• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEMISKINAN DAN TENAGA KERJA INDONESIA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "KEMISKINAN DAN TENAGA KERJA INDONESIA"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

LOMBA KARYA TULIS ILMIAH

JUDUL

ANALISIS PENGARUH KEMISKINAN TERHADAP PERCERAIAN DAN REMITANSI DI KABUPATEN TULUNGAGUNG

Disusun oleh :

Dewi Nur Aprilianingsih (201310180311131) Angkatan 2013 Intan Mala Sari (201310180311147) Angkatan 2013

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

JALAN RAYA TLOGOMAS NO. 246 MALANG

(2)

ABSTRACT

Poverty and unemployment more dominant place in rural communities. According to the National Development Planning Agency (Bappenas) in 1997 due to the economic crisis that hit Indonesia, the number of poor increased and the highest number in the range of 1997-2002 occurred in 1998 in the amount of 49.5 million people (24.4% ) with the percentage of poor people in urban areas it was 17.6% and by 31.9% in rural areas. In 2003 the population of Indonesia, which when viewed from the percentage of poor (Head Count Index or the ratio of the poor to the total population), poor people in rural areas (20.33%) more than those in urban areas (13.57%). From these data it can be observed that the number of poor people in rural areas is much greater than that located in urban areas (BPS, 2003: 1).

Poverty and unemployment are also the background rate of divorce, migrant workers and remittances in Indonesia tpada High-impact quality of life and the economy of Indonesia.

(3)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Dewasa ini permasalahan tingkat kemiskinan merupakan masalah besar di banyak Negara Berkembang, termasuk Indonesia. Dikatakan besar, jika masalah ini terus berlarut-larut dan dibiarkan semakin parah. Kemiskinan yang ada di negara Indonesia terbilang sulit untuk diatasi oleh pemerintah, hal ini dikarenakan kemiskinan yang terstruktur dan secara kultur yang mengakibatkan masyarakat Indonesia menjadi miskin. Terkadang ada kalanya suatu kemiskinan harus benar-benar terjadi karena adanya suatu kondisi yang memaksa seseorang untuk miskin misalnya pada saat krisis ekonomi, selain itu rendahnya kesadaran masyarakat terhadap tingkat pendidikan, kesehatan dan segala kemampuan SDM yang mampu digunakan untuk proses produktivitas. Hal ini ditandai dengan rendahnya Indeks Pembangunan Manusia di Indonesia, (Eny Haryati, 2006) rendahnya IPM pada peringkat 109 dari 175 negara yang diukur (United Nations Development Program, 2007) menjadi pertanda bahwa relatif rendahnya kualitas hidup sebagian besar rakyat Indonesia masih menjadi masalah krusial yang belum mendapatkan jalan keluar. Dalam hal ini masalah yang menjadi pokok setelah diketahui tingkat rendahnya IPM masyarakat adalah pengangguran dan kemiskinan.

Kemiskinan merupakan masalah yang menyangkut banyak aspek karena berkaitan dengan pendapatan yang rendah, buta huruf, tingkat kesehatan yang rendah, dan ketidaksamaan derajat antar jenis kelamin serta buruknya lingkungan hidup (World Bank, 2004). Di samping itu, kemiskinan juga berkaitan dengan keterbatasan lapangan pekerjaan dan biasanya mereka yang dikategorikan miskin tidak memiliki pekerjaan (pengangguran), serta tingkat pendidikan dan kesehatan mereka pada umumnya tidak memadai.

Kemiskinan dan pengangguran lebih dominan terjadi di masyarakat perdesaan. Menurut Badan Perencana dan Pembangunan Nasional (Bappenas) pada tahun 1997 seiring dengan terjadinya krisis ekonomi yang melanda Indonesia, jumlah penduduk miskin meningkat dan jumlah tertinggi pada rentang tahun 1997-2002 terjadi pada tahun 1998 yaitu sebesar 49,5 juta jiwa (24,4%) dengan persentase penduduk miskin di perkotaan sebesar 17,6% dan di perdesaan sebesar 31,9%. Tahun 2003 jumlah penduduk Indonesia, dimana bila dilihat dari persentase penduduk miskin (Head Count Index atau rasio penduduk miskin terhadap total penduduk), penduduk miskin di perdesaan (20,33%) lebih banyak daripada yang berada di perkotaan (13,57%). Dari data tersebut dapat dicermati bahwa jumlah penduduk miskin di perdesaan jauh lebih besar dari yang berada di perkotaan (BPS, 2003:1).

(4)

berupa mencari lowongan pekerjaan ke luar negeri atau lebih akrab dikenal sebagai Tenaga Kerja Indonesia (TKI). Menurut Bank Indonesia tahun 2008, tidak kurang dari 3 juta orang TKI di sektor formal maupun informal yang bekerja di luar negeri pada tahun 2006 menghasilkan remitansi yang tidak kurang dari Rp 24 triliun per tahun dengan kontribusi terhadap Gross Domestic Product (GDP) berkisar 11%.

TKI merupakan salah satu pahlawan devisa negara, selain itu TKI juga merupakan solusi atas pengangguran dan kemiskinan. Sebagai orang yang bekerja demi tulang punggung keluarga, pada waktu tertentu mereka mengirimkan sebagian penghasilan yang didapatkan mereka kepada keluarganya yang disebut sebagai remitansi. Aliran remintasi TKI mengundang berbagai asumsi tentang implikasi yang dilahirkan. Berpengaruh positif terhadap efektifitas pembangunan daerah, remitansi TKI juga dimanfaatkan untuk menciptakan usaha ekonomi produktif (investasi), maka remitansi TKI berpeluang dapat mendongkrak berkembangnya perekonomian daerah. Disisi lain adanya remitansi TKI yang dikirimkan kepada keluarga yang bersangkutan, diduga memicu meningkatnya perderan uang di daerah tersebut. hal ini dapat menimbulkan masalah baru yaitu terjadinya inflasi dan menyebabkan perubahan pola hidup hedonis dan konsumtif. Ironisnya, meski menjadi TKI diyakini merupakan salah satu solusi untuk mengatasi persoalan pengangguran dan kemiskinan, namun keberadaan TKI ternyata memicu lahirnya masalah.

