• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengembangan Kompetensi di Dalam Sudut P

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Pengembangan Kompetensi di Dalam Sudut P"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

Tugas Resume Filsafat Ilmu

Competence Development in Global

Perspective in Special Education

(Pengembangan Kompetensi di Dalam Sudut Pandang Umum Pada Pendidikan Khusus)

Disusun Oleh:

Desti Nurfaliqoh

S811708001

PROGRAM PENDIDIKAN TEKNOLOGI PENDIDIKAN

FAKULTAS PASCASARJANA KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

(2)

BAB 1 Pendahuluan

Dalam rangka mewujudkan tatanan pendidikan yang mandiri dan berkualitas sebagaimana diatur dalam UU no. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, perlu dilakukan berbagai upaya strategis dan integral yang menunjang penyelenggara pendidikan. Pendidikan adalah hal yang penting bagi kehidupan seseorang baik di masa sekarang maupun di masa yang akan datang. Pendidikan memberikan banyak pengetahuan dan informasi yang akan membuat hidup dan perilaku semakin baik. Semua orang berhak untuk mendapatkan pendidikan yang layak, tidak memandang dari status, agama, suku, ras, maupun golongan tertentu. Kesempatan memperoleh pendidikan yang berkualitas berlaku untuk semua orang (education for all), tanpa ada diskriminasi termasuk didalamnya anak berkebutuhan kusus. Hal ini dapat disimpulkan bahwa negara memberikan jaminan sepenuhnya kepada anak berkebutuhan khusus untuk memperoleh layanan pendidikan yang bermutu.

Setiap individu merupakan pribadi yang unik, tidak semua individu dilahirkan di dunia ini selalu mengalami perkembangan normal. Banyak diantara mereka yang dalam perkembangannya mengalami hambatan, gangguan, kelambatan, atau memiliki faktor-faktor resiko sehingga untuk mencapai perkembangan optimal diperlukan penanganan yang khusus. Kelompok inilah yang kemudian dikenal sebagai anak berkebutuhan khusus atau biasa juga disebut penyandang disabilitas. Anak berkebutuhan khusus yaitu anak dengan karakteristik berbeda dengan anak pada umumnya yang mengalami kelainan pada mental, emosi, dan fisik. Anak berkebutuhan khusus diantaranya seperti tunanetra, tunarungu, tunagrahita, tunadaksa, tunalaras, kesulitan belajar, gangguan perilaku, anak berbakat, dan anak dengan gangguan kesehatan.

(3)

tambahan energi, pemikiran, serta biaya yang lebih tinggi dibanding mengasuh anak-anak pada umumnya.

BAB 2

Pengembangan Kompetensi di Dalam Sudut Pandang Umum Pada Pendidikan Khusus

Istilah “pendidikan khusus” atau “pendidikan luar biasa” adalah terjemahan dari “special education”. Pendidikan khusus adalah pengajaran yang dirancang untuk memenuhi dan menghilangkan hambatan belajar maupun hambatan perkembangan yang spesifik akibat disabilitas dan keberbakatan agar kebutuhan pendidikan murid-murid khusus dapat terpenuhi. Pendidikan khusus memerlukan pengetahuan yang luas dan kemahiran yang kompleks. Pendidikan ini dirancang secara khusus, dijalankan secara teratur, serta dinilai keefektifannya secara teliti untuk membantu murid dengan kebutuhan khusus dalam mencapai tahap kemandirian dan keberhasilan hidup yang memuaskan. Kebutuhan khusus tersebut adalah yang diakibatkan oleh berbagai kategori disabilitas (disability) dan keberbakatan (giftedness). Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang mempunyai keunikan tersendiri yang ditunjukkan oleh jenis dan karakteristiknya yang berbeda dengan anak-anak normal pada umumnya. Dengan kondisi seperti itu tentunya dalam memberikan layanan pendidikan anak berkebutuhan khusus berbeda dengan pendidikan anak-anak normal. Dalam pendidikan khusus (special education), yang menjadi fokus perhatian tertuju kepada kecacatan anak (disability) atau keberbakatan (giftedness).

Disabilitas merupakan ketidakseimbangan interaksi antara kondisi biologis dan lingkungan sosial sekitar artinya seorang yang termasuk kedalam penyandang cacat fisik, cacat mental ataupun gabungan antara keduanya. Pada dasarnya, penyandang disabilitas membutuhkan bimbingan kecakapan agar bisa menjalankan hidup yang normal dan layak serta menjalankan fungsinya sebagai anggota masyarakat.

