• Tidak ada hasil yang ditemukan

Subjek dan Objek Hukum docx

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Subjek dan Objek Hukum docx"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

MAKALAH

Aspek Hukum Dalam Islam

“Subyek Dan Obyek Hukum”

Dosen Pembimbing:

Dr. Rosdalina, S.Ag., M.Hum

Disusun Oleh

Kelompok 2 :

Riska V.T Tawil (15.4.1.040)

Marianti Hasan (15.4.1.083)

Prodi/jurusan : Ekonomi Syariah B

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI

MANADO

(2)

1. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pembawa hak yaitu sesuau yang mempunyai hak dan kewajiban disebut

subyek hukum. Jadi boleh dikatakan bahwa tiap manusia baik warga Negara

maupun orang asing dengan tidak memandang agama atau kebudayaan adalah

subyek hukum. Di samping manusia pribadi sebagai pembawa hak, terdapat

badan-badan (kumpulan manusia) yang oleh hukum diberi status “persoon

yang mempunyai hak dan kewajiban seperti manusia yang disebut Badan

Hukum.1

Selain subyek hukum adapun sesuatu yang berguna bagi subyek hukum

(manusia/badan hukum) dan yang dapat menjadi pokok permasalahan dan

kepentingan bagi para subyek hukum, yang disebut Obyek Hukum.2

B. Rumusan Masalah

1) Apa itu subyek hukum?

2) Apa saja yang terdapat dalam subyek?

3) Apa itu Obyek Hukum?

4) Apa saja yang terdapat dalam Obyek hukum?

5) Apa itu hak kebendaan yang bersifat sebagai pelunasan hutang

2. PEMBAHASAN

1 R. Soeroso, Pengantar Ilmu Hukum, Sinar Grafik, Jakarta, 2008, h.227

(3)

1) Subjek Hukum (persoon)

Sebagaimana diuraikan semuka bahwa hukum ditujukan untuk mengatur

hubungan antara anggota-anggota masyarakat yang menimbulkan

ikatan-ikatan antara inidividu dengan individu dan antara individu dengan

masyarakat. Ikatan tersebut menimbulkan hak dan kewajiban.3

Yang dapat memperoleh hak dan kewajiban dari hukum adalah manusia

(persoon). Jadi, manusia oleh hukum diakui sebagai pendukung hak dan

kewajiban atau disebut subjek hukum. Pada dasarnya subjek hukum terdiri

atas manusia dan badan hukum.4

Dewasa ini telah berkembang hokum lingkungan modern yang

berorientasi pada lingkungan (environment- Oriented law). Kini ruang lingkup

hukum lingkungan sangat luas, yakni mengatur tingkah laku manusia dalam

hubungannya dengan lingkungan, serta melindungi dan memelihara

lingkungan sebagai wadah tempat hidup manusia dalam arti lingkungan

mempunyai hak untuk dilindungi dan dilestarikan. Berdasarkan pandangan

tersebut maka tidak saja manusia dan badan hokum sebagai subjek hukum,

tetapi sekarang lingkungan dapat juga dikatakan sebagai subjek hukum atau

sebagai pendukung hak dan kewajiban.5

Setiap manusia baik warga Negara maupun orang asing dengan tidak

memandang agama maupun kebudayaan, sejak dilahirkan sampai meninggal

dunia adalah subjek hukum, atau pendukung hak dan kewajiban. sebagai

3 chainur Arrasjid, Dasar-dasar Ilmu Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2000, h.119-120

4 chainur Arrasjid, Dasar-dasar Ilmu Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2000, h.120

(4)

suubjek hukum, manusia mempunyai hak-hak dan kewajiban-kewajiban untuk

melakukan suatu tindakan hukum. Misalnya ia dapat mengadakan

persetujuan-persetujuan, perkawinan, membuat testament, dan memberikan

hibah.6

Jadi, pada hakikatnya manusia sejak lahir memperoleh hak dan

kewajiban. apabila ia meninggal dunia maka hak dan kewajibannya akan

beralih kepada ahli warisnya. Tetapi dalam hal ini undang-undang juga

mengadakan pengecualian, bahwa anak yang masih dalam kandungan pun

dapat dianggap sebagai subjek hukum, jika kepentingannya diperlukan. Hal

itu diatur dalam pasal 1 ayat (2) KUH perdata yang berbunyi sebagai berikut:

“Anak yang ada dalam kandungan seseorang perempuan, dianggap telah lahir,

setiap kali kepentingan si anak menghendaknya”.7

Ketentuan tersebut juga menegaskan bahwa hak dan kewajiban anak

baru dianggap ada jika ia lahir hidup. Apabila ia lahir mati maka haknya

dianggap tidak ada. Misalnya kepentingan anak untuk menjadi ahli waris dari

orangtuanya walaupun ia masih berada dalam kandungan. Ia dianggap telah

lahir dan oleh karena itu harus diperhitungkan hak-haknya sebagai ahli waris.

