• Tidak ada hasil yang ditemukan

Strategi Pengembangan Ekonomi Wilayah Be

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Strategi Pengembangan Ekonomi Wilayah Be"

Copied!
39
0
0

Teks penuh

(1)

i

(2)

ii

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Alhamdulillahhirabbil’alamin, puji syukur atas kehadirat Allah SWT, karena tak lepas dari rahmat dan hidayahNya, kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Strategi Pengembangan Ekonomi Wilayah Berdasarkan Konsep Sustainable Oil and Gas Development di Kabupaten Bojonegoro. Makalah ini disusun sebagai pemenuhan tugas mata kuliah Ekonomi Wilayah.

Penulis menyadari bahwa makalah ini tersusun dengan peran serta dari berbagai pihak. Untuk itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu – persatu dalam muqaddimah singkat ini.

Makalah ini merupakan pembahasan mengenai pengembangan ekonomi wilayah di Kabupaten Bojonegoro. Pendekatan yang digunakan adalah teknik analisis Location Quotient (LQ) dan Shift Share. Adapun data yang digunakan adalah data PDRB secara time series pada tahun 2009 hingga tahun 2013. Dari hasil analisis tersebut, dirumuskan konsep pengembangan yang diturunkan menjadi beberapa strategi pengembangan ekonomi wilayah melalui manajemen pada sektor yang paling basis.

Penulis mengharapkan agar makalah ini dapat disempurnakan oleh pembaca. Oleh karena itu, kritik dan saran pembaca yang bersifat membangun sangat kami harapkan. Akhir kata, semoga karya tulis ini bermanfaat bagi pembaca.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Surabaya, 22 Mei 2016

(3)

iii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR GAMBAR ... iv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 3

2.1 Analisis Shift Share ... 3

2.2 Tipologi Klassen ... 5

2.3 Teori Ekonomi Basis ... 6

2.4 Analisis Location Quotient ... 7

2.5 Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development) ... 7

2.6 Tinjauan Kebijakan ... 8

BAB III GAMBARAN UMUM ... 11

3.1 Wilayah Administratif ... 11

3.2 Tutupan Lahan ... 12

3.4 Jenis Tanah ... 15

3.5 Agroklimat ... 16

3.6 Demografi ... 16

3.7 Ekonomi Wilayah ... 17

3.8 Potensi dan Masalah ... 20

BAB IV PEMBAHASAN ... 21

4.1 Input Data ... 21

4.2 Hasil Analisis LQ ... 21

4.3 Analisis Shift Share ... 23

BAB V KONSEP PENGEMBANGAN ... 27

BAB VI PENUTUP ... 32

6.1 Kesimpulan ... 32

6.2 Saran ... 32

6.3 Lesson Learned ... 32

(4)

iv

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Matriks Penggolongan Sektor ... 6

Tabel 2. Luas Wilayah Per Kecamatan di Kabupaten Bojonegoro Tahun 2010 ... 12

Tabel 3. Penggunaan Lahan Kabupaten Bojonegoro Tahun 1994 dan Tahun 2010 ... 13

Tabel 4. Luas Wilayah Menurut Kemiringan Tanah di Kabupaten Bojonegoro ... 15

Tabel 5. Luas areal Menurut Jenis tanah di Kabupaten Bojonegoro... 16

Tabel 6. Jumlah Penduduk, Sex Ratio dan Kepadatan Menurut Kecamatan Tahun 2010 ... 16

Tabel 7. PDRB Kabupaten Bojonegoro Menurut Harga Konstan Tahun 2009-2013 ... 17

Tabel 8. Kontribusi Tiap Sektor terhadap PDRB Kabupaten Bojonegoro Tahun 2009-2013 ... 19

Tabel 9. PDRB Kabupaten Bojonegoro Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2009-2013 ... 21

Tabel 10. PDRB Provinsi Jawa Timur Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2009-2013 ... 21

Tabel 11. Hasil Analisis LQ terhadap Sektor di Kabupaten Bojonegoro ... 22

Tabel 12. Hasil Analisis LQ terhadap Sub Sektor Pertambangan dan Penggalian di Kabupaten Bojonegoro ... 22

Tabel 13. Perhitungan Shift Share KPN Kabupaten Bojonegoro ... 23

Tabel 14. Perhitungan Shift Share KPP Kabupaten Bojonegoro ... 24

Tabel 15. Perhitungan Shift Share KPPW Kabupaten Bojonegoro ... 24

Tabel 16. Hasil Perhitungan LQ Keseluruhan Kabupaten Bojonegoro ... 25

Tabel 17. Hasil Perhitungan PB Kabupaten Bojonegoro ... 25

Tabel 18. PDRB ADHK Sub Sektor Minyak dan Gas di Provinsi Jawa Timur Tahun 2013... 27

Tabel 19. Hasil Revisi ... 34

DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Bagan model analisis shift share ... 3

Gambar 2. Bagan Tipologi Klassen ... 6

Gambar 3. Skema pembangunan berkelanjutan ... 8

Gambar 4. Peta Administrasi Kabuaten Bojonegoro ... 11

Gambar 5. Grafik Penggunaan Lahan Kabupaten Bojonegoro Tahun 1994 ... 13

Gambar 6. Grafik Penggunaan Lahan Kabupaten Bojonegoro Tahun 2010 ... 14

Gambar 7. Peta tutupan lahan tahun 1994 ... 14

Gambar 8. Peta tutupan lahan tahun 1994 ... 15

Gambar 9. Grafik PDRB Kabupaten Bojonegoro Menurut Harga Konstan Tahun 2009-2013 ... 18

Gambar 10. Grafik Perkembangan Kontribusi Masing-masing Sektor Ekonomi ... 19

Gambar 11. Matriks penggolongan sektor si Kabupaten Bojonegoro ... 26

(5)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Percepatan pelaksanaan AEC (Asean Economic Community) dari tahun 2020 menjadi 2015, dengan tujuan menjadikan kawasan ASEAN sebagai pasar tunggal dan basis produksi regional, kawasan yang memiliki daya saing tinggi, kawasan pemerataan pengembangan ekonomi dan sebagai sarana menuju perekonomian global, akan mempengaruhi perkembangan ekonomi wilayah negara-negara di dalamnya yang terlibat, tidak terkecuali Indonesia. Pada dasarnya, konsep AEC bertujuan untuk menjalin kerjasama di bidang ekonomi, namun dalam prakteknya, yang terjadi adalah persaingan yang tujuannya adalah untuk meningkatkan perekonomian wilayah masing-masing. Indonesia memiliki potensi SDA dan SDM yang melimpah. Jika potensi tersebut tidak mampu dikelola dengan baik, akan datang negara lain yang lebih berkompeten untuk mengelola SDA dan SDM tersebut. Untuk menghindari hal tersebut, diperlukan strategi khusus terkait pengembangan ekonomi wilayah untuk meningkatkan daya saing Indonesia dalam persaingan AEC, serta dalam lingkup yang lebih luas yaitu persaingan di tingkat global.

Pengembangan ekonomi wilayah melalui potensi daerah yang dimiliki diperlukan untuk mengurangi angka disparitas atau kesenjangan yang terjadi. Dalam skala provinsi, di Jawa Timur masih terjadi disparitas pada angka presentase jumlah penduduk miskin. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Tahun 2014, Kota Surabaya sebagai ibukota provinsi memiliki presentase penduduk miskin sebesar 5,79%. Kabupaten Jombang jumlahnya sebesar 10,8% dan Kabupaten Bojonegoro memiliki angka 15,48%. Angka kemiskinan tertinggi terdapat di Kabupaten Sampang dengan angka mencapai 25,8% dari total penduduknya. Indikator lain dalam mengukur ketimpangan ekonomi antara lain adalah Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Angka tertinggi diraih oleh Kota Surabaya dengan IPM sebesar 78,97 dan yang terendah tetap pada Kabupaten Sampang. Kabupaten Bojonegoro memiliki angka IPM sebesar 67,32, sedangkan Kabupaten Gresik lebih besar yaitu 75,17. Secara umum, pertumbuhan rata-rata seluruh kabupaten/kota di Jawa Timur masih mengalami ketidak stabilan pertumbuhan ekonomi (Arifin, 2012). Hasil penelitian Arifin juga menyatakan bahwa masih ada peningkatan kesenjangan antar kabupaten/kota serta belum tampak adanya perbaikan pertumbuhan ekonomi yang signifikan pada tingkat kabupaten/kota tersebut.

Kabupaten Bojonegoro memiliki potensi ekonomi pada sektor pertambangan dan penggalian dengan sub sektor minyak dan gas yang perlu untuk dioptimalkan manfaat dan dilakukan manajemen pada dampaknya. Data dari Badan Pusat Statistik Tahun 2011 tentang Laju Pertumbuhan PDRB dengan Migas ADHK Tahun di Jawa Timur, Kabupaten Bojonegoro memiliki nilai tertinggi yaitu 9,19. Dengan kondisi demikian, diperlukan konsep pengembangan dan strategi-strategi pembangunan yang tepat agar pengelolaan sumber daya tersebut dapat dioptimalkan, sehingga dapat meningkatkan daya saing daerah (regional competitiveness) Kabupaten Bojonegoro.Untuk memastikan data tersebut, dalam studi ini dilakukan analisis LQ dan Shift Share yang kemudian dirumuskan konsep pengembangan dan strateginya yang khusus difokuskan pada sektor dan sub sektor unggulan.

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah yang diangkat dalam studi ini adalah “Bagaimana konsep pengembangan ekonomi wilayah yang tepat berdasarkan sektor yang paling basis di Kabupaten Bojonegoro?”

1.3 Tujuan

Tujuan dari studi ini yaitu “Merumuskan konsep pengembangan ekonomi wilayah berdasarkan sektor yang paling basis di Kabupaten Bojonegoro menggunakan analisis LQ dan Shift Share.

(6)

2 1.4 Manfaat

Adapun manfaat dari studi ini yaitu sebagai berikut.

1. Memberikan rekomendasi terkait pengembangan ekonomi wilayah di Kabupaten Bojonegoro berdasarkan potensi ekonomi lokal wilayah.

2. Meningkatkan wawasan mengenai ekonomi wilayah melalui penerapan analisis LQ dan Shift Share. 3. Sebagai pemenuhan tugas mata kuliah Ekonomi Wilayah.

1.5 Sistematika Laporan

Laporan ini disusun dengan susunan sebagai berikut.

