• Tidak ada hasil yang ditemukan

PELAKSANAAN SEWA-MENYEWA RUMAH SUSUN DI KOTA SURAKARTA DALAM PERSPEKTIF KITAB UNDANG- UNDANG HUKUM PERDATA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PELAKSANAAN SEWA-MENYEWA RUMAH SUSUN DI KOTA SURAKARTA DALAM PERSPEKTIF KITAB UNDANG- UNDANG HUKUM PERDATA"

Copied!
101
0
0

Teks penuh

(1)

i

PELAKSANAAN SEWA-MENYEWA RUMAH SUSUN DI KOTA SURAKARTA DALAM PERSPEKTIF KITAB

UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA

Penulisan Hukum (Skripsi)

Disusun dan diajukan untuk

Melengkapi Persyaratan guna Memperoleh Derajat Sarjana S1 dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret

Surakarta

Disusun Oleh :

Christanty Triwulan Ningrum NIM.E0005125

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

2012

(2)

ii

PELAKSANAAN SEWA-MENYEWA RUMAH SUSUN DI KOTA SURAKARTA DALAM PERSPEKTIF KITAB

UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA

Penulisan Hukum (Skripsi)

Disusun dan diajukan untuk

Melengkapi Persyaratan guna Memperoleh Derajat Sarjana S1 dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret

Surakarta

Disusun Oleh :

Christanty Triwulan Ningrum NIM.E0005125

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

2012

(3)

iii

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Penulisan Hukum (Skripsi)

PELAKSANAAN SEWA-MENYEWA RUMAH SUSUN DI KOTA SURAKARTA DALAM PERSPEKTIF KITAB UNDANG-UNDANG

HUKUM PERDATA

Oleh :

Christanty Triwulan Ningrum NIM. E0005125

Disetujui untuk dipertahankan di hadapan Dewan Penguji Penulisan Hukum (Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

Pembimbing I Pembimbing II

Ambar Budi. S., S.H., M.Hum. Tuhana, S.H., M.Si. NIP.19571112 198303 2001 NIP.19690322 199702 1001

(4)

iv

PENGESAHAN PENGUJI Penulisan Hukum (Skripsi)

PELAKSANAAN SEWA-MENYEWA RUMAH SUSUN DI KOTA SURAKARTA DALAM PERSPEKTIF KITAB UNDANG-UNDANG

HUKUM PERDATA Oleh :

Christanty Triwulan Ningrum NIM. E0005125

Telah diterima dan disahkan oleh Tim Penguji Penulisan Hukum ( Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

Pada : Hari : Rabu

Tanggal : 1 Februari 2012

DEWAN PENGUJI

1. Djuwityastuti, S.H., M.H. : ... Ketua

2. Tuhana, S.H., M.Si : ... Sekretaris

3. Ambar Budi S, S.H., M.Hum : ... Anggota

MENGETAHUI Dekan,

(5)

v

PERNYATAAN Nama : Christanty Triwulan Ningrum NIM : E 0005125

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa penulisan hukum (Skripsi) berjudul: PELAKSANAAN SEWA-MENYEWA RUMAH SUSUN DI KOTA SURAKARTA DALAM PERSPEKTIF KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA adalah betul-betul karya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya dalam penulisan hukum ini diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila dikemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan penulisan hukum (skripsi) dan gelar yang saya peroleh dari penulisan hukum (skripsi) ini.

Surakarta, 13 Januari 2012 Yang membuat pernyataan,

Christanty Triwulan Ningrum NIM. E0005125

(6)

vi ABSTRAK

Christanty Triwulan Ningrum. E0005125. 2012. PELAKSANAAN SEWA-MENYEWA RUMAH SUSUN DI KOTA SURAKARTA DALAM PERSPEKTIF KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

Tujuan penelitian ini adalah mengetahui pengaturan sewa-menyewa rumah susun di Kota Surakarta apabila ditinjau dari Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan kendala-kendala apa saja yang dihadapi dalam pelaksanaan sewa-menyewa rumah susun beserta upaya-upaya apa saja yang dilakukan dalam menyelesaikan berbagai kendala tersebut.

Penelitian ini merupakan penelitian hukum empiris yang bersifat deskriptif. Jenis data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Teknik pengumpulan data yang dipergunakan yaitu melalui wawancara dengan staff Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Rumah Sewa Dinas Pekerjaan Umum Pemerintah Kota Surakarta dan juga studi kepustakaan. Teknik analisis data yang dipergunakan adalah teknik analisis data kualitatif dengan analisis model interaktif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaturan sewa-menyewa rumah susun di Kota Surakarta yang dibuat oleh Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Rumah Sewa Dinas Pekerjaan Umum Pemerintah Kota Surakarta meskipun tidak dibuat di dalam sebuah akta perjanjian tetapi memenuhi ketentuan yang terdapat dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata baik mengenai unsur-unsur perjanjian (Pasal 1313 KUH Perdata), syarat sahnya perjanjian (Pasal 1320 KUH Perdata), unsur-unsur dalam pengertian sewa-menyewa (Pasal 1548 KUH Perdata), hak dan kewajiban para pihak (Pasal 1550-1552 bagi pihak yang menyewakan dan Pasal 1560 bagi pihak penyewa), serta dengan jangka waktu tertentu (Pasal 1570 KUH Perdata). Sewa-menyewa rumah susun di Kota Surakarta dalam pelaksanaannya pada dasarnya mengacu pada tata tertib rumah susun yang dibuat oleh pihak pengelola yaitu UPTD Rumah Sewa Dinas Pekerjaan Umum Pemerintah Kota Surakarta. Permasalahan yang dihadapi dalam pelaksanaan sewa-menyewa rumah susun di Kota Surakarta yaitu kondisi masyarakat yang terkadang tidak mau tahu dan juga penyewa yang tidak tertib administrasi yaitu terlambat dalam pembayaran uang sewa. Upaya yang dilakukan untuk menghadapi permasalahan tersebut adalah dengan meningkatkan kesadaran penghuni rumah susun untuk mentaati tata tertib yang berlaku serta memberikan peringatan kepada penghuni rumah susun yang melanggar tata tertib atau tidak memenuhi kewajibannya, dan apabila masih melakukan pelanggaran atau tidak mau memenuhi kewajibannya, maka pihak pengelola rumah susun akan mencabut Surat Ijin Penghunian (SIP) penghuni yang bersangkutan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Kata Kunci : sewa-menyewa, rumah susun, UPTD Rumah Sewa

(7)

vii ABSTRACT

Christanty Triwulan Ningrum. E0005125. 2012. IMPLEMENTATION LEASE FLATS SURAKARTA CITY IN PERSPECTIVE OF THE CODE OF CIVIL LAW. Faculty of Law Sebelas Maret University of Surakarta

The purpose of this study was to determine the lease arrangement flats in the city of Surakarta when viewed from the Code of Civil Law and any problems encountered in the implementation of an apartment lease also efforts made in completing it.

The study is an empirical legal research is descriptive. The type of data used are the primary data and secondary data. Data collection techniques used trough interviews with staff of the Technical Region Implementation Unit (TRIU) Rental Houses Public Works Department Goverment of Surakarta and also bibliography study Data. Data analysis techniques used is the qualitative data analysis with interactive model analysis.

The results showed that the lease arrangement flats in the city of Surakarta made by the Technical Region Implementation Unit (TRIU) Rental Houses Public Works Department Goverment of Surakarta although not made in an agreement official document, the term legitimate elements of agreement (article 1313 the Code of Civil Law), legal requirement of agreement (article 1320 the Code of Civil Law), the elements meaning of lease (article 1548 the Code of Civil Law), right and duty of party ( article 1550-1552 the Code of Civil Law for rental and article 1560 the Code of Civil Law for renter), and periode of certain time ( article 1570 the Code of Civil Law). Rental flats in the city of Surakarta in its implementation basically refers to flats order made by the manager of the TRIU Rental Houses Public Works Department Goverment of Surakarta. Problem face in the implementation of lease flats in the city of Surakarta, a condition that sometimes people do not want to know as well as tenants who are not in the orderly administration of the late payment of rent. Efforts are being made a dealing with these problem is to in crease awareness of flats residents to obey an order applies, and give warning to flats residents who violate the discipline or not fulfilling its obligations, and if still violation or unwilling to meet its obligation manager will revoke Occupied Permit residents concerned in accordance with applicable regulations.

Keyword: rent, flats, TRIU House Rental

(8)

viii

KATA PENGANTAR

Segala Pujian, Hormat, Syukur dan Kemuliaan hanya bagi Tuhan Yesus Kristus, atas berkat Kasih karunia dan penyertaan-Nya yang melimpah kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan studi dan penulisan hukum (skripsi) yang berjudul “PELAKSANAAN SEWA-MENYEWA RUMAH SUSUN DI KOTA SURAKARTA DALAM PERSPEKTIF KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA”.