Tetapi jika ia lahir dalam keadaan mati maka haknya dianggap tidak pernah

ada.8

Disamping itu berdasarkan undang-undang, seseorang dapat dianggap

telah mmeninggal dunia jika hilang atau tidak diketahui keberadaanya dan

6 chainur Arrasjid, Dasar-dasar Ilmu Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2000, h.120

7 chainur Arrasjid, Dasar-dasar Ilmu Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2000, h.120

(5)

tidak ada kepastian apakah ia masih hidup dalam tenggang waktu setelah

lewat lima tahun sejak ia meninggalkan tempat kediamannya. (pasal 467, 468,

dan 469 KUH Perdata). Berdasarkan ketentuan undang-undang tersebut maka

hak dan kewajiban orrang yang telah dinyatakan menurut hukum meninggal

dunia itu telah berakhir dan segala hak dan kewajibannya beralih kepada ahli

warisnya. Meskipun menurut hukum setiap orang mempunyai atau sebagai

pendukung hak dan kewajiban, tidaklah selalu berarti mampu atau cakap

melaksanakan sendiri hak dan kewajibannya itu. Ada beberapa golongan

orang oleh hukum telah dinyatakan, “tidak cakap” atau “kurang cakap” untuk

bertindak sendiri dalam melakukan perbuatan-perbuatan hukum. Orang-orang

yang demikian itu tersebut handelingsonbek waam, atau disebut juga

personae miserabile. Untuk melaksanakan hak dan kewajiban, mereka harus

diwakili atau dibantu orang lain.9

Mereka-mereka yang oleh hukum telah dinyatakan tidak cakap atau

onbekwaam untuk melakukan sendiri perbuatan hukum adalah sebagai

berikut.

a. Orang yang masih dibawah umur (belum mencapai usia 21 tahun = belum

dewasa)

b. Orang yang tak sehat pikirannya (gila), pemboros yakni mereka yang

ditaruh di bawah (curatele) pengampuan.

c. Orang perempuan dalam pernikahan (wanita kawin)

(6)

Ketentuan mengenai batas umur “kedewasaan” sebagai yang disebut

diatas, sangat beraneka ragam. Yang dapat kita jumpai dalam berbagai

ketentuan undang-undang, antara lain sebagai berikut:10

a. Berdasarkan ketentuan dalam pasal 30 KUH perdata jo. Stb. 1931 No. 54

yang dikatakan “belum dewasa” adalah orang yang belum mencapai umur

21 dan belum kawin dan apabila perkawinan mereka dibubarkan sebelum

umur mereka genap 21 tahun maka mereka tetap dianggap dewasa, atau

kedudukan mereka tidak kembali pada kedudukan sebelum dewasa.

b. Berdasarkan ketentuan pasal 29 KUH perdata ditentukan batas umur

dewasa untuk melakukan pernikahan, yaitu bagi orang laki-laki harus

telak mencapai umur genap 18 tahun, sedangkan bagi wanita harus telah

mencapai umur genap 15 tahun.

c. Berdasarkan ketentuan pasal 7 undang-undang perkawinan No. 1 Tahun

1974, yang dikatakan dewasa untuk melangsungkan pernikahan, yaitu

bagi orang laki-laki harus mencapai umur 19 tahun, sedangkan untuk

orang wanita harus telah mencapai umur 16 tahun.

d. Berdasarkan ketentuan Pasal 1 undang-undang No. 1 tahun 1951 jo. Pasal

1 (b) undang-undang No.1w tahun 1948, yang dikatakan dewasa adalah

orang yang telah mencapai umur 18 tahun.

e. Berdasarkan ketentuan pasal 9 undang-undang No.4 tahun 1975 jo.

Undang-undang no.15 tahun 1969, tentang pemilu, yang dikatakan dewasa

untuk melakukan hak pilih mereka dalam pemilihan umum adalah orang

telah mencapai umur genap 17 tahun.