BAB I PENDAHULUAN, memuat tentang latar belakang masalah yang diangkat dalam studi kasus ini, selain itu juga membahas mengenai rumusan masalah, tujuan, dan manfaatnya.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, berisikan tentang landasan teori dalam menyusun studi ini, baik berupa teori terkait analisis maupun arahan kebijakan.

BAB III GAMBARAN UMUM, merupakan penjelasan secara umum wilayah studi yaitu Kabupaten Bojonegoro khususnya dari aspek ekonomi wilayah.

BAB IV PEMBAHASAN, yaitu bagian yang memuat analisis terhadap data, yaitu analisis LQ dan Shift Share.

BAB V KONSEP PENGEMBANGAN, membahas tentang perencanaan yang diusulkan oleh penulis berdasarkan hasil analisis LQ dan Shift Share.

(7)

3 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Analisis Shift Share

2.1.1 Pengertian dan Model Analisis Shift Share

Analisis shift share merupakan suatu teknik yang digunakan untuk menganalisa data statistic regional, baik berupa pendapatan per kapita, output, tenaga kerja maupun data lainnya. Analisis shift share juga digunakan untuk menganalisis dan mengetahui pergeseran serta peranan perekonomian di daerah. Metode ini dipakai dalam mengamati struktur perekonomian dan pergeserannya dengan cara menekankan pertumbuhan sektor di daerah, yang dibandingkan dengan sektor yang sama pada tingkat daerah yang lebih tinggi atau nasional. Atau dengan kata lain bahwa shift share dapat digunakan untuk mengetahui kinerja perekonomian daerah, pergeseran struktur, posisi relatif sektor-sektor ekonomi dan identifikasi sektor unggulan daerah dalam kaitannya dengan perekonomian wilayah acuan (wilayah yang lebih luas) dalam dua atau lebih kurun waktu.

Perbedaan analisis shift share dengan analisis LQ (location quotient) adalah LQ digunakan untuk melihat potensi ekonomi bsis di dalam suatu daerah, namun tidak menjelaskan kineja secara time series. Sedangkan shift share dapat mengetahui terkait dengan perubahan perekonomian dengan membagi dengan national share, industry share dan regional share. Selain itu terdapat tiga pilar dalam menggunakan analisis shift share yakni:

Gambar 1. Bagan model analisis shift share

Sumber: Ilustrasi penulis, 2016

a. Pertumbuhan Nasional : perubahan produksi atau kesempatan kerja suatu wilayah yang disebabkan oleh perubahan produksi, kebijakan ekonomi nasional dan kebijakan lain yang mampu mempengaruhi sektor perekonomian dalam suatu wilayah.

b. Pertumbuhan Proporsional : perubahan produksi atau kesempatan kerja suatu wilayah yang disebabkan oleh komposisi sektor dalam permintaan produk akhir serta perbedaan dalam struktur dan keragaman pasar. Sehingga penerapan PP dapat mengukur perubahan relative (naik/turun) suatu sektor daerah terhadap sektor yang sama di tingkat nasional atau dalam hal ini disebut juga pengaruh bauran industri (industri mix).

c. Pertumbuhan Pangsa Wilayah : perubahan produksi atau kesempatan kerja suatu wilayah yang disebabkan oleh keunggulan komparati wilayah tersebut, adanya dukungan kelembagaan, prasarana sosial ekonomi, serta kebijakan lokal di wilayah tersebut.

(8)

4 2.1.2 Perhitungan Shift Share

Secara sistematis, Pertumbuhan Nasional (KPN), Pertumbuhan Proporsional (KPP), dan Pertumbuhan Pangsa Wilayah (KPPW) dapat diformulasikan sebagai berikut:

1. Pertumbuhan Nasional (KPN)

Dimana:

 Yt = indikator ekonomi wilayah nasional, akhir tahun analisis / jumlah total PDRB tingkat 1 pada tahun akhir analisis.

 Yo = indikator ekonomi wilayah nasional, awal tahun analisis/ jumlah total PDRB tingkat 1 pada tahun tahun awal analisis.

2. Pertumbuhan Proporsional (KPP)

Dimana :

 Yit = indikator ekonomi wilayah nasional sektor i, akhir tahun analisis / jumlah PDRB sektor i pada tingkat 1 tahun akhir analisis

 Yio = indikator ekonomi wilayah nasional sektor i, awal tahun analisis/ jumlah PDRB sektor i pada tingkat 1 tahun awal analisis

 Yt = indikator ekonomi wilayah nasional, akhir tahun analisis / jumlah total PDRB tingkat 1 pada tahun akhir analisis

 Yo = indikator ekonomi wilayah nasional, awal tahun analisis/ jumlah total PDRB tingkat 1 pada awal analisis

3. Pertumbuhan Pangsa Wilayah (KPPW)

Dimana :

 yit = indikator ekonomi wilayah nasional sektor i, akhir tahun analisis / jumlah PDRB sektor i pada tingkat 2 tahun akhir analisis

 yio = indikator ekonomi wilayah nasional sektor i, awal tahun analisis/ jumlah PDRB sektor i pada tingkat 2 tahun awal analisis

 Yit = indikator ekonomi wilayah nasional sektor i, akhir tahun analisis / jumlah PDRB sektor i pada tingkat 1 tahun akhir analisis

 Yio = indikator ekonomi wilayah nasional sektor i, awal tahun analisis/ jumlah PDRB sektor i pada tingkat 1 tahun awal analisis

Perubahan nilai tambah bruto atau Pertumbuhan Ekonomi (PE) merupakan penjumlahan dari Pertumbuhan Nasional (KPN), Pertumbuhan Proporsional (KPP) dan Pertumbuhan Pangsa Wilayah (KPPW) yaitu:

(9)

5

Kemudian dari hasil perhitungan KPP dan KPPW, kita dapat menentukan pergeseran bersih (net shift) dengan menjumlahkan komponen KPP dan KPPW, yakni:

PB = KPN + KPP + KPPW

Apabila nilai PB>0, maka pertumbuhan di sektor i di wilayah r termasuk ke dalam kelompok progresif (maju). Apabila PB<0, maka pertumbuhan di sektor tersebut termasuk lamban.

2.2 Tipologi Klassen

Tipologi Klassen digunakan untuk mengetahui gambaran tentang pola dan struktur pertumbuhan ekonomi masing-masing daerah yang membagi daerah berdasarkan dua indikator utama, yaitu pertumbuhan ekonomi daerah dan pendapatan per kapita daerah. Melalui analisis ini diperoleh empat karateristik pola dan struktur pertumbuhan ekonomi yang berbeda, yaitu: daerah maju dan cepat-tumbuh (high growth and high income), daerah maju tapi tertekan (high income but low growth), daerah berkembang cepat (high growth but income), dan daerah relatif tertinggal (low growth and low income) (Kuncoro dan Aswandi, 2002: 27-45) dan (Radianto, 2003: 479-499).

Tipologi Klassen dengan pendekatan sektoral (yang dapat diperluas tidak hanya di tingkat sektor tetapi juga subsektor, usaha ataupun komoditi) menghasilkan empat klasifikasi sektor dengan karakteristik yang berbeda sebagai berikut:

1. Sektor yang maju dan tumbuh dengan pesat (Kuadran I). Kuadran ini merupakan kuadran sektor dengan laju pertumbuhan PDRB (gi) yang lebih besar dibandingkan pertumbuhan daerah yang menjadi acuan atau secara nasional (g) dan memiliki kontribusi terhadap PDRB (si) yang lebih besar dibandingkan kontribusi sektor tersebut terhadap PDRB daerah yang menjadi acuan atau secara nasional (s). Sektor dalam kuadran I dapat pula diartikan sebagai sektor yang potensial karena memiliki kinerja laju pertumbuhan ekonomi dan pangsa yang lebih besar daripada daerah yang menjadi acuan atau secara nasional.

2. Sektor maju tapi tertekan (Kuadran II). Sektor yang berada pada kuadran ini memiliki nilai pertumbuhan PDRB (gi) yang lebih rendah dibandingkan pertumbuhan PDRB daerah yang menjadi acuan atau secara nasional (g), tetapi memiliki kontribusi terhadap PDRB daerah (si) yang lebih besar dibandingkan kontribusi nilai sektor tersebut terhadap PDRB daerah yang menjadi acuan atau secara nasional (s). Sektor dalam kategori ini juga dapat dikatakan sebagai sector yang telah jenuh.

3. Sektor potensial atau masih dapat berkembang dengan pesat (Kuadran III). Kuadran ini merupakan kuadran untuk sektor yang memiliki nilai pertumbuhan PDRB (gi) yang lebih tinggi dari pertumbuhan PDRB daerah yang menjadi acuan atau secara nasional (g), tetapi kontribusi sektor tersebut terhadap PDRB (si) lebih kecil dibandingkan nilai kontribusi sektor tersebut terhadap PDRB daerah yang menjadi acuan atau secara nasional (s). Sektor dalam Kuadran III dapat diartikan sebagai sektor yang sedang booming. Meskipun pangsa pasar daerahnya relatif lebih kecil dibandingkan rata-rata nasional.

4. Sektor relatif tertingggal (Kuadran IV). Kuadran ini ditempati oleh sektor yang memiliki nilai pertumbuhan PDRB (gi) yang lebih rendah dibandingkan pertumbuhan PDRB daerah yang menjadi acuan atau secara nasional (g) dan sekaligus memiliki kontribusi tersebut terhadap PDRB (si) yang lebih kecil dibandingkan nilai kontribusi sektor tersebut terhadap PDRB daerah yang menjadi acuan atau secara nasional (s).

(10)

6

PB > 0 Merupakan sector basis dengan pertumbuhan cepat

Merupakan sector non basis dengan pertumbuhan cepat

PB < 0 Merupakan sector basis dengan pertumbuhan lambat

Merupakan sector non basis dengan pertumbuhan lambat

Sumber: Penulis, 2016 2.3 Teori Ekonomi Basis

Teori basis ekonomi (economy base theory) menjelaskan bahwa laju pertumbuhan ekonomi suatu wilayah ditentukan oleh besarnya peningkatan ekspor dari wilayah tersebut. Teori basis ekonomi ini dikemukakan oleh Harry W. Richardson (1973) yang menyatakan bahwa faktor penentu utama pertumbuhan ekonomi suatu daerah adalah berhubungan langsung dengan permintaan akan barang dan jasa dari luar daerah (Arsyad 1999:116).