Sejumlah permasalahan di bawah ini menjadi problema klasik yang cukup serius di sektor ketenagakerjaan, terutama yang terjadi di kalangan para TKI, diantaranya: TKI cenderung tidak memiliki keahlian kompetitif; relasi sosial antara TKI dengan majikannya; TKI rentan menjadi obyek eksploitasi oleh sejumlah aktor; sebagian TKI menghadapi masalah keluarga yang rumit pasca menjadi TKI; pola hidup hedonis menjadi fenomena dikalangan TKI dan keluarga TKI yang telah mengalami peningkatan status sosial-ekonomi; jumlah TKI ilegal cukup besar. Sejarah mencatat bahwa dari 1,2 juta orang TKI ilegal yang ada di Malaysia pada tahun 2004; 820 ribu orang (68,33%) diantaranya diperkirakan berasal dari Indonesia (Depnakertrans, dalam Haryati 2004).

(5)

dimana setiap harinya mencapai 20 pengajuan perceraian. Hal ini menyebabkan tingginya keberadaan janda di Kabupaten Tulungagung.

B. Rumusan Masalah

1) Bagaimana hubungan kemiskinan dan TKI terhadap tingginya tingkat perceraian di Kabupaten Tulungagung tahun 2010?

2) Bagaimana kontribusi remitansi TKI terhadap pola konsumsi masyarakat di Kabupaten Tulungagung tahun 2010?

C. Tujuan

1) Untuk mengetahui hubungan kemiskinan dan TKI terhadap tingginya tingkat perceraian di Kabupaten Tulungagung tahun 2010.

2) Untuk mengetahui kontribusi remitansi TKI terhadap pola konsumsi masyarakat di Kabupaten Tulungagung tahun 2010.

D. Manfaat Penelitian

Ada pun kegunaan dalam penelitian ini adalah: 1) Bagi Pemerintah Pusat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan bahan masukan bagi pemerintah pusat dalam menganalisis kemiskinan, dan pengaruh Tenaga Kerja Indonesia terhadap pola konsumsi dan tingginya tingkat perceraian di Kabupaten Tulungagung tahun 2010.

2) Bagi calon peneliti

Penelitian ini untuk menambahkan wawasan peneliti yang berhubungan dengan kemiskinan, dan pengaruh Tenaga Kerja Indonesia terhadap pola konsumsi dan tingginya tingkat perceraian di KabupatenTulungagung, dan hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu referensi untuk melakukan penelitian sejenis lainnya.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Kemiskinan

Garis kemiskinan berdasarkan kebutuhan minimum rumah tangga adalah senilai 2.140 kg beras setiap orang per tahun di pedesaan dan 360 kg beras setiap orang per tahun di daerah kota. Penetapan garis kemiskinan ini yang setara dengan nilai beras dimaksudkan ini untuk dapat membandingkan tingkat hidup antar waktu dan perbedaan harga kebutuhan harga pokok antar wilayah. Pendapat Sajogyo ini pada masa berikutnya dapat kritikan dari Both dan Sundrum, karena dalam kenyataannya beras tidak merupakan bahan kebutuhan pokok penduduk pedesaan yang miskin terutama di Pulau Jawa (Sajogyo 1997).

(6)

Meskipun kemiskinan yang paling parah terdapat di dunia berkembang, ada bukti tentang kemiskinan di setiap region. Di negara-negara maju, kondisi ini menghadirkan kaum tuna wisma yang berkelana ke sana kemari dan daerah pinggiran kota yang miskin. Kemiskinan dapat dilihat sebagai kondisi kolektif masyarakat miskin, dan dalam pengertian ini keseluruhan negara kadang-kadang dianggap miskin. Untuk menghindari stigma ini, negara-negara ini biasanya disebut sebagai negara berkembang.

Sedangkan Menurut Badan Pusat Statistik (2007) agar seseorang dapat hidup layak, pemenuhan akan kebutuhan makanan saja tidak akan cukup, oleh karena itu perlu pula dipenuhi kebutuhan dasar bukan makanan, seperti perumahan, pendidikan, kesehatan, pakaian, serta aneka barang dan jasa lainnya. Ringkasnya, garis kemiskinan terdiri atas dua komponen, yaitu garis kemiskinan makanan dan bukan makanan.

B. Faktor-faktor Penyebab Kemiskinan

1) Faktor penyebab kemiskinan menurut Paul Spicker (2002, Poverty and the Welfare State : Dispelling the Myths, A Catalyst Working Paper, London: Catalyzt.) penyebab kemiskinan dapat dibagi dalam empat mahzab:

Individual explanation, diakibatkan oleh karakteristik orang miskin itu sendiri: malas, pilihan yang salah, gagal dalam bekerja, cacat bawaan, belum siap memiliki anak dan sebagainya.

Familial explanation, akibat faktor keturunan, dimana antar generasi terjadi ketidakberuntungan yang berulang, terutama akibat pendidikan.

Subcultural explanation, akibat karakteristik perilaku suatu lingkungan yang berakibat pada moral dari masyarakat.

Structural explanations, menganggap kemiskinan sebagai produk dari masyarakat yang menciptakan ketidakseimbangan dengan pembedaan status atau hak.

2) Faktor penyebab kemiskinan menurut Sharp et al. (Sharp, A. M., Register, C.A., Grimes , P.W. (2000), Economics of Social Issues 14th edition, New york: Irwin/McGraw-Hill meliputi:

 Rendahnya kualitas angkatan kerja.

Salah satu penyebab terjaadinya kemiskinan adalah karena rendahnya kualitas angkatan kerja. Kualitas angkatan kerja ini bisa dilihat dari angka buta huruf. Sebagai contoh Amerika Serikat hanya mempunyai angka buta huruf sebesar 1%, dibandingkan dengan Ethiopia yang mempunyai angka diatas 50%.

 Akses yang sulit terhadap kepemilikan modal.

Kepemilikan modal yang sedikit serta rasio antara modal dan tenaga kerja (capital-to-labour rations) menghasilkan produktivitas yang rendah yang pada akhirnya menjadi faktor penyebab kemiskinan.

 Rendahnya tingkat penguasaan teknologi.

(7)

satunya bisa dilihat dari penggunaan alat-alat produksi yang masih tradisional.

 Penggunaan sumberdaya yang tidak efisien.

Negara miskin sumber daya yang tersedia tidak dipergunakan secara penuh dan efisien. Pada tingkat rumah tangga penggunaan sumber daya biasanya masih bersifat tradisional yang menyebabkan terjadinya inefisiensi.