(7)

f. Berdasarkan pasa 1545 ayat (1) no.3, pasal 145 ayat (4), pasal 172 KUH

perdata, ditentukan bahwa seseorang dapat didengar sebagai aksi

dipengadiilan adalah orang yang telah mencapai umur genap 15 tahun.11

g. Perlu ditambahkan menurut pasal 47ayat (1) undang-undang No.1 tahun

1974 anak yang belum mencapai umur 18 tahun atau belum pernah

melangsungkan pekawinan ada dibawah kekuasaan orang tuanya selama

mereka tidak dicabut dari kekuasaannya. Ayat (2) pasal tersebut

menentukan bahwa orang tua mewakili anak tersebut mengenai segala

perbuatan hukum di dalam dan di luar pengadilan.12

Mengenai orang-orang yang tidak sehat pemikirannya (gila) atau sakit

berubah akal dinyatakan tidak cakap atau tidak mampu bertindak sendiri

untuk melaksanakan hak dan kewajiban. Mereka dikatakan bahwa

pengampuan (curatele) hak dan kewajiban diwakili atau dilaksanakan oleh

orang pengampunya (curator), bagi pemboros dan pemabuk yang

dibawah pengampunan, ketidakcakapan mereja bertindak dalam

melaksanakan hak dan kewajiban terbatas hanya pada perbuatan hukum

dalam bidang lapangan hokum harta kekayaan. Bagi perempuan dalam

perkawinan, khususnya yang tunduk dalam KUH Perdata (BW), dianggap

tidak cakap bertindak melaksanakan hak dan kewajiban sendiri tanpa izin

atau bantuan dari suaminya (Pasal 110 KUH Perdata).13

11 chainur Arrasjid, Dasar-dasar Ilmu Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2000, h.122

12 chainur Arrasjid, Dasar-dasar Ilmu Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2000, h.122

(8)

Meskipun orang-orang yang digolongkan ke dalam golongan yang

tidak cakap itu masih sebagai pendukung hak dan kewajiban, tetapi ia

tidak dapat menjelaskan hak dan kewajibannya sendiri. Oleh karena itu

selama mereka dalam keadaan tidak cakap, segala tindakan atau perbuatan

hokum mereka, harus diwakili oleh wakil yang ditentukan oleh

undang-undang atau wakil yang ditunjuk oleh hakim. Setiap wakil yang ditunjuk

itu akan mengurus kepentinggan orang yang diwakilinya.14

Dalam ketentuan kitab undang-undang hokum perdata, kecakapan

merupakan salah satu perikatan. Hal itu berarti bahwa segala perikatan

yang dilakukan oleh orang yang tidak cakap dapat dibatalkan atau diminta

pembatalannya melalui hakim, tetapi sebaliknya dalam hal perbuatan

melawan hokum (onrecht matigedaad).15

Ketidakcakapan seseorang tidak mempengaruhi timbul atau tidaknya

“akibat hokum” dari perbuatan itu. Perbuatan hokum yang dilakukan oleh

orang yang tidak cakap, misalnya anak dibawah umur melakukan

perjanjian jual beli tanpa persetujuan walinya yang pada dasarnya dapat

dibatalkan, pada prinsipnya tetap sah dan tetap mempunyai akibat hokum.

Namun olehh karena untuk sahnya suatu perikatan jual beli tersebut harus

dilakukan oleh oleh yang cakap maka perbuatan hokum itu dapat diminta

pembatalannya oleh wali dari anak tersebut melalui hakim (gugatan).16

14 chainur Arrasjid, Dasar-dasar Ilmu Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2000, h.123

15 chainur Arrasjid, Dasar-dasar Ilmu Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2000, h.123

(9)

Orang yang tidak berwenang melakukan perbuatan hokum, misalkan

seseorang menjual benda yang bukan miliknya, tanpa persetujuan atau izin

dari pemilik benda tersebut, pada prinsipnya perbuatan hokum itu batal

demi hokum (batal absolut). Perbuatan hokum itu dinyatakan batal

dengansendirinya dan perbuataan hokum itu dianggap tidak sah.17

Disamping manusia sebagai pendukung hak dan kewajiban, terdapat

pula badan hukum diberi status sebagai pendukung hak dan kewajiban

seperti manusia yang disebut badan hukum.18

Badan hukum adalah suatu perkumpulan orang-orang yang

mengadakan kerja sama dan atas dasar ini merupakan suatu kesatuan yang

telah memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan oleh hukum. Badan

hukum merupakan pendukung hak yang tidak berjiwa (bukan manusia)

dan merupakan gejalah social yaitu suatu gejala yang riil, sesuatu yang

dapat dicatat dalam pergaulan hukum, biarpun tidak berwujud manusia

atau benda yang dibuat dari besi, batu dan sebagainya, tetapi yang

terpenting bagi pergaulan hukum adalah karena badan hukum itu

mempunyai kekayaan yang sama sekali terpisah dari kekayaan

anggota-anggotanya.19

a. Syarat-syarat badan hukum

17 chainur Arrasjid, Dasar-dasar Ilmu Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2000, h.123

18 chainur Arrasjid, Dasar-dasar Ilmu Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2000, h.124

(10)