Dalam penjelasan selanjutnya dijelaskan bahwa pertumbuhan industri-industri yang menggunakan sumber daya lokal, termasuk tenaga kerja dan bahan baku untuk diekspor, akan menghasilkan kekayaan daerah dan penciptaan peluang kerja (job creation). Asumsi ini memberikan pengertian bahwa suatu daerah akan mempunyai sektor unggulan apabila daerah tersebut dapat memenangkan persaingan pada sektor yang sama dengan daerah lain sehingga dapat menghasilkan ekspor (Suyatno 2000:146).

Sektor basis adalah sektor yang diunggulkan baik produk barang atau jasa yang menghasilkan pendapatan dari luar wilayah. Selain itu, sektor basis merupakan sektor-sektor yang mengekspor barang-barang dan jasa ke tempat di luar batas perekonomian masyarakat yang bersangkutan atas masukan barang-barang dan jasa mereka kepada masyarakat yang datang dari luar perbatasan perekonomian masyarakat yang bersangkutan. Aktivitas sektor basis adalah pertumbuhan sektor tersebut menentukan pembangunan menyeluruh daerah itu.

Sektor nonbasis (service) adalah sektor yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan ekonomi lokal. Dikarenakan sektor nonbasis memiliki lingkup lokal, oleh karena itu sektor ini sangat bergantung pada pendapatan masyarakat setempat. Sektor bukan basis adalah sektorsektor yang menjadikan barang-barang yang dibutuhkan oleh orang yang bertempat tinggal di dalam batas perekonomian masyarakat bersangkutan. Sektor-sektor tidak mengekspor barang-barang. Ruang lingkup mereka dan daerah pasar terutama adalah

(11)

7

bersifat lokal. Secara implisit pembagian perekonomian regional yang dibagi menjadi dua sektor tersebut terdapat hubungan sebab-akibat dimana keduanya kemudian menjadi pijakan dalam membentuk teori basis ekonomi. Aktivitas sektor nonbasis merupakan sektor sekunder (city folowing) artinya tergantung perkembangan yang terjadi dari pembangunan yang menyeluruh.

2.4 Analisis Location Quotient

LQ (Location Quotient) merupakan suatu perbandingan tentang besarnya peranan suatu sektor atau industri di suatu daerah terhadap besarnya peranan sektor atau industri tersebut secara nasional (Tarigan, 2004). Metode location quotient atau disingkat LQ adalah suatu perbandingan tentang besarnya peranan suatu sektor/industri di suatu daerah terhadap besarnya peranan sektor/industri tersebut secara nasional. Teknik LQ merupakan salah satu pendekatan yang umum digunakan dalam model ekonomi basis sebagai langkah awal untuk memahami sektor kegiatan yang menjadi pemacu pertumbuhan. Inti dari model ekonomi basis menerangkan bahwa arah dan pertumbuhan suatu wilayah ditentukan oleh ekspor wilayah. Adapun rumus untuk menghitung LQ adalah sebagai berikut:

��� =

Vik = Nilai PDRB sektor i di daerah studi studi k (kabupaten)

Vk = Nilai PDRB total semua sektor di daerah studi k (kabupaten)

Vip = Nilai PDRB sektor i di daerah referensi (provinsi)

Vp = Nilai PDRB total semua sektor di daerah referensi (provinsi)

Kemungkinan SLQ yang diperoleh adalah:

 LQ > 1: maka sektor tersebut merupakan sektor basis. Sektor tersebut tidak hanya memenuhi kebutuhan di dalam daerah saja namun juga kebutuhan di luar daerah karena sektor ini sangat potensial untuk dikembangkan.

 LQ < 1: Maka sektor tersebut merupakan sektor non basis dan perlu impor produk dari luar daerah karena sektor ini kurang prospektif untuk dikembangkan.

 LQ = 1: Maka sektor tersebut hanya cukup memenuhi kebutuhan di daerahnya saja.

Metode LQ merupakan metode yang mampu menunjukkan adanya keunggulan komparatif hanya bagi sektor-sektor yang telah berkembang. Analisis LQ memang sangat sederhana dan tidak memiliki manfaat terlalu besar karena hanya dapat menunjukkan sektor basis atau non basis dari sebuah sektor dalam suatu wilayah. Namun, analisis LQ dapat menjadi menarik jika dilakukan dalam bentuk time-series, artinya dianalisis untuk beberapa kurun waktu tertentu sehingga dapat dilihat kenaikan atau pun penurunan yang terjadi pada suatu sektor. Hal tersebut dapat menghasilkan analisis lebih lanjut, misalkan analisis faktor-faktor yang membuat perekonomian suatu wilayah tumbuh lebih cepat atau lebih lambat dari rata-rata nasional. Hal ini dapat membantu dalam melihat kekuatan atau kelemahan wilayah dibandingkan secara relatif dengan wilayah lebih luas sehingga dapat digunakan dalam strategi pengembangan wilayah.

2.5 Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development)

(12)

8

Menurut Brundtland Report dari PBB [1987], pembangunan berkelanjutan adalah bagaimana memperbaiki kehancuran lingkungan tanpa mengorbankan kebutuhan pembangunan ekonomi dan keadilan sosial. Menurut Laporan dari KTT Dunia [2005]., menjabarkan bahwa pembangunan berkelanjutan terdiri dari tiga tiang utama yakni ekonomi, sosial, dan lingkungan yang saling bergantung dan memperkuat. Ketiga aspek tersebut tidak bisa dipisahkan satu sama lain, karena ketiganya menimbulkan hubungan sebab-akibat. Hubungan ekonomi dan sosial diharapkan dapat menciptakan hubungan yang adil (equitable). Hubungan antara ekonomi dan lingkungan diharapkan dapat terus berjalan (viable). Sedangkan hubungan antara sosial dan lingkungan bertujuan agar dapat terus bertahan (bearable). Ketiga aspek yaitu aspek ekonomi, sosial , dan lingkungan akan menciptakan kondisi berkelanjutan (sustainable).

Gambar 3. Skema pembangunan berkelanjutan Sumber: Wahyono Hadi, 2012

Indikator keberlanjutan meliputi aspek lingkungan, social, dan ekonomi. Masing-masing aspek tersebut saling terkait untuk membentuk keberlanjutan pembangunan. Keberlanjutan ekologis akan menjamin keberlanjutan ekosistem bumi. Untuk menjamin keberlanjutan ekologis harus diupayakan pemeliharaan integritas tatanan lingkungan agar sistem penunjang kehidupan dibumi tetap terjamin dan sistem produktivitas, adaptabilitas, dan pemulihan tanah, air, udara dan seluruh kehidupan berkelanjutan. Selain itu, tiga aspek yang harus diperhatikan untuk memelihara integritas tatanan lingkungan yaitu; daya dukung, daya asimilatif dan keberlanjutan pemanfaatan sumberdaya terpulihkan. ketiga untuk melaksanakan kegiatan yang tidak mengganggu integritas tatanan lingkungan yaitu hindarkan konversi alam dan modifikasi ekosistem, kurangi konversi lahan subur dan kelola dengan buku mutu ekologis yang tinggi, dan limbah yang dibuang tidak melampaui daya asimilatifnya lingkungan. Memelihara keanekaragaman hayati pada keanekaragaman kehidupan yang menentukan keberlanjutan proses ekologis juga diperlukan. Keberlanjutan ekonomi makro menjamin kemajuan ekonomi secara berkelanjutan dan mendorong efisiensi ekonomi melalui reformasi struktural dan nasional. Tiga elemen utama untuk keberlanjutan ekonomi makro yaitu efisiensi ekonomi, kesejahteraan ekonomi yang berkesinambungan, dan meningkatkan pemerataan dan distribusi kemakmuran. Keberlanjutan sosial dan budaya mempunyai empat sasaran yaitu stabilitas penduduk, memenuhi kebutuhan dasar manusia, mempertahankan keanekaragaman budaya, mendorong partisipasi masyarakat lokal.

2.6 Tinjauan Kebijakan

2.6.1 RPJPD Kabupaten Bojonegoro Tahun 2005-2025

(13)

9

1. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan berlandaskan keimanan dan ketaqwaan. Strategi:

 Menurunnya jumlah masyarakat di bawah garis kemiskinan.  Meningkatnya laju pertumbuhan ekonomi.

a. Dengan Migas b. Tanpa Migas

 Meningkatnya PDRB per kapita.

 Meningkatnya peran UMKM dalam pengembangan ekonomi lokal.  Berkurangnya jumlah pengangguran.

 Meningkatnya kesempatan dan penyediaan lapangan kerja.

2. Meningkatkan perekonomian berbasis industri migas dan agrobisnis terpadu. Strategi:

 Meningkatnya produksi migas yang memberi kontribusi bagi perekonomian daerah.

 Meningkatnya multiplier effect terbangunnya industri lain sebagai dampak eksplorasi migas.  Meningkatnya produktivitas sektor pertanian yang mendukung pengembangan agrobisnis.  Meningkatnya pendapatan petani.

3. Mengembangkan infrastruktur untuk pemenuhan kebutuhan dasar dan mendukung pengembangan ekonomi wilayah.

Strategi:

 Meningkatnya penyediaan infrastruktur transportasi yang menghubungkan seluruh wilayah dan mendukung pergerakan orang dan barang.

 Terpenuhinya kebutuhan pengairan irigasi yang mendukung peningkatan produksi pertanian.  Meningkatnya cakupan pelayanan dan kualitas infrastruktur energi dan ketenagalistrikan.  Meningkatnya kemampuan masyarakat menghuni rumah layak huni.

2.6.2 RPJMD Kabupaten Bojonegoro Tahun 2013-2018

Rencana Pembangunan Jangka Mengenah Daerah (RPJMD) Kabupaten Bojonegoro Tahun 2013-2018 membahas mengenai isu-isu strategis. Adapun isu strategis dalam dokumen RPJMD tersebut antara lain sebagai berikut.

 Pembangunan infrastruktur

 Revitalisasi pembangunan pertanian, perkebunan, dan peternakan  Revitalisasi pembangunan pendidikan

 Revitalisasi pembangunan kesehatan  Pengurangan pengangguran

 Penurunan angka kemiskinan

 Pengembangan dan pengelolaan unggulan daerah  Keseimbangan dan kelestarian lingkungan  Pengoptimalan sektor industri migas  Bencana alam

(14)

10 2.6.3 RTRW Kabupaten Bojonegoro Tahun 2011-2031

Arahan pada Rencana Tata Ruang Wilayah Kabuapten Bojonegoro Tahun 2011-2031 tertuang dalam bentuk kebijakan dan strategi. Dalam kebijakan wilayah perdesaan terkait ekonomi wilayah, Kabupaten Bojonegoro menetapkan kebijakan-kebijakan di bawah ini.