 Pertumbuhan penduduk yang tinggi.

Menurut teori Malthus jumlah penduduk berkembang sesuai deret ukur sedangkan produksi bahan pangan berkembang sesuai deret hitung. Hal ini mengakibatkan kelebihan penduduk dan kekurangan bahan pangan. Kekurangan bahan pangan merupakan salah satu indikasi terjadinya kemiskinan.

3) Penyebab kemiskinan menurut Kuncoro (2000:107) sebagai berikut:

 Secara makro, kemiskinan muncul karena adanya ketidak samaan pola kepemilikan sumber daya yang menimbulkan distribusi pendapatan timpang, penduduk miskin hanya memilki sumber daya dalam jumlah yang terbatas dan kualitasnya rendah.

 Kemiskinan muncul akibat perbedaan kualitas sumber daya manusia karena kualitas sumber daya manusia yang rendah berarti produktivitasnya juga rendah, upahnyapun rendah.

 Kemiskinan muncul karena perbedaan akses dan modal.

4) Sendalam Ismawan (2003:102) mengutarakan bahwa penyebab kemiskinan dan keterbelakangan adalah persoalan aksesibilitas.

Akibat keterbatasan dan ketertiadaan akses manusia mempunyai keterbatasan (bahkan tidak ada) pilihan untuk mengembangkan hidupnya, kecuali menjalankan apa terpaksa saat ini yang dapat dilakukan (bukan apa yang seharusnya dilakukan). Dengan demikian manusia mempunyai keterbatasan dalam melakukan pilihan, akibatnya potensi manusia untuk mengembangkan hidupnya menjadi terhambat.

5) Penyebab kemiskinan menurut Nazara, Suhaisil (2007:23) sebagai berikut:

 Kemiskinan selalu dikaitkan dengan ketidakmampuan dalam mencapai pendidikan tinggi.

Hal ini berkaitan dengan mahalnya biaya pendidikan, walaupun pemerintah Indonesia telah mengeluarkan kebijakan untuk membebaskan uang bayaran di tingkat Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP), namun komponen biaya pendidikan lain yang harus dikeluarkan masih cukup tinggi, seperti uang buku dan seragam sekolah. Biaya yang harus dikeluarkan orang miskin untuk menyekolahkan anaknya juga harus termasuk biaya kehilangan dari pendapatan (apportunity cost) jika anak mereka bekerja.

(8)

hal ini diperkuat dengan hasil studi yang dilakukan oleh Suryahadi et al. (2006), yang menemukan bahwa selama periode 1984 dan 2002, baik di wilayah pedesaan maupun perkotaan, sektor pertanian merupakan penyebab utama kemiskinan. Dalam studi tersebut juga ditemukan bahwa sektor pertanian sektor pertanian menyumbang lebih dari 50 persen terhadap total kemiskinan di Indonesia dan ini sangat kontras jika dibandingkan dengan sektor jasa dan industri. Dengan demikian tingginya tingkat kemiskinan di sektor pertanian menyebabkan kemiskinan diantara kepala rumah tangga yang bekerja di sektor pertanian menjadi lebih tinggi dibandingkan dengan mereka yang bekerja di sektor lainnya.

 Hubungan antara kemiskinan dan gender.

Di Indonesia sangat terasa sekali dimensi gender dalam kemiskinan, yaitu dari beberapa indikator kemiskinan seperti tingkat buta huruf, angka pengangguran, pekerja di sektor informal dan lain-lainnya, penduduk perempuan memiliki posisi yang lebih tidak menguntungkan daripada penduduk laki-laki (ILO:2004).

 Hubungan antara kemiskinan dengan kurangnya akses terhadap berbagai pelayanan dasar infrastruktur.

Sistem infrastruktur yang baik akan meningkatkan pendapatan orang miskin secara langsung dan tidak langsung melalui penyediaan layanan kesehatan, pendidikan, transportasi, telekomunikasi, akses energi, air dan kondisi sanitasi yang lebih baik (Sida; 1996).

 Lokasi geografis.

(9)

Lingkaran Setan Kemiskinan (The Vicious Circle of Poverty)

Ketidaksempurnaan pasar, Keterbelakangan, Ketertinggalan

Tabungan Rendah

Investasi Rendah Produktivitas Rendah

Kekurangan Modal

Pendapatan Rendah Gambar 1.1

Sumber: Tulus Tambunan T.H. 2008 dalam Pembangunan Ekonomi & Utang Luar Negeri

Faktor-faktor tersebut ada keterkaitan satu sama lainnya yang membentuk lingkaran setan kemiskinan (vicious circle of poverty). Rumah tangga miskin pada umunya berpendidikan rendah dan terpusat di daerah pedesaan, karena berpendidikan rendah, maka produktivitasnya rendah sehingga imbalan yang akan diperoleh tidak memadai untuk memenuhi kebutuhan pangan, sandang, kesehatan, perumahan, dan pendidikan. Akibatnya, rumah tangga miksin pula pada generasi berikutnya. Selain itu, adanya keterbelakangan, ketidaksempurnaan pasar, dan kurangnya modal juga menyebabkan rendahnya produktivitas. Rendahnya produktivitas mengakibatkan rendahnya pendapatan yang diterima. Rendahnya pendapatan akan berimplikasi pada rendahnya tabungan dan investasi. Rendahnya investasi berakibat pada keterbelakangan, dan seterusnya1.

(10)

C. Indikator Kemiskinan kemiskinan relatif, dan kemiskinan subyektif2. Kemiskinan absolut dirumuskan

dengan membuat ukuran tertentu yang kongkrit (a fixed yardstick). Masing-masing negara mempunyai batasan kemiskinan absolut yang berbeda-beda sebab kebutuhan hidup dasar masyarakat yang dipergunakan sebagai acuan memang berlainan. Karena ukurannya dipastikan, konsep kemiskinan ini mengenal garis batas kemiskinan.

Konsep kemiskinan relatif dirumuskan berdasarkan “the idea of relative standard” yaitu dengan memperhatikan dimensi tempat dan waktu. Dasar asumsinya adalah kemiskinan disuatu daerah berbeda dengan daerah lainnya, dan kemiskinan pada suatu waktu berbeda dengan waktu yang lain. Konsep kemiskinan semacam ini lazimnya diukur berdasarkan pertimbangan (in terms of judgement) anggota masyarakattertentu dengan berorientasi pada derajat kelayakan hidup. Konsep ini juga dikritik, terutama karena sangat sulit dan terus berubah-ubah. Layak bagi komunitas tertentuboleh jadi tidak layak bagi komunitas lain, demikian juga layak pada saat sekarang boleh jadi tidak untuk mendatang.