Untuk keikutsertaanya dalam pergaulan hukum maka suatu

badan hukum harus mempunyai syarat-syarat yang telah ditentukan

oleh hukum, yaitu:

a. Memiliki kekayaan yang terpisah dari kekayaan

anggota-anggotanya

b. Hak dan kewajiban badan hukum terpisah dari hak dan kewajiban

para anggota-anggotanya.20

b. Dasar-dasar hukum sebagai badan hukum

Badan hukum adalah kumpulan manusia pribadi mungkin pula

sebagai kumpulan dari badan hukum pengaturannya sesuai dengan

hukum yang berlaku:

a. Perseroan terbatas (PT) diatur dalam bab III bagian ketiga Buku I

KUHD (WvK).

b. Koperasi, diatur dalam undang-undang No.25 Tahun 1992

c. Yayasan,pengaturannya sesuai kebiasaan yang dibuat aktenya

notaris

d. Perbankan, diatur dalam undang-undang No. 7 Tahun 1992

e. Bank pemerintah, sesuai dengan undang-undang yang mengatur

pendiriannya.

f. Organisasi Partai Politik dan Golongan Karya diatur dengan

Undang-undang No. 3 tahun 1975 (telah diubah No.3 tahun 1985)

g. Pemerintah Daerah Tingkat I, II dan kecamatan diatur dengan

undang-undang No. 5 tahun 1974.

(11)

h. Negara Indonesia diatur dengan konstitusi undang-undangan Dasar

194521

c. Macam-macam Badan Hukum

a. Menurut bentuknya badan hukum dibedakan menjadi dua yaitu:

1. Badan hukum public (publiek rechtspersoon)

Badan hukum public adalah badan hukum yang

didirikan berdasarkan hukum ialah badan hukum yang

menyangkut kepentingan public, orang banyak atau Negara

pada umumnya. Badan hukum ini merupakan badan-badan

hukumnegara yang mempunyai kekuasaan wilayah atau

merupakan lembaga yang dibentuk oleh yang berkuasa,

berdasarkan perundang-undangan yang dijalankan eksekutif,

pemerintah atau badan pengurus yang diberi tugas untuk itu.22

Contoh badan hukum public:23

a) Negara Republik dasarnya adalah konstitusi tertulis dalam

bentuk undang-undang dasar, kekuasaanya

diiberikan/ditugaskan kepada presiden dan

pembantu-pembantunya ialah para menteri

b) Pemerintah daerah Tk I, II dan kecamatan dibentuk

berdasarkan undang-undang No. 5 tahun 1974

danperundang-undangan No. 5 Tahun 1974 dab perundang-danperundang-undangan lainnya.

21 R. Soeroso, Pengantar Ilmu Hukum, Sinar Grafik, Jakarta, 2008, h.238-239

22 R. Soeroso, Pengantar Ilmu Hukum, Sinar Grafik, Jakarta, 2008, h.239

(12)

Dalam menjalankan kekuasaanya diberikan/ditugaskan kepada

Gubernur/KDH Tk. I, Bupati atau walikota/kepalan Daerah Tk

II dan Camat.24

c) Bank umum, diatur dalam peraturan Pemerintah No. 70 tahun

1992, Bank Negara Indonesia 1946 diatur dalam peraturan

pemerintah No. 19 Tahun 1992, Bank Dagang Negara diatur

dalam PP No Tahun 1992, bank Bumi Daya diatur dalam PP

No. 23 tahun 1992 dan Bank-Bank pemerintah lainnya, yang

dalam menjalankan pelaksanaan tugas dilakukan oleh Direksi

atau group Direktur.

d) Perusahaan Negara didirikan berdasarkan peraturan

pemerintah, pengurusannya dilaksanakan oleh Direksi.

e) Pertaminan, didirikan berdasarkan undang-undang No. 8 tahun

1971.25

2. Badan Hukum Privat (privat rechtsperson)

Badan hukum privat/perdata atau sipil ialah badan

hukum yang di dirikan berdasarkan hukum sipil atau perdata

yang menyangkut kepentingan pribadi didalam badan hukum

itu. Badan hukum ini merupakan badan hukum swasta yang

didirikan oleh pribadi orang untuk tujuan tertentu, yaitu

mencari keuntungan, social pendidikan, ilmu pengetahuan,

politik kebudayaan kesenian, olahraga dan lain-lain, sesuai

24 R. Soeroso, Pengantar Ilmu Hukum, Sinar Grafik, Jakarta, 2008, h.239

(13)

dengan/menurut hukum yang berlaku secara sah. Bentuk serta

sususnannya diatur oleh hukum privat.26

Menurut tujuannya Badan Hukum privat dibagi/dibedakan

dalam:

a) Perserikatan dengan tujuan tidak materialistis/amal.

Misalnya: perkumpulan gereja, badan wakaf, yayasan yang

didirikan oleh para pendiri, dengan tujuan social,

pendidikan, ilmu pengetahuan,, kesenian dan kebudayaan.