(4)

selalu menunjukkan pada ketidakmampuan mental, emosi, atau fisik. Yang dimaksud kedalam ABK antara lain: tunanetra, tunarungu, tunagrahita, tunadaksa, tunalaras, kesulitan belajar, gangguan prilaku, anak berbakat, anak dengan gangguan kesehatan. Pendidikan khusus selama beberapa dekade telah mengalami banyak perubahan. Perubahan itu dipengaruhi oleh sikap dan kesadaran masyarakat terhadap anak penyandang cacat dan pendidikannya, metodologi dan perubahan konsep yang digunakan. Kolaborasi atau kesepakatan antara guru dan orang tua berperan penting dalam pendidikan anak dengan kebutuhan khusus karena kolaborasi keduanya dapat menambahkan efektivitas pembelajaran, disamping meningkatkan pelayanan pendidikan. Tanggung jawab dalam mendidik anak-anak dengan kebutuhan khusus adalah tanggung jawab yang harus dipikul bersama, baik oleh guru, orangtua, maupun seluruh masyarakat.

1. Sekilas Tentang Perkembangan Konsep Kompetensi

Sebelum abad ke-20 persoalan melek huruf bukanlah isu sosial utama. Hubungan antar perorangan didasarkan pada interaksi individu secara langsung. Informasi yang diperlukan untuk kemandirian dan kompetensi individu terutama ditentukan oleh percakapan lisan. Kemampuan dalam membaca dan menulis lebih merupakan perkecualian atau kelebihan, bukan suatu yang diharuskan. Seiring dengan berjalannya waktu, transformasi budaya dan ekonomi yang terjadi selama pergantian abad, mengakibatkan standar-kompetensi berkembang menjadi berdasarkan pada kemampuan baca tulis. Perubahan dari masyarakat pedesaan yang agraris ke masyarakat industri perkotaan, secara nyata menciptakan revolusi dalam hal cara orang-orang mencari nafkah. Hal tersebut sejalan dengan konsep bahwa kompetensi seseorang adalah kemampuan dasar dalam menyiapkan dirinya sendiri dan kemandirian seseorang dalam mengatasi masalah-masalah lingkungan atau alam.

2. Pengembangan Program Pendidikan Kecakapan Hidup

(5)

a.) Identifikasi nilai-nilai kehidupan

Nilai-nilai tersebut kemudian didentifikasi untuk disesuaikan penerapannya dengan tingkat pendidikan, jenis sekolah, jenis kelainan anak dengan kebutuhan khusus dan tingkat kelainannya. Proses identifikasi ini dilakukan agar pendidikan kecakapan hidup benar-benar sesuai dengan kebutuhan anak, sesuai dengan lingkungan anak, sesuai dengan sumber daya yang tersedia dan dapat diterapkan. Hal ini sesuai dengan prinsip bahwa dengan pendidikan kecakapan, hidup anak-anak dapat menghadapi dan memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari. b.) Pengembangan kompetensi kecakapan hidup

Hasil identifikasi nilai-nilai kehidupan nyata selanjutnya dikembangkan menjadi kompetensi yang harus dicapai/dikuasai. Peran guru menjadi sangat penting untuk mengembangkan selumlah kompetensi dasar menurut pokok bahasan dalam kurikulum yang diintegrasikan dengan kecakapan hidup. Sesuai dengan karakteristsik anak-anak dengan kebutuhan khusus maka pengembangan kompetensi kecakapan hidup hendaknya disesuaikan dengan karakteristik individual anak. Pencapaian kompetensi oleh anak-anak kemungkinan juga sangat beragam, baik dalam segi waktu maupun tingkat keberhasilannya. Oleh sebab itu perlu adanya program yang fleksibel sehingga pelaksanaannya tidak menyulitkan guru maupun siswa.

Identifikasi nilai-nilai kehidupan nyata

Pengembangan kompetensi kecakapan hidup

Pengembangan kultur sekolah

(6)

c.) Pengembangan kultur sekolah

Pendidikan kecakapan hidup perlu didukung oleh kultur sekolah yang sehat dan kondisif. Semua komponen sekolah baik kepala sekolah, wakil kepala, wali kelas dan guru-guru serta pegawan sekolah hendaknya memberi dukungan positif terhadap program pendidikan kecakapan hidup. Pengembangan kultur sekolah yang kondusif menjadi tanggung lawab manajemen sekolah. Karenanya, sangat diperlukan manajemen sekolah yang sehat. Keberhasilan membangun kultur sekolah tidak semata-mata dapat dibebankan kepada guru-guru saja, karena terciptanya kultur yang baik merupakan kontribusi dari semua warga sekolah, bahkan orangtua siswa dan masyarakat sekitar.