Sedangkan kemiskinan subyektif dirumuskan berdasarkan persaan kelompok miskin itu sendiri. Konsep ini tidak mengenal a fixed yardstick, tidak memperhitungkan the idea of relatives standard. Kelompok yang menurut ukuran kita berada di bawah garis kemiskinan, boleh jadi menganggap dirinya sendiri miskin atau sebaliknya. Dan kelompok yang dalam perasaan kita tergolong hidup dalam kondisi tidak layak, boleh jadi tidak menganggap seperti

(11)

itu. Oleh karenanya, konsep ini dianggap lebih tepat apabila dipergunakan untuk memahami kemisinan dan merumuskan cara atau strategi yang efektif untuk penanggulangannya.

E. Dimensi Kemiskinan

Ada dua macam persepekti yang lazim dipergunakan untuk mendekati masalah kemiskinan, yaitu perspektif kultural (cultural perspective) dan perspektif struktural atau situasional (situational perspective)3. Perspektif kultural mendekati masalah kemiskinan pada tiga tingkat analisis, yaitu individual, keluarga, dan masyarakat. Pada tingkat individual, kemiskinan ditandai dengan sifat yang lazim disebut dengan a strong feeling of marginality seperti sikap parokial, apatisme, fatalisme, atau pasrah pada nasib, boros, tergantung, dan inferior. Pada tingkat keluarga, kemiskinan ditandai dengan jumlah anggota keluarga yang besar dan free union or consensual marriages. Dan pada tingkat masyarakat, kemiskinan terutama ditunjukkan oleh tidak terintergasinya kaum miskin dengan institusi-institusi masyarakat yang efektif. Mereka sering kali mendapat perlakuan sebagai obyek yang perlu digarap daripada sebagai subyek yang perlu diberi peluang untuk berkembang.

Sedangkan menurut perspektif situasional, masalah kemiskinan dilihat sebagai dampak dari sistem ekonomi yang mengutamakan pertumbuhan (growth) dan kurang memperhatikan pemerataan hasil pembangunan.

Secara sosiologis, dimensi struktural kemiskinan dapat ditelusuri melalui “institutional arrangements” yang hidup dan berkembang dalam masyarakat kita. Asumsi dasarnya adalah bahwa kemiskinan tidak semata-mata berakar pada “kelemahan diri”, sebagaimana dipahami dalam perspektif kultural seperti diungkap diatas. Kemiskinan semacam itu justru merupakan konsekuensi dari pilihan-pilihan strategi pembangunan ekonomi yang selama ini dilaksanakan serta dari pengambilan posisi pemerintahan dalam perencanaan dan implementasi pembangunan ekonomi.

F. Definisi Tenaga Kerja

Tenaga kerja berasal dari dua suku kata yakni tenaga dan kerja. Tenaga berarti potensi atau kapasitas untuk menimbulkan gerak atau perpindahan tempat pada suatu masa. Sedangkan kerja diartikan sebagai banyaknya tenaga yang harus dikeluarkan dalam kurun waktu tertentu untuk dapat menghasilkan sesuatu. Dengan demikian tenaga kerja dapat diartikan sebagai kemampuan seorang untuk mengeluarkan usaha pada tiap satuan waktu guna menghasilkan sesuatu baik berupa barang atau jasa, yang digunakan baik untuk dirinya sendiri ataupun untuk orang lain (Handono, 2004: 24).

Menurut Sumarsono (2003: 6) tenaga kerja adalah semua orang yang bersedia sanggup bekerja, dimana tenaga kerja ini meliputi semua orang yang bekerja baik untuk diri sendiri ataupun untuk anggota keluarganya yang tidak menerima imbalan dalam bentuk upah atau semua orang yang sesungguhnya bersedia dan mampu untuk bekerja, dalam arti mereka yang sesungguhnya bersedia dan mampu untuk bekerja, dalam arti mereka menganggur dengan terpaksa karena tidak adanya kesempatan kerja.

(12)

Menurut Dumairy dalam Dewantara (2004: 8) menyatakan bahwa yang termasuk dalam tenaga kerja adalah semua penduduk yang mempunyai umur di dalam batas usia kerja. Setiap negara menentukan batas usia yang berbeda tergantung situasi tenaga kerja di negara tersebut. Pada Sensus Penduduk (SP) tahun 1971, 1980, dan 1990, Indonesia menggunakan patokan seluruh penduduk berusia 10 tahun keatas. Namun sejak SP 2000, yang termasuk tenaga kerja adalah penduduk yang berusia 15 tahun atau lebih, hal ini sesuai dengan ketentuan internasional. Perhitungan jumlah tenaga kerja dapat dilakukan dengan menjumlahkan seluruh penduduk usia kerja, 15 tahun keatas, dalam suatu negara. Sedangkan persentase tenaga kerja dalam satu negara dapat dihitung dengan membandingkan antara total penduduk dalam usia kerja dengan total penduduk dalam usia kerja dengan total keseluruhan penduduk.

G. Tenaga Kerja Indonesia (TKI)

Tenaga Kerja Indonesia atau disebut dengan TKI adalah setiap warga negara Indonesia yang memenuhi syarat untuk bekerja di luar negeri dalam hubungan kerja untuk jangka waktu tertentu dengan menerima upah. Sedangkan Calon Tenaga Kerja Indonesia atau disebut dengan calon TKI adalah setiap warga negara Indonesia yang memenuhi syarat sebagai pencari kerja yang akan bekerja di luar negeri dan terdaftar di instansi Pemerintah Kabupaten/Kota yang bertanggungjawab di bidang ketenagakerjaan (UU No.39 tahun 2004).

Menurut buku pedoman pengawasan perusahaan tenaga kerja Indonesia adalah warga negara Indonesia baik laki-laki maupun perempuan yang melakukan kegiatan di bidang perekonomian,sosial, keilmuan, kesenian, dan olahraga profesional serta mengikuti pelatihan kerja di luar negeri baik di darat, laut maupun udara dalam jangka waktu tertentu berdasarkan perjanjian kerja.

