• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pertemuan 10 TV, Audiens dan Budaya

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Pertemuan 10 TV, Audiens dan Budaya"

Copied!
4
0
0

Teks penuh

(1)

IDENTITIES, AUDIENS & CULTURE

Christina Widiastuti/120904549 Elisabeth Ririn Sugiarti/120904643 Inti Nesya Tanduk/120904753 Cornelia Tyas Wening/120904767

Identities

Televisi memberi konstruksi pola pikir audiens dalam memilih gaya hidup. Dewasa ini banyak televisi yang menampilkan tayangan sinetron dengan aktor dan aktris yang memerankan anak usia SMA. Namun dalam sinetron tersebut penampilan fisik aktor maupun aktris itu memiliki gaya yang kekinian dan selalu berdandan akibatnya anak usia SMA saat ini pergi ke sekolah pun turut berdandan. Hal yang ditampilkan oleh televisi ini menjadikannya budaya populer di audiens. Contoh lain dapat dilihat dari program televisi seperti Dahsyat yang

menampilkan talent dengan gaya bicara yang nyablak, menjadikan audiensnya bertingkah laku seperti talent itu. Hal-hal yang terbawa oleh budaya populer ini nantinya akan berakibat pada perubahan sosial yang signifikan, bahkan jika tidak berhati-hati memungkinkan adanya sifat-sifat negatif yang akan menjadi budaya sekaligus identitas dari audiens televisi Indonesia.

In considering the process of how meaning is generated in communications I employ here two distinct modes of analysis (semiotics and sociology) to analyse two distinct types of constraints on the production of meaning. These are: (a) the internal structures and mechanisms of the text/message/ programme which invite certain readings and block others (and which can be elucidated through semiotics); and (b) the cultural background of the reader/recipient/viewer, which has to be studied sociologically. The interaction of these two constraining structures will define the parameters of a text’s meaning—thus avoiding the traps of either the notion that a text can be interpreted in an infinite number of (individual) ways or the formalist tendency to suppose that texts determine meaning absolutely. (Morley, 1992: 69)

Menurut literasi tersebut, isi pesan dari tayangan program televisi akan berbenturan dengan budaya yang dibawa oleh audiens. Hal tersebut akan menciptakan disonansi kognitif pada audiens, terkadang audiens akan lebih mudah untuk menyesuaikan saja dengan apa yang disajikan di depannya tanpa berpikir matang.

What is Audiences?

Dalam pembahasan ini, kelompok akan menggunakan panduan dari Morley David mengenai

Television, Audiens, and Culture. Dalam bukunya, Morley mengatakan mengenai teori penonton populer yang berkaitan dengan budaya popular.

Penonton Populer dan Kritik Budaya

(2)

Schudons mengatakan bahwa penonton popular secara aktif merespon informasi

mengenai budaya merupakan hal penting untuk disadari dan dimengerti. Namun hal ini bukanlah kenyataan yang mendorong kita untuk menerima budaya itu sendiri. Kenyataan bahwa pada kelompok yang berbeda dalam sebuah populasi merespon dalam cara yang berbeda pada objek budaya yang umum atau berkaitan dengan beberapa budaya lokal atau daerah tidak diakui oleh kaum elit. Penting untuk dimengerti bahwa kita mengenali berbagai keragaman bentuk

pendidikan yang mengarah kepada kaum elit. Tetapi ini tidak untuk mengakui segala bentuk budaya, segala intepretasi yang valid. Bagaimanapun, tetap perlu melakukan analisis dan mengerti kesenangan yang ditawarkan oleh budaya popular kepada penonton/konsumen.

Sebuah cara yang diciptakan oleh Teori Frank Parkin dimana anggota kelas sosial yang berbeda dalam masyarakat dapat diharapkan untukmenghuniapa yang dia sebut“sistem”yang berbeda ataukerangkaideologis(Parkin, 1971). Dengan ekstensikita dapat menerapkanmodel ini untukmencobadan menjelaskancara di manaanggotakelas yang berbedamenerima pesan Media. Parkinberpendapatbahwa dalam“masyarakat Barat”dapatmembedakan tigamakna-sistem utama, bahwa setiapsumbersosial itu berbeda,dan bahwa setiapmempromosikan“interpretasi moral yang berbedadarikelasketidaksetaraan”.KlaimParkinbahwa ini adalah:

1. Nilai sistem dominan, sumbersosialyangutama dalamkelembagaaniniadalahkerangka moralyang mempromosikandukungan dariketidaksetaraanyang ada.

2. Nilai sistem bawahan, sumbersosial yang menghasilkanlingkunganmasyarakatkelas pekerjalokal; kerangka inimempromosikantanggapanakomodatifterhadapfakta-faktaketimpangandan statusrendah.

3. Nilai sistem radikal, sumber yangmerupakanpartai politikmassaberbasis padakelas pekerja. Kerangkainimempromosikansebuah interpretasioposisi ketidaksetaraankelas.