d.) Pengembangan penilaian

Sejalan dengan pengembangan kecakapan hidup maka perlu diiringi dengan pengembangan penilaiannya. Penguasaan kecakapan hidup tidak cukup hanya dinilai dengan hanya seperti tes pilihan ganda, atau model penilaian lain yang mengungkap pengetahuan. Penilaian pendidikan kecakapan hidup harus komprehensif, tidak semata aspek kognitif yang diukur, tetapi juga menggunakan hasil karya anak, catatan-catatan tentang perkembangan anak, perubahan perilaku, maupun portofolio lainnya. Dengan demikian penilaian yang dilakukan mencakup penilaian hasil dan juga penilaian proses. Pengembangan instrumen penilaian didasarkan pada indikator-indikator yang dijabarkan dan kecakapan dasar.

3. Bentuk-Bentuk Layanan Pendidikan Bagi Anak Berkebutuhan Khusus:

1) Pendidikan Segresi

(7)

Pendidikan segregasi adalah sekolah yang memisahkan anak berkebutuhan khusus dari sistem persekolahan reguler. Di Indonesia bentuk sekolah segregasi ini berupa satuan pendidikan khusus atau Sekolah Luar Biasa sesuai dengan jenis kelainan peserta didik. Seperti SLB/A (untuk anak tunanetra), SLB/B (untuk anak tunarungu), SLB/C (untuk anak tunagrahita), SLB/D (untuk anak tunadaksa), SLB/E (untuk anak tunalaras), dan lain-lain. Satuan pendidikan khusus (SLB) terdiri atas jenjang TKLB, SDLB, SMPLB dan SMALB. Sebagai satuan pendidikan khusus, maka

Bentuk Sekolah Luar Biasa merupakan bentuk sekolah yang paling tua. Bentuk SLB merupakan bentuk unit pendidikan. Artinya, penyelenggaraan sekolah mulai dari tingkat persiapan sampai dengan tingkat lanjutan diselenggarakan dalam satu unit sekolah dengan satu kepala sekolah. Pada awalnya penyelenggaraan sekolah dalam bentuk unit ini berkembang sesuai dengan kelainan yang ada (satu kelainan saja), sehingga ada SLB untuk tunanetra (SLB-A), SLB untuk tunarungu (SLB-B), SLB untuk tunagrahita C), SLB untuk tunadaksa D), dan SLB untuk tunalaras (SLB-E). Di setiap SLB tersebut ada tingkat persiapan, tingkat dasar, dan tingkat lanjut. Sistem pengajarannya lebih mengarah ke sistem individualisasi.

(8)

karena jumlah anak yang ada di unit tersebut sedikit dan fasilitas sekolah terbatas.

b.) Sekolah Luar Biasa Berasrama

Sekolah Luar Biasa Berasrama merupakan bentuk sekolah luar biasa yang dilengkapi dengan fasilitas asrama. Sekolah Luar Biasa Berasrama merupakan bentuk sekolah luar biasa yangdilengkapi dengan fasilitas asrama. Peserta didik SLB berasrama tinggal diasrama. Pengelolaan asrama menjadi satu kesatuan dengan pengelolaan sekolah, sehingga di SLB tersebut ada tingkat persiapan, tingkat dasar, dan tingkat lanjut, serta unit asrama.

Pada SLB berasrama, terdapat kesinambungan program pembelajaran antara yang ada di sekolah dengan di asrama, sehingga asrama merupakan tempat pembinaan setelah anak di sekolah. Selain itu, SLB berasrama merupakanpilihan sekolah yang sesuai bagi peserta didik yang berasal dari luar daerah, karena mereka terbatas fasilitas antar jemput.

c.) Kelas jauh/Kelas Kunjung

(9)

Dalam rangka menuntaskan kesempatan belajar bagi anak berkebutuhan khusus, pemerintah mulai Pelita II menyelenggarakan Sekolah Dasar LuarBiasa (SDLB). Di SDLB merupakan unit sekolah yang terdiri dari berbagai kelainan yang dididik dalam satu atap. Dalam SDLB terdapat anak tunanetra, tunarungu, tunagrahita, dan tunadaksa. SDLB keberadaannya hampir mirip dengan SLB, akan tetapi SDLB sesuai adalah sekolah yang diperuntukkan dan untuk menampung anak-anak berkebutuhan khusus usia sekolah dasar dari berbagai jenis dan tingkat kekhususan yang dialaminya. Mereka belajar di kelas masing-masing yang disesuaikan dengan jenis kekhususannya, akan tetapi mereka bersosialisasi secara bersama-sama dalam satu naungan sekolah. SDLB pada hakikatnya adalah SD Negeri Inpres biasa tetapi diperuntukkan bagi anak usia wajib belajar yang memerlukan pendidikan khusus. Dilihat dari keragaman anak di SDLB dengan berbagai jenis kekhususannya tersebut, maka SDLB sebenarnya termasuk sekolah terpadu, akan tetapi terpadu secara fisik bukan terpadu secara akademik.