Pengaturannya berdasarkan kebiasaan yang anggaran

pendiriannya dibuat oleh Notaris.

b) Perserikatan dengan tujuan memperoleh laba.

Misalnya: perseroan terbatas (PT). untuk perseroan

Terbatas didirikan oleh persero-persero yang bertujuan

untuk mencari keuntungan dan kekayaan. Pelaksanaan

kegiatan dilakukan oleh Direksi dan pengaturannya

terdapat pada Bab III, bagian ke 3 Buku I KUHD.27

b. Menurut jenisnya Badan Hukum dapat dibagi dalam dua jenis

golongan, yaitu:28

1) Korporasi

Yang dimaksud dengan korporasi ialah suatu gabungan

orang-orang yang dalam pergaulan hukum bertindak bersama

26 R. Soeroso, Pengantar Ilmu Hukum, Sinar Grafik, Jakarta, 2008, h.240

27 R. Soeroso, Pengantar Ilmu Hukum, Sinar Grafik, Jakarta, 2008, h.240

(14)

sebagai satu subyek hukum tersendiri (personafikasi).

Korporasi merupakan badan hukum yang beranggota, tetapi

mempunyai hak/kewajiban sendiri.

Ada beberapa macam korporasi, yaitu:

1. Perhimpunan, yang dibentuk dengan sengaja dan dengan

sukarela oleh orang yang bermaksud memperkuat

kedudukan ekonomis mereka, memelihara kebudayaan,

mengurus soal-soal social dan sebagainnya.

Misalnya: Perseroan Terbatas, V.V, P.N

2. Persekutuan orang (gemeenschap van mensen), yang ada

karena perkembangan faktor-faktor social dan politik

dalam sejarah.

Misalnya: Pemerintah Daerah Tk. I, II, Desa

3. Organisasi orang, yang didirikan berdasarkan

Undang-undang.29

2) Yayasan

Yang dimaksud dengan yayasan ialah tiap kekayaan

(vermogen) yang tidak merupakan kekayaan orang atau

kekayaan badan dan yang diberi tujuan tertantu. Yayasan

adalah sebagai pendukung hak dan kewajiban sendiri, dan

didirikan oleh para pendiri /anggota dengan tujuan social,

pendidikan, ilmu pengetahuan, kesenian dan kebudayaan.

(15)

Pengaturannya berdasarkan kebiasaan dan anggaran

pendiriannya dianut oleh notaris.30

Contoh: yayasan Lektur Jakarta, Wakaf dalam hukum Islam.

c. Menurut tata Negara warba hukun di Indonesia badan hukum dapat

dibedakan dalam :

1. Badan hukum menurut hukum eropa, ialah badan hukum yang

di atur menurut hukum yang dikoordinasikan dengan hukum

yang berlaku di Negeri Belanda.

Misalnya: Negara, PT., perhimpunan-perhimpunan berdaarkan

L.N.H.B. 1870 No. 64

2. Badan hukum menurut hukum eropa yang tertulis

Badan hukum ini terkenal dengan di bawah nama

“badan hukum Indonesia”, ialah badan hukum menurut hukum

undang-undang yang dibuat dengan mengingat pasal 131 ayat

2 sub I.S : bilamana keperluan umum atau keperluan social

orang bukan eropa memerlukan (badan hukum menurut

“fantasierecht”

Misalnya: perhimpunan berdasarkan L.N.H.B 1939 No. 570 jo.

1939 No. 717 dan L.N. 1958 No. 139

3. Badan hukum adat, ialah Badan hukum menurut hukum

bumiputra (yang pada umumnya tidak tertulis)

Misalnya: Badan Wakaf, yayasan-yayasan.31

30 R. Soeroso, Pengantar Ilmu Hukum, Sinar Grafik, Jakarta, 2008, h.242

(16)