Adapun penulisan hukum (skripsi) ini merupakan rangkaian persyaratan dan tugas yang harus dipenuhi untuk memperoleh derajat Sarjana S1 dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Penulis menyadari penyusunan penulisan hukum (skripsi) ini dapat terselesaikan berkat bantuan dari para pihak yang selalu memberikan bimbingan, dukungan, semangat, motivasi dan berbagi pengetahuan kepada penulis. Untuk itu dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih yang sedalam-dalamnya kepada :

1. Ibu Prof. Dr. Hartiwiningsih, S.H., M.Hum. , selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Ibu Djuwityastuti, S.H., M.H., selaku Ketua Bagian Hukum Perdata. 3. Bapak Lego Karjoko S.H., M.H., selaku pembimbing akademik penulis. 4. Ibu Ambar Budi S., S.H., M.Hum., selaku pembimbing skripsi yang telah

memberikan bimbingan, arahan, masukan, pengetahuan dan semangat kepada penulis dengan penuh kesabaran sehingga penulisan hukum (skripsi) ini dapat terselesaikan.

5. Bapak Tuhana, S.H., M.si., selaku dosen Co. Pembimbing penulis. Terima kasih untuk kesabaran dalam memberikan bimbingan, arahan, masukan, pengetahuan, dan semangat kepada penulis dalam penyusunan penyelesaian penulisan hukum (skripsi) ini.

6. Bapak dan Ibu dosen Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah mendidik dan mengajar penulis, memberikan bekal ilmu kepada

(9)

ix

penulis selama penulis belajar di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.

7. Pengelola Penulisan Hukum (PPH) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta yang banyak berperan di dalam proses penulisan hukum ini dari awal sampai selesai.

8. Bapak Drs. Agus Djoko Witiarso, S.T., M.Si., selaku Kepala Dinas Pekerjaan Umum Pemerintah Kota Surakarta yang telah memberikan ijin untuk penulis melakukan penelitian dan memperoleh data-data yang diperlukan.

9. Bapak Toto Jayanto, S.H., M.Hum., selaku Kepala Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Rumah Sewa Dinas Pekerjaan Umum Pemerintah Kota Surakarta, Ibu Sri Ratnartiningsih, S.H., selaku Kepala Sub Bagian Tata Usaha Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Rumah Sewa Dinas Pekerjaan Umum Pemerintah Kota Surakarta beserta seluruh staff Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Rumah Sewa Dinas Pekerjaan Umum Pemerintah Kota Surakarta yang telah banyak membantu penulis selama penelitian ini berlangsung. Terima kasih telah meluangkan waktu untuk wawancara sehingga penulis dapat memperoleh informasi dan juga data-data yang dibutuhkan dalam penulisan hukum (skripsi) ini.

10. Keluargaku terkasih, Bapak, Ibu, serta saudara-saudaraku yang terkasih. Terima kasih atas kasih sayang, doa, perhatian, dukungan, kesabaran dan motivasi yang selalu diberikan kepada penulis sehingga pada akhirnya penulis dapat menyelesaikan penulisan hukum (skripsi) ini.

11. Keluarga Besar PMK UNS, terutama sahabat-sahabat dalam pelayanan bersama di PMK UNS, untuk doa dan semangat yang senantiasa diberikan kepada penulis sampai saat ini.

12. Keluarga Besar Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta angkatan 2005 yang tidak bisa disebutkan satu-persatu.

(10)

x

Penulis menyadari bahwa penulisan hukum (skripsi) ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan.

Akhir kata, penulis berharap semoga tulisan ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang berkepentingan dan menambah wawasan bagi pembaca.

Surakarta, Januari 2012

Penulis

(11)

xi DAFTAR ISI

HALAMAN

HALAMAN JUDUL... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING... ii

HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI... iii

HALAMAN PERNYATAAN... iv

ABSTRAK... v

ABSTRACT... vi

KATA PENGANTAR... vii

DAFTAR ISI... x

DAFTAR GAMBAR... xiii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Rumusan Masalah... 6

C. Tujuan Penelitian... 7

D. Manfaat Penelitian... 8

E. Metode Penelitian... 8

F. Sistematika Penulisan Hukum... 14

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori... 16

1. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian... 16

a. Pengertian Perjanjian... 16

b. Unsur-unsur Perjanjian... 16

c. Syarat Sahnya Perjanjian ... 18

d. Asas-asas Perjanjian ... 21

e. Pelaksanaan Perjanjian... 23

f. Hapusnya Perjanjian... 24

2. Tinjauan Umum Tentang Sewa-menyewa... 24

(12)

xii

c. Subyek dan Obyek Sewa-menyewa... 25

d. Bentuk dan Substansi Sewa-menyewa ... 25

e. Hak dan Kewajiban Para Pihak dalam Sewa-menyewa... 26

f. Risiko atas Musnahnya Barang dalam Sewa-menyewa ... 28

g. Berakhirnya Sewa-menyewa ... 29

3. Tinjauan Umum Tentang Rumah Susun... 30

a. Pengertian Rumah Susun... 30

b. Landasan dan Tujuan Pembangunan Rumah Susun... 32

c. Pembangunan Rumah Susun... 33

d. Pengaturan dan Pembinaan Rumah Susun... 35

e. Pengelolaan Rumah Susun... 35

B. Kerangka Pemikiran... 37

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Lokasi... 39

1. Keadaan Umum Kota Surakarta ... 39

2. Deskripsi Umum Unit Pelaksana Teknis (UPT) Rumah Sewa Dinas Pekerjaan Umum Kota Surakarta... 41

a. Deskripsi Umum Dinas Pekerjaan Umum Kota Surakarta... 41

b. Visi dan Misi Dinas Pekerjaan Umum Kota Surakarta... 41

c. Tugas Pokok dan Fungsi Dinas Pekerjaan Umum Kota Surakarta... 42

d. Struktur Organisasi Dinas Pekerjaan Umum Kota Surakarta... 42

e. Deskripsi Umum Unit Pelaksana Teknis (UPT) Rumah Sewa Dinas Pekerjaan Umum Kota Surakarta... 45

f. Tugas Pokok dan Fungsi Unit Pelaksana Teknis (UPT) Rumah Sewa Dinas Pekerjaan Umum Kota Surakarta... 46

g. Struktur Organisasi Unit Pelaksana Teknis (UPT) Rumah Sewa Dinas Pekerjaan Umum Kota Surakarta... 46

(13)

xiii

b. Tujuan Pembangunan Rusunawa di Kota Surakarta... 53

c. Potensi Pembangunan Rusunawa di Kota Surakarta... 55

d. Sumber Dana Pembangunan Rusunawa di Kota Surakarta... 56

e. Pembangunan Rusunawa di Kota Surakarta... 57

f. Pengelolaan Rusunawa di Kota Surakarta... 58

g. Kontribusi Rusunawa Terhadap Pemerintah Kota Surakarta... 59

B. Pengaturan Sewa-menyewa Rumah Susun di Kota Surakarta ditinjau berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata... 59

1. Pengaturan Sewa-menyewa Rumah Susun Ditinjau Berdasarkan Pengaturan Perjanjian di dalam KUH Perdata... 61

2. Pengaturan Sewa-menyewa Rumah Susun Ditinjau Berdasarkan Pengaturan Sewa-menyewa di dalam KUH Perdata... 65

C. Pelaksanaan Sewa-menyewa Rumah Susun di Kota Surakarta, Permasalahan yang Dihadapi dan Upaya Penyelesaiannya... 72

1. Pelaksanaan Sewa-menyewa Rumah Susun di Kota Surakarta... 72

a. Persyaratan Sewa-menyewa Rumah Susun di Kota Surakarta... 72

b. Prosedur Sewa-menyewa Rumah Susun di Kota Surakarta... 73

c. Hak dan Kewajiban Para Pihak Serta Larangan bagi Penyewa Rusunawa... 75

2. Permasalahan yang Dihadapi dalam Pelaksanaan Sewa-menyewa Rumah Susun dan Upaya Penyelesaiannya... 79

BAB IV PENUTUP A. Simpulan... 83

B. Saran... 85 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

(14)

xiv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Model Analisis Interaktif... 13 Gambar 2. Kerangka Pemikiran... 37 Gambar 3. Struktur Organisasi Dinas Pekerjaan Umum Pemerintah Kota

Surakarta... 44 Gambar 4. Stuktur Organisasi UPT Rumah Sewa Dinas Pekerjaan Umum

Pemerintah Kota Surakarta... 47

(15)

xv

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Indonesia merupakan negara hukum yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Sebagai negara hukum, Indonesia harus dapat menjamin terpenuhinya hak-hak asasi manusia bagi setiap warga negaranya, sebagaimana tertuang dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea IV (empat). Alinea tersebut memuat tujuan Pembangunan Nasional, yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut serta melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Memajukan kesejahteraan umum berarti mewujudkan kesejahteraan lahir dan batin seluruh rakyat Indonesia secara adil dan merata, sebagai salah satu usaha untuk mengisi cita-cita perjuangan bangsa Indonesia bagi terwujudnya masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Upaya dalam mewujudkan tujuan nasional tersebut dilaksanakan melalui pembangunan, yaitu suatu perubahan yang terencana dari suatu keadaan nasional tertentu menuju pada keadaan yang lebih baik. Melalui pembangunan, kita bermaksud meningkatkan kemakmuran masyarakat secara bertahap dan berkesinambungan. Bagi bangsa Indonesia, pembangunan nasional pada hakekatnya merupakan pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya. Pembangunan harus dilaksanakan secara merata dan menyeluruh di tanah air, tidak hanya diberlakukan bagi beberapa golongan tertentu atau sebagian masyarakat tertentu saja. Pembangunan secara merata dan menyeluruh ini dilakukan dalam rangka untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur yang merata secara materiil dan spirituil berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar tahun 1945 dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

(16)

xvi

Salah satu unsur pokok kesejahteraan rakyat adalah terpenuhinya kebutuhan akan papan atau perumahan, yang termasuk dalam kebutuhan dasar manusia selain sandang dan pangan, bagi setiap warga negara Indonesia dan juga keluarganya sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai manusia. Perumahan atau pemukiman tidak hanya dapat dilihat sebagai sarana kebutuhan hidup, tetapi lebih jauh adalah proses bermukim manusia dalam rangka menciptakan tatanan hidup untuk masyarakat dan dirinya dalam menampakkan jati diri. Salah satu upaya yang dilakukan oleh pemerintah di dalam usaha mewujudkan kesejahteraan masyarakat tersebut adalah pembangunan perumahan sebagai strategi pengembangan wilayah, yang menyangkut aspek-aspek yang luas dalam bidang kependudukan, dan berkaitan erat dengan pembangunan ekonomi, dan kehidupan sosial dalam rangka pemantapan Ketahanan Nasional.