1. Upaya pengembangan wilayah perdesaan sesuai dengan potensi yang dimiliki yang dihubungkan dengan pusat-pusat kegiatan yang ada di wilayah perdesaan tersebut.

2. Penetapan luas lahan abadi pertanian pangan dengan menghitung tingkat kebutuhan tanaman pangan bagi penduduk Kabupaten Bojonegoro sampai dengan 20 tahun mendatang.

3. Pengembangan Sistem Agropolitan pada kawasan potensial dan didukung oleh ekonomi yang dapat dijadikan unggulan.

Kebijakan wilayah perkotaan lebih mengarah ke pengelolaan sumber daya migas. Kebijakan tersebut mengatur tentang pengaruh eksplorasi minyak dan gas blok cepu serta eksploitasi minyak di wilayah Kecamatan Kapas oleh Petro China. Strategi yang berkaitan dengan hal tersebut yaitu “Mendorong pengembangan pusat Ngasem sebagai pusat pelayanan sejalan dengan perkembangan eksploitasi Migas di Blok Cepu; yang diarahkan sebagai Kota baru di wilayah SSWP IV Ngasem dan sekitarnya.”

Selain itu, diatur mengenai kebiakan penataan sumber daya lainnya yang didalamnya memuat substansi pengelolaan migas. Strategi didalamnya meliputi beberapa poin sebagai berikut.

a. Pengaturan penguasaan, pemanfaatan, penggunaan dan pengendalian berbagai sumber daya alam yang ada di Kabupaten Bojonegoro.

b. Penetapan eksploitasi dan eksplorasi penambangan Migas di Blok Cepu dan Petro china yang mendukung keberlanjutan.

c. Perlindungan dan Pengendalian pengeboran minyak tradisional oleh masyarakat seperti di kecamatan Kedewan dan Kecamatan Kasiman.

d. Dalam hal yang ditemukan bahan tambang dan berbagai sumberdaya mineral bernilai ekonomi tinggi pada kawasan lindung atau budidaya perlu dilakukan kajian kelayakan lingkungan,sosial, ekonomi bila akan dilakukan kegiatan eksploitasi dan eksplorasi.

Kebijakan terkait pola ruang yang berhubungna dengan ekonomi wilayah meliputi beberapa upaya pengembangan. Upaya pengembangan tersebut termasuk dalam beberapa sektor, yaitu:

a. Pengembangan hutan produksi b. Pengembangan kawasan pertanian c. Pengembangan kawasan pertambangan d. Pengembangan kawasan pariwisata

(15)

11 BAB III GAMBARAN UMUM

3.1 Wilayah Administratif

Kabupaten Bojonegoro secara geografis terletak pada koordinat 111º25' BT - 112º09' BT dan 6º59' LS - 7º37' LS. Kabupaten Bojonegoro merupakan bagian dari wilayah Propinsi Jawa Timur dengan jarak ± 110 Km dari Ibukota Propinsi Jawa Timur. Sungai Bengawan Solo mengalir dari selatan, menjadi batas alam dari Provinsi Jawa Tenggah, kemudian mengalir ke arah timur, di sepanjang wilayah utara Kabupaten Bojonegoro. Bagian utara merupakan Daerah Aliran Sungai Bengawan Solo yang cukup subur dengan pertanian yang ekstensif. Kawasan pertanian umumnya ditanami padi pada musim penghujan, dan tembakau pada musim kemarau. Bagian selatan adalah pegunungan kapur, bagian dari rangkaian Pegunungan Kendeng. Bagian barat laut (berbatasan dengan Jawa Tengah) adalah bagian dari rangkaian Pegunungan Kapur Utara. Batas-batas administrasi Kabupaten Bojonegoro adalah :

 Sebelah Utara : Kabupaten Tuban  Sebelah Timur : Kabupaten Lamongan

 Sebelah Selatan : Kabupaten Madiun, Nganjuk dan Jombang  Sebelah Barat : Kabupaten Ngawi dan Blora (Jawa Tengah)

Gambar 4. Peta Administrasi Kabuaten Bojonegoro Sumber: RTRW Kabupaten Bojonegoro 2011-2031

Kabupaten Bojonegoro memiliki luas sejumlah 230.706 Ha. Secara administrasi Kabupaten Bojonegoro dibagi menjadi 27 kecamatan dengan 419 desa dan 11 kelurahan. Adapun luas wilayah per Kecamatan dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

(16)

12

Tabel 2. Luas Wilayah Per Kecamatan di Kabupaten Bojonegoro Tahun 2010

NO NAMA KECAMATAN LUAS WILAYAH (Ha)

1 Margomulyo 13.968

Penggunaan lahan di Kabupaten Bojonegoro hingga pada Tahun 2010 di dominasi oleh guna lahan hutan yaitu seluas 93.833,36 Ha atau 40,67 % dari luas keseluruhan lahan. Penggunaan tanah lainnya berupa sawah dan permukiman. Pada pemanfaatan lahan sering terjadi perubahan tata guna lahan yang disebabkan oleh proses perkembangan wilayah dan kebutuhan pergerakan masyarakat.

(17)

13

Penggunaan Lahan Kabupaten Bojonegoro pada Tahun 1994

1994 Tabel 3. Penggunaan Lahan Kabupaten Bojonegoro Tahun 1994 dan Tahun 2010 Jenis Penggunaan

A. Kawasan Lindung A. Kawasan Lindung

Hutan Lindung - - Hutan Lindung 1.456,47 0,63

Sungai 1.245,81 0,54 Sempadan Sungai 1.242,04 0,54

Danau/Bendungan 968,97 0,42 Danau dan Waduk 967,27,97 0,42

B. Kawasan Budidaya B. Kawasan Budidaya

Hutan 1.153,53 0,50 Hutan Produksi 93.833,36 40,67

Pemukiman 19.794,57 8,58 Permukiman 23.970,35 10,39

Ladang 14.742,11 6,39 Ladang 23.439,73 10,16

(18)

14 0

10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

Penggunaan Lahan Kabupaten Bojonegoro pada Tahun 2010

2010

Gambar 6. Grafik Penggunaan Lahan Kabupaten Bojonegoro Tahun 2010 Sumber: RTRW Kabupaten Bojonegoro 2011-2031

(19)

15

Gambar 8. Peta tutupan lahan tahun 1994 Sumber: RTRW Kabupaten Bojonegoro, 2011-2031 3.3 Topografi Daerah

Keadaan topografi Kabupaten Bojonegoro didominasi oleh keadaan tanah yang berbukit yang berada di sebelah selatan (Pegunungan Kapur Selatan) dan sebelah utara (Pegunungan Kapur Utara) yang mengapit dataran rendah yang berada di sepanjang aliran Bengawan Solo yang merupakan daerah pertanian yang subur. Secara garis besar, gambaran luas wilayah menurut permukaan/kemiringan tanah disajikan pada tabel berikut.

Tabel 4. Luas Wilayah Menurut Kemiringan Tanah di Kabupaten Bojonegoro

No. Kemiringan Tanah (%) Luas (Ha) Persen (%)

1 0% – 2% 127.109 55,10

2 2% - 14,99 % 83.429 36,16

3 15% - 39,99 % 17.312 7,50

4 > 40% 2.856 1,24

Jumlah 230.706 100

Sumber : RTRW Kabupaten Bojonegoro 2011-2031

Dari Tabel di atas, terlihat bahwa wilayah Kabupaten Bojonegoro didominasi oleh kemiringan kurang dari 2% sebesar 55,10%, adapun kemiringan di atas 40% sebesar 1,24%.

3.4 Jenis Tanah

(20)

16

Tabel 5. Luas areal Menurut Jenis tanah di Kabupaten Bojonegoro

No. Jenis Tanah Luas (Ha) Persen (%)

Sumber : RTRW Kabupaten Bojonegoro 2011-2031 3.5 Agroklimat

Bojonegoro sebagai daerah yang beriklim tropis yang terdiri atas dua musim yaitu musim kemarau (April – Oktober) dan musim hujan (November – Maret). Untuk memonitor curah hujan yangj jatuh, di Kabupaten Bojonegoro tersedia 22 buah stasiun penangkar hujan yang tersebar di 16 kecamatan. Dari pantauan tersebut hari hujan pada tahun 2005 sebesar 60 hari dengan curah hujan 106 mm, pada tahun 2006 naik menjadi 64 hari dengan curah hujan 146 mm dan pada Tahun 2010 turun menjadi 61 hari dengan curah hujan sebesar 120 mm.

3.6 Demografi

Penduduk menjadi pertimbangan penting dalam perencanaan daerah. Penduduk merupakan salah satu potensi wilayah yang dapat mendorong perkembangan wilayah tersebut. Jumlah penduduk Kabupaten Bojonegoro pada Tahun 2010 mencapai 1.232.038 jiwa. Jumlah penduduk tersebut terdiri atas laki-laki mencapai 611.193 jiwa dan perempuan mencapai 620.845 jiwa, dengan sex ratio mencapai 98,45 jiwa. Kepadatan penduduk tingkat Kabupaten mencapai 540 jiwa per hektar. Berikut ini kondisi kependudukan Tahun 2010, yang disajikan pada:

Tabel 6. Jumlah Penduduk, Sex Ratio dan Kepadatan Menurut Kecamatan Tahun 2010

No Kecamatan Jenis Kelamin (jiwa) Jumlah

(21)

17

No Kecamatan Jenis Kelamin (jiwa) Jumlah

(jiwa) Sex ratio

Distribusi dan karakteristik penduduk Kabupaten Bojonegoro telah digambarkan pada tabel diatas. Berdasarkan data tersebut dapat dilihat bahwa jumlah penduduk terpadat berada di Kecamatan Bojonegoro dengan kepadatan 3.230 jiwa/ha, sedangkan kepadatan terendah pada Kecamatan Margomulyo sebesar 156 jiwa/ha. Sedangkan untuk kecamatan-kecamatan lainnya memiliki kepadatan yang cukup variatif.