2) Obyek Hukum

Objek hukum menurut pasal 499 KUH perdata, yakni benda. Benda

adalah segala sesuatu yang berguna bagi subjek hukum atau segala sesuatu

yang menjadi pokok permasalahan dan kepentingan bagi para subjek hukum

atau segala sesuatu yang dapat menjadi objek dari hak milik (eingdom)32

Pengertian benda dalam arti luas dianut oleh KUH Perdata, sebagai

KUH mana yang tercantum di dalam Pasal 499 KUH Perdata. Pasal 499

Perdata berbunyi: "Kebendaan ialah tiap-tiap barang dan tiap-tiap hak yang

dapat dikuasai oleh hak milik Benda sebagai objek hukum dapat dibedakan

menjadi dua macam: benda yang berwujud, dan (2) benda yang tidak dapat

diraba. Benda yang berwujud adalah benda yang dapat dilihat dan diraba

dengan pancaindra, seperti tanah, rumah, binatang. dan lain-lain, sedangkan

benda yang tidak dapat diraba merupakan hasil pikiran dari seseorang, seperti

hak pengarang, hak octroi, dan semua hak-hak tagihan (piutang), dan

sebagainya. Namun, pengertian benda sebagai objek hukum yang dianut di

dalam KUH Perdata adalah benda berhubungan dengan hak-hak yang melekat

pada barang, dan (2) hak- hak yang bersifat inmateriil (tak dapat diraba),

seperti hak pengarang hak octroi, dan hak-hak semacam itu, tidak diatur di

dalam Buku Il KUH Perdata tetapi diatur di dalam UU tersendiri33

32 Elsi Kartika Sari, Advendi Simanunsong, Hukum dalam Ekonomi, Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta, 2008, h.10

(17)

Macam-Macam Benda di dalam Pasal 503. 504, dan Pasal 505 KUH

Perdata telah entukan pembagian benda Benda di dalam ketentuan itu dibagi

dua macam, yaitu:34

a. menjadi benda bertubuh dan tidak bertubuh:

b. benda bergerak dan tidak bergerak

Di dalam berbagai literatur dikenal empat macam benda. Yaitu

a. benda yang dapat diganti (contoh uang) dan yang tidak dapat diganti

contoh seekor kuda

b. benda yang dapat diperdagangkan (praktis semua barang dapat

diperdagangkan dan yang tidak dapat diperdagangkan atau di luar

perdagangan (contoh jalan dan lapangan umum)

c. benda yang dapat dibagi (contoh beras) dan tidak dapat dibagi (contoh

kerbau)

d. benda bergerak dan tidak bergerak (Subekti, 1984: 61: Vollmar, 1983)

Dari keempat pembagian itu, maka pembagian yang paling penting adalah

pembagian benda dalam benda bergerak dan tidak bergerak. Ada dua arti

penting dari pembagian antara benda bergerak, yaitu:35

a. penting untuk penyerahan; oleh karena untuk penyerahan benda tidak

bergerak biasanya diperlukan pendaftaran, seperti tanah haru

didaftarkan di Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) tingkat

Kabupaten/Kotamadya. Penyerahan untuk benda bergerak biasanya

dilakukan dengan penyerahan nyata;

34 Salim HS, Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW), Sinar Grafik, Jakarta, 2008, h. 97

(18)

b. penting untuk pembebanan atau jaminan

perbedaan benda bergerak dan tidak bergerak

a. Benda Bergerak

Benda bergerak dibedakan menjadi sebagai berikut.

a) Benda bergerak karena sifatnya, menurut Pasal 509 KUH

Perdata adalah benda yang dapat dipindahkan, misalnya meja,

kursi, dan yang dapat berpindah sendiri contohnya ternak.

b) Benda bergerakkarena ketentuan undang-undang, menurut

Pasal 511 KUH Perdata adalah hak-hak atas benda bergerak,

misalnya hak memungut hasil (vruchtgebrui atas benda-benda

bergerak, hakpakai (gebruik atas benda bergerak, dan

saham-saham perseroan terbatas.36

b. Benda tidak bergerak

Benda Tidak Bergerak Benda tidak bergerak dapat dibedakan

menjadi, seperti berikut.

a) Benda tidak bergerak karena sifatnya, yakni tanah dan segala

sesuatu yang melekat diatasnya, misalnya pohon,

tumbuh-tumbuhan arca, dan patung.

b) Benda tidak bergerak karena tujuannya,yakni mesin alat-alat

yang dipakai dalam pabrik Mesin benda bergerak, tetapi oleh

yang pemakainya dihubungkan atau dikaitkan pada benda

tidak Benda yang merupakan benda pokok

(19)

c) benda tidak bergerak karena ketentuan undang-undang ini

berwujud hak-hak atas benda-benda yang tidak bergerak,

misalnya hak memunggut hasil atas benda yang tidak

bergerak, hak pakai atas benda tidak bergerak, dan hipotik.

Dengan demikian, membedakan benda bergerak dan benda tidak

bergerak ini penting, artinya karena berhubungan dengan empat hal adalah

pemilikan (Bezit), penyerahan (levering), daluwarsa (verjaring), dan

pembebanan (bezuwaring). 37

a) Pemilikan (Bezit)

Pemilikan (bezit) yakni, dalam hal benda bergerak berlaku asas yang

tercantum dalam pasal 1977 KUH Perdata yaitu beziter dari barang

bergerak adalah eigenaar (pemilik) dari barang tersebut, sedangkan

untuk benda tidak bergerak tidak demikian halnya.

b) Penyerahan (levering)