Pengaturan perihal pentingnya pembangunan perumahan dan pemukiman ini telah menjadi agenda pemerintah dengan menekankan pentingnya upaya untuk meningkatkan dan memperluas adanya pemukiman dan perumahan yang layak bagi seluruh masyarakat dan karenanya dapat terjangkau seluruh masyarakat. Terjangkau bagi seluruh masyarakat berarti juga pemerintah harus mampu menyediakan perumahan atau tempat tinggal bagi masyarakat yang berpenghasilan rendah, dengan tetap memperhatikan unsur kelayakan tempat tinggal dalam lingkungan yang sehat, secara adil dan merata, serta mencerminkan kehidupan masyarakat yang berkepribadian bangsa Indonesia.

Seiring perkembangan kehidupan manusia, keterbatasan lahan sebagai area tempat tinggal menjadi salah satu kendala utama dalam kegiatan pembangunan perumahan yang dilakukan oleh pemerintah. Keterbatasan lahan ini terjadi bukan karena penyusutan terhadap jumlah tanah yang tersedia, melainkan karena manusia yang membutuhkan tanah semakin hari semakin bertambah jumlahnya. Bertambahnya jumlah manusia yang membutuhkan tanah tidak diimbangi dengan bertambahnya jumlah tanah sehingga terjadi ketimpangan terhadap struktur pemilikan tanah, baik yang terjadi di pedesaan berkaitan dengan tanah pertanian,

(17)

xvii

maupun di daerah perkotaan berkaitan dengan tanah untuk mendirikan rumah sebagai tempat tinggal.

Keterbatasan lahan ini kemudian menuntut pemerintah untuk mengadakan, mendapatkan serta menyiapkan tanah untuk keperluan pembangunan berdasar pada prinsip kebijakan pemerintah bahwa tanah harus dipergunakan sebesarnya untuk kemakmuran rakyat, dengan mengingat Indonesia sebagai negara agraris yang sebagian besar rakyatnya menggantungkan kesejahteraan hidupnya pada tanah, sehingga dengan demikian tanah menjadi salah satu kebutuhan dasar bagi masyarakatnya. Dalam rangka peningkatan daya guna dan hasil guna tanah bagi pembangunan perumahan dan pemukiman, serta meningkatkan efektifitas dalam penggunaan tanah terutama pada lingkungan atau daerah yang padat penduduknya, maka perlu dilakukan penataan atas tanah sehingga pemanfaatan dari tanah betul-betul dapat dirasakan oleh masyarakat banyak.

Berkaitan dengan keterbatasan lahan dan juga upaya peningkatan efektifitas penggunaan tanah serta pemenuhan terhadap kebutuhan akan tempat tinggal bagi masyarakat, pemerintah mulai berpikir untuk melakukan pembangunan suatu bangunan yang digunakan untuk hunian dan kemudian atas bangunan yang dimaksud dapat digunakan secara bersama-sama dengan masyarakat lainnya. Pemikiran tersebut kemudian menghasilkan suatu konsep terbentuknya rumah susun. Konsep pembangunan yang dilakukan atas rumah susun ini yaitu dengan bangunan bertingkat, yang dapat dihuni bersama, dimana satuan-satuan dari unit dalam bangunan dimaksud dapat dimiliki secara terpisah yang dibangun baik secara horisontal maupun secara vertikal, yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Konsep ini kemudian dituangkan dalam sebuah Undang-Undang, yaitu Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun yang dalam pelaksanaannya mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1988 tentang Rumah Susun.

(18)

xviii

wilayah dapat memberikan tempat tinggal yang layak bagi beberapa keluarga dengan tidak menggunakan tanah dan tempat yang banyak, mengingat bentuk bangunan dari rumah susun yang bertingkat. Adanya pembangunan rumah susun ini juga sebagai upaya untuk mengurangi pemukiman kumuh yang diakibatkan sebagai ketidakmampuan masyarakat dalam membangun rumah sebagai tempat tinggal. Adanya rumah susun ini diharapkan juga akan membuat tata ruang kota menjadi lebih terbuka sehingga menjadi lebih lega, dan dalam hal ini juga membantu adanya peremajaan kota, pengurangan pemukiman kumuh, dan selanjutnya menjadi daerah yang rapi, bersih, dan teratur, mengingat pembangunan rumah susun ini memang diperuntukkan bagi masyarakat kurang mampu dengan biaya yang terjangkau untuk masyarakat golongan ini.

Pada dasarnya upaya pemenuhan terhadap hak-hak masyarakat ini dilakukan oleh pemerintah dan merupakan kewenangan pemerintah pusat. Dengan adanya asas tugas pembantuan dan otonomi daerah, maka terdapat beberapa tugas dan kewenangan pemerintah pusat yang kemudian dilimpahkan pada pemerintah daerah untuk mempercepat usaha peningkatan kesejahteraan masyarakat di daerah secara merata. Demikian halnya dalam pembangunan rumah susun ini, sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 4 ayat (2) Undang-undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun dan Pasal 4 Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1988 tentang Rumah Susun yang menyatakan bahwa Pemerintah dapat menyerahkan kepada pemerintah daerah untuk melaksanakan sebagian urusan pengaturan dan pembinaan rumah susun, baik mengenai penyusunan rencana jangka panjang dan jangka pendek dengan berdasarkan kebijaksanaan dan pedoman dari Pemerintah Pusat.

(19)

xix

pesat. Selain sebagai bagian dari wilayah Provinsi Jawa Tengah, secara administratif Kota Surakarta juga termasuk dalam wilayah Karesidenan Surakarta, yang wilayahnya meliputi Kabupaten Karanganyar, Sragen, Boyolali, Wonogiri, Klaten, dan Kota Surakarta sendiri sebagai pusatnya. Berbagai latar belakang tersebut, menjadikan Kota Surakarta menjadi pusat dari daerah-daerah yang ada disekitarnya dan menjadi penopang dalam berbagai bidang, khususnya yang berkaitan dengan kehidupan ekonomi dari masyarakat sekitarnya. Hal ini kemudian memicu terjadinya urbanisasi, yang kemudian juga memacu terjadinya peningkatan terhadap kebutuhan tempat tinggal bagi masyarakat yang harus mendapat perhatian khusus dari pemerintah, yaitu Pemerintah Kota Surakarta.

Pemerintah Kota Surakarta dalam upaya membantu masyarakat untuk memenuhi kebutuhan akan tempat tinggal juga menghadapi permasalahan keterbatasan lahan, namun hal ini tidak menghalangi Pemerintah Kota Surakarta untuk membantu masyarakatnya. Dengan mengacu pada Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun dan Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1988 tentang Rumah Susun serta adanya program “ Pembangunan Sejuta Tower” dari Pemerintah Pusat yang implementasinya adalah pembangunan rumah susun di seluruh Indonesia, maka Pemerintah Kota Surakarta kemudian mengadakan pembangunan rumah susun melalui dinas terkait yaitu Unit Pelaksana Teknis (UPT) Rumah Sewa Dinas Pekerjaan Umum Pemerintah Kota Surakarta.

(20)

xx

Kitab Undang-undang Hukum Perdata merupakan sumber hukum dalam hukum perdata yang secara tegas mengatur segala ketentuan umum mengenai orang, benda, perikatan, serta pembuktian dan daluarsa. Sewa-menyewa sebagai perjanjian nominat, merupakan salah satu jenis perjanjian yang terdapat dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Ketentuan umum mengenai sewa-menyewa diatur mulai dari Pasal 1548 sampai dengan Pasal 1600 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Pelaksanaan sewa-menyewa sendiri juga bukan suatu hal yang mudah dan ada kemungkinan muncul kendala-kendala serta hambatan, baik mengenai pemenuhan hak dan kewajiban antara para pihak maupun ketentuan-ketentuan lain yang harus dilaksanakan oleh para pihak yang terlibat. Para pihak dalam sewa-menyewa rumah susun ini yaitu pengelola, yang dalam hal ini adalah Unit Pengelolaan Teknis (UPT) Rumah Sewa yang termasuk dalam Dinas Pekerjaan Umum Pemerintah Kota Surakarta dan penyewa yaitu penghuni rumah susun.

Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk mengkaji lebih dalam mengenai rumah susun sederhana sewa (Rusunawa) khususnya yang ada di Kota Surakarta, dan untuk itu penulis memilih judul pada penulisan ini yaitu :

“PELAKSANAAN SEWA-MENYEWA RUMAH SUSUN DI KOTA

SURAKARTA DALAM PERSPEKTIF KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimanakah pengaturan sewa-menyewa rumah susun di Kota Surakarta apabila ditinjau dari Kitab Undang-Undang Hukum Perdata?

2. Bagaimana pelaksanaan sewa-menyewa rumah susun di Kota Surakarta, adakah permasalahan yang dihadapi dalam pelaksanaan sewa menyewa tersebut dan upaya apa yang dilakukan dalam menyelesaikannya?

(21)

xxi

C. Tujuan Penelitian

Suatu penelitian harus mempunyai tujuan, yang pada prinsipnya mengungkapkan apa yang hendak dicapai oleh peneliti itu sendiri sebagai pemecahan terhadap permasalahan yang diteliti. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Tujuan Obyektif

a. Mengetahui pengaturan sewa-menyewa rumah susun di Kota Surakarta apabila ditinjau berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. b. Mengetahui pelaksanaan sewa-menyewa rumah susun di Kota Surakarta,

permasalahan apa saja yang dihadapi dan upaya-upaya apa saja yang dilakukan dalam menyelesaikan permasalahan tersebut.

2. Tujuan Subyektif

a. Menambah wawasan dan pengetahuan penulis mengenai pelaksanaan sewa-menyewa rumah susun di Kota Surakarta.

b. Membandingkan teori-teori hukum yang diterima penulis selama masa perkuliahan dengan praktek di lapangan.

c. Menerapkan ilmu-ilmu dan teori hukum yang telah penulis peroleh agar dapat memberi manfaat bagi penulis sendiri khususnya, dan masyarakat pada umumnya.

d. Memperoleh data yang cukup dan relevan sebagai bahan penulisan hukum guna memenuhi syarat akademis untuk mencapai gelar kesarjanaan di bidang ilmu hukum di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

(22)

xxii

D. Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah : 1. Manfaat Teoritis

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dan landasan teoritis bagi pengembangan disiplin ilmu hukum, khususnya hukum perdata.

b. Dapat menambah literatur atau bahan-bahan informasi ilmiah yang dapat digunakan untuk melakukan kajian dan penulisan ilmiah bidang hukum perdata selanjutnya.

2. Manfaat Praktis

a. Dapat digunakan sebagai informasi bagi masyarakat pada umumnya tentang pelaksanaan sewa-menyewa rumah di Kota Surakarta.

b. Memberikan sumbangan pemikiran bagi para pihak yang terkait dalam menyelesaikan kendala-kendala yang timbul dalam pelaksanaan sewa-menyewa rumah susun.

c. Pelaksanaan penelitian ini dapat meningkatkan dan mengembangkan pengetahuan serta pengalaman penulis dalam bidang hukum perdata khususnya mengenai sewa-menyewa.

E. Metode Penelitian

Metode adalah pedoman cara seorang ilmuwan mempelajari dan memahami lingkungan-lingkungan yang dihadapi (Soerjono Soekanto, 2006 : 6). Penulisan skripsi ini bisa disebut sebagai suatu penelitian ilmiah dan dapat dipercaya kebenarannya apabila menggunakan metode yang tepat. Adapun metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang penulis pergunakan adalah penelitian empiris, yaitu penelitian yang dilakukan di lapangan. Di dalam melakukan penulisan

(23)

xxiii

hukum ini, penulis melakukan penelitian dan memperoleh informasi yang berkaitan dengan materi penulisan dari bagian Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Rumah Sewa Dinas Pekerjaan Umum Pemerintah Kota Surakarta. 2. Sifat Penelitian

Ditinjau dari sifatnya, penelitian hukum ini termasuk dalam penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif bertujuan menggambarkan secara tepat sifat-sifat suatu individu, keadaan, gejala atau kelompok tertentu, atau untuk menentukan penyebaran suatu gejala, atau untuk menentukan ada tidaknya hubungan antara suatu gejala dengan gejala lain dalam masyarakat. Penelitian ini dapat berawal dari hipotesis yang kemudian membentuk teori-teori baru atau memperkuat teori yang sudah ada (Amiruddin dan Zainal Asikin, 2006 : 25-26). Penelitian yang dilakukan penulis bersifat deskriptif karena penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran mengenai bagaimana pelaksanaan sewa-menyewa rumah susun di Kota Surakarta.

3. Lokasi Penelitian

Dalam penelitian ini penulis memilih lokasi penelitian di bagian Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Rumah Sewa Dinas Pekerjaan Umum Pemerintah Kota Surakarta. Lokasi tersebut dipilih karena berbagai keistimewaan yang dimiliki Kota Surakarta sebagai kota yang sedang mengalami perkembangan dalam berbagai bidang dan mulai dikenal masyarakat luas baik lokal maupun internasional. UPTD Rumah Sewa sendiri merupakan Unit Pelaksana Teknis yang terdapat pada Dinas Pekerjaan Umum Pemerintah Kota Surakarta yang bertugas untuk melaksanakan pengelolaan terhadap semua Rusunawa yang ada di Kota Surakarta.

4. Pendekatan Penelitian

(24)

xxiv

(Soerjono Soekanto, 2006 : 32). Pendekatan penelitian kualitatif ini dipilih karena penulis melaksanakan penelitian yang akan menghasilkan data deskriptif, yaitu apa yang dinyatakan oleh para responden secara tertulis maupun lisan, yang berasal dari pihak Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Rumah Sewa Dinas Pekerjaan Umum Pemerintah Kota Surakarta.

5. Jenis Data

Jenis data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah : a. Data Primer

Data primer adalah data yang langsung dan segera diperoleh dari sumber data untuk tujuan penelitian dan mendapat hasil yang sebenarnya pada obyek yang diteliti, yaitu dengan melakukan wawancara terhadap bagian Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Rumah Sewa Dinas Pekerjaan Umum Pemerintah Kota Surakarta.

b. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang tidak diperoleh secara langsung dari lapangan, melainkan diperoleh dari studi kepustakaan yang berupa berbagai buku, arsip, dokumen, peraturan perundang-undangan, hasil penelitian ilmiah dan bahan-bahan kepustakaan lainnya yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti.

6. Sumber Data

Sumber data adalah sumber dimana data dapat diperoleh dan digunakan untuk penelitian. Dalam penelitian ini sumber data meliputi :

a. Sumber data primer

Sumber data primer mencakup para pihak yang terkait langsung dengan permasalahan yang diteliti yang diperoleh dari lokasi penelitian, yakni staf bagian Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Rumah Sewa Dinas Pekerjaan Umum Pemerintah Kota Surakarta.

(25)

xxv b. Data sekunder

Data sekunder digunakan untuk melengkapi dan mendukung sumber data primer, meliputi dokumen, arsip, laporan, buku-buku, peraturan perundang-undangan, hasil penelitian, serta bahan kepustakaan lain yang menunjang penelitian ini.

7. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan cara atau teknik tertentu guna memperoleh data yang berkaitan dengan masalah yang diteliti. Teknik pengumpulan data yang digunakan yakni :

a. Wawancara

Wawancara adalah situasi peran antar pribadi dengan bertatap muka ketika seorang pewawancara, yang dalam hal ini adalah peneliti mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang dirancang untuk memperoleh jawaban yang relevan dengan permasalahan yang diteliti kepada seorang responden (Amiruddin dan Zainal Asikin, 2006:82). Dalam melakukan wawancara ini penulis menggunakan teknik wawancara dengan menggunakan pedoman wawancara secara terstuktur. Pedoman wawancara digunakan agar proses wawancara berjalan secara lebih terarah dan mencapai tujuan dari apa yang diinginkan sehingga data yang diperoleh akan lebih jelas. Wawancara terstuktur ini dilakukan penulis dengan Kepala Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Rumah Sewa Dinas Pekerjaan Umum Pemerintah Kota Surakarta dan Kepala Subbagian Tata Usaha Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Rumah Sewa Dinas Pekerjaan Umum Pemerintah Kota Surakarta. b. Studi dokumen

Studi dokumen berguna untuk mendapatkan landasan teori mengkaji substansi atau isi suatu bahan hukum yang berupa buku, peraturan perundang-undangan, dokumen, dan bahan pustaka lainnya yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti, antara lain Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata), Undang-undang Nomor 16 Tahun 1985

(26)

xxvi

tentang Rumah Susun, Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1988 tentang Rumah Susun, dan lain-lain.

8. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data dalam suatu penelitian merupakan hal yang sangat penting untuk menguraikan dan memecahkan masalah yang diteliti berdasarkan data-data yang sudah dikumpulkan. Penulis dalam penelitian ini menggunakan teknik analisis data kualitatif, yaitu dengan mengumpulkan data, mengkualifikasikannya kemudian menghubung-hubungkannya dengan teori yang berkaitan dengan masalahnya dan akhirnya menarik kesimpulan untuk menentukan hasilnya. Menurut H. B Sutopo dalam proses analisis terdapat tiga komponen utama, yaitu :

a. Reduksi Data

Reduksi data merupakan komponen pertama dalam analisis yang merupakan proses seleksi, pemfokusan, penyederhanaan, dan abstraksi data dari fieldnote. Reduksi data juga merupakan bagian dari proses analisis yang mempertegas, memperpendek, membuat fokus, membuang hal-hal yang tidak penting, dan mengatur sedemikian rupa sehingga kesimpulan dapat dilakukan.

b. Sajian Data

Sajian data merupakan suatu rakitan organisasi, deskripsi dalam bentuk narasi yang memungkinkan kesimpulan penelitian dapat dilakukan. Sajian data harus mengacu pada rumusan masalah sehingga dapat menjawab permasalahan yang diteliti. Sajian data selain dalam bentuk narasi kalimat, juga dapat meliputi berbagai jenis matriks, gambar/skema, jaringan kerja kaitan kegiatan, dan juga tabel sebagai pendukung narasinya.

c. Penarikan Kesimpulan dan Verifikasi

Dari awal pengumpulan data, peneliti sudah harus memahami apa arti dari berbagai hal yang ia temui dengan melakukan pencatatan peraturan-peraturan, pola-pola, pernyataan-pernyataaan, konfigurasi yang mungkin,

(27)

xxvii

arahan sebab akibat, dan berbagai proposisi. Kesimpulan perlu diverifikasi agar cukup mantap dan benar-benar bisa dipertanggungjawabkan.

Penulis menggunakan model analisis interaktif dalam penelitian ini, yang dapat digambarkan sebagai berikut :

Gambar 1. Model Analisis Interaktif

Proses analisa interaktif dimulai dengan pengumpulan data penelitian. Pengumpulan data ini disertai dengan reduksi data dan sajian data. Setelah pengumpulan data selesai, tahap selanjutnya peneliti mulai menarik kesimpulan dengan memverifikasi berdasarkan apa yang terdapat dalam sajian data. Aktifitas yang dilakukan dengan suatu siklus antara komponen-komponen tersebut akan didapatkan data-data yang benar-benar mewakili dan sesuai dengan masalah yang diteliti. Berdasarkan kesimpulan yang diperoleh tersebut, apabila kemudian dirasa kurang karena kurangnya rumusan dalam reduksi maupun sajian datanya, maka peneliti wajib kembali melakukan kegiatan pengumpulan data yang sudah terfokus untuk mencari pendukung kesimpulan yang ada dan juga bagi pendalaman data (H.B. Soetopo, 2002:91-96).

Sajian Data Reduksi

Data

Penarikan Kesimpulan /

verifikasi Pengumpulan

data

(28)

xxviii

F. Sistematika Penulisan Hukum (Skripsi)

Untuk memberikan gambaran secara menyeluruh mengenai sistematika penulisan hukum (skripsi), serta untuk mempermudah pemahaman mengenai seluruh isi penulisan hukum (skripsi) ini, maka penulis menyajikan sistematika penulisan hukum (skripsi) ini yang terdiri dari 4 (empat) bab. Adapun sistematika penulisan hukum (skripsi) ini adalah sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN

Dalam bab ini, penulis mengemukakan mengenai latar belakang masalah yang merupakan hal-hal yang mendorong penulis untuk mengadakan penelitian; perumusan masalah yang merupakan inti permasalahan yang akan diteliti; tujuan penelitian yang berisi tujuan dari penulis dalam mengadakan penelitian; manfaat penelitian yang merupakan hal-hal yang diambil dari hasil penelitian; metode penelitian berupa jenis penelitian, jenis data, sumber data, teknik pengumpulan data, dan teknik analisis data; dan sistematika penulisan hukum (skripsi) yang merupakan kerangka atau susunan isi penelitian. BAB II TINJAUAN PUSTAKA

(29)

xxix

pemikiran yang hendak ditempuh penulis yang dituangkan dalam bentuk skema bagan.

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Dalam bab ini penulis akan memaparkan pembahasan mengenai hasil dari penelitian yang dilakukan, yaitu hasil analisis tentang pengaturan sewa-menyewa rumah susun di Kota Surakarta berdasarkan aspek-aspek hukum yang terdapat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, pelaksanaan sewa-menyewa rumah susun di Kota Surakarta dan permasalahan apa saja yang dihadapi dalam pelaksanaan sewa-menyewa rumah susun beserta dengan upaya untuk menyelesaikan permasalahan yang terjadi tersebut.

BAB IV PENUTUP

Bab ini merupakan bagian akhir dari penelitian yang berisikan simpulan dan saran berdasarkan hasil penelitian.

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

(30)

xxx

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori

1. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian a. Pengertian Perjanjian

Perjanjian secara umum diatur dalam Buku III KUH Perdata. Ketentuan perjanjian dalam Pasal 1313 KUH Perdata dinyatakan bahwa : “Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih” (Pasal 1313 KUH Perdata).

Menurut teori baru yang dikemukakan oleh Van Dunne, yang diartikan dengan perjanjian, adalah suatu hubungan hukum antara dua pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum (Salim HS, 2006 : 161).

b. Unsur-unsur Perjanjian

Unsur-unsur perjanjian yang terkandung dalam pengertian perjanjian menurut Pasal 1313 KUH Perdata, yaitu (Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, 2004 : 7) :

1) Adanya suatu perbuatan;

2) Antara sekurangnya dua orang (jadi dapat lebih dari dua orang);

3) Perbuatan tersebut melahirkan perikatan di antara pihak-pihak yang berjanji tersebut.

Sementara menurut Salim HS berdasarkan teori lama, unsur-unsur perjanjian terdiri dari (Salim HS, 2006 : 161) :

1) Adanya perbuatan hukum;

2) Persesuaian penyataan kehendak dari beberapa orang; 3) Persesuaian kehendak ini harus dipublikasikan dinyatakan;

(31)

xxxi

5) Pernyataan kehendak (wilsverklaring) yang sesuai itu harus saling bergantung satu sama lain;

6) Kehendak itu ditujukan untuk menimbulkan akibat hukum;

7) Akibat hukum itu kepentingan yang satu atas beban yang lain atau timbal balik;

8) Persesuaian kehendak itu harus dengan mengingat peraturan perundang-undangan.

Berdasarkan perkembangan ilmu hukum, dikenal adanya tiga unsur perjanjian, antara lain (Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, 2004 : 85-90) :

1) Unsur Esensialia

Unsur esensialia adalah unsur yang wajib ada dalam suatu perjanjian, bahwa tanpa keberadaan unsur tersebut, maka perjanjian yang dimaksudkan untuk dibuat dan diselenggarakan oleh para pihak dapat menjadi berbeda, dan karenanya menjadi tidak sejalan dan sesuai dengan kehendak para pihak. Unsur esensialia pada umumnya dipergunakan untuk memberikan rumusan, definisi, atau pengertian dari suatu perjanjian.

2) Unsur Naturalia

Unsur naturalia adalah unsur yang pasti ada dalam suatu perjanjian tertentu, setelah unsur esensialia-nya diketahui secara pasti. Misalnya dalam perjanjian yang mengandung unsur esensialia jual beli, pasti terdapat unsur naturalia berupa kewajiban dari penjual untuk menanggung kebendaan yang dijual dari cacat-cacat tersembunyi.

3) Unsur Aksidentalia

(32)

xxxii

khusus yang ditentukan secara bersama-sama oleh para pihak. Misalnya dalam jual beli unsur aksidentalia adalah ketentuan mengenai tempat dan saat penyarahan kebendaan yang dijual atau dibeli.

c. Syarat Sahnya Perjanjian

Berdasarkan Pasal 1320 KUH Perdata, untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat, yaitu :

1) Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya

Kata sepakat berarti terdapat kesesuaian pernyataan kehendak antara satu orang atau lebih dengan pihak lainnya. Kesepakatan kehendak dimulai dari adanya unsur penawaran (offer) oleh salah satu pihak, diikuti dengan penerimaan penawaran (acceptance) dari pihak lainnya ( Munir Fuady, 2001 : 35).

(33)

xxxiii

2) Kecakapan untuk membuat suatu perikatan

Pada prinsipnya setiap orang dinyatakan cakap untuk membuat perjanjian, jika ia oleh undang-undang tidak dinyatakan tak cakap (Pasal 1329 KUH Perdata). KUH Perdata tidak mengatur lebih lanjut mengenai siapa-siapa yang cakap bertindak. Pasal 1330 KUH Perdata menyebutkan mereka yang tidak cakap untuk membuat perjanjian, yaitu :

a) Orang-orang yang belum dewasa

Belum dewasa adalah mereka yang belum mencapai umur genap 21 (dua puluh satu) tahun dan tidak lebih dahulu telah kawin (Pasal 330 KUH Perdata).

b) Mereka yang ditaruh dibawah pengampuan

Orang-orang yang ditaruh dibawah pengampuan adalah setiap orang dewasa, yang selalu berada dalam keadaan dungu, sakit otak atau mata gelap dan boros (Pasal 433 KUH Perdata). Dalam hal ini mereka dipandang tidak mampu menyadari tanggung jawabnya dan karena ia tidak cakap untuk mengadakan perjanjian, maka yang mewakili adalah pengampunya.

c) Orang-orang perempuan, dalam hal-hal yang ditetapkan oleh undang-undang, dan pada umumnya semua orang kepada siapa undang-undang telah melarang membuat persetujuan-persetujuan tertentu. Khusus mengenai orang-orang perempuan ini, dalam Pasal 31 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, menyebutkan bahwa :

(34)

xxxiv

(2). “Masing-masing pihak berhak untuk melakukan perbuatan hukum.” (Pasal 31 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan)

Dengan adanya aturan tersebut, maka untuk saat ini ketentuan yang terdapat dalam KUH Perdata mengenai orang perempuan yang dianggap termasuk tidak cakap hukum secara otomatis tidak berlaku lagi, dan setiap perempuan yang telah menikah dianggap cakap hukum sehingga dapat melakukan perbuatan hukum.

