• Tidak ada hasil yang ditemukan

VISUALITAS MEDIA PERIKLANAN CETAK LUAR RUANGAN MUSEUM PURBA SANGIRAN SRAGEN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "VISUALITAS MEDIA PERIKLANAN CETAK LUAR RUANGAN MUSEUM PURBA SANGIRAN SRAGEN"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

1

PERIKLANAN CETAK LUAR RUANGAN

MUSEUM PURBA SANGIRAN SRAGEN

Zulfa Rahmawati

Pengkajian Seni Rupa Pascasarjana Institut Seni Indonesia Surakarta Email : zulfarahma87@gmail.com

ABSTRAK

Artikel ini merupakan kajian semiotika, tentang makna visual media periklanan cetak luar ruangan Museum Sangiran Sragen. Media periklanan Museum Sangiran menjadi menarik untuk diteliti karena adanya keterkaitan antar sajian visual media periklanannyaa. Masalah yang dikaji dalam penelitian ini adalah bagaimana bentuk visual media periklanan cetak luar ruangan Museum Sangiran dan bagaimana visual media periklanan cetak luar ruangan Museum Sangiran dimaknai. Tujuan penelitian ini adalah untuk menjelaskan konstruksi makna pesan iklan yang ingin disampaikan, kemudian menjelaskan konstruksi makna pesan Sangiran serta mengetahui makna denotatif dan konotatif yang terdapat pada media periklanan. Penelitian ini menggunakan analisis semiotika Saussure, yaitu pananda dan petanda, kemudian analisis semiotika Roland Barthes, yakni denotatif dan konotatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: pertama, media periklanan cetak luar ruangan Museum Sangiran berupa street banner, sign board, dan billboard. Kedua, struktur makna media periklanan cetak luar ruangan Museum Sangiran terdiri dari elemen visual dan elemen verbal. Ketiga, terdapat makna denotatif dan makna konotatif pada media-media periklanan Museum Sangiran. Dari makna yang terdapat pada media periklanannya, terdapat kesamaan isi pesan, yaitu mengenai keberadaan Museum Sangiran yang berisi informasi mengenai kehidupan masa pra sejarah yang telah mengalami kepunahan. Tujuan pesan terakhir pemerintah ingin mengajak masyarakat untuk ikut berperan aktif dalam upaya menjaga, mengembangkan dan melestarikan warisan dunia ini.

Kata kunci: museum, Sangiran, periklanan, makna.

ABSTRACT

(2)

2

The problem studied in this research is the form of sangiran museum advertising media and how the sangian museum advertising media interpreted. The purpose of this study is to describe the construction of the meaning of advertising messages to be conveyed, then explain the construction and know the meaning of the message Sangiran denotative and connotative contained in advertising media. This study uses a semiotic analysis of Saussure, namely signifier and signified, then semiotika analysis of Roland Barthes, the denotative and connotative. The results show that: first, the advertising media Sangiran Museum has two forms, namely print and electronic, is folders, street banners, sign board, billboards, and the internet media. Secondly, the structure of the meaning of sangiran museum advertising media consists of visual elements and verbal elements. Third, there is denotative and connotative meanings in Sangiran Museum advertising media. The meanings contained in the advertising media, there are similarities contents of the message, namely the existence of Sangiran Museum which contains information on the life history of the pre that has undergone extinction conveyed. The purpose of the last message is the government wants to encourage people to take an active role in the effort to maintain, develop and preserve the world's heritage.

(3)

3

A. PERIKLANAN MUSEUM SANGIRAN

Media mempunyai andil penting dalam dunia periklanan. Periklanan merupakan penggunaan media bayaran oleh seorang penjual untuk mengkomunikasikan informasi persuasif tentang produk (ide, barang, jasa) atau organisasi yang merupakan alat promosi yang kuat (Suyanto, 2004: 3). Dari pemaparan di atas dapat jelas kita ketahui bahwa media merupakan syarat yang dipenuhi dalam periklanan dan mempunyai tugas sebagai sarana untuk penyampaian informasi.