Kategori yang menyebabkan tenaga kerja dikatakan ilegal, diantaranya (Depnakertrans, 2002: 49):

a) TKI berangkat bekerja ke luar negeri tidak melengkapi diri dengan paspor, visa kerja, dan dokumen lainnya;

b) TKI berangkat ke luar negeri dengan menggunakan paspor dan visa kunjungan (tidak untuk bekerja);

c) TKI berangkat bekerja ke luar negeri dengan dokumen lengkap namun setelah masa berlakunya paspor dan visa kerja habis tidak diperpanjang lagi; dan

d) TKI yang bekerja ke luar negeri berpindah kepada penggunaan jasa yang lain sehingga dokumen yang ada tidak sesuai lagi.

H. Definisi Perceraian

(13)

Menurut Undang-Undang perkawinan perceraian adalah perpisahan berdasarkan fakta legal menurut undang-undang yang berlaku. Definisi pecraian di pengadilan agama, dilihat dari putusnya perkawinan, adalah karena kematian, karena peceraian dan karena putusnya pengadilan. Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan tidak memberikan definisi yang tegas mengenai perceraian secara khusus4.

I. Faktor-faktor Penyebab Perceraian

Menurut Nakamura (1989), Turner & Helms (1995), Lusiana Sudarto & Henny E. Wirawan (2001), beberapa faktor yang menyebabkan perceraian yaitu sebagai berikut:

1) Kekerasan Verbal

Kekerasan verbal (verbal violance) merupakan sebuah penganiayaan yang dilakukan oleh seorang pasangan terhadap pasangan lainnya, dengan menggunkan kata-kata, ungkapan kalimat yang kasar, tidak menghargai, mengejek, mencaci-maki, menghina, menyakiti perasaan dan merendahkan harkat-martabat. Akibat mendengarkan dan menghadapi perilaku pasangan hidup yang demikian, membuat seorang merasa terhina, kecewa, terluka batinnya dan tidak betah untuk hidup berdampingan dalam perkawinan. 2) Masalah Ekonomi-Finansial

Salah satu faktor keberlangsungan dan kebahagiaan sebuah perkawinan sangat dipengaruhi oleh kehidupan ekonomi-finansialnya. Keutuhan-kebutuhan hidup akan dapat tercukupi dengan baik bila pasangan suami-istri memiliki sumber finansial yang memadai. Dalam masyarakat tradisional maupun modern, seorang suami tetap memegang peran besar untuk menopang ekonomi keluarga, sehingga mau tidak mau seorang suami harus bekerja agar dapat memiliki penghasilan. Oleh karena itu, dengan keuangan tersebut akan dapat menegakkan kebutuhan ekonomi keluarganya. Sebaliknya dengan adanya kondisi masalah keuangan atau ekonomi akan berakibat buruk seperti kebutuhan-kebutuhan tidak dapat terpenuhi dengan baik, anak-anak mengalami kelaparan, mudah sakit, mudah menimbulkan konflik pertengkaran suami-istri, akhirnya berdampak dengan munculnya pereraian (Nakamura, 1990).

3) Masalah Perilaku Buruk Seperti Kebiasaan Berjudi

Perjudian (gambling) merupakan aktivitas seseorang untuk memperoleh keberuntungan yang lebih besar dengan mempertaruhkan sejumlah uang tertentu. Seorang suami seharusnya menganggarkan kebutuhan finansial untuk keperluan keluarga secara bijaksana. Penghasilan yang diperoleh melalui usaha atau bekerja, dipergunakan untuk mencukupi kebutuhan keluarga dan sebagian lagi ditabung (investasi) untuk keperluan masa depan, seperti keperluan membeli rumah, mobil, atau pendidikan anak-anak. Namun ketika seorang suami melupakan atau mengabaikan kebutuhan keluarga, sehingga semua penghasilan dipertaruhkan untuk kegiatan perjudian, maka hal ini sangat mengecewakan bagi istri maupun anak-anak. Mereka tidak dapat menikmati kehidupan yang sejahtera dan selalu menderita secara finansial.

(14)

4) Perselingkuhan

Perselingkuhan merupakan sebuah perzinaan yang dilakukan oleh seorang terhadap orang lain yang bukan pasangan hidup yang syah, padahal ia relatif terikat dalam perkawinan secara resmi dengan pasangan hidupnya. Jadi perselingkuhan sebagai aktivitas hubungan sexual di luar perkawinan (extra-marital sexual relationship) (Soesmaliyah Soewondo, 2001) dan mungkin semula tidak diketahui oleh pasangan hidupnya, akan tetapi lama-kelamaan diketahui secara pasti (Satiadarma, 2001). Oleh karena itu, seseorang akan merasa sakit hati, sedih, stres, dan depresi setelah mengetahui bahwa pasangan hidupnya melakukan perselingkuhan. Akibat dari semua itu, kemungkinan seseorang memilih untuk bercerai dari pasangan hidupnya (Lusiana Sudarto & Henny E. Wirawan, 2001). Perselingkuhan dapat dilakukan oleh siapa saja yaitu tergantung siapa yang melakukannya apakah dilakukan oleh istri atau suami (Satiadarma, 2001). 5) Penyalahgunaan narkoba

Banyak orang yang memiliki perilaku tempramental, agresif, kasar dan tidak bisa mengendalikan emosi, akibat penyalahgunaan dan ketergantungan terhadap minum-minuman keras atau narkoba (narkotika dan obat-obatan terlarang). Akibat pengaruh ketergantungan alkohol atau obat-obatan, gambaran seseorang berperangai sangat buruk. Hal ini menyebabkan penderitaan dan tekanan batin pasangan hidup maupun anak-anaknya. Dengan dasar pemikiran tersebut, akhirnya seseorang dapat menggugat pasangan hidupnya untuk bercerai.

J. Konsep Remitansi

(15)

Mulai

Identifikasi Permasalahan

Studi Literatur

Pengumpulan Data

Evaluasi Data

Analisa Wilayah Terdampak

Penarikan Kesimpulan

Finis

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Secara garis besar, tahapan penelitian digambarkan pada diagram berikut: Gambar 3.1. Flowchart Metode Pelaksanaan

Sumber: Penulis, 2015

A. Identifikasi Permasalahan dan Pendekatan Penelitian

Tahapan ini merupakan tahap awal dalam penelitian ini. Permasalahan hubungan kemiskinan dan TKI terhadap tingginya tingkat perceraian di Kabupaten Blitar dan kontribusi remitansi TKI terhadap pola konsumsi masyarakat di Kabupaten Tulungagung akan dikaji pada tahap ini.