Kita dapat menyarankan tiga posisi di manadecoder dapat berdiri untuk pesan yang

dikodekan. Ia dapat mengambil makna sepenuhnyadalam kerangka interpretatif dalam pesan itu sendiri jika demikian, hasil decoding sejajar dengan kode dominan.

Kedua, decoder dapat mengambil makna luas, tetapi dengan menghubungkanpesan ke beberapa konteks atau terletak yangmencerminkan posisinya dankepentingan. Ketiga, decoder

mungkin mengenali bagaimana pesan kontekstual telah dikodekan, dapat membawa ke kerangka alternatif referensi yang menetapkan satu sisi encoded.

Audiens dulu dan sekarang

Dalam beberapa tahun terakhir, banyak hal telah berubah dalam dunia studi tentang media. Seperti yang kita tahu, bahwa dulu masyarakat yang menonton TV dapat dikatakan sebagai konsumen yang pasif. Semua keajaiban yang ditampilkan oleh TV dapat mempengaruhi mereka. Berdasarkan pilihan, orang-orang ini berubah menjadi zombie, diubah oleh ideologi kaum burjois, atau dipenuhi oleh keinginan konsumerisme. Namun setelah diketahui bahwa gambar yang ditampilkan TV merupakan gambar yang tidak tepat karena faktanya orang-orang ini ada di luar sana, menjadi aktif membuat kritik/tulisan yang bertentangan dengan bentuk budaya

(3)

Culture

Setiap orang tentu akan menanyakan apa itu televisi dan apa itu budaya? Serta hubungan terhadap keduanya.Televisi dan budaya merupakan dua hal prolematik yang tidak dapat

didefinisikan secara gamblang. Di dalam bukunya, David Morley (Television Audiens and Cutural Studies) mengatakan bahwa televisi sebagai pembawa makna dan kesenangan (hiburan) melalui tayangan program acara di semua stasiun. Sedangkan budaya sebagai generasi dan sirkulasi dari berbagai makna dan kesenangan yang ada di dalam masyarakat.

Televisi sebagai budaya merupakan bagian penting dari dinamika sosial yang

berkembang di masyarakat. Dinamika sosial tersebut berkembang dalam struktur sosial yang diciptakan oleh televisi yang membawa perubahan budaya dalam masyarakat dalam proses produksi dan reproduksi. Sehingga pada intinya, ada dua budaya yang mempengaruhi struktur sosial di dalam dinamika sosial masyarakat, yaitu produksi dan reproduksi. Budaya yang diproduksi merupakan budaya yang muncul akibat tayangan di dalam program acara televisi itu sendiri.

Sebagai contoh adalah program tayangan kartun yang ada di televisi. Sejak kartun

ditayangkan di RCTI dan Global TV memproduksi budaya baru yang membuat anak-anak gemar menonton televisi. Anak-anak menonton televisi di setiap hari Minggu pagi dari pukul 07.00-11.00 WIB untuk menonton tayangan kartun tersebut. Sehingga muncul budaya baru (produksi) yang diakibatkan oleh tayangan televisi.

Budaya yang diproduksi merupakan budaya popular yang tumbuh dan berkembang dalam kehidupan sosial masyarakat akibat televisi. Budaya popular ini yang menjadi batas antara tradisi masyarakat dengan kehidupan modern yang saat ini semakin berkembang pesat. Sebagai contoh ialah pola budaya konsumtif yang pada abad ke 21 ini semakin meningkat. Seperti banyaknya makanan junk food yang siap saji (akibat tayangan iklan McD, KFC), penggunaan celana jins (levi’s) oleh aktor-aktor Hollywood yang menyebar sampai ke Indonesia. Sedangkan reproduksi berarti televisi membuat perubahan dinamika sosial dalam masyarakat yang memang sudah ada di masyarakat, namun digunakan di dalam siaran acara stasiun televisi untuk memperbaharui budaya yang telah ada.

Hal ini seperti contoh stasiun RCTI dan SCTV yang pada malam hari menanyangkan program acara sinetron yang kisahnya diambil dari kehidupan masyarakat sehari-hari. Dalam acara sinetron tersebut, terjadi reproduksi budaya di dalam dinamika sosial masyarakat melalui adegan-adegan yang ada di dalam sinetron tersebut. Adegan-adegan tersebut dapat dicontoh oleh masyarakat dalam kehidupan sehari-hari padahal adegan-adegan yang ada di senetron tersebut memang diangkat dari kisah kehidupan sehari-hari. Kedua budaya ini tentu berkaitan dengan televisi.