Dalam mendukung perkembangan sektor pertambangan dan penggalian, sub sektor minyak dan gas bumi, terdapat kegiatan pertambangan minyak dan gas yang dikelola secara tradisional dan mekanis. Pertambangan tersebut dikelola oleh masyarakat dengan peralatan sederhana untuk pengambilan minyak (sumur) dengan rata-rata kedalaman 500 meter dan dengan sumur pompa tangan dengan kedalaman 28 meter, sedangkan sebaian lagi menggunakan teknologi yang memanfaatkan mesin mobil sebagai penggerak. Adapun jumlah penambang tradisional sekitar 74 (sumur) unit yang berlokasi di wilayah Kecamatan Kedewan meliputi Desa Wonocolo 44 sumur dengan kapasitas produksi 25.771 liter/hari, Desa Hargomulyo 18 sumur dengan kapasitas produksi 12.771 liter/hari dan Desa Beji 12 sumur dengan kapasitas produksi 8.249 liter/hari (RTRW Kabupaten Bojonegoro Tahun 2011-2031).

3.7 Ekonomi Wilayah

Salah satu indikator yang dapat digunakan untuk melihat kondisi ekonomi di Kabupaten Bojonegoro adalah dengan menggunakan PDRB Kabupaten Bojonegoro. PDRB dapat dilihat berdasarkan Atas Dasar Harga Konstan (ADHK) lapangan usaha yang ada di Kabupaten tersebut. Berikut ini gambaran Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Bojonegoro dalam lima tahun terakhir

Tabel 7. PDRB Kabupaten Bojonegoro Menurut Harga Konstan Tahun 2009-2013

Sektor 2009 2010 2011 2012 2013

Pertanian 2,034,637.33 2,148,859.11 2,214,298.25 2,314,455.45 2,382,506.28

Pertambangan Dan

Penggalian 1,808,356.61 2,317,251.59 2,678,531.78

2,721,579.17 2,748,296.55

(22)

18

Sektor 2009 2010 2011 2012 2013

Listrik, Gas Dan Air

Bersih 50,889.69 53,293.12 56,877.86

60,341.71 64,571.19

Bangunan 244,348.91 270,640.85 301,388.11 329,658.31 368,426.13

Perdagangan, Hotel

Dan Restauran 1,218,195.57 1,311,245.13 1,443,595.56

1,605,566.98 1,779,575.01

Pengangkutan Dan

Komunikasi 289,103.14 301,163.31 320,666.18

349,461.99 383,052.49

Keuangan ,

Persewaan Dan Jasa Perus.

363,411.81 383,081.28 418,056.19

455,597.64 498,774.80

Jasa-Jasa 727,207.08 755,368.53 792,696.15 837,007.85 891,263.45

Total 7,267,525.09 8,128,233.06 8,875,105.39 9,379,581.33 9,876,906.84

Sumber: BPS Kabupaten Bojonegoro

Gambar 9. Grafik PDRB Kabupaten Bojonegoro Menurut Harga Konstan Tahun 2009-2013 Sumber: BPS Kabupaten Bojonegoro

Indikator hasil pembangunan ekonomi selain dilihat dari besarnya jumlah PDRB, juga dapat dilihat dari distribusi sektoralnya. kondisi perekonomian Kabupaten Bojonegoro juga bisa dilihat dari kontribusi masing-masing sektor dan kelompok sektor ekonomi terhadap total PDRB. Berikut ini gambaran kontribusi masing-masing sektor ekonomi yang ada di Kabupaten Bojonegoro dalam lima tahun terakhir.

0 500000 1000000 1500000 2000000 2500000 3000000

PDRB Kabupaten Bojonegoro Menurut Harga Konstan Tahun

2009-2013 (Juta Rupiah)

(23)

19

Gambar 10. Grafik Perkembangan Kontribusi Masing-masing Sektor Ekonomi Sumber: BPS Kabupaten Bojonegoro

Kontribusi sektoral tersebut, secara tidak langsung menunjukkan bagaimana struktur perekonomian Kabupaten Bojonegoro. Berikut kontribusi sektor dan kelompok sektor ekonomi yang ada di Kabupaten Bojonegoro terhadap total PDRB Kabupaten Bojonegoro.

Tabel 8. Kontribusi Tiap Sektor terhadap PDRB Kabupaten Bojonegoro Tahun 2009-2013

(24)

20

Kontribusi masing sektor seperti pada tabel diatas dapat menunjukkan indikator peran masing-masing sektor terhadap PDRB. Peran sektor di atas dikelompokkan menjadi 3 sektor pokok, yaitu sektor primer, sekunder dan tertier. Kelompok Sektor primer mencakup sektor pertanian, sektor pertambangan dan Galian. Peranan kelompok sektor tersier memberikan kontribusi kedua setelah kelompok sektor primer yaitu rata-rata memberikan kontribusi sebesar 59,57%, peran sektor ini didominasi sektor pertambangan dan penggalian yang memberikan kontribusi rata-rata sebesar 38,36%.

Sektor-sektor yang termasuk kelompok Sektor Sekunder meliputi sektor industri pengolahan, sektor Listrik dan Air Bersih, dan sektor Bangunan. Kelompok Sektor ini memberikan kontribusi paling rendah terhadap PDRB Kabupaten Bojonegoro, yaitu rata-rata hanya sebesar 10,80%. Peran kelompok sektor ini didominasi oleh sektor industri pengolahan yang memberikan kontribusi rata-rata sebesar 6,03% selama 5 tahun terakhir.

Sektor-sektor yang termasuk kelompok Sektor Tersier yang terdiri dari sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran; Sektor Pengangkutan dan Komunikasi, Sektor Keuangan, Persewaan Bangunan dan Jasa Perusahaan, dan Sektor Jasa-Jasa. Sektor ini memberikan kontribusi terbesar terhadap PDRB Kabupaten Bojonegoro yaitu sebesar 29.63,%. Peran kelompok sektor ini didominasi sektor Perdagangan, Hotel & Restoran yang memberikan kontribusi sebesar 14.21% dan sektor jasa-jasa

3.8 Potensi dan Masalah 3.8.1 Potensi

 Kabupaten Bojonegoro memiliki potensi Sumber Daya Alam (SDA) yang besar, disamping lahan pertanian, air dan hutan juga berupa pertambangan baik berupa bahan galian C maupun minyak dan gas bumi , yang diprediksi mencapai 20 % kandungan candangan migas nasional, dan sekarang telah terdapat dua operator pengeboran minyak atas nama Mobil Cepu Ltd (Exxon Mobil) dan Petro china  Potensi lahan yang tersedia di Kabupaten Bojonegoro dan dapat dimanfaatkan secara optimal untuk usaha tani pada Tahun 2010 sejumlah 76.848,17 ha atau 33,31 % dari luas Kabupaten Bojonegoro dengan kondisi topografi yang didominasi oleh keadaan tanah yang berbukit yang berada di sebelah Selatan ( pegunungan Kapur Selatan ) dan Utara ( Pegunungan Kapur Utara ) yang mengapit dataran rendah yang berada di sepanjang aliran Bengawan Solo yang merupakan daerah pertanian yang subur  Potensi pengembangan tambang migas diwilayah Kabupaten Bojonegoro terdapat dikawasan Blok Cepu dan Blok Sukowati. Potensi pertambangan yang dimiliki Kabupaten Bojonegoro terdiri dari potensi tambang galian C (Batu Gamping, Phosphat, Bentonit, Gypsum, Lempung, Onyx, serta Bahan Galian lainnya seperti Batu Gunung, Pasir dan Tanah Urug). dan potensi tambang migas (minyak bumi dan gas alam).

 Terdapat keanekaragaman potensi wisata (alam dan peninggalan sejarah/kerajaan Majapahit, Demak, Pajang dan Mataram) di kabupaten Bojonegoro ini belum dikembangkan secara optimal.

3.8.2 Masalah

 Kabupaten Bojonegoro merupakan salah satu kawasan Daerah Aliran Sungai Bengawan Solo, yang membawa dampak terjadi bencana banjir, serta terjadinya penurunan kualitas air, sedimentasi dan kepadatan pemukiman sekitar bantaran sungai.

 Ilegal Logging menyebabkan berkurangnya lahan hutan jati dan bertambahnya lahan kritis, yang membawa dampak angin topan/beliung serta terjadinya longsor dan banjir bandang.

(25)

21 BAB IV PEMBAHASAN

4.1 Input Data

Dalam melihat pertumbuhan ekonomi wilayah di Kabupaten Bojonegoro, dilakukan dengan analisis LQ dan shift share. Analisis tersebut dilakukan dengan dasar sektor ekonomi dalam PDRB. Adapun data PDRB Kabupaten Bojonegoro dan Provinsi Jawa Timur adalah sebagai berikut:

Tabel 9. PDRB Kabupaten Bojonegoro Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2009-2013

No Sektor 2009 2010 2011 2012 2013

1 Pertanian 2,034.64 2,148.86 2,214.30 2,314.46 2,382.51 2 Pertambangan dan penggalian 1,808.36 2,314.25 2,678.53 2,721.58 2,748.30 3 Industri pengolahan 531.37 587.33 649.00 705.91 760.44 4 Listrik, gas, dan air bersih 50.89 53.29 56.88 60.34 64.57

5 Bangunan 244.35 270.64 301.39 329.66 368.43

6 Perdagangan, hotel, dan restoran 1,218.20 1,311.25 1,443.60 1,605.57 1,779.58 7 Angkutan dan komunikasi 289.10 301.16 320.67 349.46 383.05 8 Keuangan, persewaan, dan jasa 363.41 383.08 418.06 455.60 498.77

9 Jasa-jasa 727.21 755.37 792.70 837.01 891.26

Total 7,267.52 8,125.23 8,875.10 9,379.58 9,876.90 Sumber: BPS Provinsi.Jawa Timur

Tabel 10. PDRB Provinsi Jawa Timur Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2009-2013

No Sektor 2009 2010 2011 2012 2013

1 Pertanian 50,208.90 51,329.55 52,628.43 54,463.94 55,330.10

2 Pertambangan dan

penggalian 7,104.82 7,757.32 8,228.63 8,401.26 8,697.63 3 Industri pengolahan 83,299.89 86,900.78 92,171.19 98,017.06 103,497.23 4 Listrik, gas, dan air bersih 4,361.52 4,642.08 4,932.08 5,238.43 5,486.50 5 Bangunan 10,307.88 10,992.60 11,994.83 12,840.57 14,006.02

6 Perdagangan, hotel, dan

restoran 95,983.87 106,229.11 116,645.21 128,375.50 139,431.31 7 Angkutan dan komunikasi 22,781.53 25,076.43 27,946.28 30,640.91 33,837.74

8 Keuangan, persewaan, dan

jasa 17,395.39 18,659.49 20,186.11 21,802.47 23,455.84 9 Jasa-jasa 29,417.37 30,693.41 32,251.53 33,886.30 35,686.08 Total 320,861.16 342,280.76 366,984.30 393,666.43 419,428.44

Sumber: BPS Provinsi.Jawa Timur

4.2 Hasil Analisis LQ

LQ (Location Quotient) merupakan Suatu perbandingan tentang besarnya peranan suatu sektor atau industri di suatu daerah terhadap besarnya peranan sektor atau industri tersebut secara nasional (Tarigan, 2004). Rumus untuk menghitung LQ adalah sebagai berikut:

��� =

Vik = Nilai PDRB sektor i di daerah studi studi k (kabupaten)

(26)

22

Vk = Nilai PDRB total semua sektor di daerah studi k (kabupaten)

Vip = Nilai PDRB sektor i di daerah referensi (provinsi)

Vp = Nilai PDRB total semua sektor di daerah referensi (provinsi)

Kemungkinan SLQ yang diperoleh adalah:

 LQ > 1: maka sektor tersebut merupakan sektor basis. Sektor tersebut tidak hanya memenuhi kebutuhan di dalam daerah saja namun juga kebutuhan di luar daerah karena sektor ini sangat potensial untuk dikembangkan.