Penyerahan (levering) yakni terhadap benda bergerak dapat dilakukan

penyerahan secara nyata (hand by hand) atau dari tangan ke tangan,

sedangkan untuk benda tidak bergerak dilakukan balik nama.

c) Daluarsa (Verjaring)

Daluwarsa (verjaring), yakni untuk benda-benda bergerak tidak me

ngenal daluwarsa, sebab bezit di sini sama dengan eigendom

(pemilikanya) atas benda bergerak tersebut, sedangkan untuk

benda-benda tidak bergerak mengenal adanya daluwarsa.

d) Pembebanan (Bezwaring)

(20)

Pembebanan (bezwaring), yakni terhadap benda bergerak dilakukan

dengan pand (gadai, fidusia), sedangkan untuk benda tidak bergerak

dengan hipotik adalah hak tanggungan untuk tanah serta benda –

benda selain tanah digunakan fidusia.38

3) Hak Kebendaan Yang Bersifat Sebagai Pelunasan Hutang (Hak Jaminan)

Hak kebendaan yang bersifat sebagai pelunasan hutang (hak jaminan)

adalah hak jaminan yang melekat pada kreditor yang memberikan

kewenangan untuk melakukan eksekusi kepada benda yang dijadikan

jaminan jika debitur melakukan wansprestasi terhadap suatu prestasi

(perjanjian).39

Dengan demikian hak jaminan tidak dapat berdiri karena hak jaminan

merupakan perjanjian yang bersifat tambahan (accessoir) dari perjanjian

pokoknya, yakni perjanjian hutang piutang (perjanjian kredit).40

Perjanjian hutang piutang dalam KUH Perdata tidak diatur secara

terperinci, namun bersirat dalam pasal 1754 KUH Perdata tentang

38 Elsi Kartika Sari, Advendi Simanunsong, Hukum dalam Ekonomi, Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta, 2008, h.12

39 Elsi Kartika Sari, Advendi Simanunsong, Hukum dalam Ekonomi, Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta, 2008, h.15

(21)

perjanjian pinjaman pengganti yakni dikatakan bahwa bagi mereka yang

meminjam harus mengembalikan dengan bentuk dan kualitas yang sama.41

4) Macam-macam Pelunasan Hutang

Dalam pelunasan hutang adalah terdiri dari pelunasan bagi jaminan

yang bersifat umum dan jaminan yang bersifat khusus.

a) Jaminan Umum

Pelunasan hutang dengan jaminan umum didasarkan pada pasal

1131KUH Perdata dan pasal 1132 KUH Perdata.

Dalam pasal 1131 KUH Perdata dinyatakan bahwa segala kebendaan

debitur baik yang ada maupun yang akan ada baik bergerak maupun yang

tidak bergerak merupakan jaminan terhadap pelunasan hutang yang

dibuatnya.

Sementara itu, dalam Pasal 1131 KUH Perdata dinyatakan bahwa

segala kebendaan debitor, baik yang ada maupun yang aka nada, naik

bergerak maupun tidak bergerak merupakan jaminan terhadap perlunasan

utang yang dibuatnya, sedangkan Pasal 1131 KUH Perdatamenyebutkan

harta kekayaan debitor menjadi jaminan secara bersama – sama bagi

semua kreditor yang memberikan utang kepadanya; pendapatan penjualan

benda – benda itu dibagi – bagi menurut keseimbangan, yakni menurut

(22)

besar – kecilnya masing – masing. Kecuali, jika diantara para berpiutang

itu ada alasan – alasan sah untuk didahulukan.42

Dalam hal ini benda yang dapat dijadikan pelunasan jaminan umum

apabila telah memenuhi persyaratan antara lain :

1. Benda tersebut bersifat ekonomis (dapat dinilai dengan uang).

2. Benda tersebut dapat dipindah tangankan haknya kepada pihak

lain.43

b) Jaminan Khusus

1. GADAI

Gadai diatur dalam Pasal 1150 – 1160 KUH Perdata. Dalam Pasal

1150 disebutkan bahwa gadai adalah hak yang diperoleh kreditor atas

suatu barang bergerak yang diberikan kepadanya oleh debitor atau

orang lain atas namanya untuk menjamin suatu utang.44

2. HIPOTIK

42 Elsi Kartika Sari, Advendi Simanunsong, Hukum dalam Ekonomi, Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta, 2008, h.16

43 Elsi Kartika Sari, Advendi Simanunsong, Hukum dalam Ekonomi, Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta, 2008, h.16

(23)

