺟ َﻻ ِﻒْﻴﱠﻀ

ًﻻﺎَﻣ ٍﻞِّﺛَﺄَﺘُﻣ َﺮْـﻴَﻏ َلﺎَﻘَـﻓ َﻦﻳِﲑِﺳ َﻦْﺑا ِﻪِﺑ ُﺖْﺛﱠﺪَﺤَﻓ َلﺎَﻗ ٍلِّﻮَﻤَﺘُﻣ َﺮْـﻴَﻏ َﻢِﻌْﻄُﻳَو ِفوُﺮْﻌَﻤْﻟِl ﺎَﻬْـﻨِﻣ

Artinya: Telah bercerita kepada kami Qutaibah bin Sa'id telah bercerita kepada kami Muhammad bin 'Abdullah Al Anshariy telah bercerita kepada kami Ibnu 'Aun berkata Nafi' memberitakan kepadaku dari Ibnu 'Umar radliallahu 'anhuma bahwa 'Umar bin Al Khaththab radliallahu 'anhu mendapat bagian lahan di Khaibar lalu dia menemui Nabi shallallahu 'alaihi wasallam untuk meminta pendapat Beliau tentang tanah lahan tersebut dengan berkata: "Wahai Rasulullah, aku mendapatkan lahan di Khaibar dimana aku tidak pernah mendapatkan harta yang lebih bernilai selain itu. Maka apa yang Tuan perintahkan tentang tanah tersebut?" Maka Beliau berkata: "Jika kamu mau, kamu tahan (pelihara) pepohonannya lalu kamu dapat bershadaqah dengan (hasil buah) nya". Ibnu 'Umar radliallahu 'anhu berkata: "Maka 'Umar menshadaqahkannya dimana tidak dijualnya, tidak dihibahkan dan juga tidak diwariskan namun dia menshadaqahkannya untuk para faqir, kerabat, untuk membebaskan budak, fii sabilillah, ibnu sabil dan untuk menjamu tamu. Dan tidak dosa bagi orang yang mengurusnya untuk memakan darinya dengan cara yang ma'ruf (benar) dan untuk memberi makan orang lain bukan

bermaksud menumpuk hartanya. (HR. Bukhari: 2532).

Yang mana kedua hadis tersebut menerangkan tentang wakaf yang mana nabi saw menekankan untuk menahan asal harta dan menyalurkan manfaatnya. Hadits Nabi riwayat Imam Muslim

ُﻦْﺑا َﻮُﻫ ُﻞﻴِﻌَْﲰِإ ﺎَﻨَـﺛﱠﺪَﺣ اﻮُﻟﺎَﻗ ٍﺮْﺠُﺣ ُﻦْﺑاَو ٍﺪﻴِﻌَﺳ َﻦْﺑا ِﲏْﻌَـﻳ ُﺔَﺒْـﻴَـﺘُـﻗَو َبﻮﱡﻳَأ ُﻦْﺑ َﲕَْﳛ ﺎَﻨَـﺛﱠﺪَﺣ

ْﻦَﻋ ِء َﻼَﻌْﻟا ْﻦَﻋ ٍﺮَﻔْﻌَﺟ

ُﱠ ا ﻰﱠﻠَﺻ ِﱠ ا َلﻮُﺳَر ﱠنَأ َةَﺮْـﻳَﺮُﻫ ِﰊَأ ْﻦَﻋ ِﻪﻴِﺑَأ

ْﻦِﻣ ﱠﻻِإ ُﻪُﻠَﻤَﻋ ُﻪْﻨَﻋ َﻊَﻄَﻘْـﻧا ُنﺎَﺴْﻧِْﻹا َتﺎَﻣ اَذِإ َلﺎَﻗ َﻢﱠﻠَﺳَو ِﻪْﻴَﻠَﻋ

ُﻪَﻟ ﻮُﻋْﺪَﻳ ٍﺢِﻟﺎَﺻ ٍﺪَﻟَو ْوَأ ِﻪِﺑ ُﻊَﻔَـﺘْـﻨُـﻳ ٍﻢْﻠِﻋ ْوَأ ٍﺔَﻳِرﺎَﺟ ٍﺔَﻗَﺪَﺻ ْﻦِﻣ ﱠﻻِإ ٍﺔَﺛ َﻼَﺛ

(10)

kami Isma'il -yaitu Ibnu Ja'far- dari Al 'Ala' dari Ayahnya dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Apabila salah seorang manusia meninggal dunia, maka terputuslah segala amalannya kecuali tiga perkara; sedekah jariyah, ilmu yang bermanfa'at baginya dan

anak shalih yang selalu mendoakannya." (HR. Muslim: 3084).