 LQ < 1: Maka sektor tersebut merupakan sektor non basis dan perlu impor produk dari luar daerah karena sektor ini kurang prospektif untuk dikembangkan.

 LQ = 1: Maka sektor tersebut hanya cukup memenuhi kebutuhan di daerahnya saja.

Untuk melakukan analisis LQ ini, kami menggunakan data PDRB Atas Dasar Harga Konstan di Kabupaten Bojonegoro pada 5 (lima) tahun terakhir, yaitu tahun 2009-2013. Sedangkan untuk daerah referensi, kami menggunakan data PDRB Atas Dasar Harga Konstan di Provinsi Jawa Timur pada 5 (lima) tahun terakhir pula, yaitu tahun 2009-2013. Data PDRB yang telah ada kemudian diolah dengan memasukkan ke dalam rumus LQ dan didapatkan hasil sebagai berikut:

Tabel 11. Hasil Analisis LQ terhadap Sektor di Kabupaten Bojonegoro

No Sektor 2009 2010 2011 2012 2013

Dari hasil analisis LQ terhadap sektor-sektor yang ada di Kabupaten Bojonegoro, didapatkan kesimpulan bahwa Kabupaten Bojonegoro memiliki spesialisasi disektor pertambangan dan penggalian dibandingkan sektor yang sama di tingkat daerah referensi (Provinsi Jawa Timur) dikarenakan nilai LQ > 1. Sehingga dapat dikatakan bahwa sektor pertambangan dan penggalian merupakan sektor basis di Kabupaten Bojonegoro. Setelah didapatkan hasil analisis LQ terhadap sektor yang ada, selanjutnya dilakukan analisis LQ lagi terhadap sub sektor pada sektor yang menjadi basis di Kota Bojonegoro untuk melihat sub sektor mana yang merupakan sub sektor basisnya.

Tabel 12. Hasil Analisis LQ terhadap Sub Sektor Pertambangan dan Penggalian di Kabupaten Bojonegoro

(27)

23 4.3 Analisis Shift Share

Analisis shift share merupakan suatu teknik yang digunakan untuk menganalisa data statistik regional, baik berupa pendapatan per kapita, output, tenaga kerja maupun data lainnya. Analisis shift share juga digunakan untuk menganalisis dan mengetahui pergeseran serta peranan perekonomian di daerah. Metode ini dipakai dalam mengamati struktur perekonomian dan pergeserannya dengan cara menekankan pertumbuhan sektor di daerah, yang dibandingkan dengan sektor yang sama pada tingkat daerah yang lebih tinggi atau nasional.

Dalam analisis shift share, terdapat tiga komponen utama dalam memperhitungkannya. Adapun perhitungan tiga komponen dalam analisis ini yakni:

a. Pertumbuhan Nasional (KPN)

KPN merupakan perubahan produksi atau kesempatan kerja suatu wilayah yang disebabkan oleh perubahan produksi, kebijakan ekonomi nasional dan kebijakan lain yang mampu mempengaruhi sektor perekonomian dalam suatu wilayah. Adapun perhitungan KPN adalah sebagai berikut:

Tabel 13. Perhitungan Shift Share KPN Kabupaten Bojonegoro

No Sektor KPN KPP KPPW PB

1 Pertanian 30.7196037 -20.52 -18.81 -39.33 -0.39

2 Pertambangan dan penggalian 30.7196037 -8.30 16.07 7.77 0.08 3 Industri pengolahan 30.7196037 -6.47 7.20 0.73 0.01 4 Listrik, gas, dan air bersih 30.7196037 -4.93 -9.02 -13.94 -0.14

5 Bangunan 30.7196037 5.16 14.87 20.03 0.20

6 Perdagangan, hotel, dan restoran 30.7196037 14.55 10.18 24.72 0.25 7 Angkutan dan komunikasi 30.7196037 17.81 -3.41 14.40 0.14 8 Keuangan, persewaan, dan jasa 30.7196037 4.12 1.34 5.46 0.05

9 Jasa-jasa 30.7196037 -9.41 -13.34 -22.76 -0.23

Sumber: Hasil analisis, 2016

Berdasarkan hasil perhitungan KPN diatas, nilai pertumbuhan nasional di Kabupaten Bojonegoro sebesar 30,72.

b. Pertumbuhan Proporsional (KPP)

(28)

24

Tabel 14. Perhitungan Shift Share KPP Kabupaten Bojonegoro

No Sektor KPN KPP KPPW PB

1 Pertanian 30.7196037 -20.52 -18.81 -39.33 -0.39

2 Pertambangan dan penggalian 30.7196037 -8.30 16.07 7.77 0.08 3 Industri pengolahan 30.7196037 -6.47 7.20 0.73 0.01 4 Listrik, gas, dan air bersih 30.7196037 -4.93 -9.02 -13.94 -0.14

5 Bangunan 30.7196037 5.16 14.87 20.03 0.20

6 Perdagangan, hotel, dan restoran 30.7196037 14.55 10.18 24.72 0.25 7 Angkutan dan komunikasi 30.7196037 17.81 -3.41 14.40 0.14 8 Keuangan, persewaan, dan jasa 30.7196037 4.12 1.34 5.46 0.05

9 Jasa-jasa 30.7196037 -9.41 -13.34 -22.76 -0.23

Sumber: Hasil analisis, 2016

Berdasarkan hasil perhitungan KPP diatas, sektor terbagi menjadi dua golongan yakni spesialisasi sektor secara nasional tumbuh cepat dan spesialisasi sektor secara nasional tumbuh lambat. Pembagian ini didapatkan dari nilai KPP (+) atau KPP (-). Adapun penggolongan sektor dalam KPP adalah sebagai berikut:

1) Spesialisasi sektor secara nasional tumbuh cepat (KPP +)  Sektor Bangunan

 Sektor Perdagangan, hotel dan restoran  Sektor Angkutan dan komunikasi  Sektor Keuangan, persewaan dan jasa

2) Spesialisasi sektor secara nasional tumbuh lambat (KPP -)  Sektor Pertanian

 Sektor Pertambangan dan penggalian  Sektor Industri pengolahan

 Sektor Listrik, Gas, dan Air bersih  Sektor Jasa-jasa

c. Pertumbuhan Pangsa Wilayah (KPPW)

KPPW merupakan perubahan produksi atau kesempatan kerja suatu wilayah yang disebabkan oleh keunggulan komparati wilayah tersebut, adanya dukungan kelembagaan, prasarana sosial ekonomi, serta kebijakan lokal di wilayah tersebut. Adapun perhitungan KPPW adalah sebagai berikut:

Tabel 15. Perhitungan Shift Share KPPW Kabupaten Bojonegoro

No Sektor KPN KPP KPPW PB

1 Pertanian 30.7196037 -20.52 -18.81 -39.33 -0.39

2 Pertambangan dan penggalian 30.7196037 -8.30 16.07 7.77 0.08 3 Industri pengolahan 30.7196037 -6.47 7.20 0.73 0.01 4 Listrik, gas, dan air bersih 30.7196037 -4.93 -9.02 -13.94 -0.14

5 Bangunan 30.7196037 5.16 14.87 20.03 0.20

6 Perdagangan, hotel, dan restoran 30.7196037 14.55 10.18 24.72 0.25 7 Angkutan dan komunikasi 30.7196037 17.81 -3.41 14.40 0.14 8 Keuangan, persewaan, dan jasa 30.7196037 4.12 1.34 5.46 0.05

9 Jasa-jasa 30.7196037 -9.41 -13.34 -22.76 -0.23

(29)

25

Berdasarkan hasil perhitungan KPPW diatas, sektor di interpretasikan memiliki daya saing yang didapatkan dari nilai KPPW (+) atau KPPW (-). Adapun sektor yang memiliki daya saing ditunjukkan dengan nilai KPPW (+) adalah:

 Sektor Pertambangan dan penggalian  Sektor Industri pengolahan

 Sektor Bangunan

 Sektor Perdagangan, hotel dan restoran  Sektor Keuangan, persewaan dan jasa 4.3 Tipologi Klassen

Tipologi Klassen digunakan untuk mengetahui gambaran tentang pola dan struktur pertumbuhan ekonomi masing-masing daerah yang membagi daerah berdasarkan dua indikator utama, yaitu pertumbuhan ekonomi daerah dan pendapatan per kapita daerah. Penentuan tipologi ini didapatkan berdasarkan nilai LQ dan nilai PB (shift share). Berikut tabel LQ dan PB dalam tipologi Klassen:

Tabel 16. Hasil Perhitungan LQ Keseluruhan Kabupaten Bojonegoro

No Sektor 2009 2010 2011 2012 2013

Tabel 17. Hasil Perhitungan PB Kabupaten Bojonegoro

No Sektor KPN KPP KPPW PB

1 Pertanian 30.7196037 -20.52 -18.81 -39.33 -0.39

2 Pertambangan dan penggalian 30.7196037 -8.30 16.07 7.77 0.08 3 Industri pengolahan 30.7196037 -6.47 7.20 0.73 0.01 4 Listrik, gas, dan air bersih 30.7196037 -4.93 -9.02 -13.94 -0.14

5 Bangunan 30.7196037 5.16 14.87 20.03 0.20

6 Perdagangan, hotel, dan restoran 30.7196037 14.55 10.18 24.72 0.25 7 Angkutan dan komunikasi 30.7196037 17.81 -3.41 14.40 0.14 8 Keuangan, persewaan, dan jasa 30.7196037 4.12 1.34 5.46 0.05

9 Jasa-jasa 30.7196037 -9.41 -13.34 -22.76 -0.23

Sumber: Hasil analisis, 2016

Berdasarkan tabel diatas, penggolongan sektor yang terjadi dalam tipologi Klassen adalah: 1) Sektor Unggulan (LQ > 1 dan PB > 0)

(30)

26 2) Sektor Andalan (LQ < 1 dan PB > 0)

Sektor andalan merupakan sektor yang memiliki kriteria sektor non basis dengan pertumbuhan yang cepat. Adapun sektor andalan di Kabupaten Bojonegoro yakni:

 Sektor Industri pengolahan

 Sektor Perdagangan, hotel dan restoran  Sektor Angkutan dan komunikasi  Sektor Keuangan, persewaan jasa 3) Sektor Potensial (LQ > 1 dan PB < 0)

Sektor potensial merupakan sektor yang memiliki kriteria sektor basis dengan pertumbuhan yang lambat. Adapun sektor potensial di Kabupaten Bojonegoro yakni sektor pertanian dan sektor jasa-jasa.