Pendekatan yang digunakan adalah kualitatif dan kuantitatif. Pendekatan kualitatif digunakan untuk mengetahui pengaruh kemiskinan terhadap perceraian dan remitansi TKI di Kabupaten Tulungagung. Sedangkan jumlah penduduk miskin, persentase perceraian, dan remitansi digali melalui pendekatan kuantitatif.

B. Studi Literatur

(16)

dari internet yang berhubungan dengan cara identifikasi dan parameter-parameter kemiskinan.

C. Pengumpulan Data

Pengumpulan data ialah tahapan yang dilakukan dimana data-data terkait yang dibutuhkan untuk identifikasi kemiskinan dikumpulkan. Dalam hal ini, data yang dibutuhkan meliputi data kemiskinan Kabupaten Tulungagung, data TKI Kabupaten Tulungagung, data perceraian Kabupaten Tulungagung, dan data remitansi Kabupaten Tulungagung.

D. Evaluasi Data

Setelah data yang dibutuhkan dalam penelitian ini didapatkan, maka langkah yang dilakukan selanjutnya adalah melakukan proses evaluasi data. Dalam hal ini, proses yang dilakukan adalah menyajikan data kemiskinan Kabupaten Tulungagung, data TKI Kabupaten Tulungagung, data perceraian Kabupaten Tulungagung, dan data remitansi Kabupaten Tulungagung.

E. Analisa Wilayah Terdampak

Pada tahapan ini dilakukan analisis dari hasil interpretasi penyajian data mengenai wilayah terdampak kemiskinan di Kabupaten Tulungagung, sehingga untuk analisis lebih lanjut dapat digunakan untuk upaya penanggulangan masalah kemiskinan yang berdampak terhadap perceraian.

F. Penarikan Kesimpulan

Penarikan kesimpulan didapat dari hasil analisa dan pembahasan yang telah dilakukan yang dijadikan rujukan bagi instansi terkait maupun masyarakat setempat unuk menanggulangi dan mengurangi dampak kemiskinan yang berdampak terhadap perceraian tersebut.

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Geografis

Kabupaten Tulungagung merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Timur. Terletak kurang lebih 154 km ke arah Barat Daya dari Kota Surabaya. Luas Kabupaten Tulungagung mencapai 1.150,41 Km2. Kabupaten

Tulungagung merupakan dataran rendah, perbukitan bergelombang serta lereng Gunung Wilis. Adapun secara garis besar dibedakan menjadi bagian utara (barat daya) +25%, adalah daerah gunung yang relatif subur yang merupakan tenggara dari Gunung Wilis, bagian selatan seluas +40% adalah daerah perbukitan yang relatif tandus, namun kaya akan potensi hutan dan bahan tambang merupakan bagian dari pegunungan selatan Jawa Timur, bagian tengah seluas +35% adalah dataran rendah yang subur dimana dataran ini dilalui oleh Sungai Brantas dan Sungai Ngrowo beserta cabang-cabangnya.

(17)

pekarangan dan bangunan serta hutan negara hampir serupa yaitu kurang 35% (BPS Tulungagung 2009). Dengan potensi lahan sawah dan tegalan yang dimilikinya, komoditas utama yang dihasilkan di Kabupaten Tulungagung bagian selatan seperti Kecamatan Rejotangan, Pucanglaban, Tanggunggunung, dan Kecamatan Bandung antara lain padi, keledai, jagung, kacang tanah dan ubi kayu (BPM-PD Tulungagung 2009).

Sejauh ini, berbagai potensi sumberdaya alam yang terdapat di Kabupaten Tulungagung, seperti potensi pertanian, kehutanan, perikanan dan peternakan belum dapat dioptimalkan oleh masyarakat. Hal ini terlihat dari belum adanya usaha pengolahan hasil produksi lebih lanjut. Keberadaan industri pengolahan di desa ini masih sangat minim dan masih dalam skala industri rumah tangga.

B. Kondisi Kependudukan

Kabupaten Tulungagung memiliki jumlah penduduk sebanyak 1.030.926 jiwa, dengan tingkat kepadatan penduduk rata-rata 896 jiwa/km2. Pencari kerja

yang terdaftar di Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi pada tahun 2009 sebesar 16.853 jiwa, yang didominasi lulusan SMA sebesar 61,69 persen. Pencari kerja yang telah disalurkan menurut lapangan pekerjaan terbesar di sektor kegiatan lainnya yaitu sebesar 70,40 persen. Sedangkan sekitar 29,60 persen sisanya masih belum mendapatkan pekerjaan (pengangguran). Hal tersebut menyebabkan nilai rasio ketergantungan di Kabupaten Tulungagung cukup tinggi. Nilai rasio ketergantungan dapat memberikan gambaran mengenai besarnya beban tanggungan suatu wilayah, ketika penduduk usia produktif menanggung kebutuhan penduduk belum/tidak produktif, yang dapat menghambat atau mendorong kegiatan ekonomi di wilayah tersebut.

Terhambatnya kegiatan ekonomi di kabupaten ini terlihat dari tingkat kemiskinan penduduknya. Hasil pendataan BPS Kabupaten Tulungagung menunjukkan bahwa jumlah penduduk miskin tercatat 105.400jiwa atau sekitar 20,64 persen rumah tangga miskin di Kabupaten Tulungagung. Hal ini dapat menggambarkan bahwa kondisi kesejahteraan penduduk di kabupaten Tulungagung masih rendah.

(18)

terpilih berumur 15 tahun ke atas adalah petani (22,0 persen), TKI dengan berbagai pekerjaan (19,6 persen) dan buruh kasar (7,3 persen).

C. Migrasi Tenaga Kerja Indonesia (TKI)

Pengiriman tenaga kerja Indonesia (TKI) di kabupaten Tulungagung ke luar negeri dimulai pada awal dekade 1980-an, seiring dengan usaha pemerintah mendorong pengiriman TKI sejak tahun 1979. Kabupaten Tulungagung bersama dengan Blitar, Kediri dan Madiun dikenal sebagai daerah pelopor pengiriman TKI ke luar negeri di Kabupaten Tulungagung adalah Kecamatan Kalidawir. Namun, terdapat pula kecamatan-kecamatan lain yang dikenal sebagai kantong TKI di Tulungagung antara lain kecamatan Rejotangan, kecamatan Besuki, dan kecamatan Bandung. Seluruh kecamatan tersebut berada di Tulungagung bagian selatan, banyak migran berangkat dari daerah-daerah tersebut akibat ketidakmampuan mereka mengakses kegiatan ekonomi yang memberikan penghasilan yang dapat menghidupi mereka.