Yang mana hadis riwayat muslim tersebut menerangkan tentang amalan yang tidak pernah terputus pahalanya. Hadits Nabi riwayat Imam Al-Tirmidzi

ْﺑ ِﱠ ا ِﺪْﺒَﻋ ُﻦْﺑ ُﲑِﺜَﻛ ﺎَﻨَـﺛﱠﺪَﺣ ﱡيِﺪَﻘَﻌْﻟا ٍﺮِﻣﺎَﻋ ﻮُﺑَأ ﺎَﻨَـﺛﱠﺪَﺣ ُل ﱠﻼَْﳋا ٍّﻲِﻠَﻋ ُﻦْﺑ ُﻦَﺴَْﳊا ﺎَﻨَـﺛﱠﺪَﺣ

ﱡ ِﱐَﺰُﻤْﻟا ٍفْﻮَﻋ ِﻦْﺑ وِﺮْﻤَﻋ ِﻦ

ِﻪﻴِﺑَأ ْﻦَﻋ

ْﻠُﺻ ﱠﻻِإ َﲔِﻤِﻠْﺴُﻤْﻟا َْﲔَـﺑ ٌﺰِﺋﺎَﺟ ُﺢْﻠﱡﺼﻟا َلﺎَﻗ َﻢﱠﻠَﺳَو ِﻪْﻴَﻠَﻋ ُﱠ ا ﻰﱠﻠَﺻ ِﱠ ا َلﻮُﺳَر ﱠنَأ ِﻩِّﺪَﺟ ْﻦَﻋ

َمﱠﺮَﺣ ﺎًﺤ

اَﺮَﺣ ﱠﻞَﺣَأ ْوَأ ًﻻ َﻼَﺣ َمﱠﺮَﺣ ﺎًﻃْﺮَﺷ ﱠﻻِإ ْﻢِﻬِﻃوُﺮُﺷ ﻰَﻠَﻋ َنﻮُﻤِﻠْﺴُﻤْﻟاَو ﺎًﻣاَﺮَﺣ ﱠﻞَﺣَأ ْوَأ ًﻻ َﻼَﺣ

ﺎًﻣ

اَﺬَﻫ ﻰَﺴﻴِﻋ ﻮُﺑَأ َلﺎَﻗ

ٌﺢﻴِﺤَﺻ ٌﻦَﺴَﺣ ٌﺚﻳِﺪَﺣ

Arinya: Telah menceritakan kepada kami Al Hasan bin Ali Al Khallal, telah menceritakan kepada kami Abu Amir Al 'Aqadi, telah menceritakan kepada kami Katsir bin Abdullah bin Amru bin 'Auf Al Muzani dari ayahnya dari kakeknya bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Perdamaian diperbolehkan di antara kaum muslimin kecuali perdamaian yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram. Dan kaum muslimin boleh menentukan syarat kecuali

syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram." (HR.

Tirmidzi: 1272).

Yang mana hadis riwayat Al-Tirmidzi tersebut menerangkan tentang prinsip umum dalam muamalah yakni kebebasan membuat perjanjian atau akad. DSN-MUI juga menggunakan

qaidah fiqhiyah yang dijadikan sebagai penghantar untuk mempermudah penetapan hukum

yaitu

ﺎﻬﳝﺮﲢ ﻰﻠﻋ ﻞﻴﻟد لﺪﻳ نأ ﻻإ ﺔﺣlﻹا ت ﻼﻣﺎﻌﳌا ﰲ ﻞﺻﻷا

Artinya: Pada dasarnya segala bentuk mualamalat itu boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya.

Yang mana kaedah tersebut menerangkan tentang dasar dari pada kegiatan muamalah Pada dasarnya segala bentuk mualamalat itu boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya. Dalam penetapan fatwa wakaf manfaat asuransi dan manfaat investasi pada asuransi jiwa syariah DSN-MUI menggunakan ijtihad kolektif. Dengan memperhatikan kemaslahatan umum (mashalih ‘ammah) dan maqashid asy-syari’ah. Hal ini dapat dilihat dari segi maqashid-nya yakni bertujuan untuk berjaga-jaga atau menghindarkan adanya penyelewenagan tindakan yang dilakukan oleh pemengang amanah, yang akan membawa dampak tidak terpenuhinya tujuan akad itu sendiri.