Jenis media periklanan yang hadir di masyarakat juga terus mengalami perkembangan hingga sekarang. Hal ini dapat dilihat, contohnya pada abad 19 muncul penggolongan media periklanan oleh Frank Jefkins menjadi dua bentuk iklan, yaitu above the line media (media lini atas) dan below the line media (media lini bawah). Kemudian masuk abad 20 muncul banyak pakar yang menggolongkan media periklanan seiring dengan pesatnya perkembangan teknologi, seperti pada tahun 2005, Rene Arthur menggolongkan media periklanan menjadi dua, yaitu media konvensional dan media inkonvensional. Tahun 2007, muncul Rendra Widyatama yang menggolongkan media periklanan berdasar bentuk medianya menjadi dua yaitu media iklan cetak dan media iklan elektronik.

Museum merupakan salah satu objek atau tempat yang dapat dimanfaatkan untuk mengenang sejarah masa lampau. Di Indonesia, pemerintah telah mengatur keberadaan museum dalam Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 1995 tentang Pemeliharaan dan Pemanfaatan Benda Cagar Budaya di Museum Presiden Republik Indonesia. Museum Sangiran merupakan salah satu museum di Indonesia yang difungsikan sebagai tempat penyimpanan benda-benda pra-sejarah. Museum Arkeologi ini terletak di Desa Krikilan, Kec. Kalijambi, Kab. Sragen. Berdirinya Museum Sangiran bermula dari adanya penelitian untuk mencari fosil manusia purba oleh seorang Arkeolog dari Jerman bernama G.H.R. von Koenigswald di Sangiran. Pencarian itu kemudian melibatkan masyarakat Desa Krikilan sendiri dengan adanya pemberian imbalan bagi yang menemukan fosil purba. Penelitian G.H.R. von Koenigswald banyak dibantu oleh Lurah Desa Krikilan saat itu yaitu Toto Marsono. Fosil-fosil yang ditemukan kemudian disimpan di rumah pribadi Toto Marsono, sampai akhirnya tahun 1974 Pemerintah Provinsi Jawa Tengah membuatkan gedung untuk penyimpanan fosil yang lebih baik. Tahun 1983 Pemerintah Pusat memindahkan semua koleksi fosil untuk ditempatkan dalam sebuah museum yang kemudian berkembang menjadi Museum Sangiran.

Media periklanan juga dimanfaatkan Museum Sangiran sebagai upaya untuk memperkenalkan diri dan memberikan informasi kepada masyarakat. Salah satu jenis media periklanan yang digunakan Museum Sangiran adalah berbentuk cetak yang ditempatkan di luar ruangan atau outdoor. Media periklanan tersebut berupa billboard, sign board dan street banner. Hal yang menarik dalam kajian media periklanan berbentuk cetak luar ruangan ini adalah kemungkinan adanya keterkaitan antara tampilan media iklan yang satu dengan media lainnya guna menyampaikan pesan iklan ke khalayak sasaran dengan baik.

(4)

4

dimaknai?. Jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut diharapkan dapat menjelaskan bentuk visual media periklanan cetak luar ruangan di Museum Sangiran sampai dengan elemen-elemen desain yang ada di dalamnya. Selain itu, juga dapat menjelaskan kontruksi makna dan pesan iklan yang ingin disampaikan Museum Sangiran melalui media periklanan cetaknya.

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi keilmuwan yaitu melalui penerapan teori periklanan dan semiotika diharapkan dapat membantu mengetahui bentuk-bentuk media periklanan, struktur makna, dan pesan iklan yang ingin disampaikan Museum Sangiran. Penelitian ini juga diharapkan dapat menambah pengetahuan kepada masyarakat mengenai media-media periklanan, seperti bentuk dan kajian tentang makna untuk mengetahui adanya pesan iklan yang ingin disampaikan pada sasarannya.

Konsep dasar semiotika yang digunakan dalam penelitian ini adalah semiotika Roland Barthes. Konsep semiotika Barthes dipilih untuk mengetahui makna yang terkandung pada media periklanan Museum Sangiran baik makna denotatif maupun konotatif dengan pencarian penanda dan petanda visual maupun verbalnya. Penanda-penanda yang saling berhubungan dengan petanda-petanda akan menghasilkan suatu tanda. Kemudian, tanda-tanda yang dihasilkan pada tataran pertama ini pada akhirnya akan menjadi penanda pada proses atau tataran kedua (Budiman, 2011: 38). Dijelaskan pula oleh Tinarbuko bahwa tanda pada lapisan pertama berfungsi sebagai penanda pada lapisan kedua, dan seterusnya (Tinarbuko, 2008: 14). Metode penelitian yang dipakai dengan menggunakan sumber data berupa arsip atau dokumen dari Balai Pelestarian Situs Manusia Purba Sangiran baik cetak maupun file, sumber tertulis berupa buku dan artikel yang berhubungan dengan penelitian, serta dokumentasi foto pribadi sebagai pelengkap data penelitian. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah studi pustaka dari buku dan artikel terkait dan observasi secara langsung ke Museum Sangiran dan lokasi pemasangan media periklanannya.