3) Suatu hal tertentu

Suatu hal tertentu artinya apa yang telah diperjanjikan dalam suatu perjanjian, haruslah suatu hal atau suatu barang yang cukup jelas atau tertentu. Suatu perjanjian haruslah mempunyai obyek tertentu yang menjadi pokok suatu perjanjian, sekurang-kurangnya dapat ditentukan bahwa obyek tertentu itu dapat berupa benda yang sekarang ada dan nanti akan ada. Syarat tentang barang yakni barang itu adalah barang yang dapat diperdagangkan, dapat ditentukan jenisnya, dan barang yang baru akan ada di kemudian hari.

4) Suatu sebab yang halal

Undang-undang tidak memberikan pengertian mengenai sebab

(oorzaak, causa). Menurut yurisprudensi yang ditafsirkan dengan

kausa adalah isi atau maksud dari perjanjian itu sendiri. Pembentuk undang-undang mempunyai pandangan bahwa perjanjian mungkin juga diadakan tanpa sebab atau dibuat karena suatu sebab yang palsu atau terlarang. Yang dimaksud dengan sebab terlarang adalah sebab yang dilarang oleh undang-undang atau berlawanan dengan kesusilaan baik atau ketertiban umum (Pasal 1337 KUH Perdata). Menurut Pasal 1335 KUH Perdata, perjanjian yang dibuat dengan sebab demikian

(35)

xxxv

tidak mempunyai kekuatan hukum (Mariam Darus Badrulzaman, 2001 : 73-82).

d. Asas-asas Perjanjian

Di dalam hukum perikatan dikenal tiga asas penting, yaitu (Salim HS, 2006 : 157-158) :

1) Asas Konsensualisme

Asas ini sesuai dengan Pasal 1320 ayat (1) KUH Perdata yang menyatakan, “ Salah satu syarat sahnya perjanjian adalah kesepakatan kedua belah pihak.” Setiap orang diberi kesempatan untuk menyatakan keinginannya menciptakan perjanjian, ada kemauan untuk saling mengikat diri. Konsensualisme adalah kesepakatan, maka asas ini menetapkan terjadinya suatu perjanjian setelah tercapainya kata sepakat kedua belah pihak yang mengadakan perjanjian. Dengan tercapainya kata sepakat telah menunjukkan pada saat itu perjanjian mulai berlaku dan mengikat para pihak.

2) Asas Pacta Sunt Servanda

Asas Pacta Sunt Servanda berhubungan dengan akibat perjanjian. Hal ini dapat disimpulkan berdasarkan Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata yang berbunyi: “Perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi para pembuatnya”. Akibat hukum suatu perjanjian yaitu adanya kepastian hukum yang mengikat dan berlaku bagi para pihak yang membuat perjanjian.

3) Asas Kebebasan Berkontrak

(36)

xxxvi

dengan kepatutan, kebiasaan, dan undang-undang. Asas ini berhubungan dengan asas konsensualisme dan asas kekuatan mengikat.

Disamping ketiga asas tersebut dalam lokakarya Hukum Perikatan yang diselenggarakan oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional, Departemen Kehakiman tanggal 17-19 Desember 1985 telah berhasil dirumuskan delapan asas hukum perikatan nasional yaitu (Salim HS, 2006 : 158-160) :

1) Asas Kepercayaan

Asas kepercayaan mengandung pengertian bahwa setiap orang yang akan mengadakan perjanjian akan memenuhi setiap prestasi yang diadakan diantara mereka di kemudian hari.

2) Asas Persamaan Hukum

Asas persamaan hukum adalah bahwa subyek hukum yang mengadakan perjanjian mempunyai kedudukan, hak, dan kewajiban yang sama dalam hukum tanpa membeda-bedakan pihak yang satu dan yang lainnya.

3) Asas Keseimbangan

Asas keseimbangan menghendaki kedua belah pihak memenuhi dan melaksanakan perjanjian yang telah dibuat khususnya mengenai prestasi yang harus dipenuhi dan dilaksanakan oleh para pihak dengan iktikad baik.

4) Asas Kepastian Hukum

Perjanjian sebagai figur hukum harus mengandung kepastian hukum. Kepastian ini terungkap dari kekuatan mengikatnya perjanjian, yaitu sebagai undang-undang bagi yang membuatnya.

5) Asas Moral

(37)

xxxvii

pihak manapun untuk meneruskan dan menyelesaikan perbuatannya. Selain itu, asas moral juga dapat berarti bahwa faktor-faktor yang memberikan motivasi pada yang bersangkutan untuk melakukan perbuatan hukum itu berdasarkan pada kesusilaan sebagai panggilan hati nuraninya.

6) Asas Kepatutan

Asas ini berkaitan dengan ketentuan mengenai isi perjanjian seperti yang tertuang dalam Pasal 1339 KUH Perdata yang bunyinya: “Perjanjian-perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang dengan tegas dinyatakan didalamnya, tetapi juga untuk segala sesuatu yang menurut sifat persetujuan, diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan dan undang-undang.”

7) Asas Kebiasaan

Asas ini dipandang sebagai bagian dari perjanjian. Suatu perjanjian tidak hanya mengikat untuk apa yang diatur, namun juga hal-hal yang menurut kebiasaan lazim berlaku.

8) Asas Perlindungan

Asas perlindungan mengandung pengertian bahwa antara debitur dan kreditur harus dilindungi oleh hukum, khususnya perlindungan bagi debitur karena biasanya berada dalam pihak yang lemah.

e. Pelaksanaan Perjanjian

Pelaksanaan perjanjian ialah realisasi atau pemenuhan hak dan kewajiban yang telah diperjanjikan para pihak supaya perjanjian tersebut mencapai tujuannya. Tujuan perjanjian tidak akan terwujud tanpa adanya pelaksanaan perjanjian. Masing-masing pihak harus melaksanakan perjanjian dengan sempurna dan tepat seperti apa yang telah disetujui untuk dilakukan (Abdulkadir Muhammad, 1982 : 102).

(38)

xxxviii f. Hapusnya Perjanjian

Menurut Salim HS, berakhirnya suatu perikatan karena undang-undang adalah konsignasi, musnahnya barang yang terutang, dan daluarsa. Sedangkan berakhirnya perikatan karena perjanjian yaitu pembayaran, pembaruan utang, kompensasi, pencampuran utang, pembebasan utang, kebatalan atau pembatalan, serta berlakunya suatu syarat batal. Disamping ketujuh cara tersebut, dalam praktek dikenal pula cara berakhirnya perjanjian yaitu (Salim HS, 2008 : 165) :

1) Jangka waktunya berakhir. 2) Dilaksanakan obyek perjanjian. 3) Kesepakatan kedua belah pihak.

4) Pemutusan secara sepihak oleh salah satu pihak. 5) Adanya putusan pengadilan.

2. Tinjauan Umum Tentang Sewa-menyewa a. Pengertian Sewa-Menyewa

Sewa-menyewa diatur dalam Pasal 1548 sampai dengan Pasal 1600 KUH Perdata. Sewa-menyewa ialah suatu persetujuan, dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk memberikan kepada pihak yang lainnya kenikmatan dari sesuatu barang, selama suatu waktu tertentu, dan dengan pembayaran sesuatu harga, yang oleh pihak tersebut belakangan itu disanggupi pembayarannya (Pasal 1548 KUH Perdata). Definisi lain menyebutkan bahwa perjanjian sewa-menyewa adalah persetujuan untuk pemakaian sementara suatu benda, baik bergerak maupun tidak bergerak, dengan pembayaran suatu harga tertentu. (Salim H.S, 2008 : 58)

(39)

xxxix b. Unsur-unsur dalam Sewa-menyewa

Berdasarkan definisi dari sewa-menyewa, dapat dikemukan unsur-unsur yang tercantum dalam perjanjian sewa-menyewa adalah (Salim H.S., 2008 : 59) :

a Adanya pihak yang menyewakan dan pihak penyewa. b Adanya konsensus antara kedua belah pihak.

c Adanya obyek sewa-menyewa, yaitu barang, baik barang bergerak maupun tidak bergerak.

d Adanya kewajiban dari pihak yang menyewakan untuk menyerahkan kenikmatan kepada pihak penyewa atas suatu benda.

e Adanya kewajiban dari penyewa untuk menyerahkan uang pembayaran kepada pihak yang menyewakan.

c. Subyek dan Obyek Sewa-menyewa

Pihak yang terlibat dalam perjanjian sewa-menyewa adalah orang atau badan hukum yang menyewakan barang atau benda kepada pihak penyewa, sedangkan pihak penyewa adalah orang atau badan hukum yang menyewa barang atau benda dari pihak yang menyewakan (Salim H.S., 2008 : 59).