Hipotik diatur dalam Pasal 1162 – 1232 KUH Perdata. Dalam Pasal

1162 KUH Perdata hipotik adalah suatu hak kebendaan atas benda

tidak bergerak untuk mengambil penggantian dari padanya bagi

pelunasan suatu perutangan (verbintenis).45

5) HAK TANGGUNGAN

Berdasarkan Pasal 1 Undang – Undang Hak Tanggungan (UUHT), hak

tanggungan merupakan hak jaminan atas tanah yang dibebankan berikut

benda – benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu untuk

pelunasan utang dan memberikan kedudukan yang diutamakan kepada

kreditor tertentu terhadap kreditor – kreditor yang lain. 46

6) FIDUSIA

Fidusia dikenal dengan nama FEO (fiduciare eigendoms overdracht)

yang dasarnya merupakan suatu perjanjian accesor antara debitor dan

kreditor yang isinya penyerahan hak milik secara kepercayaan atas benda

bergerak milik debitor kepada kreditur. 47

Hubungan hukum antara pemberi fidusia (debitor) dengan penerima

fidusia (kreditor) merupakan hubungan hukum yang berdasarkan

kepercayaan. Namun, dengan dikeluarkan Undang – Undang Nomor 42

Tahun 1999 tentang Fidusia maka penyerahan hak milik suatu barang

debitor atau pihak ketiga kepada kreditor secara kepercayaan sebagai

45 Elsi Kartika Sari, Advendi Simanunsong, Hukum dalam Ekonomi, Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta, 2008, h.18

46 Elsi Kartika Sari, Advendi Simanunsong, Hukum dalam Ekonomi, Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta, 2008, h.20

(24)

jaminan utang. Sebelum dikeluarkan Undang – Undang Nomor 42 Tahun

1992 lembaga jaminan fudisia telah diakui berdasarkan yurisprudensi

Keputusan Hooggerechtsh tanggal 18 Agustus 1932 serta Keputusan

Mahkamah Agung tanggal 1 September 1971 Reg No. 372 K/Sip/1970.48

Sementara itu, Pasal 1 angka 1 Undang – Undang Nomor 42 Tahun

1999 tentang Jaminan Fidusia (UUJF) memberikan pengertian, fidusia

merupakan pengalihan hak kepemilikan sesuatu atas dasar kepercayaan

dengan ketentuan bahwa hak kepemilikannya diahlikan dan penguasaan

tetap ada pemilik benda. Selain itu, pengertian jaminan fidusia diatur

dalam Pasal 1 angka 2 UUJF.49

3. PENUTUP

Kesimpulan

Subjek hukum adalah sesuatu yang menurut hukum berhak/berwenang

untuk melakukan perbuatan hukum atau siapa yang mempunyai hak dan

cakap untuk bertindak dalam hukum.

Subjek hukum terdiri dari:

a. Manusia

b. Badan Hukum

48 Elsi Kartika Sari, Advendi Simanunsong, Hukum dalam Ekonomi, Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta, 2008, h.23

(25)

Obyek hukum adalah sesuatu yang berguna bagi subyek hukum

(manusia/badan hukum) dan yang dapat menjadi pokok permasalahan dan

kepentingan bagi para subyek hukum.

Hak kebendaan yang bersifat sebagai pelunasan hutang (hak jaminan)

adalah hak jaminan yang melekat pada kreditor yang memberikan

kewenangan untuk melakukan eksekusi kepada benda yang dijadikan jaminan

(26)

DAFTAR PUSTAKA

Arrasjid Chaibur. 2000. Dasar-dasar Ilmu Hukum. Jakarta : Sinar Grafik.

HS, Salim. 2008.Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW). Jakarta: Sinar

Grafik.

Ishaq. 2008. Dasar-dasar Ilmu Hukum. Jakarta: Sinar Grafik.

Sari, Elsi Kartika, dan Advendi Simanunsong. 2008. Hukum Dalam Ekonomi.

Jakarta: PT Grasindo.

Referensi

Dokumen terkait

Aplikasi ini mempunyai empat prosedur, yaitu penginputan data, penginputan jenis ayam, transaksi pemesanan, dan pencetakan laporan. Dalam penulisan ini, digunakan flowchart

Pembuatan web site ini bertujuan untuk memberikan informasi mengenai produkproduk yang ditawarkan oleh pihak Perusahaan Balloon Station dengan menampilkan jenis dan

Bagi peserta yang berkeberatan atas penetapan pemenang pelelangan tersebut di atas diberikan kesempatan untuk mengajukan sanggahan kepada Panitia

[r]

Rumah Sakit Haji 66 Medan Tembung New G Farma

Skripsi dengan judul “ Pengaruh Strategi Team Quiz Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas X MA Al-Hikmah Langkapan Tahun Ajaran. 2016/2017 Pada Pokok

Selain itu lapisan-lapisan tonjolan yang tingginya berbeda (dapat dilihat pada Tampak) disusun dengan konsep additive dengan penambahan-penambahan makin luar makin pendek dan

Nama Bank : MAYBANK ISLAMIC BERHAD Cawangan :