B. BENTUK VISUAL MEDIA PERIKLANAN CETAK LUAR RUANGAN MUSEUM SANGIRAN

Media periklanan cetak Museum Sangiran berbentuk billboard, street banner, dan sign board

(5)

5 1. Billboard

Billboard merupakan salah satu jenis media periklanan dengan teknik cetak yang berukuran sangat besar, biasanya di tempatkan pada lokasi-lokasi yang menjadi pusat perhatian masyarakat, seperti perempatan-perempatan jalan raya.

Gambar 1. Billboard Museum Sangiran (Foto: Zulfa Rahmawati, 2014)

a. Elemen visual

Terdapat elemen visual, yaitu foto, dan elemen grafis. Empat foto, yaitu: foto manusia purba Homo erectus, Homo floresiensis, fosil kepala kerbau, dan tengkorak kepala manusia purba. Elemen grafis yang ditampilkan adalah bentuk lingkaran dan segitiga mirip anak panah yang terletak di pojok kanan atas. Warna dominan adalah warna gelap cenderung hitam. Selain itu, terdapat penambahan warna kuning pada sebagian headline dan warna merah pada indeks.

Peneliti membuat skema layout media periklanan billboard ini untuk memudahkan melihat penempatan teks dan gambar, sebagai berikut:

(6)

6

Dapat dilihat dalam media ini posisi teks berada di tengah dan pojok kiri bawah, sedangkan ikon utama berada di kiri dengan ukuran besar. Posisi logo terdapat di tiga lokasi, yaitu pojok kiri atas, pojok kiri bawah, dan pojok kanan bawah, sedangkan indeks berada di posisi kanan atas.

Saat melihat visual media billboard ini maka mata kita akan diarahkan ke dalam alur, sebagai berikut:

Bagan 2. Alur baca billboard Museum Sangiran

Dari tampilan di atas, didapatkan alur baca, yaitu pertama-tama kita disuguhkan untuk melihat manusia dan tengkorak kepala, kemudian melihat headline yang menjelaskan gambar tadi, bertuliskan “Welcome to: Sangiran The Fascinating Prehistoric Site”, lalu melihat indeks di pojok kanan atas, dan kembali ke kiri melihat logo Visi Jawa Tengah 2013, logo tut wuri handayani sampai akhirnya kita melihat tiga buah logo yang berada di pojok kanan bawah.

b. Elemen verbal

Elemen verbal pada billboard ini terdiri dari logo, headline dan teks. Terdapat lima buah logo suatu instansi yang berada di tepi kiri atas, kiri bawah dan kanan bawah, yaitu logo Visit Jawa Tengah 2013, Kementerian dan Kebudayaan, Pemerintah Jawa Tengah, UNESCO, dan World Heritage. Headline yang terdapat pada halaman ini adalah “Welcome to: Sangiran, The Fascinating Prehistoric Site”. Teks yang terdapat pada halaman ini adalah 14 km, www.sangiranmuseum.com, UNESCO World Heritage List No. C 593, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Balai Pelestarian Situs Manusia Purba Sangiran

Jenis teks yang digunakan adalah Sans Serif karena melihat bentuk fontnya yang tidak memiliki serif atau sirip atau kaki. Untuk layout teks, pada headline digunakan alignment

rata kanan, sedangkan untuk teks lain digunakan alignment rata kiri

3. Street banner

(7)

7

Gambar 2. Street banner Museum Sangiran (Foto: Zulfa Rahmawati, 2013)

a. Elemen visual

Model ini menampilkan tiga foto yang merupakan diorama pada ruang pamer Museum Sangiran yang tersusun secara vertikal. Foto tersebut, diantaranya: foto Situs Sangiran, koleksi fosil gading gajah pada ruang pamer 1, dan diorama kehidupan Homo erectus pada Ruang pamer 3. Warna yang digunakan didominasi oleh warna hitam.