Yang menjadi obyek dalam perjanjian sewa-menyewa adalah barang yang halal, artinya tidak bertentangan dengan undang-undang, ketertiban, dan kesusilaan (Salim H.S., 2008 : 59) . Barang yang menjadi obyek sewa-menyewa tersebut dapat berupa barang bergerak maupun barang tidak bergerak.

d. Bentuk dan Substansi Sewa-menyewa

(40)

xl

oleh para pihak, dan atau notaris. Akan tetapi yang paling dominan dalam menentukan substansi kontrak adalah dari pihak yang menyewakan, sehingga pihak penyewa berada pada posisi yang lemah. Dengan demikian, semua persyaratan yang diajukan oleh pihak yang menyewakan tinggal disetujui atau tidak oleh pihak penyewa (Salim H.S., 2008 : 59-60). e. Hak dan Kewajiban Para Pihak Dalam Sewa-menyewa

1) Hak dan Kewajiban Pihak yang Menyewakan.

Hak yang dimiliki oleh pihak yang menyewakan adalah menerima harga sewa yang telah ditentukan. Sedangkan kewajiban dari pihak yang menyewakan, yaitu :

a. Menyerahkan barang yang disewakan kepada si penyewa (Pasal 1550 ayat (1) KUH Perdata).

b. Memelihara barang yang disewakan sedemikian rupa, sehingga barang itu dapat dipakai untuk keperluan yang dimaksudkan (Pasal 1550 ayat (2) KUH Perdata).

c. Memberikan hak kepada penyewa untuk menikmati barang yang disewakan (Pasal 1550 ayat (3) KUH Perdata).

d. Melakukan pembetulan pada waktu yang sama (Pasal 1551 KUH Perdata).

e. Menanggung cacat dari barang yang disewakan (Pasal 1552 KUH Perdata).

(41)

xli

ini sesuai dengan Pasal 1556 KUH Perdata, yang berbunyi : “Pihak yang menyewakan tidaklah diwajibkan menjamin si penyewa terhadap rintangan-rintangan dalam kenikmatannya yang dilakukan oleh orang-orang pihak ketiga dengan peristiwa-peristiwa tanpa memajukan sesuatu hak atas barang yang disewa; dengan tidak mengurangi hak si penyewa untuk menuntut sendiri orang itu”.

2) Hak dan Kewajiban Pihak Penyewa.

Hak yang dimiliki pihak penyewa adalah menerima barang yang disewakan dalam keadaan baik. Sementara itu yang menjadi kewajiban pihak penyewa, yaitu :

a) Memakai barang yang disewa sebagai seorang bapak-rumah yang baik, sesuai dengan tujuan yang diberikan pada barang itu menurut persetujuan sewanya, atau jika tidak ada suatu persetujuan mengenai itu, menurut tujuan yang dipersangkakan berhubung dengan keadaan (Pasal 1560 ayat 1e KUH Perdata). Memakai barang sewaan sebagai seorang bapak rumah yang baik artinya dia berkewajiban untuk memakainya seakan-akan barang itu adalah kepunyaannya sendiri.

b) Membayar harga sewa pada waktu-waktu yang telah ditentukan (Pasal 1560 ayat 2e KUH Perdata).

Selain kedua kewajiban utama tersebut, apabila yang disewa adalah rumah kediaman maka si penyewa juga diwajibkan memperlengkapi rumah itu dengan perabot rumah secukupnya; jika tidak, ia dapat dipaksa untuk mengosongkan rumah itu, kecuali jika ia memberikan cukup jaminan untuk pembayaran uang sewanya (Pasal 1581 KUH Perdata). Perabot rumah ini dimaksudkan sebagai jaminan untuk pembayaran uang sewa.

(42)

xlii

pembetulan kecil dan sehari-hari. Jika tidak ada persetujuan, maka dianggap sebagai demikian pembetulan-pembetulan pada lemari-lemari toko, tutupan jendela, kunci-kunci dalam, kaca-kaca jendela, baik di dalam maupun diluar rumah dan segala sesuatu yang dianggap termasuk itu, menurut kebiasaan setempat. Meskipun demikian, pembetulan-pembetulan tersebut harus dipikul oleh pihak yang menyewakan, apabila pembetulan-pembetulan itu terpaksa dilakukan karena keadaan rusak dari barang yang disewa atau karena keadaan memaksa (Pasal 1583 KUH Perdata).

f. Risiko atas Musnahnya Barang dalam Sewa-menyewa

Risiko adalah suatu ajaran yang mewajibkan seseorang untuk memikul suatu kerugian, jikalau ada suatu kejadian di luar kemampuan salah satu pihak yang menimpa benda yang menjadi obyek perjanjian (Salim H.S., 2008 : 62). Dalam perjanjian sewa-menyewa ini, barang itu berada pada pihak penyewa. Ketentuan dalam Pasal 1553 KUH Perdata menyatakan, “ Jika selama waktu sewa, barang yang disewakan sama sekali musnah karena suatu kejadian yang tak disengaja, maka persetujuan sewa gugur demi hukum. Jika barangnya hanya sebagian musnah, si penyewa dapat memilih, menurut keadaan, apakah ia akan meminta pengurangan harga sewa, ataukah ia akan meminta bahkan pembatalan persetujuannya sewa; tetapi tidak dalam satu dari kedua hal itupun ia berhak atas suatu ganti-rugi”. Berdasarkan pasal tersebut, maka dalam hal musnahnya barang obyek sewa dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu musnah secara total dan musnah sebagian dari obyek sewa.

(43)

xliii

2) Jika barang yang disewa hanya sebagian yang musnah maka penyewa dapat memilih menurut keadaan, akan meminta pengurangan harga sewa atau akan meminta pembatalan perjanjian sewa-menyewa.

Pada dasarnya pihak penyewa dapat menuntut kedua hal ini, namun ia tidak dapat menuntut pembayaran ganti kerugian kepada pihak yang menyewakan.

g. Berakhirnya Sewa-menyewa

Secara umum berakhirnya sewa-menyewa selain dikarenakan oleh musnahnya barang yang disewakan karena suatu sebab yang tak disengaja yang dapat membuat suatu perjanjian sewa-menyewa itu gugur demi hukum sebagai suatu resiko yang harus ditanggung oleh pemilik barang, suatu perjanjian sewa-menyewa juga dapat berakhir apabila :

1) Jika sewa dibuat dengan tulisan, maka sewa itu berakhir demi hukum, apabila waktu yang ditentukan telah lampau, tanpa diperlukannya sesuatu pemberhentian untuk itu (Pasal 1570 KUH Perdata).

2) Jika sewa tidak dibuat dengan tulisan, maka sewa itu tidak berakhir pada waktu yang ditentukan, melainkan jika pihak lain bahwa ia hendak menghentikan sewanya, dengan mengindahkan tenggang-tenggang waktu yang diharuskan menurut kebiasaan setempat (Pasal 1571 KUH Perdata).

(44)

xliv

dan juga hanya dapat dipakai terhadap perjanjian sewa-menyewa dengan waktu tertentu, sehingga sudah selayaknya bahwa seorang yang sudah menyewakan barangnya misalnya untuk lima tahun, tidak boleh menghentikan sewanya kalau waktu tersebut belum habis dengan dalih bahwa ia ingin memakai sendiri barang yang disewakan itu (Subekti, 1995:40-41).

Persewaan juga tidak berakhir dengan meninggalnya orang yang menyewakan atau penyewa. Begitu juga karena barang yang disewakan dipindahtangankan. Di sini berlaku asas bahwa jual-beli tidak memutuskan sewa-menyewa. Hal ini sesuai dengan Pasal 1576 KUH Perdata yang berbunyi, “Dengan dijualnya barang yang disewa, suatu persewaan yang dibuat sebelumnya, tidaklah diputuskan kecuali apabila ini telah diperjanjikan pada waktu menyewakan barang”. Pasal ini bermaksud untuk melindungi si penyewa terhadap si pemilik yang baru, apabila barang yang sedang disewa itu dipindahtangankan. Dapat diartikan pula bahwa bukan hanya melalui jual-beli saja perpindahan tangan pemilik barang ini bisa terjadi, tetapi juga peristiwa-peristiwa lain yang memungkinkan terjadinya perpindahan lainnya, misalnya melalui tukar-menukar, penghibahan, pewarisan dan lain-lain (Subekti, 1995:48).

3. Tinjauan Umum Tentang Rumah Susun a. Pengertian Rumah Susun

(45)

xlv

dimiliki dan digunakan secara terpisah, terutama untuk tempat hunian, yang dilengkapi dengan bagian-bersama, benda-bersama, dan tanah-bersama.

Satuan rumah susun adalah rumah susun yang tujuan peruntukan utamanya digunakan secara terpisah sebagai tempat hunian, yang mempunyai sarana penghubung ke jalan umum. Jalan umum ini dimaksudkan agar setiap penghuni mempunyai akses ke luar tanpa mengganggu dan tidak boleh melalui satuan rumah susun lain milik orang lain. Lingkungan adalah sebidang tanah dengan batas-batas yang jelas, yang diatasnya dibangun rumah susun termasuk prasarana dan fasilitasnya, yang secara keseluruhan merupakan kesatuan tempat pemukiman.

Bagian-bersama adalah bagian rumah susun yang dimiliki secara tidak terpisah untuk pemakaian bersama dalam kesatuan fungsi dengan satuan-satuan rumah susun. Contoh bagian-bersama antara lain pondasi, kolom, balok, dinding, lantai,atap, talang air, tangga, lift, selasar, saluran-saluran, pipa-pipa, jaringan-jaringan listrik,gas, dan telekomunikasi, serta ruang untuk umum. Benda-bersama adalah benda yang bukan merupakan bagian rumah susun, tetapi yang dimiliki bersama secara tidak terpisah untuk pemakaian bersama. Contoh benda-bersama ini antara lain tanaman, bangunan pertamanan, bangunan sarana sosial, tempat ibadah, tempat bermain, tempat parkir, yang sifatnya terpisah dari stuktur bangunan rumah susun.