2) Pendidikan Terpadu/Integrasi

Bentuk layanan pendidikan terpadu/integrasi adalah sistem pendidikan yang memberikan kesempatan kepada anak berkebutuhan khusus untuk belajar bersama-sama dengan anak biasa (normal) di sekolah umum. Dengan demikian, melalui sistem integrasi anak berkebutuhan khusus bersama-sama dengan anak normal belajar dalam satu atap.

Sistem pendidikan integrasi disebut juga sistem pendidikan terpadu, yaitu sistem pendidikan yang membawa anak berkebutuhan khusus kepada suasana keterpaduan dengan anak normal. Keterpaduan tersebut dapat bersifat menyeluruh, sebagaian, atau keterpaduan dalam rangka sosialisasi.

Ada tiga bentuk keterpaduan dalam layanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus menurut Depdiknas (1986). Ketiga bentuk tersebut adalah:

(10)

Dalam bentuk keterpaduan ini anak berkebutuhan khusus belajar di kelas biasa secara penuh dengan menggunakan kurikulum biasa. Oleh karena itu sangat diharapkan adanya pelayanan dan bantuan guru kelas atau guru bidang studi semaksimal mungkin dengan memperhatikan petunjukpetunjuk khusus dalam melaksanakan kegiatan belajar-mengajar di kelas biasa. Bentuk keterpaduan ini sering juga disebut keterpaduan penuh.

Pendekatan, metode, cara penilaian yang digunakan pada kelas biasa ini tidak berbeda dengan yang digunakan pada sekolah umum. Tetapi untuk beberapa mata pelajaran yang disesuaikan dengan ketunaan anak. Misalnya, anak tunanetra untuk pelajaran menggambar, matematika, menulis, membacaperlu disesuaikan dengan kondisi anak. Untuk anak tunarungu mata pelajaran kesenian, bahasa asing/bahasa Indonesia (lisan) perlu disesuaikan dengan kemampuan wicara anak.

b. Kelas Biasa dengan Ruang Bimbingan Khusus

Pada keterpaduan ini, anak berkebutuhan khusus belajar di kelas biasa dengan menggunakan kurikulum biasa serta mengikuti pelayanan khusus untuk mata pelajaran tertentu yang tidak dapat diikuti oleh anak berkebutuhan khusus bersama dengan anak normal. Pelayanan khusus tersebut diberikan di ruang bimbingan khusus oleh guru pembimbing khusus (GPK), dengan menggunakan pendekatan individu dan metode peragaan yang sesuai. Untuk keperluan tersebut, di ruang bimbingan khusus dilengkapi dengan peralatan khusus untuk memberikan latihan dan bimbingan khusus. Misalnya untuk anak tunanetra, di ruang bimbingan khusus disediakan alat tulis braille, peralatan orientasi mobilitas. Keterpaduan pada tingkat ini sering disebut juga keterpaduan sebagian. c. Bentuk Kelas Khusus

(11)

Pada tingkat keterpaduan ini, guru pembimbing khusus berfungsi sebagai pelaksana program di kelas khusus. Pendekatan, metode, dan cara penilaian yang digunakan adalah pendekatan, metode, dan cara penilaian yang digunakan di SLB. Keterpaduan pada tingkat ini hanya bersifat fisik dan sosial, yang artinya anak berkebutuhan khusus yang dipadukan untuk kegiatan yang bersifat non akademik, seperti olah raga, ketrampilan, juga sosialisasi pada waktu jam-jam istirahatatau acara lain yang diadakan oleh sekolah.

3) Bentuk kelas Inklusi

Pendidikan inklusi merupakan suatu strategi untuk mempromosikan pendidikan universal yang efektif karena dapat menciptakan sekolah yang responsif terhadap keberagaman karakteristik dan kebutuhan anak. Di samping itu, pendidikan inklusif didasarkan pada hak asasi, model sosial, dan sistem yang disesuaikan pada anak dan bukan anak yang menyesuaikan pada sistem. Selanjutnya, pendidikan inklusi dapat dipandang sebagai pergerakan yang menjunjung tinggi nilai-nilai, keyakinan, dan prinsip-prinsip utama yang berkaitan dengan anak, pendidikan, keberagaman, dan diskriminasi, proses partisipasi dan sumber-sumber yang tersedia (Stubbs, 2002:9).