Layout yang disajikan dalam berbagai model visual pada media ini, yaitu rata tengah, berikut skema layoutnya:

Bagan 3. Skema Layout street banner Museum Sangiran

(8)

8

Bagan 4. Alur baca street banner Museum Sangiran

Dalam media ini alur baca dimulai dari atas ke bawah, yaitu dari logo Visit Jawa Tengah 13 kemudian gambar di bagian tengah, dilanjutkan teks di bagian bawah.

b. Elemen verbal

Pada model ini terdiri dari logo dan teks. Logo yang terdapat pada model ini sebanyak lima buah, yaitu logo Visit Jawa Tengah 2013 di bagian atas, dan empat lainnya di bagian bawah, diantaranya logo Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, UNESCO, Pemerintah Jawa Tengah dan World Heritage. Teks yang terdapat pada model ini yaitu UNESCO

World Heritage List NO. C. 593 dan Balai Pelestarian Situs Manusia Purba Sangiran.

4. Sign board

Papan petunjuk arah atau sign board merupakan salah satu jenis media periklanan dengan teknik cetak yang mempunyai ukuran bervariasi. Penempatan media ini biasa di dekat perusahaan si pengiklan sebagai penunjuk lokasi.

Gambar 3. Signboard Museum Sangiran (Foto: Zulfa Rahmawati, 2013)

a. Elemen visual

Visual pada model ini menampilkan empat foto, yaitu dua manusia purba Homo erectus

(9)

9

Layout model 1 dan 2 menyajikan visual yang sama, sedangkan model 3 memiliki layout yang berbeda, berikut skema layoutnya:

Bagan 5. Skema Layout sign board Museum Sangiran

Pada media ini memiliki skema layout, yaitu selain teks juga terdapat gambar dengan posisi penempatan gambar utama di sebelah kiri, didukung dengan gambar lain dengan ukuran lebih kecil di sebelah kanan. Indeks berada di pojok kanan atas, sedangkan teks berada di kiri bawah.

Alur baca dari ketiga model ini juga memiliki adalah:

Bagan 6. Alur baca sign board Museum Sangiran

Pembaca pertama-tama dituntun untuk melihat ikon gambar manusia yang berada di sebelah kiri, kemudian dituntun untuk melihat teks di bawahnya, lalu melihat gambar di sebelah kanan, terakhir melihat indeks di sebelah kanan atas.

b. Elemen verbal

Pada model ini terdiri dari teks, yaitu 300 meter dan Museum Manusia Purba Sangiran. Jenis font yang digunakan dua jenis font, yaitu Sans Serif dan Serif.

C. MAKNA MEDIA PERIKLANAN MUSEUM SANGIRAN

(10)

10

verbal dan visual akan ditelusuri maknanya secara berlapis, yaitu pertama pada tataran denotasinya, kemudian dilanjutkan pada tataran konotasi.

1. Billboard

a. Makna denotatif

Makna denotatif pada media periklanan ini terfokus pada penanda verbalnya. Penanda verbal didominasi oleh teks “Welcome to: Sangiran The Fascinating Prehistoric Site”. Penanda verbal ini merupakan petanda bahwa adanya sambutan selamat datang saat berkunjung ke Sangiran. Penggunaan warna kuning pada teks “Sangiran” menjadikannya sebagai fokus pertama saat melihat billboard ini. Sebagai pendukung terdapat penanda verbal “14km” yang merupakan petanda suatu jarak yang harus ditempuh. Penanda verbal lain yaitu “www.sangiranmuseum.com” merupakan petanda suatu alamat resmi Museum Sangiran dalam situs internet yang menjadi sumber informasi bersifat online yang dapat diakses oleh seluruh masyarakat di penjuru dunia. Sebagai penutup, terdapat penanda verbal berupa lambang Visit Jawa Tengah tahun 2013, tut wuri handayani, Pemerintah Kota Jawa Tengah, UNESCO, dan penghargaan World Heritage merupakan petanda lembaga-lembaga yang mengelola dan menaungi keberadaan Museum Sangiran. Hal ini dipertegas dengan penanda verbal berupa teks “Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Balai Pelestarian Situs Manusia Purba Sangiran” dan “Unesco World HeritageList No. C 593”. Lambang Visit Jawa Tengah 2013 di bagian atas merupakan petanda keikutsertaan Museum Sangiran dalam event visit Jawa Tengah pada tahun 2013 yang dibuat oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Hal ini dipertegas dengan adanya lambang tut wuri handayani dan Pemkot Jawa Tengah.