(11)

al-Qura’an yaitu Qs. Maidah (5): 1, Qs. Isra’ (17): 34, Qs. Ali Imran (3): 92, Qs. Al-Baqarah (2): 267, Qs. Al-Maidah (5): 2. Kedua berdasarkan Sunnah yakni Hadits Nabi riwayat Al-Nasa’I, Hadits Nabi riwayat Imam Al-Bukhari, Hadits Nabi riwayat Imam Muslim, Hadits Nabi riwayat Imam Al-Tirmidzi. (2), Penetapan fatwa wakaf manfaat asuransi dan manfaat investasi pada asuransi jiwa syariah dilakukan pada rapat pleno Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia pada tanggal 1 Oktober 2016 yang dihadiri oleh Badan Pimpinan Harian DSN-MUI dengan melibatkan para praktisi/pakar di bidang terkait dan pengkajian terhadap dalil dari kitab-kitab fikih baik klasik maupun kontemporer. (3), Keluarnya fatwa wakaf manfaat asuransi dan manfaat investasi pada asuransi jiwa syariah tak lain keluar dari permintaan lembaga keuangan syariah yakni Sun Life Financial Syariah dan Lembaga Wakaf Al-Azhar yang meminta permohonan ketetapan aspek syariah pada manfaat investasi asuransi jiwa untuk wakaf dan produk wakaf wasiat polis asuransi. Dengan alasan tersebut maka fatwa MUI dapat diakatan sesuai dengan dasar umum yang fatwa bersifat responsive, proaktif, dan antisipasif.

Dalam BAB III dijelaskan tentang Metode Penetapan Fatwa bahwasannya, (1), Pada menetapkan fatwa wakaf manfaat asuransi dan manfaat investasi pada asuransi jiwa syariah Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia tidak menggunakan pendapat para imam madzhab dan ulama yang mu’tabar. Hal ini dikarenakan imam madzhab dan ulama terdahulu belum membahas terkait ketentuan hukum wakaf manfaat asuransi dan manfaat investasi pada asuransi jiwa syariah. (2), Dalam masalah yang tidak ditemukan pendapat hukumnya di kalangan mazhab, penetapan fatwa didasarkan pada hasil ijtihad jama’iy (kolektif) melalui metode bayaniy, ta’lily (qiyasiy, istihsaniy, ilhaqiy), istihlahy, dan sad adz-dzariah. Dalam masalah wakaf manfaat asuransi dan manfaat investasi pada asuransi jiwa syariah yang tidak ditemukan pendapat hukumnya di kalangan mazhab, maka Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia menggunkan pola istislahi. (3), Penetapan fatwa harus senantiasa memperhatikan kemaslahatan umum (mashalih ‘ammah) dan maqashid asy-syari’ah. Dalam hal ini Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia menggunkan kemaslahatan umum

(mashalih ‘ammah) dan maqashid asy-syari’ah.

Secara garis besar metode istinbat hukum Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia dalam menetapkan fatwa wakaf manfaat asuransi dan manfaat investasi pada asuransi jiwa syariah telah sesuai seperti yang telah ditetatapkan dalam pedoman dan prosedur penetapan fatwa MUI yang ditetapkan pada 12 April 2001 dalam BAB II Dasar Umum dan sifat Fatwa dan BAB III dijelaskan tentang Metode Penetapan Fatwa. Namun perlu diperhatikan dalam menetapkan fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia hendaklah lebih komprehensif dan dijelaskan terkait istilah-istilah yang susah dipahami oleh masyarakat yang awam.

Kesimpulan

Berdasarkan pembahaan hasil penelitian tersebut, maka ada beberapa kesimpulan yang diuraikan sebagai berikut :

(12)

dengan instrumen asuransi syariah. Status hukum dari keputusan fatwa DSN-MUI Nomor 106 Tahun 2016 tentang Wakaf Manfaat Asuransi dan Manfaat Investasi pada Asuransi Jiwa Syariah dapat ditinjau dari ketentuan Undang-undang No. 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah yang menyatakan berlakunya prinsip syariah, maka Peraturan Bank Indonesia No.11/15/PBI/2009 telah memberikan pengertian “Prinsip Syariah adalah prinsip hukum Islam dalam kegiatan perbankan berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh DSN-MUI”. Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia tersebut sepanjang Prinsip Syariah tersebut telah difatwakan oleh DSN-MUI, maka Prinsip Syariah demi hukum telah berlaku sebagai hukum positif sekalipun belum atau tidak dituangkan dalam Perturan Bank Indonesia. Maka lembaga asuransi syariah yang akan menerapkan atau menjalankan produk wakaf Manfaat Asuransi dan Manfaat lnvestasi harus sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan oleh DSN-MUI.