Migrasi TKI di Kabupaten Tulungagung, terutama akibat terbatasnya peluang kerja bagi penduduk usia kerja di desa ini. Tingkat pendidikan yang relatif rendah menyebabkan tidak banyak pilihan kerja yang dapat dilakukan oleh penduduk setempat akibat terbatasnya sumber pendapatan di kabupaten ini menjadi salah satu pendorong terjadinya mobilitas TKI ke luar negeri.

Tabel 4.1. Distribusi Persentase Anggota Rumah Tangga yang Pernah/Sedang Bekerja Sebagai TKI menurut Negara Tujuan Bekerja Pertama

(19)

Sumber: Data Sekunder Penelitian Dampak Migrasi TKI terhadap Keluarga dan Daerah Asal, PPK-LIPI 2010

D. Pengaruh TKI terhadap Tingginya Kasus Perceraian

Perceraian (divorce) merupakan suatu peristiwa perpisahan secara resmi antara pasangan suami-istri dan mereka berketatapan untuk tidak menjalankan tugas dan kewajiban debagai suami-istri. Mereka tidak lagi hidup dan tinggal serumah bersama, karena tidak ada ikatan yang resmi. Mereka yang telah bercerai tetapi belum memiliki anak, maka perpisahan tidak menimbulkan dampak traumatis psikologis bagi anak-anak. Namun mereka yang telah memiliki keturunan, tentu saja perceraian menimbulkan masalah psiko-emosional bagi anak-anak (Amato, 2000; Olson & DeFrain, 2003).

(20)

perceraian semakin tinggi, seperti tingginya kasus perceraian di Kabupaten Tulungagung. Berdasarkan data di Pengadilan Agama di Tulungagung yang membawahi wilayah Kabupaten Tulungagung, angka perceraian pada tahun 2010 terdapat 2.965 kasus perceraian, 3.058 pada tahun 2011, dan tercatat dimana setiap harinya mencapai 20 pengajuan perceraian. Menurut Pengadilan Agama Tulungagung untuk tahun 2010 yang paling banyak disebabkan faktor tidak ada tanggungjawab pasca menjadi TKI, tercatat 1.114 perkara. Disusul faktor tidak ada keharmonisan sebanyak 675 dan faktor ekonomi sebanyak 582 perkara. Sedangkan tahun 2011 faktor penyebab yang paling banyak juga karena tidak ada tanggungjawab pasca menjadi TKI 972 perkara, lalu faktor ketidakharmonisan 755 perkara, dan faktor ekonomi sebanyak 582 perkara. E. Remitansi dan Implikasinya

Remitansi adalah dana yang dibawa masuk oleh pekerja migran ke negara asalnya, baik berupa uang tunai maupun barang. Remitansi merupakan salah satu sumber daya ekonomi yang penting bagi keluarga, masyarakat, daerah, dan negara pengirim tenaga kerja migran. Di beberapa daerah pengirim TKI, remitansi juga merupakan fenomena umum dan memiliki peran besar dalam perekonomian daerah maupun tingkat rumah tangga dan masyarakat. Pengiriman uang biasanya melalui jalur formal (seperti perbankan, jasa pengiriman uang, kantor pos) maupun informal (misalnya dititipkan pada seorang atau dibawa sendiri ketika pulang ke daerah asal).

(21)

20050 2006 2007 2008 2009 50

100 150 200 250 300 350 400

334.98

309.46

279.77

266.65 267.65

Gambar 4.1. Jumlah remitansi di Kabupaten Tulungagung, Periode 2005-2009 (Miliar)

Aliran remitansi ke keluarga TkI di Kabupaten Tulungagung telah berjalan puluhan tahun sejalan dengan sejarah migrasi TKI di daerah ini yang menurut data survei sudah terjadi sejak 1979. Data survei menunjukkan, sebanyak 93, 2 persen dari sejumlah 118 rumah tangga yang mempunyai ART sedang bekerja sebagai TKI pernah mengirim uang dalam satu tahun terakhir.

Sebagian TKI mengirim uang dengan teratur, sebagian lain hanya mengirim jika ada permintaan dari anggota keluarga di daerah asal. Namun, data menunjukkan dari 110 rumah tangga yang menerima remitansi dalam satu tahun terakhir, rata-rata penerimaan remitansi adalah 4,75 kali. Hampir sepertiga rumah tangga responden yang ART sedang bekerja sebagai TKI (30,5 persen) menerima kiriman uang antara 1-2 kali selama satu tahun terakhir. Angka ini hampir sama dengan rumah tangga yang menerima remitansi antara 3-4 kali per tahun, yaitu sebanyak (29,7 persen). Persentase rumah tangga yang mengirim uang lebih dari 7 kali dalam satu tahun terakhir lebih tinggi dibanding rumah tangga yang mengirim uang antara 5-6 kali (23,5 persen). Di antara mereka yang menerima kiriman remitansi 7 kali atau lebih, separuhnya adalah rumah tangga yang menerima kiriman uang setiap bulan (12 kali dalam satu tahun terakhir).

Fenomena umum tentang pemanfaatan remitansi adalah untuk memenuhi kebutuhan konsumsi bukan untuk diinvestasikan pada kegiatan produktif sebagai sumber pendapatan yang berkelanjutan. Namun menurut Kelly Bird seperti dikutip oleh Sarmiento (2009), pemanfaatan remitansi untuk konsumsi cenderung ditemukan pada rumah tangga TKI yang kurang mampu secara sosial-ekonomi. Namun, sejalan dengan membaiknya kondisi ekonomi karena adanya remitansi, pemanfaatan selanjutnya biasanya digunakan untuk investasi. Pemanfaatan remitansi ini juga ditemukan di Kabupaten Tulungagung.