Penanda visual yang terdapat pada media periklanan ini berupa tengkorak kepala manusia dan hewan seperti kerbau, serta perawakan manusia yang menyerupai monyet. Penanda visual ini merupakan petanda bahwa adanya kehidupan yang telah punah yang terjadi pada masa lampau. Hal ini dipertegas dengan warna hitam yang menjadi latar belakang penanda visual tersebut.

Keseluruhan dari penanda verbal dan penanda visual pada media periklanan berbentuk

billboard ini, secara denotatif menampilkan petunjuk lokasi keberadaan Museum Sangiran yang merupakan lokasi penyimpanan fosil-fosil bukti sejarah kehidupan pada masa purba. Tepatnya diperjelas dengan adanya penanda verbal yaitu “14km”.

b. Makna konotatif

(11)

11

memiliki lambang keceriaan dan intelektual. Warna kuning akan terlihat menonjol jika didekatkan dengan warna putih berlatar belakang hitam. Penggunaan teks “14km” merupakan petanda adanya jarak tempuh yang harus dicapai untuk dapat mengunjungi museum tersebut dengan arah sesuai petunjuk dari gambar. Adanya lambang Visit Jawa Tengah 2013, lambang Pemerintah Kota Jawa Tengah, dan tut wuri handayani yang diperjelas dengan teks “Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Balai Pelestarian Situs Manusia Purba Sangiran”, secara konotatif merupakan petanda adanya campur tangan dari pemerintah pusat dan daerah dalam pengelolaan dan pembuatan media iklan ini. Penggunaan lambang UNESCO, dan World Heritage yang diperjelas dengan teks “Unesco World Heritage List No. C 593” merupakan petanda adanya peresmian atau pengakuan dari lembaga dunia akan keberadaan dan pentingnya situs dan museum ini sebagai warisan dunia. Secara konotatif menimbulkan ajakan kepada masyarakat untuk ikut melestarikan dan menjaga warisan dunia tersebut.

Jenis font yang digunakan adalah jenis Sans Serif. Telah dijelaskan pula di atas bahwa jenis font ini mempunyai sifat sederhana dan modern yang dapat melambangkan keadaan Museum Sangiran sekarang ini.

Petanda visual yang terdapat pada media periklanan ini petanda adanya kehidupan yang telah punah yang terjadi pada masa lampau yang didapatkan dari penanda berupa tengkorak kepala manusia dan hewan seperti kerbau, serta perawakan manusia yang menyerupai monyet, secara konotatif menampilkan adanya informasi besar mengenai sejarah kehidupan masa lalu yang dapat dijadikan sebagai sumber ilmu pengetahuan yang penting bagi kehidupan masyarakat sekarang. Hal ini dipertegas dengan latar belakang warna hitam.

Warna yang digunakan didominan oleh warna hitam, menurut Sulasmi Darmaprawira, memiliki sifat, seperti kekuatan, kehancuran atau kegelapan (Darmaprawira, 2002: 48). Maka dapat diartikan dominasi warna hitam ini sebagai perlambang adanya kehancuran atau masa kehancuran dari objek yang ditampilkan yaitu manusia dan hewan yang bersifat primitif atau yang hidup di masa lalu yang dapat dijadikan sebagai bahan atau sumber pengetahuan bagi manusia sekarang.

Keseluruhan dari penanda verbal dan penanda visual pada media periklanan berbentuk

(12)

12 3. Street banner

a. Makna denotatif

Makna denotatif difokuskan pada penanda visual. Terdapat penanda visual berupa tiga buah foto yang menggambarkan fosil gading gajah, sekelompok manusia yang sedang melakukan kegiatan sehari-harinya, dan lokasi suatu tempat dengan latar belakang hitam. Penanda visual tersebut merupakan petanda display suatu ruang pamer atau diorama. Penanda verbal yang terdapat pada street banner, yaitu lambang Visit Jawa Tengah 2013 di bagian atas. Penanda visual ini merupakan petanda keikut sertaan Museum Sangiran dalam event visit Jawa Tengah pada tahun 2013 yang dibuat oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Hal ini dipertegas dengan adanya lambang tut wuri handayani dan Pemkot Jawa Tengah. Kehadiran lambang UNESCO dan World Heritage merupakan petanda adanya badan dunia yang telah mengakui dan ikut menjaga kelestarian Sangiran. Hal ini dipertegas dengan teks “Unesco World Heritage List No. C 593”. Teks “Balai Pelestarian Situs Manusia Purba Sangiran” merupakan petanda lembaga yang membuat media periklanan ini sekaligus mengelola keberadaan Museum Sangiran dan situsnya.

b. Makna konotatif

Pemfokusan pada penanda visual menghasilkan petanda display suatu ruang pamer atau diorama. Petanda ini secara konotatif menampilkan penawaran kepada masyarakat untuk tertarik berkunjung ke Situs Sangiran dan Museum Manusia Purba Sangiran.