4) Sektor Terbelakang (LQ < 1 dan PB < 0)

Sektor terbelakang merupakan sektor yang memiliki kriteria sektor non basis dengan pertumbuhan yang lambat. Adapun sektor terbelakang di Kabupaten Bojonegoro yakni sektor listrik, gas, dan air bersih.

Gambar 11. Matriks penggolongan sektor si Kabupaten Bojonegoro Sumber: Hasil analisis, 2015

(31)

27 BAB V

KONSEP PENGEMBANGAN

Konsep pengembangan yang kami usulkan dalam konteks untuk mengembangkan perekonomian wilayah di Kabupaten Bojonegoro yaitu dengan konsep Sustainable Development dalam pengembangan potensi pertambangan di Kabupaten Bojonegoro. Dengan penerapan konsep Sustainable Development ini nantinya dalam semua kegiatan pembangunan maupun pengolahan pertambangan minyak dan gas akan memperhatikan 3 (tiga) aspek, yaitu ekonomi, lingkungan, dan sosial. Sehingga nantinya kegiatan pertambangan minyak dan gas ini tidak hanya meningkatkan ekonomi saja, melainkan juga meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat serta tetap memperhatikan kelestarian lingkungan sekitar. Perlu diketahui bahwa kebanyakan kegiatan pertambangan sangat rentan dengan resiko kerusakan lingkungan akibat pengelolaan yang kurang baik dan berdampak sangat buruk bagi kehidupan manusia. Oleh karena itu, dengan adanya konsep ini diharapkan dapat menyeimbangkan ketiga aspek tersebut dalam pengembangan perekonomian wilayah di Kabupaten Bojonegoro. Sehingga nantinya tidak muncul masalah yang merugikan lingkungan maupun manusia di sekitarnya.

Dalam merumuskan konsep pengembangan ini, dilihat dari hasil analisis yang telah dilakukan sebelumnya, yaitu sektor pertambangan dan penggalian yang merupakan sektor unggulan serta sub sektor minyak dan gas yang merupakan sub sektor unggulan. Fakta empiris sub sektor minyak dan gas di Kabupaten Bojonegoro yang dilihat dari kebijakan, antara lain:

a. Sub sektor minyak dan gas di Kabupaten Bojonegoro memiliki nilai PDRB terbesar di Provinsi Jawa Timur Dalam menentukan tingkat PDRB pada sub sektor minyak dan gas pada kabupaten di Provinsi Jawa Timur yang memiliki potensi dalam minyak dan gas, didapatkanlah 6 (enam) kabupaten antara lain Kabupaten Bojoengoro, Gresik, Tuban, Sumenep, Sidoarjo, dan Bangkalan. Dari keenam kabupaten yang berpotensi dalam minyak dan gas di Provinsi Jawa Timur, diketahui bahwa Kabupaten Bojonegoro memiliki nilai PDRB dalam sub sektor minyak dan gas tertinggi nomer satu di Provinsi Jawa Timur. Berikut rincian tabel terkait nilai PDRB sub sektor minyak dan gas di Provinsi Jawa Timur.

Tabel 18. PDRB ADHK Sub Sektor Minyak dan Gas di Provinsi Jawa Timur Tahun 2013

No Kabupaten Sub Sektor Minyak dan Gas

(juta rupiah)

b. Sub sektor minyak dan gas mampu memberi kontribusi yang besar dalam bentuk dana

Dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Kabupaten Bojonegoro tahun 2005-2025 dijelaskan bahwa potensi migas yang sangat besar di Kabupaten Bojonegoro memberikan dampak yang sangat positif bagi peningkatan penerimaan daerah melalui dana bagi hasil migas. Selain itu sektor industri migas yang ada di Kabupaten Bojonegoro memiliki multiplier effect yang cukup tinggi terhadap sektor-sektor yang lainnya, misalnya jasa, perdagangan, angkutan, perumahan dan lainnya. Hal ini diharapkan mampu memicu kesejahteraan rakyat Bojonegoro secara merata nantinya.

(32)

28

c. Cadangan minyak mencapai 600 juta 1,4 milyar barel dan cadangan gas sekitar 1,7 2 triliun kaki kubik Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Bojonegoro tahun 2013-2018 dijelaskan bahwa potensi minyak dan gas bumi (migas) di wilayah Kabupaten Bojonegoro cukup besar. Diperkirakan bahwa cadangan minyak di Kabupaten Bojonegoro mencapai 600 juta – 1,4 milyar barel dan cadangan gas sekitar 1,7 – 2 triliun kaki kubik. Angka-angka tersebut merupakan jumlah perkiraan terbesar di Indonesia yang berada di blok cepu yang dieksploitasi oleh Exxon Mpbil. Selain itu terdapat juga JOBPPEJ (Petrochina – Pertamina) yang mengelola lapangan Sukowati dengan produksi rata-rata 3 juta barel/tahun. Juga terdapat lapangan Tiung biru yang masih dalam tahap eksplorasi oleh Pertamina EP dengan potensi gas yang diduga cukup besar dan mampu memberikan tambahan produksi gas 250 juta kaki kubik per hari.

d. Sub sektor minyak dan gas di Kabupaten Bojonegoro mampu menyumbang 20% produksi nasional Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Bojonegoro tahun 2013-2018 dijelaskan bahwa potensi migas yang cukup besar di Kabupaten Bojonegoro tersebut, diperkirakan mampu menyumbang 20% produksi nasional.

Terkait dengan fakta empiris migas di Kabupaten Bojonegoro yang telah dijelaskan sebelumnya, terdapat arahan dan kebijakan tentang migas tersebut yaitu:

 Meningkatnya produksi migas yang memberi kontribusi bagi perekonomian daerah (RPJPD Kabupaten Bojonegoro tahun 2005-2025)

 Meningkatnya multiplier effect terbangunnya industri lain sebagai dampak eksplorasi migas (RPJPD Kabupaten Bojonegoro tahun 2005-2025)

 Penetapan eksploitasi dan eksplorasi penambangan Migas di Blok Cepu dan Petro china yang mendukung keberlanjutan (RTRW Kabupaten Bojonegoro tahun 2007-2027)

 Perlindungan dan Pengendalian pengeboran minyak tradisional oleh masyarakat (RTRW Kabupaten Bojonegoro tahun 2007-2027)

Permasalahan yang ada terkait sub sektor minyak dan gas di Kabupataen Bojonegoro berdasarkan RPJPD Kabupaten Bojonegoro tahun 2005-2025, antara lain:

a. Eksplorasi dan eksploitasi migas onshore di wilayah Kabupaten Bojonegoro berada di lingkungan permukiman penduduk yang rata-rata terkategori penduduk miskin, sehingga sangat rentan terhadap munculnya gejolak sosial masyarakat.

b. Belum optimalnya implementasi Peraturan Daerah Nomor 23 Tahun 2011 tentang Percepatan Pertumbuhan Ekonomi Daerah dalam Pelaksanaan Eksplorasi dan Eksploitasi serta Pengolahan Minyak dan Gas Bumi (Migas) di Kabupaten Bojonegoro. Hal ini disebabkan oleh kurangnya pemahaman masyarakat terhadap esensi perda tersebut. Selain belum optimalnya implementasi perda tersebut juga dikarenakan masih rendahnya kepedulian K3S dan kontraktor pelaksananya terhadap upaya pemberdayan masyarakat sekitar proyek serta masih muncul ambigu implementasi perda tersebut dengan peraturan perundangan yang lebih tinggi khususnya terkait dengan domain negara atas tata kelola migas.

c. Kabupaten Bojonegoro sebagai lokasi lokasi sasaran kegiatan proyek nasional terkait dengan migas seringkali terbebani dengan berbagai faktor resiko, baik terkait dampak kerusakan alam yang ditimbulkan, munculnya permasalahan sosial akibat kurangnya perhatian sisi pemberdayaan potensi lokal atau bahkan kerusakan infrastruktur yang penanganannya memerlukan biaya yang nilainya tidak sepadan dengan alokasi penganggaran yang diterima daerah. Sedangkan konsepsi tata kelola migas seringkali secara kritis diletakkan pada paradigma yang berbasis negara yaitu negara memiliki wewenang penuh untuk menguasai, memiliki, dan mengatur pengelolaan migas.

d. Belum terbangunnya sarana infrastruktur baik jalan maupun sarana lain menuju ke area lokasi pertambangan.

(33)

29

perekonomian daerah tersebut serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal disana dengan tetap memperhatikan segi lingkungannya. Strategi yang diusulkan ini muncul dengan membandingkan masalah dan arahan maupun kebijakan yang ada. Sehingga didapatkanlah strategi konsep pengembangan Kabupaten Bojonegoro, antara lain:

1. Mengembangkan sektor lain yang mendukung pertumbuhan sektor unggulan (sektor pertambangan dan penggalian)

Dalam mengembangkan sektor unggulan, pastinya perlu mempertimbangkan sektor-sektor lain yang dapat mendukung pertumbuhan sektor unggulan tersebut. Dalam menentukan sektor-sektor lain yang dimaksud, digunakan tabel input output Provinsi Jawa Timur tahun 2010 untuk menentukan forward lingkage (keterkaitan ke depan) dan backward lingkage (keterkaitan ke belakang). Forward lingkage merupakan hubungan penjualan barang jadi, sedangkan backward lingkage merupakan hubungan dengan bahan mentah atau bahan baku.