Kedua, Istinbat hukum yang digunakan oleh DSN-MUI dalam menetapkan fatwa wakaf Manfaat Asuransi dan Manfaat lnvestasi pada asuransi jiwa syariah menggunakan pola

istislahi yakni pertimbangan kemaslahatan berdasarkan nash umum. Dalam pola ini, ayat-ayat

umum dikumpulkan guna menciptakan beberapa prinsip umum, yang digunakan untuk melindungi atau mendatangkan kemaslahtan tertentu. Dalam penetapan fatwa wakaf ini DSN-MUI menggunakan ijtihad kolektif. Dengan memperhatikan kemaslahatan umum (mashalih

‘ammah) dan maqashid asy-syari’ah. Hal ini dapat dilihat dari segi maqashid-nya yakni

bertujuan untuk berjaga-jaga atau menghindarkan adanya penyelewenagan tindakan yang dilakukan oleh pemengang amanah, yang akan membawa dampak tidak terpenuhinya tujuan akad itu sendiri. Secara garis besar metode istinbat hukum DSN-MUI a dalam menetapkan fatwa wakaf manfaat asuransi dan manfaat investasi pada asuransi jiwa syariah telah sesuai seperti yang telah ditetatapkan dalam pedoman dan prosedur penetapan fatwa MUI yang ditetapkan pada 12 April 2001 dalam BAB II Dasar Umum dan sifat Fatwa dan BAB III dijelaskan tentang Metode Penetapan Fatwa. Namun perlu diperhatikan dalam menetapkan fatwa DSN-MUI hendaklah lebih komprehensif dan dijelaskan terkait istilah-istilah yang susah dipahami oleh masyarakat yang awam.

Daftar Pustaka

Al-Qur’ân al-Karîm

Departemen Agama RI. Fiqh Wakaf. Jakarta: Direktorat Jendaral Bimbingan Masyarakat Islam Direktorat Pemberdayaan Wakaf, 2006.

Ali, Zainuddin. Metode Penelitian Hukum. Jakarta: Kencana, 2011.

Zuhaili, Wahbah, Fiqih Islam wa adlillatuhu. Terj. Abdul Hayyie al-Kattani. Jakarta: Gema Insani, 2011.

Marzuki, Peter Mahmud. Penelitian Hukum. Jakarta: Kencana, 2011. Soekanto, Soerjono. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: UI-Press, 1986

Hasan, Zubairi. Undang-undang Perbankan Syariah: Titik Temu Hukum Islam dan Hukum

Nasional. Jakarta: Rajawali Pers, 2009.

Sjahdeini, Sutan Remy. Perbankan Syariah Produk-produk dan Aspek Hukumnya. Jakarta: PT Jakarta Agung Offset, 2010.

Syarifuddin, Amir. Ushul fiqh jilid 2. Jakarta: kencana prenada media group, 2014.

Shodli, Mohammad. Analisis Terhadap Fatwa MUI Tentang Wakaf Uang. Skripsi. Semarang: Institute Agama Islam Negeri Walisongo Semarang, 2004.

Romadhoni, Latif Ali. Studi Analisis Fatwa Majelis Ulama Indonesia Tahun 2002 Tentang

(13)

Melati, Rima. Wakaf Uang (Studi Komparasi Antara Hukum Islam Dengan Undang Undang

Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf). Skripsi Yogyakarta: Universitas Islam Negeri

Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2007.

Badan Wakaf Indonesia, “Sinergi Wakaf dengan Instrumen Asuransi Syariah”,

Gambar

Tabel 1 : Persamaan Dan Perbedaan Penelitian Terdahulu

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas tentang penggunaan model TAI dengan media video untuk peningkatan hasil belajar IPS siswa kelas IV yang telah

“Pengaruh Pendidikan Ekonomi Keluarga Terhadap Perilaku Konsumsi Dimediasi Literasi Ekonomi dan Gaya Hidup pada Mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Malang Angkatan

Menurut Himes dan Moore perubahan sosial mempunyai tiga dimensi yaitu struktural, kultural, dan interaksional (Nanang, 2014). Perubahan yang terjadi pada

Kesuksesan dapat kita lihat apabila kita dapat membuat suatu event yang bersifat sensional, dengan mapping yang tepat, penentuan target audiences yang tepat, dan perencanaan

1.. Meme ini ternyata menarik perhatian masyarakat internet. Hal ini terlihat dari aksi imitasi yang memunculkan banyak variasi. Meme Soeharto dalam praktik imitasinya

Berbagai pendekatan dapat dilakukan untuk memodelkan sebuah proses yang dikontrol, berdasarkan model ini ditentukan konfigurasi dan metode kontrol yang paling optimal,

tetapi tetap dibatasi sikap profesionalisme dalam bekerja akan membuat suasana kerja yang mendukung produktivitas perusahaan tetap berjalan dengan suasana kekeluargaan, selain

Tujuan penelitian ini adalah menganalisis pengaruh kualitas pelayanan, nilai nasabah dan bagi hasil terhadap kepuasan nasabah pada Bank Victoria Syariah di