Penanda verbal berupa lambang Visit Jawa Tengah 2013, secara konotatif menampilkan adanya keaktifan museum dalam upaya menjalin kedekatannya dengan masyarakat. Sementara lambang lain, yaitu tut wuri handayani, Pemkot Jawa Tengah, UNESCO, dan

World Heritage, serta teks “Balai Pelestarian Situs Manusia Purba Sangiran” dengan latar belakang warna hitam secara konotatif menampilkan adanya lembaga kuat dan resmi yang menaungi dan ikut menjaga kelestarian museum dan situsnya ini. Warna hitam sendiri dapat menandakan sikap tegas, kukuh, formal, dan struktur kuat. Penanda verbal berupa teks “Unesco World Heritage List No. C 593” merupakan penegas dari pemaparan di atas. Secara konotatif, menampilkan adanya suatu badan atau lembaga yang didirikan untuk mengelola dan melestarikan keberadaan Museum Sangiran dan situsnya.

(13)

13 4. Sign board

a. Makna denotatif

Pemfokusan terletak pada penanda visual. Penanda visual yang menjadi pemfokusan yaitu dua gambar perawakan manusia menyerupai monyet, ilustrasi gajah bergading panjang, dan dua tengkorak kepala. Penanda ini merupakan petanda mengenai makhluk hidup yang hidup pada masa lampau atau makhluk primitif. Hal ini dijelaskan pada kehadiran manusia yang belum mengenakan pakaian layaknya manusia sekarang, berbeda dengan monyet karena ia berpostur tegak, sedang monyet berpostur bungkuk. Kehadiran ilustrasi gajah bergading panjang merupakan ilustrasi hewan gajah yang hidup pada masa purba, karena gajah yang hidup masa sekarang jarang yang memiliki gading sepanjang itu. Tengkorak melambangkan kematian atau kepunahan, yang mempertegas bahwa makhluk hidup yang ditampilkan tadi telah hilang atau punah.

Terdapat penanda verbal yaitu “Museum Manusia Purba Sangiran” dan “300 meter” yang merupakan petanda jarak sejauh 300 meter untuk berkunjung ke Museum Manusia Purba Sangiran.

b. Makna konotatif

Pemfokusan penanda verbal yaitu “Museum Manusia Purba Sangiran” dan “300 meter”, secara konotatif menampilkan ajakan untuk berkunjung ke lokasi yang ditunjukkan, yaitu Situs Sangiran dan Museum Manusia Purba Sangiran.

Pemfokusan penanda visual terletak pada dua gambar perawakan manusia menyerupai monyet, ilustrasi gajah bergading panjang, dan dua tengkorak kepala, secara konotatif menampilkan adanya informasi yang ingin ditunjukkan pada masyarakat mengenai kehidupan makhluk yang hidup pada masa purba.

Warna putih menurut Sulasmi dapat memberikan karakter positif, sederhana, merangsang, jujur dan dapat melambangkan duka cita (Darmaprawira, 2002: 47). Sementara dominasi warna biru berpedoman pada pendapat Sulasmi Darmaprawira, melambangkan kesejukan, tenang, damai, mempesona, dan harapan. Penampilan warna didominasi warna biru ingin menyampaikan kepada masyarakat mengenai adanya kehidupan mempesona yang pernah terjadi di Situs Sangiran.

Jenis font yang digunakan adalah Sans serif dan Serif. Sifat yang dibawa oleh jenis font

Sans Serif membawa kesan modern seperti tujuan Museum Sangiran yang ingin menunjukkan adanya sisi modern baik dari bangunan maupun fasilitasnya. Font Serif

bersifat klasik, resmi, dan elegan (Anggraini, 2014: 58-63). Malalui pemakaian font Serif

menampilkan kepada masyarakat bahwa Museum Sangiran merupakan lembaga resmi di bawah naungan pemerintah pusat dan daerah.