Selain itu,masih ada lagi kajian budaya yang diteliti oleh para ahli yang berasal dari teori Marxisme, semiotika, pasca strukturalisme dan etnografi. Kajian tersebut menyebutkan bahwa televisi, penonton dan budaya begitu beraneka. Sehingga tidak ada hubungan yang erat dengan perspektif teoritis yang dapat memberikan pengetahuan yang memadai mengenai ketiga hal tersebut. Dalam bentuk tekstual infleksi dan sosial infleksi teori budaya yang membutuhkan teoritis,analitis, dan pendekatan empiris. Dalam bukunya, David Morley memfokuskan pada masalah bagaimana tekstualitas televisi dibuat bermakna dan menyenangkan oleh khalayak dari berbagai sudutpandang yang juga mempertimbangkan hubungan antara dimensi budaya dan status televisi sebagai komoditas di dalam ekonomi kapitalis.

(4)

kekuatan sosial. Modal budaya Polis ekonomi modal. Tapi metafora ekonomi budaya tidak harus terbatas pada kesamaan yang dengan ekonomi bahan. Sirkulasi makna dan kesenangan dalam masyarakat tidak, akhirnya, sama seperti sirkulasi kekayaan. Makna dan kesenangan yang jauh lebih sulit untuk memiliki eksklusif dan jauh lebih sulit untuk mengontrol: daya kurang efektif diberikan dalam ekonomi budaya daripada dalam materi.

Kita perlu untuk memperpanjang metafora dari modal budaya untuk memasukkan bahwa dari budaya popular modal yang tidak memiliki setara dalam ekonomi bahan. Modal budaya populer adalah akumulasi makna dan kesenangan yang melayani kepentingan subordinasi dan berdaya, atau lebih tepatnya tidak berdaya, untuk beberapa kelompok sosial yang sama sekali tanpa daya. Modal budaya populer terdiri dari makna subordinasi sosial dan dari strategi (seperti yang akomodasi, perlawanan, oposisi, atau penggelapan) dimana orang menanggapi itu.

Modal budaya populer ini membutuhkan seperangkat kompetensi budaya untuk "membaca" itu. Brunsdon(1981), misalnya, berpendapat bahwa wanita penggemar sinetron sangat "kompeten" pembaca. Kompetensi budaya melibatkan pemahaman kritis terhadap teks dan konvensi dengan yang dibangun, itu melibatkan membawa kedua tekstual dan sosial pengalaman untuk menanggung atas program pada saat membaca, dan melibatkan konstan dan negosiasi halus dan negosiasi ulang hubungan antara tekstual dan sosial.

Modal budaya dan kompetensi budaya yang baik pusat untuk kemampuan orang untuk membuat makna sosial yang bersangkutan dan menyenangkan dari sumber semiotik teks.Hasil kesenangan dari hubungan tertentu antara makna dan kekuasaan. Kesenangan untuk bawahan dihasilkan oleh penegasan identitas sosial seseorang dalam perlawanan terhadap, di

kemerdekaan, atau dalam negosiasi dengan, struktur dominasi. Tidak ada kesenangan dalam menjadi "obat bius budaya": ada, namun, kenikmatan nyata dapat ditemukan, misalnya, sinetron yang menegaskan legitimasi makna feminin dan identitas dalam dan melawan patriarki.

"Budaya berkaitan dengan makna dan kesenangan: budaya kita terdiri dari makna kita membuat pengalaman sosial dan hubungan sosial kita, dan karena itu rasa yang kita miliki tentang "diri kita. "Ini juga menempatkan mereka makna dalam sistem sosial, untuk sistem sosial hanya dapat diadakan di tempat olehmakna bahwa orang-orang membuat itu. Budaya secara mendalam tertulis dalam diferensial yangdistribusi kekuasaan dalam masyarakat, untuk hubungan kekuasaan hanya dapat stabil atau destabilisasi oleh makna bahwa orang membuat mereka. Budaya adalah perjuangan untuk makna sebagai masyarakat adalah perjuangan untuk kekuasaan.

Referensi

Dokumen terkait

Persentase kebutuhan dosen akan aplikasi yang dapat membantu merancang dan mengelola content dari situs web pribadinya Persentase dosen yang memerlukan aplikasi untuk

ONGKOS KIRIM PASCA PANEN

Berdasarkan uraian dari praktikan mengenai pelaksanaan Program Praktik Pengalaman Lapangan ini dan hal-hal yang telah dijumpai praktikan selama melaksanakan praktik

[r]

Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis ucapkan atas kehadirat Allah SWT beserta Nabi besar Muhammad SAW yang telah memberikan rahmat, hidayah-Nya,

dari berbagai media tumbuh dapat mengendalikan hama ulat grayak ( S. litura F.) (Lepidoptera : Noctuidae) pada tanaman tembakau di rumah kasa. Diduga waktu aplikasi

[r]

Oleh karena itu, untuk membantu meningkatkan proses bisnis yang ada pada Rumah Sakit XYZ, dan untuk memberikan gambaran tentang pengimplementasian solusi untuk