 Forward linkage dari sektor pertambangan adalah sektor industri pengolahan, sektor bangunan, sektor pengangkutan dan komunikasi, serta sektor jasa-jasa.

 Backward linkage dari sektor pertambangan adalah sektor industri pengolahan, sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor pengangkutan dan komunikasi, serta sektor jasa-jasa.

Sehingga dengan menerapkan strategi ini diharapkan terjadi multiplier effect dari kegiatan pertambangan migas di Kabupaten Bojonegoro. Hal ini sesuai dengan arahan kebijakan dalam RPJPD Kabupaten Bojonegoro tahun 2005-2025 yaitu meningkatnya multiplier effect terbangunnya industri lain sebagai dampak eksplorasi migas.

2. Memberlakukan kebijakan insentif dan disinsentif bagi para investor minyak dan gas, dengan syarat memperhatikan keseimbangan lingkungan

Dalam RTRW Kabupaten Bojonegoro, sudah disebutkan mengenai arahan pengendalian mengenai ketentuan insentif dan disinsentif kepada pengusaha dan swasta. Adapun ketentuan insentif dan disinsentif yakni:

 Ketentuan Insentif

a) Kemudahan prosedur perizinan

b) Pembangunan serta pengadaan infrastruktur  Ketentuan Disinsentif

a) Pengenaan pajak tinggi, disesuaikan dengan besarnya biaya yang dibutuhkan

b) Pengenaan pajak yang tinggi, disesuaikan dengan besarnya biaya yang dibutuhkan untuk mengatasi dampak yang ditimbulkan akibat pemanfaatan ruang;

c) Pembatasan penyediaan infrastruktur; d) Pengenaan kompensasi;

e) Izin tidak diperpanjang; dan f) Penalti.

Dalam strategi pengembangan minyak dan gas di Kabupaten Bojonegoro, investor yang membangun kawasan pertambangan sesuai peruntukkannya dapat diberikan insentif, dengan syarat harus tetap memperhatikan keseimbangan lingkungan. Sedangkan bagi investor yang melanggar peraturan tata ruang, dapat diberlakukan ketentuan disinsentif dengan pengenaan pajak tinggi yang diseuaikan dengan besarnya biaya yang dibutuhkan dalam mengatasi dampak akibat pemanfaatan ruang, serta dapat pula dikenakan pengenaan kompensasi.

3. Pemberdayaan masyarakat lokal dalam mengelola potensi migas dalam meningkatkan ekonomi daerah

(34)

30

dilaksanakan, maka diharapkan dapat meminimaliasasi gejolak sosial masyarakat yang ada. Sehingga tidak hanya pihak kontraktor saja yang untung, akan tetapi masyarakat lokal juga ikut diuntungkan dalam kegiatan pengelolaan potensi migas di Kabupaten Bojonegoro ini.

4. Peraturan dan kebijakan harus jelas dan tegas dalam hal pengelolaan migas

Strategi ini muncul karena dalam RPJPD Kabupaten Bojonegoro tahun 2005-2025 dijelaskan bahwa implementasi Peraturan Daerah Nomor 23 tahun 2001 tentang percepatan pertumbuhan ekonomi daerah dalam pelaksanaan eksplorasi dan eksploitasi serta pengolahan minyak dan gas bumi di Kabupaten Bojonegoro belum optimal. Hal ini dikarenakan masih muncul ambigu implementasi perda tersebut terhadap peraturan perundangan yang lebih tinggi khususnya yang terkait dengan domain negara atas tata kelola migas. Sehingga dengan penerapan strategi ini diharapkan terdapat kejelasan dan ketegasan dari peraturan dan kebijakan terkait pengelolaan migas agar K3S, kontraktor, maupun masyarakat tidak bingung lagi dan paham akan peraturan maupun kebijakan yang ada.

5. Perbaikan infrastruktur yang mendukung kegiatan pertambangan khususnya migas

Strategi ini muncul akibat dari permasalahan yang ada dalam kegiatan pertambangan migas di Bojenegoro, yaitu belum terbangunnya sarana infrastruktur terutama jalan dan sarana lain untuk menuju ke area lokasi pertambangan. Sehingga apabila dilakukan perbaikan pada infrastruktur yang mendukung kegiatan pertambangan migas di Kabupaten Bojonegoro, diharapkan akan memperlancar dan mempermudah akses keluar-masuk menuju lokasi pertambangan.

Gambar 12. Lokasi Pengembangan Migas di Kabupaten Bojonegoro Sumber: RTRW Kabupaten Bojonegoro 2007-2027

(35)

31

(36)

32 BAB VI PENUTUP

6.1 Kesimpulan

Dari hasil pembahasan dan analisis yang telah dilakukan, didapatkan beberapa kesimpulan sebagai berikut.

Sektor basis pada Kabupaten Bojonegoro (LQ>1) adalah sebagai berikut. 1. Pertambangan dan penggalian

2. Pertanian 3. Jasa-jasa 4. Bangunan

Sub sektor basis adalah minyak dan gas bumi.

Sektor yang secara nasional tumbuh paling cepat yaitu sektor perdagangan, hotel, dan restoran. Sektor yang secara nasional tumbuh paling lambat yaitu sektor pertanian.

Sektor yang memiliki daya saing tertinggi yaitu sektor pertambangan dan penggalian.

Konsep pengembangan yang direkomendasikan yaitu Sustainable Development yang meliputi beberapa strategi antara lain: (1) Mengembangkan sektor andalan, (2) Memberlakukan kebijakan disinsentif bagi para investor migas, (3) Pemberdayaan masyarakat lokal, (4) Penegakan peraturan terkait migas secara jelas dan tegas, (5) Perbaikan infrastruktur pendukung migas

6.2 Saran

Agar hasil analisis yang telah dilakukan dapat menjadi acuan untuk mengembangkan ekonomi wilayah secara tepat dan akurat, diperlukan data PDRB terkini secara time series. Sebaiknya data yang digunakan terakhir adalah tahun 2015, sehingga hasilnya lebih representatif sebagai input bagi perencanaan pembangunan di masa mendatang.

6.3 Lesson Learned

Setelah menyelesaikan studi terkait pengembangan ekonomi wilayah ini, penulis mendapatkan beberapa pelajaran yakni sebagai berikut.

 Analisis Location Quotient (LQ) berfungsi untuk menentukan sektor basis di suatu wilayah.  Analisis Shift Share dapat digunakan untuk mengetahui tingkat pertumbuhan pada sektor ekonomi.  Kabupaten Bojonegoro memiliki sektor basis yaitu pertambangan dan penggalian dengan sub sektor

minyak dan gas bumi. Sektor tersebut menjadi potensi ekonomi wilayah yang dapat bersaing di tingkat nasional bahkan dalam skala internasional.

 Konsep pengembangan ekonomi wilayah pada sektor pertambangan dan penggalian di Kabupaten Bojonegoro antara lain yaitu: (1) Mengembangkan sektor andalan, (2) Memberlakukan kebijakan disinsentif bagi para investor migas, (3) Pemberdayaan masyarakat lokal, (4) Penegakan peraturan terkait migas secara jelas dan tegas, serta (5) Perbaikan infrastruktur pendukung migas.

(37)

33

DAFTAR PUSTAKA

Arifin, Z. (2012). Kesenjangan dan Konvergensi Ekonomi antar Kabupaten pada Empat Koridor di Propinsi Jawa Timur. Jurnal Humanity, 4(2).

Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Kabupaten Bojonegoro Tahun 2005-2025 Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Bojonegoro Tahun 2013-2018 Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Bojonegoro Tahun 2007-2027

Suharjo, Okto Dasa Matra dan Eko Budi Santoso. (2014). Keterkaitan Sektor Ekonomi di Provinsi Jawa Timur. Jurnal Teknik Pomits, Volume 3, Nomor 2.

Tarigan, Robinson. (2005). Ekonomi Regional: Teori dan Aplikasi (Edisi Revisi). Jakarta: Bumi Aksara. Wadji, M. (2013). Teori Ekonomi Basis. http://bunda-bisa.blogspot.co.id/2013/03/teori-basis-ekonomi.html

(diakses pada 7 Maret 2016)

Gambar

Gambar 1. Bagan model analisis shift share Sumber: Ilustrasi penulis, 2016
Gambar 2. Bagan Tipologi Klassen Sumber: Ilustrasi penulis, 2016
Gambar 3. Skema pembangunan berkelanjutan Sumber: Wahyono Hadi, 2012
Gambar 4. Peta Administrasi Kabuaten Bojonegoro Sumber: RTRW Kabupaten Bojonegoro 2011-2031
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kawasan Pelestarian Alam (TN,TWA,THR) 7). Kebun meliputi areal perkebunan. 9). Lahan meliputi areal pertanian, pertambangan dll 10). Kawasan

Potensi lahan marginal untuk usaha pertanian di Indonesia sangat luas meliputi lahan kering Podsolik Merah Kuning (PMK) seluas 51 juta hektar dan lahan rawa pasang surut seluas

Identifikasi atau gambaran perkembangan perekonomian berdasarkan hasil analisis entropi, LQ, SSA dan informasi berkaitan dengan sarana infrastruktur wilayah akan menjadi

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Kawasan Pantai Samas memiliki potensi alam lahan pertanian pasir, gumuk pasir, tempat penangkaran dan konservasi penyu, potensi seni dan

Strategi pengelolaan kawasan meliputi (a) mengoptimalkan potensi keanekaragaman hayati yang mencakup flora dan fauna baik pada hutan alam maupun hutan tanaman serta ekosistem

BAB I. Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumberda- ya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam dan lingkun- gannya, yang satu

Potensi sumber daya alam Kalimantan Barat baik berupa letak geografis, luas lahan, kondisi biofisik, sosial dan ekonomi yang ditunjang dengan potensi ternak kambing lokal

Sebaran subkelas kesesuaian lahan sentra manggis wilayah barat Ketiga kecamatan tersebut memang memiliki potensi pertanian lahan kering, perkebunan dan hutan produksi paling besar