(14)

14

D. IKONOSITAS MUSEUM SANGIRAN

Dari hasil pemaparan di atas, diketahui pula adanya ikonositas dari Museum Sangiran pada visual media-media periklanannya. Ikonositas pada visual media periklanan ini ditemukan dalam dua bentuk, yaitu ikonisasi warna dan ikonisasi figur. Berikut pemaparannya:

Tabel 1. Ikonositas Media Periklanan Museum Sangiran

IKONISASI WARNA IKONISASI FIGUR

Billboard Street banner

Sign

board Billboard Street banner Sign board

1. Ikonisasi Warna

a. Makna denotatif

Diketahui dari sajian visual media periklanan cetak luar ruangan Museum Sangiran terdapat warna yang sering dimunculkan, yaitu warna hitam dan putih. Penanda warna ini merupakan kombinasi warna yang mempunyai sifat kontras. Sehingga, jika salah satu warna tersebut dijadikan background suatu media, maka warna yang lain akan terlihat dominan. Secara denotatif, maka melalui ikonisasi warna ini, media periklanan Museum Sangiran ini merupakan petanda adanya fokus objek atau teks yang ingin ditunjukkan kepada pembaca terlebih dahulu.

b. Makna konotatif

(15)

15 2. Ikonisasi Figur

a. Makna denotatif

Selain warna, pada visual media periklanan Museum Sangiran ini, juga sering memunculkan bentuk ikon figur. Ikon figur yang sering muncul adalah figur manusia berbulu disekujur tubuhnya tanpa mengenakan pakaian layaknya manusia sekarang, serta figur tengkorak kepala manusia atau hewan yang sudah tidak utuh lagi. Secara denotatif, figur manusia berbulu tersebut menampilkan perawakan mirip monyet jaman sekarang, tetapi memiliki perbedaan, yaitu ikon figur yang ditampilkan memiliki postur tubuh tegak berbeda dengan postur monyet. Dapat dikatakan bahwa figur tersebut adalah manusia primitif yang hidup pada masa lampau. Sementara, tengkorak kepala menyerupai manusia dan hewan tersebut, secara denotatif merupakan petanda bentuk sebuah fosil.

b. Makna konotatif

Figur manusia primitif yang ditampilkan tersebut, secara konotatif menampilkan bahwa telah adanya manusia yang telah hidup pada masa purba tetapi memiliki penampilan yang berbeda dengan manusia sekarang. Hal ini dikaitkan dengan adanya evolusi manusia, yaitu manusia sekarang merupakan hasil evolusi dari manusia jaman purba. Sementara, figur fosil baik tengkorak kepala manusia atau hewan purba, secara konotatif menampilkan kepunahan atau kematian.

E. SIMPULAN

Dari hasil penelitian didapatkan kesimpulan bahwa Museum Sangiran telah memanfaatkan media periklanan cetak luar ruangan sebagai materi untuk memperkenalkan diri pada masyarakat sejak tahun 2010 hingga sekarang. Media periklanan cetak luar ruangan yang digunakan yaitu street banner, sign board, dan billboard.

Pengelompokkan tampilan guna mencari makna pesan iklan dibagi menjadi dua, yaitu elemen visual dan elemen verbal. Terdapat benang merah pada kedua elemen tersebut, yaitu terlihat pada pemilihan objek gambar, teks, jenis font, dan warna. Pemilihan objek gambar yang dilakukan rata-rata berupa foto, ilustrasi dan elemen grafis. Foto dan ilustrasi yang ditampilkan rata-rata menggunakan visual bangunan museum, lokasi situs, dan fosil baik manusia maupun hewan. Elemen grafis yang digunakan rata-rata menggunakan garis dan bidang kotak. Teks yang ditampilkan rata-rata berupa headline dan teks, seperti “Manusia Purba Sangiran” dan “Balai Pelestarian Situs Manusia Purba Sangiran”. Terdapat pula tiga buah logo yaitu UNESCO, World Heritage, dan tut wuri handayani. Jenis font yang sering digunakan adalah Sans Serif yang mempunyai kesan modern dan sederhana. Terdapat perulangan warna yaitu warna biru, hitam, dan putih yang memberi kesan adanya kesatuan tema, walaupun media tersebut berbeda jenis.

(16)

16

mengenai keberadaan Museum Sangiran dan situsnya kepada masyarakat. Melalui pemilihan warna hitam, Museum Sangiran memberikan informasi mengenai kepunahan suatu kehidupan di masa lalu. Informasi kecanggihan fasilitas dan bangunan museum, terlihat pada pemilihan font Sans Serif.