Tabel 4.2. Pemanfaatan Remitansi

(22)

kebutuhan sehari - hari 84,5

pendidikan 51,8

kesehatan 25,5

membangun/renovasi rumah 49,1

membeli kendaraan 51,8

usaha produktif 11,8

lainnya 11,8

Sumber : Data Diolah, Dampak Migrasi TKI terhadap Keluarga dan Daerah Asal, PPK – LIPI 2010

(23)

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

Sejumlah simpulan yang dapat ditarik berdasarkan data yang diperoleh dan analisis data yang telah dilakukan : Pertama, Kabupaten Tulunggung merupakan salah satu kabupaten di daerah Jawa Timur yang tingkat penduduk miskinnya tinggi karena kegiatan ekonomi yang terhambat dan khususnya pada bagian selatan Kabupaten Tulungagung yang memiliki lahan pegunungan yang tandus, menurut BPS Kabupaten Tulungagung jumlah penduduk miskin tercatat 105.400 jiwa atau sekitar 20,64 persen rumah tangga miskin di Kabupaten Tulungagung. Yang menggambarkan bahwa kondisi kesejahteraan penduduk di Kabuapten Tulungagung masih rendah. Kesejahteraan penduduk yang rendah berimplikasi pada pendidikan yang rendah, kondisi kemiskinan masyarakat setempat juga mempengaruhi tingkat pendidikan penduduk Kabupaten Tulungagung bagian selatan. Rendahnya tingkat pendidikan masyarakat mengakibatkan terbatasnya pilihan jenis pekerjaan yang dilakukan oleh penduduk setempat. Hasil data menunjukan bahwa pekerjaan umumnya dilakukan oleh anggota rumah tangga terpilih berumur 15 tahun keatas adalah petani (22,0 persen), TKI dengan berbagai pekerjaan (19,6 persen) dan buruh kasar (7,3 persen).

Dilatar belakangi oleh kurangnya lapangan pekerjaan bagi penduduk usia kerja di desa ini dan tingkat pendidikan yang rendah karna lahan pegunungan yang tandus serta terbatasnya ketersediaan sarana pendidikan menyebabkan terjadinya mobilitas TKI keluar negeri. Adapun beberapa kecamatan yang dikenal sebagai kantong TKI di Tulungagung antara lain kecamatan Rejotangan, kecamatan Besuki, dan kecamatan Bandung. Seluruh kecamatan tersebut berada di Tulungagung bagian selatan, berbagain negara menjadi tujuan para TKI seperti Malaysia, Arab Saudi, Taiwan, Hongkong, Korea, dan Singapura.

TKI merupakan salah satu cara pengentasan masalah pengangguran dan kemiskinan. Namun, di sisi lain TKI juga membawa masalah, seperti rumitnya masalah keluarga pasca menajdi TKI diantaranya adalah kasus perceraian. Fenomena yang terjadi, mayoritas yang mengajukan perceraian adalah pihak perempuan yang lebih besar dibandingkan cerai talak. Dikarenakan setelah menjadi TKI terjadi banyak kesalahpahaman antara TKI dan keluarganya disamping itu kurangnya komunikasi mengakibatkan menurunnya keharmonisan, permasalahn spesifik yang dihadapi adalah jauhnya hubungan yang mengakibatkan terjerumusnya ke hal perjudian dan perselingkuhan, hal inilah yang mengakibatkan tingginya kasus perceraian di Kabupaten Tulungagung.

(24)
(25)

DAFTAR PUSTAKA

1. Haryati, Eny. “Remitansi Tenaga Kerja Indonesia: Dampak terhadap Inflasi dan Kontribusinya terhadap Peningkatan Kualitas Hidup Masyarakat”,September 2009, Ekuitas Vol. 13 No. 3: 388-405

2. Islan, Fauzan Syaikhu. dan Ghifari, Ghulam Arfi. “Metodologi Penelitian”, dalam Identifikasi Wilayah Terdampak Kekeringan Jawa Tengah Menggunakan Citra Satelit Multispakteral Berdasarkan Algoritma NDVI, LST, dan TVDI, 2015, hal. 7.

3. Noveria, Mita. “Pekerja Migran Indonesia di Luar Negeri: Dampak terhadap Kehidupan dan Daerah Asal”. Laporan Akhir Program Insentif Peneliti dan Perekayasa LIPI, 2010.

4. Putra, Linggar Dewangga. 2011. Analisis Pengaruh Ketimpangan Distribusi Pendapatan Terhadap Jumlah Penduduk Miskin di Provinsi Jawa Tengah Periode 2000-2007. Skripsi S1 Program Sarjana Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro. Semarang.

5. Sajogyo. 1997. Kemiskinan dan Kebutuhan Minum Pangan. Lembaga Penelitian Sosiologi Pedesaan. IPB Bogor

6. Tambunan, Tulus.T.H. 2008. Pembangunan Ekonomi & Utang Luar Negeri, Jakarta: Rajawali Pers.

Gambar

Gambar 1.1
Tabel 1.1. Indikator Kemiskinan
Gambar 3.1. Flowchart Metode Pelaksanaan
Gambar 4.1. Jumlah remitansi di Kabupaten Tulungagung, Periode 2005-2009 (Miliar)

Referensi

Dokumen terkait

hipotesis peneliti, dilakukan analisis statistik dengan analisis regresi. Cara pengambilannya menggunakan teknik random sampling, yaitu cara pengambilan/pemilihan

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tesis yang berjudul “PELAKSANAAN PENDAFTARAN HAK ATAS TANAH UNTUK MEMPEROLEH KEPASTIAN HUKUM MELALUI PROGRAM NASIONAL AGRARIA

dalam melaksanakan putusan Pengadilan Tata Usaha Negara tersebut diperlukan terobosan hukum, persepsi, pola pikir dan mengubah perilaku yang dilakukan dengan

sama halnya dengan Discharge Planning yang ada di RSU Sari Mutiara Medan, dari hasil survey peneliti di ruang rawat inap merak Lantai II Gedung Lama RSU Sari Mutiara

Membentuk unit Pelaksana Kegiatan (Project Implementation unit ) Dalam Rangka Kegiatan Peningkatan Kapasitas Berkelanjutan untuk Desentralisasi (Sustainable Capacity

Selain dari staff, kami juga meminta bantuan dari para pengajar LTC untuk menjadi pembawa acara sekaligus juga ada yang menjadi pembuka dalam berdoa dan juga ada

Dewa Ketut Puspaka,

HAFISZ TOHIR DAERAH PEMILIHAN SUMATERA SELATAN I.. Oleh karena itu Anggota DPR RI berkewajiban untuk selalu mengunjungi ke daerah pemilihan telah ditetapkan sesuai dengan