Tanah-bersama adalah sebidang tanah yang digunakan atas dasar hak bersama secara tidak terpisah yang diatasnya berdiri rumah susun dan ditetapkan batasnya dalam persyaratan izin bangunan. Yang dimaksud tanah bersama ini adalah sesuai dengan ketentuan Pasal 6 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Pokok-pokok Agraria bahwa, “semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial”.

(46)

xlvi

b. Landasan dan Tujuan Pembangunan Rumah Susun 1) Landasan Pembangunan Rumah Susun

Pembangunan rumah susun berlandaskan pada asas kesejahteraan umum, keadilan, dan pemerataan, serta keserasian dan keseimbangan dalam perikehidupan (Pasal 2 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun).

Asas kesejahteraan dipergunakan sebagai landasan pembangunan rumah susun dengan maksud untuk mewujudkan kesejahteraan lahir dan batin bagi seluruh rakyat Indonesia secara adil dan merata berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945, melalui pemenuhan akan kebutuhan perumahan sebagai kebutuhan dasar bagi setiap warga negara Indonesia dan keluarganya.

Asas keadilan dan pemerataan memberikan landasan agar pembangunan rumah susun dapat dinikmati secara merata, dan tiap-tiap warga negara dapat menikmati hasil-hasil pembangunan perumahan yang layak.

Asas keserasian dan keseimbangan dalam perikehidupan mewajibkan adanya keserasian dan keseimbangan antara kepentingan-kepentingan dalam pemanfaatan rumah susun, untuk mencegah timbulnya kesenjangan-kesenjangan sosial.

2) Tujuan pembangunan rumah susun.

Berdasarkan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun, pembangunan rumah susun bertujuan untuk : 1. (a). Memenuhi kebutuhan perumahan yang layak bagi rakyat,

terutama golongan masyarakat berpenghasilan rendah, yang menjamin kepastian hukum dalam pemanfaatannya.

(47)

xlvii

(b). Meningkatkan daya guna dan hasil guna tanah di daerah perkotaan dengan memperhatikan kelestarian sumber daya alam dan menciptakan lingkungan pemukiman yang lengkap, serasi, dan seimbang.

2. Memenuhi kepentingan lainnya yang berguna bagi kehidupan masyarakat dengan tetap mengutamakan ketentuan ayat (1) huruf a. Perumahan yang layak bagi rakyat adalah perumahan yang memenuhi syarat-syarat teknik, kesehatan, keamanan, keselamatan, dan norma-norma sosial budaya. Dalam hal peningkatan daya guna dan hasil guna tanah di daerah perkotaan harus sesuai dengan tata ruang kota dan tata daerah, serta tata guna tanah demi keserasian dan keseimbangan. Disamping itu pembangunan rumah susun untuk kepentingan bukan hunian, harus mendukung berfungsinya pemukiman, dan dapat memberikan kemudahan-kemudahan bagi kehidupan masyarakat.

c. Pembangunan Rumah Susun

Pembangunan rumah susun dibangun sesuai dengan tingkat keperluan dan kemampuan masyarakat terutama bagi yang berpenghasilan rendah, baik mengenai jumlah, kualitas bangunan, lingkungan maupun persyaratan dan tata cara untuk memperolehnya serta diusahakan untuk mewujudkan lingkungan pemukiman sesuai dengan tujuan pembangunan rumah susun. Pembangunan rumah susun sendiri dapat diselenggarakan oleh Badan Usaha Milik Negara atau Daerah, Koperasi dan Badan Usaha Milik Swasta yang bergerak dalam bidang itu, maupun swadaya masyarakat dengan berpedoman pada asas pemerataan dan keterjangkauan (Pasal 5 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun).

(48)

xlviii

diatur dalam Peraturan Pemerintah. Persyaratan teknis yang dimaksudkan antara lain mengenai struktur bangunan, keamanan, keselamatan, kesehatan, kenyamanan, dan lain-lain yang berhubungan dengan rancang bangun, termasuk kelengkapan prasarana dan fasilitas lingkungan. Persyaratan administratif yang dimaksudkan antara lain mengenai perizinan usaha dari perusahaan pembangunan perumahan, izin lokasi dan/atau peruntukannya, serta perizinan mendirikan bangunan (IMB).

Berdasarkan Pasal 7 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun, rumah susun hanya dapat dibangun di atas tanah hak milik, hak guna bangunan, hak pakai atas tanah Negara atau hak pengelolaan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Penyelenggaraan pembangunan yang membangun rumah susun di atas tanah yang dikuasai dengan hak pengelolaan, wajib menyelesaikan status hak guna bangunan di atas hak pengelolaan tersebut sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebelum menjual satuan rumah susun yang bersangkutan. Ketentuan ini dimaksudkan untuk melindungi para pembeli satuan-satuan rumah susun.

Pasal 7 ayat (3) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun menyatakan bahwa penyelenggaraan pembangunan wajib memisahkan rumah susun atas satuan dan bagian-bersama dalam bentuk gambar dan uraian yang disahkan oleh instansi yang berwenang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang memberi kejelasan atas :

1) batas satuan yang dapat dipergunakan-secara terpisah untuk perseorangan;

2) batas dan uraian atas bagian-bersama dan benda-bersama yang menjadi haknya masing-masing satuan;

(49)

xlix

d. Pengaturan dan Pembinaan Rumah Susun

Berdasarkan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun, pengaturan dan pembinaan rumah susun dilakukan oleh pemerintah yang dalam hal ini adalah pemerintah pusat, yang dilakukan secara terus-menerus dan berkesinambungan dalam arti yang seluas-luasnya terhadap pembangunan rumah susun dan pengembangannya. Kewenangan tersebut ada pada pemerintah pusat agar terdapat keseragaman dalam pengaturannya dan pembinaannya.

Pemerintah pusat dapat menyerahkan sebagian urusan ini kepada pemerintah daerah dalam kaitannya yang menyangkut pengaturan rumah susun yang mempunyai karakteristik lokal, berhubungan dengan tata kota dan tata daerah, misalnya mengenai pemberian izin lokasi, izin mendirikan bangunan, izin kelayakan untuk dihuni, dan juga melalui kegiatan konkrit berupa pembimbingan, penyuluhan, dan pemberian kemudahan-kemudahan. Penyerahan sebagian urusan pengaturan dan pembinaan kepada pemerintah daerah sesuai dengan Asas Desentralisasi sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, yang pelaksanaannya diatur dalam Peraturan Pemerintah.

e. Pengelolaan rumah susun

(50)

l

Perhimpunan penghuni oleh undang-undang diberi kedudukan sebagai badan hukum dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga sehingga dapat bertindak ke dalam dan ke luar atas nama pemilik dan dengan wewenang yang dimilikinya dapat mewujudkan ketertiban dan ketentraman dalam lingkungan rumah susun. Perhimpunan penghuni dapat membentuk atau menunjuk badan pengelola yang bertugas untuk menyelenggarakan pengelolaan yang meliputi pengawasan terhadap penggunaan bagian-bersama, benda-bersama, tanah-bersama, dan pemeliharaan serta perbaikannya. Dana yang dipergunakan untuk membiayai pengelolaan dan pemeliharaan rumah susun, diperoleh dari pemungutan iuran dari para penghuni rumah susun.

Gambar

Gambar 3. Struktur Organisasi Dinas Pekerjaan Umum Pemerintah Kota
Gambar 1. Model Analisis Interaktif
gambar dan uraian yang disahkan oleh instansi yang berwenang sesuai
Gambar 2. Kerangka Pemikiran commit to user
+3

Referensi

Dokumen terkait

laboratorium busana meliputi papan tulis, lantai, dinding, ventilasi, jendela, penerangan dan atap. Tujuan penelitian ini adalah: 1) Menganalisis perawatan sarana

Dari Tabel6 dapat diketahui hasil uji chi-squre diperoleh p > 0,005 berarti tidak ada hubungan yang bermakna secara statistik antara kebiasaan menggunting kuku dengan

Dari tabel tersebut dapat diartikan bahwa cluster 1 dicirikan dengan pH, salinitas, dan tebal lumpur yang rendah serta suhu yang sedang dan oksigen terlarut yang

Berdasarkan pendidikan kepala rumah tangganya, rumah tangga miskin di perkotaan yang kepala rumah tangganya di atas SD pengeluaran untuk konsumsi rokok nyata lebih tinggi

Dengan menggunakan Algoritma Greedy pada graph di atas, hasil akhir yang akan didapatkan sebagai jarak terpendek adalah A-C-D-E-F-B.. Hasil jarak terpendek yang

Hasil pengamatan yang telah dilakukan adalah semua aspek sudah dilaksanakan, hal ini menunjukkan bahwa guru mampu melaksanakan kegiatan penutup dalam proses

Berdasarkan paparan data dan temuan penelitian, maka kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah pembelajaran dengan menggunkana media lingkungan dapat meningkatkan

Dalam penelitian ini, pengkategorian otomatis artikel ilmiah dilakukan dengan menggunakan kernel graph yang diterapkan pada graph bipartite antara dokumen artikel