Temuan lain yang didapatkan pada penelitian ini adalah adanya ikonositas Museum Sangiran. Ikonositas dapat menjadi ciri khas bagi media periklanan Museum Sangiran dan pembeda dengan media periklanan lain. Ikonositas muncul pada warna dan figur yang sering dihadirkan. Warna yang sering dimunculkan pada visual media periklanan tersebut adalah warna hitam dan putih. Penanda warna ini merupakan kombinasi warna yang mempunyai sifat kontras. Sehingga, jika salah satu warna tersebut dijadikan background suatu media, maka warna yang lain akan terlihat dominan.Secara konotatif, kehadiran warna hitam dapat menggambarkan kepunahan yang terjadi di Sangiran. Terdapat ikonisasi figur berupa perawakan menyerupai manusia yang berbulu lebat di sekujur tubuhnya dan tengkorak kepala baik manusia maupun hewan. Secara denotatif, figur perawakan manusia tersebut merupakan manusia purba yang hidup di masa lampau, sedangkan tengkorak tersebut merupakan fosil dari sisa kehidupan yang telah mati. Secara konotatif, perawakan manusia tersebut menampilkan adanya evolusi manusia yang terjadi sehingga tercipta manusia sekarang, sedangkan fosil tersebut menampilkan adanya kepunahan dari kehidupan masa lampau baik hewan maupun manusia.

KEPUSTAKAAN

Anggraini, Lia dan Natalia, Kirana, Desain Komunikasi Visual; Dasar-dasar Panduan untuk Pemula. Bandung: Nuansa Cendekia, 2014.

Arthur, Rene. Desain Grafis dari Mata Turun ke Hari. Bandung: Kelir, 2009.

Budiman, Kris, Semiotika Visual, Konsep, Isu, dan Problem Ikonitas. Yogyakarta: Jalasutra, 2011. Darmaprawira, Sulasmi, Warna, Teori dan kreativitas penggunaannya. Bandung: ITB, 2002. Jefkins, Frank, Periklanan Edisi ketiga. Terj. Haris Munandar. Jakarta: Erlangga, 1996. Suyanto, M, Aplikasi Desain Grafis Untuk Periklanan. Yogyakarta: Andi Offset, 2004. Tinarbuko, Sumbo, Semiotika Komunikasi Visual. Yogyakarta: Jalasutra, 2008.

Gambar

Gambar 1. Billboard Museum Sangiran  (Foto: Zulfa Rahmawati, 2014)
gambar tadi, bertuliskan “Welcome to: Sangiran The Fascinating Prehistoric Site”, lalu
Gambar 2. Street banner Museum Sangiran  (Foto: Zulfa Rahmawati, 2013)
Gambar 3.  Signboard Museum Sangiran (Foto: Zulfa Rahmawati, 2013)
+2

Referensi

Dokumen terkait

Hal ini menunjukkan bahwa BIG4 belum tentu memiliki kualitas audit yang lebih baik dibanding dengan non BIG4 dalam hal mendeteksi manajemen laba riil yang dilakukan oleh kliennya..

Kesimpulan dari makalah ini adalah kita dapat memahami lebih dalam tentang ilmu ergonomi dan antropometri sebagai dasar pengukuran untuk mendesain mebel terkhususkan kursi

Dari analisis yang dilakukan terhadap hasil penelitian didapat perolehan bioetanol per jumlah bahan baku awal yang terbaik adalah 12,5 ml/kg dengan densitas sebesar 0,962

Hasil dari identifikasi menunjukan batubara pada Coal Zone Y memliki ciri- ciri yang sama dengan seam – seam batubara yang termasuk kedalam anggota M2

Gambar 5.26 Contoh website dengan layout fixed sidebar dari Joshua

The analyst(s) named in this report certifies that all of the views expressed by the analyst(s) in this report reflect the personal views of the analyst(s)

Metode kerja kelompok yaitu dimana siswa dikelompokan dengan cara sesuai kebutuhan. Berdasarkan jumlah siswa ada kelompok yang berjumlah 4, 5, atau 6 siswa.

Kabupaten Lamandau merupakan sebuah Kabupaten pemekaran dari Kabupaten Kotawaringin Barat yang dibentuk berdasarkan Undang – Undang Nomor 5 Tahun 2002 tentang