Beberapa dokumen internasional yang penting dan mendasari pendidikan inklusi yang telah disepakati oleh banyak negara termasuk Indonesia antara lain, Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia tahun 1948, Konvensi PBB tentang Hak Anak tahun 1989, Deklarasi Dunia tentang Pendidikan untuk Semua tahun 1990, Peraturan Standar tentang Persamaan Kesempatan bagi para Penyandang Cacat tahun 1993, Pernyataan Salamanca dan Kerangka Aksi tentang Pendidikan Kebutuhan Khusus tahun 1994, Kerangka Aksi Forum Pendidikan Dunia tahun 2000 dan yang lainnya.

(12)

teknis maupun nonteknis. Tidak ada peralatan khusus, guru tidak memiliki pengetahuan dan keterampilan mengajar ABK, hadirnya ABK dapat mengganggu proses belajar-mengajar dan sebagainya sering menjadi alasan untuk tidak menerima ABK.

BAB 3 Penutup

Kesimpulan :

Adapun kesimpulan dari makalah tersebut adalah :

1. Pendidikan khusus adalah pengajaran yang dirancang untuk memenuhi kebutuhan pendidikan murid-murid khusus.

2. Pendidikan Khusus sebagai layanan (services) yang dilakukan untuk menghilangkan hambatan belajar dan hambatan perkembangan yang spesifik (akibat disabilitas dan keberbakatan) agar kebutuhan belajar akibat dari hambatan itu dapat dipenuhi.

3. Pendidikan khusus harus mempersiapkan anak berkebutuhan khusus dengan memberikan skills maupun kompetensi agar mereka dapat membaur dengan lingkungan masyarakat.

4. Tanggung jawab dalam mendidik anak-anak dengan kebutuhan khusus adalah tanggung jawab yang harus dipikul bersama, baik oleh guru, orangtua, maupun seluruh masyarakat.

5. Fungsi Pendidikan Khusus:

 Fungsi Preventif: upaya mencegah agar hambatan yang dialami oleh seorang individu tidak meluas, bahkan hambatan tsb dihilangkan.

 Fungsi kompesasi: upaya/tindakan untuk menganti atau mengalihkan fungsi yang rusak atau hilang dengan fungsi yang lain.

 Fungsi intervensi: membangun kompetensi/kecakapan yang seharusnya dimiliki oleh individu yang mengalami hambatan.

6. Pendidikan Khusus sebagai Ilmu Sebuah ilmu pengetahuan harus memiliki tiga syarat:

1) Ontologi:

(13)

 Objek material: indivdidu

2) Epistimologi: bagaimana pendidikan khusus dapat diketahui: metode riset dalam pendidikan khusus

(14)

DAFTAR PUSTAKA

Iswari, Mega. Kecakapan Hidup bagi Anak Berkebutuhan Khusus. Jakarta:

Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Direktorat Ketenagaan,2007.

J, David Smith. Konsep dan Penerapan Pembelajaran Sekolah Inklusif, Bandung: Nuansa Cendekia, 2013.

Choiri. A.S. & Yusuf. M. , Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus Secara Inklusif, Surakarta: Yuma Pustaka, 2009.

Referensi

Dokumen terkait

Pemimpin yang berada pada organisasi formal akan memiliki kekuasaan manajemen yang didasarkan pada prinsip-prinsip manajemen pula, sehingga kekuasaan yang dimilikinya

jam kerja sesuai dengan kebutuhan mahasiswa merupakan aspek yang paling. tinggi memberikan kepuasan namun hal ini perlu mendapatkan

plasenta dan mengurangi perdarahan (Sulistyawati, 2009).. Faktor Yang Mempengaruhi Proses Involusi Uterus.

Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir Mengevaluasi parameter pada sistem antena, dan Mengidentifikasi kesesuaian impedansi antena keilmuan yang mendukung mata

[r]

Arti keberhasilan adalah kualitas feedback tepat digunakan dalam manajemen kinerja dan atau untuk pengembangan, feedback dijalankan dengan tujuan yang benar oleh organisasi,

Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa perlakuan perbandingan kasein dan maltodekstrin berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar karotenoid permukaan

When a specific design and operation parameter set has to be evaluated (e.g. to assess the output variability of a control strategy), the number of wastewater and sludge